3 Lp-Askep KGD Ppok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)



DISUSUN OLEH : MUHAMMAD QURAISY 201030200104



PEMBIMBING : Ns.ANDINI RESTU MARSIWIS.Kep.M.kep



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG 2021



Laporan Pendahuluan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) I.



Definisi Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran termasuk di dalamnya adalah asma, bronkitis kronis dan emfisema pulmonum (Halim, 2013). Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah kelainan paru yang di tandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang di sebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Penyakit paru obstruktif menahun merupakan suatu istilah yang di gunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan risistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Fauci et al, 2013). PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh 20 peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2011).



II.



Etiologi Menurut Eisner penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah : 1. Kebiasaan merokok Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok. Angka penurunan FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di lakukan di negaranegara Eropa dan Asia, menunjukan bahwa adanya hubungan antara merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort (Eisner et al, 2010). 2. Polusi oleh zat-zat produksi Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut di observasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini menunjukkan yang masuk akal secara biologi bagaimana peran polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (Gold, 2014). 3. Faktor genetik Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat antitripsin alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease, walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di observasi pada saudara atau orang terdekat



penderita PPOK berat yang juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK



gen



tunggal



seperti



gen



yang



memberi



kode



matriks



metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru (Gold, 2014). 4. Infeksi Hepohilus Influenzza dan Streptococus Pneumonia III.



Klasifikasi Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014): 1. Asma Penyakit jalan nafas obstruktif intermien, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Brunner and suddarth, 2010) 2. Bronkhitis Kronis Bronkhitis kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronchitis kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama 2 tahun berturut-turut (GOLD, 2010) 3. Emfisema Emfisema merupakan suatu perubahna anatomis parenkim paru yang diatandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar (Andini, 2015)



Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : 1. Derajat 0 (Beresiko) Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea, ada paparan terhadap factor resiko 2. Derajat 1 (PPOK ringan) Dengan atau tnapa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum 3. Derajat II (PPOK sedang) Dengan atau tnapa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas) 4. Derajat III (PPOK berat) Sesak napas ketika berjalan dan berpakaian 5. Derajat IV (PPOK sangat berat) Pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai komplikasi korpulmonale atau gagal jantung kanan. IV.



Manifestasi Klinis Gejala–gejala awal Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang bisa muncul setelah 5 – 10 tahun merokok adalah batuk yang berlendir. Batuk biasanya ringan dan sering dianggap sebagai batuk normal seorang perokok. Selain itu, sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau hijau karena ada nanah akibat infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala tersebut akan semakin sering dirasakan. 30 Mengi/bengek pun bisa timbul sebagai salah satu gejala PPOK. Pada usia sekitar 60 tahun sering timbul sesak nafas ketika bekerja dan bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan ketika melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci



pakaian, berpakaian, dan menyiapkan makanan. Sekitar 30% penderita mengalami penurunan berat badan karena setelah selesai mereka sering mengalami sesak napas yang berat sehingga penderita sering tidak mau makan. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung. Pada stadium akhir bisa terjadi sesak nafas berat, yang bahkan timbul ketika penderita tengah beristirahat, yang mengindikasikan adanya kegagalan pernapasan yang akut. (dr. Iskandar junaidi, 2010). Menurut GOLD, 2010 Manifestasi klinis ditandai dengan : -



Batuk –batuk dan produksi dahak khsusunya yang muncul di pagi hari



-



Napas pendek sedang yang berkembang menjadi napas pendek



-



Sesak napas akut



-



Frekuensi napas yang cepat



-



Penggunaan otot bantu pernapasan dan ekspirasi lebih lama dari pada inspirasi



V.



Patofisiologi Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena infeksi, Infeksi merusak dinding bronchial



menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit. Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia.



Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan. Faktor–faktor resiko di atas mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat



inspirasi, pada saat ekspirasi banyak



terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal ini lah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi–fungsi paru : ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Anderson, 2008). Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan bronkhialitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga meyumbat jalan nafas. Pada emfisiema, obtruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Protokol pengobatan tertentu di gunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik. Penyakit paru obtruktif kronik di anggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan, merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan padi) merupakan faktor resiko penting yang menunjang



terjadi penyakit ini. Prosesnya dapat teradi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru 34 oleh enzim tertentu. PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk awitan (onset) gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspekaspek fungsi paru tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume eksparasi paksa (FEV) menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK dapat memburuk perubahan fisiologi ang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obtruksi jalan nafas misalnya pada bronkhitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada emfisiema. Oleh karena itu, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada klien lansia dengan PPOK. (Sumber : Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Penapasan, Arif Muttaqin 2015)



VI.



Pathway Faktor Predisposisi



Edema, Spasme bronkus, Peningkatan secret bronkus



Obstruksi Jalan Napas



Udara terperangkap dalam alveolus



Supalai O2 jaringan menurun Kompensasi Kardiovaskuler Hipertensi Pulmonal Gagal Jantung Kanan



PaO2 Rendah PaO2 Tinggi



Sesak napas napas pendek



Pola Napas Tidak Efektif



Gangguan metabolisme jaringan



Metabolisme Aerob



Gangguan Pertukaran Gas



Produksi ATP menurun Intoleransi Aktivitas



Nyeri Akut Defisit Energi



Lelah, lemah, lesu Gangguan Pola Tidur



VII.



Komplikasi Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Irman Soemantri (2009) : 1. Hipoksemia Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan nilai saturasi okesigen 16



jam



memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L) 4. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang singnifikan pada pasien dengan penyakit sedang – berat. 5. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensijalan nafas 6. Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmitikus). 7. Mencegah alergen / iritasi jalan napas. 8. Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis



X.



Teori Asuhan Keperawatan beradasarkan SDKI A. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukkan pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001). 1. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat. Pada kasus pneumonia banyak terjadi pada : -



Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki-laki tapi tidak menutup kemungkinan perempuan



-



Umur : usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua (usia lanjut) dan anak-anak.



2. Alasan Masuk Biasanya keluhan yang dialami oleh pasien yaitu sesak napas, batuk berdahak, suhu tubuh meningkat, sakit kepala, dan kelemahan 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas, nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan : batuk produktif atau tidak produktif, warna, konsistensi sputum, gejala lain : kesakitan pernapasan atas saat ini atau keskitan akut lain



penyakit kronik seperti DM, PPOK, atau penyakit jantung, medikasi saat ini : alergi obat. (LeMone, Atal, 2016).



b. Riwayat Kesehatan Terdahulu Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid, 2009) c. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman & Walid, 2009) d. Pemeriksaan Fisik Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran: tanda-tanda vital antara lain suhu: warna aksesorius, pernapasan : suara paru (LeMone, Atal, 2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin, 2010) 1) Kepala -



Rambut Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan rambut : mudah dicabut atau tidak, dan tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.



-



Mata Kebersihan mata : mata tampak bersih, gangguan pada mata : mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan : konjungtiva : pucat dan tidak pucat, sklera biasanya putih, pupil : isokor atau anisokor dan kesimetrisan mata : mata simeetris kiri dan kanan dan ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata



-



Telinga Fungsi pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik, bentuk telinga sama kika, kebersihan telinga.



-



Hidung Kesimetrisan hidung : biasanya simetris, kebersihan hidung nyeri sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot bantu pernapasan.



-



Mulut dan gigi Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi, dan kebersihan gigi.



2) Leher Biasanya simetris kika, gerakan leher : terbatas atau tidak, ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjerr geth bening. 3) Thorax a) Paru-paru Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi nafas cepat (tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung Palpasi : adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan



Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang lebih padat atau konsolidasi paru-paru seperti pneumonia. Auskultasi : Suara napas rhonci (nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. b) Jantung Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, ictus cordis tampak atau tidak Palpasi



:



Ictus



cordis



terba,



tidak



ada



massa



(pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri tekan. Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat seperti pada daerah jantung) Auskultasi : Terdengar suara jantung l dan suara jantung ll (terdengar bunyi lub dup lub dup) dalam rentang normal. c) Abdomen Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau tidak nya lesi, ada atau tidaknya stretch mark Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5-30 x/menit) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan) 4) Ekstremitas Atas : terpasang infus apa, ada kelemahan atau tidak pada ekstremitas atas Bawah : ada atau tidaknya gangguan terhadap ekstremitas bawah seperti kelemahan 5) Genetalia : Terpasang kateter atau tidak e. Tanda-tanda vital



Pemeriksaan tanda – tanda vital adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan yang bertujuan untuk mendeteksi gangguan, kelainan atau perubahan pada sistem penunjang kehidupan. Pemeriksaan tanda - tanda vital (TTV) untuk mengetahui tanda klinis yang memiliki manfaat dalam menegakkan diagnosis penyakit dan menentukan perencanaan terapi medis yang tepat f. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil dan satuannya. Pemeriksaan penunjang terdiri dari : pemeriksaan lab, footo rotgen, rekaman kardiografi (Rohman & Walid, 2010). g. Therapy Pada teraphy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan cara pemberian,secara oral, parenteral, dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010) B. Analisa data Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian. Menginter pretasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis setelah dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah pada klien (Wong donna, L, 2009) C. Kemungkinan Daignosa Yang Muncul Berdasarkan SDKI, 2016 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak efektif, tidak mampu batuk (D.0001) 2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) d.d bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, sariawan, diare (D.0019)



3. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan d.d mengeluh sulit tidur, mengeluh seringterjaga, mengeluh istirahat tidak cukup (D.0055) 4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d merasa lemah.(D.0056) 5. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d pola napas abnormal (D.0003) 6. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal (D.0130) 7. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis (D.0077) 8. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah yang dihadapi (D.0111)



D. Intervensi Keperawatan No



Diagnosa



SLKI



SIKI



1



Keperawatan (SDKI) Bersihan jalan nafas



Setelah dilakukan intervensi



tidak efektif b.d sekresi



selama 3 jam, maka Bersihan



yang tertahan d.d batuk



Jalan Napas Meningkat, dengan



-



Identifikasi kemampuan batuk



tidak efektif.



kriteria hasil :



-



Monitor adanya retensi sputum



-



Monitor dada dan gejala infeksi saluran



Latihan Batuk Efektif O



-



Batuk efektif meningkat



-



Produksi sputum menurun



-



Dispnea menurun



-



-



Frekuensi napas normal 12-



T



20 kali/menit



-



Atur posisi semi Fowler atau Fowler



Pola napas membaik



-



Pasang perlak dan bengkok di pangkuan



-



nafas Monitor input dan output cairan



pasien -



Buang sekret pada tempat sputum



E -



Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif



-



Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut



dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik -



Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali



-



Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3



K -



Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu. Manajemen Jalan Nafas



O -



Monitor pola nafas



-



Monitor bunyi nafas tambahan



-



Monitor sputum



T -



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika dicurigai trauma servikal)



-



Posisikan semi-fowler atau fowler



-



Berikan minum hangat



-



Lakukan fisioterapi dada



-



Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik



-



Lakukan hiperoksigensi sebelum penghisapan endotrakeal



-



Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGlll



-



Berikan oksigen



E 2



Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari



Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi



- Ajarkan teknik batuk efektif Manajemen Nutrisi



psikologis (keengganan



selama 2 jam, maka defisit nutrisi



O



untuk makan)



membaik, dengan kriteria hasil :



-



Identifikasi status nutrisi



Porsi makan yang dihabiskan



-



Identifikasi alergi dan intoleransi makan



meningkat



-



Identifikasi makanan yang disukai



Pengetahuan tentang pilihan



-



Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis



-



makanan yang sehat meningkat



nutrient -



Identifikasi perlunya penggunaan selang



-



Frekuensi makan membaik



-



Nafsu makan membaik



nasogastric -



Monitor asupan makanan



-



Monitor berat badan



-



Monitor hasil pemeriksaan laboratorium



T -



Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu



-



Fasilitasi menentukan pedoman diet



-



Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai



-



Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi



-



Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein



-



Berikan suplemen makanan, jika perlu



-



Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi



E -



Anjurkan posisi duduk, jika mampu



-



Ajarkan diet yang diprogramkan



K -



Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan



3



menentukan jumlah kalori dan Dukungan Tidur



Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan intervensi hambatan lingkungan



selama 2 jam, maka pola tidur



d.d mengeluh sulit tidur



membaik, dengan kriteria hasil :



Kolaborasi dengan ahli gizi untuk



O -



Identifikasi pola aktivitas dan tidur



-



Keluhan sulit tidur menurun



-



Identifikasi faktor pengganggu tidur



-



Keluhan sering terjaga



-



Identifikasi makanan dan minuman yang



menurun -



mengganggu tidur



Keluhan pola tidur berubah



-



menurun



T



Keluhan istirahat tidak cukup



-



Modifikasi lingkungan



menurun



-



Batasi waktu tidur siang



Kemampuan beraktivitas



-



Fasilitasi menghilangkan stres sebelum



meningkat



Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi



tidur -



Tetapkan jadwal tidur rutin



-



Lakukan prosedur untuk meningkatkan



kenyamanan -



Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan untuk menunjang siklus tidur terjaga



E -



Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit



-



Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur



-



Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.



-



Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM



-



Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur



4



Intoleransi aktivitas b.d



Setelah dilakukan intervensi



ketidakseimbangan



selama 2 jam , maka toleransi



antara suplai dan



aktivitas meningkat, dengan



Ajarkan relaksasi otot autogenic Manajemen energi



O -



Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang



kebutuhan oksigen d.d merasa lemah.



kriteria hasil : -



-



mengakibatkkan kelemahan



Kemudahan dalam



-



Monitor kelemahan fisik dan emosional



melakukan aktivitas sehari-



-



Monitor pola dan jam tidur



hari meningkat



-



Monitor lokasi dan ketidaknyamanan



Dispnea saat setelah aktivitas



selama melakukan aktivitas



menurun



T



-



Perasaan lemah menurun



-



-



Frekuensi napas normal 1220 x/menit



Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus



-



Lakukan rentang gerak pasif/aktif



-



Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



-



Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur



E -



Anjurkan tirah baring



-



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap



-



Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang



-



Ajarkan strategi koping untuk



mengurangi kelelahan K 5



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan Pemantauan respirasi



Gangguan pertukaran



Setelah dilakukan intervensi



gas b.d



selama 3 jam , maka pertukaran



O



ketidakseimbangan



gas meningkat, dengan kriteria



-



ventilasiperfusi



hasil :



Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas



-



Dispnea menurun



-



Monitor pola napas



-



Bunyi napas tambahan



-



Monitor kemampuan batuk efektif



menurun



-



Monitor adanya produksi sputum



-



Gelisah menurun



-



Monitor adanya sumbatan jalan napas



-



Pola napas membaik



-



Palpasi kesimetrisan ekspansi paru



-



Auskultasi bunyi napas



-



Monitor saturasi oksigen



-



Monitor nilai AGD



-



Monitor hasil x-ray torax



T -



Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien



-



Dokumentasian hasil pemantauan



E -



Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan



-



Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.



6



Hyperthermia bed



Setelah dilakukan intervensi



proses penyakit



selama 3 jam , maka



Manajemen hipertermia O



termoregulasi membaik, dengan



-



Identifikasi penyebab hipertermia



kriteria hasil :



-



Monitor suhu tubuh



-



Menggigil menurut



-



Monitor kadar elektrolit



-



Pucat menurun



-



Monitor haluaran urine



-



Suhu tubuh normal 36,5



-



Monitor komplikasi akibat hipertermia



°C37,5 °C  Suhu kulit



T



membaik



-



Sediakan lingkungan yang dingin



-



Longgarkan atau lepaskan pakaian



-



Basahi dan kipas permukaan tubuh



-



Berikan cairan oral



-



Ganti linen setiap hari jika mengalami hiperhidrosis



-



Lakukan pendinginan eksternal



-



Hindari pemberian antipiretik atau aspirin



-



Berikan oksigen jika perlu



E -



Ajarkan tirah baring



K -



Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu



7



Nyeri akut b.d agen



Setelah dilakukan intervensi



pencedera fisiologis



selama 3 jam , maka tingkat nyeri



O -



menurun, dengan kriteria hasil :



Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



-



Keluhan nyeri menurun



-



Identifikasi skala nyeri



-



Meringis menurun



-



Identifikasi respons nyeri non verbal



-



Sikap protektif menurun



-



Identifikasi faktor yang memperberat dan



-



Gelisah menurun



-



Frekuensi nadi membaik



memperingan nyeri -



Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri



-



Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri



-



Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



-



Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan



-



Monitor efek samping penggunaan analgetik



T -



Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



-



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri



-



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri



-



Fasilitasi istirahat dan tidur



-



Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



E -



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



-



Jelaskan strategi meredakan nyeri



-



Anjurkaan memonitor nyeri secara mandiri



-



Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat



-



Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



K -



Kolaborasi i pemberian analgetik, jika perlu



E. Implementasi Implementasi Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Tujuan implementasi adalah Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, dan menemukan perubahan sistem tubuh. F. Evaluasi Menurut Griffith dan cristense evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan.



DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, hood, abdul Mukty. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. Berman, A. Snyder, S., & Frandsen, G. (2015). Kozier & Erbs’s fundamentals`of nursing: concept, process, and practice, 10 E. USA: Pearson Education Inc. Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC Carpernito-Moyet, L. J. (2013). Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice. 14 Ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins) Dahlan, zul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai pemerbit FKUI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.



LAPORAN ASKEP ICU : SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI ICU Nama Mahasiswa : m quraisy NIM : 201030200104 Hari/Tanggal : jum at, 12 Februari 2021 Tempat Praktek : ICU __________________________________________________________________ I. Identitas diri Klien Nama : Tn. T Tanggal masuk RS : 8 Februari 2021 Tempat/ tgl Lahir : Margasari, 7 Maret 1959 Sumber Informasi : Pasien/Medical Record Umur : 62 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Keluarga terdekat yang Dapat segera dihubungi : Ny. N Alamat : Margasari Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Suku : Jawa Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA II. Pengkajian Primer A (Airway) : Sumbatan jalan napas (-), obstruksi (+), alat bantu napas (-) B (Breathing) : Pernapasan spontan dengan RR 27x/menit, gerakan dada simetris, suara napas vesikuler (+), ronchi (-), wheezing (+), krepitasi (-), otot bantu napas (+) C (Circulation): TD: 129/82mmHg, nadi: 84x/menit dan teraba kuat, suhu: 360C, kulit: hangat, capilary refill