3 Tokoh Lirboyo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



ENSIKLOPEDI



PONPES LIRBOYO Lirboyo-Kediri-Jatim-Indonesia



Ubaidillah Arsyad al-Fathawi



2



BIOGRAFI TIGA TOKOH PENDIRI LIRBOYO KH. ABDUL KARIM KH. Abdul Karim lahir tahun 1856 M di



desa



Diyangan,



Kawedanan,



Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, dari pasangan Kyai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Manab adalah nama kecil beliau dan merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Saat usia 14 tahun, mulailah beliau melalang dalam menimba ilmu agama dan saat itu beliau berangkat bersama sang kakak (Kiai Aliman). Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan pengembaraan ke daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setalah dirasa cukup beliau meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah beliau memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Lalu beliau melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya beliau menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya beliau nyantri di 3



Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, beliau kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulau Madura, asuhan Ulama’ Kharismatik; Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 tahun. Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kyai Sholeh dari Banjarmelati Kediri, pada tahun1328 H/1908 M. KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo. Kemudian pada tahun 1913 M, KH. Abdul karim mendirikan sebuah Masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana ta’lim wa ta’allum bagi santri. Secara garis besar KH. Abdul karim adalah sosok yang sederhana dan bersahaja. Beliau gemar melakukan Riyadhah; mengolah jiwa atau Tirakat, sehingga seakan hari-hari beliau hanya berisi pengajian dan tirakat. Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim 4



menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya -sebelumnya beliau melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an kondisi kesehatan beliau sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan ibadah haji, dengan ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun H. Khozin. Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala beliau menderita sakit, beliau masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan memimpin sholat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Akhirnya, pada tahun 1954, tepatnya hari Senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim berpulang ke rahmatullah, beliau dimakamkan di belakang masjid Lirboyo.



KH. MARZUQI DAHLAN KH. Marzuqi Dahlan lahir tahun 1906 M, di Desa Banjarmelati, sebuah desa di bantaran barat Sungai Brantas, Kota Kediri. Beliau putra bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Di bawah pengawasan



5



langsung kakeknya (KH. Sholeh Banjarmelati) Gus Zuqi kecil menerima pengajaran dasar-dasar Islam seperti aqidah, tajwid, fiqh ubudiyah, dll. Pernah satu waktu, sang ayah (Kyai Dahlan) meminta agar Gus Zuqi kembali ke kampung halaman (Pondok Pesantren Jampes) guna menuntut ilmu langsung di bawah asuhan ayah kandung sendiri. Gus Zuqi bersedia, namun beberapa saat kemudian Gus Zuqi kembali ke Banjarmelati. Ketika Gus Zuqi beranjak muda, beliau pindah menuntut ilmu Di Lirboyo, di bawah asuhan KH. Abdul Karim yang merupakan paman Gus Zuqi. Di sinilah kemampuan berpikir Gus Zuqi semakin terasah, sehingga dalam waktu yang singkat beliau dapat menyerap berbagai ilmu keagamaan. Usai dari di Lirboyo, Gus Zuqi meneruskan pengembaraan di pelbagai pondok pesantren diantaranya; Pondok Pesantren Tebu Ireng asuhan Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, asuhan KH. Zainuddin, Pondok Pesantren Bendo Pare asuhan Kyai Khozin, cukup lama beliau mondok di Pare hingga berusia 20-an tahun. Selanjutnya beliau kembali ke kampung halaman untuk belajar langsung ke KH. Ihsan Al-Jampasy, sang kakak yang juga pengarang kitab Shirojut Tholibin. Sebuah kitab monumental dalam bidang tasawuf. KH. Marzuqi Dahlan menikah dengan Nyai Maryam binti KH. Abdul Karim dan berdomisili di Lirboyo tahun 1936 M. Meski telah menikah, semangat beliau dalam mengaji tidak pernah luntur, hal ini 6



merupakan salah satu amanat yang disampaikan KH. Abdul Karim kepada beliau, sesaat usai aqad nikah berlangsung, hingga himmah beliau untuk tetap mendidik santri terus terjaga dan sangat istiqomah. Pada tahun 1961 M, Nyai Maryam berpulang ke Rahmatullah, meninggalkan beliau untuk selama-lamannya. Namun untuk menghapus kedukaan yang berlarut-larut, keluarga menikahkan KH. Marzuqi Dahlan dengan Nyai Qomariyah yang tak lain adalah adik bungsu Nyai Maryam. Sosok KH. Marzuqi Dahlan adalah sosok sederhana dan sangat bersahaja, hal ini terbukti dari penampilan beliau sehari-hari yang jauh dari kesan mewah dan perlente. Padahal saat itu beliau sudah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Ketika bepergian dan atau berziarah ke makam-makam Auila’ disekitar Kediri, KH Marzuqi Dahlan lebih sering bersepeda. Bukan hanya kendaraan, kediaman beliaupun terbilang sangat sederhana, yakni berdindingkan anyaman bambu, hingga pada tahun 1942 M barulah kediaman beliau berganti dengan tembok. Pada Tahun 1973 M KH. Marzuqi Dahlan menunaikan Ibadah haji. Dua tahun setelah menunaikan ibadah haji, kondisi beliau mulai terganggu, sebab usia beliau memang sudah sepuh. Namun meski demikian, semangat beliau untuk memimipin Pesanten Lirboyo tetap terjaga, hingga pada bulan syawal pada tahun 1975, beliau jatuh sakit dan harus dirawat di RS. Bayangkara, Kediri. Dua minggu lamanya beliau dirawat. Karena tidak ada perubahan yang menggembirakan, 7



akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pulang KH. Marzuqi Dahlan ke kediaman beliau, hingga pada hari Senin Tanggal 18 Nopember 1975 M beliau dipanggil sang pencipta, dihadapan keluarga dan para santri yang sangat mencintainya.



KH. MAHRUS ALY KH. Mahrus Aly lahir di dusun Gedongan, kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dari pasangan KH. Aly bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kyai Sa’id, tahun 1906 M. Beliau adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran. Sifat kepemimpinan beliau sudah nampak saat



masih



kecil.



Sehari-hari



beliau



menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH. Aly dan sang kakak Kandung, Kyai Afifi. Saat berusia 18 tahun, beliau melanjutkan pencarian ilmu ke Pesantren Panggung, Tegal, Jawa Tengah, asuhan Kyai Mukhlas, kakak iparnya sendiri. Disinilah kegemaran belajar ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mumpuni. Selain itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat pada Kyai Balya, ulama jawara



8



pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Pada saat mondok di Tegal inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 M. Di tahun 1929 M, KH. Mahrus Aly melanjutkan ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH. Kholil. Setelah 5 tahun menuntut ilmu di pesantren ini (sekitar tahun 1936 M) KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni KH. Mahrus Aly berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo. Namun beliau malah diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar. Selama nyantri di Lirboyo, beliau dikenal sebagai santri yang tak pernah letih mengaji. Jika waktu libur tiba maka akan beliau gunakan untuk tabarukan dan mengaji di Pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. Pondok Pesantren Watu congol, Muntilan, Magelang, asuhan Kyai Dalhar dan juga pondok pesantren di daerah lainnya seperti; Pesantren Langitan, Tuban, Pesantren Sarang dan Lasem, Rembang. KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidak lama, hanya sekitar tiga tahun. Namun karena alimnya kemudian KH. Abdul Karim menjodohkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab, tahun 1938 M. Pada tahun 1944 M, KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangun kediaman di sebelah timur Komplek Pondok. Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tambuk kepemimpinan Pondok 9



Pesantren Lirboyo. Di bawah kepemimpinan mereka berdua, kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo. Santri berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti). KH. Mahrus Aly ikut berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan ini nampak saat pengiriman 97 santri pilihan Pondok Pesantren Lirboyo, guna menumpas sekutu di Surabaya, peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri. KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat menjadi Rais Syuriyah Jawa trimur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985 M. Senin, 04 Maret 1985 M, sang istri tercinta, Nyai Hj. Zaenab berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama diderita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan. Banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, 10



namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 mei 1985 M, kesehatan beliau benarbenar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya. Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985 M, KH. Mahrus Aly berpulang Ke Rahmatullah. Beliau wafat diusia 78 tahun.



SEJARAH SINGKAT LIRBOYO



Adanya semesta alam menunjukkan adanya sang pencipta, sang kreator, inti dari segala bentuk penciptaan, yang maha tunggal



Allah



SWT.



Begitupun segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, tak akan lepas dari adanya sang pelopor yang telah di gariskan Allah SWT. Dan, orang yang digariskan-Nya sebagai pelopor, pastilah bukan orang yang tidak memiliki integritas didalamnya.



11



Berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo tidaklah muncul dengan sendirinya, melainkan karena adanya sang pelopor, yaitu KH. Abdul Karim. Beliau lahir pada tahun 1856 M. di Dukuh Banar Desa Diyangan Kec. Mertoyudan Kab. Magelang Jawa Tengah dengan nama kecil Manaf. Semenjak kecil beliau dididik tentang ilmu agama oleh orang tuanya, hingga beliau memutuskan mengikuti jejak kakak kandungnya (Kiai Aliman) untuk nyantri ke berbagai tempat khususnya daerah Jawa Timur. Tempat terlama beliau nyantri yaitu ketika berguru kepada KH. Kholil, Bangkalan (Madura) selama 23 tahun. Kemudian beliau melanjutkan nyantri di Tebuireng (Jombang) yang pada waktu itu dipimpin oleh teman beliau sendiri ketika nyantri di bangkalan, yaitu KH Hasyim Asy'ari. Ketika menginjak waktu 5 tahun nyantri di Tebuireng, beliau dipinang oleh Kyai Sholeh Banjarmelati (Kediri) untuk menikahi putrinya, Siti Khodijah (Dlomroh). Beliau menikah pada usia 52 tahun tepatnya tanggal 08 Shafar 1328 H/1908 M. Lirboyo pada masa lalu merupakan sebuah desa dengan kondisi kemasyarakatan yang carut marut, gemar mencuri, berjudi dan buta akan ilmu agama serta di huni oleh banyak 12



makhluk halus. Melihat kondisi seperti itu. Kepala Desa Lirboyo



merasa



prihatin. Sehingga, terbesitlah



dalam



pikirannya untuk merubah keadaan desa Lirboyo menjadi aman dan tentram. Keinginannya itu dia sampaikan berulang ulang kali kepada Kyai Sholeh, dengan harapan agar Kyai Sholeh berkenan untuk menempatkan seseorang yang alim dan sholeh di desa Lirboyo. Sebenarnya Kyai Sholeh sudah lama tertarik dengan desa Lirboyo. Hal itu terjadi ketika Kyai Sholeh hendak menuju sawahnya yang berada di desa Semen, tiba-tiba beliau melihat keajaiban yang muncul dari desa Lirboyo. Dalam pandangan beliau, desa carut marut dan angker tersebut berubah menjadi desa yang memancarkan kedamaian. Keinginan Kades Lirboyo serta ketertarikan Kyai Sholeh merupakan takdir Tuhan yang tidak bisa terbantahkan. Atas bantuan Kades, akhirnya tanah seluas 1785 m2 berhasil dibeli oleh Kyai Sholeh dari keluarga muslim yang tidak tahan hidup didesa Lirboyo. Kyai Sholeh pun kemudian meng-adzani tanah tersebut sehingga membuat makhluk halus lari tunggang-langgang. Kejadian itu membuat para penduduk desa Lirboyo tidak bisa tidur dalam beberapa hari karena



13



kegaduhan dan kesemerawutan yang ditimbulkan oleh makhluk halus itu. Setelah kejadian itu mereda, Kyai Sholeh pun lantas mendirikan gubug sederhana beratap daun kelapa di lokasi tanah itu. Kemudian beliau menemui menantunya (KH. Abdul Karim) dan berkata: "Kyai, sampean sampun kule damelaken griyo dateng Lirboyo (Kyai, anda telah saya buatkan rumah di Lirboyo, red). Malam harinya, KH. Abdul Karim diantar ke desa Lirboyo oleh mertua dan adik ipar beliau, Kyai Asy'ari (versi lain: KH Ma'ruf, Kedunglo) untuk menempati rumah baru beliau. Bekal yang dibawa pun hanya satu bakul kecil nasi, semangkuk sayur, selembar tikar kusut sebagai alas tidur dan sebuah lentera. Setelah sampai, beliau ditinggalkan sendiri di Lirboyo terpisah dari istrinya, Hj. Dhomlor (Khodijah) dan putri pertamanya yang baru berusia satu tahun, Hannah Selang dua hari, barulah istri dan anaknya menyusul dengan membawa perbekalan hanya sebakul beras, seekor ayam blorok dan seikat kayu bakar. Setelah tiga puluh lima hari menetap di Lirboyo, KH. Abdul Karim mendirikan langgar angkring (surau kecil)



14



sederhana berbahan dasar kayu dan bambu yang merupakan embrio dari Masjid Lirboyo saat ini. Setengah tahun kemudian, Kyai Sholeh berinisiatif mendirikan sebuah pondok disebelah utara surau lirboyo agar kelak bisa dijadikan sarana dakwah agama Islam. Tahun 1329 H/ 1910 M, berdirilah sebuah bangunan dengan arsitektur sederhana yang kemudian menjadi cikal bakan lahirnya Pondok Pesantren Lirboyo. Sampai sekarang bangunan yang dikenal dengan nama Pondok Lama tersebut masih berdiri, dan telah mengalami renovasi tanpa merubah bentuk asli dari dari bangunan tersebut.



AWAL KEDATANGAN SANTRI



Fasilitas yang berupa masjid, sumur dan pondok lama, merupakan



simbol



bahwasanya di Desa Lirboyo terdapat satu pesantren yang siap menampung yang 15



ingin



santri belajar



agama Islam kepada sang empunya, KH. Abdul Karim. Kemudian sekitar 2 tahun setelah fasilitas tadi ada, datanglah santri pertama bernama Umar yang berasal dari daerah Madiun Kedatangannya seolah-olah menjadi legalitas keberadaan Pondok Pesantren Lirboyo, Pemuda asal madiun ini ternyata sangat rajin, ulet dan bersemangat dalam menimba ilmu dari sang guru. Dia juga rajin membantu segala keperluan KH. Abdul Karim dan keluarga. Beberapa lama kemudian, datanglah tiga orang santri asal Magelang bernama Yusya' (versi lain: Yusuf), Shomad dan Sahlil. Lalu disusul dua orang santri asal Gurah -Kediri bernama Syamsuddin dan Maulana, Baru dua hari tinggal d Lirboyo, barang bawaan mereka berdua habis dicuri orang karena kondisi saat itu belum aman dan masyarakat desa yang sering berbuat onar. Akhirnya mereka berdua kembali ke kampung halamannya. Agar kejadian serupa tidak terulang lagi, maka dibentuklah satuan penjaga keamanan pondok yang berkeliling di sekitar Pesantren. Untuk masalah keamanan ini pada waktu itu di pegang oleh adik ipar KH. Abdul Karim, yaitu Kyai Ya'kub



16



atas petunjuk KH.Sholeh, Hingga saat ini sistem keamanan tersebut masih terus berjalan. Tahun demi tahun lirboyo semakin dikenal masyarakt luas, tak hanya ditanah jawa saja, bahkan merambah ke negeri Malaysia dan Singapura. Pon Pes Lirboyo yang tadinya hanya terdiri dari langgar angkring dan pondok lama, mengalami perkembangan yang signifikan. Tercatat kemudian kamar Blok A dibangun lebih kokoh dan permanen. Kemudian tahun 1936, santri Malaysia dan Singapura mendirikan kamar Malaya. Diantara pemrakarsa pembangunan tersebut adalah H. Rusydi dari Singapura. Jumlah santri kian hari kian bertambah banyak, sementara fasilitas yang ada tidak mencukupi. Akhirnya, Pon.Pes Lirboyo memberikan hak otonom kepada santri untuk membangun kamar dilingkungan Pon.Pes Lirboyo sesuai kebutuhan.



TEMPAT - TEMPAT KENANGAN Masjid Lawang Songo Sekitar dua setengah tahun setelah berdirinya pondok pesantren Lirboyo (tepatnya pada tahun 1913 M), KH Sholeh 17



selaku mertua yang sangat perhatian kepada KH. Abdiul karim-



menggagas



untuk



mendirikan



masjid



di



sekitar



pondok. KH. Sholeh menganggap pondok pesantren



lirboyo



belum sempurna tanpa adanya masjid dan didasari dengan kebutuhan akan tempat beribadah dan mengaji santri-santri yang akan datang di kemudian hari, setelah sebelumnya disebelah utara masjid telah di bangun Pondok Lama dengan jumlah enam kamar. Semula masjid itu amat sederhana sekali hanya berupa langgar angkring biasa, berdinding bambu dan berlantai papan. Tiga belas tahun berlalu, masjid pun mulai rapuh di makan usia bahkan nyaris roboh ketika kawasan Lirboyo dan sekitarnya dilanda angin puting beliung. Hal itu membuat Kyai Muhammad Banjarmelati (kakak ipar KH. Abdul karim merasa prihatin. Beliau



pun berkunjung ke Lirboyo untuk



menanyakan dan meminta pertimbangan mengenal kondisi masjid. Tak lama kemudian KH Abdul Karim mengutus Kyai 18



Ya'kub untuk menemui Kyai Ma'ruf Kedunglo membahas tentang renovasi masjid. Akhirnya disepakati bahwa biaya perbaikan dan pemugaran masjid berasal dari sumbangan dermawan dan simpatisan, diantaranya adalah H. Syukur dan Ngletih Ngadiluwih. Setelah dana terkumpul, masjid pun di pugar untuk di jadikan masjid yang lebih kuat dan permanen. Peletakan batu pertama saat itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu Nyai Salamah (putri ke-2 KH Abdul Karim) dengan KH. Manshur Anwar (Paculgowang-Jombang) pada tanggal 15 Rabiul Awal 1347 H/ 1928 M. Akhirnya berdirilah Masjid baru yang berdinding dan berlantai batu merah dengan interior klasik perpaduan antara arsitektur Jawa dan Timur Tengah. Untuk mengenang masa kejayaan islam atas inisiatif Kyai Ma'ruf, pintu masjid yang semula hanya satu di tambah menjadi sembilan, sebagai mana kebanyakan masjid di Mesir pada masa kejayaan Daulat Fathimiyyah, Jayabaya (Raja Kediri Zaman Dahulu) pernah meramalkan bahwa "Masjid berpintu sembilan yang ada di sebelah barat sungai Brantas akan menjadi pusat pendidikan agama". Tak disangka tak dinyana, PonPes Lirboyo yang memiliki masjid berpintu sembilan serta ribuan santri 19



yang berasal dari berbagai daerah di nusantara, bahkan luar negri. Lantas apakah ramalan Jayabaya itu merupakan gambaran tentang Lirboyo? Wallahu a'lam. Selang beberapa tahun setelah bangunan masjid itu rampung,



santripun



kian



bertambah



banyak.



Sebagai



akibatnya, masjid yang semula dirasa longgar semakin terasa sempit. Kemudian diadakanlah perluasan dengan menambah serambi muka yang sebagian besar dananya dipikul oleh H. Bisyri, derwawan dari Branggahan Kediri, pembangunan itu dilakukan sekitar tahun 1984. Tidak sampai di situ, sekitar tahun 1994 M. ditambah pula bangunan serambi depan masjid yang lebih luas menjorok ke arah muka. Pembangunan ini diharapkan bisa mencukupi kegiatan berjama'ah para santri. Akan tetapi kenyataan mengatakan lain, jama'ah para santri selalu membludak. Sehingga, sebagian santri harus berjama'ah diluar masjid. Bahkan sampai kini bila berjama'ah sholat jum'at, banyak santri dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan umum. Untuk menjaga dan melestarikan amal jariyyah pendahulu serta menghargai dan melestarikan nilai ritual dan historis,



20



sampai sekarang masjid itu tidak mengalami perubahan, hanya saja setiap menjelang akhir tahun dinding- dindingnya dikapur dan sedikit ditambal sulam.



MAQBAROH



Lokasi yang berada di sebelah barat masjid agung lawang songo ini merupakan



salah



satu



tempat keramat bagi para santri. Hampir setiap hari lokasi ini dipadati dengan berbagai aktifitas santri, diantaranya; membaca Al-qur'an tahlilan, istighotsah, ngelalar, dan sebagainya. dengan berharap mendapatkan keberkahan. Karena disinilah sang Murobbi Ruhinaa, KH. Abdul Karim wadzuriyyatihi disemayamkan. Beliau wafat pada hari senin tanggal 21 Romadlon 1374 H Pukul



13.30



Wis. Awan-awan



kedukaan



mengelabu



menyelimuti siang hari itu. Perlahan lahan air matapun tak kuasa menetes membanjiri bumi Lirboyo. Para santri dan 21



masyarakat dari berbagai penjuru daerah berdatangan memberikan penghormatan terakhir kepada beliau. Baru pukul 22.00 Wis. jenazah beliau dikebumikan. Walaupun beliau telah meninggalkan kita secara lahiriah, namun akhlak dan perilaku beliau senantiasa membekas di hati kita. Oleh sebab itu maqbarah beliau kini selalu ramai diziarahi oleh para santri dan masyarakat yang ingin mengalap barokah dan



meneladani



perjuangan



beliau



dalam



mencari,



mengamalkan dan menyebarkan ilmu. Dalam perkembangannya maqbarah Mbah Manab kian hari, kian banyak peziarah. Namun tempat yang ada kurang mencukupi untuk menampung para peziarah. Memang rezeki datang tak disangka-sangka. Pada tahun 2008, seorang dermawan asal Ambarawa Semarang Jateng, dengan sukarela menyumbangkan uangnya sebesar 1,75 Miliar rupiah guna merenovasi dan memperluas area Maqbarah. Atas restu KH. Ahmad Idris Marzuqi dan Masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo, dibangunlah area Maqbaroh yang cukup luas dan di atasnya juga dibangun Asrama Santri sebanyak dua lantai.



22



GERBANG LAMA



Gerbang yang letaknya di sebelah timur masjid lawang songo itu merupakan gerbang yang dahulunya sering dilewati mbah Yai Manab saat beliau hendak mengaji ke masjid, oleh sebab itu gerbang lama bisa dikatakan 'gerbang Mbah Manab'. Gerbang lama dulu menjadi



pemisah



antara



halaman



masjid



dengan



halaman rumah Mbah Yai Manab (sekarang ndalemnya KH. Habibullah Zaini). Dulu disisi Gerbang lama juga memiliki pagar yang lebarnya sampai ke tengah milik yai Habibulloh Zaini. Dengan tujuan menjaga situs-situs bersejarah yang ada di Pondok Pesantren Lirboyo, maka Gerbang lama sampai sekarang tidak di pugar atau dihilangkan.



AULA AL-MUKTAMAR



Gedung megah yang terletak di Desa Campur Rejo atau tepatnya dibagian barat pondok pesantren lirboyo ini dibangun



23



tahun 1999 M. dalam rangka mensukseskan acara muktamar NU



yang



XXX.



ke-



Konon



pembangunan gedung yang bisa menampung 5000 orang ini menelan



biaya



hingga 1 milyar lebih. Bangunan yang megah serta didukung fastlitas yang sangat memadai, menjadikan Aula ini sebagai magnet bagi berbagai macam even, baik lingkup Pondok maupun masyarakat umum, Seperti acara khataman, haflah akhirussanah, resepsi pernikahan hingga acara-acara besar yang bertaraf nasional maupun internasional.



MASJID AL-HASAN



Masjid yang ber-arsitektur jawa klasic ini berada di selatan Aula Al-Muktamar. Dan dibangun pada tahun 1999 M. 24



bersamaan pembangunan Aula Al-Muktamar dengan tujuan yang sama yaitu mensukseskan perhelatan akbar muktamar NU ke-XXX di pon-pes lirboyo. Namun seiring waktu, masjid berlantai dua yang memiliki ciri khas "soko miring"



ini



digunakan untuk kegiatan santri.



pusat para Di



antaranya adalah untuk



pusat



kegiatan belajar siswa ibtidaiyyah PPMQ pada waktu pagi dan malam hari, sedangkan sorenya digunakan pengajian Taman Pendidik n Qur'an Al-muktamar (TPQA). Pasca tahun 2003, Masjid bergenteng hijau yang terletak di dusun campur rejo ini resmi beralih status menjadi Masjid Jami' yang digunakan untuk Jama'ah sholat jum'at bagi masyarakat sekitar. Tidak jarang juga para peziarah dari berbagai daerah yang hendak berziarah ke makam sesepuh Lirboyo, bersinggah dahulu ke Masjid ini untuk melakukan 25



sholat atau sekedar beristirahat guna melepas penat selama perjalanan. Masjid ini selain dilengkapi fasilitas umum sebagaimana yang ada di masjid-masjid lainnya, juga dilengkapi dengan taman dan area parkir yang sanga luas.



RUMAH SAKIT LIRBOYO



Cikal bakal RSU Lirboyo pada mulanya merupakan sebuah Balai Pengobatan Santri (BPS) yang bertempat di Itihad 1 yang berfungsi sebagai tempat pemeriksaan santri yang mempunyai penyakit ringan. Pada saat itu yang menangani hanyalah pengurus dari seksi kesehatan. Belum ada dokter umum ataupun spesialis yang menangani secara langsung. Hanya menyediakan obat-obatan untuk mengobati gejala ringan saja. Seperti obat untuk sakit demam, gatal, obat Flu dan sejenisnya. Sehingga ketika ada 26



santri yang sakitnya parah, maka pihak BPS akan merujuknya dan mengantarkan ke RS Gambiran atau RS lainnya. Pada perkembangannya, BPS berubah menjadi Rumah Sakit Umum. Tentu Pelayanannyapun tidak hanya kepada santri saja, melainkan juga melayani masyarakat umum. Awal pembangunan rumah sakit ini pada tahun 2004. Peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Presiden RI KH. Abdurrohman Wahid dan diresmikan oleh wakil Presiden RI H. Hamzah Haz pada tanggal 02 Maret 2004. Dalam acara peresmian, dihadiri pula oleh Mentri Agama KH. Aqil Al Munawwar beserta segenap Masyayikh PonPes. Lirboyo. Semenjak itu, pembangunan dan penambahan alat-alat medis terus dikembangkan. Pada tanggal 14 Juli 2006, RSU Lirboyo diresmikan lagi oleh Menteri Kesehatan RI Ibu Siti Fadillah Supari Berselang tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 23 Januari 2009, H. M. Yusuf Kalla yang pada waktu itu menjabat sebagai wakil Presiden RI bersama istri meninjau langsung perkembangan RSU Lirboyo. Selain itu, beliau juga memberikan peralatan medis yang di butuhkan di RSU Lirboyo.



27



LABORATORIUM BAHASA



Meskipun pondok pesantren Lirboyo sangat kental nuansa salafnya, bukan berarti pondok pesantren Lirboyo buta atau menutup



mata



terhadap



segala



perkembangan zaman Terbukti



kekinian. dengan



adanya sarana untuk belajar bahasa asing bagi. santri, yakni laboratorium bahasa yang terletak di sebelah utara Aula Al Muktamar. Demi meningkatkan kwalitas santri dalam bidang pengetahuan umum, pramuka juga mengadakan ekstrakurikuler jurnalistik, falak kepribadian, pidato dan kursus komputer Semuanya dilaksanakan di laboraturium ini yang dilengkapi dengan AC. Kadang juga dijadikan sebagai Studio Radio ELSA (El-Salafi) yang hanya mengudara pada saat liburan akhir tahun.



28



TEROWONGAN MISTERI



Terowongan misteri ini, sebelumnya adalah sebuah lorong jalan penghubung dari kamar-kamar santri ke Masjid Lawang Songo dan kediaman pengasuh.



Uniknya,



tak



hanya dijadikan jalan pintas, di sepanjang lorong tersebut terdapat beberapa kamar. Karena gelapnya suasana, kamarkamar tersebut lebih mirip seperti goa dan dihuni sejumlah santri. Satu-satunya alat penerangan di lorong tersebut adalah lampu berukuran kecil yang hanya dinyalakan pada malam hari. Lorong ini memiliki panjang 20 m dan lebar 2,5 m. Terowongan ini dibongkar pada tahun 2008 silam, saat Badan Pembina Kesejah-teraan PP. Lirboyo memutukan untuk memperluas kawasan makam pendiri pondok sebagai tempat ziarah dan penambahan kamar santri. Dari proses pembongkaran itulah misteri muncul Air hujan yang jatuh tepat di atas terowongan menetes dan menghasilkan aroma wangi, layaknya bunga melati. Bahkan 29



jika pakaian terkena tetesan itu, maka akan berbau wangi sampai berhari-hari, kejadian ini disaksikan dan dialami banyak santri. Bangunan terowongan saat ini hanya tersisa sekitar 4 meter. Keberadaannya saat ini menjadi penyangga kamar santri yang dibuat seperti bangunan rumah gadang, yang dibuat berbahan dasar kayu



PERNAK-PERNIK PON.PES LIRBOYO WEBSITE LIRBOYO (www.lirboyo.com)



Website ini sebenarnya telah ada sejak tahun 2006. Namun karena pengelolaan yang kurang baik, dan banyaknya kendala



kendalaserta



adanya



keluhan para pakar dunia maya yang merasa kesulitan membuka website Lirboyo. Akhirnya



bertepatan



dengan terbentuknya LTN pada tanggal 19 Februari 2007, 30



pengurus BPK P2L menetapkan pembaharuan website dan mengkolaborasikan dua lembaga untuk merampingkan kepengurusan.



Saat



www.lirboyo.com dan



itu



alamat



websitenya



adalah



masih belum ditangani secara



maksimal. Lalu di tahun 2011 alamat website Lirboyo berubah menjadi www.lirboyo.net. Sedangkan untuk alamat e-mail resmi Pon.Pes Lirboyo ialah [email protected]. Dengan hadirnya website Lirboyo, ponpes lebih mudah berkomunikasi dengan masyarakat luar, serta membantu memberikan



informasi



tentang



seputar



Lirboyo



bagi



masyarakat yang membutuhkannya. Sehubungan antara LTN dan website masih dalam satu lembaga yang saling mensukseskan satu sama lain, maka website mendapat tugas untuk memasarkan, mempromosikan dan mempergunakan karya-karya ilmiah para santri dan Pondok Pesantren ke dunia luar.



31



SEJARAH MADRASAH HIDAYATUL MUBTADI-IEN (MHM)



Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo diawal berdirinya menggunakan metode salafi, sebuah metode dengan format pengajian weton, sorogan (santri membaca dan mengulas pelajaran langsung dihadapan kiai) dan



bandongan



(santri



menyimak dan memaknai kitab sesuai dengan makna yang dibacakan oleh kiai). Seiring dengan perkembangan PP. Lirboyo dan grafik statistik santri yang terus meningkat setiap tahunnya, sementara metode belajar pada saat itu masih kurang maksimal dalam mengakomodir santri dan kompleksitas materi yang harus dipelajari, adalah sebuah keharusan bagi Lirboyo untuk menerapkan sistem klasikal. Atas inspirasi Jamhari (santri senior yang sepulangnya dari Makkah berganti nama KH. Abdul Wahab), bersama Syamsi dari Gurah Kediri, pada tahun 1925 merintis sistem pendidikan 32



klasikal. Dan atas restu KH. Abdul Karim dengan dawuh, “Santri kang durung biso moco lan nulis kudu sekolah” (Santri yang belum bisa membaca dan menulis harus sekolah), maka berdirilah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (MHM). Metode ini hingga sekarang masih dipertahankan dan terus mengadopsi metode baru yang lebih efektif dan inovatif sesuai perkembangan zaman.



MHM Masa Awal Berdirinya sebuah madrasah disebagian besar pesantren pada masa itu merupakan hal yang



benar-benar



baru,



begitu juga PP. Lirboyo. Perjalanan



MHM



yang



dimulai pada tahun 1925 sampai



masa



kemerdekaan



sebelum terus



mengalami pasang surut, seperti ketika harus vakum selama dua tahun (1931-1932).



33



Berkat usaha KH. Abdulloh Jauhari (ayahanda Gus Makshum) bersama Kiai Kholil (Ketua PP. Lirboyo saat itu) dari Melikan, Kediri, yang mengajak Kiai Faqih Asy’ari (alumni PP. Tebuireng yang tahu banyak tentang sistem pendidikan klasikal) dari Sumbersari, Pare, Kediri, maka MHM berdiri kembali pada bulan Muharram 1353 H./ 1933 M. Waktu itu, untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, 44 orang siswa yang tedaftar di MHM setiap bulannya dikenai sumbangan sebesar 5 Sen. Sumbangan ini dikoordinir langsung oleh Agus Abdul Qodir dari Banyakan, Kediri. Semenjak itu, MHM menggunakan sistem klasikal (sekolah) dengan dua tingkatan, tingkatan Sifir (kelas persiapan) selama 3 tahun dan tingkatan Ibtda’iyah selama 5 tahun. Waktu belajarnya malam hari, mulai puku 19.00-23.00 Wis dengan materi pelajaran berupa ilmu nahwu sharaf, balaghah, dan materi pendukung lainnya seperti tulis menulis, ilmu tajwid, dan al-Quran. Perkembangan



MHM sejak kembali aktif



sangat



signifikan. Grafik siswa terus meningkat meski tidak terlalu pesat, dari 44 siswa menjadi 60 dan meningkat lagi menjadi 70 siswa. Di tahun 1936 M. mulai ada siswa yang berhasil 34



menyelesaikan pelajarannya walaupun hanya 18 siswa. Keadaan ini sangat dimaklumi karena pada masa penjajahan Belanda semua pendidikan diawasi oleh penjajah secara ketat, apalagi pendidikan di pondok pesantren. Terlebih setelah penjajah Belanda digantikan oleh Jepang, keadaan ekonomi Indonesia semakin tak menentu. Hal ini berdampak terhadap perkembangan MHM. Waktu sekolah yang tadinya malam diganti siang, karena waktu itu bahan bakar untuk penerangan sangat sulit didapatkan, dan kalaupun ada harganya teramat mahal. Jumlah siswa yang pada masa penjajah Belanda mencapai 350 siswa, menjadi hanya 150 saja pada masa penjajah Jepang.



Setelah



Jepang



hengkang,



kondisi



itu



tetap



berlangsung, bahkan pernah hanya 5 siswa yang bisa tamat belajar di MHM.



MHM Masa Perkembangan Pada



tahun



1947



M.



MHM



merombak



sistem



pendidikannya. Untuk tingkat Sifir diganti dengan tingkat Ibtidaiyah (4 tahun) dan tingkat Ibtidaiyah menjadi tingkat Tsanawiyah (4 tahun). Di tahun ini pula timbul gagasan dari



35



KH. Zamroji (yang pada waktu itu menjadi guru kelas terakhir tingkat Tsanawiyah) untuk mendirikan tingkatan Mu’allimin (setingkat



Aliyah),



KH. Abdul Karim menyetujui gagasan tersebut. Sedangkan materi yang diajarkan pada



tingkatan



Mu’allimin tersebut adalah Fathul Wahab, Uqudul Juman, Jam’ul Jawami’, dan lain-lain. Dirasa belum sempurna, tahun 1949 M., KH. Abdul Lathif asal Kolak, Ngadiluwih, Kediri, yang pada saat itu menjadi Pimpinan MHM mengusulkan agar meteri yang diajarkan di kelas ditetapkan sebagai kurikulum yang baku dalam pembelajaran di MHM. Tahun 1950 M., saat MHM dinahkodai oleh Ali bin Abu Bakar asal Bandar Kidul, Kediri, dan dibantu Yasin asal Ngronggot, Nganjuk, mengusulkan untuk tingkat Ibtidaiyah menjadi 5 tahun dan tingkat Tsanawiyah menjadi 3 tahun serta materi pelajaran Tsanawiyah



36



ditambah fan ilmu Tafsir, Hadis, Falak, ‘Arudl. Semua usulan itu disepakati dan diberlakukan di MHM. Sebagai respon pendidikan luar pondok pesantren, pada tahun 1977-1978 M. Sidang Panitia Kecil yang dipimpin oleh KH. Ilham Nadzir yang dihadiri oleh PP. Lirboyo menetapkan; jenjang tingkat Ibtidaiyah menjadi 6 tahun dan untuk tingkat Mu’allimin dirubah menjadi tingkat Aliyah. Maka sejak itu, jenjang pendidikan Madrasah yang ada dibawah naungan Ponpes Lirboyo adalah tingkat Ibtidaiyah (6 tahun), Tsanawiyah (3 tahun), dan Aliyah (3 tahun). Sedangkan untuk materi pelajaran tingkat Aliyah, Sidang Panitia Kecil MHM yang dipimpin oleh KH. Ilham Nadzir pada tahun 1983 M., menetapkan kurikulum untuk tingkat Aliyah adalah Jam’ul Jawami’, al-Jami’us Shoghir, al-Mahalli, ‘Uqudul Juman, dan lain-lain. Karena agenda pendidikan di MHM menggunakan kalender Hijriyah, maka waktu penerimaan siswa baru tidak sama dengan pendidikan nasional yang menggunakan tahun Masehi. Untuk mengantisipasi siswa yang daftar terlambat karena perbedaan kalender tersebut, maka tanggal 25 Juli 1989 MHM membuka tingkatan I’dadiyah/ Sekolah Persiapan (SP). 37



Tingkatan SP ini terdiri dari dua kelas, SP I dan II. SP I (dengan materi pelajaran ‘Awamil Jurjani, Tanwirul Hija dan lainnya) dilaksanakan pagi hari dan diproyeksikan untuk siswa yang akan masuk di kelas II atau III Ibtidaiyah. Sedangkan SP II (dengan materi pelajaran al-Ajurumiyah, Qa’idah Sharfiyah, al-Amtsilatut Tashrifiyah dan lainnya) dilaksanakan pagi hari atau malam hari dengan mempertimbangkan kelas dan gedung yang tersedia. SP II ini diproyeksikan untuk siswa yang akan masuk di kelas IV Ibtidaiyah. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, di kelas ini banyak siswa yang karena pernah belajar di pesantren lain dan ingin meneruskan pendidikannya di MHM, akhirnya masuk ke kelas I Tsanawiyah atau Aliyah melalui tes. Sedangkan materi ujian yang harus dijalani siswa yang ingin masuk kelas I Tsanawiyah diantaranya adalah: Fikih (membaca kitab Fathul Qorib), ujian bab shalat dan mufassholat mulai surat an-Nas sampai surat as-Syamsi, serta hafalan nadzom Alfiyah ibnu Malik 350 bait. Untuk yang ingin masuk tingkat I Aliyah harus menjalani tes dengan materi antara lain: Fikih (membaca kitab Fathul Mu’in), ujian bab



38



shalat dan mufassholat mulai surat an-Nas sampai surat al-‘Ala, serta hafalan nadzom ‘Uqudul Juman sebanyak 350 bait. Untuk menunjang pelajaran di kelas, MHM mengadakan kegiatan ekstrakurikuler berupa Muhafazhoh mingguan, tamrin (ulangan) tiap malam Senin, musyawarah kitab Fathul Mu’in, Fathul Qorib, al-Mahalli, koreksian kitab, muhafazhoh Akhirussanah dan kegiatan-kegiatan lainnya yang kesemuanya itu demi kelancaran proses belajar mengajar dan meningkatkan kwalitas siswa. Tampuk kepemimpinan MHM yang di tahun 2011 ini dipegang oleh KH. A. Habibulloh Zaini, memiliki jumlah siswa sebanyak 5.749. Dan sebagai lembaga pendidikan yang besar, sudah selayaknya MHM memiliki gedung-gedung yang sangat diperlukan sebagai fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar.



39



Gedung al-Ihsan Dibangun bertahap



mulai



secara tahun



1972-1977 M. Memiliki tiga lantai; lantai dasar dan lantai dua memiliki enam



ruang



kelas,



sedangkan lantai tiga merupakan auditorium (lantai dua dan tiga gedung ini menggunakan kayu jati). Namun seiring perkembangan jumlah santri yang kian bertambah, lantai tiga ini digunakan sebagai ruang kelas. Gedung yang merupakan salah satu “cagar budaya” Lirboyo ini merupakan saksi bisu bagi setiap tamatan MHM.



Gedung al-Ittihad I & II Kedua Gedung ini memiliki



tiga



lantai.



Gedung



al-Ittihad



I



dibangun tahun 1987 M. dengan kapasitas 28 40



ruangan; lantai satu dan dua digunakan untuk 4 kantor, 1 lab komputer, dan 17 ruangan untuk asrama santri. Untuk lantai tiga yang terdiri 6 ruang, digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar. Sedangkan al-Itihad II dibangun tahun 1992 M. dengan kapasitas 12 ruang kelas dan diresmikan oleh Menteri Agama RI, Prof. DR. Quraisy Shihab tanggal 08 Mei 1998.



Gedung al-Ikhlas Gedung berdampingan



yang dengan



Blok R ini dibangun tahun 1993, mempunyai tiga



lantai



dan



berkapasitas 18 ruang kelas. Selain berfungsi sebagai kegiatan belajar mengajar, gedung ini sering digunakan untuk baths al-Masâîl HP (Himpunan Pelajar) yang belum mempunyai auditorium sendiri. Berbagai daerah yang belum memiliki ruang



41



pertemuan sendiri juga melaksanakan Jamiyyah wilayah di gedung ini. Gedung al-Muhafadzoh Gedung dibangun



ini



pada



tahun



1994, didesain tanpa sekat dan



berkapasitas



menampung 500 orang. Awal dari fungsi gedung ini untuk kegiatan lalaran rutinan



(muhafadzoh



mingguan). Gedung ini juga berfungsi sebagai pusat kegiatan Jam’iyyah atau seminar para santri. Tepatnya pada tahun 2002, gedung ini disekat menjadi 6 ruang kelas. Selain kedua fungsi di atas, mulai tahun 2005, gedung ini juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar siswa tingkat I’dadiyyah I dan II pada siang hari.



42



Gedung an-Nahdloh Gedung



ini



mulai



dibangun



tahun



1998,



pembangunannya dengan bertahap,



sistem gedung



ini berkapasitas 29 lokal. Lantai satu paling utara digunakan sebagai kantor pusat M3HM. Dua lokal Lantai dua sebelah utara digunakan sebagai kantor pusat kelas dua dan tiga Aliyah. 7 lokal lantai dua digunakan sebagai aula



yang berfungsi sebagai tempat



digelarnya



Akhîr



Muhafadhah



as-Sanah.



Dikarenakan



lokasinya berdekatan dengan Aula al-Muktamar, gedung ini sering digunakan sebagai penginapan peserta yang menghadiri acara di aula seperti pada saat muktamar NU XXX tahun 1999, Munas Himasal, Reuni Akbar Himasal tahun 2004 dan MQKN II pada tahun 2006.



43



MAJELIS MUSYAWARAH MADRASAH HIDAYATUL MUBTADI-IEN (M3HM)



Majelis Musyawarah Madrasah hidayatul Mubtadi-ien (M3HM)



adalah



sebuah



lembaga



dibawah



naungan



MHM, yang diberi amanat



khususnya



untuk



menangani musyawarah



(diskusi) siswa MHM. Hal ini sangat diperlukan untuk menunjang pemahaman, pendalaman dan pengembangan materi pelajaran di MHM, sehingga keberadaan M3HM sangat diperlukan. Dalam perkembangannya M3HM kemudian juga menangani beberapa pelajaran ekstrakurikuler dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, untuk ikut serta mengembangkan daya kreatifitas siswa. Namun, mengingat arti pentingnya musyawarah dalam meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, sebagian aktifitas M3HM dihilangkan agar lebih memfokuskan tugas untuk menangani musyawarah.



44



Keberadaan M3HM sebenarnya sudah dirintis sejak tahun 1947 M. oleh KH. Zamroji dari Kencong, Pare, Kediri. Pada awalnya, peserta yang mengikuti musyawarah tak kurang dari 90 orang. Kemudian MHM mewajibkan siswanya yang berdomisili di pondok untuk mengikutinya, dan ternyata bisa berjalan lancar sampai sekarang. Tahun 1955 M. M3HM berdiri dengan nama PPHM (Persatuan Pelajar Hidayatul Mubtadi-ien) sebagai respon dari perkembangan IPNU di tanah air. Tepatnya pada tahun 1955, Tholhah Mansur (mahasiswa UGM) dan Bahtiar Sutiono (pelajar ST Nganjuk) utusan dari pengurus IPNU pusat, sowan kepada KH. Mahrus Aly agar di Lirboyo didirikan IPNU. Namun, karena keberadaan IPNU sendiri belum diketahui oleh pesantren dan yang sowan KH. Mahrus Aly adalah delegasi non pesantren, maka MHM mendirikan organisasi pelajar sendiri. Akhirnya, berdirilah PPHM yang hampir sama dengan OSIS dan tidak berafiliasi kepada IPNU. Sementara yang ditunjuk sebagai ketua pada waktu itu adalah Agus Ali bin Abu Bakar, putra dari KH. Abu Bakar dari Bandar Kidul, Kediri.



45



Pada awal berdirinya, PPHM belum mempunyai arah dan tugas yang pasti. Sementara itu musyawarah yang telah berjalan saat itu belum ada wadah yang menanganinya. Akhirnya, pengelolaanya diberikan kepada PPHM. Pada tahun 1958 M. organisasi



ini



mengubah



namanya



menjadi



Majelis



Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (M3HM) yang kala itu diketuai oleh Abdul Ghoni Ali dari Pasuruan. Mulai tahun ini pula kepengurusan sudah tidak lagi merangkap mengajar di MHM, namun dipegang oleh siswa anggota musyawarah dengan bimbingan pengajar yang terkumpul dalam dalam Dewan Pengurus M3HM. Dalam perkembangan selanjutnya, M3HM membawahi Pengurus Pusat Kelas (PPK) dan Pengurus Lokal Kelas (PLK). Tahun 1975 M. M3HM menyusun AD/ART dan hingga sekarang susunan kepengurusan yang dibentuk pada awal berdirinya tetap dipertahankan, hanya saja ditambahkan seksiseksi yang diperlukan sesuai kebutuhan. Kegiatan M3HM selain mengkoordinir musyawarah dan muhafazhah, juga bertugas memfasilitasi santri membuat Kartu Tanda Keluarga (KTK) PP. Lirboyo. Selain itu, M3HM juga mengkoordinir kegiatan ekstrakurikuler yang berupa jamiyah 46



nahdliyyah dan penataran keroisan. Dalam seminar jam’iyah nahdliyyah M3HM mendatangkan tutor-tutor handal dan berpengalaman. Tema yang diangkat pun bukan hanya khusus tema-tema



keagamaan,



kemasyarakatan,



namun



diantaranya



juga



masalah



manajemen



sosial



organisasi,



leadership, politik, ke-NU-an, dan lain-lain. Fungsi pokok kegiatan ini adalah sebagai media pembekalan bagi santri agar kelak lebih siap ketika bermasyarakat. Kegiatan ini sempat ditiadakan tahun 2005 karena berbagai pertimbangan, kemudian atas intruksi dari KH. Ahmad Idris Marzuqi kegiatan ini diagendakan kembali satu kali dalam setahun. Sedangkan kegiatan penataran keroisan difungsikan untuk memberikan bekal dan lebih memantapkan siswa/ santri dalam bermusyawarah. Kegiatan ekstra ini diikuti oleh delegasi dari tiap-tiap lokal. Penataran Keroisan ini di bagi menjadi dua tahap. Tahap pertama merupakan pembekalan bagi siswa kelas II – V Ibtidaiyyah, dengan materi dititik beratkan pada pengenalan musyawarah ala Lirboyo. Tahap kedua adalah pembekalan musyawarah menuju Bahtsul Masa-il. Pada tahap ini yang menjadi peserta penataran adalah perwakilan siswa kelas VI – III Tsanawiyyah. 47



SEKILAS MAJALAH DINDING LIRBOYO



Memasuki era 80an, makin banyak saja santri yang menimba



ilmu



di



Lirboyo. Demi menjaga karakteristiknya sebagai pesantren salaf, Lirboyo terbilang menutup diri dari dunia luar. Itu dibuktikan pada tahun 1985, pihak pesantren gencar melarang santrinya membaca koran dan majalah. Dengan program itu, diharapkan para santri fokus melakukan kegiatan belajar. Namun begitu, Lirboyo tetap memandang perlu menjaga hubungan baik dengan pihak luar. Supaya setelah para santri merampungkan studinya, mereka sudah mengenal dunia luar. Setidaknya mereka mengerti dengan medannya ketika telah kembali ke kampung halaman. Berlandaskan hal itu, pada 17 Agustus 1985 pesantren Lirboyo ikut serta dalam Pameran Pembangunan Kodya 48



Kediri. Dalam pameran yang bertempat di alun-alun Kediri, Lirboyo menampilkan berbagai macam karya. Termasuk membuat majalah dinding, meskipun waktu itu di dalam pondok sendiri belum ada. Baru seusai pameran, gagasan membuat majalah dinding muncul di benak para santri. Adalah sosok Fadloli el Munir, santri asal Jakarta (Pengasuh Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi-en, Cakung, Jakarta Timur, Sekaligus ketua Forum Betawi Rempug, wafat pada selasa, 29 Maret 2009), waktu itu menjabat Ketua Umum Majelis Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (M3HM), yang menggebu untuk merealisasikan gagasan pembentukan majalah dinding di Lirboyo. Gagasan



itu



menimbulkan



kontraversi



dikalangan



pimpinan Lirboyo, sulit sekali mencetuskan kata sepakat. Pendapat yang kontra menganggap naïf atas usulan itu. Namun Kang Fadloli tidak pernah menyerah. Ia tetap gigih memperjuangkan gagasannya. Dengan kecerdasan dan sifat kerasnya (begitulah informasi yang kami dapat), ia menjelaskan bahwa dengan majalah dinding santri Lirboyo justru diajak meningkatkan gairah belajar, disamping mengembangkan bakat tulis menulisnya. 49



Akhirnya perjuangan Kang Fadloli membuahkan hasil. Dengan dukungan Bapak Marwan Masyhudi, Mudier (kepala) Madrasah Lirboyo saat itu, gagasannya mendapat lampu hijau, walau secara resmi belum mendapat surat izin penerbitan. Dan tepat pada 9 September 1985, Sidang Redaksi pertama majalah dinding digelar. Fadloli ditampuk sebagai Pimpinan Redaksi, dibantu Nur Badri, Ma’ruf Asrori (pemilik penerbitan Khalista, Surabaya), Bastari Alwi, Sahlan Aidi, Badrudin Ilham dan beberapa santri lainnya. Di awal berdirinya HIDAYAH sederhana dan apa adanya. Naskah-naskah HIDAYAH hanya direkatkan dengan lem pada papan tanpa kaca. Sehingga, waktu itu pembaca dengan mudahnya mencorat coret naskah. Bahkan tidak jarang redaksi kehilangan foto yang dipampang. Walaupun masih tampil apa adanya, periode 1987-1988 HIDAYAH masuk finalis ke 30 dalam Lomba Koran Dinding Nasional di Jakarta. Dan pada akhir periode ini, dengan pimpinan redaksi Imam Ghozali Aro (pernah menjadi wartawan harian Surya) untuk pertama kalinya HIDAYAH menerbitkan bundel.



50



HIDAYAH mengalami kemajuan dari segi tampilan pada periode 1988-1989. Naskah aman dari corat coret, karena periode ini papan HIDAYAH ditutupi kaca. HIDAYAH juga mencatat prestasi menjadi juara IV dan juara favorit dalam Lomba Koran Dinding se Jawa Timur di Surabaya yang diselenggarakan harian Jawa Pos, Majalah Nona dan Majalah Kartini. HIDAYAH kembali berprestasi dalam Lomba Koran Dinding antar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) se Jawa Timur yang digelar di Surabaya. Dalam lomba yang diselenggarakan harian Jawa Pos dan Universitas Airlangga (Unair) ini, HIDAYAH menjadi juara III. Memasuki era 90an, tidak ada lagi lomba-lomba Koran dinding Nasional maupun Propinsi. Paling tidak sampai tahun 1997



M.



HIDAYAH



terakhir



kali



menunjukkan



kebolehannya pada Lomba Koran Dinding Nasional yang diselenggarakan majalah Kartini, Tempo dan PGRI (tanpa kepanjangan, hanya tertulis PGRI; sebagaimana tertera pada medali) tahun 1991 M. Waktu itu, HIDAYAH menjadi satusatunya Koran dinding Jawa Timur yang meraih prestasi, HIDAYAH berhasil memboyong juara II. 51



Diusianya yang ke dua puluh lima, HIDAYAH memang minim dalam hal prestasi. Namun bukan berarti sepi dari perkembangan. Prestasi kurang karena memang beberapa tahun belakangan, jarang diadakan lomba koran dinding yang searah dengan HIDAYAH. Yang lebih mementingkan isi dengan tampilan seadanya. Tahun 2000-an, media-media yang dulu sering menjadi penyelenggara lomba koran dinding dengan penekanan kreatifitas tulisan, beralih menekankan pada tampilan. Misalnya Jawa Pos. Jika dulu, HIDAYAH bisa unjuk kebolehan didepan jurnalis-jurnalis senior, sekarang tidak lagi. Karena lombanya pada keunikan tampilan, bukan pada tulisan. Yang tentunya memakan biaya lebih. Namun demikian, di Lirboyo sendiri HIDAYAH tidak sepi dari perkembangan. Kini, saat Lirboyo telah melewati seabad kelahirannya, HIDAYAH tampil dengan aneka ragam kreatifitas para santri. Di papan yang terbungkus karpet dengan penutup kaca, tiap dua minggu sekali, dua puluh dua naskah kreasi santri terpampang dengan corak yang beragam.



52



LAJNAH BAHTSUL MASAIL PONDOK PESANTREN LIRBOYO (LBM P2L)



Lembaga yang pada Rabu, 9 Muharram 1432 H. / 15 Desember



2010,



menggelar peletakan batu



pertama



gedung baru yang rencananya berlantai tiga ini, pada awal kelahirannya bernama



Majelis



Musyawarah Pondok Pesantren Lirboyo (MM P2L). Setelah namanya berganti menjadi LBM P2L, bertepatan dengan penutupan bahtsul masa-il yang bertempat di serambi masjid Lirboyo diakhir tahun 2001, KH. Ahmad Idris Marzuqi atas nama Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK P2L) mengeluarkan maklumat tentang status LBM P2L menjadi badan otonom yang mempunyai otoritas khusus dalam menentukan dan mengatur segala kebijakannya.



53



Tujuan pembentukan lembaga ini adalah karena memandang; Pertama, bahtsul masail bisa dijadikan sebagai mediator dalam rangka mensosialisasikan gagasan-gagasan baru pemahaman ajaran Islam kepada masyarakat. Kedua, bahtsul masail dapat difungsikan sebagai ajang penempaan ketrampilan, kreatifitas dan kualitas intelektual santri di pesantren, pemupukan jiwa kritis dan inovatif terhadap berbagai disiplin ilmu-ilmu agama, khususnya fikih. Ketiga, melalui bahtsul masail dapat dipersiapkan sejak dini kader-kader yang mumpuni dalam mengakomodir beragam perbedaan pemikiran yang berkembang di kalangan umat, untuk kemudian memberikan formulasi terbaik secara arif dan bijaksana. Untuk merealisasikan tujuan besar tersebut, LBM P2L diantaranya



membuat



tiga



program



utama;



Sorogan,



Musyawarah dan Bahstul Masa`il. Program sorogan dimaksudkan sebagai bentuk usaha untuk memberikan bimbingan dan pembinaan santri semenjak dini dalam penguasaan ilmu alat (Nahwu dan Shorof). Sorogan dilaksanakan tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan 54



standar kitab Sulam At-taufîq dan Fathul Qarib yang dibagi dalam tiga tingkatan; tingkat Ula, Wustho dan Ulya. Metodenya, pertama, siswa membaca materi kitab sesuai dengan tingkatannya dan disimak oleh pembimbing, kemudian pembimbing mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar Nahwu dan Shorof sesuai dengan standar kitab Nahwu dan Shorof yang diajarkan di kelasnya. Khusus untuk tingkat Ulya, terkadang pembimbing juga memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan penjelasan materi yang dibaca. Masingmasing tingkatan diselesaikan dalam waktu empat bulan, itupun kalau siswa lulus dalam ujian evaluasi kenaikan tingkatan. Dalam lingkungan Pesantren Lirboyo, penggunaan istilah musyawarah dibedakan dengan istilah bahtsul masail. Secara substansi sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara kedua istilah tersebut, akan tetapi secara teknis keduanya mempunyai



cakupan



kajian



sendiri-sendiri.



Prgram



musyawarah merupakan forum kajian terhadap ragam persoalan hukum yang dilakukan oleh para santri dengan standar kitab yang telah ditentukan, sementara bahtsul masail adalah forum kajian yang tidak terikat dengan standar kitab. 55



Musyawarah di Pesantren Lirboyo terbagi dalam dua tingkatan. Pertama, Musyawarah Fathul Qarib dan kedua Musyawarah Al-Mahalli. Pada mulanya musyawarah dibagi ke dalam tiga tingkatan, yakni Musyawarah Fathul Qarib, Musyawarah Fathul Mu’in, Musyawarah Muhadzab dan Musyawarah



Fathul



Wahhab,



pertimbangan-pertimbangan



praktis



kemudian



karena



dirubah



menjadi



Musyawarah Fathul Qarib dan Musyawarah Al-Mahlli. Pemberian nama Fathul Qarib atau Al-Mahalli tersebut dimaksudkan hanya untuk menandai bahwa kitab-kitab tersebut merupakan rujukan utama dalam masing-masing musyawarah. Hal ini bukan berarti bahwa peserta musyawarah pada masing-masing tingkatan dalam mengkaji persoalan hukum harus berkutat pada kedua kitab tersebut. Musyawirin diperbolehkan merujuk pada referensi di luar kitab rujukan utama. Dengan kata lain, pada tingkatan musyawarah Fathul Qarib misalnya, ketika musyawirin mengkaji berbagai persoalan hukum, maka sudah barang tentu mereka harus merujuk pada kitab Fathul Qarib. Namun demikian, mereka tetap saja diberikan kebebasan untuk melihat kitab-kitab lain,



56



dengan catatan bahwa referensi-referensi yang dijadikan rujukan masih berada dalam satu level. Musyawarah Fathul Qarib ini dilaksanakan setiap malam Kamis dan diikuti oleh peserta mulai kelas satu Tsanawiyah sampai kelas tiga Aliyah dimana setiap lokal diwajibkan mengangkat minimal lima siswa sebagai anggota tetap, dan Mutakhorrijîn (alumni) MHM. Sistem dalam musyawarah ini adalah, musyawarah dipimpin oleh dua orang utusan dari kelas atau mutakhorrijin, sebagai rais yang akan membacakan materi pembahasan dan sebagai moderator. Musyawarah dibagi dalam empat tahap. Yakni, pembacaan materi serta menyimpulkan materi pembahasan (murod); pertanyaan berkisar pada murod; dan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pembahasan. Ketika terdapat permasalahan yang tidak berhasil diselesaikan (mauquf), akan ditindaklanjuti dalam forum bahtsul masa`il. Penekanan dalam musyawarah ini lebih pada metode pemahaman fiqhiyyah yang hanya berkisar pada komparasi ta’bir-ta’bir (teks-teks) dalam kitab rujukan yang sudah jadi. Artinya, pada musyawarah tingkat ini, wilayah diskusi hanya



57



berkisar pada pemahaman redaksional keterangan dalam kitab kuning saja dan santri tidak diharuskan mampu mendiskusikan materi berdasarkan teori dan prinsip-prinsip fikih secara metodologis. Pola kajian hukum dalam musyawarah (musyawirin) level ini, dalam melihat suatu kasus harus mencarikan teks-teks dalam kitab-kitab yang telah ditentukan, baik teks itu secara kongkrit menjelaskan status hukum persoalan yang disoroti atau hanya sebagai bahan bandingan. Jika dalam suatu persoalan terdapat beberapa pendapat, maka mereka tidak melakukan pemilihan untuk memutuskan apakah pendapat ulama A atau pendapat ulama B yang lebih kuat dan unggul. Biasanya mereka hanya menyimpulkan bahwa dalam persoalan tersebut terdapat khilâf (kontroversi) di antara ulama. Sedangkan musyawarah al-Mahalli dilaksanakan setiap malam Senin dan diperuntukkan bagi semua siswa tingkat Aliyah, Mutakhorrijin (alumni) MHM dan siswa tingkat Tsanawiyah yang berminat. Sistemnya hampir mirip dengan musyawarah Fathul Qarib. Hanya saja dalam musyawarah AlMahalli, tahap akhir diisi dengan menyelesaikan pembahasan draft yang sebelumnya telah ditentukan. Draft ini berupa 58



pertanyaan-pertanyaan metodologis yang diangkat dari materi atau bab yang sedang dimusyawarahkan. Di tahun 2011, musyawarah al-Mahalli mengalami perubahan drastis. Model musyawarah sebelumnya yang menitikberatkan pada kajian metodologis ushul fikih, kaidah fikih dan dlawabith tetap dipertahankan. Namun yang digunakan sebagai standar bukan lagi kitab al-Mahalli, melainkan Bidayatul Mujtahid. Dengan perubahan ini para santri diharapkan tidak lagi hanya mampu memahami hasil jadi dan metode dari madzhab Syafi’i saja, namun ke depan juga mampu untuk mengkomparasikan berbagai pendapat, alur pemikiran dan metode ijtihad dari madzhab-madzhab lain atau yang lebih dikenal dengan perbandingan madzhab. Ke depan, diharapkan muncul generasi santri yang berpengetahuan luas dan mumpuni, lintas madzhab, dan lintas konsep. Di samping itu, dalam musyawarah al-Mahalli dikenalkan sistem musyawarah baru yang dikenal dengan sistem khulashoh. Dalam hal ini, para musyawairin menitikberatkan pembahasan pada meneliti, menganalisa, mengumpulkan berbagai perbedaan pendapat ulama dalam satu persoalan secara komprehensif dari berbagai sisi. Untuk standar tetap 59



menggunakan kitab al-Mahalli dengan menitikberatkan khilafiyyah pada Imam Ibu Hajar al-Haitamiy, Imam Ramli Shoghir, Imam Khothib as-Syirbiniy, Imam Zakariya alAnshori. Dalam prakteknya seringkali juga muncul pendapat yang berbeda dari ulama lain seperti Imam Ramli Kabir, Imam Syabramalisiy, Imam Zayadi, Imam Ibnu Qasim al-Abbadiy, dan lain-lain. Untuk program Bahtsul Masa`il dibagi menjadi tiga tingkatan; Ibtidaiyah (MUSGAB), umum dan bahtsul masa`il kubro. Bahtsul masa`il tingkat Ibtidaiyah atau MUSGAB (Musyawarah Gabungan), kendati forum tersebut secara teknis persis sebagaimana bahtsul masa`il pada umumnya, namun kualitas forum ini sepertinya belum layak disebut forum bahtsul masa`il. Karena memang modal berdiskusi siswa Ibtdaiyyah belum dikatakan cukup. Bisa dikata, forum ini sekedar ajang pelatihan dan materi yang diketengahkan terbatas seputar permasalahan nahwu dan shorof. Bahtsul masa`il tingkat Ibtidaiyah ini dilaksanakan dua kali dalam setahun untuk masing-masing kelas. Pesertanya meliputi utusan dari masingmasing lokal dan delegasi yang diundang.



60



Bahtsul masail umum juga bisa dikatakan bahtsul masail tingkat lokal, karena hanya diikuti oleh intern santri Lirboyo sendiri. Pelaksanaan bahtsul masail tingkat lokal ini diselenggarakan satu kali dalam seminggu, yakni setiap malam Selasa. Bahtsul masa`il ini diselenggarakan oleh Pengurus LBM P2L dan siswa tingkat Tsanawiyah dan Aliyah secara bergilir. Umumnya dalam setahun setiap kelas mendapat giliran menyelenggarakan bahtsul masa`il sebanyak tiga kali. Dua kali yang pertama hanya diikuti peserta dari kelas yang menyelenggarakan bahtsul masa`il. Untuk penyelenggaraan bahtsul masa`il ketiga, mengundang kelas lain, jam’iyah dan pondok-pondok unit (HMC, HMA, HMP, HY & DS). Masing-masing kelas, jam’iyyah atau pondok unit yang diundang minimal megirimkan dua delegasinya dalam forum ini. Khusus untuk kelas penyelenggara bahtsul masa`il, mereka bisa mengirimkan delegasi lebih dari jumlah yang telah ditetapkan untuk undangan yang lain. Sedangkan bahtsul masa`il yang diselenggarakan Pengurus LBM P2L, dalam setahun umumnya sebanyak enam sampai tujuh kali dan diikuti oleh undangan dari kelas tingkat Tsanawiyah, Aliyah dan pondok Unit (HMC, HMA, HMP, HY, DS & Ar-Risalah). 61



Mekanisme penjaringan pertanyaan dalam bahtsul masa`il ini berasal dari peserta (mubahitsin) sendiri. Dan dianjurkan persoalan yang diajukan merupakan persoalan yang aktual. Setelah seluruh persoalan terkumpul, selanjutnya Pengurus LBM P2L akan menyeleksi untuk menentukan as’ilah yang layak



untuk



didiskusikan.



Hal



ini



dilakukan



untuk



menghindari overlaping (tumpang tindih). Sebab, jika tidak diseleksi, ada kemungkinan persoalan yang diusulkan sebenarnya sudah pernah dibahas pada bahtsul masail di waktuwaktu sebelumnya. Di samping itu, yang demikian juga untuk mengukur tingkat kesulitan persoalan yang diusulkan. Karena, kalau terlalu sulit, hal itu hanya akan menjadi kontra produktif (mauqûf). Berbeda dengan bahtsul masail umum, bahtsul masail kubro disamping diikuti oleh utusan dari siswa tingkat Tsanawiyah dan Aliyah dan utusan dari pondok Unit, bahtsul masail kubro ini juga diikuti oleh para alumni (Mutakharrijîn) MHM dan utusan dari Pondok Pesantren se Jawa Madura yang diundang. Bahtsul masa`il ini dilaksanakan satu kali dalam satu tahun, yaitu menjelang akhir tahun.



62



Adapun persoalan yang dikaji dalam bahtsul masail ini merupakan hasil inventarisasi dari peserta bahstul masail sendiri, dan terkadang persoalan yang dikaji juga didapat dari usulan masyarakat luas. Bahkan tak jarang tema yang diangkat adalah isu-isu berskala nasional. Dan dalam konteks ini, LBM P2L bertindak sebagai pihak pelaksana. Bahtsul masa`il tingkat ini melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di luar pesantren seperti NU Cabang Kediri, Perguruan Tinggi se Kota Kediri, dan pesantren-pesantren yang ada di Kota dan Karesidenan Kediri. Seringkali jika pihak pesantren merasa bahwa permasalahan yang disodorkan adalah masalah yang perlu adanya validitas penjelasan yang lebih akurat, pesantren mengundang pihak-pihak yang ahli dalam bidangnya sebagai narasumber, seperti dokter, praktisi hukum, politikus, ekonom, dll. untuk menyampaikan sejumlah informasi mengenai persoalan yang sedang dikaji. Keterlibatan para ilmuan dan praktisi yang berkompeten dibidangnya diharapkan dapat memperjelas duduk persoalan suatu masalah, yang pada gilirannya keputusan-keputusan yang diambil nantinya benar-benar bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 63



Diluar ketiga program utama di atas, LBM P2L juga memiliki kesibukan lain. Seperti menghadiri undangan bahtsul masa`il dari luar Lirboyo, pembuatan karya ilmiah, mengasuh rubrik dalam website dan majalah, menjadi narasumber televisi lokal, radio, seminar dan diskusi-diskusi ilmiah lainnya. http://lbm.lirboyo.net/. LEMBAGA ITTIHAADUL MUBALLIGHIIN (LIM)



Lembaga ini merupakan sebuah lembaga yang berada dibawah naungan Pondok Pesantren Lirboyo. Sesuai dengan arti harfiahnya, Ittihaadul Muballighiin adalah suatu organisasi yang



menghimpun



para



mubaligh yang berdomisili di Pondok Pesantren Lirboyo. Organisasi ini didirikan sejak tahun 12 Februari 2003 M. Organisasi ini bermula dari ide para siswa tamatan MHM tahun 2002 M. Sekitar 66 siswa asal kediri sowan pada Romo KH. Ahmad Idris Marzuki menjelang paripurna belajar di MHM Lirboyo. Saat itu juga 64



Romo Yai memerintahkan pada mereka untuk membuat kegiatan semacam Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kegiatan ini diadakan di desa-desa kawasan Kediri yang masih sangat membutuhkan pembinaan tentang pengetahuan agama. Selain untuk



memberikan



pengetahuan



terhadap



masyarakat,



diharapkan juga bisa melatih dan menambah kesiapan santri jika kelak terjun dimasyarakat mereka masing masing. Untuk menindak lanjuti Amanah Romo Yai dengan dikoordinir oleh Agus Abdul Qodir Ridlwan, mereka kemudian



langsung



mencoba



berdakwah



pada



bulan



Ramadhan tahun 1423 H/2003 M, dan Kegiatan ini dinamakan



dengan



SAFARI



RAMADHAN.



Teknis



pelaksanaan Safari Ramadhan kala itu dipusatkan pada beberapa tempat peribadatan, seperti Mushola ataupun Masjid. Pada setiap Mushola ataupun Masjid diasuh oleh dua orang Muballigh. Sedang waktu pelaksanaannya dimulai tiga hari sebelum Ramadhan hinggga tanggal 20 Ramadhan. Sedangkan materi yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan masyrakat. Misalnya, kuliah subuh dan kultum setelah Shalat Tarawih yang meliputi masalah peribadatan dan hikmah-hikmah Puasa 65



Ramadhan. Alokasi waktu pertemuan yang sangat singkat itu dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para santri Mutakhorijin 2002 asal kediri ini. Dan mereka hanya berniatan lii'la' kalimatillah dengan mengharap ridho dari Allah SWT. Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan yang ada maka LIM membentuk devisi-devisi yang diperlukan sesuai dengan tanggung jawabnya. Diantaranya adalah Panitia Safari Dakwah Rutinan (PSDR) yang menangani dakwah setiap malam Jum'at dan dakwah di bulan Ramadhan, Bidang Penelitian



dan



Pengembangan



(BALITBANG)



yang



ditugaskan mengisi kegiatan di lembaga-lembaga Formal setingkat SLTP & SLTA, serta Bidang Wira Usaha dan pengiriman guru bantu ke pondok pesantren di berbagai daerah.



66



KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PRAMUKA



Pada dasarnya pendidikan pesantren dititik tekankan pada pendalaman ilmuilmu



agama.



Namun,



melihat



pesatnya kemajuan zaman



dibidang



ilmu pengetahuan dan



bidang



teknologi telah banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa maupun dunia. Bahkan tanpa kita sadari, kemajuankemajuan tersebut cenderung melampui batas-batas kesiapan kita untuk menghadapinya, baik secara teori pengetahuan maupun pengalaman. Dari realita yang ada kita bisa menyimpulkan bahwa dinamika masyarakat modern telah menghadirkan sejumlah kekhawatiran sekaligus menjadi tantangan serta peluang bagi kita semua, khususnya lembaga pendidikan Islam, utamanya pesantren, terlebih ketika pesantren telah go international. Untuk itulah tepat pada tahun 2002 Pondok Pesantren Lirboyo 67



memperkenalkan kepada para santrinya tentang pengetahuan umum lewat berbagai kegiatan ekstrakulikuler, yang meliputi ilmu bahasa Inggris dan bahasa Arab yang dikemas dalam program Lirboyo English Cours dan jurnalistik Kegiatan ini diadakan di laboratorium bahasa yang terletak di dekat aula Al Muktamar.



Dengan



demikian



kemahiran



dalam



berkomunikasi teramat dibutuhkan, baik komunikasi lokal maupun interlokal. Selain itu Pondok Pesantren Lirboyo juga memberikan pendidikan computer terhadap santri yang berminat untuk mempelajarinya. Selain dimaksudkan untuk menepis image tentang



kekolotan



pondok pesantren, pendidikan ini



dimaksudkan agar nantinya santri lebih siap terjun dalam masyarakat di era perang peradaban ini.



68



LAJNAH FALAKIYAH



Lajnah Falakiyah merupakan tim yang berada dibawah naungan Pondok Pesantren Lirboyo. Dan ditetapkan langsung oleh Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK



P2L)



pada tanggal 17



Jumadil



Ula 1428 H/ 03 Junt 2007 M. Tim ini bertugas mengadakan rukyat, hisab, praktek falakiyah, menyusun kalender dan almanak Pondok Lirboyo. Pada awalnya, tim ini hanya berjumlah 6 orang mutakhorijin Lirboyo yang memiliki keahlian dalam ilmu Falak yang diketuai KH. Sholeh Abdul Jalil (Bandar Kidul) dan beranggotakan Mudi Samsudi (jamsaren), Masruhan Zein (Maesan Mojo), Agus Reza Zakaria (Slumbung), dan Ahmad Yazid Fatta (Malang). Namun seiring dengan waktu dan 69



perkembanganya, tim Lajnah Falakiyah yang ternyata sangat dibutuhkan oleh masyarakat seperti halnya penentuan jadwal shalat, petunjuk awal bulan dan penentuan arah kiblat, serta kursus dan konsultasi ilmu Falak. Melihat begitu banyak tugas yang di bebankan, maka berdasarkan kebijakan BPK P2L memutuskan adanya penambahan anggota baru yakni H. Saiful Islam (kediri) dan Asmuji (Kras Kediri).



PENGAJIAN AL HIKAM



Pengajian ini sudah berlangsung sekitar 19 tahun silam. Tepatnya pada hari



kamis



Legi



pada



bulan Syawal 1420 H./1999 M.



Setelah



wafatnya KH. Idris Marzuqi Pengajian Kitab Al Hikam dipimpin oleh KH. Anwar Mansyur. Dalam pelaksanaannya bukan hanya mengaji kitab



70



kuning saja, namun juga diselingi dengan pengkajian politik, berita-berita terkini bahkan terkadang juga ada akad nikah. Rutinitas pengajian ini dilaksanakan setiap bulan sekali pada hari Kamis Legi, Pengajian ini bukan hanya dihadiri oleh para alumni dari Kediri saja, namun, juga para alumni yang berasal dari luar kota. Tak lain adalah sebagai wahana untuk tetap menjalin tali silaturrohin para alumni dengan Pondok Pesantren Lirboyo.



HIMPUNAN ALUMNI SANTRI LIRBOYO (HIMASAL)



Pondok



pesantren



adalah bentuk lembaga pendidikan Indonesia



tertua yang



di tetap



berdiri tegak hingga kini. Pondok ternyata



pesantren sangat



efektif



untuk



mengembangkan



dan



mempertahankan



ajaran Ahli Sunnah wal Jama'ah sekaligus mencetak ulama'71



ulama'nya. Oleh karena itu pondok pesantren harus ditumbuhkembangkan dan diangkat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk tercapainya tujuan tersebut, sangat erat kaitannya kepada ulama' pondok pesantren yang selalu bersatu padu memperkokoh tali silaturrahim, banyak bermusyawarah, saling tolong menolong, bantu membantu baik yang bersifat pribadi maupun organisasi yang dibentuk para alumninya. Berdasarkan pemikiran di atas, maka para alumni Pondok Pesantren Lirboyo dengan penuh kesadaran dan tawakkal membentuk organisasi dengan nama Himpunan Alumni Santri Lirboyo (HIMASAL). Organisasi ini didirikan pada tanggal 26 Syawal 1416 H bertepatan dengan tanggal 15 Maret 1996 M. Anggota organisasi yang berlambangkan Pondok Pesantren Lirboyo dengan ditambahkan tulisan HIMASAL ini adalah setiap santri yang pernah belajar di Pondok Pesantren Lirboyo dan menyetujui azas-azas, aqidah, dan tujuan organisasi serta sanggup melaksanakan semua keputusan organisasi alumni Kepengurusannya terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Dewan Pimpinan. Dewan Pembina adalah pimpinan tertinggi, pengelola, pengawas dan penentu 72



kebijakan organisasi alumni. Dewan Penasehat bertugas memberi nasehat kepada Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan baik diminta maupun tidak. Sedangkan Dewan Pimpinan merupakan pelaksana seluruh kegiatan organisasi alumni. Keberadaan Dewan Pembina hanya berada di pusat, sedangkan Dewan Penasehat terdiri sesepuh alumni sebanyak sesuai dengan kebutuhan. Tingkat



kepengurusan



organisasi



yang



berazaskan



Pancasila ini terbagi menjadi tiga macam: Kepengurus alumni tingkat pusat yang disingkat dengan PP, Pimpinan Wilayah untuk tingkat propinsi disingkat menjadi PW, dan Pimpinan Cabang untuk tingkat kabupaten /kotamadya/kotatif yang disingkat PC. Sedangkan Permusyawaratan organisasi ini terbagi menjadi empat macam: Musyawarah Nasional (MUNAS) untuk tingkat pusat, Musyawarah Besar (MUBES) dan Musyawarah Wilayah (MUSWIL) untuk tingkat propinsi, dan



Musyawarah



Cabang



(MUSCAB)



untuk



tingkat



kabupaten kotamadya/ kotatif Keuangan organisasi ini bersumber dari sumbangan yang tidak mengikat dan usahausaha halal lainnya. Sedangkan yang pusat organisasi ini bertempat di Pondok Pesantren Lirboyo Pada tahun 2001 73



tepatnya tanggal 17-19 Juli HIMASAL melaksanakan MUNAS yang pertama kalinya. Sedangkan yang kedua bertepatan dengan peringatan Satu Abad Lirboyo pada tanggal 17 Juli 2010. Kini, HIMASAL telah memiliki kantor yang berlokasi di lantai tiga Kantor Al-Muktamar. Tempat tersebut belum difungsikan secara maksimal untuk menunjang kegiatan keorganisasian induk HIMASAL dikarenakan masih dalam tahap renovasi.



SUMUR TUA



Usia Pondok Pesantren Lirboyo kini sudah menginjak 109 tahun.



Seiring



waktu tersebut, sudah



dapat dipastikan



bahwa



segala



sesuatu



yang



berhubungan dengan 74



awal



berdirinya Pon.Pes Lirboyo merupakan barang kuno atau situs sejarah. Salah satu diantaranya yaitu Sumur Tua. Saat Tim Memory Al-Jazura meninjau dan meliput lokasi Sumur Tua yang berada di sebelah utara Masjid Lawang Songo, ternyata kurang terawat. Terbukti dengan banyaknya sampah yang berserakan. Menurut salah satu sumber mengatakan bahwa Sumur Tua ini akan terlihat bersih ketika ada airnya (pada saat musim penghujan), karena digunakan oleh para santri. Namun ketika musim panas, airnya akan surut. Ironis memang Jika melihat fakta bahwa Sumur Tua ini menjadi bukti sejarah sekaligus saksi bisu perjalanan Pondok Pesantren Lirboyo dalam menyertai para santri bertolabul ilmi, ternyata dirawat ketika bisa digunakan saja. Dan sudah barang tentu seperti halnya tempat bersejarah lainnya, Sumur Tua ini seharusnya di jaga oleh semua santri (baik ketika digunakan maupun tidak) dengan cara tetap menjaga kebersihan dilokasi Sumur Tua. Perlu diingatkan bahwasanya Sumur Tua ini merupakan tempat yang istimewa dan keramat. Karena selain digunakan untuk mandi para santri, airnya juga bisa digunakan sebagai obat dari berbagai penyakit. Dan sering kali para alumni ataupun peziarah mampir untuk 75



mengambil air dari Sumur Tua ini hanya untuk sekedar tabarrukan.



LAJNAH WAQFIYYAH PONDOK PESANTREN LIRBOYO



Karena dipandang sangat perlu untuk membentuk kepengurusan



dan



banyaknya



masyarakat



yang



ingin



nmewaqafkan tanah, secara resmi pada tanggal 24 Shofar 1434 H./07 Januari 2013 Pondok Pesantren Lirboyo membentuk Lajnah Tauqifiyyah sebagaimana yang tertulis dalam ketetapan BPK P2L No 03/BPK-P2L I1/2013, dengan susunan personalia (dewan harian) sebagai ketua KH. Zamzami Mahrus, sekretaris Bpk H.M. Abdul Mu'id Shohib dan sebagai bendahara KH. Nurul Huda Ahmad. Mulai saat itu lembaga khusus ini digunakan untuk menangani wakaf di Pondok Pesantren Lirboyo seperti yang telah dilakukan di Pondok Pesantren lainnya. Tujuannya mempermudah masyarakat dalam menangani pewaqofan tanah agar terprogram dan dikelola dengan baik sesuai fungsinya.



76



Sehingga tidak terjadi masalah seperti yang sudah pernah terjadi di beberapa daerah.



PESANTREN REHABILITASI NARKOBA DAN LAPANGAN FUTSAL



Pada hari rabu tanggal 09 januari 2012 menjadi hari bersejarah



atas



direstuinya proyek pembangunan Pesantren Rehabilitasi Narkoba yang terletak disebelah barat parkiran anak nduduk yang bersebelahan dengan PPST Ar-Risalah. Saat itu KH. Anwar Manshur bersama segenap pengurus Pon.Pes Lirboyo mengadakan dzikir dan do'a bersama di atas area yang akan dibangun gedung Pesantren Rehabilitasi Narkoba. Selanjutnya secara simbolis beliau meletakan batu pertama dan adukan semen ke salah satu tanah yang sebelumnya telah di gali oleh para pekerja untuk pondasi.



77



Menyusul kemudian KH.An'im Falahuddin Mahrus, KH. Abdul Kholiq Ridlwan, KH. Atho'illah Sholahuddin Anwar (Pengasuh PPHMA) dan terakhir KH Ma'ruf Zainuddin (pengasuh PPST Ar-Risalah). Setelah itu semua yang hadir dalam acara beramah tamah bersama di tempat acara. Bangunan itu telah berdiri kokoh dengan berlantaikan dua tingkat di atas tanah seluas 37x13 m2 yang merupakan sumbangan atas nama pemerintah khususnya Kemenpera (kementrian Perumahan Rakyat). Bangunan ini sengaja dibangun berdekatan dengan RSU Lirboyo karena maksud dari pembangunan itu sendiri yang berkaitan erat dengan kesehatan, yaitu merehabilitasi pasien kasus narkoba. Sedangkan proyek pembangunan lapangan futsal yang ada di area barat masjid Al-Hasan merupakan sumbangan dari Kemenpora (Kementrian Pemuda dan Olahraga). Bangunan yang kini telah rampung dan tinggal memfungsikan, sengaja dibuka untuk umum. Sebenarnya masih banyak pernak-pernik bangunan bersejarah Lirboyo dan even-even besar lainnya yang akan selalu terkenang dipikiran kita semua. Masih ingatkah bahwa



78



dahulu kita sering berebut air di Pancuran Seribu, bermain air hujan, takbir keliling dengan beragam busana dan kreasi saat idul adha, nonton bola final liga champions dan piala dunia di lapangan aula Al-Muktamar, nonton tv bareng saat liburan di depan gedung Al-Ittihad, dan lain-lain. Juga even-even kunjungan tokoh alim ulama seperti Prof. Dr. Sayyid Abdulloh bin Muhammad Baharun (grand Syekh atau Rektor Universitas Al-Ahghaf Hadhramaut Republik Of Yamani), Habib Salim Abdullah bin Umar As- Syatiri (Pengasuh Ribat Tarim, Hadramaut, Yaman), dan Syekh Aly As Shobuniy pengarang Kitab Tafsir Ayatil Ahkam yang mengijazahkan semua kitab karangan beliau. Dan juga tokoh tokoh nasional lainnya yang sangat banyak jika di catat. Sungguh indah dan sangat berkesan pada saat itu Kini hanya menjadi kenangan dan kisah kita untuk masa depan.



79



PONDOK PESANTREN UNIT LIRBOYO



PONDOK PESANTREN HAJI MAHRUS (HM)



Pondok Pesantren ini terletak kira-kira 100 M. sebelah timur Masjid Lirboyo. Yang dirintis sejak



tahun



1952



oleh



KH. Mahrus Aly.



Pada mulanya,



almaghfurlah KH. Mahrus Aly diberi lahan oleh almaghfurlah KH. Abdul Karim untuk membuat rumah sekaligus majlis ta'lim sebagai sarana mengajarkan atau membacakan kitabkitab kepada para santri. Kemudian di sebelah utara dari majlis ta'lim dibuat sebuah kamar yang sangat sederhana, dengan ukuran 2 M. x 4 M., sekedar tempat istirahat bagi santri yang sehari-harinya berkhidmah kepada beliau.



80



Pada tahun 1956, santri yang bermukim bertambah menjadi 20 orang, sehingga kamar yang semula dibangun tidak cukup untuk menampung santri yang bermukim. Maka dibangunlah kamar 02,03 dan 04 (sekarang menjadi bagian dari jamiyyah as-Saidiyyah) dan kemudian dikenal dengan nama HM. Pada tahun 1958 nama daerah HM ini dirubah menjadi HP HM (Himpunan Pelajar yang berada di majlis ta'lim H. Mahrus), Sementara masalah keorganisasian, kepengurusan dan tata administrasi lainnya, masih mengikuti pada kebijaksanaan pondok Induk. Pada waktu kediaman KH. Mahrus Aly direnovasi, bersamaan dengan itu pula dibangun 7 asrama baru dengan dana murni dari swadaya santri dan saudagar dermawan dari Losari, Cirebon. Kemudian, melihat perkembangan HM, yang saat itu telah dihuni sekitar 150 santri, menggugah H. M. Ma'mun (asal Gebang, Cirebon) bersama rekan-rekanya, untuk ikut membangun tempat hunian para santri. Oleh sebab itu, Pada masa itu, mayoritas penghuni HM berasal dari Jawa Barat dan sedikit dari Brebes, Tegal dan daerah lainnya. Tepat tahun 1960 almaghfurlah KH Mahrus Aly merubah HPHM menjadi pondok unit yang segala administrasi dan 81



kepengurusannya ditentukan oleh pondok pesantren HM. Saat itu pula, KH. Mahrus Aly mengumumkan kepada para santri bahwa Musholla HM beralih status menjadi Masjid yang bisa digunakan untuk i'tikaf, meskipun bukan masjid jami' untuk melaksanakan jamaah sholat jumat. Kini, Pondok Pesantren yang berdiri diatas lahan kira-kira 75x150 M memiliki beragam fasilitas diantaranya 1 ruang tamu, 6 ruang musyawaroh, puluhan kamar mandi, aula, dan 34 kamar Huni yang terbagi dalam 7 jamiyyah far'iyyah, yakni As-Saidiyyah, Al-Alyyah, Al 'Ishomiyyah, Al-Falahiyyah, AlFathiyyah, An-Nidzomiyyah dan Al Musthofa. PPHM menekankan visi terwujudnya pesantren sebagai lembaga pendidikan islam ala Ahlisunnah waljama'ah yang komprehensif dalam melakukan pendidian, pengabdian kepada masyarakat dan pusat kajian ilmiah keislaman. Dengan misi mencetak generasi islam salaf yang memiliki kemantapan aqidah, kedalam spiritual dan keluhuran akhlaq serta memiliki kemampuan intelektual keagamaan. Serta menumbuhkan penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran Islam secara kaaffah dan melahirkan generasi yang siap mengabdikan diri untuk umat dan bangsa. 82



PONDOK PESANTREN HAJI YA'QUB (PPHY)



Pondok Pesantren Haji Ya'qub adalah salah satu Pondok Pesantren



Unit



Lirboyo



yang



didirikan



oleh



KH Ya'qub bin Sholeh. KH.Ya'qub lahir di Kediri pada 1881-1975 M. Berdasarkan silsilah, beliau masih terhitung keturunan Syaikh Abdullah Mursyad Setono Lendean dari jalur ayahnya, yaitu KH.Sholeh Banjarmelati. Berdirinya Pondok Pesantren Haji Ya'qub tak bisa dilepaskan dari asal-usul kedatangan KH. Ya'qub ke Lirboyo Pada mulanya, KH. Ya'qub diutus Mbah Kiai Sholeh untuk membantu dakwahnya KH. Abdul Karim dengan cara menjaga keamanan pondok yang dimana saat itu Keamanan penduduk Lirboyo



semakin



menjadi-jadi



sehingga



mengganggu



ketenangan pondok pesantren dan meresahkan para santri. KH. Ya'qub yang terkenal seorang pendekar tangguh itu 83



terbukti mampu menangani persoalan keamanan di Lirboyo. Dengan bantuan adik iparnya itu, Mbah Kiai Abdul Karim merasa lebih tenteram dalam aktititas dakwahnya. Maka tak heran jika kemudian hari, di setiap kali Mbah Kiai Abdul Karim membacakan kitab bersama para santri; KH Ya'qub selalu berada didekatnya. Di Lirboyo, Mbah Kiai Ya'qub mendirikan langgar angkring yang letaknya sebelah timur ndalem KH Ma'shum Jauhari. Pada awalnya, santri yang terdapat di pesantren ini hanya segilintir santri yang saat itu ikut nderek dengan Mbah Ya'qub, seiring berjalannya waktu santri yang ikut mulai bertambah ± sebanyak 60 orang. Untuk menampung santri yang terus bertambah, maka dibangunlah asrama pada tahun 1979 yang saat ini biasa disebut dengan Pondok Lama yang berada di sebelah selatan Ndalem KH. Nur Muhammad Ya'qub. Perkembangan administrasi PPHY pun mulai tampak dengan adanya Himpunan Pelajar pada tahun 1985. Perkembangan selanjutnya berdiri pula jam'iyyah sholawat nariyah ba'da Maghrib yang dipimpin oleh Beliau K. Ihsan Bukhori (menantu Mbah Ya'qub) dan pada tahun 1988 dirintis pula sholawatan setelah sholat jum'at yang diprakarsai oleh Ust. 84



Nurul Mubin (Mojokerto). Perjalanan sejarah berikutnya adalah dirintisnya Musyawarah Fathal Qorib di tahun 1992 oleh Ust. Lutfi. Mengingat semakin banyaknya para santri yang belajar di pondok pesantren ini sekaligus belajar di jenjang sekolah formal di luar lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, maka atas alasan itulah pada tahun 1993 Madrasah Diniyah Haj Ya'qub didirikan yang diperuntukan bagi santri yang sekolah di luar pesantren (sekolah formal) atau santri yang tidak bisa mengikuti pendidikan madrasah diniyyah di pondok Induk (MHM). Yang menimba ilmu di Madrasah Diniyyah Haji Ya'qub ini tidak hanya santri menetap di Pesantren melainkan juga penduduk sekitar pesantren juga menimba ilmu disini. Jenjang pendidikan Madrasah Diniyyahnya 12 tahun mulai dari l'dadiyah, Ibtida'iyyah (6 tahun), Tsanawiyah (3 tahun), dan Aliyah (3 tahun). Kurikulum yang diterapkan adalah sebagaimana kurikulum di Madrasah Hidayatul Mubtadi-in (MHM) Induk dengan berbagai penyesuaian keadaan santri PPHY yang notabene merangkap sekolah formal.



85



Seiring meningkatnya jumlah santri, pengembangan dalam diri PPHY pun meningkat dengan tambahnya beberapa fasilitas yang ada diantaranya: musholla, asrama santri, kantor pendidikan, kantor keamanan sebagai tempat perizinan para santri, kantor PLP, ruang tamu berlantal dua lengkap dengan MCK untuk tamu, kantor madrasah serta MCK santri yang pada awal tahun 2009 lalu telah selesai dibangun, MCK untuk santri ini merupakan sebuah program kerjama dengan SANIMAS (Sanitasi Oleh Masyarakat) Terdiri dari 12 ruangan yang menghasilkan Biogas yang dimanfaatkan oleh santri untuk memasak. Demi menampung bakat dan kretifitas dan menunjang belajarnya



santri,



pesantren



ini



mengadakan



kegiatan



ekstrakurikuler sebagai wadah kreativitas santri yang berupa (khithobah, diba'iyah, tahlil dan cara berorganisasi) yang terkemas dalam sebuah jam'iyyah yang bernama Jam'iyyah ArRohmah yang terdiri dari beberapa wilayah yaitu Jam'iyyah Kasbiyah (sekarang diganti Jam'iyyah Al Anshoriyah), Jam'iyyah Futuhiyyah, Jam'iyyah Raudlatut Thalabah dan Jam'iyyah Hablul Ukhowah. Selain kegiatan ekstra jam'iyyah ada juga kegiatan ekstra yang berupa seni baca Al Qur'an setiap 86



jum'at sore, pencak silat pagar nusa aliran cimande, rebana, sorogan kitab, bandongan/kilatan, LBM & MGS.



PONDOK PESANTREN PUTRI HIDAYATUL MUBTADI-AAT (P3HM)



Kebutuhan akan pendidikan tidak memandang kelompok. Maka wajar jika KH. Mahrus Aly (alm) mengutarakan pemikiran ini kepada putri beliau yakni Ibu Nyai H Ummi Kultsum, istri KH. M. Anwar Manshur, untuk mendirikan sebuah pondok pesaantren putri. Semula beliau merasa ragu untuk melangkah, namun setelah kembali berfikir dan melihat begitu dibutuhkannya pendidikan agama untuk wanita. Akhirnya tepat pada tanggal 15 September 1985 M/01 Muharram 1406 H. Memantapkan hati untuk mendirikan Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat (P3HM).



87



Diawali dengan datangnya dua orang santri putri yakni Kholifah (asal Jakarta), Nur Hayati (asal Karawang) dan para khodimah keluarga Pondok Pesantren Lirboyo. Mereka mengaji sorogan langsung kepada Ibu Nyai Hj. Ummi Kultsum yang dibantu oleh Ibu Nyai Hj. Siti Sa'adah (istri KH Habibulloh Zaini). Ketika jumlah santri sekitar 15 orang, sistem belajar yang dipakai P3HM ditingkatkan dengan menggunakan kurikulum sistem Madrasah. Meski metodenya berubah, namun pengajian kitab-kitab kuning dengan sistem sorogan di luar jam sekolah tetap digelar Sistem Pendidikan Madrasah ini secara formal diterapkan mulai tahun ajaran 1987-1988



M./1407-1408



H.



dengan



nama



MHM,



selanjutnya pada tahun 1418 H. dirubah menjadi Madrasah Putri Hidayatul Mubtadi-aat (MPHM). Jenjang pendidikan di MPHM adalah I'dadiyah (terbentuk di tahun ajaran 1993-1994 M.), Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Mendung bergelayut, Sang pengasuh, Ibu Nyat H Ummi Kultsum berpulang ke rahmatulah pada 27 Maret 1997. Namun meski demikian, tidak menyurutkan himmah para santri putri untuk terus giat belajar. Terbukti, terhitung sejak tahun 2002 hingga saat ini,



88



santri P3HM tercatat meraih 36 prestasi dari berbagai macam lomba baik skala lokal maupun nasional. P3HM terus berbenah dari tahun ke tahun, selain pendidikannya, sarana dan prasarananya juga turut dibenahi. Berdasarkan sensus pada tahun ini (2014) tercatat 996 santriwati menimba ilmu, Mereka menempati 36 kamar dengan kelengkapan fasilitas penunjang, Mulai perpustakaan gedung sekolah, aula, toko kitab, rental komputer wartel, ruang tamu, ruang kesehatan dan beberapa kantin.



PONDOK PESANTREN PUTRI TAHFIDZIL QUR'AN (P3TQ)



P3TQ adalah sebuah nama yang merefleksikan identitas dan ciri khas pondok ini yaitu pondok yang mengkolaborasikan antara pengajian AI-Qur'an baik secara tahfizh maupun qiro-at dengan berbagai kajian kitab-kitab



89



kuning karya ulama' Salafus Sholeh yang dipelajari para santri secara terorganisir sesuai dengan kurikulum madrasah dan telah disahkan oleh Ramo Yai pada saat sidang paripurna. Pesantren putri ini berdiri tahun 1986 M yang bermula dari keinginan seseorang. Waktu itu, sang tamu dari daerah Bojonegoro mengantarkan sekaligus menyerahkan putrinya yang bernama Arifah kepada KH Ahmad Idris Marzuqi guna sekedar berkhidmah. Namun Romo Yai Idris Marzuqi menolak permintaan itu dengan halus. Setelah mendapat desakan terus menerus, beliaupun mengizinkan Arifah untuk berkhidmah membantu kesibukan keluarga beliau sekaligus menjadi penyimak Ibu Nyai Hj. Khodijah ketika melalar hafalan al-Qur'an. Dalam waktu relatif singkat, santri putri yang mempunyai keinginan sama mulai berdatangan. Ketika jumlah santri telah mencapai 4 orang, timbul keinginan KH. Ahmad Idris Marzuqi untuk membangun asrama bagi mereka. Dan pada tahun 1992 gedung P3TQ yang letaknya bersebelahan dengan Ndalem Romo Yai Idris dibangun menjadi tiga lantai. Saat itulah, Romo Yai Idris Marzugi memberi nama pondok kecil ini "Tahfizhil Qur'an". 90



Untuk meningkatkan kualitas keilmuan para santri, KH Ahmad Idris Marzuqi memberikan instruksi pada salah satu khodim beliau yaitu Bapak Azizi Chasbulloh dari Malang, untuk memberikan pengajian sekedarnya. Perintah inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah Hidayatul Mubtadiaat Fittahfizhi Wal Qiro-at (MHMTQ) yang diresmikan pada tahun 1992. Dan semenjak tahun 2005 hingga kini MHMTQ memiliki



tiga



jenjang



pendidikan



bertingkat,



yakni



Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyyah. Selain itu, untuk mengasah kematangan para siswi dalam penguasaan materi. Selain edukasi di dalam kelas, dibentuklah M3HMTQ, sebuah organisasi siswi intra sekolah yang khusus menangani sorogan kitab kosongan, setoran nazhom, Musyawaroh dan Bahtsul Masa-il. Sebagai pelengkap kesiapan santri untuk terjun dan berkiprah di masyarakat P3TQ melengkapi kegiatannya dengan Extrakurikuler, diantaran kegiatan seni baca al-Qur'an, Jam'iyyah



Sholawat



Dibaiyyah,



Jam'iyyah



Burdah,



Manaqibiyah



Sholawat (baca



Barzanjiyah,



dan



Syi'ir



),



Khithobiyah, syarhil qur'an, Tata Busana dan pada tahun 1998 dibentuklah Lajnah Pengembangan Bahasa Arab (LPBA) serta pada tahun 2006 terbentuk Lajnah Pengembangan Bahasa 91



Inggris (LPBI) atas titah Romo Yai supaya para santri membiasakan berbicara dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam kesehariannya. Seiring dengan bertambahnya santri, gedung yang tersedia dirasa semakin sesak dan tidak bisa menampung banyaknya santri, sehingga dibangunlah gedung baru sebagai sarana pendukung dalam kegiatan belajar mengajar. Tahun 1999, bertepatan dengan penyelenggaraan Muktamar NU XXX di Pondok Pesantren Lirboyo, dibangunlah aula sebagai pusat segala aktifitas Hingga saat ini fasilitas yang dimiliki oleh P3TQ Timur adalah 4 Kamar, Aula, Musholla, Ruang Perpustakaan, Ruang kantor, tempat sambangan, 2 Kantin, Koperasi, 21 Kamar mandi,2 jemuran dan wartel dengan 2 KBU yang berada di dalam pondok. Sedangkan P3TQ Barat yang mulai dibangun pada tanggal 2 Januari tahun 2007 dan diresmikan oleh Romo Yai dan Ibu Nyai pada bulan Juli 2008 dengan disaksikan oleh dzuriyah Bani Marzuqi berdiri di atas lahan seluas 77 885 M yang terletak di sebelah selatan Ndalem Barat KH.Ahmad Idris Marzuqi, memiliki beberapa fasilitas, 17 Kamar, Koperasi, Kantin, Ruang Kesehatan, Perpustakaan, Kantor Keamanan, Kantor 92



Sekretariat P3TQ, Kantor Sekretariat MHMTQ, 11 Lokal Kelas, Aula, Ruang Sambangan, Mushola, Ruang Kebersihan dan 44 Kamar Mandi, Wartel dengan 2 KBU Dan Ruang Keputrian yang dilengkapi dengan mesin jahit dan mesin obras. Dan Tepat pada tanggal 28 april 2012 oleh Al-Habib Umar Bin Hafizh dari Yaman dalam kunjungan multaqo beliau ke Indonesia meresmikan gedung lantai II yang saat ini dipergunakan sebagai pusat aktifitas pondok dan madrasah. Kini, pada tahun 2014 jumlah santri P3TQ telah mencapai 618 santri, yang meliputi 466 santri bertempat di P3TQ Barat (Santri Ibtidaiyah serta Tsanawiyah) dan 152 santri di P3TQ Timur.



PONDOK PESANTREN PUTRI HIDAYATUL MUBTADI-AAT AL-QUR'ANIYYAH (HMQ)



P3HMQ singkatan Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi'at Al-Qur'aniyyah yang merupakan salah satu unit pondok pesantren lirboyo Kediri yang bergerak khusus dalam bidang al-qur'an. Terletak tepat di sebelah timur PPHM Pondok yang didirikan oleh KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus beserta Ibu Nyai Hj. Azzah Nur Laila ini, berdiri pada tahun 93



1986 M. yang berawal dari permintaan anak-anak kampung sekitar untuk mengaji kepada beliau. Pada waktu itu belum ada sarana bermukim santri



yang



memadai, akhirnya KH. Mahrus Aly (Ayahanda



KH.



Abdulloh Kafabihi) mengamanatkan untuk memperluas dan memperbaiki bentuk fisik bangunan yang ada, sebagai antisipasi penambahan santri selanjutmya, Sejalan dengan itu datanglah 2 santri dari Ciledug dan Cirebon Jawa Barat luar daerah. Seiring berjalannya waktu, seorang santri tegal gubug cirebon yang mulanya ingin menuntut limu kepada KH mubasyir Mundzir (PP Maunah sari Kediri) namun berkat saran dari ibu nyai Hj. Umi Kultsum (kakanda KH. Abdulloh Kafaabihi Mahrus) akhirnya santri tersebut mengaji pada lbu yai Hj. Azzah Nur Laila. Selang beberapa waktu kemudian datang lagi dua orang santri dari Ponorogo dan Ngawi, Dan Santri tersebut sementara ditempatkan di 94



musholla peninggalan Ibu Nyai Hj. Zainab Abdul Karim (Istri KH. Mahrus Aly) dikarenakan asrama tersebut belum selesai dibangun. Setelah berjalan dua tahun, P3HMQ terus mengalami perkembangan jumlah santri yang cukup signifikan, sehingga pada tahun 1989 M. gudang padi peninggalan Ibu Nyai Hj Zainab dirombak menjadi sarana penunjang belajar mengajar Al-Qur'an. Pada tahun 1990 bekas garasi mobil peninggalan KH Mahrus Aly direnovasi menjadi mushola sebagai sarana peribadatan dan belajar serta kegiatan seremonial lainnya. Di tahun 1994 M. P3HMQ melakukan perombakan sistem pendidikan yang semula bermetode klasikal dirubah dengan berkiblat kepada kurikulum sebagaimana yang berlaku dipondok pesantren putra dengan tetap mempertahankan platform Al-Qur'an guna mencetak kader kader militan dalam bidang menghafal dan memahami Al-Qur'an. Dan inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah al-Hidayah P3HMQ, yang kini memiliki lima jenjang pendidikan: Tingkat I'dadiyah, Ibtida'iyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Ma'had Aly. P3HMQ juga mengembangkan kreatifitas santrinya dalam berbagai bidang, yang bisa disalurkan melalui Jam'iyyah 95



Khithobiyah, Diba'iyyah. Praktek Ubudiyah, dan Majalah Dinding ar-Rabiet. Dalam



hal



pendidikan



Al-Qur'an,



P3HMQ



menggunakan metode sorogan langsung kepada Ibu Nyai Hj Azzah Noor Laila, baik bil ghoib maupun bin nadzor. Sedangkan untuk menambah pengetahuan dan keilmuan para santri, Seksi Pendidikan mengadakan pengajian kitab kuning yang dikemas dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kini, P3HMQ tahun ajaran 2013-2014 M terus berbenah diri, Dengan jumlah santri sebanyak 277 orang, telah memiliki berbagai sarana dan pra sarana. Diantaranya adalah kantor pondok dan Madrasah, ruang kelas, Perpustakaan, koperasi kitab, kamar pengurus dan 7 kamar santri, musholla, ruang kesehatan, kamar tamu, aula lantai 2 dan 3 serta beberapa fasilitas yang lainnya, termasuk taman yang membuat suasana tampak sejuk nan asri.



96



PONDOK PESANTREN HM PUTRA ALMAHRUSIYYAH



Semula KH. Imam Yahya Mahrus beserta keluarga menempati rumah yang bersebelahan dengan kediaman KH Mahrus



Aly



(sekarang Toko



Affel).



Kemudian tepat tanggal



pada 27



Romadlon, Beliau beserta keluarga pindah kerumah baru yang jaraknya 150 m kearah timur dari kediaman lama. Lalu, berdasarkan isyarat dari KH. Mahrus Aly yang menunjuk tanah yang ada disamping barat dan depan rumah untuk segera dibeli. Maka beliaupun mengupayakan untuk dapat memilikinya guna menjadi tempat mendidik para santri. Tercatat santri pertama yang diasuh aleh KH Imam Yahya Mahrus adalah Kang Saimin, Masduqi, Saiful, dan Irfan. Cikal bakal berdirinya pesantren ini adalah hasil dari pengamatan KH.Imam Yahya Mahrus yang melihat kualitas 97



mahasiswa makin lama makin menurun dalam hal ilmu agama dan banyak sekali Mahasiswa yang tercecer di kos-kosan. Hingga akhirnya



pada tahun



1986 beliau



membuat



gotakan/loker di ndalem Timur dengan 6 kamar digunakan untuk menampung 36 santri, Gedung itu bernama gedung AlFatah" (sekarang ditempati santri Putri) yang diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1988/10 syawal 1408 H. Dan semenjak inilah, Pesantren ini resmi menjadi bagian dari Ponpes Lirboyo dengan nama PP Ibnu Rusydi (nama kecil KH Mahrus Aly). Pada awalnya pesantren yang sempat berubah nama dengan sebutan PPHM-Putra ini, hanya diperuntukkan untuk kalangan Mahasiswa saja. Namun dalam perkembangannya banyak berdatangan santri dari anak-anak MTs dan Aliyah. Hal ini pun disambut dengan tangan terbuka oleh KH. Imam Yahya Mahrus. Sehingga tepat pada tanggal 21 juni 1986 didirikanlah Madrasah Aliyah (MA) HM Tribakti yang berada di bawah naungan Yayasan Al-Mahrusiyyah, yang diresmikan oleh KH M Anwar Mansur. Selain lembaga formal MA (madrasah Aliyah), Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyyah juga memiliki beberapa lembaga, yakni: Madrasah Diniyah AlMahrusiyyah, Madrasah Murottilil Qur'an Al-Mahrusiyyah, 98



Madrasah Tsanawiyah HM Tribakti, TK Kusuma Mulia Tribakti, koperasi Pondok Pesantren dan perpustakaan Pondok Pesantren. Kini, PP HM Putra AL-Mahrusiyah tahun ajaran 2013- 2014 M telah memiliki beragam sarana dan prasarana, mulai puluhan lokal belajar, puluhan kamar huni untuk 800-an santri, lapangan basket, voly sampai lapangan tenis, yang ditunjang juga dengan berbagai kegiatan ekstra kurikuler. Diantaranya Manaqib, Sab'ul Munjiyat, senam Way Tang Kung dan Bela Diri (Pagar Nusa), Wushu, serta Taekwondo.



PONDOK PESANTREN HM PUTRI ALMAHRUSIYYAH



Pondok pesanten ini dirintis sejak tahun 1987 dengan nama



PPHM



Putri Tri Bakti. Kemudian, tepatnya



pada



tanggal 06 Januari 2001 Pesantren ini berganti



nama



menjadi PP.HM putri Al-Mahrusiyyah. Dan tertanggal 18 99



Desember 2003 pesantren ini resmi membagi lokalnya (lokasi) menjadi dua, yaitu: PP HM Patri Al Mahrusiyyah 1 (barat) bertempat di JL KH. Abd. Karim No. 99 Lirboyo yang dihuni sekitar 203 santri, dan PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah 2 (selatan) berada di Jl. Penanggungan No. 44B yang dihuni sekitar 106 santri (khusus siswi Madrasah Tsanawiyah). Dan ditahun 2012 Tepatnya Bulan September di resmikan penambahan Pondok Unit Al-Mahrusiyah yang bertempat di belakang ndalem baru. Walaupun secara lahiriah Poadok pesantren terbagi menjadi tiga, namun pondok pesantren ini tetap bernaung di bawah satu Yayasan dengan tetap berpacu pada program yang disusun PPHM Putri Al-Mahrusiyah 1. Adapun program pendidikan yang dianut pesantren Ini adalah system Full Day School yang mencakup kegiatan Sekolah Formal, Istighotsah, Madrasah Diniyah, Manaqib Syeikh Abdul Qodir Al-jailani, Muhafadloh Sab'al Munjiyat, Madrasah Murotilil Qur'an, Bahtsul Masa'il, Pengajian kitab-kitab Sałaf dan Haul Akhirussanah. Sedangkan Program Ekstra Kurikuler, meliputi Hadlroh, Rebana, Takhossus Nahwu dan Shorof, Olahraga, Kursus Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan komputer. 100



PP.HM Putri Al-Mahrusiyyah yang saat ini (tahun ajaran 2013-2014 M) mengalami kemajuan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari sarana penunjang dan faslitas kegiatan PPHM Putri Al Mahrusiyyah yang lengkap, terdiri dari: Kantor Pusat Administrasi, Ruang Kantor, Pelayanan Umum, Ruang Guru/Asatidz, Aula, Koppontren, Perpustakaan, Asrama Santri, Lapangan Olah Raga, Wartel, dan Rental komputer.



PONDOK PESANTREN HM ANTARA (HMA)



Berawal dari usulan wali santri yang sowan kepada Romo KH M. Anwar Manshur, untuk mengumpulkan santri-santri



di



bawah



umur



karena



khawatir akan



perkembangan dan masa depan anak-anaknya. Dengan anggapan lingkungan pergaulan saat itu cenderung mengarah pada perilaku-perilaku yang tidak sesuai. Dan pada akhirnya Romo KH M. Anwar 101



Manshur



menugaskan



putra



beliau



(KH



Atho'illah



Sholahuddin) untuk menampung santri-santri dibawah umur. Dalam rangka menindaklanjuti amanat tersebut, beliau KH. Atho'illah Sholahuddin memberi instruksi kepada seluruh HP (Himpunan Pelajar ) yang ada di bawah naungan Pondok Pesantren



Lirboyo



untuk



mendata



dan



sekaligus



mengumpulkan santri-santri di bawah umur di Ndalem KH Atho'illah Sholahuddin. Pada tahap awal hanya HP DKI Jakarta saja yang merespon instruksi ini. Yang pada saat itu Bpk Daud Hendi Isma'il (ketua HP DKI) banyak santri-santri dari HP DKI Jakarta pindah dan menetap di Ndalam KH Athoillah Sholahuddin. Untuk membantu membimbing santri-santri tersebut, akhirnya KH. Atho'illah Sholahuddin memanggil Bpk Rifai Atho' dari Brebes dan Bpk Mujahid Kholili dari Jogjakarta. Dan pada saat itu telah terkumpul sekitar 18 santri yang berasal dari Jakarta dan daerah-daerah yang lain yang di antaranya adalah Martha Aly dari Bekasi, Suherman dari Jakarta, dan Rusydiyansah dari Kalimantan. Kemudian karena belum memliki nama, akhirnya Bpk Mujahid Kholili (Pak Mujahid) dan Bpk Rifai Atho' (Pak Rifa'i) mengadakan musyawaroh untuk mencari nama untuk 102



Pondok pesantren ini. Dengan persetujuan K. Athoillah Sholahuddin akhirnya HM ANTARA ( Hidayatul Mubtadi'in Anak Tahap Remaja ) yang dipilih untuk menjadi nama Pondok pesantren ini, juga karena Pondok pesantren ini berada di antara PP HM Putra Al-Mahrusiyyah (KH Imam Yahya Mahrus) dan PP. HM Ceria ( KH Abdulloh Kafabihi Mahrus ). Dan akhirnya pada tanggal 19 Mei 1996 M. pondok ini diresmikan dengan nama "Pondok Pesantren HM Antara". Demi terjaga ketertiban seluruh kegiatan di PP HM Antara ini, Bpk Mujahid ditunjuk untuk menjadi ketua pondok pertama dan dilanjutkan dengan meminta Bpk. Abdurrouf Qosasih dan Bpk. Daud Hendi Isma'il yang keduanya dari Jakarta untuk membantu membimbing santrisantri PP HM Antara yang mayoritas masih anak-anak. Lambat laun, PP HM Antara mengalami banyak perkembangan, baik secara fisik maupun aktifitas yang diselenggarakan. Adapun program kegiatan PP HM Antara meliputi Wajib sholat berjama'ah, Istighotsah (tiap malam Senin dan Jum'at), Pengajian al-Quran, Sorogan kitab kuning, Pengajian kitab-litab salaf, Wajib belajar, Musyawaroh kitab kuning dan bahtsul masa-il, Jam'iyyah setiap malam Jum'at, 103



Pendidikan ekstrakulikuler, qiroah, dhiba' dan praktek ubudiyyah). Sedangkan pendidikan sekolah Diniyah masih bergabung dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi-in [MHM]. PP HM Antara untuk tahun ajaran 2013-2014 M. telah memiliki berbagai fasilitas penunjang kegiatan ± 154 orang santri. Diantaranya; Musholla, 1 ruang Kantor 2 ruang Ruang tamu/Kamar tamu, 22 Kamar santri, 10 ruang MCK, Tempat Parkir, Kantin. Sesuai dengan nama dan tujuan awal pembentukannya, pondok pesantren ini lebih ditekankan pada pembinaan santri yang masih anak-anak dan menjelang remaja, Hal ini dimaksudkan untuk menjaga santri agar tidak banyak terpengaruh oleh kebiasaan dan pola pikir santri dewasa yang belum sesuai dengan karakter mereka.



PONDOK PESANTREN DARUSSALAM (PPDS)



Tepat pada tanggal 8 Dzulhijah 1422 H / 20 Februari 2002 M. pondok pesantren Darussalam atau biasa disingkat dengan sebutan PPDS resmi menjadi salah satu pondok pesantren unit di Lirboyo. Dinamakan dengan Darussalam sebab pesantren ini 104



berada dilingkungan yang asri, nyaman dan damai dengan pemandangan pegunungan disisi baratnya,



atau



menurut versi yang lain karena sang pengasuh



berasal



dari desa Salaman Magelang Sehingga muncul nama Darussalam. Awalnya komplek ini hanyalah beberapa gubug yang berfungsi sebagai tempat tinggal para khodim dan tempat singgah para tamu KH. A. Mahin Thoha. Lambat laun seiring dengan perputaran waktu, semakin banyak santri yang mendatangi kawasan ini, guna mencari suasana nyaman dan tenang untuk konsentrasi belajar. Sehingga gubug-gubug itu tak ubahnya bagaikan sebuah asrama. Menyikapi keadaan demikian bahwa semakin banyaknya santri yang berdatangan dan bermukin dilokasi ini, maka didirikanlah bangunanbangunan untuk menunjang kebutuhan. Hingga tahun ajaras 2013-2014 M, PPDS tercatat dilengkapi beberapa fasilitas, yang meliputi Musholla, Kamar huni untuk 165 santri, Aula, 105



MCK, toko dan kantin, serta gedung Andalus letter L dengan 2 tingkat dan tengah 3 lantai.



PONDOK PESANTREN PUTRA PUTRI ALBAQOROH



Awal didirikannya Pondok Pesantren Putra-Putri Al Baqarah



bisa



dikatakan



punya



dua



kaitan,



Pertama,



ketika



hendak mendirikan rumah



yang



sekarang



beliau



tempati ini, KH. Hasan Zamzami Mahrus diijazahi oleh Abah beliau, KH. Mahrus Ali, untuk sering-sering mewiridkan surat Al



Baqarah



ketika



mendirikan



rumah



nanti



dan



melanggengkan dalam mengamalkannya. Kedua, selain dari alasan yang pertama tadi, beliau juga dinasihati untuk memelihara sapi perah, dan beliaupun memulainya sekitar tahun 1996 M. Ketika itu hanya ada beberapa santri yang ikut mengabdi pada beliau, hingga kemudian peternakan sapi beliau bertambah dan semakin bertambah pula Santri putra dan santri 106



putri yang ikut mengabdi kepada beliau hingga berjumlah sekitar 60-an. Sampai pada jumlah sebanyak itu, Pondok Pesantren Putra Putri Al-Baqarah belum resmi berdiri karena jumlah semua santri yang ikut beliau berstatus sebagai Santri Ndalem (Khodim). Hingga pada tahun 2004 M perwakilan dari santri Pati dan Kudus yang berdomisili di asrama Pondok Induk Lirboyo sowan untuk meminta izin mendirikan asrama di belakang ndalem beliau, karena di Pondok Induk belum ada asrama resmi untuk santri Pati dan kudus, dan beliaupun memberikan izin. Sistem pendidikan Pondok Pesantren Putra-Putri AlBaqoroh pada dasarnya mengikuti sistem yang ada di Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien untuk santri putra, sedangkan untuk santri putri mengikuti sistem yang ada di Madrasah Al-Hidayah P3HM. Adapun di luar pendidikan Madrasah, santri putri diasuh langsung oleh Ibu Nyai Hj. Nur Hannah dibidang tahfidz Al Qur'an, sorogan Al-Quran bin nadzor dan Pengajian Kitab.



107



Seiring waktu, Santri PP Putra-Putri Al-Baqoroh terus bertambah. Berdasarkan sensus pada taun ajaran 2013-2014 M tercatat sekitar 150 Santri. Untuk menata kepengurusan pun di perbaiki sampai menjadi lebih baik. Begitu pula dalam managementnya di tata dengan exentatif. Yang awalnya program program belum maksimal, hingga saat ini telah berjalan sesuai dengan rencana dan baik.



PONDOK PESANTREN MUROTILIL QUR-AN (PPMQ)



Berdirinya pondok pesantren unit Lirboyo yang satu ini, tidak bisa dilepaskan dari Madrasah Murottilil Qur'an (MMQ) yang dirintis oleh AlUstadz KH Maftuh Basthul Madrasah



Birri. berawal



sekitar tahun 1397 H. / 1977 M. yang kala itu berupa pengajian dengan sistem sorogan yang diasuh langsung oleh KH. Maftuh Basthul Birri. Karena semakin banyaknya santri yang mengaji, maka sekitar tahun 1979/1980 M. MMQ berdiri sebagai 108



lembaga pendidikan Pondok Pesantren Lirboyo yang khusus membidangi Al-Qur'an. Kepengurusan MMQ sendiri mulai dibentuk tahun 1990 nan mengingat kuantitas siswa yang terus bertambah, MMQ merasa perlu untuk memilah siswanya dalam beberapa tingkatan. Maka dibentuklah jenjang pendidikan dengan tingkatan Ibtidaiyah, Tsanawiyyah, dan Aliyyah. Kemudian sekitar tahun 1997, dibentuklah sebuah jam'iyyah sebagai media ta'aruf antar santri MMQ dan ajang pendidikan yang bersifat ekstra kurikuler. Diantara kegiatannya adalah mengembangkan bakat santri dalam seni baca Al-Qur'an. Setiap tahun, MMQ terus melakukan perkembangan. Dan di tahun 2011 ini, dalam MMQ terdapat lima tingkatan. Pertama, tingkat l'dadiyah. Waktunya setengah tahun, dengan materi; Buku Turutan A, Ba, Ta Jet Tempur, mempelajari dan membaca mulai Surat Al-A'la sampai Surat An-Nas. Kedua, tingkat Ibtidaiyah. Waktunya setengah tahun, dengan materi: Buku Persiapan Membaca Al-Qur'an, Buku Bonus Agung Yang Terlupakan, mempelajari dan menghafal mulai Surat AlA'la - Surat An-Nas. Ketiga, tingkat Tsanawiyah. Waktunya setengah tahun, dengan materi: Buku Standar Tajwid (Fathul 109



Manan), Manaqibul Auliya'il Khomsin, mempelajari dan menghafal mulai Surat Al-A'la - Surat An-Nas, Surat Yasin, Al-Waqi'ah dan Bacaan-bacaan Ghorib. Ketiga tingkat Aliyah. Waktunya kurang lebih satu tahun setengah, dengan materi: Buku Mari Memakai Rosm Utsmany, sorogan al- Qur'an mulai juz 1 - juz 30 dan menghafal Qishoris suwar. Sedangkan tingkatan keempat adalah Sab'atul Qiro-at Waktunya kurang lebih dua bulan dan diperuntukkan bagi siswa yang sudah selesai setoran al-Quran 30 juz, telah sukses menghafalkan surat- surat pendek (antara lain; juz 30, Al Mulk, Al Waqi'ah, Ad Dukhon, Yasin, As Sajdah, Al Kahfi.) dan telah terdaftar sebagai peserta Takhtiman (Khotmil Quran). Pada tanggal 16 juni 2002, MMQ meresmikan cabangnya di daerah Batam. Kala itu, meski dengan fasilitas minim (bahkan tempat mengajinya masih meminjam lahan yang terletak di kawasan liar Belakang Dormitori Blok R kawasan industri Batamindo Muka Kuning), MMQ Batam telah dikuti kurang lebih 600 siswa dengan tingkatan yang sama dengan MMQ Pusat, yaitu tingkatan Jet Tempur, lbtidaiyyah, Tsanawiyyah, Aliyyah. hafizh, dan Qiro-ah Sab'ah. Cabang



110



MMQ dengan Akte Notaris Yondri Darto S.H No.196 tanggal 20 Juli 2004 ini, kini telah diikuti oleh lebih dari 4000 santri. Selain MMQ, di dalam Pondok Pesantren Murottill Quran (PPMQ) juga ada Majlis Qiro'ah Wat Tahfidz (MQT). Kegiatannya terbagi dua, harian dan mingguan. Harian meliputi sholat Jamaah lima waktu, qiyamullail, mengaji setor hafalan (Ba'da Jamaah Sholat Subuh), murottalan bersama (aktivitas memperbaiki Al-Qur'an, membenahi makhroj, dan menerapkan sifaatul huruf yang dilaksanakan setelah jamaah sholat Dzuhur), dan mengaji Takror Hafalan (sebuah kegiatan yang mngumpulkan antara guru dan santri guna mengulang dan memahirkan hafalan Al-Qur'an, disamping penyampaian materi kitab-kitab tajwid setelah jamaah sholat Asar). Sedangkan kegiatan mingguannya adalah musyawarah kitabkitab tajwid (Kamis sore), Jam'iyyah Maulidiyyah (kegiatan yang di dalamnya juga berisikan pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, latihan khitobah, dan praktek ubudiyyah, digelar malam Jumat), serta semaan al-Qur'an (hari jum'at selepas jamaah sholat Subuh) MQT juga membagi tingkatan-tingkatan anggotanya. Tingkat Marhalah I'dadiyyah (waktunya setengah tahun, dengan materi; hafalan surat-surat 111



penting dan buku Persiapan Membaca Al Qur-an), Tingkat Marhalah Ula, (waktunya satu tahun, dengan materi; hafalan juz 1-10 dan buku



Standar Tajwid), Tingkat



Marhalah Tsaniyyah, (waktunya satu tahun, dengan materi, hafalan juz 11- 20 dan buku Tajwid Jazariyyah), Tingkat Marhalah Tsalitsah, (selama satu tahun, dengan materi, hafalan juz 21-30 dan buku Tajwid Jazariyyah), dan Tingkat Sab'atul Qiro-at (ditempuh kurang lebih tiga tahun dan diperuntukkan bagi santri yang telah mengkhatamkan al-Quran dihadapan KH. Maftuh Basthul Birri). PPMQ kian hari makin berkembang dan bertambah banyak santrinya. Untuk menampung para santrinya, tahun 2005 dibangunlah bangun baru di Dusun Sidomulyo Desa Kodran Kec. Semen yang berjarak kurang lebih 3 km dari PP. Lirboyo yang saat ini (tahun 2019) dihuni ± 650 santri, 300 diantaranya adalah santri 112



putri. Dan meskipun PPMQ Kodran adalah pesantren yang fokus pada pengkajian al-Quran, di dalamnya juga terdapat madrasah Diniyyah dengan menggunakan kitab standar pondok Lirboyo yang digelar setiap hari mulai pukul 09.00 WIB.



PONDOK PESANTREN SALAFIY TERPADU ARRISALAH



Pondok Pesantren Salafiy Terpadu



Ar-



Risalah didirikan oleh



KH



M.



Ma'roef Zainuddin beserta istrinya, Hj. Aina Ainaul Mardliyah Anwar, S.H.I, pada bulan Syawal tahun 1416 H Tepatnya bulan Februari tahun 1995 M. Secara geografis, Pondok Pesantren Salafiy Terpadu ar-Risalah terletak di Desa Lirboyo Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri,



113



jawa Timur menempati satu komplek dengan Pondok Pesantren Lirboyo. Berangkat dari sebuah niatan tulus karena Allah swt dengan memandang banyaknya kemerosotan agama dan bangsa dalam segala aspek Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah berharap menjadi salah satu wadah yang menyumbangkan tenaganya untuk membentuk insan yang berilmu tinggi berwawasan luas, serta dapat mengembangkan potensi generasi muda Islam menjad insan berpendidikan yang tetap memegang teguh Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaal berdasarkan Al-Qur'an, Hadist, Ijma' dan Qiyas. Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan dibutuhkan SDM yang berkualitas serta bermoral Untuk itu, sebagai wujud cita-cita turut serta memajukan bangsa. Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah mengelola tiga macam pendidikan yang berbeda yakni; 1. Pendidikan Al Qur'an di Madrasah Al-Qur'an ArRisalah (MQA) menggunakan kitab Al-Qur'an Rosm



114



Ustmani dan buku standar tajwid Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas santri dalam membaca Al Qur'an dengan baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid yang mu'tabar. 2. Pendidikan Diniyah Ar-Risalah (MDA) termasuk Pendidikan Keagamaan. Ilmu yang dipelajari dan dikaji dalam pendidikan Madrasah Diniyah Ar-Risalah adalah Tafsir ilmu Al-Qur'an. Hadits, ilmu Hadits, ilmu Akhlak, Fiqih, Tauhid. Nahwa, Shorof, Balaghoh, ilmu Arudl, Manthiq, dan ilmu Falak. Sebagai wujud kesuksesan lembaga Diniyah, pada tahun 2006 M. memperoleh prestasi yang patut untuk dibanggakan, yakni meraih lima gelar juara dalam Musabaqoh Qiraatil Kutub Tingkat Nasional 3. Pendidikan Umum (SD, SMP dan SMA) ini dimaksudkan untuk lebih mengembangkan potensi santri dalam



ilmu



pengetahuan



dan



teknologi.



Kurikulum



pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA mengikuti kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional dengan menambah Bahasa Arab untuk semua tingkatan, Bahasa Jepang untuk tingkat SMP dan Bahasa Mandarin untuk tingkat SMA.



115



Pendidikan umum di Ar-Risalah secara kontinyu berhasil mengirimkan siswanya study ke Negara Amerika Serikat mulai th. 2007 M hingga saat ini. Mendelegasikan dua siswa dalam program pertukaran pelajar dan budaya ke Negara Jepang. Dan di samping itu prestasi akademik SMA Ar-Risalah sampai saat ini selalu lulus 100 % dan menjadi sekolah swasta terbaik di Kota Kediri.



PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO PAGUNG SEMEN KEDIRI



Cabang berawal sebidang yang



dibeli



Lirboyo kemudian tahun



ini dari tanah PP yang di 1989



didirikan sebuah musholla yang pembangunannya dikoordinir oleh K. Mahrus Aly Manshur dari Kuningan, Kanigoro, Blitar. Tahun 1991 K. Mahrus Aly Manshur diberi amanat dari Pengasuh PP Lirboyo untuk mengasuh dan mengembangkan 116



PP Pagung, Di tahun ini pula -tepatnya Juli 1991- MHM Pagung cabang Lirboyo berdiri. Mulanya madrasah ini hanya terdiri dari dua kelas dan diajar oleh K. Mahrus Aly Manshur beserta istri dengan dibantu pengajar dari PP Lirboyo. Jadwal belajar mengajarnya seminggu empat kali setelah Zhuhur Untuk menampung siswa yang sekolah umum dan bekerja siang hari, maka dibukalah Madrasah Ibtidaiyah malam hari. Lima tahun kemudian dibuka pula Madrasah Tsanawiyah dan Jadwal kegiatan belajanya ditambah dua jam. Tahun 1999 Madrasah Aliyah dibuka dan jam sekolah ditambah menjadi enam hari dalam seminggu. Mulai tahun ini pula (hingga sekarang) PP. Pagung diasuh oleh K. M Salim Thobroni dari Bulusari, Tarokan, Kediri (Mustahiq MHM Lirboyo tahun 1997) karena pada malam Rabu tanggal 22 April 1999 K. Mahrus Aly Manshur beserta istri harus kembal ke Blitar. Pada tahun 2002 dibentuk Majelis Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (M3HM) Pagung, organisasi yang khusus mengkoordinir kegiatan musyawarah, muhafazhah



117



umum, pembuatan KTK, penerbitan Majalah Dinding, penataran M3HM dan kegiatan lainnya yang itu semua tidak lain demi meningkatkan kualitas santri. Dan saat ini (2011), PP Pagung dihuni oleh 164 santri dengan lebih dari 20 orang pengajar.



PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO TUREN MALANG



Selain di Pagung, PP Lirboyo juga membuka cabangnya di Malang, tepatnya di



daerah



Turen.



Pesantren



ini



bermula tahun



ketika 1990



Dr.



Suprapto



Syamsi



(dokter



tentara



karyawan PT. PINDAD) mewakafkan tanahnya kepada PP Lirboyo. Setelah ikrar wakaf tanah seluas 3200 m2 tersebut diterima Pengasuh PP Lirboyo KH. A. Idris Marzuqi, maka dibentuklah panitia pembangunan. Setelah pembangunannya selesai mulailah diupayakan untuk menempatkan pengajar di 118



Pondok Turen. Namun setelah dicoba sampai tiga kali, pengajar yang ditempatkan disana selalu tidak betah. Sehingga pada tahun-tahun selanjutnya bangunan itu kosong tanpa berpenghuni. Atas usul KH. Makshum Jauhari dan disetujui oleh anggota Sidang BPK tahun 1997, akhirnya disepakati untuk memberikan amanat kepada Romadhon Khotib (alummi Lirboyo tahun 1995 asal Bener, Purworejo, Jateng) untuk menempati tanah wakaf tersebut, agar bisa memberi kemanfaatan bagi yang mewakafkannya. Sedangkan mengenai ada yang belajar atau tidak bukanlah target utama. Bersama istrinya, Shofiyaturrosyidah dan ketiga santri dari Mlandi, Garung, Wonosobo, beliau berangkat ke Malang setelah sebelumnya mendapat restu dari KH. A. Idris Marzuqi. Seiring bertambahnya usia, Pesantren yang berada di Jalan Provinsi yang menghubungkan Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang ini, sarana dan prasarana pondok ini semakin meningkat, baik segi fasilitasnya maupun jumlah santrinya.



Bisa



dibilang



pesantren



ini



cepat



dalam



perkembangannya. Sampai tahun 2003-2004 bangunan yang ada antara lain Masjid, Mushalla angkring, rumah kediaman 119



untuk mengaji putri, dua kamar santri putri, lima kamar santri putra, gudang, dan pagar tembok keliling. Dan di tahun 2011 ini, PP Lirboyo Cabang Turen Malang Jawa Timur dihuni oleh 22 orang santri.



PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO SIDOMULYO BLITAR



Awalnya bermula



dari



seorang dermawan yang tergugah membantu kebutuhan masyarakat dalam hal agama. Sebagai wujud kepeduliaannya, Hj Tasminingsih binti Karto Thalib, penduduk asli desa Sidomulyo Kecamatan Bakung Blitar (sebuah daerah di Blitar yang pada era 80-an marak dengan misi kristenisasi yang berkedok



bantuan



pada



nelayan),



120



mewakafkan



tanah



peninggalan ibunya dan rumahnya seluas 20 x 50 m2 kepada KH. Habibulloh Zaini untuk kepentingan dakwah. Bersama KH Ahmad Mahin Thoha, beliau menerima tawaran tersebut dan menyempatkan diri melihat kondisi tanah wakaf. Dan selanjutnya beliau mengamanatkan kepada Abdul Rahman (tamatan MHM Lirboyo tahun 1999) untuk berdakwah di sana. Hari Ahad tanggal 11 Rabiul Tsani 1425 H/2004 M. Abdul Rahman memasuki desa Sidomulyo dengan diantar oleh pengasuh PP Lirboyo dan para pengajar MHM. Sejak saat itulah dia memulai perjalanan dakwahnya di desa tersebut. Dan pada tanggal 04 Desember 2004. bersamaan dengan acara halal bi halal dengan masyarakat, pondok pesantren ini diresmikan oleh KH Imam Yahya Mahrus dengan nama Pondok Pesantren Lirboyo Sidomulyo dan ditetapkan sebagai salah satu pondok cabang Lirboyo yang saat ini memiliki 41 orang santri. Saat ini, Pondok Pesantren Lirboyo cabang Sidomulyo Bakung Blitar ini di asuh ofeh Ustad M. Syahson dari trenggalek, purna Mustahiq pada tahun 2006, adapun jumlah santri yang sedang menuntut ilmu di Pondok ini sekitar 97 orang, terdiri darisantri TPQ, remaja dan majelis Ta'lim. 121



INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI



Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) adalah perubahan nama



dari



Universitas islam Tribakti (UIT) Kediri yang berdiri pada tanggal



9



Muharram 1386H bertepatan dengan tanggal 30 April 1965 M. dan diresmikan pembukaannya oleh Menteri Agama RI saat itu yakni Bapak Prof. KH Syaefuddin Zuhri, pada tanggal 9 Rajab 1386 H bertepatan dengan tanggal 25 Oktober 1966 M dengan 2 (dua) Fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah. Demikian awal sejarah berdirinya Universitas Islam Tribakti (IT) Kediri. Untuk memperkuat eksistensi lembaga pendidikan tinggi tersebut pendiri UIT membentuk Badan Wakat tepatnya pada tanggal 4 Juli 1967 dengan dua tujuan pokok; 122



1. Mengembangkan ilmu pengetahuan Islam Indonesia 2. Membantu Universitas Islam Tribakti dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Dalam perkembangan selanjutnya UIT Kediri mendapat status Diakui dengan SK. Menteri Agama RI. Nomor 178Tahun 1970 untuk dua fakultas, Syari'ah dan Tarbiyah dengan program Sarjana Muda. Sejak tanggal 8 Shofar 1409 H. bertepatan dengan 19 September 1988 UIT berubah nama menjadi Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri berdasarkan surat Kopertais WiL. IV Surabaya Nomor: 123/1/Kop. Wil IV/88 tertanggal 19 September 1988. Pada saat terjadinya perubahan nama, dari Universitas Islam Tribakti (UIT) Kediri menjadi Institut Agama Islam Tribakti (1AIT) Kediri, lembaga ini membuka lagi 1 (satu) Fakultas yaitu Fakultas Dakwah dan mengadakan Program Strata Satu untuk seluruh fakultas, sejak itu Tribakti memiliki tiga fakultas, yaitu: 1. Fakultas Syari'ah 2. Fakultas Tarbiyah 3.Fakultas Dakwah 123



Perubahan nama tersebut didasarkan pada keputusan Menteri Agama RI. Nomor: 42 tahun 1988 tentang lembaga Perguruan Tinggi Agama Swasta dan Surat Binbaga Islam di Jakarta, Nomor: E.IlI/PP009/AZ/3041/88, tertanggal 25 Juli 1988 perihal perubahan nama PTAIS dengan PTAIN, baik pembinaan yang terkait dengan aspek akademik maupun non akademik. Kesamaan pola pembinaan IAIT Kediri dengan IAIN yang cukup menonjol adalah dalam pembinaan kurikulum dan jenis-jenis fakultas serta jurusannya. Kurikulum Institut Agama Islam Tribakti (TAIT) Kediri harus mengikuti kurikulum fakultas



sejenis



pada



IAIN



dengan



tidak



mengabaikan ciri khas IAIT Kediri. Demikian pula jurusanjurusan pada fakultas di lingkungan IAIT Kediri mengambil sebagian jurusan-jurusan pada fakultas sejenis dilingkungan IAIN Pola pembinaan tersebut, pada dasarnya mengarahkan agar IAIT Kediri tahap demi tahap memiliki bobot dan mutu yang setara dengan IAIN, sehingga lulusan IAIT Kediri berhak memperoleh penghargaan yang sama dengan lulusan IAIN. Dengan demikian IAIT Kediri dapat melaksanakan tanggung Jawabnya



melalui



peran



sertanya



dalam



meneruskan,



mengembangkan serta mengamalkan ilmu pengetahuan agama 124



Islam dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Usaha pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah mencakup bantuan, bimbingan dan penyantunan yang meliputi berbagai kegiatan perencanaan, standarisasi, pengaturan dan perizinan PTAIS baru, pengawasan, penilaian dan bantuan yang dilaksanakan terhadap lembaga maupun program. Hal ini tidak berarti mengurangi peran dan tanggung jawab IAIT Kediri untuk berkembang dengan kekuatannya sendiri sesuai dengan ciri khas IAIT Kediri.



125



KALAM HIKMAH MASYAYIKH LIRBOYO



* Yang penting NGAJI !!! Walaupun anaknya seorang tukang ngarit tapi mau ngaji, ya akan pinter. Anaknya orang alim tapi tidak mau ngaji, ya tidak akan pinter. YANG PENTING NGAJI SING TENANAN. - K.H Abdul Karim * Doakan aku supaya jangan dulu meninggal sebelum bisa puasa selama 9 tahun seperti Mbah Khalil. Dan doakan aku juga supaya diakui santrinya Mbah Khalil. 126



- K.H Abdul Karim * Yang dinamakan santri yang manfaat ilmunya adalah santri yang ilmunya bisa menuntun mereka meraih ridho Allah. Masalah keadaan tiap-tiap santri di rumahnya kelak, terserah gusti Allah. - K.H Marzuqi Dahlan * Jangan sekali-kali kalian menyakiti hati orang tua. terlebih-lebih ibu. Karena menyebabkan ilmunya tidak bermanfaat. - KH. Marzuqi Dahlan * Jika ingin tujuanmu tercapai, jangan makan nasi alias ngerowot. - K.H Marzuqi Dahlan



* Banyak dan sedikitnya ilmu itu sebuah amanat jadi harus disebarkan. - K.H Marzuqi Dahlan * Ingat kalau kamu jadi pemimpin, tolong hindari 2 masalah. Pertama, jangan sampai mata duitan. Kedua, jangan 127



tergoda perempuan. Kalau bisa bertahan dari dua hal ini insyaallah selamat. - K.H Mahrus Ali * Ngajarlah ngaji !!! Kalau nanti kamu tidak bisa makan, kethoken kupingku. - K.H Mahrus Ali * Nabi Sulaiman itu sukses dalam 90 th dan Nabi Nuh sukses dalam waktu 900 th. Tetapi di dalam Al Quran yg disebut ulul 'azmi adalah Nabi Nuh. Ini menunjukkan perjuangan dilihat dari kesulitan, bukan dari jumlah murid. - K.H Mahrus Ali * Saya dulu waktu di pondok tidak pernah membayangkan akan jadi kyai, tidak pernah membayangkan akan menjadi orang kaya. Akhirnya menjadi orang mulia seperti ini saya takut. Jangan-jangan bagian saya ini saja, diakhirat tidak dapat bagian apa-apa. - K.H Mahrus Ali



ibu.



* Kalau ingin hidup mulia hormati orangtua, khususnya



128



- K.H Mahrus Ali * Orang yang mempunyai ilmu sambil di riyadlohi dengan yang tidak di riyadlohi itu hasilnya beda. Riyadloh yang paling utama adalah istiqamah. - K.H Mahrus Ali * Orang ingin sukses itu kuncinya menghormati istri. - K.H Mahrus Ali



* Barang siapa yang tidak mati karena pedang, maka ia akan mati dengan sebab musabab lain. Sebab musabab kematian itu banyak, namun mati cuma sekali. - K.H Maksum Jauhari



*Banyak orang yang ilmunya sedang-sedang saja Tapi betapa hebat manfaat & barokahnya karena ditunjangi oleh sifat tawadhu’ dan banyak khidmah tholabul ‘ilmi. - KH. Makshum Jauhari



* Menghormati guru harus menghormati apa yang dimiliki guru.



- K.H Maksum Jauhari 129



* Empat perkara untuk menjadi hamba Allah yang haqiqi adalah adab, ilmu, sidqu, dan amanah. - K.H Imam Yahya Mahrus



* Santri kok pacaran berarti santri gadungan. Pernikahan yang berangkat dari pacaran biasanya tidak bahagia, karena saat pacaran yang di perhatikan hanya kebaikannya saja. Dan yang jelas menurut Islam pacaran itu dilarang. - K.H Ahmad Idris Marzuqi * Walaupun dirumah sudah menjadi tokoh masyarakat, bahkan menjadi wali. Kalau belum mengajar, masih kurang disenangi oleh mbah Abdul Karim. -KH. Ahmad Idris Marzuqi * Orang yang ahli baca shalawat dzuriah dan anaknya akan gampang menjadi orang alim. Shaleh akhlaq dan tingkah lakunya. Kecerdasannya itu lain - K.H Ahmad Idris Marzuqi * Ketika belajar di lirboyo jangan pernah putus asa apapun yang terjadi. 130



- K.H Ahmad Idris Marzuqi * Santri kalau pulang harus bisa menjadi seperti paku yang bisa menyatukan berbagai lapisan masyarakat, MESKIPUN DIRINYA TAK TERLIHAT.



- K.H Abdul Aziz Manshur * Lisan hanya wasilah, dakwah sebenarnya (dengan) hati. -KH. Abdul Aziz Manshur * Jangan dikira umat islam benci dengan orang budha, tapi maksudnya.yang dibenci adalah agamanya. - KH. Abdul Aziz Manshur



* Berbuatah kebaikan sesuai dengan keahlianmu. - KH. Abdul Aziz Manshur



* Kekuatan manusia terbatas. kewajiban kita, ikhlas dan berdoa. jangan cuma, "Saya harus bisa begini" - KH. Abdul Aziz Manshur



* Puncak dari segala kenikmatan adalah meninggal dalam keadaan menetapi iman dan Islam. 131



- KH. Abdul Aziz Manshur * Birrul walidain itu caranya bukan berarti orangtua kok di gendong ke sana ke sini. Tapi yang terpenting jangan menyakiti hati orangtua. - K.H Anwar Manshur * Hidup didunia ini kok terkena cobaan, jangan heran. itu sudah menjadi ketentuannya. - KH. Anwar Manshur * Amalkanlah ilmu yang kalian peroleh sambil tetap mencari ilmu.Karna mencari ilmu itu tetap diwajibkan sampai akhir hayat. - KH. Anwar Manshur * Kita hrs benar-bemar ikhlas dalam berjuang. Jangan sampai mengharapkan pamrih dari segala sesuatu yang kita sumbangkan kepada msyarakat & bangsa. - KH. Anwar Manshur * Harganya seseorang adalah ilmu dan pengamalannya. - K.H Anwar Manshur



132



* Sebaik-baiknya orang itu, orang di ajak maling, malingnya malah sadar. Sejelek-jeleknya orang, orang di ajak maling malah ikut jadi maling. Jangan mudah terbawa zaman, sekarang sudah tidak karuan. Jangan ikut-ikutan tidak karuan. - K.H Anwar Manshur



* Orang sukses dan alim tentu ada hubungan dengan orangtua dan kakeknya. - K.H Abdullah Kafabihi Mahrus * Perjuangan membutuhkan pengorbanan. kejayaan membutuhkan perjuangan. - KH. Abdullah Kafabihi Mahrus



* Syaithon mengoda dengan cara apapun. Kadang dengan pemikiran. Ini yang berbahaya, maka tafakkur harus didasari ilmu. - KH. Abdullah Kafabihi Mahrus * Yang bertanggung jawab terhadap NU adalah santri, karena NU lahir dari kalangan pesantren.



- K.H Abdullah Kafabihi Mahrus 133



* Yang serius belajarnya !!! Mumpung masih muda. Kalau sudah tua pasti nambah repot, karena tidak ada orang tua yang tidak repot. - K.H Habibullah Zaini * Jangan takut ketika tidak bisa bekerja, tapi takutlah ketika hanya bisa bekerja. Pendidikan di lirboyo bukan untuk bekerja, tapi untuk dakwah. - K.H Ma'ruf Zainuddin * Harus punya tanggung jawab, kewajiban orang yang mencari ilmu harus belajar. Kewajiban orang yang mempunyai ilmu harus mengajar. - KH. Ma'ruf Zainuddin * Ilmu itu amanah, harus dipegang teguh dan disampaikan kepada yang berhak. - KH. Rofi'i Ya'kub. Diedit ulang seperlunya dari berbagai sumber oleh M. Ubaidillah Arsyad, Bermi Gembong Pati, Kamis, 7 November 2019 M.



134



‫ واهدان احلسىن حبرمتهم‬# ‫رب فانفعنا بربكتهم‬ ‫ ومعافاة من الفنت‬# ‫وأمتنا ىف طريقتهم‬ Tuhanku berilah manfaat kepada kami dengan barokah mereka, dan tunjukkan kepada kami kebajikan dengan berkat kehormatan mereka. Dan matikanlah kami dalam jalan mereka, serta selamatkanlah kami dari fitnah.



‫وصلى هللا وسلم على سيدان حممد وعلى اله وصحبه أمجعني واحلمد هلل رب العاملني‬



135



136



137



138



139



140