3BSTR Keperawatan - Kelompok4 - Makalah Patofisiologi, Farmakologi Dan Terapi Diet [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET PADA KASUS KRITIS DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DAN ENDOKRIN



DISUSUN OLEH:



Ni Komang Widyastuti



(P07120219051)



Luh Gede Afsari Eka Putri



(P07120219054)



Kadek Wiryanti



(P07120219061)



Ni Putu Ayu Penny Sartika



(P07120219070)



Kadek Ena Ardiyanti



(P07120219075)



Ni Luh Sulistia Dewi



(P07120219081)



Kadek Phalya Kamalaputri



(P07120219089)



Ni Putu Nanda Aura Nhaha Putri Yasa



(P07120219090)



Ni Made Dwinda Permata Anandhi



(P07120219092)



I Wayan Yogik Prayoga



(P07120219095)



Kelas



: 3B/S.Tr Keperawatan



KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah Patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada kasus kritis dengan gangguan sistem. pencernaan dan endokrin ini dapat kami selesaikan Makalah Patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada kasus kritis dengan gangguan system. pencernaan dan endokrin ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada dosen atau mahasiswa yang bersangkutan. Dalam makalah ini disajikan informasi mengenai hasil pembelajaran dan pemahaman kami mengenai Patofisiologi, farmakologi dan terapi diet pada kasus kritis dengan gangguan system. pencernaan dan endokrin yang digunakan dalam dunia keperawatan. Tentunya, tidak ada gading yang tidak retak, makalah ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis harapkan agar menjadi pedoman di masa yang akan datang. Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih.



Denpasar, 29 Januari 2022



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3 BAB I .............................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4 1.1.



Latar Belakang ................................................................................................................. 4



1.2.



Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5



1.3.



Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 5



BAB II ............................................................................................................................................ 6 PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6 2.1. Kasus Kritis Gangguan Sistem Pencernaan (Gastrointestinal) ............................................ 6 2.1.1 Perdarahan Gastrointestinal Akut ................................................................................... 6 2.1.2.Perdarahan Gastrointestinal Bawah .............................................................................. 11 2.1.3.Obstruksi Usus Halus ................................................................................................... 12 2.1.4 Obstruksi Kolon ............................................................................................................ 15 2.1.5 Pankreatitis Akut ........................................................................................................ 16 2.2.



Kasus Kritis Gangguan Sistem Endokrin ....................................................................... 21



2.2.1 Disfungsi Kelenjar Hipofisis ........................................................................................ 22 2.2.2 Disfungsi Tiroid ............................................................................................................ 24 2.2.3 Disfungsi Kelenjar Paratiroid ....................................................................................... 30 2.2.4.Disfungsi Kelenjar Adrenal (Krisis Adrenal) ............................................................... 32 2.2.5.Disfungsi Hormon Antidiuretik .................................................................................... 34 2.2.6.Kegawatan Diabetik ..................................................................................................... 36 BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 40 3.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 40 3.2. Saran ................................................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 42



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah,



infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan yang memberikan gejala seperti gastroenteritis, konstipasi, obstipasi maupun ulkus. Gangguan pencernaan ini banyak disebabkan



oleh



sebagian



besar



enterobacteriaceae,



namun



tidak



semua



enterobacteriaceae dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti proteus mirabilis yang merupakan flora normal usus manusia dapat menjadi patogen bila berada di luar usus manusia dan mengenai saluran kemih (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2010). Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran cerna ini, para peneliti banyak meyakini bahwa penggunaan obat farmakologi seperti larutan probiotik dapat mencegah infeksi saluran cerna (WHO, 2001). Lactobacillus adalah salah satu bakteri yang di golongkan sebagai bakteri probiotik. Lactobacillus merupakan flora usus normal sehingga aman untuk digunakan sebagai probiotik dan Lactobacillus dapat melewati asam lambung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minuman probiotik dalam menghambat pertumbuhan berbagai bakteri intestinal in vitro. Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan



hormon



yang



tersirkulasi



di



tubuh



melalui



aliran



darah



untukmempengaruhi organ-organ lain. Sistem endokrin disusun oleh kelenjarkelenjarendokrin. Kelenjar endokrin mensekresikan senyawa kimia yang disebut hormon. Hormon merupakan senyawa protein atau senyawa steroid yang mengatur kerja proses fisiologis tubuh. Kelenjar endokrin dalam tubuh terdiri dari kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal,kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar pineal, dan pulau langerhans pada pankreas. Namun, kadar yang tepat yang dapat menyebabkan gejala sangat bervariasi antara satu orang dan orang yang lain dan kadar serendah 30 sampai 35 mg/ dl biasa terjadi (mis., selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala apapun yang terjadi pada pasien diabetes jangka panjang.



1.2.



Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari gastrointestinal akut? 2. Apa pengertian dari perdarahan gastrointestinal bawah? 3. Apa pengertian dari obstruksi usus halus? 4. Apa pengertian dari obstruksi kolon? 5. Apa pengertian dari pankreatitis akut? 6. Apa penyebab dari gangguan system endokrin? 7. Apa pengertian dari kegawatan diabetes?



1.3.



Tujuan Penulisan 1. Untuk memaparkan pengertian dari gastrointestinal akut 2. Untuk memaparkan pengertian dari perdarahan gastrointestinal bawah 3. Untuk memaparkan pengertian dari obstruksi usus halus 4. Untuk memaparkan pengertian dari obstruksi kolon 5. Untuk memaparkan pengertian dari pankreatitis akut 6. Untuk mengetahui penyebab dari gangguan system endokrin 7. Untuk memaparkan pengertian dari kegawatan diabetes



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kasus Kritis Gangguan Sistem Pencernaan (Gastrointestinal) 2.1.1 Perdarahan Gastrointestinal Akut a. Pengertian Perdarahan gastrointestinal akut merupakan kedaruratan medis yang sering terjadi dan berpotensi mematikan yang dijumpai pada orang yang dirawat di ruang perawatan intensif (ICU). Terdapat 300.000 kasus perawatan di rumah sakit setiap tahunnya akibat perdarahan gastrointestinal akut di Amerika Serikat. Angka kematian sebesar 10% akibat perdarahan gastrointestinal akut terus bertambah selama setengah abad meskipun telah ada kemajuan diagnosis dan terapi. Kematian jarang disebabkan oleh kehilangan darah yang banyak tetapi lebih banyak disebabkan oleh kekambuhan penyakit medis yang lain. Pengenalan dan pengobatan pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal akut dengan tepat membutuhkan sebuat kerja sama tim. Perdarahan gastrointestinal akut dibagi menjadi perdarahan gastrointestinal atas dan perdarahan gastrointestinal bawah. Ligament Treizt pada taut duodenum dan jejunum adalah pembagi anatomic anatara saluran gastrointestinal atas dan saluran gastrointestinal bawah. Perdarahan gastrointestinal atas terjadi bersumber dari esofagus, abdomen, atau duodenum. Perdarahan gastrointestinal bawah terjadi bersumber dari jejunum, ileum, kolon, atau rectum.



b. Etiologi 1. Varises esofagus Hipertensi porta biasanya terjadi akibat sirosis, dari peningkatan tahanan di dalam sistem vena porta yang disebabkan oleh gangguan struktur lobular hati normal. Tahanan ini menghambat aliran darah ke did alam dan dari hati. Sebagai respons terhadap hipertensi porta terbentuk vena kolateral untuk memintas peningkatan tahanan porta sebagai upaya mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Seiring peningkatan tekanan di dalam vena ini, aliran darah menjadi berkelok-kelok dan melebar membentuk varises atau varikosa. Varises dapat terajdi di dalam esofagus, lambung, duodenum, kolon, rectum, atau anus. Lokasi varises yang secara klinis paling signifikan adalah pada taut gastro-esofagus karena kecenderungan terajdi rupture varises pada area ini, menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang massif. 2. Lesi Mallory-Weiss Lesi Mallory-weiss terjadi pada sekitar 10% sampai 15% perdarahan gastrointestinal atas aku. Lesi Mallory-weiss adalah laserasi yang terajdi pada esofagus distal, pada taut gastroesofagus, dan pada kardia lambung. Perdarahan dari lesi Mallory-weiss terjadi Ketika lesi mengenai bantalan vena atau arteri dibawahnya. Keadaan ini berhubungan erat dengan konsumsi alcohol yang banyak atau saat pesta minum dan terdapat Riwayat muntah yang berat atau batuk hebat, pasien penderita hipertensi porta memiliki peningkatan Risiko perdarahan akibat lesi Mallory-Weiss. 3. Sindrom erosif terkait stress Sindrom erosif terkait-stress yang disebut juga gastritis erosif, ulkus stress, dan gastritis hemoragi adalah penyebab umum perdarahan gastrointestinal akut pada apsien sakit kritis. Ulkus stress dibedakan dengan ulkus karena penyakit ulkus peptikum, ulkus stress cenderung lebih banyak, lebih dangkal, dan lebih tersebar. Ulkus ini dapat terjadi pada lambung, duodenum, serta esofagus dalam beberapa jam cedera. Ulkus stress biasanya dangkal dan menyebabkan rembesan dari kapiler permukaan, tetapi dapat mengikis submukosa dan menyebabkan perdarahan masif.



Risiko munculnya ulkus stress bergantung pada keparahan dan tipe penyakit. Gambaran umum faktor Risiko ini berhubungan dengan stress fisiologis, penurunan perfusi mukosa lambung adalah kemungkinan mekanisme utama pembentukan ulkus. Hal ini berperan menyebabkan gangguan sekresi mucus, pH mukosa yang rendah, lambatnya regenerasi sel mukosa, dan penurunan toleransi terhadap sekresi asam lambung. Perdarahan gastrointestinal akut karena sindrom erosif terkait-stres berhubungan dengan tingginya agka mortalitas. 4. Ulkus peptikum Penyakit ulkus peptikum, yang meliputi ulkus lambung dan ulkus duodenum, terjadi pada sekitar 50% perdarahan gastrointestinal atas akut. Sel epitelium mukosa gastroduodenum dilindungi dari potensi efek merusak sekresi lambung, obat-obatan, alcohol, dan bakteri oleh berbagai mekanisme perlindungan. Sel-sel ini mensekresi musin, fosfolipid, dan bikarbonat yang menciptakan suatu gradien pH antara lumen lambung yang asam dan permukaan sel. Prostaglandin meningkatkan perlindungan mukosa ini dengan meningkatkan sekresi mukosa, meningkatkan produksi bikarbonat, mempertahakan aliran darah mukosa, dan meningkatkan ketahanan aliran darah mukosa, dan meningkatkan ketahanan sel gastro-duodenum terhadap cedera. Selain itu, taut intraseluler diantara sel epitel menahan difusi. Ketikanfaktor perlindungan ini terbebani oleh berbagai faktor yang agresif, integritas mukosa lambung atau duodenum terganggu, yang dapat menyebabkan penyakit ulkus peptikum yang terajdi akibat mengikis dinding pembuluh darah. 5. Lesi dieulafoy Lesi dieulafoy merupakan malformasi vaskular pada arteri submucosa yang besarnya abnormal, yang terletak amat dekat dengan permukaan mukosa. Lesi dieulafoy dapat dijumpai dimanapun di dalam saluran gastrointestinal tetapi lebih sering dijumpai pada lambung bagian proksimal. Karena ukuran arteri yang besar, perdarahan berhenti, lesi dieulafoy dapat sulis diiedentifikasi karena tidak ada ulkus yang berhubungan. c. Patofisiologi Pada pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal akut atas memiliki gambaran klinis yang sesuai dengan jumlah perdarahan. Pasien yang mengalami perdarahan minimal dapat terlihat anemia dan tidak ada gejala yang lebih parah, sedangkan



pasien yang mengalami perdarahan cepat serta hebat dapat memperlihatkan tanda dan gejala syok. Jika perdarahan melepaskan epinefrin katekolamin dan norepinefrin, yang pada awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer sebagai upaya mempertahankan tekanan darah yanga dekuat. Pada kondisi ini, dapat terjadi perubahan ostostatik (penurunan tekanan darah lebih dari 10 mmHg yang disertai dengan peningkatan frekuensi jantung 20 kali/menit pada posisi duduk atau berdiri). Hipotensi ortostatik mengindikasikan kehilangan darah lebih dari 1.000 ml. Pelepasan katekolamin memicu konstriksi pembuluh darah di kulit, paru, usus, hati, dan ginjal, yang meningkatkan volume aliran darah ke otak dan jantung. Karena penurunan aliran darah di kulit, kulit penderita akan dingin bila diraba. Karena penurunan aliran darah ke paru terajdi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. Tanda klasik perdarahan gastrointestinal adalah hematemesis, hematokezia, dan melena. Pasien yang mengalami perdarahan akut gastrointestinal atas biasanya memperlihatkan adanya hematemesis, muntah darah segar, mengeluarkan feses hitam seperti ter dan lengket. Hematemesis bersumber di atas ligament treitz. Peristaltik balik jarang menyebabkan hematemesis jika perdarahan bersumber dibawah area ini. Hematemesis terjadi akibat pemisahan Sebagian darah akibat kontak dengan sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang menjadi hematin coklat, yang menyebabkan tampilan drainase endapan kopi. Darah berwarna merah terang atau merah marun adalah akibat perdarahan hebat serta sedikit kontak dengan asam lambung. d. Penatalaksanaan Resusitasi bertujuan untuk stabilisasi hemodinamik.Pada pasien dengan perdarahan aktif pertimbangkan pemasangan kateter intravena dua atau lebih ukuran minimal 18-G. Berikan pada pasien tersebut infus NaCl 0.9% atau larutan kristaloid lainnya dalam 30 menit pertama sebanyak 500 cc atau lebih untuk mempertahankan tekanan darahnya sambil mempersiapkan tranfusi bila diperlukan. Penderita diberkan transfusi bila dalam kondisi hemodinamik tidak stabil atau syok, perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan masif,perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit rendah (20 -25%), hemoglobin < 7g%,terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun. Perlu diketahui bahwa hematokrit untuk memperkirakan jumlah



perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstra vaskuler selesai 24- 72 jam (Adi 2007). Pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal akut atas harus dipuasakan karena mungkin dibutuhkan endoskopi atau pembedahan secepatnya. Kateter Foley dipasang untuk memantau haluaran urin sebagai indikasi keadekuatan resusitasi cairan. Resusitasi volume, pasien yang menderita perdarahan gastrointestinal akut perlu segera dipasang akses intravena (IV) menggunakan minimal dua kateter IV berukuran besar (14 sampai 16) atau akses sentral. Pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang harus dikirimkan segera pada kasus perdarahan karena kehilangan darah lebih dari 1.500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan. Selama menunggu hasil pencocokan, pasien diberikan cairan ringer laktat atau salin normal diinfuskan untuk mengembalikan volume sirkualsi dna mencegah syok hipovolemik yang lebih berat. Obat vasoaktif jarang digunakan sampai keseimbangan ciran pulih untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi ke organ vital. Dopamine, epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-obatan yang dapat diberikan untuk menstabilkan pasien sampai perawatan definitif dapat dilakukan. Intubasi nasogastrik, Slang nasogastrik berukuran besar dipasang pada semua pasien yang mengalami perdarahan gastrointestinal untuk aspirasi dan bilas isi lambung. Slang nasogastric juga berguna untuk dekompresi dan bilas. Bilas membantu membersihkan darah dari lambung, yang membantu mengidentifikasi sumber perdarahan selama endoskopi. Bilas harus dilakukan dengan air biasa atau salin 250-500 ml dialirkan melalui slang kemudia dibuang dengan spuit sampai sekresi lambung jernih. Slang nasogastrik biasanya dilepas setelah bilas lambung kecuali pasien masih mengalami perdarahan aktif atau mengalami mual dna muntah hebat, karena slang nasogastrik dapat mengiritasi mukosa lambung dan menyebabkan perdarahan. Terapi Penekan-Asam, Penggunaan inhibitor pompa proton dosis (omeprazole, lansoprazole, esomeprazole, pantoprazole, rabeprazol) untuk mempertahankan pH lambung lebih dari 4, pada kondisi ini telah menunjukkan keuntungan. Terapi penekanasam dengan obat antagonis-histamin (H ) (simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidine) dapat digunankan sebagai terapi profilaktik pada pasien yang berisiko tinggi mengalmai sindrom erosif terkait-stres.



2.1.2. Perdarahan Gastrointestinal Bawah a. Etiologi 1. Divertulosis Diverticula adalah penonjolan seperti kantong pada dinding kolon yang biasanya terjadi pada titik tembus arteri ke dinding usus. Pembuluh darah ini dipisahkan dari lumen usus halus hanya oleh mukosa sehingga mudah terjadi cedera. Perdarahan divertikulus terjadi pada 30% sampai 50% kasus perdarahan gastrointestinal bawah akut. Pada lansia divertikulus kolon terjadi pada 42% sampai 55% dari semua kasus perdarahan. Perdarahan divertikulus dapat massif, menyebabkan hemoragi. Factor risiko perdarahan divertikulus meliputi diet rendah serat, penggunaan aspirin, dan AINS, usia lanjut dan konstipasi.



2. Angiodiplasia Angiodiplasia disebut juga malformasi arterovenosa atau angioma, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan vena submucosa yang melebar dan berkelok-kelok, hubungan arteriovenosa kecil, atau pelebaran asteri. Dinding pembuluh darah kekurangan otot polos dan tersusun atas sel endotel.



b. Gambaran Klinis Perdarahan gastrointestinal bawah akut ditandai dengan adanya instabilitas hemodinamik dan terjadinya hematokezia. Pasien yang mengalami perdarahan divertikulus biasanya menunjukkan awitan hematokezia merah maroon atau merah terang yang tidak nyeri dan tiba-tiba, meskipun melena jarang terjadi. c. Penatalaksaan Pada keadaan emergensi: 1. Memperkirakan jumlah darah yang hilang, dan mencari sumber perdarahan. 2. Penilaian keadaan umum pasien (tensi,nadi,dan respirasi). 3. Kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi untuk semua penyebab baik polips, ulkus, ataupun fissure. 4. Transfusi darah bila perlu. 5. Pada keadaan perdarahan aktif, perlu dipasang iv-line 2 jalur. 6. Konsultasi bidang terkait (radiologi, bedah anak dan gawat darurat anak) Pengobatan: Pemberikan somatostatin sering digunakan jika perdarahan massif dan mengancan kehidupan yang diberikan bersama perbaikan hemodinamik. Antibiotika bila ada indikasi. 2.1.3. Obstruksi Usus Halus a. Pengertian Obstruksi usus merupakan gangguan aliran normal isi usus yang disebabkan oleh hal-hal di sepanjang saluran usus. (Price, SA&Wilson, LM., 2006). Obstruksi usus memiliki 2 jenis, yaitu: Non Mekanis (Ileus Paralitik) Gangguan aliran normal isi usus yang disebabkan adanya toksin atau trauma yang dapat memengaruhi pengendalian motilitas usus akan menghambat peristaltik usus. (Price, SA&Wilson, LM., 2006) dan Mekanis (Ileus Obstruktif) Gangguan aliran normal isi usus yang disebabkan oleh tekanan esktrinsik sehingga terjadi obstruksi usus. (Price, SA&Wilson, LM., 2006). b. Etiologi 1) Adhesi Merupakan perlengketan tunggal atau multipel di suatu tempat atau pun meluas. (Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong, 2017) Perlengketan tersebut terdiri dari jaringan



ikat yang tipis serta jaringan fibrosis yang lebih tebal, didalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah. (Binda, 2009) Kasus obstruksi usus akibat adhesi seringnya terjadi setelah minggu kedua dilakukannya operasi abdomen. (Behrman., et al, 2012). 2) Hernia Inkarserata Terjadi karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan strangulasi (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg jika ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera. (Novi Indrayani, Margaretha. 2013). 3) Askariasis Cacing Askariasis paling banyak hidup di jejunum yang jumlahnya mencapai ratusan. Obstruksi yang sering terjadi ada di ileum terminal karena tempatnya paling sempit. Dinding usus akan mengalami kontraksi dan di sekitarnya terjadi peradangan yang tampak di peritoneum bagian permukaan. Obstruksi biasanya disebabkan adanya gumpalan padat yang merupakan gabungan sisa makanan dan puluhan bahkan ratusan ekor cacing yang mati atau hampir mati. (Sjamsuhidajat, R&Wim, de Jong, 2017) Daerah usus yang dipenuhi cacing berisiko tinggi mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi. c. Patofisiologi Proses patofisiologi pada obstruksi usus memiliki kesamaan antara obstruksi usus mekanik maupun non mekanik. Hal yang dapat membedakan keduanya yaitu pada obstruksi non mekanik, sejak awal peristaltik mengalami hambatan namun pada obstruksi mekanik sejak awal peristaltik diperkuat, lalu intermitten, lalu perlahan menghilang. Kurang lebih 8 iter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari dan akan diasorbsi sebelum menuju kolon. Obstruksi usus terjadi karena adanya sumbatan pada lumen dan bakteri berkembang biak disana sehingga mengakibatkan terjadinya akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Hal ini dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Saat akumulasi berada di bagian distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Peningkatan tekanan yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Terjadinya hal tersebut



menyebabkan adanya retensi cairan di usus dan rongga peritoneum sehingga sirkulasi dan volume darah mengalami penurunan. Jika akumulasi terjadi di bagian proksimal akan mengakibatkan kolaps pada usus sehingga terjadi distensi abdomen. Kemudian terjadi penekanan vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga menurunnya aliran darah ke usus lalu iskemia dan terjadi nekrosis pada usus. Saat usus mengalami nekrosis akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin yang mengakibatkan perforasi. Terjadinya perforasi menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. Saat terjadi distensi abdomen, usus akan mengalami penurunan fungsi dan sekresi usus akan meningkat sehingga terjadi penumpukan di dalam lumen secara progresif yang menyebabkan terjadinya retrograde peristaltik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit, syok hipovolemik akan terjadi jika hal ini tidak ditangani. d. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis Jika memungkinkan, obstruksi terutama obstruksi inkomplet, ditangani secara medis bukan cara pembedahan. Pasien dipuasakan dan dipasangkan selang nasogastric untuk dekompresi lambung. Kebutuhan cairan dna elektrolit dipenuhi dengan RL atau NS lewat intravena berdasrkan hasil pengukuran tekanan vena sentral (CVP) dan hasil elektrolit. Foley dipasang untuk mengkaji penggantian cairan secara kontinu. Pada pasien penyakit ginjal atau jantung, CVP atau kateter arteri pulmonalis dapat memandu penggantian cairan. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan kondisi dalam 24 jam sampai 48 jam, atau jika terjadi demam atau nyeri lepas diindikasikan evaluasi bedah. Antibiotik spektrum luas segera diberikan ketika dicurigai terjadi sepsis atau strangulasi. 2. Penatalaksanaan Bedah Obstruksi komplet akut merupakan kedaruratan bedah. Obstruksi komplet akut diperkirakan terjadi Ketika pasien tidak dapat mengeluarkan gas dna feses serta pada pemeriksaan dengan sinar-x tidak terdapat udara di usus distal. Obstruksi komplet akut disertai risiko strangulasi usus. Prosedur pembedahan meliputi penghancuran pelekatan laparoskopik, reduksi volvulus, reseksi usus yang terkena dan area sekitar usus yang



mengalami gangguan suplai darah, dekompresi usus, dan kemungkinan ostomi. Pasien ini membutuhkan pembedahan kedua untuk mengkaji viabilitas usus. 2.1.4 Obstruksi Kolon a.



Etiologi Karsinoma, divertikulitis sigmoid, dan volvulus adalah tiga penyebab abstruksi kolon yang paling sering dan terjadi pada 90% kasus. Keganasan merupakan penyebab kanker kolon tersering di Amerika Serikat dan terjadi pada 50% kasus “Divertikulitis dapat menyebabkan struktur di dalam kolon yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis Volvulus (segmen usus saling terpelintir) menyebabkan 10%-15% obstruksi kolon”. Riwayat penggunaan laksatif dan riwayat konstipasi bisa terjadi pada pasien penderita volvulus.



b. Patofisiologi Ketika katup ileosekal kompeten, dapat terjadi obstruksi lengkung tertutup karena sekum tidak menekan cairan dan gas ke usus halus. Seiring penumpukan cairan dan gas terkumpul, tekanan ini melebihi tekanan kapiler. Ketika sekresi berpindah ke kolon maka terjadi dehidrasi. Pasien yang menderita obstruksi kolon mengalami perubahan pada flora usus dan translokasi bakteri di nodus limfe mesenterika. Hal ini merupakan penyebab tersering komplikasi sepsis pada obstruksi kolon. Pada beberapa kasus, sekum menjadi sangat terdistensi sehingga menghambat aliran darah intramural, yang dapat menyebabkan nekrosis dan gangren. Pada obstruksi kolon, flora normal kolon menghasilkan metana dan amonia, yang berperan dalam menyebabkan distensi. c.



Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien penderita obstruksi kolon bergantung pada derajat obstruksi, penyebab, adanya penyakit yang menyertai, adanya obstruksi lengkungtertutup, dan kompetensi katup iliosekal. Pasien penderita obstruksi kolon biasanya datang dengan nyeri dan distensi abdomen. Nyeri dapat berupa nyeri kolik atau hebat dan menetap. Jika terdapat peritonitis. Nyeri hebat yang menetap menunjukkan gangren usus. Jika terjadi muntah, muntah cenderung terjadi pada akhir proses obstruksi, terutama pada pasien yang memiliki katup iliosekal yang kompeten.



Pasien penderita volvulus dapat datang dengan awitan distensi abdomen mencolok yang tiba-tiba. Pasien penderita obstruksi akibat kanker kolon dapat mengalami perubahan pola defekasi atau perubahan ukuran feses. Ketika sekresi berpindah ke kolon maka terjadi dehidrasi. Pasien yang memiliki katup iliosekal yang kompeten dapat mengalami distensi yang lebih luas, yang meningkatkan risiko iskemia dab perforasi karena katup iliosekal yang inkompeten memungkinkan dekompresi ke dalam usus halus. Sebagian besar pasien yang mengalami obstruksi kolon mengeluh konstipasi, namun dapat terjadi diare jika feces bocor melalui obstruktif. Pasien mungkin mengeluh dispnea jika pengembangan diafragma terganggu oleh distensi abdomen. d. Penatalaksanaan Penanganan ileus berfokus pada penatalaksanaan penyebab utamanya. Karena ileus dapat terjadi sedemikian rupa seperti obstruksi mekanis, perlu untuk menyingkirkan penyebab mekanis. Penanganan biasanya terdiri atas perawatan suportif. Pasien penderita ileus biasanya di puasakan. Penggantian cairan dan elektrolit dipandu oleh statu klinis dan nilai laboratorium sesuai kebutuhan. Pengisap nasogastrik membatasi pengumpulan udara yang ditelan yang dapat menyebabkan distensi abdomen. Pengobatan yang memiliki efek membahayakan terhadap motilitas kolon sebisa mungkin dihentikan. Penggunaan laksatif dihindari karena agens ini menyediakan substrat untuk fermentasi bakteri, yang menyebabkan akumulasi gas yang lebih banyak. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan kondisi dalam 3 sampai 5 hari, dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab utamanya. Neostigmine terbukti efektif dalam mengobati ileus kolonik yang tidak berespon terhadap terapi konservatif. Obat prokinetik, seperti metoklopramid (reglan) dan eritromisin tidak terbukti efektif untuk terapi ileus. 2.1.5 Pankreatitis Akut Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas akut yang mengenai jaringan sekitarnya, organ yang jauh, atau keduanya. Pankreatitis akut dapat dapat ringan atau berat. Pada pankreatitis akut ringan, terdapat area nekrosis lemak di dalam dan disekitar sel pankreas, yang diikuti dengan edema interstisial. Pankreatitis akut ringan tidak menyebabkan disfungsi atau komplikasi organ dan penyembuhan biasanya mulus. Pada



pankreatitis akut berat menyebabkan komplikasi lokal dan sistemik. Insiden pankreatitis akut bervariasi pada berbagai populasi berdasarkan pervalensi faktor-faktor pencetus seperti konsumsi alkohol dan penyakit batu empedu. Insidensi pankreatitis akut di Amerika Serikat adalah 1 sampai 5 per 10 ribu orang “angka kematian akibat pankreatitis akut sekitar 10%”. a. Etiologi Terdapat berbagai penyebab pankreatitis akut. Batu empedu dan konsumsi alkohol yang berlebihan keduanya menyebabkan 70% hingga 80% kasus pankreatitis akut. Pankreatitis batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dan pankreatitis alkoholik lebih sering terjadi pada pria. Pankreatitis akut sering diikuti dengan episode ingesti banyak makan dan minum. Batu saluran empedu dan endapan saluran empedu juga merupakan pencetus pankreatitis akut karena keduanya melalui ampula vater. Berbagai obat, antara lain diuretik, sulfonamid, metronidazol, aminosalisilat, dan esterogen dapat memicu munculnya pankreatitis akut akibat racun metabolik atau reaksi obat. Hiperkalsemia dan hipertrigliseridemia adalah penyebab metabolikpankreatitis akut. Pankreatitis idiopatik dihubungkan dengan kehamilan, pemberian nutrisi parentral total, atau pembedahan mayor. Pankreatitis juga terjadi setelah trauma abdomen tumpul atau tembus atau setelah manipulasi endoskopik ampula Vater. Kemungkinan faktor pencetus yang lain adalah proses infeksi, seperti parotitis, infeksi stafilokokus, demam scarlet, dan infeksi virus, serta berbagai jenis divisum pankreas kongenital. Pankreatitis dapat terjadi sebagai serangan tunggal atau pasien dapat mengalami serangan ulangan. b. Patofisiologi Sel-sel asinus pankreas mensintesis dan mensekresi enzim pencernaan untuk membantu mengurai karbohidrat, lemak, dan protein. Pada kondisi normal, enzim-enzim ini tetap tidak aktif sampai enzim masuk ke duodenum. Pankreatitis akut terjadi ketika enzim pankreas telah aktif sebelum waktunya di dalam pankreas. Aktivasi dini ini menyebabkan autodigesti pankreas dan jaringan peripankreas. Mekanisme pasti bagaimana enzim pankreas ini teraktivasi dan bagaimana terjadinya otodigesti tidak diketahui dengan jelas, tetapi aktivasi tripsinogen menjadi tripsin sebagai bentuk aktifnya terlihat meningkatkan aktivasi enzim lain seperti elastase, kinase, dan fosfolipase A. Elastase dapat dapat menyebabkan pemutusan serabut elastis di dalam pembuluh darah.



Kinin yang teraktivasi menyebabkan vasodilatasi sistemik dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, yang menyebabkan edema. Fosfolipase A menyebabkan nekrosis pankreas dan jaringan lemak sekitarnya. Enzim pankreas, zat vasoaktif, dan hormon yang dilepaskan dari pankreas yang cedera menyebabkan rangkaian proses yang dapat menyebabkan efek sistemik dan komplikasi multipel. c. Gambaran Klinis Nyeri abdomen adalah tanda utama pankreatitis akut. Keparahan nyeri berhubungan dengan derajat pankreas yang rusak. Nyeri biasanya dirasakan di ulu hati atau periumbilikal, dengan penyebaran ke punggung, tetapi dapat juga menyebar ke tulang belakang, panggul, atau bahu kiri. Nyeri biasanya dirasakan tiba-tiba, sering kali dirasakan setelah makan banyak atau konsumsi alkohol dalam jumlah besar. Nyeri dapat menetap dan hebat, atau intensitasnya meningkat selama beberapa jam. Nyeri biasanya kambuh ketika pasien berbaring pada posisi supine dan biasanya nyeri reda ketika pasien duduk dan condong ke depan atau berbaring meringkuk. Mual, muntah tanpa redanya nyeri, takikardi, distensi abdomen, dan hipotensi adalah gejala lain yang sering terjadi. Demam derajat rendah dapat terjadi ataupun tidak. Demam yang menetap dapat mengidentifikasi komplikasi seperti peritonitis, kolesistitis, atau abses intraabdomen. Diagnosa pankreatitis akut sering kali sulit ditegakkan karena pankreatitis akut dapat menyerupai berbagai kondisi yang lain. Diagnosis bandingnya antara lain gastritis, perforasi duodenum atau ulkus lambung, obstruksi usus halus akut, ruptur pada kehamilan ektopik, krisis sel sabit, kolesistitis akut, oklusi arteri mesenterikal, dan ruptur aneurisma aorta. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien, hasil pengkajian riwayat, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiografi. d. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan Medis Perawatan konvensional pada pasien pankreatitis akut difokuskan pada penggantian cairan dan elektrolit untuk mempertahankan atau mengembalikan volume vaskuler dan keseimbangan elektrolit, penatalaksanaan nyeri, mengistirahatkan pankreas untuk mencegah pelepasan sekresi pankreas, dan mempertahankan status nutrisi



pasien. Observasi ketat dan penilaian klinis adalah dasar dari terapi dan penatalaksanaan. • Penggantian Cairan dan Elektrolit Kebanyakan pasien penderita pankreatitis akut membutuhkan infusi cairan IV untuk menggantikan cairan yang hilang melalui ruang ketiga dan penurunan volume intravaskular. Pasien pankreatitis akut berat dapat mengalami sekuestrasi cairan sampai 121 di dalam ruang retroperitoneum atau rongga peritoneum. Tujuan terapi adalah memberikan cukup cairan untuk mencapali volume sirkulasi yang memadai guna mempertahankan perfusi organ dan jaringan serta dan mencegah syok stadium akhir. Hipovolemia adalah penyebab utama kematian pada awal proses penyakit ketika resusitasi cairan gagal mengembalikan proses syok. Cairan koloid dan kristaloid, seperti albumin dan larutan Ringer laktat, digunakan untuk penggantian cairan. Pasien yang mengalami pankreatitis akut hemoragik juga membutuhkan sel darah merah kemasan untuk mengembalikan volume cairan. Penggantian cairan dievaluasi dengan memantau asupan dan haluaran cairan serta berat badan harian. Pasien yang mengalami penyakit yang lebih berat membutuhkan pemantauan hemodinamik disertai pengukuran tekanan baji kapiler pulmonalis (PCWP) atau tekanan vena sentral (CVP). Pasien penderita penyakit berat yang mengalami hipotensi yang tidak dapat berespons terhadap terapi cairan membutuhkan pengobatan untuk menyokong tekanan darah. Obat pilihan yaitu dopamin, yang dapat mulai diberikan pada dosis rendah (2 sampai 5 µg/kg/menit). Keuntungan obat ini adalah bahwa pada dosis rendah. obat ini mempertahankan perfusi ginjal dan pada saat bersamaan menyokong tekanan darah. Haluaran urine adalah pengukuran yang sensitif terhadap keadekuatan penggantian cairan dan haluaran urine harus dipertahankan agar lebih dari 30 ml/jam atau 0,6 ml/kg/jam. Tekanan darah dan frekuensi jantung juga merupakan alat ukur yang sensitif untuk mengetahui status volume. Pasien yang mengalami hipokalsemia berat harus dilakukan tindakan pencegahan kejang dan disiapkan alat bantuan pernapasan. Perawat bertanggung



jawab memantau kadar kalsium, memberikan larutan pengganti, dan mengevaluasi respons pasien terhadap pemberian kalsium tambahan. Pemberian kalsium diberikan melalul infus sentral karena pemberian melalui infus perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus dipantau terhadap adanya toksisitas; gejalanya meliputi letargi, mual, pemendekan interval QT, dan penurunan eksitabilitas saraf dan otot. Hipomagnesemia juga dapat terjadi sehingga magnesium juga perlu diganti. Kadar magnesium serum biasanya perlu dikoreksi sebelum kadar kalsium dapat kembali normal. Penggantian kalium perlu dilakukan di awal regimen pengobatan karena kalium hilang pada saat muntah dan sekuestrast cairan pankreas kaya kalium. Hiperglikemia



dihubungkan



dengan



gangguan



sekresi



insulin,



peningkatan pelepasan glukagon, atau peningkatan respons stres. Pada beberapa kasus,



hiperglikemia



dapat



dihubungkan



dengan



dehidrasi



dan



ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Skala pembanding insulin regular dapat diinstruksikan; insulin perlu diberikan dengan sangat hati-hati karena pada pankreatitis akut kadar glukagon hanya meningkat sementara. Keberhasilan penggantian cairan ditandai dengan kembalinya status kewaspadaan mental, haluaran urine, curah jantung. nilai hemodinamik yang stabil, dan kadar laktat serum normal. • Penatalaksanaan Nyeri Kontrol



nyeri



merupakan



prioritas



keperawatan



untuk



pasien



pankreatitis akut, bukan hanya karena ketidak nyaman hebat, tetapi karena nyeri meningkatkan sekresi enzim pankreas. Nyeri berhubungan dengan derajat peradangan pankreas, dapat berat dan menetap, serta dapat berlangsung selama beberapa hari. Kontrol nyeri yang adekuat dengan pemakaian narkotik intravena, lebih disukai diberikan dengan cara analgesia yang dikontrol pasien (PCA, patientcontrolled analgesia), merupakan hal penting dalam terapi pankreatitis akut. Meperidin dulunya merupakan analgesik pilihan karena kemampuannya untuk mengatasi spasme spinkter.



2) Penatalaksanaan Bedah Reaksi pancreas karena pankreatitis akut nekrotisan dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi sistemik proses penyakit. Pada prosedur ini, jaringan pancreas yang mati atau terinfeksi diangkat dengan pembedahan. Pada beberapa aksus, seluruh pancreas diangkat. Antibiotic sprektrum-luas diberikan kepada pasien yang membutuhkan pembedahan untuk pembersihan jaringan nekrotik. 2.2. Kasus Kritis Gangguan Sistem Endokrin Gangguan dapat timbul kalau terdapat defisiensi salah satu atau beberapa hormon yang disebabkan oleh karena : kurangnya zat perangsang atau pelepasan (releasing substances) (kegagalan primer) atau akibat penggantian/penghancuran jaringan kelenjar (kegagalan sekunder) atau bila organ sasaran tidak dapat memberikan respon. Sebaliknya pengeluaran hormon yang berlebihan dapat terjadi akibat kerusakan inhibisi umpan balik atau oleh karena fungsi otonom kelenjar mengalami hiperplasia, atau terjadi perubhan pada pembentukan tumor. Akibat peranan penting sistim endokrin dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan, dan pengaturan fungsi seluler maka akan menimbulkan perubahan tertentu pada tubuh jika timbul disfungsi pada sistim tersebut. Tanda dan Gejala Disfungsi Endokrin 1) Neuromuskuloskeletal: •



Tanda & gejala terkait dengan rheumatoid arthritis







Kelemahan otot







Atrofi otot







Myalgia







Kelelahan







CTS







Perubahan cairan sinovial







periarthritis







Spondiloartropati







Osteoartritis







Kondrokalsinosis







Kekakuan tangan







Artralgia



2) Sistemik •



Pertumbuhan berlebihan atau tertunda







Polidipsia.







Poliuria







Perubahan mental (gugup, bingung, depresi)







Perubahan rambut (kualitas dan distribusi)







Perubahan pigmentasi kulit







Perubahan distribusi lemak tubuh







Perubahan tanda vital (peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, peningkatan tekanan darah tinggi)







Jantung berdebar.







Peningkatan keringat







Pernapasan Kussmaul (dalam, cepat)







Dehidrasi atau retensi berlebihan air tubuh



2.2.1 Disfungsi Kelenjar Hipofisis Lobus anterior, intermedius dan posterior kelenjar hipofisis merupakan 3 organ endokrin yang terpisah yang mensekresi minimal 10 hormon : Enam hormon dari hipofisis anterior yaitu ; •



TSH (Thyroid stimulating hormon)







ACTH (Adrenocorticotropic hormon)







LH (Luteinizing hormon)







FSH (Folikel stimulating hormon)







Growth hormon( hormon pertumbuhan)



Hormon-hormon yang disekresi oleh hipofisis posterior yaitu : •



Oksitosin







Vasopresin



Hormon dari lobus intermedius : •



hormon pertumbuhan







B-lipoprotein







melanocyte stimulating hormon (MSH)



Disfungsi kelenjar hipofisis dapat hanya mengenai satu hormon atau lebih. Dapat berkaitan dengan penurunan atau peningkatan produksi. Lesi pada kelenjar hipofise pada umumnya disebabkan oleh gangguan vaskuler atau pertumbuhan tumor (tumor primer maupun metastase). Pertumbuhan adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh growth hormon, hormon tiroid, androgen, glukokortikoid dan insulin, juga faktor intrinsik dan ekstrinsik. 1. Hipofungsi/insufisiensi hipofisis: Sensitif terhadap stres, pertumbuhan terhambat, fungsi tiroid menurun, toleransi terhadap dingin sangat jelek, gonad atrofi, siklus seksual terhenti, sifat kelamin sekunder sebagian hilang, Sindrom Sheehan terjadi keheksia hipofisis post partum. Penyebab umumnya tumor hipofisis anterior. Penatalaksanaan Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang. GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA) 2. Hiperfungsi hipofisis : •



Akromegali; Sindrom hiperfungsi klasik disebabkan oleh sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan, biasa pada adenoma, pada anak menimbulkan gigantisme







Sindroma Cushing : Sekresi berlebihan ACTH secara sekunder menyebabkan hipersekresi korteks adrenal yang merusak jaringan sasaran







Sindroma Galaktorea : hiperprolaktinemia dengan adenoma



Penatalaksanaan 1. Terapi pembedahan (Hipofisektomi melalui nasal atau jalurtranskranial) Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal duamacam pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedahmakro dengan melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans ethmoid Sphenoid Hypophysectomy). 2. Terapi radiasi Radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal. Kalau tindakan operasi tidak memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih terdapat gejala



akut setelah terapi pembedahan dilaksanakan, Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH, tetapi dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. 2.2.2 Disfungsi Tiroid 1. Thyroiditis Radang kelenjar/inflamasi tiroid dapat : acute suppurative,



subacute



granulomatous dan lymphocytic atau kronik. Penatalaksanaan Penatalaksanaan thyroiditis ditentukan sesuai etiologinya. Pada thyroiditis akut akibat infeksi bakteri, penatalaksanaan meliputi antibiotik, sedangkan pada thyroiditis subakut akibat infeksi virus, penatalaksanaan umumnya hanya bersifat simtomatik karena penyakit bersifat self-limiting. Pada thyroiditis jenis lainnya, tata laksana dapat berupa observasi, terapi medikamentosa, atau pembedahan sesuai perjalanan penyakit. •



Observasi Thyroiditis subakut akibat infeksi virus biasanya bersifat self-limiting sehingga tidak memerlukan terapi spesifik. Dokter dapat melakukan observasi dan memberikan terapi simtomatik bila perlu.







Medikamentosa Analgesik dan Antiinflamasi Pada pasien yang mengalami nyeri dan inflamasi, bisa diresepkan NSAID (misalnya aspirin) sebagai lini pertama atau steroid (misalnya prednison). Aspirin dosis rendah dapat diberikan setiap 4–6 jam, tetapi jika tidak membaik, bisa diberikan prednison selama 1 minggu yang kemudian diturunkan dosisnya perlahan (tapering off). Dosis prednison yang bisa diberikan adalah 30–40 mg/hari selama 1–4 minggu. Aspirin Bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin yang mencegah pembentukan tromboksan A2. Sedangkan prednison bekerja dengan cara menurunkan permeabilitas kapiler yang meningkat dan menekan aktivitas



polimorfonuklear. Pasien dengan tirotoksikosis dan nyeri berat dapat diberikan kombinasi kortikosteroid dan beta blocker seperti propanolol. Antiinfeksi Pada thyroiditis akut bakterial diperlukan pemberian antibiotik sebelum terbentuk abses. Untuk terapi awal, bisa diberikan penisilin atau ampisilin secara parenteral yang efektif untuk melawan bakteri gram positif dan bakteri anaerob. Pada pasien yang mengalami alergi penisilin, dapat diberikan antibiotik golongan sefalosporin. Antibiotik diberikan selama 10–14 hari. Beta Blocker Pasien dengan tirotoksikosis dan nyeri berat dapat diberikan kombinasi kortikosteroid dan beta blocker seperti propranolol. Pemberian beta blocker dapat mengurangi gejala takikardi dan mengatasi aritmia yang terkait dengan kondisi ini. Levotiroksin Levotiroksin adalah bentuk sintetis dari hormon tiroksin. Pasien yang mengalami hipotiroidisme dapat diberikan levotiroksin dan dilakukan monitor fungsi tiroid secara berkala. Levotiroksin dapat mengobati hipotiroidisme serta dapat mengecilkan ukuran goiter pada thyroiditis Hashimoto. Pada thyroiditis postpartum subakut, levotiroksin dipertimbangkan pada wanita dengan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) serum lebih dari 10 mIU/L atau pada wanita dengan kadar TSH serum antara 4–10 mIU/L yang simtomatik. Propylthiouracil Propylthiouracil bisa diberikan kepada pasien thyroiditis yang mengalami hipertiroidisme atau yang mengalami thyroid storm. •



Pembedahan Tata laksana pembedahan dipilih pada pasien dengan abses untuk dilakukan drainase. Jika thyroiditis infeksi disebabkan oleh kelainan struktur anatomi (misalnya ada sinus piriformis pada anak), maka pembedahan bisa dilakukan untuk mengoreksinya. Selain itu, pembedahan juga dilakukan pada pasien dengan thyroiditis Riedel.



2. Hipertiroidisme Gangguan akibat eksesif hormon tiroid : thyrotoxicosis (keracunan tiroid). Hormon tiroid berlebih akan meningkatkan metabolisme dengan efek manisfestasi pada seluruh sistem organ tubuh. Gejala gelisah, kurus, banyak makan, tidak tahan panas, tekanan nadi tinggi, tremor pada jari-jari yang direntangkan, kulit hangat dan lembut, BMR tinggi, naiknya produksi T4, menduduki 85% kasus hipertiroidisme. Wanita > pria (4:1) antara usia 20-40 th. Contoh : Graves disease: kelenjar tiroid membesar secara difus dan hiperplastik, ditandai oleh



adanya goiter dan



eksoftalmus. Penatalaksanaan Hipertiroid pada anak (penyakit Grave) 1. Terapi medikamentosa •



Obat antitiroid diberikan sebagai terapi pilihan utama pada anak dengan PG. -



Methimazole (MMI): dosis 0,2 – 0,5 mg/kg hari dalam jangka waktu 1-2 tahun



-



Titrasi dosis dengan pedoman fungsi tiroid.



-



Sebelum pemberian obat anti-tiroid, periksa darah tepi lengkap, fungsi hepar (bilirubin, transaminase dan alkali fosfatase).



-



Hentikan obat jika anak mengalami demam, atralgia, luka-luka di mulut, faringitis atau malaise, dan dilakukan pengukuran hitung lekosit.







Apabila tidak mengalami remisi dalam 2 tahun lakukan dievaluasi terhadap kepatuhan pengobatan, efek samping obat, dan dievaluasi kembali pengobatan yang diberikan. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tiroidektomi.







Jika dalam keadaan tidak tersedia MMI, maka bisa diberikan PTU dengan dosis awal 5-7mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis dengan pengawasan ketat terutama terkait dengan fungsi hati.







PTU harus dihentikan jika kadar transaminase meningkat 2-3 kali lipat di atas kadar normal dan gagal membaik dalam 1 minggu setelah diulang tes tersebut.



2. Terapi simtomatik •



Beta



adrenergic



blocker



(misal



propranolol,



atenolol,



metoprolol)



direkomendasikan untuk anak dengan hipertiroid yang denyut jantungnya > 100x/menit. •



Beta adrenergic blocker bisa dihentikan ketika kadar hormon tiroid sudah mencapai normal.







Dosis propanolol: 0.5 – 2 mg/kg/hari.



3. Terapi pembedahan •



Jika pembedahan dipilih sebagai terapi untuk anak dengan PG, maka dilakukan near-total tiroidektomi







Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah tiroid yang berpengalaman.







Setelah terapi pembedahan anak memerlukan terapi sulih atau pengganti hormon tiroid seumur hidup.



4. Radioterapi •



Tujuan radioterapi adalah menjadikan penderita hipotiroid. Dosis radioterapi sesuai dengan protokol yang berlaku pada masing-masing pemberi pelayanan radioterapi.



3. Hipotiroidisme 50% familial. Pada orang dewasa dikenal sebagai “ Mixedema “. Bisa primer atau sekunder. Primer akibat penurunan fungsi jaringan tiroid, atau gangguan sintesis hormone atau hambatan pelepasannya. Sekunder akibat kurangnya stimulasi (gangguan hipotalamus atau pituitari menghasilkan TSH dan TRH).



Wanita > pria



(4:1), bisa kongenital, insidens tertinggi pada usia 30-60th. (90% dimulai dari kegagalan primer). Gejala : BMR turun, rambut kasar, jarang, kulit kering kekuningan (karotenemi), tidak tahan dingin, suara serak dan lamban, pergerakan lamban, dan daya ingat buruk. Kretin : Pada naka-anak dengan hipotiroid sejak lahir, cebol, retardasi mental, lidah besar, perut buncit, akibat defisiensi yodium pada ibu, dapat dicegah bila pengobatan diberikan segera setelah lahir. Penatalaksanaan Penatalaksanaan hipotiroid bertujuan untuk mencapai kadar thyroid stimulating hormone (TSH) yang normal dan mencapai resolusi gejala fisik maupun mental pada



pasien. Penatalaksanaan standar pasien hipotiroid adalah terapi pengganti hormon (thyroid hormone replacement) dengan pemberian hormon tiroid eksogen untuk mendukung atau menggantikan hormon tiroid endogen. Pemberian terapi pengganti hormon diindikasikan pada pasien hipotiroid yang memiliki kadar TSH di atas 10 mU/L. Pasien dengan hipotiroid subklinis ringan (TSH antara 4-10 mU/L) dan dengan gejala minimal atau asimptomatik dapat ditawarkan terapi pengganti hormon atau ditawarkan observasi rutin setiap tahun tanpa intervensi. Progresivitas penyakit biasanya terjadi pada pasien dengan antibodi antitiroid peroksidase (anti-TPO) yang positif. Pemberian levotiroksin merupakan tatalaksana standar pada pasien dengan hipotiroid. 4. Thyroid storm Ini adalah episode akut overaktivitas tiroid dengan gejala khas : demam tinggi, tachycardia, delirium, dehydration dan ekstrim irritable atau agitasi. Stresornya : operasi, infeksi, toxemia gravidarum, labor & delivery, diabetes ketoacidosis, myocardial infarct, emboli paru, overdosis obat. Penatalaksanaan Upaya penanganan bisa dilakukan dengan pemberian obat antitiroid untuk mengendalikan aktivitas yang meningkatkan kadar hormon tiroid. Contohnya adalah propylthiouracil (PTU) atau methimazole. Selain antitiroid, cairan lugol (kalium iodida), obat pengatur irama jantung, serta kortikosteroid juga diberikan. Untuk meredakan gejala sesak napas, dokter akan memberikan oksigen tambahan. Sedangkan untuk untuk mengatasi demam, dokter dapat memberikan obat penurun panas, seperti paracetamol. 5. GOITER Pembesaran kelenjar gondok (tiroid) akibat : intake yodilam makanan kurang dari 10 ug / hari, sintesis hormon tiroid tidak mencukupi, sekresi berkurang, sekresi TSH yang meningkat mengakibatkan hipertrofi kelenjar tiroid/tumor jinak, disebut goiter karena defisiensi yodium. Banyak ditemukan di daerah yang kurang jodium; gondok endemik. Faktor penghambat produksi hormon tiroid adalah akibat umpan balik negatif disertai sekresi tiroid-stimulating TSH. TSH meningkat menghasilkan meningkatnya masa tiroid dan pencegahan dengan garam berjodium.



Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan



untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. 2.2.3 Disfungsi Kelenjar Paratiroid Parathormohn dihasilkan oleh kelenjar Paratiroid, bertugas memobilisasi calcium (zat kapur) dari tulang ke darah sebagai pengatur konsentrasi kalsium serum pada tulang dan ginjal. Bila kadar calcium darah turun (pada kehamilan, riketsia, hipo vitaminosis D) maka paratiroid disekresi dalam jumlah besar kemudian calcium akan meninggalkan tulang masuk aliran darah. Sebaliknya bila calcium darah naik (terlalu banyak calcium atau vit. D dalam diet) akan menurunkan sekresi paratiroid, menurunkan calcium darah sehingga keseimbangan tetap terjadi. Manifestasi klasik penurunan konsentrasi Ca serum (hipokalsemia) adalah Tetani , spasme karpopedal, stridor laringeal , tanda Chvostek (yaitu gerakkan kedutan pada sudut mulut pada auskultasi dengan jari pada sendi mandibularis). Hiperkalsemia dapat ditimbulkan berbagai sebab, yang utama adalah hiperparatiroidisme, keracunan Vit D dan beberapa keganasan. 1. Hiperparatiroidisme Aksi berlebih kelenjar sehingga mengganggu metabolism tulang, calcium dan fosfor. Hiperfungsi otonomik kelenjar paratiroid akibat hiperplasia, adenoma, karsinoma kelenjar. Ditemukan umumnya pada kelompok usia di atas 60-an. Manifestasi klinik : “ Stones, Bones, Groans and Moans” •



Stones : Renal stones : batu ginjal mencerminkan hiperkalsiuria, hipertensi,







Bones : lesi pada tulang bisa difus atau lokaltergantung masukan Ca dan keadaan vit D pasien,







Groans : Perasaan nyeri abdomen berupa nausea, muntah, konstipasi,kadang pankreatitis akut







Moans: Gangguan neurologik berupa parestesia,perubahan kepribadian,letargia, stupor, koma, tersering gejala pruritus Gangguan absorpsi dan metabolisme vit D : Kekurangan vit D pada anak



mengakibatkan Rakhitis, pada dewasa menimbulkan Osteomalasia, Pemakaian



berlebihan vit D Akan mengakibatkan hiperkalsemia, Penurunan absorpsi vit D pada sindrom malabsorpsi. Karakteristik Hiperparatiroidisme: Peningkatan resorpsi tulang, Peningkatan kadar kalsium serum, Penurunan kadar fosfat serum, Hiperkalsiuria & hiperfosfaturia, Penurunan iritabilitas neuromuskular. Penatalaksanaan Obat-obatan Metode penanganan lain yang dapat dilakukan adalah pemberian obat-obatan. Jenis obat yang biasa diberikan untuk penderita hiperparatiroidisme antara lain: Calcimimetics Obat ini meniru kerja kalsium dalam darah sehingga kelenjar paratiroid dapat menyurutkan produksi hormon paratiroid. Calcimimetics biasa diberikan kepada penderita gagal ginjal kronis atau penderita kanker paratiroid yang operasinya gagal atau tidak bisa menjalani operasi. Terapi pengganti hormon Terapi penggantian hormon bertujuan untuk mempertahankan kalsium dalam tulang pada pasien wanita yang sudah mengalami menopause atau menderita osteoporosis. Bisphophonate Biphosphonate dapat mencegah kehilangan kalsium dari tulang dan meredakan osteoporosis yang disebabkan hiperparatiroidisme. Pembedahan Langkah penanganan yang paling sering dilakukan untuk hiperparatiroidisme, terutama untuk kasus hiperparatiroidisme primer, adalah operasi pengangkatan kelenjar



yang



membesar



atau



memiliki



tumor.



Prosedur



ini



dinamakan



paratiroidektomi. Sebelum menjalani prosedur operasi, dokter akan menjalankan beberapa pemindaian untuk memastikan lokasi kelenjar paratiroid. Pemindaian tersebut berupa: Pemindaian paratiroid sestamibi menggunakan radioaktif, untuk memastikan kelenjar paratiroid mana yang mengalami kelainan dan USG, untuk menghasilkan gambaran lokasi kelenjar paratiroid dan jaringan sekitarnya.



2. Hipoparatiroidisme Menimbulkan hipocalcemia, kadar calcium



rendah, fosfat tinggi akan



mengakibatkan iritable otot lalu terjadi tetany (kejang-kejang). Causa: iatrogenik atau idiopatik. Kanak-kanak 9 x lebih rentan dari dewasa, 2 x lebih rentan pada wanita dibanding pria. Karakteristik Hipoparatiroidisme: Penurunan resorpsi tulang, Penurunan kadar kalsium serum, Peningkatan kadar fosfat serum, Hipokalsiuria & hipofosfaturia Peningkatan aktivitas neuromuskular, yang dapat berkembang menjadi tetani. Penatalaksanaan Hipoparatiroidisme dapat bersifat akut atau kronis dan bisa diklasifikasikan sebagai kelainan idiopatik atau didapat (akuisitas). •



Hipoparatiroid akut Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.







Hipoparatiroid menahun Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus. Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol



(vitamin



D2),



dan



yang



lebih



baik



bila



ditambahkan



dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum. 2.2.4. Disfungsi Kelenjar Adrenal (Krisis Adrenal) a. Patofisiologi Insufisiensi adrenal primer disebut juga penyakit Addison. Penyebab hipoadrenalisme primer yang paling umum pada daerah industrialisasi di negara Barat adalah adrenalitis autoimun. Pembentukan antibody autoimun menyebabkan



kerusakan bertahap kelenjar adrenal, yang mengakibatkan insufisiensi adrenal. Penyebab utama kedua insufisiensi adalah kerusakan kelenjar akibat infeksi tuberculosis bacterium. Penyebab umum tersering insufisiensi adrenal sekun der bersifat iatrogenik, akibat pemutusan tiba-tiba pemberian hormon adrenokortikotropik eksogen (ACTH) atau sebagai komplikasi terapi kortisol. Penekanan sekresi ACTH akibat terapi kortisol eksogen mengganggu mekanisme umpan balik alami tubuh yang mengendalikan sekresi kortisol, menyebabkan pasien mengalami insufisiensi adrenal akut. Penyebab insufisiensi adrenal skunder yang lain adalah karsinoma paru atau payudara metastatik, infark hipofisis, pembedahan atau iradiasi, dan gangguan SSP, seperti patah tulang atau infeksi tengkorak basilar. Insufisiensi adrenal akut atau krisis adrenal terjadi ketika ada perubahan pada kondisi kronik atau perdarahan adrenal masif. Selain pada penyakit kronik, infeksi, trauma, prosedur pembedahan, atau beberapa stres tam bahan yang terjadi, memicu terjadinya krisis adrenal pada pasien. Oleh sebab itu, pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan fungsi metabolik normal atau peningkatan kebutuhan metabolik saat terjadi stres atau penyakit. Banyak pasien stres dan sakit kritis dapat mengalami insufisiensi adrenal akibat stresor tambahan yang muncul tiba-tiba. Seiring perjuangan pasien untuk bertahan, pasien akan cepat menghabiskan simpanan kortisol dan mungkin membutuhkan penggantian kortisol eksogen. b. Penatalaksanaan Tujuan segera terapi insufisiensi kelenjar adrenal adalah untuk memberikan hormon yang dibutuhkan dan memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hidrokortison, 100mg, intravena, segera diberikan, dilanjutkan dengan 100 mg setiap 6 sampi 8 jam. Resusitasi cairan juga segera dimulai dengan salin normal dan larutan dekstrosa 5%. Kecepatan penggantian cairan dan elektrolit ditentukan oleh derajat kehilangan cairan, kadar elektrolit serum, dan respons klinis terhadap terapi. Masalah medis atau masalah pembedahan yang berhubungan dapat mengindikasikan kebutuhan pemantauan tekanan darah dan hemodinamik invasif. Tujuan penatalaksanaan yang lain adalah untuk mencegah komplikasi. Ini meliputi pemantauan tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit



(hiponatremia dan hiperkalsemia) dan fungsi pernapasan serta fungsi kardiovaskular. Perawat memeriksa apakah ada perubahan tekanan darah, irama dan frekuensi jantung, warna dan suhu kulit, waktu pengisian kapiler, dan tekanan vena sentral (CVP). Terdapat risiko terjadi hipotensi ortostatik, bradikardia, dan disritmia. Perawat juga memantau tanda neuromuskular, seperti kelemahan, kedutan, hiperrefleksia, dan parestesia. Dukungan emosional, penjelasan singkat, dan lingkungan yang tenang merupakan upaya efektif untuk membantu pasien secara emosional melewati krisis psikologi. Setelah krisis akut berakhir, penyuluhan pasien merupakan tujuan perawatan. Penyuluhan pasien dibutuhkan karena prognosis akhir bergantung pada kemampuan pasien untuk memahami dan melakukan perawatan mandiri. Perawatan mandiri meliputi mengetahui program pengobatan, faktor-faktor penyebab stres dan efek nya pada penyakit, dan tanda krisis lanjutan; penggunaan tanda kewaspadaan medis, gelang, atau kartu dompet; dan meminum obat-obatan yang diresepkan. 2.2.5. Disfungsi Hormon Antidiuretik Sindrom Ketidaktepatan Sekresi Hormon ADH (SIADH) a. Etiologi Penyebab Umum Sindrom Ketidaktepatan Hormon Antidiuretik (SIADH) Keganasan • Karsinoma bronkogenik • Karsinoma pankreas • Kanker prostat atau timus Penyebab Sistem Saraf Pusat (SSP) • Neoplasma • Perdarahan • Trauma • Infeksi Penyebab Pulmonar • Ventilasi mekanik • Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) • Gagal nafas • Abses paru



Pengobatan • Nikotin • Morfin • Klorpropamid • Antineoplastik • Antidepresan trisiklik • Anestesi • Klofibrat Penyebab Lain • Human immunodeficiency virus (HIV)/acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) • Atrofi senil • Idiopatik b. Patofisiologi Pada SIADH, dapat terjadi peningkatan sekresi atau peningkatan produksi ADH. Peningkatan ADH ini terjadi meskipun pada kondisi osmolalitas awal normal. Kelebihan ADH menyebabkan peningkatan jumlah total air tubuh. SIADH dipertimbangkan kapanpun pasien mengalami hiponatremia hipotonik, tanda utama gangguan. Sekresi ADH dianggap "tidak tepat" ketika ADH terus disekresi meskipun terjadi penurunan osmolalitas plasma.



Sistem umpan balik normal yang mengatur



pelepasan dan penghambatan ADH gagal, dan ADH terus menerus disekresi. Sirkulasi ADH bekerja pada tubulus ginjal, yang menyebabkan reabsorpsi air yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Alasan lain untuk terus mensekresi ADH adalah juga tidak ada. Tidak terjadi hipokalemia dan edema; fungsi jantung, ginjal, dan adrenal normal; dan terdapat plasma dan volume cairan ekstraselular (CES) dalam jumlah yang normal atau lebih banyak.



c. Penatalaksanaan Terdapat tiga tujuan penatalaksanaan SIADH: (1) mengobati penyebab utama, (2) menurunkan retensi air yang berlebihan, (3) memberikan perawatan komprehensif yang dibutuhkan ketika tingkat kesadaran pasien menurun Pengobatan penyebab utama SIADH dapat dilakukan atau dapat tidak dilakukan, bergantung proses patologis. Reseksi bedah, radiasi, atau kemoterapi dapat mengurangi retensi air yang disebabkan oleh beberapa kanker. Tidak ada obat yang menghambat pelepasan ADH secara total dari kelenjar hipofisis atau tumor. Ketika penyebab SIADH tidak diketahui, pengobatannya adalah dengan membatasi asupan cairan. Langkah pertama dalam penatalaksanaan SIADH adalah pembatasan asupan cairan. Pada kasus ringan, pembatasan cairan telah mencukupi sebagai upaya pena talaksanaan. Pembatasan cairan melambatkan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, yang meningkatkan reabsorpsi garam dan air di tubulus proksimal; meningkatkan sekresi aldosteron; dan meningkatkan reabsorpsi natrium oleh tubulus distal. Sebagai panduan umum, asupan air tidak boleh melebihi haluaran urine sampai konsentrasi natrium serum normal dan gejala mereda. Pembatasan cairan biasanya berhasil pada pasien yang memiliki kadar natrium antara 125 dan 135 mEq/l. Pada pasien simptomatik berat, pemberian salin hipertonik 3% dan furosemid merupakan pengobatan pilihan untuk mengoreksi hiponatremia pada kondisi kegawatan. Salin hipertonik harus diberikan melalui infus dengan kecepatan 0,1 mg/kg/menit untuk mencegah kelebihan beban volume cairan dan edema paru yang cepat terjadi. Biasanya kurang dari 1000ml diberikan dalam satu waktu. Satu komplikasi mielinolisis pontin. Mielinolisis pontin dapat terjadi ke utama yang harus dihindari adalah tika koreksi hiponatremia dengan infusi salin hipertonik. 2.2.6. Kegawatan Diabetik Diabetes merupakan gangguan metabolik yang kompleks dan kronik yang ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan sekresi insulin. Gambar 44-3 menunjukkan bagaimana hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi orkan jangka-panjang, terutama mata, ginjal, persarafan, jantung, dan pembuluh darah. Komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular jangka-panjang yang meliputi retinopati, neuropati, nefropati, dan penyakit jantung meru.



pakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada



penderita diabetes. Diabetes



menempati urutan ketujuh sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Proses patogenik yang dihubungkan dengan diabetes berkisar dari penghancuran otoimun islet sel beta pan kreas sampai resistansi insulin. Gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, semuanya merupakan akibat defisit kerja insulin pada organ target. Efek utama



nya adalah hiperglikemia. Hiperglikemia dimanifestasikan



sebagai poliuria, polidipsi, polifagi, penurunan berat ba dan, dan pandangan kabur: Penyakit akut dan kritis yang berhubungan dengan diabetes adalah hiperglikemia disertai ketoasidosis dan status nonketosis hiperosmolar. 1. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah komplikasi diabetes tipe I yang mudah dikenali pada pasien. Masalah hipoglikemia didokumentasikan dengan baik pada Diabetes Control and



Complication



Trial



(DCCT)



penting,



yaitu



penderita



diabetes



yang



mempertahankan terapi ketat dan intensif memiliki insiden tiga kali lebih besar untuk mengalami hipoglikemia berat daripada pasien yang mendapat protokol pengobatan kurang ketat. United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukan beberapa peningkatan insiden hipoglikemia di



antara penderita diabetes tipe 2,



meskipun beberapa kasus berat yang mengancam jiwa didokumentasikan dalam studi ini. Reaksi hipoglikemia yang dipicu-insulin sering terjadi ' pada pertengahan usia pasien, yang dapat menimbulkan, minimal, rasa malu, dan yang paling buruk, bahaya Hipoglikemia



ringan



menyebabkan



gejala



yang



tidak



menyenangkan



dan



ketidaknyamanan namun, hipoglikemia berat dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti kejang, koma, bahkan kematian jika tidak diobati. Meskipun penyembuhan hipoglikemia yang dapat diukur terjadi cepat dan sempurna dalam beberapa menit setelah pengobatan yang tepat, banyak pasien secara emosional (dan mungkin secara fisiologis) masih merasa terguncang selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari setelah reaksi insulin. Pada kondisi yang ekstrem, hipoglikemia yang memanjang atau berulang, meskipun jarang terjadi berpotensi menyebabkan kerusakan otak permanen dan dapat berakibat mematikan.



a. Etiologi Penyebab Umum Hipoglikemia -



Syok insulin



-



Insulinoma



-



Kesalahan metabolisme bawaan



-



Stres



-



Penurunan berat badan



-



Pascagastrektomi Berhubungan dengan penggunaan alcohol



-



Defisiensi glukokortikoid



-



Hipoglikemia akibat puasa



-



Malnutrisi berat



-



Olah raga lama penyakit hati berat



-



Sepsis berat



-



Efek obat



-



Etanol



-



Salisilat



b. Patofisiologi Ketergantungan otak menit-demi-menit pada suplai glukosa melalui sirkulasi diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak bebas rantai panjang, Kekurangan cadangan glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton, Otak mengenali defisiensi energi tersebut ketika kadar glukosa serum turun secara tiba-tiba sampai kadar sekitar 45 mg/ dl. Istilah neuroglikopemia menunjukkan derajat hipoglikemia yang cukup dapat menyebabkan disfungsi otak yang mengakibatkan perubahan kepribadian dan kemunduran intelektual. Namun, kadar yang tepat yang dapat menyebabkan gejala sangat bervariasi antara satu orang dan orang yang lam dan kadar serendah 30 sampai 35 mg/ dl biasa terjadi (mis., selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala apapun yang terjadi pada pasien diabetes jangka panjang. Gejala ditimbulkan dari respons sistem sarafsimpatik terhadap hipoglikemia atau dari respons neuroglikopenik Hipotalamus bereaksi terhadap kadar glukosa rendah untuk meningkatkan respons adrenergik, yang mencakup takikardia, palpitasi, tremor,



dan kecemasan. Tujuanya adalah mengaktifkan hormon pengatur keseimbangan (glukagon, katekolarnin, kortisol, hormon. pertumbuhan) untuk meningkatkan kadar glukosa dan melindungi organ-organ vital dari hipoglikemia. Hal ini dicapai dengan glikogeholisis dan glukoneoginesis. c. Penatalaksanaan Pengobatan reaksi insulin selalu glukosa. Jika pasien dapat menelan, cara terbaik pemberian glukosa adalah dengan memberikan minuman yang mengandung glukosa atau sukrosa karena dalam bentuk ini, glukosa dapat melewati lambung dan diabsorpsi di dalam usus dalam waktu yang paling pendek. Jika pasien terlalu gemetar, dalam keadaan stupor, atau tidak kooperatif untuk minum, berikan dekstrosa bolus 25 g dari 50% selama beberapa menit. Jika Jalur ini atau dosis ini tidak tersedia, berikan 1 mg glukagon secara subkutan atau intramuskular untuk meredakan gejala dengan memicu pemecahan dan pelepasan cepat glukosa ke dalam aliran darah dari simpanan glikogen hati.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Perdarahan gastrointestinal akut merupakan kedaruratan medis yang sering terjadi dan berpotensi mematikan yang dijumpai pada orang yang dirawat di ruang perawatan intensif



(ICU).



Perdarahan



gastrointestinal



akut



dibagi



menjadi



perdarahan



gastrointestinal atas dan perdarahan gastrointestinal bawah. Pasien yang mengalami perdarahan minimal dapat terlihat anemia dan tidak ada gejala yang lebih parah, sedangkan pasien yang mengalami perdarahan cepat serta hebat dapat memperlihatkan tanda dan gejala syok. Saat terjadi distensi abdomen, usus akan mengalami penurunan fungsi dan sekresi usus akan meningkat sehingga terjadi penumpukan di dalam lumen secara progresif yang menyebabkan terjadinya retrograde peristaltik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit, syok hipovolemik akan terjadi jika hal ini tidak ditangani. Disfungsi Kelenjar Hipofisis Lobus anterior, intermedius dan posterior kelenjar hipofisis merupakan 3 organ endokrin yang terpisah yang mensekresi minimal 10 hormon : Enam hormon dari hipofisis anterior yaitu ; TSH (Thyroid stimulating hormon), ACTH (Adrenocorticotropic hormon), LH (Luteinizing hormon), FSH (Folikel stimulating hormon), Growth hormon( hormon pertumbuhan). Hormon-hormon yang disekresi oleh hipofisis posterior yaitu : Oksitosin, Vasopresin. Hormon dari lobus intermedius : hormon pertumbuhan, B-lipoprotein, melanocyte stimulating hormon (MSH) Disfungsi kelenjar hipofisis dapat hanya mengenai satu hormon atau lebih. Reaksi hipoglikemia yang dipicu insulin sering terjadi pada pertengahan usia pasien, yang dapat menimbulkan minimal rasa malu, dan yang paling buruk, bahaya Hipoglikemia



ringan



menyebabkan



gejala



yang



tidak



menyenangkan



dan



ketidaknyamanan namun, hipoglikemia berat dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti kejang, koma, bahkan kematian jika tidak diobati. Namun, kadar yang tepat yang dapat menyebabkan gejala sangat bervariasi antara satu orang dan orang yang lain dan kadar serendah 30 sampai 35 mg/ dl biasa terjadi (mis., selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala apapun yang terjadi pada pasien diabetes jangka panjang.



3.2 Saran Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA



Cynthia Lee Terry & Aurora Weaver. 2013. Keperawatan Kritis DeMYSTiFieD. Yogyakarta: Rapha Publishing. Patricia Gonce Morton, Dorrie Fontaine, dkk. 2017. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Volume 2 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. SA Nisa. 2020. BAB II. pdf. Universitas Muhammadiyah Surabaya. http://repository.umsurabaya.ac.id Diakses tanggal 31 Januari 2022 Unknowname. 2017. 71 Perdarahan saluran Cerna Bawah. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id Diaskes pada tanggal 31 Januari 2022