223 604 1 PB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015



DETEKSI CEMARAN BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA MALANG DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Rapid Detection of Pork on Beef Sausages in Malang Using Polymerase Chain Reaction (PCR) Kharisma Nafia Safitri1*, Agustin Krisna Wardani1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 * Penulis Korespondensi, Email: [email protected] ABSTRAK Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim sebesar 89% dari jumlah penduduk. Produk olahan daging yang sering dikonsumsi masyarakat adalah sosis. Selain sosis bermerk juga dijumpai jenis sosis curah yang membuat masyarakat sangsi akan status kehalalannya. Teknik yang dilakukan untuk mendeteksi adanya kontaminasi babi pada produk pangan salah satunya menggunakan metode PCR. PCR merupakan proses sintesis enzimatis untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya sosis sapi di Kota Malang yang terkontaminasi babi serta untuk mengetahui suhu annealing yang optimum sehingga diperoleh hasil PCR yang sesuai. Penelitian ini menggunakan sampel berupa 6 sosis bermerk dan 7 sosis curah yang diperoleh dari pasar tradisional dan supermarket di Kota Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu optimum yang digunakan untuk annealing yaitu pada suhu 44oC. Hasil PCR menggunakan primer gen leptin babi pada penelitian ini menunjukkan bahwa gen leptin babi tidak spesifik untuk mendeteksi kontaminasi babi. Kata kunci:Deteksi babi, Halal, PCR, Sosis sapi ABSTRACT Indonesia is the country with the amount of Muslim people is about 89% of the population. One of processed meat products are often consumed in the community is sausage. There are also some kind of bulk sausage without labels that will make some people sanctions of the halal status. One of technique performed to detect any contamination of pork for food products is PCR. PCR is an enzymatic process for amplifying nucleotide synthesis in vitro. This study aims to determine whether or not beef sausage in Malang has pork contaminated and to determine the exact condition of annealing temperature in order to obtain the corresponding PCR results. This research used 6 branded sausages and 7 bulk sausages obtained from traditional markets and supermarkets in Malang. The results obtained in this study indicate that the optimum temperature for annealing is used at a temperature of 44oC. PCR results obtained using porcine leptin gene in this experiment showed that porcine leptin gene is not specific to use for pork detection. Keywords: Pork detection, Halal, PCR, Beef sausage PENDAHULUAN Berdasarkan sensus penduduk, penganut agama Islam di Indonesia adalah sebesar 89% dari jumlah penduduk yaitu sebanyak 237.6 juta penduduk [1]. Jumlah ini merupakan jumlah terbesar dari seluruh penganut agama Islam di seluruh dunia. Salah satu produk olahan daging yang sering dikonsumsi di masyarakat adalah sosis. Selain sosis sapi dan ayam, juga dijumpai beberapa jenis sosis curah tanpa label yang beredar di masyarakat 1006



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015 dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan sosis bermerek. Tidak adanya informasi yang diberikan pada konsumen tentang produk tersebut membuat beberapa masyarakat sangsi akan aspek keamanan produk sosis curah tersebut terutama berkaitan dengan status kehalalannya.Salah satu teknik yang telah dilakukan untuk mendeteksi babi yaitu dengan metode kimia yang memakan waktu yang lama dan kurang efisien [2]. Analisis DNA yang digabungkandengan polymerase chain reaction (PCR) menyajikan hasil deteksi yang cepat, sensitifdan alternatif yang sangat spesifik untuk metode berbasis protein [3]. Analisis berbasis molekuler dengan DNA saat ini semakin dikembangkan karena dapat mendeteksi adanya campuran daging lain bahkan pada level sebesar 0,1% [4]. PCR merupakan proses sintesis enzimatis untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Setiap satu siklus PCR terdapat 3 reaksi utama yaitu denaturasi, penempelan primer (annealing), dan polimerasi (elongasi) [5]. Pada proses PCR dibutuhkan sepasang primer oligonukleotida yang spesifik untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan [6]. Penempelan (annealing) primer ke DNA template memiliki peran yang sangat penting dalam proses PCR. Proses ini harus dilakukan dengan suhu yang tepat, karena jika suhu yang digunakan tidak tepat maka primer tidak akan menempel pada DNA target sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan reaksi PCR. Primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu primer gen leptin babi terdiri dari primer forward 5'-TGCAGTCTCTCCAAA -3' dan primer reverse 5'CGATAATTGGATCACATTCTG-3' yang berfungsi mengontrol nafsu makan, metabolisme energi, komposisi tubuh dan reproduksi pada babi [7]. BAHAN DAN METODE Bahan Sampel yang digunakan berupa sosis bermerek yang diperoleh dari Hypermart Malang Town Square, sosis curah yang diperoleh dari Hypermart Malang Town Square, Giant Supermarket Mall Olympic Garden (MOG), Pasar Besar, Pasar Tawangmangu, dan pasar Merjosari Kota Malang. Kontrol positif sosis babi diperoleh dari Giant Supermarket Jl. Kawi Kota Malang. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, NaCl, SDS, Tris-Base, HCl 37%, Na Asetat, asam asetat, EDTA 2-Na, NaOH, asam borat, fenol, kloroform, isoamil alkohol, Proteinase-K, ddH2O sterilyang diperoleh dari toko Makmur Sejati. Untuk proses PCR dan elektroforesis gel agarosa, bahan yang dibutuhkan yaitu mastermix Go Tag Green (Promega), primer gen leptin babi terdiri dari primer forward 5'-TGCAGTCTCTCCAAA -3'dan primer reverse 5'- CGATAATTGGATCACATTCTG-3' (IDT) [8] [9] [10] yang diperoleh dari CV. Gamma Scientific Lab, sertaagarosa, DNA Ladder 1 kb (Fermentas), loading dye, dan Ethidium Bromida diperoleh dari Laboratorium Sentral Ilmu Hayati. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (HL-36 AE Hirayama), pH meter (Cyber scan 510), timbangan (Ohauss), refrigerator (Toshiba), blender (Miyako), kompor listrik (Maspion S-300), vortex (LW Scientific, GSA MX-S dan Maximix), sentrifugator dingin (Hettich zentrifugen), shaker waterbath (Lokal), mikropipet (Socorex) Sedangkan alat yang digunakan untuk proses PCR dan analisis kualitatif dan kuantitatif DNA adalah Polymerase Chain Reaction (Applied Biosystems GeneAmp PCR System 9700), NanoDrop (ND-1000 Spectrophotometer), perangkat elektroforesis dan visualisasi dengan Gel-Doc XR 1000 (Bio Rad). Perangkat gelas dan non gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass 100 ml dan 250 mL, tabung reaksi, labu erlemenyer 100 mL, 250 mL, 500 mL, labu ukur 100mL, botol Duran 250 mL pipet volume, pipet tetes, blue tip, yellow tip, white tip, microtube 1.5 mL, thin wall, alumunium foil, plastic wrap, rak tabung reaksi.



1007



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015 Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama yaitu survei untuk menentukan titik pengambilan sampel. Berdasarkan hasil survey, diperoleh 7 sampel sosis curah yang diperoleh dari Pasar Tawangmangu, Pasar Besar, Pasar Merjosari, Hypermart Malang Town Square dan Giant Mall Olympic Garden serta 6 sampel sosis bermerk diperoleh dari Hypermart Malang Town Square. Tahap kedua yaitu analisis sampel yang terdiri atas isolasi DNA, PCR, kemudian dikonfirmasi menggunakan elektroforesis gel agarosa. Prosedur Analisis 1. Ekstraksi DNA Metode isolasi DNA [4] dilakukan untuk memisahkannya dari komponen sel yang lain. Sampel dihaluskan lalu ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan tabung reaksi. Setelah itu setambahkan STE Buffer 3 ml dan dihomogenisasi. Kemudian diambil aliquot sebanyak 500µl dan dipindahkan ke mikrotube 1.5 ml dan ditambahkan proteinase-K sebanyak 1.25 µl dan SDS 10% 50µl dan dihomogenkan lalu di inkubasi di dalam waterbath selama 8 jam. Setelah diinkubasi, hasil yang diperoleh kemudian disentrifuse 11600 rpm selama 5 menit dan supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 500µl. Kemudian ditambahkan larutan Fenol:Kloroform:Isoamil alkohol (25:24:1) dan dihomogenkan. Proses dilanjutkan dengan sentrifuse 11600 rpm selama 5 menit. Setelah itu supernatan diambil sebanyak 400µl dan ditambahkan kloroform sebanyak 300µl dan dihomogenkan. Kemudian disentrifuse 11600 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya sebanyak 300 µl. Setelah itu ditambahkan etanol absolute sebanyak 400µl dan Na-asetat sebanyak 40 µl dan dihomogenkan lalu diinkubasi selama 8 jam pada suhu -20oC. Hasil yang diperoleh lalu disentrifuse 11600 rpm selama 5 menit dan supernatannya dibuang. Pelet yang tertinggal ditambahkan etanol 70% dan disentrifuse 11600 rpm selama 5 menit. Setelah itu etanol dibuang dan sisanya diuapkan pada suhu ruang selama 1 jam. Pelet yang tertinggal kemudian dielusi dengan ddH2O steril dan hasil isolat DNA disimpan pada suhu 4oC. Isolat DNA yang diperoleh kemudian diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan alat NanoDrop spektrofotometer. 2. Amplifikasi PCR Komposisi untuk 25μl reaksi PCR disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Reaksi PCR untuk Deteksi Kontaminasi Babi Komponen Volume 1x Reaksi PCR (μl) Master Mix Go Tag Green (Promega) Campuran antara enzim Taq polymerase, 12.5 buffer Taq, MgSO4, dan dNTP Primer forward (10μM) 1 Primer reverse (10μM) 1 DNA template 2 ddH2O 8.5 Total Volume 25 Bahan-bahan diatas dicampur ke dalam thin wall, kemudian ditutup rapat dan diletakkan di mesin PCR. Setelah itu dilakukan pemrograman PCR untuk mengatur suhu dan waktu masing-masing tahapan dalam PCR. Setelah diprogram, kemudian ditekan tombol start dan ditunggu hingga proses selesai. Adapun kondisi PCR untuk deteksi kontaminasi babi pada produk sosis curah seperti pada Tabel 2.



1008



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015 Tabel 2. Kondisi Reaksi PCR untuk Deteksi Kontaminasi Babi Tahapan PCR Temperatur (°C) Waktu JumlahSiklus Pre-denaturasi Denaturasi Annealing Elongasi Final elongasi Penyimpanan



94 94 44 72 72 4



4 menit 30 detik 30 detik 1 menit 7 menit 5 menit



37



3. Elektroforesis Proses elektroforesis [11] dilakukan dengan membuat gel agarosa 3% dengan cara menimbang agarosa sebanyak 1.2 gram dan dilarutkan dalam 40 ml TBE buffer 1x. Selanjutnya dipanaskan diatas kompor listrik hingga larutan bening. Setelah itu didiamkan hingga larutan hangat lalu ditambah EtBr sebanyak 1 µl dan dicampur hingga homogen, lalu dituang kedalam cetakan yang telah dipasang sisir dan ditunggu hingga gel memadat. Setelah itu gel diberi larutan TBE buffer 1x hingga terendam. Kemudian dilakukan proses loading sampel ke dalam sumur-sumur yang terdapat pada gel. Setelah itu dilakukan elektroforesis dengan tegangan 70 Volt selama lebih kurang 45 menit. Setelah selesai, gel divisualisasi dengan menggunakan alat Gel-Doc XR 1000. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Isolasi dan Purifikasi DNA Sosis Sapi Isolasi DNA dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen-komponen penyusun sel yang lain seperti protein, polisakarida dan lipid. Terdapat 2 tahap yang sangat penting dalam proses isolasi DNA yaitu ekstraksi DNA dan presipitasi DNA. Buffer lisis diperlukan untuk melisiskan sel sehingga DNA dapat keluar dari sel. Buffer lisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu SDS. SDS merupakan detergen anionik yang ketika dilarutkan dalam air akan berdisosiasi menjadi Na+ dan dodesil sulfat. Dosesil sulfat ini akan berikatan dengan bagian interior lipid bilayer pada membran sel sehingga sel mengalami lisis dan komponen seluler termasuk DNA dan RNA akan larut dan protein dalam lisat akan terdenaturasi [12]. DNA yang berasal dari sel hewan seperti sosis banyak mengandung protein sehingga dalam pemisahannya perlu dilakukan penambahan enzim proteinase agar DNA terhindar dari kontaminasi protein. Adanya kontaminasi DNA oleh protein dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya DNA tidak sensitif oleh enzim restriksi dan menggangu proses amplifikasi DNA dengan PCR [13] maka dari itu perlu dilakukan penambahan enzim proteinase-K. Enzim proteinase-K merupakan enzim yang berfungsi untuk memecah protein histon menjadi unit-unit yang berukuran lebih kecil sehingga mudah dipisahkan dari isolat DNA [14]. Proses presipitasi DNA kemudian dapat dilakukan setelah DNA terpisah dari sel dan komponen yang lain. Presipitasi DNA dilakukan dengan menambahkan reagen berupa alkohol (etanol) 96%-100%. Penambahan etanol absolut dapat menurunkan konstanta dielektrik pada larutan atau memperbanyak ikatan DNA engan Na+ sehingga DNA akan menggumpal sedangkan senyawa yang lain akan larut dalam etanol [13]. Hasil isolasi DNA yang diperoleh kemudian dianalisis secara kuantitatif menggunakan nanodrop spektrofotometri. Konsentrasi DNA dinyatakan dalam ng/µl dan kemurnian DNA dapat langsung diketahui dengan membandingkan perbedaan penyerapan sinar UV oleh komponen DNA dengan kontaminan. Untaian ganda DNA dapat menyerap sinar UV pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan kontaminan protein atau fenol menyerap UV pada panjang gelombang 280 nm. Adanya perbedaan penyerapan sinar UV inilah yang membuat kemurnian DNA dapat diukur menggunakan rasio A λ260/A λ280 nm. DNA dapat dikatakan murni apabila rasionya 1.8-2.0 [15].



1009



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015



Sampel K+ A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 K-



Tabel 3. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi Isolat DNA Konsentrasi Å260 Å280 Å260/Å280 (ng/µl) 246.78 4.936 2.841 1.74 385.12 7.702 3.886 1.98 357.40 7.148 3.668 1.95 137.54 2.751 1.400 1.96 531.22 10.624 5.287 2.01 222.76 4.455 2.124 2.10 436.98 8.740 4.500 1.94 323.42 6.468 3.147 2.06 364.47 7.289 3.728 1.96 470.95 9.419 4.864 1.94 659.07 13.181 6.576 2.00 256.66 5.133 2.489 2.06 975.70 19.514 9.830 1.99 302.75 6.055 3.069 1.97 198.87 3.977 2.479 1.60



Berdasarkan hasil nanodrop spektrofotometri isolat DNA sampel di atas dapat diketahui nilai konsentrasi DNA dan rasio absorbansinya. Konsentrasi DNA yang diperoleh dari 1 gram sampel berbeda-beda tiap sampelnya (Tabel 1), berkisar antara 137.54 ng/μl – 975.70 ng/μl. Kemurnian DNA yang diperoleh dari sampel-sampel di atas juga beragam akan tetapi secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa isolat DNA sampel memiliki kemurnian yang baik karena terdapat 9 sampel yang memiliki nilai rasio A260/A280 antara 1.8-2.0. Konsentrasi DNA pada sampel K+ dan K- berada di bawah 1.8 secara berturutturut yaitu 1.74 dan 1.60. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kedua sampel masih terdapat kontaminasi berupa protein maupun fenol. Sedangkan pada isolat sampel A4, A5, B1 dan B5 memiliki nilai kemurnian >2. Hal ini menunjukkan bahwa pada isolat DNA sampel tersebut masih terdapat kontaminasi berupa RNA. Kontaminasi dengan RNA ini sebenarnya dapat dikurangi dengan cara menambahkan enzim RNAse pada saat proses isolasi yang berfungsi untuk memecah RNA. 2. Hasil Amplifikasi DNA Sosis Sapi dengan Primer Gen Leptin Optimasi Suhu Annealing PCR Primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu sekuen primer dari gen leptin yang terdapat pada babi. Primer terdiri atas primer forward dan primer reverse dimana pada penelitian ini primer forward yang digunakan memiliki Tm 53oC sedangkan pada primer reverse memiliki Tm 49oC. Adanya perbedaan Tm yang terjadi ini membuat proses optimasi suhu annealing sangat penting dilakukan untuk mengetahui suhu annealing yang paling optimal yang akan digunakan pada proses PCR selanjutnya. Suhu annealing yang digunakan untuk proses optmasi PCR dapat dihitung berdasarkan (Tm–5)oC sampai dengan (Tm+5)oC [6] [16]. Hasil optimasi yang terdapat pada Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa pada sumuran 1 terbentuk pitayang sangat jelas dan lebih tebal dibandingkan pada sumuran yang lainnya. Dari hasil tersebut diperoleh hasil bahwa pada suhu 44oC merupakan suhu yang optimal untuk melakukan annealing pada proses PCR.



1010



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015



Gambar 1. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Gen Leptin Babi Keterangan: 1 = Suhu optimasi 44oC 4 = Suhu optimasi 50oC o 2 = Suhu optimasi 46 C 5 = Suhu optimasi 52oC 3 = Suhu optimasi 48oC Hasil Amplifikasi DNA Sosis Sapi dengan Primer Gen Leptin Babi



Gambar 2. Hasil PCR Sampel Sosis Bermerk



Hasil elektroforesis yang ditunjukkan pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada sumuran yang berisi kontrol positif hanya terlihat satu pita yang jelas dan tebal. Sedangkan pada sumuran yang berisi sampel DNA sosis bermerek A1, A2, A3, A4 dan A6 terlihat pita yang smear dan tipis dan pada sampel A5 tidak terbentuk pita. Hasil serupa juga tampak pada Gambar 3 yang mana pada gambar tersebut, semua sampel yaitu B1, B2, B3, B4, B5, B6 dan B7 terlihat terbentuk pita yang tipis dan smear. Pada kedua gambar diatas, tampak terbentuk pita yang berada diatas dan dibawah pita yang diinginkan yaitu 152 bp. Terbentuknya pita sebesar 152 bp pada sampel-sampel yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam isolat DNA sampel tersebut mengandung nukleotida-nukleotida yang berkomplementer dengan sekuen primer. 1011



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015 Pasangan yang saling berkomplementer ini kemudian akan mengalami amplifikasi pada proses PCR sehingga ketika dielektroforesis akan muncul pita-pita yang menunjukkan ukuran pasangan basanya [17] [18] [19].



Gambar 3. Hasil PCR Sampel Sosis Curah



Terbentuknya pita diatas dan dibawah ukuran amplifikasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu spesifisitas primer yang digunakan. Kurang spesifiknya primer yang digunakan dapat menyebabkan terjadinya penempelan primer di tempat lain yang tidak diinginkan (mispriming) sehingga dapat menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang bervariasi. Faktor kedua yaitu terjadinya fragmentasi dan degradasi DNA yang diakibatkan oleh adanya proses grinding, milling, tekanan mekanik dan hidrolisis enzimatis [20]. Pembuatan sosis melibatkan proses grinding daging mentah sehingga diperoleh daging halus kemudian proses penambahan bahan-bahan lain dan proses pemasakan yang menggunakan suhu tinggi sangat mungkin dapat menyebabkan DNA terdegradasi. Menurut Analisis Southern [21] menunjukkan adanya urutan basa dalam DNA babi homolog dengan leptin tikus. Analisis BLAST Genbank dariurutan coding lengkap leptin babi menunjukkan bahwa cDNA ini memiliki homologi 88% dengan manusia, 85% homologi dengan leptin tikus dan homologi tertinggi dengan sapi yaitu 92%. Tingkat homologi gen leptin babi dengan gen leptin pada sapi yang sangat tinggi ini dapat memberikan kemungkinan bahwa yang teramplifikasi pada proses PCR adalah gen leptin yang berasal dari sapi. Hal ini telah dibuktikan pada Gambar 4. Gambar tersebut merupakan gambar hasil elektroforesis sampel sosis curah yang menggunakan kontrol negatif (K-) berupa daging sapi. Berbeda dengan Gambar 2 dan 3 yang menggunakan kontrol negatif berupa daging ayam, pada Gambar 4 ini tampak terbentuk pita sebesar 152 bp pada sampel kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat gen yang teramplifikasi dalam sampel daging sapi sehingga dapat dikatakan bahwa gen leptin babi ini tidak spesifik dan tidak dapat dijadikan sebagai gen target untuk mengidentifikasi adanya cemaran babi pada produk olahan daging khususnya yang berbasis daging sapi.



1012



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015



Gambar 4. Hasil PCR Sampel Sosis Curah dengan Kontrol Negatif Daging Sapi SIMPULAN Berdasarkan hasil optimasi yang telah dilakukan, kondisi suhu annealing yang sesuai untuk proses PCR menggunakan gen leptin yaitu pada suhu 44oC. Selain itu, primer gen leptin yang digunakan untuk deteksi kontaminasi babi pada produk sosis sapi kurang spesifik karena masih dapat mengamplifikasi sekuen DNA non target (DNA sapi). DAFTAR PUSTAKA 1) Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. BPS. Jakarta 2) Downey, G. 1998. Makanan dan otentikasi bahan makanan dengan spektroskopi inframerah pertengahan dan kemometrika. Tren Kimia Analitik 17: 418-424 3) Soares, S., J. S. Amaral, I. Mafra, M. Beatriz and P.P. Oliveira. 2010. Quantitative detection of poultry meat adulteration with pork by a duplex PCR assay. Meat Sci 85,531–536 4) Ilhak, O. I. and A. Arslan. 2007. identification of meat species by polymerase chain reaction (PCR) technique. Turkey Journal Vet Anim Sci 31 (3): 159-163. 5) Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta 6) Fatchiyah, E. L. Arumingtyas, S. Widyarti, S. Rahayu. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta 7) Barb, C.R., G.J. Hausman, K.L. Houseknecht. 2001. Biology of leptin in the pig. Domestic Animal Endocrinology 21, 297–317 8) Farouk, A. E., M. F. Batcha, R. Greiner, H. M. Salleh, M. R. Salleh, A. R. Sirajudin. 2006. The use of a molecular technique for the detection of porcine ingredients in the malaysian food market. Saudi Med J 27:9, 1397-1400 9) Alaraidh, I. A. 2008. Improved dna extraction method for porcine contaminants detection in imported meat to the saudi market. Saudi Journal of Biology Sciences 15:2, 225-229 10) Georgescu, S.E, M.A. Manea, S. Dinescu and M. Costache. 2014. Comparative Study of Leptin and Leptin Receptor Gene Expression in Different Swine Breeds. Genetics and Molecular Research. University of Bucharest. Romania



1013



Deteksi Cemaran Babi Pada Produk Sosis Sapi dengan Metode PCR – Safitri, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1006-1014, Juli 2015 11) Sambrook, J. and D. W. Russel. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York 12) Lodish, H, Arnold B., S. Lawrence Z., Paul M. 2008. Molecular Cell Biology. Wh Freeman Company. New York 13) Kusumawaty, D. 2012. Isolasi DNA Skala Kecil. Panduan Praktikum Biologi Molekul. Program Studi Biologi Jurusan Pendidikan Biologi UPI 14) Robyt, I. M. and B. J. White. 2000. Biochemical Technique: Teory and Practice. Brooks Publishing Company. California 15) Larasati, P. 2011. Isolasi Plasmid dan Elektroforesis pada Gel Agarosa. Institut Pertanian Bogor. Bogor 16) Handoyo, D. dan A. Rudiretna. 2001. Prinsip umum dan pelaksanaan polymerase chain reaction (PCR). Jurnal UnitasPusat Studi Bioteknologi Universitas Surabaya9:1,17-29. 17) Kusuma, S. A. F. 2010. PCR. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Bandung 18) Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika Edisi Kedua. IPB Press. Bogor 19) Gaffar, S. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Jurusan Kimia. FMIPA UNPAD. Bandung 20) Moreano, F., Busch U., and Engel K. H. 2005. Distortion of genetically modified organism quantitation in processed foods : influence of particle size compositions and heat-induced DNA degradation.Agr Food Chem53,9971–9979 21) Ramsay, T.G., X. Yan, and C. Morrison. 1998. The obesity gene in swine: sequence and expression of porcine leptin. Anim Sci 76,484-490



1014