42 Cerita Fantasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tas Baru Novi Dan Surat Bidadari Siang itu novi sedang belajar untuk ujian bahasa inggris agar tidak mendapat nilai terendah “Novi ngapain” tanya mama “Yaa ibu masa nggak tau novi lagi ngapain” ujar novi “Iya cuma nanya kata dila tadi ke rumah kerjain pr bahasa inggris sekarang lagi nunggu di ruang tamu” kata mama “Oh iya dila” kataku kepada dila Dan sampai sore novi dan dila belajar serius sesekali tertawa. Esok harinya dila dan novi berangkat dengan semangat setelah sampai sekolah “Teeeeeeett!!!” bel tanda masuk kelas berbunyi nyaring “Assalamualaikum waroh matullahi wabarakatuh bu guru jena” kata semua murid serentak “Waalaikum salam anak-anak hari ini kita ujian bahasa inggris sebelum itu apa kalian sudah mengerjakan pr bahasa inggris dan belajar” bu guru jena “Sudah bu guru” jawab semua murid “Baiklah ozan bagikan kertas ujian ini” kata bu guru kepada ozan si ketua kelas empat Kemudian bu guru mengoreksi semua kertas ujian “Novita indriani (novi) mendapat nilai 10 itu nilai tertinggi dan dan salsadila septiana (dila) mendapat nilai 9 muhammad qammaro hadiid (hadiid) mendapat 7 dan britnay mendapat nilai terendah yaitu 4 sedangkan pebbi mendapat 0” kata bu guru “Ma.. mama novi dapat nilai sepuluh boleh nggak novi beli tas sekolah tas novi udah robek pleas.. mom dan sebagai hadiah” pinta novi “Pokoknya mama nggak mau tau kau mau tas kan tas kamu masih bagus” kata mama “Yaah mama” novi masuk kamar dengan wajah sedih. Tiba tiba “Novi aku bisa memberi kamu tas tapi kau harus melakukan satu kebaikan yang sangat sulit” kata dari suatu suara “Ka.. kk… kamu k..kok t.t..tau nama aku e.emang nama k..k…kamu siapa” kata novi



gemetar “Aku bidadari keinginan apapun yang kau inginkan pasti ada jalan keluar” kata bidadari Besoknya novi sudah melakukan lima kebaikan tapi tasnya belum ada, kemudian saat novi ke mall sama mama novi melihat seorang anak yang kehilangan ibunya “Hai namamu siapa” tanya novi kepada anak itu “namaku gabriela hiks.. hiks.. aku mau ibuku hiks.. hiks..” begitulah tangis gabriel “Oh itu ibu kamu” kata novi “Anakku, terimakasih” kata ibu gabriel “Iya terimakasih kembali” aku pun kembali ke mama “novi ayo beli tas” Kata ibu Lalu novi dan ibu membeli tas Tapi di rumah tas itu berisi surat (novi aku bidadari keinginan yang mengirim surat ini kau pasti senang mendapat tas baru simpanlah selalu surat ini dan rahasiakanlah untuk selamanya) itulah isi surat itu TAMAT Cerpen Karangan: kayla azkiya arif Facebook: Afni Isrianiani Hai namaku kayla azkiya arif aku biasa dipanggil kayla aku sekarang kelas 4 sd hobiku membaca dan mengarang cerpen pelajaran kesukaan ku matematika B. indo ipa dan sbk citacita ku pengusaha Cerpen Tas Baru Novi Dan Surat Bidadari merupakan cerita pendek karangan Kayla Azkiya Arif, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.



Nama



: Fazana Mahayu Agistyaz



Kelas



: VII.C



Mata Pelajaran



: Bahasa Indonesia Cerita Fantasi



Aku baru saja tersadar dan aku terkaget aku ada di mana sekarang?. padahal beberapa saat yang lalu aku sedang tidur di kamarku sambil membaca buku. tapi sekarang aku berada di tengah hutan. Aku berjalan tanpa arah, mengikuti jalan setapak yang ada di depanku, entah ada di mana aku sekarang, tapi yang jelas aku takut. aku melihat seseorang sedang membelah kayu dengan kapaknya di di depan mataku, seorang anak yang mengayunkan kapaknya ke arah kayu hingga menimbulkan bunyi nyaring, TAK!!!, Dia melakukannya berulang-ulang, aku menyipitkan mataku, untuk melihat jelas wajah anak itu dan sepertinya aku mengenalnya. dia adalah temanku jerry, aku memanggilnya dengan suara lantang dan dia menoleh. aku segera menghampirinya, perasaanku sangat senang karena setidaknya ada orang yang aku kenal. “Siapa kau?” Aku kaget mendengar dia mengatakan itu “ini aku nia” kataku “teman satu kelasmu” “Maaf aku tidak mengenalmu” jawabnya Aku terkejut saat mendengar jawabanya, entah apa dia mungkin terkena amnesia. aku akan menanyakannya sekali lagi, tetapi saat aku ingin bertanya aku mendengar suara teriakan, di ujung sana aku melihat kobaran api yang menyala-nyala menimbulkan asap pekat yang melambung di udara. aku tersentak



“Ayo ikut aku” tiba-tiba jerry tersentak, dia menarik pergelangan tanganku dan mengajaku berlari. “Kita mau kemana?” Tanyaku “Kita akan ke desa tempat tinggalku” sahutnya. Aku hanya terdiam mendengar jawabanya, dan kakiku terus berlari di atas rumput hijau, dan kami sampai di desa itu. Aku terkejut saat melihat keadaan desa telah hancur, porakporanada, kepingan bangunan di mana-mana, kobaran api yang menari-nari, mayat-mayat yang bertebaran seperti daun-daun di musim gugur, dan yang melakukan itu semua adalah raksasa besar yang ada di hadapan kami. raksasa hijau itu sangat menakutkan dia menatap jerry dan aku dengan mata merah seramya. Jerry menyuruhku bersembunyi dan aku menuruti apa maunya. jerry berlari dengan gagah berani dia berlari ke arah makhluk besar hijau itu, dan baju jerry berubah menjadi baju seorang kesatria dan. jerry terbang dia mengarahkan kapaknya yang bercahaya ke arah monster itu, namun dia berhasil menagkisnya, dan dia menembakan laser dari matanya, laser itu mengenai jerry hingga dia terluka dan terjatuh ke tanah, dan monster itu ingin menginjak jery dengan kaki besarnya. aku memejamkan mata karena tidak ingin melihat pemandangan ini. Tiba-tiba ada suara muncul di kepalaku suara yang menyurhku untuk menyelamatkan jerry. Aku kembali membuka mataku dan melihat tubuhku mengeluarkan cahaya sesaat setelah cahaya itu hilang baju piyama yang tadi aku kenakan berubah menjadi baju dress biru yang indah, tapi yang membuat aku terkejut kini aku memeiliki sayap di punggungku. Aku masih takut dengan monster itu tapi aku harus menyelamatkan jerry, aku terbang dengan sayapku. dan tiba-tiba muncul sebuah busur panah di tanganku, aku belum pernah memanah sebelumnya tapi apa salahnya aku mencoba, aku membidik tepat di matanya dan melesatkan anak panah yang bercahaya itu. Dan monster itu pun lenyap. Aku berhasil mengalahkanya, aku kembali ke wujud semulaku, dan saat aku menghampiri jerry tiba-tiba tubuhnya menghilang, semuanya menghilang dan tiba-tiba turun hujan. yang membuatku tersadar bahwa semua hanyalah mimpi, aku terbangun dan merasakan celanaku ynag basah bukan karena hujan tapi karena aku mengompol. mungkin inilah akibatnya jika tidak berdoa sebelum tidur.



Cerita Fantasi



Catur wuluan adalah seorang gadis pedesaan yang sangat muskin berwajah suram karena menderita jenis penyakit kulit aneh diwajahnya. Masyarakat desa akan menghindari dia karena takut ketika berpapasan dengan wulan. Untuk menutupi kekurangannya, akhirnya wulan selalu menggunakan penutup wajah atau cadar. Disuatu malam yang sunyi wulan bermimpi aneh yakni bertemu dengan seorang pangeran bernama rangga. Dia adalah seorang putra raja nan ramah dan tampan. Keinginan wulan untuk berkenalan dengan sang pangeran membuat wulan semakin sering memimpikannya. “Sudah wulan sudah, singkirkan mimpi konyolmu itu!” kata ibu kepada wulan ketika tengah melihat anak perempuannya melamun di jendela kamarnya. “Aku tidak ingin menyakiti hati kecilmu itu. Kamu bebas ingin menyikai siapa, tapi ibu hanya tidak mau kamu akhirnya kecewa nanti” lanjut ibu wulan dengan sangat lembut. Sebenarnya yang ada dalam pikiran wulan sama dengan ibunya. Mimpi wulan memang terlalu tinggi. Orang orang daerah pedesaan saja takut ketika berpapasan dengan wulan, apalagi ketika pangeran rangga bertemu dengannya. Disuatu malam, wulan termenung memandangi langit nan cerah tanpa awan. Bulan dapat bersinar dengan terang dan memancarkan cahaya keemasan. Di sekitar bulan nampak sekerumunan bintang yang berkelip. “sungguh cantik malam ini” ujar wulan yang tengah takjub melihat fenomena alam tersebut. Tiba tiba wulan terpikir akan sebuah cerita tentang dewi bulan. Ia adalah dewi yang tinggal dan menghuni bulan. Dewi bulan memiliki paras cantik dan hati yang sangat baik. Dia sering turun ke bumi hanya untuk membantu orang orang yang tengah dilanda kesusahan. Setiap ibu tentunya ingin anak perempuannya seperti dewi bulan. Sewaktu masih kecil, wajah wulan juga tidak kalah cantik dengan dewi bulan tutur ibunya. “Aku ingin sekali meminta pada dewi bulan agar wajah yang aku miliki bisa secantik dulu lagi. hmmm tapi tidak mungkin karena itu cuma dongen saja.” wulan segera membuang harapannya jauh jauh. Setelah cukup puas menatap langit malam akhirnya wulan menutup jendela kamar dan beranjak tidur dengan perasaan sedih. Wulan adalah gadis baik berhati sangat lembut yang gemar menolong sesama. Pada suatu sore, wulan tengah bersiap siap untuk menjenguk seorang nenek tua yang sedang sakit dan sekaligus mengantarkan makanan padanya. Sepulan dari rumah nenek tua wulan merasa merasa kebingunan karena ia pulang kemalaman dan keadaan begitu gelap. Tiba tiba munculah ratusan kunang kunang yang dari tuubuhnya memancarkan cahaya yang begitu terang.



“Terimakasih, kalian semua telah menerangi jalanku untuk pulan” ujar wulan dengan perasaan lega. Akhirnya wulan berjalan dan terus berjalan namun wulan menyadari bahwa ia telah cukup jauh berjalan namun tidak kunjungsampai kerumahnya. “sepertinya aku tersesat masuk kedalam hutan” Gumam wulan dengan panik. ternyata ratusan kunang kunang tadi telah membawa wulan masuk jauh kedalam hutan. “Jangan takut pada kami wulan, kami semua membawamu kesini supaya wajahmu yang sekarang dapat disembuhkan seperti dulu lagi” ujar kunang kunang. “hah? kamu?? kamu bisa bicara?” tanya wulan sembari menatan salah seekor kuang kunang. “kami semua adalah utasan dewi bulan” Tegas kunang kunang yang paling besar dan paling bersinar. Akhirnya wulan tiba disebuah danau ditengah hutan. Para kunang kunang pun akhirnya beterbangan ke langit. Perlahan bersamaan dengan hilangnya kunang kunang, awan yang ada dilangit akhirnya juga ikut menyibab dan keluarlah cahaya bula purnama berwarna keemasan. “Indah sekali sinar bulan malam ini” Sekali lagi wulan takjub melihat fenomena alam tersebut. Wulan mengamati pantulan bulan di permukaan air di tepi danau. Bayangan bulan tersebut sangat sempurna dan memantulkan sinar keemasan. Tiba tiba dari bayangan bulan tersebut munculah perempuan berparas sangat cantik. “Si….siapa kamu? tanya wulan dengan perasaan takut. “Aku adalah dewi bulan. Aku ada disini untuk membantu menyembuhkanmu” ucap dewi bulan dengan sangat lembut. “selama ini kamu telah mendapatkan banyak sekali ujian. Karena kebaikan yang ada di hatimu. Kamu akan aku berikan air sakti yang dapat membuat wajahmu cantik kembali. Terimalah air kecantikan ini dan basuhlah wajahmu!” lanjut dewi bulan. Dengan gemetar wulan menerima sebuah botol berisi air. Secara perlahan dewi bulan kembali masuk kedalam bayangan pantulan bulan di permukaan air di tepi danau dan menghilang. Akhirnya wulan segera membasuh wajahnya dengan air kecantikan pemberian dewi bulan. Tanpa disadari wulan tertidur di sana. Sungguh ajaib air yang diberika dewi bulan. Ketika bangun tidur wulan mendapati dirinya terbangun di ranjang tempat tidurnya dirumah. Dan ketika bercermin begitu kagetnya wulan melihat wajahnya cantik dan lembut seperti dulu lagi. Ibu wulan pun ikut gembira bercampur heran. Akhirnya kecantikan wulan menyebar seiring berjalanya waktu hingga terdengar di telinga pangeran rangga. Karena penasaran dengan rumor dan cerita yang beredar akhirnya sang pangeran pergi untuk mencari tau kebenarannya. Akhirnya wulan dan pangeran rangga dapat bertemu dan berkenalan.



Peri Malam Di malam hari yang dingin, dengan kabut yang lumayan tebal, aku menyusuri jalan ini sambil memeluk kedua lenganku. “Aku yakin mereka pasti ada di tempat itu!” Ucapku dalam hati. Sebenarnya aku takut menuju tempat itu, tempat singgahnya peri-peri malam. Tetapi, rasa takutku mengalahkan penasaranku. Waktu aku kecil, saat mengunjungi nenek di desa, beliau berkata kepadaku, “Dina, kamu sebaiknya jangan berjalan-jalan di pinggir sungai pada waktu malam hari tepatnya saat bulan sabit.” Ucap Nenek yang memangkuku. “Memangnya ada apa di sana Nek?” Tanyaku saat itu. “Konon, ada mitos di sana ada peri-peri malam yang suka duduk di batu pinggir sungai saat malam sabit!” Jawab Nenek. “Wah! Aku ingin sekali melihat peri, Nek!” Jawabku riang. “Cucuku, ada juga mitos, kalau peri-peri itu tidak suka dengan anak-anak. Sebaiknya Dian dengar kata Nenek ya!” Kata Nenek sambil mengelus kepalaku. Namun sekarang aku sudah bukan anak kecil lagi sehingga aku memberanikan diri untuk mendekati tempat peri itu. Aku melanjutkan perjalananku. Jam sudah menunjukkan pukul 11.25 saat aku melihat jam tanganku. Dan akhirnya sampai juga di pinggir sungai. Aku mendekati wilayah itu dengan hati-hati dan terlihatlah sosok bayangan hitam dengan bentuk tubuh seperti wanita. “Ya ampun! Ternyata peri malam itu benar-benar ada!” Ucapku senang dengan suara kecil. “Hem, aku coba foto mereka deh!” Lanjutku sambil mengeluarkan handphone dari kantong celanaku. Tetapi sekilas saat aku melihat ke arah bayangan wanita tadi, mereka menyadari keberadaanku dan menatapku. Mata mereka seperti cahaya lampu yang putih. Tiba-tiba saja rasa senangku karena bisa melihat mereka menjadi hilang dan beralih ke rasa takut. Bayangan hitam itu mendekatiku dan aku merasakan bulu kudukku mulai berdiri. Namun entah kenapa tubuhku tidak bisa bergerak. Sekarang sosok itu pun berada tepat di depan tubuhku. Jika dilihat dari dekat, mereka memang mirip seperti bidadari. Kulit mereka putih, rambut mereka panjang dan terlihat halus, wajah mereka amat cantik dan tubuh mereka langsing. “Apa kamu tersesat, gadis kecil?” Tanya peri itu kepadaku. “Ti.. tidak juga!” Jawabku gagap. Peri itu justru mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Apa kamu ingin kuantar?” Tanyanya lagi. Sungguh aku bingung disaat ada pertanyaan seperti ini. “Tidak perlu kok! Aku bisa berjalan sendiri.” Ucapku sambil tersenyum palsu. Kemudian aku mencoba untuk berjalan meninggalkan peri itu. “Tapi ini sudah tengah malam lho! Kamu tidak ingin menginap di tempatku?” Ucap peri itu yang saat ini berada di belakangku. Aku menoleh ke belakang. “Tidak, terimakasih. Keluargaku bisa mencariku!” Jawabku. Sesaat ketika aku mulai berjalan pulang, peri itu berbicara lagi dengan suara yang agak cempreng. “Kamu tidak bisa pergi ke manapun. Sekarang ini kamu menjadi mainanku! Tidak kuijizinkan kamu meninggalkanku!” Ucap peri itu. Ketika aku melihat ke belakang, peri itu tersenyum menyeringai. Terlihat gigi taringnya di balik senyum wajahnya. Secara refleks aku langsung lari meninggalkan peri itu. “Hei kau!! Jangan kira kau bisa meninggalkanku!!” Teriak peri itu.



Kurasa peri itu mengejarku. Dan memang benar, saat aku menoleh ke belakang dia mengejarku dan kakinya tidak menapak di tanah. Ya Tuhan! Kuharap jalan menuju perumahan sudah dekat. “Kemari kau mainan nakal!” Teriak peri malam itu dan aku merasakan dia semakin cepat mengejarku. Dan ketika di hadapanku ada belokan, tiba-tiba saja ada yang menarik tanganku dari rumput-rumput liar. “Ya ampun apakah ada peri lain yang menangkapku?” Ucapku dalam hati. Saat aku menoleh ke belakang ternyata itu Rai. “Ra.. Rai” ucapku pelan. “Sst.. Kamu jangan keras-keras ngomongnya, nanti peri itu melihatmu!” Ucap Rai. Rai itu tetangga nenekku, kami sudah saling kenal sejak kami masih kecil. “Saat bulan sabit tertutup awan, kita harus lari cepat menuju jalan perumahan. Kira-kira sekitar 100 meter dari sini.” Lanjutnya. “Tetapi apakah peri itu tidak akan melihat kita?” Tanyaku. “Nanti saja kujelaskan.” Jawab Rai sambil melihat langit. “Dalam hitungan pertama kita lari, 3.. 2.. 1!” Kami pun berlari dengan kencang, tetapi tidak melewati jalan yang kulewati tadi. “Hah.. hah.. akhirnya kita sampai!” Ucapku dengan napas terputus-putus. “Tapi bagaimana kau bisa menemukanku?” Tanyaku. “Ibumu menyadari kalau kamu sedang tidak ada di rumah. Serumah pada panik dan nenekmu menyuruhku mencarimu di sekitar pinggir sungai.” Jawabnya. “Tetapi, kenapa peri itu tidak bisa melihat kita saat bulan sabit tertutup awan? Dan apa yang dia inginkan dariku?” Tanyaku lagi. “Mereka bisa melihat kita di jalan yang pertama kamu lewati meskipun bulan sabit ditutupi awan, makanya kita lewat jalan alternatif. Dan mereka menginginkanmu menjadi mainannya atau makanannya. Paras mereka memang cantik dan itu bertujuan untuk menarik orang-orang di pinggir sungai. Mereka yang tertangkap oleh peri-peri malam tidak bisa kembali lagi!” Jawab Rai. “Maafkan aku. Padahal nenek dulu pernah memperingatiku, tetapi aku bersikeras menuju tempat itu!” Ucapku dengan perasaan bersalah. “Tidak apa-apa asalkan kamu tidak mengulangi lagi!” Ucap Rai sambil tersenyum. “Dian ayo pulang! Ucap Rai sambil memegang tanganku. “Iya!” Ucapku dengan tersenyum. Saat aku menolehkan kepalaku ke belakang, tempat aku keluar bersama Rai hanyalah semak belukar saja. Beberapa hari kemudian, disaat siang hari, aku mengunjungi tepi pinggir sungai itu bersama Rai. Sungai yang kulihat malam itu sama. Memang terlihat seperti mimpi bila diingat, namun itu nyata. Rai juga sering dimintai tolong warga desa, jika ada kerabat mereka yang mencoba untuk berjalan menuju tepi sungai saat bulan sabit, makanya Rai sudah cukup terbiasa dengan hal itu. Semenjak kejadian itu, aku tidak berani untuk berjalan melewati sungai di malam hari saat berkunjung ke rumah nenek. Pengalamanku itu harus kujadikan pembelajaran untuk kedepannya.



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Dwi Cahyani



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



Gadis itu masih di sana. Duduk di sudut kamar sambil memeluk lututnya, air mata masih setia membasahi wajah cantiknya, meski berkali-kali diseka dengan kasar, cairan bening itu tetap tak jera mengalir dari sudut matanya. Dia mendesah pelan, kemudian berjalan gontai menuju meja belajar yang terletak tak jauh dari tempatnya duduk. Tangan mungilnya mulai sibuk mengorek-orek isi laci, berharap menemukan sesuatu yang sangat ia butuhkan saat ini. Tangannya terulur menyentuh kotak musik berbentuk hati dari dalam laci, perlahan diambilnya kotak musik itu dan dibawanya duduk di sudut kamar. Tangannya mulai sibuk menelusuri setiap jengkal kotak musik itu, warnanya biru gelap dengan sedikit perpaduan warna perak. Inisial “ID” yang berarti Indah & Devan, terukir di salah satu sisinya. Diputarnya kunci yang tertancap pada kotak musik itu perlahan kemudian dilepaskan, instrument musik Beethoven, Violin Romance 2 mengalun memenuhi setiap sudut kamar itu. Perlahan matanya mulai terpejam, terbuai indah nada dari kotak musik itu. Matanya terpejam begitu rapat hingga dia tidak menyadari bahwa lampu kamarnya seperti sedang dimainkan seseorang, sebentar mati, kemudian hidup lagi, dan mati lagi, lalu hidup lagi, begitu terus berulang hingga cukup lama.Tiba-tiba lampu itu mati, tidak ada tanda-tanda akan hidup lagi dalam waktu dekat. Dia merasakan seseorang membelai lembut puncak kepalanya, seolah memberi ketenangan bagi jiwanya yang tengah kacau. “Indah..” Gadis itu membuka matanya perlahan, matanya menatap nyalang ke segala penjuru tempat itu untuk mencari seseorang yang tadi menyebut namanya. Dia tengah berada di sebuah tempat, dengan rumput yang menghampar bak permadani hijau di setiap jengkal matanya memandang, di beberapa sisi terdapat sekumpulan bunga mawar putih yang sangat indah, dia tersenyum kecil. Kemudian dia mendongak sedikit keatas, melihat langit yang mulai berwarna kemerahan. “Indah, kau mau ikut aku atau terus menerus duduk di situ melihat senja?” bisik seseorang tepat di depan telinganya. Indah menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang laki-laki



tampan dengan lesung pipi di kedua pipinya tengah tersenyum padanya. “Entahlah Devan, aku takut melewati batasku.” kata Indah dengan tatapan sendu. “Aku mencintaimu, aku tidak akan membuatmu melewati batasmu,” bujuk Devan masih dengan senyum manis di bibirnya. Indah mata Devan sebelum akhirnya mengalihkan pandangan dan mengangguk samar. Dia tahu betul apa yang Devan pikirkan meski hanya menatap matanya sekilas. “Aku tadi melihatmu menangis, kenapa?” tanya Devan saat mereka tengah berjalan menelusuri hamparan permadani hijau itu. “Aku yakin kau melihat apa yang terjadi padaku sebelum itu, jangan pura-pura tidak tahu Devan, aku tahu kau ada di sana, dasar hantu tukang nguping.” jawab Indah sambil terkekeh pelan. “aku memang lihat, tapi aku hanya ingin mendengarnya darimu, dan berhenti memanggilku hantu, karena aku bukan hantu.” ancam Devan dengan suara yang di seram-seramkan. “Lalu apa? roh atau arwah?” goda Indah sukses membuat Devan mencebik kesal. Tiba-tiba saja Indah menghentikan langkahnya, ia merasakan nyeri menerjang sekujur tubuhnya. Dia berjongkok sambil berteriak kesakitan, tubuhnya seperti dihujani ribuan panah berapi, begitu panas dan perih. Devan hanya menatap Indah dengan nanar, sungguh teriakan kesakitan Indah begitu menyayat hatinya. Ingin rasanya ia bangkit dan membantu Indah, tapi ia tidak bisa. Dia harus menekan rasa sakitnya jika ingin tujuannya berhasil. Tapi tiba-tiba ada cahaya memancar melingkupi tubuh Indah, membawanya menghilang dari hadapan Devan. Indah mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya lampu kamarnya. Diliriknya jam yang ada di atas nakas, setengah tiga pagi. Dia mendesis ketika merasakan pedih di lengan kirinya. Ada sebuah luka di sana, cukup dalam dan hampir menyentuh urat nadinya. Darahnya mengalir mewarnai gaun malam barwarna pink pudar miliknya. Dia mengambil P3K dari dalam laci dan mulai mengobati lukanya sebelum akhirnya membalutnya dengan plester. Sebuah bayangan muncul di depan Indah, sedikit samar lalu semakin lama semakin jelas. “Aku tidak akan melakukannya lagi.” kata Indah pada bayangan itu. “Tapi kenapa?, aku janji akan menjagamu agar tidak melewati batas lagi.” kata bayangan yang ternyata adalah Devan itu sambil menatap sendu pada Indah. “Omomg kosong Devan, kau ingin membunuhku, akui saja, aku tidak sebodoh itu. Kau ingat kan?, mata orang lain itu seperti buku bagiku.” kata Indah dengan penuh penekanan. “Aku melakukannya karena aku mencintaimu.” jawab Devan dengan kepala tertunduk. “Persetan dengan cinta, kau ingin membunuhku. Kau selalu membuatku melewati batasku, mengira tubuhku tidak mampu dan akhirnya mati, iya kan?!” teriak Indah, terlihat selaput bening melapisi matanya, menunggu gilirannya untuk menetes. “Kau tidak mengerti Indah, betapa sakitnya berada di dekatmu, menatapmu, berbicara padamu tanpa sedikitpun bisa merasakan hangat tubuhmu.” “Tapi tidak harus dengan membunuhku, kau tahu aku harus tetap hidup untuk membuktikan pada mereka yang mencaciku bahwa aku mampu.” teriak Indah frustasi, air matanya telah sukses membasahi wajah cantiknya, lagi. “Aku tidak tahu cara lain.” bela Devan. Indah menyeka air matanya dengan kasar, kemudian menatap Devan tajam. “Dengarkan aku hantu gila. Mulai detik ini, jangan pernah mencoba menampakkan dirimu di hadapanku apalagi mendekatiku, karena aku sangat membencimu.” “Indah…” bisik Devan dengan suara bergetar.



“Kau tahu Devan, aku benci jadi gadis indigo, semuanya membuatku merasa barbeda dari yang lain, meskipun dengan kelebihan ini aku bisa melihatmu. Aku lebih baik menangisi kepergianmu selama berbulan-bulan daripada harus mati di tanganmu untuk bisa bersamamu, aku mencintaimu, tapi cinta itu mungkin sudah tertutup oleh rasa benci.” kata Indah, tak ada setetespun emosi dalam kalimatnya, semua murni dari dalam hatinya. “Aku akan melakukannya Indah.” bisik Devan. Tangannya terulur menyentuh jam tangan hitam di atas nakas sebelum akhirnya tubuhnya memudar dan hilang. Indah berjalan gontai menuju nakas, kakinya masih terasa sakit, mungkin karena ia melampaui batasnya terlalu jauh tadi. Tangannya terulur mengambil jam tangan hitam dari nakas, jam ini hampir tak pernah digunakannya. Hanya dia pajang di kamarnya, yang sebenarnya lebih mirip rumah boneka daripada kamar. Di genggamnya jam tangan itu hingga buku jari tangannya memutih. Dia tahu Devan tidak benar-benar pergi, dia masih di sini.



Paradoks Penyelamat Langit mulai berwarna jingga pekat, matahari sudah mulai tak terlihat menunjukkan malam akan segera tiba. Seperti biasa setiap hari, bos menyuruhku untuk bekerja lembur karena akhir-akhir ini perusahaan kami sedang mengejar proyek pemerintah yang menggiurkan karena nilai yang ditawarkan mencapai miliaran rupiah. Maka dari itu bos menyuruhku untuk kerja lebih larut demi memenangkan tender untuk proyek pemerintah tersebut. Melihat jam tanganku tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Karyawan kantor yang lain sudah mulai pulang ke rumah dan menikmati hangatnya suasana malam bersama keluarga. Namun berbeda denganku yang masih terduduk di atas kursi kantor berhadapan dengan monitor sambil memikirkan apa saja yang harus dipersiapkan untuk memenangkan proyek besar itu. Sedari tadi sampai sekarang menunjukkan pukul 10:30 tidak tau kenapa agaknya sangat sulit sekali untuk berpikir bagaimana strategi yang akan dilakukan untuk menyingkirkan perusahaan-perusahaan besar lain dan memenangkan proyek tersebut. Setelah terdiam beberapa saat, aku teringat kalau ibadah sholat isya tadi belum aku tunaikan. Aku langsung meninggalkan ruang kantor dari lantai tiga belas menuju ke musholla yang berada di lantai dasar. Kantor sudah sepi, semua karyawan sudah pulang hanya tersisa aku dan pak burhan sebagai penjaga kantor yang berada di pos keamanan. Aku berjalan cepat menuju lift dengan lampu kantor yang sebagian sudah dimatikan. Sebelum masuk ke dalam lift, aku merasakan seperti ada bayangan putih yang mengikutiku sehingga membuat sekujur tubuh merinding. Setelah di dalam lift hawa makhluk berbayang putih tadi semakin kuat sampai-sampai aku seakan tak sanggup untuk menekan tombol lift. Lift pun mulai turun menuju lantai dasar, bunyi roda-roda lift yang berdecit seakan menambah suasana seram. Tiba-tiba terdengar bisikan serak yang memperingatkan aku untuk berhati-hati. “Aku peringatkan kau agar berhati-hati!” Terkaget dengan bisikan itu, keluar dari lift aku pun berjalan kencang dengan perasaan degdegan, jantung berdetak kencang, keringat mulai membasahi kening. Sesampainya di musholla aku langsung mengambil air wudhu kemudian sholat dan berdoa meminta perlindungan agar Allah selalu melindungiku dan keluargaku. Setelah sholat aku pun langsung menuju ke mobil dan pulang ke rumah tanpa mengambil tas kerja yang tertinggal di ruang kantor.



Kupacu mobil dengan kencang agar cepat sampai ke rumah karena istri dan anakku pasti telah menunggu kedatanganku. Selama mengendarai mobil, aku merasakan kantuk yang teramat berat. Hingga pada akhirnya karena tidak tahan menahan kantuk kepalaku tertunduk ke stir mobil sehingga membuat mobil menabrak pembatasan jalan yang membuat mobil terpental melewati pembatas jalan. Setelah beberapa saat, aku pun terbangun dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawa. Anehnya, aku terbangun di ruang kerjaku dan melihat diriku sendiri sedang terduduk bingung di depan monitor yang masih menyala. Kemudian aku melihat diriku terkaget langsung meninggalkan tempat duduknya. dari situ aku tersadar kembali ke masa lalu, kembali ke beberapa jam setelah terjadinya kecelakaan. Aku melihat diriku berjalan menuju lift, ketika di dalam lift aku berbicara pada diriku sendiri agar aku lebih berhati-hati. Tetapi diriku di masa lalu terlihat ketakutan nampak dari cara dia yang tergesa-gesa untuk segera keluar dari lift. Setelah sampai di musholla, aku sudah tidak bisa komunikasi dengan diriku yang ingin segera melaksanakan sholat isya. Bahkan sekedar hanya mengikutinya saja aku pun tak bisa. Setelah diriku mengucap salam tanda berakhirnya sholat aku pun langsung menghilang entah ke mana bak ditelan bumi. “Ayah,..” “Ayah, bangunlah yah.” Terdengar suara lirih anakku memanggilku di tengah kesunyian yang aku rasakan. Tersentak aku pun berlari menuju suara tersebut, semakin kencang aku mendengarnya dan pada akhirnya aku menemukan cahaya yang membuat mataku tak bisa melihat apa-apa. Setelah cahaya itu mulai redup aku pun tersadar kalau aku sedang berada di rumah sakit bersama Istri dan Anakku yang mendekap dan memeluk tubuhku yang terbaring. Air mataku tak terasa telah membasahi pipi. Dan aku benar-benar bersyukur, Allah masih memberi kesempatan ke dua untuk membahagiakan keluarga kecilku.



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Adinda Sartika Siregar



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



Suara bising yang mengitari telingaku membuat aku terbangun dari tidur malam yang panjang. Kubuka pelan-pelan mataku yang masih sayu-sayu dan, astaga betapa kagetnya aku melihat seekor binatang besar yang menyerupai gajah dengan telinga kecil dan belalai pendek. Dan yang membuat aku kaget lagi adalah kenapa aku tidak berada ranjangku, kenapa aku ada di hamparan rumput yang luas dengan kupu-kupu yang berdenging bagaikan lebah. Aku masih bingung dengan keadaan di sekitarku dan masih bertanya tanya bagaimana aku bisa ada di tempat ini? Bagaimana bisa?. Aku mulai bangkit dan mencari jalan untuk keluar dari tempat asing yang indah sekaligus aneh ini. Setengah perjalanan aku bertemu dengan seorang gadis yang mungkin seusiaku. Dengan paras ayu dan mata bulat bak bola pimpong dengan pipi yang imut. Entah siapa dia tapi aku merasa gelisah waktu ku menatap mata pimpong itu. Jantung berdebar kencang tak karuan suasana hatiku pun mulai tak karuan rasanya. Gelisah, senang, bingung tak karuan jadi satu. Mungkinkah ini yang dibilang orang jatuh cinta pandang pertama. Dengan suasana hati yang tak karuan aku bertanya kepadanya. “Permisi gimana saya bisa keluar dari tempat aneh nan indah ini?” dia hanya diam menatapiku. Sontak aku merasa semakin gugup dan tak karuan. “Permisi apa kamu bisa mendengar perkataanku?” dia hanya diam untuk ke sekian kalinya dan tetap menatapku dengan mata binar itu. Aku semakin tak karuan di buatnya. “Ahhh, kenapa hati ini? Sebaiknya aku pergi saja, dan mencari jalan keluar. Tohhh dia tidak merespons pertanyaanku” gumamku dalam hati yang tak karuan ini.



Aku melanjutkan langkahku menjauhi wanita itu, dengan menundukkan kepalaku serta menendang nendang kecil rumput kering yang ada di depanku. Dukk “Aduuhh” aku kesal terhadap sesuatu yang mengenai kepalaku, entah apa itu tadi. Dan kuangkat daguku ke depan, tapi tak kulihat apa-apa yang mengenai kepalaku. Dan kulihat ke belakang tak kutemukan apapun bahkan seorang wanita yang tadi kutemui. Aku merasa takut kali ini, sekarang perasaanku berubah menjadi ketakutan. Waktu ku menengok ke depan kembali. AAAHHHH betapa kagetnya diriku melihat sesosok wanita dengan rambut terurai dan muka yang tertutupi rambut panjang itu. Dug dag dug dag dug, ritme jantungku mulai tak menentu dan kacau. Ketika muka itu semakin dekat di hadapan mataku aku menutup mataku dan refleks dengan cepat memeluknya. Tiba-tiba keadaan menjadi hening. Dan kuberanikan diriku untuk membuka mataku ini, kubuka perlahan dan kesekian kalinya aku merasakan kaget yang tak karuan. Aku berteriak “tidakkkk!!!” di barengi dengan teriakan keras dari wanita ini “Ahhhhhh”. Aku lupa melepaskan pelukan ku terhadapnya, mulai kulepas pelukanku terhadapnya sambil mendorongnya dari pelukanku. Duakk, dia terjatuh dan tersungkur di lantai kamarku. “Aduhhhhh” jeritnya lirih, “kenapa kamu menciumku” tanya wanita itu terhadapku. Aku kaku dan kagok “ti.. tii.. ti..dak , aku tidaak menciummu” jelasku terhadapnya “Tidakkk!! Kamu menciumku, jelas jelas kau menciumku dan mendorongku hingga jatuh” dengan mata yang sangat ngotot. Aku semakin takut dan bersalah, mencoba untuk menjelaskan “sebenarnya aku tidak menciummu tetapi aku memelukmu,” dengan keyakinan penuh. Dia masih tidak percaya dengan ucapanku “kamu pembohong!! Kamu telah menciumku bukan memelukku” dengan ketidak-percayaan yang tergambarkan di raut wajah yang mengkerut marah itu. “seperti inilah pelukan” kiss Tiiiittttt, serasa jantungku berhenti berdetak dan semua yang ada di depanku tiba tiba pudar dan berubah menjadi kilatan cahaya yang menyilaukan. Dug, aku terkejut dengan bibir mungilnya yang masih menempel di pipiku. Dan kini aku tidak lagi di kamarku melainkan aku ada di tempat aneh nan indah tadi.



Dejavu Sungguh. Mungkin aku adalah satu-satunya anak di negara bagian ini yang membenci hujan. Aroma rumput yang diterpa hujan seolah menjadi latar belakang kenanganku yang kini tervisualisasi dalam butir hujan. Aku mengernyitkan dahiku dan merangkul kedua lututku sampai celana panjang yang kupakai menutupi kedua mata kakiku. “Kau kenapa Jean?”, ujar anak yang sedang duduk bersandar pada mainan kuda kayu di sebelahku. Aroma wangi bunga dari badannya yang sangat kusuka tiba-tiba menyadarkan lamunanku tentang hujan ini. “Kau tampak seperti nenek tua daripada seorang anak perempuan” ucapnya kali ini disertai dengan senyuman yang terkesan menjengkelkan tetapi entah kenapa aku sangat menyukainya. Anak itu sekarang menegakkan badannya dan duduk di sebelahku dengan memeluk kedua lututnya. “Kau tahu apa yang paling aku benci Tom?” “Ya, hujan” ucapnya dengan diiringi desahan nafas yang berat seraya tersenyum kecil, “Menghilangkan tempat bermain kita bukan?” lanjutnya. Hujan yang terus-menerus mengguyur di luar disertai beberapa kali hentakan petir seolah ingin aku berhenti menatap ke luar. Di kamar ini hanya ada aku dan Tomi yang dari tadi meringkuk memeluk lutut masing-masing di balik jendela ini. “Tapi aku senang masih bisa bermain bersamamu Tom” ucapku dengan senyum lebar memamerkan gigiku yang putih pada anak berbaju putih lusuh di sebelahku. “Kukira aku tidak akan bisa melihatmu lagi setelah kau pindah tempat tinggal”. “Ha-ha kau tenang saja, aku tidak akan berhenti bermain bersamamu” jawabnya riang, “Memangnya kau bisa apa tanpaku?” ucapnya licik. Baiklah, mungkin itu ada benarnya. Aku tidak memiliki lagi teman di sekitar tempat tinggalku untuk kuajak bermain. Gelar anak tunggal yang melekat padaku memaksaku harus menemukan caraku sendiri untuk bermain agar tidak mengganggu orangtuaku dengan urusan mereka masing-masing. “Ngomong-ngomong apakah mereka tahu kau ada di sini?” tanyaku. “Siapa?” “Siapa katamu? Tentu saja orangtuamu Tom” Ucapku tegas. “Entahlah” jawabnya, “Mungkin mereka tahu, mungkin juga tidak, mungkin mereka sudah melupakanku” ucapnya seraya beranjak dari sebelahku menuju tempat tidurku. Boneka porselen yang sedari tadi dipegangnya ia seret hingga gaun yang dikenakan oleh boneka itu terjuntai di lantai. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar dan seorang perempuan dengan wajah yang masih cantik untuk perempuan seusianya masuk tanpa aba-aba ke kamarku. “Hei Sayang, kau mau sepotong kue dan segelah susu cokelat” ucapnya dengan senyum lembut. “Tentu saja ma, aku suka itu” jawabku tegas seraya menyengir kepadanya. “Bawakan untuk Tomi juga ya” jawabku lagi pada ibuku. Perempuan itu tersenyum lembut dan menutup pintu kamarku meninggkalkan kami berdua lagi. “Ibumu memang selalu tampak cantik dan baik sepertimu Jean” gumamnya sambil melemparlempar bola baseball yang ada di atas tempat tidurku ke udara “Bukankah seorang ibu harusnya seperti itu?” ucapku pada pada Tomi, “Mereka semua pasti baik pada anaknya”. Aku memalingkan wajahku pada Tomi. Kulihat kini wajahnya yang berpipi tirus tampak bereskpresi sangat datar dan dingin. “Ibuku sekarang sudah tidak terlalu memikirkanku dan orang itu karena kejadian tempo hari” ujarnya, “Padahal itu semua adalah salah orang itu sehingga ibu sangat membencinya”.



Aku turun dari bilik jendela dan menyeret selimut panjang berwarnakan biru yang dari tadi menutupi badanku dari dinginnya hari. Melihat wajah Tomi yang tampak sangat sedih begitu menyayat hatiku. Ibu Tomi memang bukanlah orang yang buruk, tetapi tidak seharusnya ia bersikap demikian terhadap Tomi. “Apa kau masih mengingat apa yang terjadi tempo hari itu, Tom?” “TIdak, tidak sama sekali” Jawaban itu membuatku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Memberi semangat untuknya bagiku malah akan tambah membebani hidupnya. Tomi yang aku kenal bukanlah Tomi yang dulu biasa bermain bersamaku dengan wajah yang selalu riang dan menyenangkan. Tetapi paling tidak Tomi masih mau bermain bersamaku sekarang. “Hei apa itu bunga Daffodil?” tanyanya sambil menunjukkan jarinya pada seikat bunga yang aku letakkan pada sisi meja di samping tempat tidurku. “Iya” “Apa itu untukku” “Tentu saja”, kulihat senyum diwajahnya melebar dan menampakkan wajah yang tampan. Tomi memang menyukai bunga Daffodil, ia berkata bahwa bunga itu adalah lambang kebahagiaan dan keceriaan. Sudah dari 3 hari yang lalu aku menyiapkan bunga itu untuk kuberikan pada Tomi sebagai balasan karena dulu ia juga pernah memberiku bunga Tulip yang ia petik di halaman rumahnya. Hari itu adalah hari dimana aku pertama kali bertemu dengan Tomi. Anak dengan rambut kecoklatan dengan mata berwarna biru itu tiba-tiba datang menghampiriku yang sedang bermain sendirian di teras rumah dan memberiku bunga Tulip dengan senyuman merekah di wajahnya. Hujan yang mengguyur di daerah tempat tinggalku tidak dihiraukannya sehingga ia datang dengan leher kaos yang ia angkat dan dijadikan penutup kepalanya sambil memegang seikat bunga Tulip. Melihat keceriannya kala itu seolah memberikan keceriaan padaku juga yang sedang kesepian dan bermain sendirian. Hampir setiap hari aku bermain bersama Tomi, jika dia tidak datang ke rumahku, maka aku yang akan datang ke rumahnya. Sampai kapanpun tidak akan pernah kulupakan tentang pertemuanku dengan Tomi. Sikapnya yang ceria dan ramah membuatku merasa tidak lagi kesepian sejak hari itu. “Lihat Jean!” teriak Tomi seketika membuyarkan lamunanku, “Hujannya sudah berhenti di luar sana”. Aku memalingkan wajahku ke arah jendela dan kulihat hujan yang mengguyur sedari tadi berangsur-angsur reda dan digantikan oleh cahaya matahari yang perlahan namun pasti menampakkan kehangatannya. Kulihat Tomi langsung berlari ke arah jendela dan berdiri tegak di sana. “Baiklah, tunggu ya, Tom” ucapku. Aku beranjak dari tempat tidurku mengambil jaket di belakang pintu kamar dan langsung kupakai seraya menggenggam bunga Daffodil yang kuambil di atas meja. Saat aku membuka pintu sekilas aku melihat wajah Tomi tersenyum memandangi langit dari jendela kamarku. Akupun turun ke bawah dan melewati ruang tengah untuk menuju ke pintu depan rumah. Kulihat ayahku yang sedang membaca koran dengan sepuntung rok*k di jemarinya duduk di depan televisi. “Kau mau ke mana dengan bunga itu, sayang?” tanyanya yang sedang melihatku berlari ke arah pintu depan dan membukanya. “Ke makam Tomi” jawabku singkat. Aku pun langsung menutup pintu dan pergi.



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Putri Anna Dhona



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



Pada suatu hari seorang putri dari Kerajaan Berry berusia 15 tahun sangat senang sekali karena ia akan menerima tamu dari kerajaan lain. “Ma, kapan keluarga Raja Arash, Ratu Alzena dan Putri Adifa temanku akan datang?” tanya Putri Ayla kepada Sang Ratu. Ratu Aurin pun menjawab, “Ayla mereka aja baru take off dari Bandara Derlyn kamu yang sabar ya,” “Iya ma,” jawab Ayla “sambil menunggu mending kamu sholat ashar dulu deh, ntar mama minta Tifanny (Pelayan Istana) buatin kamu roll cake green tea, mau gak?” jawab sang Ratu sambil tersenyum “mau donk, sama green tea juga ya biar matching gitu looh ma,” “sipp, putri tapi sholat dulu ya.” “Iya ma” jawab Ayla dengan penuh bersemangat ia langsung ke tempat wudhu di kamarnya, setelah itu ia sholat menggunakan mukena berwarna ungu bermotif tumbuhan dan bunga, dan bawahannya bermotif polkadot tetapi berwarna dasar ungu, Ya Ungu adalah warna favorit Ayla. Setelah sholat, Ayla berdo’a supaya Raja Arash sekeluarga diberi keselamatan dalam perjalanan di pesawat, Setelah itu Ayla merapikan mukena dan Sajadah. Setelah itu, ia langsung ke taman karena ia ingin langsung memakan roll cake green tea buatan Tifanny beserta green tea yang hangat “hmm enakk..” ucap Ayla dalam hati.



“Teng.. Teng.. Teng..” bunyi jam dinding di istana, “Astagfirullah.. sudah jam 5 sore aku lupa menanyakan ke mama apakah Raja Arash sudah sampai,” jawabnya. Ayla pun mencari Sang Ratu, kata Sherov pegawai istana, Sang Ratu bersama Raja pergi ke Defiani Airport. Menanggapi hal itu, Alya kesal “looh, kenapa mama tidak mengajak aku. Aku kan, juga ingin bertemu dengan Adifa sudah lama aku tidak bertemu ia aku kangen sekali.” “Tuan Putri, tadi Raja Asyraff beserta Ratu terburu-buru jadi, putri tidak diajak” jawab Sharov. “Ya sudah tidak apa apa” jawab Alya dengan penuh kesedihan ia menuju ruang televisi agar dapat menyeka air matanya sesaat. Saat ia menuju ruang televisi ia melewati ruang dapur, ruang tamu, ruang makan semuanya pada sibuk untuk acara kedatangan Raja Arash sekeluarga, dari Kerajaan Zarack. 15 menit kemudian.. “Raja dan Ratu datang, Tuan Putri mereka ada di ruang tamu, Ratu memintamu untuk datang ke sana.” jawab Sharov dengan penuh kesopanan. Ayla pun datang, Alangkah bahagianya Ayla melihat teman sejatinya datang maka hilangkan kesedihannya tadi. Ia pun menyalami Raja Arash dan Ratu Alzena. “TIDAK ADA SESUATU PUN DI DUNIA INI SELAIN PERSAHABATAN SEJATI”



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Afriani



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



“Andai saja di dunia ini ada dunia yang bisa membuatku pergi ke masa lalu dan memperbaiki masa depan” Ucapku sambil memandang langit senja yang indah dan bersandar di pohon mangga belakang rumah, hingga tanpa kusadri Ibuku memanggil untuk segera masuk ke dalam rumah dan mandi untuk persiapan ke rumah tante. Hari ini atau sore ini aku akan pergi ke rumah Tanteku yang bernama Savira di salah satu desa, aku sangat bahagia tiap kali pergi ke sana. Karena tempatnya jauh ke perkotaan yang membuat udaranya lebih sejuk, pohon pohon lebih indah dan suasananya terhindar dari polusi tidak seperti rumahku yang tepat ada di kota. Aku juga bisa melihat flora dan fauna yang saat ini memang sudah hampir punah dan aku bisa bermain bersama anak tante Savira yang bernama Diana. Dia gadis yang cantik dan baik hati, aku tidak pernah merasa kesepian di daerah yang bukan tempat tinggalku karena Diana. “Fikaa, bawa tasmu dan segera masukan ke dalam mobil, Ibu dan Ayah akan menunggumu dalam mobil” Ucap Ibu. Aku segera membawa tas biruku dan masuk ke dalam mobil, kebetulan hari ini adalah hari libur, makannya aku ingin ke rumah Tante aku juga akan menginap di sana beberapa hari sampai masuk sekolah kembali. Di sepanjang perjalanan aku bisa melihat kemacetan, polusi, sampah, hal hal yang mebuatku jijik. “Ini kan kehidupan kota, tapi kenapa di sini banyak sekali bibit yang bisa mebuat kita sakit. Seperti sampah bagaimana kalau orang membuangnya ke sungai lalu terjadi banjir, dan polusi orang akan sakit mata, bersin bersin karena tidak menghirup udara yang segar seperti di desa” pikirku dalam hati.



Hingga sampai lah di perbatasan desa, suasananya sangat berbeda dengan yang tadi. Di sini aku bisa menghirup udara yang segar, tidak ada sampah, tidak ada kemacetan “andai saja kehidupan kota sama dengan kehidupan di desa” ucapku dalam hati, tanpa kuduga ternyata mobilku sudah berhenti di depan rumah Tante Savira. Aku turun dan mengucap salam lalu masuk ke dalam rumahnya yang bersih dan sederahana, rumahnya tidak besar tapi cukup untuk keluarganya yang bahagia. Singkat cerita, 2 hari berlalu aku masih berada di rumah Tante dan Ibu juga Ayah pulang ke kota tapi dia berjanji akan menjemputku setelah 3 hari. Hari ini hari ke-3 aku berada di sini artinya ini hari terakhir, aku harus membuat hari ini berkesan. Aku dan Diana pergi berjalan jalan mengililingi kebun milik Paman atau Suami Tante Savira. Paman menghampiriku dan menceritakan bagaimana dia mengurus kebun ini. Aku dan Diana sangat serius menyimak cerita itu. Ternyata kebun ini dibuat karena adanya dunia paralel, dulu desa ini kekeringan tapi Paman menemukan sesuatu di dalam tanah, saat dia menggali sumur untuk mencari air dalam tanah tapi yang ia temukan adalah sebuah kotak, kotak kumuh yang terbuat dari besi, besinya sudah karatan. Saat Paman membuka kotak itu, kotaknya penuh cahaya dan Paman dapat menemukan kertas yang isinya petunjuk dan kegunaan kotak ini, saat Paman baca ternyata kotak ini dapat mengubah dunia saat itu, kotak ini dapat merubah desa ini menjadi desa yang indah sepeti ini dan itu semua hanya karena kotak ini. Paman menemukan sebuah timbol dalam kotak ini lalu menekannya dan desa pun berubah seperti sedia kala sebelum mengalami kekeringan. Saat Paman selesai bercerita, aku bertanya “Apakah emang benar ada dunia paralel? Kalau begitu aku ingin merubah kehidupan kota menjadi sama sepeti kehidupan di desa”. “Blug..” “Awww…” Ucapku, yang jatuh di bawah ranjang. Ibu menghampiriku dan bertanya apakah aku baik baik saja dan aku jawab iya. Ternyata tadi itu semua adalah mimpi, itu mimpi. “Ibu bukannya aku pergi ke ruamh Tante Savira?” Tanyaku untuk memastikan apa yang telah terjadi “Enggak, dari tadi kamu tidur di sini maksud Ibu tadi kamu pingsan” “Pingsan?” “Iya mungkin kamu kecapean dan kepanasan, ibu melihat kamu pingsan di taman belakang sepertinya kamu menulis sesuatu dalam kertas itu” kata Ibu sambil memberikanku kertas. “Kamu tau? Ibu sangat khawatir Ibu kira penyakit kamu kambuh” “Ah ibu berlebihan” Saat kubaca kertas itu, tulisannya adalah “DUNIA PARALEL” “Apa ini ada kaitannya dengan mimpiku? Tapi aku rasa iyaa”



The Strange Dream Berjalan melewati sebuah lorong yang membawaku tepat di sebuah gedung besar yang terbakar, beberapa orang berkumpul di sana hanya untuk melihat dan beberapa orang lainnya berusaha menghubungi pemadam kebakaran. Aku berjalan mendekat dengan kerumuan orang tersebut dan bertanya kepada mereka. “apa yang terjadi di sini?” tanyaku kepada mereka. Tetapi mereka tidak menjawab. Aku mencoba melambaikan tanganku di depan wajah mereka tetapi mereka seperti tidak melihatku. Aku langsung menghindari mereka dengan berjalan mundur, aku melihat kebakaran tersebut lagi tetapi api mulai membara hingga membakar rumah di sekitarnya, aku langsung panik dan menatap mereka kembali tetapi mereka telah terbakar dan masih terlihat jelas kulitnya yang mulai memerah. Aku langsung berlari dari tempat itu sejauh mungkin, aku tidak melihat langkahku dan langsung berguling dan terjatuh ke sebuah lubang. Aku terjatuh dari tempat tidurku dan langsung terbangun. Perkenalkan namaku Alvin, aku sekolah di SMA 33 Jember kelas 2B, ayah dan ibuku kerja di luar kota dan aku hidup sendirian di rumah. Setiap malam dalam mimpi aku melihat setiap kejadian dan aku telah melihatnya ketiga kalinya dan terasa nyata bagiku. Aku segera mandi dan berangkat sekolah, di perjalanan menuju sekolah aku memikirkan mimpi itu, saat aku berada di depan sekolah aku melihat sekolahku dan langsung terbayangkan oleh mimpiku saat aku melihat gedung besar yang terbakar, kepalaku langsung terasa sakit dan aku langsung memegang kepalaku, tetapi sahabatku langsung menghampiriku namanya Rio. “kamu gak papa, vin?” tanya rio. “aku tidak papa” jawabku. “baiklah, ayo masuk ke kelas” ajaknya. “OK!!” ucapku, sambil berjalan menuju ke kelas. Di sore hari aku menonton pertandingan bola basket rio, dia sangat mengagumkan dalam bidang olahraga tetapi tidak dalam bidang pelajaran, aku menontonnya sambil membaca novel ‘The Hunger Game: Mockingjay’. Pertandingan rio akhirnya selesai, dia langsung menghampiriku. “apa yang kamu baca?” tanyanya. “the hunger game” jawabku. “buat apa kau membacanya, filmnya sudah keluar” ucapnya sedikit menghina. “aku tahu, tetapi segala detailnya lebih jelas di dalam novel daripada di film” jawabku sambil memberikannya sebotol air minum. “hmm.. Aku rasa kau benar, ayo pulang!!” jawabnya. “ayo!” ucapku, sambil beranjak berdiri. Kami berjalan bersama. “siapa yang akan kau pilih, cinta pertama atau orang yang selalu ada di sampingmu?” tanyaku. “orang yang selalu di sampingku” jawabnya. “kenapa?” tanyaku lagi. “karena dia pasti selalu ada di sampingku, apapun yang akan terjadi. Tapi bukan berarti aku mau berpacaran denganmu, hahaha..” jawanya. “kamu pikir aku mau berh*mo denganmu” ucapku meledek. Kami mulai berpencar di depan gang sekolah, Di perjalanan aku mulai takut akan mimpi itu dan aku berpikir bahwa mimpi itu mungkin akan terjadi suatu saat nanti.



Aku masuk ke dalam rumah sambil meletakkan tasku di meja dan terlentang di tempat tidur, tanpa aku sadari aku telah tertidur. Aku bermimpi sedang berjalan dengan rio, dia terlihat ceria seperti biasanya tetapi saat rio hendak membelikan aku sebuah minuman yang berada di seberang jalan. Saat dia di tengah jalan, dia berhenti sambil melihatku dan tersenyum. “riooo… AWASSSS!!..” ucapku sedikit menjerit, dan dia langsung ditabrak oleh sebuah truk pengakut barang. Aku langsung terkejut dan terbangun dari mimpi. Nafasku terengah-engah karena mimpi itu. Aku takut akan terjadi sesuatu yang buruk pada rio dan aku langsung lari menuju ke rumah rio dan tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarku. Saat aku di perjalan menuju rumah rio aku terkejut ketika melihat ada seseorang yang berkumpul di jalan raya, aku pun menghampirinya dan yang aku lihat adalah diriku sendiri. Dadaku mulai sakit dan aku tidak bisa bernafas dengan lancar, aku berlutut di depan tubuhku. Aku langsung berlari menuju rumah rio melewati depan sekolahan, tetapi sekolahan itu tidak ada dan yang kulihat hanya tanah kosong berwarna hitam seperti baru saja terbakar kemarin. Aku berlari menuju rumah rio, tetapi rio tidak ada di sana, kedua orangtuanya hanya menagis. Apa yang sebenarnya terjadi di sini??. Ingatanku sediki demi sedikit mulai kembali, aku ke sekolah bukan untuk bersekolah tetapi untuk melihat daftar orang yang telah mati akibat kebakaran kemarin. Aku kecewa karena rio, menjadi salah satu korbannya dan aku langsung tertabrak oleh truk. Yang aku lihat bukanlah masa depan tetapi masa lalu aku terlalu sakit hati karena rio sudah tidak ada jadi aku membuat sebuah imajinasi bahwa di masih ada. Kebakaran yang terjadi diakibatkan karena arus pendek listrik.



Mahkota Emas Kaki tanganku tak bisa digerakan. Aku hanya terdiam beku di atas kursi yang kududuki. Angin terus berhembus, padahal tak ada pintu atau jendela yang terbuka. Bahkan kipas angin pun tak menyala. Aku pun terpaku pada tv yang menyala kabur. Entah kenapa, aura dingin ini timbul dari tv kaburku. Sesekali nampak gambar seorang pria berpakaian hitam, bertopeng putih, dengan mahkota emas di kepalanya. Siapa dia? Aku pun tidak tahu. Aku mencoba memejamkan mata namun terangnya tv masih menembus kelopakku. Namun aku terus memejam, berharap ini hanyalah mimpi. Dan beberapa menit kemudian, cahaya terang itu meredup. Namun rasa dingin ini semakin menjadi. Aku benar-benar menyerah untuk mencari tahu. Tapi aku mencoba untuk membuka mata. Dan, pria itu hadir di depanku, hanya menatapku dengan dingin. Mahkotanya menyala terang, tetapi tidak membuatku silau. Aku benar-benar tidak mengerti. Apakah aku akan mati? Pria itu mengarahkan tangannya kepadaku. Dan dari telapak tangannya itu, keluar mata yang kemudian memancarkan sinar, yang mememutarkan kenangan-kenangan suram hidupku. Yah, aku telah membunuh keluargaku, bahkan keluarga kekasihku beserta dirinya sendiri. Aku memang biadab, dan aku pantas mendapatkannya. Lalu pria itu memberikan aku selembar kertas beserta pensil, dan membiarkanku menulis apa saja yang ingin kutulis. Lalu semua aku akhiri dengan tanda tanganku di bawah ini. Dan aku berharap, ada yang membacanya.



Senyum Cantik Bidadari Hai! Perkenalkan namaku Liona Anstasya Putri, panggilanku Putri. Aku bersekolah Di SDN Rancaloa Kota Bandung, aku duduk Di kelas 5 SD. Hari ini sampai Hari minggu, sekolahku akan libur. Rencananya juga nanti Aku akan menginap di Vila milik ayahku, tapi aku akan menginap Bersama kedua temanku yaitu Tirta dan Kirana Dan tidak bersama Kedua orangtuaku. Pagi hari sekali jam wekerku sudah berbunyi. “Krring… Krring… Krring!” terdengar suara jam wekerku berbunyi. “Put bangun sekarang udah jam 8 pagi” Kata Tirta. “Iya… Iya sebentar Aku masih ngantuk tahu” kataku. “Ihhhh… pemalas banget sih Kamu” Kata Kirana. Aku tersenyum setelah itu aku bangun Lalu mandi. Setelah Mandi aku bermain di taman belakang Vila. Saat aku bermain di taman belakang aku melihat bayangan putih melintas di atas awan. “Eh…Eh liat tuh kir, tir ada bayangan putih melintas di atas” kataku. “Wah iya betul Ayo Kita ikutin” kata Kirana. Aku dan Tirta mengangguk, lalu kami bertiga berlari mengikuti bayangan putih itu. “Ayo buruan nanti keburu bayangannya ilang” kataku. Kami berlari semakin cepat, akirnya kami sampai di sebuah air terjun. “Kita di mana nih?” Tanya Kirana. “Mana aku Tahu” kataku. Kami semua bingung, tiba-tiba kami melihat ada bayangan putih tadi yang kami lihat. “Heh itu bayangan tadi” kata Tirta. “Berhenti di sini” kataku “Sebenarnya apa itu?” Tanya Tirta. Aku menggelengkan kepala, tiba-tiba kami melihat ada sebuah senyuman cantik, tapi kami tidak Tahu siapa yang tersenyum di atas Langit itu. “Senyuman siapa itu?” Tanya Tirta. “Mana aku tahu” jawabku. “Atau itu senyuman Bidadari?” Tanya Kirana. “Yang bener aja kamu kir!” kataku Kami kembali pulang ke Vila. Keesokan harinya kami kembali melihat senyuman cantik itu di air terjun. Setiap Kali kami menunggu senyuman itu di air terjun senyuman itu selalu datang sampai akirnya kami akan pulang ke rumah kami masing-masing. Dan saat waktunya kami pulang kami kembali ingin melihat senyuman itu lagi. Dan saat itu kami melihat ada bayangan putih itu lagi Turun ke hadapan kami, dan saat dilihat lebih jelas ternyata itu Bidadari. “Kamu Bidadari kan!” kata Kirana terkejut. “Bidadari!!!” kataku dan Tirta bersamaan. “Aku adalah bidadari kalian selalu melihat senyumanku aku sangat senang kalian selalu melihat senyumanku” kata Bidadari. “Senyumanmu sangat cantik Bidadari” kata Kirana. “Terima Kasih ya anak-anak” kata Bidadari. “Iya, sama-sama Bidadari” kata kami.



“Bidadari tidak bisa lama-lama di sini, Jadi untuk itu Bidadari mau memberi sesuatu untuk kalian” kata Bidadari. “Apa itu Bidadari” Tanya Tirta. “Ini, bola kristal ini kalian bisa menjaganya bersama-sama karena bola kristal ini cuma satu” kata Bidadari. “Bola kristal ini sangat bagus” kata Kirana. “Makasih ya Bidadari” kataku. “Ya sama-sama” kata Bidadari. Bidadari pun Pergi, lalu kami pulang ke rumah kami menggunakan mobil. Bagi kami pengalaman ini sungguh menyenangkan. “Andai saja aku bisa bertemu lagi sama Bidadari, tapi aku janji akan merawat bola kristal Dari Bidadari” gumamku.



Persahabatan Di Dunia Fantasi Ebby adalah salah satu anak yang pintar di kelasnya. Ia memiliki sahabat sejati, yang bernama ishaq, nanda dan ismi. Sahabat sahabatnya memiliki keahlian masing masing. Ishaq adalah orang yang sangat pemberani, dia paling suka dengan beladiri. Nanda adalah orang yang sangat pintar dalam bidang flora, fauna dan matematika, sama seperti ebby. Nanda adalah saingan terberat ebby di kelas. Dan ismi adalah orang yang senang bercanda, namun ketika mengerjakan sesuatu ia mengerjakanya dengan serius dan bersungguh sungguh. Suatu hari, ebby, ishaq, nanda, dan ismi diberi tugas oleh bu indri membersihkan kelas sebelah yang sudah 15 tahun rusak. Ketika ismi sedang merapikan meja, ia melihat ada sebuah buku di dalam kolong meja. Ia pun mengambil buku itu, buku itu berjudul persahabatan di dunia fantasi. Entah siapa pengarang dan penulisnya, ismi tidak tahu karena tidak tercantum pada sampul buku ataupun daftar isi buku tersebut. Akhirnya ismi membaca buku tersebut, setelah selesai membaca buku tersebut, ia memberitahukan kepada ebby, ishaq dan nanda bahwa di halaman terakhir buku tersebut terdapat tulisan “liatlah gambar portal tersebut” lalu mereka melihat dengan teliti portal tersebut, dan akhirnya perlahan lahan tanpa disadari tubuh mereka seakan akan tersedot masuk kedalam portal tersebut. Mereka tidak tahu, mereka ada di mana. Ismi yang telah membaca buku persahabatan di dunia fantasi tersebut hanya menjawab pertanyaan mereka, “kita ada di dalam dunia fantasi, Mari bersenang senang, di sini ada rumah pizza, sungai coklat, dan taman peri” mereka semua terkagum kagum dengan cerita ismi. Akhirnya, dengan panduan ismi, mereka masuk melintasi gerbang menuju rumah pizza. Di sana mereka bersenang senang dan menemukan sahabat baru, yang bernama nio. Nio adalah anak kecil yang menjaga rumah pizza tersebut. Tak lama kemudian, mereka menuju gerbang sungai coklat. Mereka kembali menemukan sahabat baru, namanya vika. Vika adalah anak kecil yang menjaga sungai coklat tersebut. Pada saat di sungai coklat, mereka sangat bersenang senang. Ada yang meminum air sungai coklat, melukis pemandangan dan lain lain. Tak lama kemudian, ismi berbicara dengan teman teman “mari kita menuju ke taman peri, di sana pasti lebih menyenangkan” akhirnya semua temannya menyetujui ajakan ismi, mereka pun menuju gerbang taman peri. Mereka tidak tahu bahwa ditaman perilah gerbang masuk ke dunia nyata, akhirnya, mereka kembali tersedot ke dalam portal menuju ke dunia nyata, mereka kembai ke dalam kelas sebelah yang kini sudah rapi. Buku yang tadi ditemukan ismi pun kini telah hiang, entah di mana.



Planet Cokelat Pagi ini aku terbangun dengan mimpi aneh, mimpi yang menyenangkan dan seru jika itu adalah kenyataan. Aku bermimpi jika aku berada di planet cokelat yang sangat menggiurkan, di sana terdapat berbagai jenis cokelat yang pasti rasanya enak. “Zella, apa kamu sudah bangun nak?” Panggil ibuku di balik pintu kamar. “Iya bu, aku sudah bangun” Jawabku. “Kalau begitu ayo turun ke bawah, kita sarapan bersama” Ajak ibuku. “Baiklah, aku datang” Sahutku, lalu bergegas mandi, memakai baju dan tak lupa aku juga sedikit berdandan. “Pagi ibu” Sahutku dan menciumi pipi kanan dan kirinya. “Pagi sayang” Balasnya menciumi pipiku. “Bu, apa ibu tahu soal planet cokelat, apa ada bu planet seperti itu?” Tanyaku pada ibu mengenai mimpiku tadi malam. “Apa? Planet cokelat katamu? Hmm.. mimpi lagi ya?” Ocehnya balik bertanya, namun dengan senyum yang misterius. “Aku memang bermimpi, tapi terasa nyata bu, kuharap ada planet seperti itu dan aku bisa mengunjunginya” Jelasku dengan nada yang penuh dengan kesungguhan. “Ibu rasa.. kau bisa ke planet itu, planet cokelat memang nyata” Terangnya dan itu membuatku tersedak makanan. “A..a..apa? Apa benar bu? Bagaimana ibu bisa tahu? Apa bisa kita kesana?” Ocehku panjang lebar. “Tentu dong sayang” Ucapnya santai. “Kapan? Naik apa?” Tanyaku lagi. “Kita kan bisa berteleportasi sayang” Jawab ibuku santai lagi, apa ini benar ibuku? “Ibu, aku sedang serius, tidak bercanda” Sahutku dengan nada yang serius sekali. “Kita pakai ini” Ucap ibuku sambil memperlihatkan benda aneh, kudeskripsikan benda itu berbentuk bintang dengan 1 tombol di masing-masing bagiannya, sejak kapan ibu punya benda seperti ini? “Ini apa bu?” Tanyaku lagi, rasanya aku benar-benar tidak percaya pada ibu saat ini. “Alat untuk berteleportasi, cepat habiskan makananmu, kita berangkat sekarang juga” Ucap ibuku dan pergi ke kamarnya, entah dia ingin melakukan apa. Aku pun segera menghabiskan makananku, dan menunggu datangnya ibuku. Tak lama ia keluar dari kamar dan berpakaian serba cokelat. “Sayang, pakai baju ini, ayo cepat kita pergi ke planet cokelat” Ucapnya. “Ini bukan mimpi kan bu?” Ambiguku. “Ini nyata sayang, planet cokelat memang ada, kita berasal dari planet itu, kemudian karena suatu sebab kita harus menetap di bumi untuk beberapa waktu. Sepertinya mimpimu itu adalah panggilan pulang dari ayahmu” Jelas ibuku panjang lebar yang sedikit bisa kumengerti. “Oke, aku percaya” Ucapku dan mengganti pakaianku dengan baju serba cokelat tersebut. Beberapa menit kemudian aku siap, dan segera menyusul ibuku di ruang tamu. “Ibu, aku sudah siap” “Ayo sini sayang, tutup matamu setelah aba-aba ibu yang ketiga” Perintahnya. Satu… Dua… Tiga… Aku merasakan seperti dibawa oleh dimensi waktu melewati ruang hampa dengan kecepatan



maksimum, ini nyata dan ini benar-benar membuatku semakin percaya jika aku sedang berteleportasi menuju ke planet cokelat. Tak lama kemudian aku dan ibu sampai di suatu tempat yang kuyakini adalah planet cokelat. “Wow, planet ini penuh dengan cokelat-cokelat lezat bu” Sahutku kegirangan. Aku pun pergi berkeliling dan sesekali mencicipi kelezatan cokelat itu. Ada banyak sekali jenis cokelat di sini, ada pohon cokelat kacang, ice cream cokelat, lolipop cokelat raksasa, danau cokelat, gunung kue cokelat, roti awan rasa cokelat, air mancur cokelat, taman bunga cokelat, bahkan rumah-rumah disini terbuat dari cokelat yang kelihatannya enak sekali jika dimakan. Pokoknya semua yang ada di sini adalah cokelat, tentu saja! Tempat ini adalah tempat yang paling indah, kebetulan sekali makanan favoritku adalah cokelat dan aku berasal dari planet ini. Mungkin aku tidak akan mau pulang ke bumi, lebih baik aku tinggal di sini bersama ibu. Aku pun pergi mencari ibuku dan mengungkapkan keinginanku untuk tinggal di sini, namun apa yang kulihat di sana ibu sedang bercengkrama dengan seorang lelaki yang kelihatan akrab sekali dengan ibu. Apa jangan-jangan itu ayahku? “Ibu! Aku mau tinggal di sini bu, boleh kan bu” Sahutku setelah sampai di tempat ibuku berpijak dengan sesekali melirik lelaki yang barusan berbicara dengan ibuku. “Boleh kok sayang” Ucap ibu sambil mengelus-elus puncak kepalaku. “Asyiiik” Teriakku kegirangan. “Sayang.. ini ayah nak” Sahut lelaki itu, benarkan dia adalah ayahku. “Ayah? Ayahku? Ayaaaahhh! Aku rindu ayah!” Ucapku dan melepas kerinduan dengan memeluk ayahku dengan erat seakan takut kehilangannya lagi. “Maafkan ayah nak, ayah harus mengirimmu ke bumi, karena planet cokelat belum memiliki persediaan makanan sehat untuk memberi makanan pada bayi” Jelas ayahku, jadi waktu kecil aku dan ibuku diungsikan ke bumi untuk itu, sekarang aku mengerti. “Tapi jangan khawatir sayang, sekarang planet cokelat sudah memiliki berbagai jenis makanan sehat, jadi kita bisa hidup damai di sini dan tak perlu takut karena makan-makanan tidak sehat. Pesan: Kita boleh memakan makanan yang kita suka, tapi jangan lupakan kesehatan kita juga yang harus dijaga agar tubuh kita selalu sehat. Ingat ya 4 Sehat 5 Sempurna!



Kesempatan Ke Dua “Oh duduk Bu Rinta, langsung saja. Saya memecat anda.” Jleb. “What, tapi kenapa pak? Apa kesalahan saya?” Tanyaku saat sudah bisa mengatur emosi. “Karena anda tak percaya partner, ingat proyek ini dengan partner dan anda tak memecayai patner anda.” Jelasnya yang tak kuhiraukan. Dan tiba tiba… Haccciiinnnn “Rinta, rinta bangun. Kamu engga mau berangkat kerja?” Aku mendengar namaku dipanggil. Kubuka mata dan aku mendapati diriku masih berada di kamar. Spontan kulirik jam yang sudah menunjukkan pukul 07.30 Ya Tuhan bisa bisa aku terlambat. “Kamu tau, tadi kamu merancau yang tidak tidak. Lucu.” Ujar kakakku yang tadi membangunkanku. Aku tak memikirkan lagi ucapannya dan langsung menuju ke halte bus. Yang pasti aku sudah mandi. Dan sekarang aku sudah berada di kantor setelah menaiki bus. Yang tengah menatap hasil proyek dari Ratna. “Ada revisi mbak?” “Engga.” Jawabku ketus karena kelelahan. Mukanya langsung pucat dan langsung pergi. Ia tak tau aku sudah selesai mengerjakan proyek ini dan dia memberi proyek yang sama. Sia sia. Ia datang lagi. “Mbak, dipanggil Pak Jean.” Ujar Ratna sedikit gugup. Aku melangkah mantap menuju ruangan Pak Jean. Dan langsung membuka pintu ruangannya. “Ada apa pak?” Tanyaku. Tunggu ini kan seperti mimpiku. Jangan bilang nanti, “Oh duduk Bu Rinta, langsung saja. Saya memecat anda.” Jleb. Ya ini persis mimpiku, apa aku deja vu? “What, tapi kenapa pak? Apa kesalahan saya?” Tanyaku saat sudah bisa mengatur emosi. Bahkan kata itu sama. “Karena anda tak percaya partner, ingat proyek ini dengan partner dan anda tak memecayai patner anda.” Jelasnya yang tak kuhiraukan. Tidak tidak. Haccciiinnnn Apa lagi ini? Ini kan. “Rinta, rinta bangun. Kamu engga mau berangkat kerja?” Aku mendengar namaku dipanggil.



Kubuka mata dan aku mendapati diriku masih berada di kamar. Ini kan kemarin. Kulihat tanggal yang ada di jam. 24 Dessember. Itu kan kemarin. “Kamu tau, tadi kamu merancau yang tidak tidak. Lucu.” Ujar kakakku yang tadi membangunkanku. Bahkan ucapannya sama. Ada apa ini. Mungkin Tuhan ingin memberiku kesempatan. Seperti yang sudah terjadi di mimpi aku berangkat ke kantor dan Ratna juga memberiku hasil proyek. “Ada revisi mbak.” Tapi kali ini jawabanku lain. “Tidak ada, tapi kita bisa memperbaikinya bersama.” Jawabku seraya senyum. Senyum mengembang di bibirnya dan dia langsung keluar dengan senyum itu. Ia datang lagi dan aku tau kenapa. “Mbak dipanggil Pak Jean.” Ujarnya namun dengan muka berseri seri. Aku mengangguk dan akhirnya sampai di ruang Pak Jean. Ini yang kutunggu. “Bagaimana proyeknya Bu Rinta?” “Sudah hampir selesai Pak, dengan usaha kami.” Sengaja aku dengan kata kami. “Tadinya aku akan memecat anda tapi karena kerja anda dan partner bagus anda menerima proyek selanjutnya.” Aku menunggu bersin selanjutnya.



Melatonin Aku terbangun. Di tengah heningnya malam, tanpa tahu apa yang akan kulakukan sampai melihat matahari terbit. Jadi aku melangkah ke meja laptop, membukanya, dan melanjutkan menulis. Dinginnya subuh membuatku ingin mematikan AC, jadi kulakukan. Aku memencet tombol off pada remot AC. 10 menit kemudian, layar utama MS Word masih saja kosong, dan aku tidak sadar apa yang kulakukan sedari tadi dengan jemari di atas keyboard dan tatapan kosong mataku di layar laptop. Maka laptopku masuk dalam mode sleep dan layar mati seketika. Aku bisa menatap pantulan diriku di layar laptop yang gelap, mungkin dibantu cahaya bulan remang-remang yang masuk lewat jendela. Aku melihat diriku, kusut, kurus, dan tampak sangat lelah. Padahal aku sadar, beberapa minggu belakangan ini aku tidak keluar rumah, bahkan kamar selain menghabiskan waktuku online di laptop maupun menulis. Tapi, aku lebih sering berbaring di atas kasur, menutup jendela dan gorden lalu menatap langit-langit, walaupun aku tahu tidak ada apa-apa di situ. Aku melakukan ini terus menerus hingga aku tertidur dan bangun, tidak tahu akan melakukan apa, lalu terulang lagi. Sejauh ini yang kuingat, sudah 10 botol lebih berisi kapsul melatonin yang kukonsumsi belakangan ini. Kapsul-kapsul itu membuat aku mengantuk dan sangat cepat tertidur, tapi anehnya, aku menyukai perasaan mellow dan kantuk yang diberikannya. Maka aku memutuskan setelah 15 menit lebih aku duduk terbengong tanpa tahu ingin melakukan apa, aku beranjak dengan malas, bahkan untuk bergerak saja aku malas luar biasa. Aku melangkah ke lemari dan mengecek sisa botol melatonin. Pas, tersisa satu botol, namun ketika aku mengeluarkan isinya, kosong. Dengan kesal kulempar botol itu dan membanting lemari. Sebenarnya tidak ada efek ketergantungan dengan melatonin, aku pun tidak merasakan efek seperti kecanduan atau apapun. Aku hanya menyadari bahwa mungkin dengan begitu banyaknya jam tidur dan kurangnya ekspos oleh sinar matahari, membuatku menjadi depresi. Tapi nampaknya tidak juga, aku memang depresi dari dulu. Dan sekarang, kapsul melatonin habis, pilihanku hanya dua, tidur tanpa mengonsumsinya sama sekali atau aku bisa, keluar dari kamar ini dan pergi ke apotik. Aku rasa aku akan keluar sebentar. Jam dinding menunjukan pukul 4 subuh, namun tidak perlu menunggu hingga matahari terbit karena apotik buka 24 jam. Maka untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir ini, aku menginjakan kaki keluar kamar. Aku merasa aneh, rasanya seperti keong yang baru keluar dari cangkangnya. Aku menuruni tangga dengan hati-hati. Ada sedikit perasaan paranoid di sekujur tubuhku. Akhirnya aku keluar dari rumah ini, dan memakaikan sandal lalu membuka pintu gerbang. Makin dingin di luar sini, aku merapatkan kedua tangan ke badan dan berjalan menuju apotik. Udara dingin yang menusuk plus suara-suara dari masjid yang terletak tidak jauh dari sini, entah kenapa membuatku makin menggigil. Sesampainya di apotik, aku tidak melihat ada seseorang yang menjaga di balik konter seperti biasanya. “Permisi. Permisi.” Hening. Tidak ada jawaban. Aku mengulang kata itu terus, hingga akhirnya terdengar suara batuk-



batuk. Terlihat sosok dari remang-remangnya lampu apotik yang kecil berjalan mendekat di balik konter. “Ya, ada yang bisa saya bantu? Oh kamu, beruntung sekali. Hanya ada 1 botol melatonin tersisa.” Perawakannya tinggi jangkung berkacamata dan terlihat agak creepy. Seingatku ini bukan kasir yang biasanya. Dan darimana dia tahu aku mencari melatonin? Namun aku tidak memusingkannya, aku hanya mengangguk pada kata-katanya. Saat aku hendak akan membayar, aku tersadar dompetku tertinggal di kamar. “Oh, tidak perlu. Ambil saja stok terakhir ini, dan semoga kau tidak bangun lagi.” “Tidak bangun lagi. Tidak bangun lagi. Tidak bangun lagi…” Kepalaku pusing seketika dan serasa mau pecah, aku terjatuh di lantai kayu yang keras. Aku berusaha berdiri, namun tidak bisa. Suara-suara itu terdengar semakin keras dan bergema di telingaku. Aku menutup kedua telinga, tapi suara-suara itu terulang lagi di kepalaku. “Tidak bangun lagi!” Aku membuka mata, perlahan dan menyadari bahwa aku sedang terbaring di rumah sakit. Aku kenal bau dan atmosfer ini, rasanya seperti aku telah berada di sini berkali-kali. Aku mencoba bangun, namun sekujur badanku terasa sakit sekali. Lalu terdengar suara pintu dibuka, dan aku menoleh untuk melihat siapa yang masuk. Sosok itu, yang memberikanku botol melatonin di apotik. Dia mengenakan jas putih dan aku langsung tahu itu dia, begitu dia membuka masker hijaunya. Jantungku terasa hampir mau meledak dan kepalaku juga. “Mengapa kau bangun? Harusnya kau tidak bangun lagi! Tidak bangun lagi! Tidak bangun lagi!” Hening. Pasien loncat dari lantai 3 gedung rumah sakit. Diduga dia memiliki ketergantungan pada kapsul melatonin, ditambah paranoid akut. Pasien menderita halusinasi pendengaran yang kuat dan tidak pernah mengonsumsi obat-obatan anti psikotik yang diberikan psikiater, ketimbangnya, dia lebih memilih kapsul melatonin tersebut.



Memorial Pillar Midori Lestrange adalah tokoh utama dalam cerita ini. Dia tinggal di Pastoria City. “Midori, hari ini Memorial Pillar yang melegenda akan dibuka untuk umum!” kata Oryza Ellenata sahabat Midori. “Benarkah? Oh aku ingin ke sana. Mungkin setengah ingatanku yang hilang akan kembali” ucap Midori “Menurut desas desus, Memorial Pillar bisa melihat ingatan terdalam orang yang menyentuhnya dan membaca mantra khusus. Mungkin kamu bisa mengingat setengah ingatanmu yang hilang akibat gempa itu” kata Oryza Midori berasal dari Avoland City. Kota itu pernah diguncang gempa berskala 7 SR. Saat itu, Midori tertimpa bangunan. Meski bangunan itu cukup kecil, apa daya ketika Midori yang masih berumur 10 tahun itu. yang bisa selamat dari tragedi itu hanya Midori dan Ibunya. Meski kehilangan setengah ingatannya, dia tetap berjuang untuk mendapatkan ingatannya lagi. “Aku pernah baca di suatu buku, Memorial Pillar mengunci ingatan orang yang kehilangan ingatannya” kata Gloria Gryffindor sahabatnya yang lain. “kapan Memorial Pillar dibuka untuk umum?” tanya Midori “jam 15.00 Memorial Pillar dibuka. Kita bisa berangkat jam 14.30 dan sampai jam 14.55” kata Oryza “terimakasih kalian mau menolongku disaat seperti ini. Meski aku baru mengenal kalian, tapi kurasa kalian mempercayaiku sepenuh hati” kata Midori seraya memeluk teman-temannya. Di sebuah istana megah bernuansa gelap, ada seorang wanita paruh baya yang memiliki aura kejahatan. Dia adalah Dutchez Rowena. Dia wanita paling kaya yang ada di kota itu. Dia sangat menginginkan Memorial Pillar. Konon dikatakan Memorial Pillar memiliki sebuah harta karun yang membuat memori-memori datang dan terkunci di sana. Harta itu adalah kalung dengan liontin berbentuk oval yang terbagi tiga yaitu ruby, saphire, dan emerald. Rowena amat mengingkan kalung itu. Midori, Oryza, dan Gloria pergi ke Memorial Pillar. Mereka melewati hutan belantara dan padang rumput yang luas. Sampai di sana, mereka melihat Memorial Pillar sudah dibuka namun di sana cukup sepi. Midori dan kedua temannya memegang Pillar itu dan mengucap mantranya. “Dengan segala kekuatan alam, kami ingin melihat dan mendapatkan memori memori kami yang hilang” ucap mereka bertiga. Seketika mereka terisap kedalam Pillar itu. Di dalam sana hanya sebuah ruangan berwarna merah, biru, dan hijau. Midori sedikit demi sedikit menyerap memorinya yang hilang. Sedangkan Oryza menemukan cita-cita yang dicarinya yaitu menjadi seorang ahli ramuan. Gloria mendapati bahwa dirinya-lah yang berhak mendapat kekayaan milik Dutchez Rowena. Saat mereka mulai beradaptasi dengan hal-hal yang baru mereka tahu. Ternyata Dutchez Rowena menemukan mereka bertiga. Midori memperlihatkan kalung warna yang dicarinya. Ternyata itu kalung persahabatan. Segera Dutchez Rowena lenyap. Tahun demi tahun berlalu. Midori kembali ke Avoland City dan membangun kota itu lagi, Oryza pergi ke Twilight City demi cita-citanya sebagai ahli ramuan, Gloria menjadi penguasa Pastoria City. Akhir yang bahagia untuk persahabatan mereka yang indah.



Beauty Spirit Dia cantik, lebih cantik dariku. Namun sayang ia tidak pernah bicara sama sekali. Penampilan dan sifatnya yang misterius membuat semua murid di kelasku tak mau mendekatinya sama sekali. Ia pun jarang keluar kelas malah tak pernah. Ku pernah dengar namanya Yuukimura Akira. Hari Jum’at adalah hari bebas bagi kelas 2 SMP Kimi Gakure. Karena hari itu hanya ada pelajaran olahraga. Dengan santai, aku berjalan ke depan kelas sendirian. Ya sendirian karena aku tak memiliki sahabat sama sekali. Aku duduk di bangku depan kelas menunggu bel masuk berbunyi. Karena merasa bosan, aku masuk ke dalam kelasku yaitu 2c. Hanya ada Akira di kelas. Dengan berani ku mendekatinya. Belum aku bertanya, ia sudah bertanya duluan, “mengapa kamu di sini?”. Tanyanya, “a..aku..” bulu kudukku mulai berdiri. ‘Gadis ini berbeda dengan yang lain! tatapan mukanya dingin’ batinku “ada apa? bukannya kau bersama sahabatmu?” tanyanya “sahabat? selama ini aku belum punya sahabat di kelas ini!! aku sedang berusaha…” jelasku, kata kataku terputus seketika. “oh…” jawabnya singkat. Kurasa dia bukan gadis biasa. “Ngomong ngomong namamu Yuukimura Akira kan?” tanyaku “iya kamu?” tanyanya. Tak kusangka dia bertanya balik namaku. “a…aku Chigaru nimawa panggil saja Nima.” kataku. “Nama yang bagus” puji Akira tersenyum. Rupa-rupanya rumor tentang Akira hantu tidak ada benarnya. Dia gadis yang baik dan ramah. Pelajaran terakhir selesai, hari ini terasa begitu cepat. Aku menarik tangan Akira. Salah seorang temanku yang tengah menyapu ruang kelas berkata “hei!! nimawa-san!! jangan dekat dekat dia!! dia itu Obake! (hantu dalam bahasa Jepang Obake).” Katanya “aku tak percaya!! lagian Akira-Chan bukan Obake kok!” jawabku. “ayo, pulang saja!!” balas Akira menarik tanganku. Di perjalanan pulang, Akira tampak murung, pelan pelan kuajak bercerita “siapa sih kamu sebenarnya?” tanyaku menbuka percakapan. “aku manusia, hh… tapi tolong jangan bilangin siapa siapa ya! ini rahasia terbesarku!” ucap Akira. Aku mengangguk “aku spirit! (semacam roh)” bisik Akira. “kekuatanmu dan senjatamu apa?” tanyaku “kau tau tentang spirit?” tanya Akira padaku “ya, aku terkagum kagum pada spirit, aku suka padamu. Bagiku, spirit memang indah tapi di mata orang lain, spirit mengacaukan. Itu tak benar!” jelasku “kekuatanku Air dan Es ya… senjataku kumarri.. semacam pedang yang terbuat dari es aku sendiri yang menamainya.” Jelas Akira. “selama ini aku terus menanti kedatangan spirit di bumi…” kataku lalu bersandar di tepi jembatan. “dan impianmu terwujud aku ingin menjadi sahabatmu!!” ucap Akira. Mataku terbelalak. Dengan cepat ku menutup mulutku. “aku mau! mulai saat ini kita BFF!!!” ucapku. Rumor tentang Akira hilang sudah. Sampai saat ini aku menyimpan rahasia Akira dan saat ini juga aku bersahabat lamanya 5 tahun atau sampai kelas 3 SMA.



Sahabat Cermin Aku termenung di balkon sekolah. Termenung sedih dan berkhayal, bahwa akan punya sahabat. Sahabat setia yang tidak akan meninggalkan diriku sendiri. Tapi, tak ada yang ingin berteman denganku. Bahkan semua orang membenciku. Padahal, aku tak pernah berbuat jahat kepada mereka. Aku juga selalu berusaha yang terbaik agar mereka tak menganggapku aneh. Caseyla Diandra. Itulah namaku. Orangtuaku memangil aku Casey. Tapi teman-temanku memanggilku Bad Girl. Panggilan yang sangat menyayat hati. Yah sebenarnya mereka yang kusebut teman tidak menganggapku teman. Mereka lebih mirip dengan musuhku. Setiap hari, kucoba jalani hari dengan senyuman. Tapi dibalik senyuman itu tersimpan beribu luka yang sangat menyakitkan. Dan hari ini aku akan pergi membeli sebuah cermin untuk hiasan di kamar baruku. Dengan segera aku pergi ke Mirror Shop. Di sana terdapat banyak model cermin terbaru. Tetapi, pandanganku hanya tertuju kepada sebuah cemin besar yang dikelilingi ukiran yang sangat indah. Dan setelah kutanya harganya Rp. 895.000. Karena tertarik, aku segera membelinya tanpa pikir panjang. Kata penjaga di sana, cermin itu akan dikirim tepat jam 4 sore. “Tiiiiiin!!! tiiiiiin!!!” klakson mobil pengantar cermin itu pun terdengar. Casey segera berlari untuk membukakan pintu rumahnya. “Silakan masuk Pak. Kamar saya ada di sana.” Ujar Casey sembari menunjukan kamarnya. Tak lama kemudian cermin itu sudah dipasang. Orang-orang yang mengantar cermin itu, juga sudah pulang. Casey yang sendirian di rumah, asyik meratapi cermin itu. “Ah, indah sekali cermin itu.” Pikir Casey. Tapi, karena merasa janggal dengan cermin itu, Casey mulai mendekati cermin itu. “Aaaaaa…” Casey berteriak keras. Ia sangat ketakutan. Itu karena ada bayangan seseorang di cermin itu. Tapi bayangan itu bukan bayangan dirinya. Bayangan itu adalah bayangan gadis seusia Casey dengan wajah riang. “Aaaaaa…” Casey kembali berteriak. Ia berteriak kali ini karena bayangan itu bersuara kecil. Lalu Casey pun membalas suara itu. “Siapa kau?” “Hai Casey, jangan takut. Namaku Mirrory. Kau bisa memanggilku Rory. Aku tidak akan menyakitimu. Aku di sini hanya ingin menjadi temanmu.” Jelas bayangan itu yang ternyata bernama Rory. “Oh, mmm… kalau begitu maafkan aku ya Ro…ry.” Ucap Casey ragu. “Tentu,” jawab Rory.



“Oh ya, bagaimana kau bisa ada di cermin itu Rory?” Tanya Casey. “Aku bisa ada di cermin ini karena kejadian 3 tahun lalu. Saat itu aku masih berumur 8 tahun. Waktu itu aku menemukan cermin ini. Dan memencet tombol kecil di belakang cermin. Seketika aku tersedot masuk ke dalam cermin. Lalu cermin ini ditemukan oleh seseorang. Kemudian cermin in dijual di Mirror Shop.” Jelas Rory panjang lebar. Casey yang mendengarkan hanya diam setia mendengarkan. “Oh… Gitu,” Casey ber-oh ria. “Rory, kau mau tidak jadi sahabatku?” Tanya Casey tiba-tiba. “Aku sangaaat… mau.” Jawab Rory. “Tapi, aku hanya bisa menjadi sahabat cermin untukmu.” Lanjut Rory tak bersemangat. “Tidak apa-apa kok. Begini saja aku sudah senang.” Balas Casey. Lalu mereka asyik mengobrol tanpa peduli apapun. Kini Casey sudah punya sahabat. Walaupun ia tau bahwa sahabatnya itu ada dicermin. Rory pun setia menjadi sahabat cermin seperti apa yang diinginkan Casey. Casey pun tak perlu lagi punya sahabat lain. Baginya, Rory sudah lebih dari cukup. Dan tak ada yang bisa menggantikan kedudukan Rory di hati Casey. Setiap hari, Casey berharap Rory akan menjadi manusia utuh. Dan tidak lagi menjadi sahabat cermin. Tapi, entahlah, kapan itu semua akan terjadi.



Misteri Benda Melayang Ayana puspita lestari yang biasa dipanggil ayana adalah anak sebatang kara dari bapak surtono wedyo purtomo dan ibu nurhayati suryati. Ayana adalah anak yang berani dan pintar. Suatu hari, ayana pergi ke dapur untuk membuat nasi goreng. tiba-tiba wajan di dapur melayang. Ayana langsung berlari menuju kamar. “kok bisa ya wajan terbang? bunda sama ayah lagi pergi. aku harus selidiki tanpa rasa takut.” batin Ayana. Ayana langsung menuju dapur secara perlahan. “wajannya gak melayang kok. apa tadi itu hanya perasaanku saja ya?” batin ayana. tiba-tiba salah satu sendok di dapur pun melayang. Ayana mulai takut. tetapi, Ayana memberanikan diri. “coba aku lihat wajan yang tadi terbang.” batin Ayana. ia menuju wajan yang sebelumnya terbang. saat ia angkat wajan itu, ternyata ada bekas jaring labalaba. “harus kuselidiki.” batin Ayana, lalu ia selidiki. Ternyata ada laba laba yang mengangkat garpu dengan jaringnya lalu ayana menangkap laba-laba tersebut. “hap ketangkap. kubawa ke kamar dulu ah!” kata ayana lalu ia membawa ke kamarnya. “lepaskan! lepaskan aku!!” kata sang laba-laba. Ayana mulai ketakutan dan melepaskan laba-laba itu di atas meja. “ke-ke-ke-kenapa la-la-la-laba la-laba bi-bi-bisa ngomong?” tanya Ayana terbata bata. “Gak usah takut! aku adalah laba-laba yang telah disuntikkan ramuan ajaib oleh pemilikku yang dulu. ramuan ajaib itu, dapat membuat jaringku sangat kuat. juga diriku bisa tak terlihat atau menyamar dengan berubah warna seperti bunglon.” jawab sang laba-laba itu. “maukah kamu memeliharaku?” sambung sang laba-laba. Ayana pun merasa lega “baiklah. aku akan memberikanmu nama lyson.” jawab ayana. “nama yang bagus tapi, artinya apa?” tanya lyson. “Tadinya aku ingin memberi nama kamu lison singkatan dari limited edition tetapi, karena lison dibaca lyson, jadi aku memberimu nama lyson.” jawab Ayana. lyson dan Ayana pun tertawa. Sejak hari itu ayana sering bermain dengan lyson walaupun lyson adalah seekor laba-laba.



Bebas Bebas, apakah salah jika seseorang mengharapkan kebebasan di hidupnya? Menjalani segala sesuatu tanpa mengkhawatirkan apapun. Sayangnya hal itu takkan pernah bisa terwujud karena hidup itu sendiri tidaklah bebas. banyak hal yang dituntut oleh kehidupan dan kau tidak bisa begitu saja mengabaikan hal tersebut. Keluarga, lingkungan, masyarakat, teman, dan lain-lain semua itu selalu menuntut sesuatu darimu. Tak ada hal yang bisa kau lakukan dengan bebas selama kau terjebak di dunia ini, di dalam raga yang seakan memenjarakaan jiwamu. Ibarat burung dalam sangkar. “Bebas!” Rio mendongak dan mengangkat tangannya seolah hendak menggapai langit seraya mengulangi kata-kata itu dengan sengaja dan riang. “Bebas!” Ia memandang ke sekelilingnya dengan perasaan puas. Taman itu sudah sangat tua, dengan pohon besar di sudut taman, serta hamparan bunga beraneka macam yang sangat terawat keberadaannya. Menimbulkan perasaan nostalgia yang sangat kuat. Itu sebabnya Rio merasa puas. “Rio! Apa kau akan terus di sana? Menghabiskan waktumu dengan berdiri saja dan membiarkan nenekmu yang sudah tua dan renta ini menunggu untuk mendapat sebuah pelukan?” Suara khas dan juga senyum di wajah tuanya, berhasil membuat cucu kesayangannya itu menoleh ke arahnya. Ia melihat perempuan itu berdiri di sana. Berdiri di ambang pintu menanti dirinya dengan wajah bahagia yang selalu dapat menghangatkan hatinya. Rio menatap sang nenek dengan perasaan bahagia. Dia menghampiri sang nenek dengan tergesa-gesa, rasanya ia hendak segera meluapkan semua rasa rindunya terhadap sosok yang selama ini membesarkannya. di setiap langkah dia mengingat kenangan demi kenangan yang ia lalui bersama neneknya di tempat itu. Matanya berkaca-kaca kala ia tepat berada di hadapan sang nenek. Senyuman hangat sang nenek seolah melengkapi rasa nostalgianya. keduanya larut dalam balutan kerinduan yang meletup-letup. “Nenek sangat merindukanmu.” Ucap sang Nenek seraya membuka tangan hendak merangkul cucunya tetapi tangan kekar sang cucu menahannya lalu tersenyum. “Jangan ucapkan itu nek. Kalau kau melakukannya aku takkan pernah bisa hidup bebas dan hanya akan selalu bergantung padamu”. Valdo meraih menyambut sang nenek, dia memeluk neneknya dengan erat. “Alasanku pergi selama ini adalah untuk menemukan arti kebebasan sejati dan akhirnya aku kembali ke sini agar aku bisa bebas. Aku tersadar alasan selama ini aku tak bisa bebas adalah



dirimu, nek.” Riovald melepas pelukannya dan menatap neneknya dengan tatapan serius. Sang nenek menatap cucunya itu dengan tatapan sedih. “valdo—”. “aku tau, aku sangat mengerti akan hal itu. Tapi, bisakah kali ini nenek membiarkanku?” ucap valdo berharap neneknya akan mengerti akan keinginannya. Nenek tersenyum mendengar perkataan valdo. Dia bahagia kini cucu yang selalu dianggapnya seorang anak yang memerlukan perhatian itu kini telah dewasa. Nenek sedikit menjauh dari valdo seraya berkata. “valdo, Nenek tak bisa terus melarangmu! Jika itu maumu maka lakukanlah tapi ingatlah bahwa nenek akan selalu ada untukmu! Bebaslah seperti yang kau inginkan” ucap sang nenek. Valdo bahagia ketika mendengar ucapan sang nenek. Rasanya Ia akan bisa menikmati kebebasannya. Disaat yang bersamaan seluruh tempat itu bersinar. Dia sangat bingung, apa yang sedang terjadi? Pikirnya. Dia melihat sang nenek. “Ikutilah kata hatimu lalu bebaslah!” Nenek juga ikut bersinar semua menjadi sangat terang sehingga valdo tak dapat melihat apapun. “apa yang terjadi sebenarnya?” Brakkkk Pintu dibuka dengan keras. Cahaya menyeruak masuk saat pintu dibuka. Cahaya tersebut menerangi ruangan. Seseorang dengan tubuh kurus kering tengah memeluk lutut di sudut ruangan. “Bangun! Bersiaplah hari ini kau akan menebus semuanya.” Ucap penjaga pada orang itu. Dia hanya diam seraya menaikan wajahnya menatap sang penjaga yang pergi begitu saja. Tatapan itu kosong, dengan senyum mengembang di wajahnya dia berkata “Bebas! Sebentar lagi Aku akan bebas Nek”.



Kotaku Yang Malang Namaku Sasha. Setiap hari aku berangkat sekolah dengan menaiki mobil yang pintu dan jendelanya ditutup rapat. Orang lain pun juga sama sepertiku. Sekarang sudah jarang sekali orang berjalan kaki bila ingin bepergian. Hanya ada beberapa orang saja yang berjalan kaki, yaitu orang yang kurang mampu. Mengapa mereka semua bertingkah seperti ini? Tidak seperti Dulu yang menaiki apa saja dengan ruang, berjalan kaki dengan sedang. Semua ini ulah manusia yang tidak memperhatikan atau mempedulikan lingkungan sekitar. Sampah plastik berserakan, kaleng-kaleng bekas, makanan sisa dan semua sampah kecil maupun besar, semuanya ada di jalan yang biasa mamusia pakai. “Ckiit..” mobilku sudah berhenti di depan gerbang sekolahku. “Sudah sampai nak” kata ayah, aku mengangguk lalu bilang “terimakasih ayah, jangan lupa ya kalo keluar mobil pake masker, jaket dan kacamata biar ayah nggak sakit” jelasku. Ayah tersenyum, lalu aku melambaikan tangan dan langsung menuju ke dalam sekolah. Saat aku masuk ke dalam kelas, hanya ada 12 orang anak termasuk aku. Banyak sekali anak-anak yang telah meninggal ada 8 orang anak, yang jatuh sakit ada 19 orang anak dan yang keluar sekolah ada 5 orang anak. “Hai Lili” kataku kepada teman sebangkuku. Dia terlihat pucat dan sering batuk-batuk. “Kamu sakit?” tanyaku cemas. Dia tidak menjawab. Besoknya saat aku masuk kelas Lili tidak ada. Lalu aku menanyakan keberadaan Lili kepada Akia. Sungguh sedih mendengar kabar dari Akia bahwa Lili sekarang dirawat di rumah sakit ditempatkan di ICU, dia sekarat. Aku langsung menangis tak henti-henti. Andaikan seperti 10 tahun kebelakang, kota ini begitu bersih, indah, udaranya sejuk, dan lebih banyak orang yang berjalan kaki. “Kita doakan saja semoga Lili baik-baik saja” jelas Akia sambil menenangkanku. Pulangnya saat aku sampai rummah. Ibu langsung memelukku dan berkata Lili telah tiara. Aku langsung menangis, ibu menenangkanku. “Kita melayat yuk sayang” jelas ibu sambil membelaiku. Aku mengangguk. Lalu kami pergi menggunakan mobil satu lagi. Mulamya kami pergi ke rumah sakit yang ditempati Lili. Tapi jelas perawat jeazahnya sudah dibawa ke rumahnya. Lalu kami pun pergi ke rumahnya. Setelah sampai aku langsung keluar dari mobil tanpa menggunakan masker. Aku sudah tak peduli. Saat aku masuk ke rumahnya aku langsung menemui jenazahnya dan memeluknya sembari mengatakan “Semoga kau baik-baik saja di sana” tangisku semakin deras. Mama yang sedang menenangkan ibunya Lili pun saat melihatku ikut menangis. “Jangan lupakan aku sobat”. Setelah aku mengucapkan itu aku melihat sosok perempuan yang anggun dan cantik, wajahnya bersinar layaknya sinar bulan. Lulu gadis itu mengucapkan “aku tidak akan pernah melupakammu Sa, terimakasih untuk segalanya”. Tangisku menjadi deras sekali. Aku yakin Lili bahagia di sana.



Pewaris Terakhir Aku memandangi senjataku yang sudah berlumur darah, Ini semua salah mereka.. Siapa yang suruh menyerang dan memburuku. Mentari semakin bersembunyi dibalik gusarnya kekacauan kerajaan. Takdirku bagai tertulis di lembar usang, terlupakan dan juga dicari disaat yang bersamaan, kutarik rambut panjangku ke belakang telinga dan mulai melangkah melalui sekumpulan mayat tentara berbaju besi yang tamak akan kenaikan pangkat. Bodoh… Mereka hanya memikirkan hasil tanpa peduli prosesnya, padahal jelas-jelas Akulah Sang Pewaris Terakhir dari kerjaan yang penuh kutukan itu. Pewaris dari Pedang yang akan memakan sisi manusiamu jika kau lengah, Pewaris dari mahkota berkarat yang diperebutkan begitu keras. Muncul lagi seseorang di hadapanku, kembali kutarik pedang yang adalah musuh sekaligus kawanku, Lelaki itu tersenyum kecil, dia adalah salah satu orang yang ikut serta dalam perebutan Takhta. Mata hitamnya memandangiku tajam “Tidak apa-apa jika kau tidak ingin, tapi… kenapa kau juga menarik pedang untukku?” ujarnya, Aku menatapnya siaga. “Aku… Tidak peduli dengan siapapun, aku hanya ingin hidup” sahutku. “Bohong” ia menyahut tanpa ragu “kau juga ingin ditemukan” lanjutnya, Aku terdiam sesaat tanpa melonggarkan pertahananku. Ia maju berberapa langkah dan mengusap darah di wajahku “Aku menemukanmu” ujarnya lagi sambil tersenyum. “Kenapa? Kenapa? semuanya seperti ini? Padahal Papa bilang semuanya akan baik-baik saja Jika aku tidak tidur terlalu malam, dan Mama bilang semuanya akan berakhir bahagia jika Aku menjadi anak baik, tapi kenapa? Mereka meninggalkanku dengan beban begitu besar.. Aku tidak ingin menjadi Raja, aku tidak menginginkan Mahkota ataupun kekuasaan, aku hanya ingin rakyatku bahagia” Aku sudah tidak tahan lagi, Lelaki tadi memelukku, dialah Tunanganku ketika situasi masih baik-baik saja, Dan saat itu juga darah mengucur dari perutnya yang sudah berlubang. “Tapi Akulah sang Pewarias terakhir” Aku masih berada dalam dekapannya yang penuh darah atas senjataku “Akulah orang yang akan menguasai semuanya, bukan dirimu, bukan Paman ataupun musuh kita… Hanya Aku… Aku seorang” lanjutku. Ia memelukku semakin erat, kurasakan bahuku basah akan sesuatu yang hangat. “tidak apa-apa.. Aku sudah menemukanmu, karena itu… Jangan sembunyi lagi, My Lady” ujarnya dan tubuhnya gontai kehilangan nyawa, Kutelentangkan jasadnya dan kututup dengan jaket yang biasa kupakai.



People in The Cloud Pernahkan kau mendengar cerita tentang orang-orang awan? Kau tahu, kakekku sering menceritakan kisah tentang awan. Aku masih ingat jelas bagaimana cerita itu. Ketika itu, aku berlibur ke rumah kakek dan nenek. Saat itu, hujan deras melanda rumah mereka. Tanaman-tanaman bergerak mengikuti arah angin yang kencang dan suara petir yang berkali-kali melanda membuat bulu kudukku berdiri. Namun, belum sampai situ, tiba-tiba lampu padam. Aku yang saat itu masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar, segera berteriak dan berlari ke arah kakek dan nenek yang sedang berada di ruang keluarga. Saat itu, mereka sedang menyiapkan beberapa batang lilin untuk kemudian diletakkan di titik-titik tertentu di ruangan rumah mereka. Aku yang takut hanya mampu memilih mengikuti mereka untuk menaruh batang lilin yang sudah menyala. Kemudian setelah mereka selesai, kami duduk di ruang kelurga. Aku duduk di samping kakek, sedangkan nenek sibuk menelepon kedua orangtuaku yang berada di luar kota. Saat itu, kakek tersenyum padaku dan bertanya, “Ai, pernahkah kau mendengar cerita tentang awan?” Aku menggeleng khas anak kecil, “Cerita tentang Awan? Aku belum pernah mendengarnya, Kek.” Kakek kemudian berkata, “Saat ini orang-orang awan sedang bekerja sangat keras untuk menurunkan hujan di bumi.” Kedua alisku terangkat, “Orang di atas awan? Benarkah ada yang seperti itu?” “Sebenarnya ini hanya imajinasi yang kakek buat waktu seumuranmu. Mereka hanya khayalan kakek saja. Namun, tak ada salahnya kan kakek bercerita kepadamu?” Aku menggeleng kecil. Kemudian, kakek tertawa dan melanjutkan ceritanya, “Sebenarnya orang-orang di atas awan atau biasanya kakek menyebutkan orang-orang awan mempunyai kehidupan hampir sama seperti kita. Mereka memiliki keluarga, memiliki tempat tinggal, mereka makan, mereka berbicara. Tukang pos pun juga ada di sana, dia yang bertugas mengirim surat antara orang awan yang satu dengan yang lain. Dan kau tahu, Ai, di sana tukang pos termasuk pekerjaan yang penting karena para tukang pos harus siap pindah dari awan yang satu ke awan yang lain untuk melaksanakan tugasnya yaitu mengirim surat. Namun, semua kegiatan di sana ada waktunya.” “Waktu? Maksudnya?” Lagi-lagi kakekku tersenyum dan mengelus puncak kepalaku, kemudian dia berkata, “Mereka tak selamanya seperti itu. Orang-orang awan mempunyai pekerjaan yang sangat penting. Bahkan bisa



dibilang sangat berperan bagi kehidupan di bumi ini. Ada suatu waktu, dimana mereka berhenti berkirim surat dan harus meninggalkan tempat tinggalnya menuju ke suatu tempat dimana tempat itu memiliki mesin-mesin yang sudah sangat tua, tetapi masih sangat kuat untuk digunakan bekerja. Di sana, mereka berkerja dengan keras.” “Kek, memang pekerjaan apa yang mereka lakukan?” “Mereka bekerja untuk menurunkan hujan. Namun, hujan sendiri ada prosesnya. Semula mereka bekerja untuk membuat awan menjadi berubah warna menjadi abu-abu kemudian barulah rintikrintik air itu turun membasahi bumi. Namun, mereka hanya bekerja sampai batas waktu mereka bekerja habis. Dan setelah mereka selesai bekerja, kadang-kadang beberapa dari mereka ada yang turun ke bumi untuk membuat pelangi. Pelangi yang mereka buat memiliki 7 warna yang indah, mereka membuatnya dengan mencampurkan sinar matahari dengan warna-warna itu. Ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Kemudian setelah pelangi selesai, mereka akan terseyum dan kembali ke tempat asal mereka karena pekerjaan mereka telah selesai.” “Lalu setelah pekerjaan mereka selesai, apa yang mereka lakukan?” “Kembali ke kehidupan mereka sebelum berkerja. Mereka akan kembali ke tempat tinggal masingmasing, saling berkirim surat, dan semuanya sama seperti saat sebelum bekerja. Mereka memiliki kehidupan, Ai.” “Apakah aku bisa melihat mereka?” “Tentu, jika kau membayangkan mereka.” Aku tersenyum kepada kakek dan mengangguk. Bertepatan dengan saat itu lampu kembali menyala dan hujan tak lagi mengguyur.



Pesan Dari Bunda “Ayah, ayok kita naik gajah bledug!” Kata Ara bersemangat. “Tapi Ara harus cium dulu pipi ayah,” balas suamiku menggoda anak kami satu-satunya. Tanpa berpikir panjang, Ara pun menuruti kemauan ayahnya. “Oke, kita berangkat!” Kata suamiku dengan senyum mengembang. Hari ini kami begitu gembira. Taman bermain memang pilihan yang tepat untuk melepas kesedihan. Walaupun matahari bersinar terik, tidak membatasi Ara mencoba wahana permainan yang ada. Begitupun dengan suamiku, ia tak lelah mengikuti setiap keingin anak kami. Diam-diam aku tersenyum dan bersyukur melihat kebahagiaan mereka. Setelah wahana permainan gajah bledug, istana boneka dipilih oleh Ara. Kami menaiki sebuah perahu yang digunakan untuk menjelajahi istana. Perahu pun berjalanan pelan mengikuti aliran air. Ara tersenyum kagum melihat boneka-boneka yang terpajang di setiap sisi. Badannya yang mungil ikut bergerak seirama alunan musik di dalam istana tersebut. “Ayah, bunda pasti suka. Iya kan?” tanya Ara yang hanya dibalas anggukan oleh ayahnya, sementara aku hanya dapat tersenyum. Perahu pun berhenti, menandakan berakhirnya petualangan. Ara kembali berlari riang menuju wahana permainan selanjutnya. Namun, langit menjadi tak bersahabat. Walau dalam terik matahari, air hujan tiba-tiba turun dengan lebat. Kami pun berteduh di sebuah toko es krim. Banyaknya pengunjung, membuat tempat tersebut begitu bising. Suara hujan yang deras seperti beradu dengan rengekan anak-anak yang ingin membeli es krim. Alih-alih seperti anak seusianya, Ara mengeluarkan sebuah payung dari dalam tas mickey mousenya. “Ini ayah. Kita masih terkena air hujan,” kata Ara seraya memberikan payung merah muda. “Kamu kapan menyiapkan payung, sayang? Ayah saja lupa”. Balas suamiku. “Kata bunda, aku harus membawa payung agar kita tidak kebasahan jika hujan”. Jawab Ara, membuat aku dan suamiku tersenyum bangga. “Terima kasih ya, Ara. Kamu mau es krim? Lihat mereka sedang memakan es krim,” suamiku menunjuk beberapa anak kecil. “Tidak. Kata bunda, Saat hujan aku tidak boleh memakan es krim. Jika aku sakit, pasti ayah dan bunda sedih”. Lagi-lagi jawaban Ara membuat aku dan suamiku terenyuh.



Setelah sekian lama, akhirnya hujan pun berhenti. Kami lantas meneruskan perjalanan mengelilingi taman bermain. Sore hari setelah hujan, membuat udara menjadi sejuk. Kicauan burung pun menambah kebahagiaan. Seraya menunggu wahana permainan dihidupkan kembali, kami mengunjungi sebuah restoran cepat saji. Ara makan dengan begitu lahap. Sementara, suamiku mulai lelah. Air mukanya terlihat sedih. Aku tidak ingin mereka kembali bersedih seperti beberapa minggu yang lalu. Aku tidak tahu cara untuk menghibur kesedihan suamiku, kecuali Ara. Seperti mengerti perasaan ayahnya, Ara bergegas mencuci tangan dan bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan. Beruntung, wahana permainan pilihan Ara telah dapat digunakan. Dengan riang, Ara menggenggam tangan ayahnya menaiki salah satu tempat pada kincir raksasa. Air muka suamiku kembali seperti sebelumnya, tetapi masih tersirat kesedihan. Pada senja yang indah, kincir raksasa berputar membuat Ara menikmati pemandangan. Saat tempat kami berada di puncak paling tinggi, tiba-tiba, suamiku meneteskan air mata, kemudian menangis. Aku merasa frustasi, karena tidak dapat melakukan apa-apa. Namun, Tuhan telah menjadikan Ara malaikat kecil. Ia menggenggam tangan ayahnya, lalu mengusap air matanya. “Ayah kenapa? Kangen sama bunda, ya? Ayah jangan nangis. Ara janji gak akan nakal dan selalu jagain ayah. Oh, ya. Kata bunda dari surga, walaupun udah meninggal, tapi bunda akan selalu menjaga dan berada di samping kita. Jadi, ayah jangan nangis, ya.” Mereka berpelukan dengan sangat erat. Terima kasih, Tuhan, karena telah menjadikan Ara malikat kecil untuk selalu berada di samping ayahnya, suamiku. Aku bergumam dalam hati, dengan senyuman terindah.



Aku Bukan Patung Awalnya gelap, tapi tiba-tiba… cahaya mentari menyilaukan. Sangat menyilaukan, tapi kenapa aku tidak bisa menutup mataku? Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku? Tubuhku, oh tubuhku tidak bisa bergerak. Kenapa tubuhku membeku seperti ini? Kenapa ini Tuhan? Air, ikan koi, bunga teratai merah muda? Aku dikelilingi mereka. Aku berada di tengah-tengah… kolam? Kenapa aku bisa berada di tengah kolam ini, Tuhan? Burung pipit kecil hinggap di bahuku, meloncat, lalu pergi. Hei burung pipit kecil, tolong aku, aku tidak bisa bergerak. Hei, jangan pergi.. ya Tuhan, bagaimana ini? Apakah suaraku tidak terdengar? Siapapun, aku mohon tolong aku! Sepanjang hari, orang-orang yang lewat menyebutku tampan. Ah, benarkah. Aku bahkan tidak menyadarinya. Aku terdiam lagi, mendengarkan gemericik pancuran air kolam, mengamati bunga teratai merah muda yang perlahan mekar, meninggalkan masa kuncupnya. Bunga mawar merah muda, bunga lily, anyelir, bunga kertas di tepi kolam juga ikut mekar. Rumput yang hijau berembun dan pohon-pohon rindang yang meneteskan embun di ujung-ujung daunnya terlihat segar. Indah sekali mereka, aku baru menyadarinya. Embun itu menguap sekarang. Gemericik pancuran kolam, ikan koi yang tenang, bunga teratai merah muda kuncup dan mekar. Aku menikmati semuanya. Berulang-ulang. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku terperangkap di sini selamanya? Begini selamanya di tengah-tengah kolam? Lalu, entah kenapa kali ini pandanganku tertuju pada sosok gadis cantik berbaju krem lembut. Ia berjalan perlahan. Rambut lurus hitam terurai, bola mata coklat indah, bulu mata lentik, bibir merekah, kulit putih langsat berjalan perlahan, ke arahku. Ah tidak, ia berjalan lalu duduk di kursi tepat di depanku. Ia mengeluarkan buku dari tas tangan kecil putihnya dan membuka perlahan buku itu. Lalu, bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan lincah. Tapi, tiba-tiba matanya memandang padaku, melihatku agak lama, dan kemudian berjalan ke arahku. Apakah dia bisa mendengarku? “Patung ini bagus sekali, terlihat tampan.” Ia lalu mengambil sesuatu di tas putihnya. Sebuah ponsel. Ia lalu mengambil gambarku dengan ponsel itu dan kemudian tersenyum. Oh, Tuhan. Sementara ia di dekatku, ingin sekali aku memetik dan memberikan setangkai mawar merah muda yang ada di pinggir kolam ini padanya. Ah, tidak, menyapanya saja, itu sudah cukup bagiku. Tapi apa daya, aku tidak bisa bergerak. Tubuhku beku. Bibirku bisu. Aku hanya sebuah patung tembaga di tengah-tengah kolam ikan koi kecil. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah melihatnya, melihatnya, dan… melihatnya pergi. Gadis itu pergi, gadis itu pergi. Oh, Tuhan, betapa menyedihkannya aku. Aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya patung, tidak bisa bergerak, berjalan, ataupun berlari. Bicara pun aku tak bisa. Menutup mataku karena mentari yang menyilaukan pun aku tak bisa. Kenapa aku hanya sebuah patung? Patung yang indah, tampan, tapi tidak berguna. Kenapa? kenapa aku hanya sebuah patung? Kenapa? Kenapaaaa? Perlahan, aku membuka mataku. Terasa berat. Kukedipkan mataku, berkali-kali. Kuraba wajahku, masih lengkap dan tidak keras. Hanya tulang hidungku yang keras. Kugerakkan kepalaku, ke kanan dan ke kiri, jari tanganku, lenganku, kakiku, semuanya, dan yang terakhir adalah badanku. Oh, aku masih berbaring di atas kasur empukku dan selimut hangat. Ternyata hanya mimpi. Aku sedikit lega. Tuhan, aku bukan patung, aku bukan patung, dan jangan jadikan aku patung. Aku adalah manusia. Aku janji akan mearaih tujuanku, cita-citaku, hidupku. Aku tidak akan malas. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku tidak akan membiarkannya pergi. Sekarang.



Harapan Hati Harapan ini hadir karenamu. Harapan yang jauh dari kenyataan. Harapan yang hanya khayalan dan mimpi belaka. Harapan untuk bisa bersamamu entah kapankah itu. Aku lancang ya? Telah masuk ke hatimu tanpa sepengetahuanmu. Telah masuk ke hatimu tanpa berpikir dulu apakah di hatimu itu cuma ada kamu seorang diri atau ternyata sudah dipenuhi dengan sesuatu hal yang sudah menjadi milikmu. Aku tak peduli apapun itu, intinya aku terus masuk menelusuri hatimu itu. Dan ternyata hati itu kosong!! Hati itu ibarat ruangan kosong yang sangat besar. Aku berjalan menelusuri itu tanpa tau ujungnya di mana. Dan aku pun tak melihat si inti hatinya. Dimana dia? aku sudah ada di hatinya, tapi mengapa aku tidak bisa menemukannya? Apakah dia bersembunyi di suatu ruangan yang lain? Aku terus mencari si inti hatinya. Berputar kesana ke sini aku mencarinya hingga aku pun lelah dan ingin keluar dari hatinya. Tapi saat aku ingin keluar dari ruangan itu, entah kenapa aku jadi lupa arah mana yang harus kulalui agar aku bisa keluar. Aku tak bisa!! Aku tak dapat keluar!! Aku terjebak!!! Ya, aku terjebak akan parasnya itu. Di tengah hatimu itu aku tersesat, sunyi kurasa, sepi kurasa. Aku ingin keluar!!! Prakk!! Sebongkah batu terlempar dari tanganku. “Aduh” ucap seseorang di ujung sana. Aku berjalan menghampirinya. “Kamu siapa?” Ucapnya kebingungan. Aku hanya terdiam dan menatapnya tanpa berkedip sedikit pun. “Apakah ia pemilik hatimu itu?” Aku bergumam dalam hati. “Hei, aku bintang. Kamu siapa?” Ucapnya lagi sambil menjulurkan tangannya. “Bintang? Emm nama yang sangat indah. Apakah ia bisa bersinar macam bintang?” aku masih terdiam. “Hei??” Ucapnya lagi sambil menepuk pundakku. “Ah, iya. emm aku hani” jawabku sambil menyambut tangannya itu. Dan rupanya dia sama tersesat sepertiku. Dia juga sedang mencari si inti hati itu. Dia baru saja datang 2 hari yang lalu. Dia juga mencari hati itu. Aku pun juga tengah mencari hati itu. Tapi, Aku yang lebih dulu datang daripadanya. “Emm, syukurlah ternyata dia bukan pemilik hatimu itu” aku tersenyum lega. Aku dan dia terus berjalan, awalnya aku dan dia berbicara ini itu, bercerita banyak hal, sampai saat aku mengatakan bahwa aku mencintaimu dan rupanya dia pun juga mencintaimu. Seketika suasana pun hening kembali. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutku maupun dia. Aku dan dia terus berjalan di dalam kesunyian. Hanya bunyi langkah kaki aku dan dia yang dapat memecahkan kesunyian itu.



Ada suatu ruangan yang membuat aku dan dia penasaran. Ruangan itu tertutup rapat oleh pintu yang terkunci. “Mungkin si hati itu ada di sana, yuk ke sana!” Aku memecahkan kesunyian dan menarik tangan dia dan berlari menuju kesana. “Dikunci!” Kata dia frustasi. Ya, memang pintu itu terkunci. “Tapi, lihat itu! ada 1 lubang kecil” aku berkata dengan penuh rasa penasaran. Dia pun langsung jongkok dan mengintip ruangan itu. Cukup lama dia terdiam di situ. Air matanya mulai menggenangi pelupuk matanya dan Tak lama dari itu dia pun langsung berlari sambil berteriak menangis tersedu sedu. Kulihat dirinya yang semakin menjauh dan tak terlihat lagi. Aku pun penasaran, dan aku pun mulai jongkok. Terlihat jelas sesosok lelaki yang sedang melihat ke arah luar. Dan benar, itu adalah si inti hati kamu! Sesosok itu sedang melihat seorang wanita yang tengah bernyanyi di luar hatimu itu. “Emm, jadi ini yang membuat si dia menangis dan berlari” aku berkata sambil menahan sesuatu. “Gak, aku gak boleh nangis karena hal itu, aku gak boleh pergi meninggalkanmu hanya karena hal itu.” Sudah cukup jauh dan cukup lama aku mencari inti hatimu itu. Dan sekarang saat aku telah menemukannya aku gak boleh pergi menjauhimu begitu saja. Biarkan saja aku di sini, ya tepat di depan pintu inti hatimu yang terkunci rapat itu. Hanya sebuah lubang kecil yang terbuka untukku, dan dari situlah aku akan memperhatikanmu tanpa kau tau. Aku juga akan menunggumu mengetahui bahwa ada aku di depan pintu inti hatimu itu. Dan aku juga akan tetap berharap padamu, meski ku tau kau mengharapkan seseorang yang di luar sana



Tangga Kematian Pada hari sabtu yang cerah. Kelima sahabat Raka, anisafa, Ryan, Rani dan Veronica pergi untuk bekerja ke rumah tua. Mereka adalah anak kelas 7.6, Mereka mendapat tugas untuk mengobservasi rumah tua yang ada di hutan, diperkirakan rumah tua itu berusia 5 abad. Saat memasuki rumah itu, Rani mulai merinding ketakutan, Rani berkata, “tempat apa ini, sebaiknya kita pergi”. Ryan membantah “kita di sini mendapat tugas dari ketua kita, kalau tidak kita akan dikeluarkan”. Kelima sahabat itu langsung memasuki rumah itu. Saat mereka melakukan pengamatan, Veronica menemukan tangga di bawah tanah, Vero berteriak “teman teman di sini ada tangga misterius”. Mereka langsung mendatangi Veronica. “Coba kita masuk ke situ, siapa tahu ada peninggalan Romawi kuno” kata Nisa. Raka berbicara, “mana ada peninggalan seperti itu di rumah tua ini”. Mereka langsung menelusuri tangga itu, pada lantai pertama, rupanya, ada sesosok bayangan hitam yang menunggu kelima sahabat itu. Mereka dikejar oleh bayangan hitam itu. tidak tahu kenapa, tiba tiba ryan mengeluarkan kekuatan cahaya yang terang, bayangan itu hilang. “Makhluk apa itu, sangat menyeramkan”, bicara Anisafa. “entahlah, kita harus keluar dari ruangan ini”. Ruangan itu bergetar, pintu mulai terbuka dan jalan satu satunya adalah melewati tangga itu. Mereka melewati tangga itu, dan mereka sampai di ruangan kedua. Ruangan itu tampak berbeda dari ruangan pertama, ruangan itu lebih cerah. Tiba tiba kelima sahabat itu masuk dalam dunia khayalan. “jangan terkecoh dengan dunia ini, ini hanya halusinasi”, setelah Raka mengatakan itu, dunia berubah menjadi merah, Raka dan Veronica mengeluarkan kekuatan Bulan dan matahari. Bulan melambangkan ketenangan, sedangkan matahari melambangkan semangat. SSSS, gas halusinasi mulai hilang, mereka sadar mereka hanya di ruangan kosong. Sama halnya seperti ruangan pertama, pintu terbuka, dan mereka melanjutkan perjalanan mereka. Pada saat di tangga ketiga, tangga mulai runtuh satu per satu, kelima sahabat itu lari sekencang mungkin sampai akhirnya mereka sampai di ruangan ketiga. Ada monster yang besar yang ingin menghancurkan mereka berlima, tiba tiba Anisafa dan Rani mengeluarkan kekuatan api dan air. Boomm terdengar ledakan, monster itu masih hidup mereka menggabungkan kekuatan mereka. Api, air, kekuatan matahari, kekuatan Bulan, dan cahaya digabungkan. hampir saja monster mencakar mereka berlima, mereka langsung terbang sangat tinggi menuju cahaya. Seketika, mereka tertidur di depan gerbang rumah tua itu, mereka menemukan kunci emas yang tergeletak di gerbang rumah tua,” jangan memberitahu orang lain bahwa kita telah melakukan petualangan yang hebat”. Mereka langsung pergi ke kota untuk memberi kunci emas itu kepada ketua mereka



Pahlawan Game Namaku adalah Ruyichi Kurt. Aku adalah siswa SMA berumur 17 yang tinggal sendirian. Hari ini adalah hari minggu. Jadi aku memutuskan untuk bermain game seharian. Segera aku pun bermain game seharian sampai-sampai aku lupa waktu dan ketiduran. Setelah setengah terbangun aku melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 18:00. Aku pun segera bangun dari tidur. Disaat aku bangun aku tidak sengaja menekan tombol enter dan Wusssh… aku terseret masuk ke komputer. Aku tiba-tiba masuk ke tempat aneh dan diperintah sebuah suara yang menyuruhku memilih Class, Name, Ras Gender. Tentu saja aku memilih gender pria dan ras manusia. Di mode kelas terdapat 16 pilihan kelas. Setelah melihat-lihat class-class tersebut. Aku memutuskan untuk memilih kelas mage. Dan setelah memilih kelas sekarang aku mengisi nama, dan aku menamaiku Kurt. Lalu setelah selesai tempat menjadi hitam. Setelah tiba-tiba tempat menjadi hitam, aku terjatuh dari atas ke tempat berbentuk persegi yang kecil. Bruuuk… suara aku terjatuh, dan aku pun pingsan. Setelah terbangun aku melihat seorang wanita yang duduk di sebelahku. “Eeeh…”. Aku kaget. “Ah, akhirnya kamu bangun”. Wanita itu berkata. “Si-siapa kamu? dan kenapa aku bisa di sini?”. Aku segera bertanya. “Oh iya, namaku Yuka. Dan juga kelihatannya kita masuk ke dunia game”. Perempuan itu mengenalkan dirinya dan menjelaskan apa yang terjadi. “Du-dunia game?, ba-bagaimana bi-bisa?”. Aku terkejut dan langsung bertanya. “Mungkin garagara kita bermain game yang sama…”. Yuka berkata “Kalau begitu game apa yang kamu mainkan?”. Aku bertanya. “Hero of village”. Yuka berkata. “A-aku juga bermain game itu”. Aku berkata. “Ahaa!!! Aku tau, jika ada orang lagi yang bermain game ini pasti mereka juga masuk ke dunia ini”. Yuka berkata. “Itu benar tapi… game ini adalah game baru dan mendownloadnya perlu waktu”. Aku berkata. “Aku lupa juga… kalau begitu kita harus terbiasa dengan game ini!!!”. Yuka berkata. “Baiklah”. Aku menyetujuinya. “Oke, sekarang ayo kita ingat-ingat cara main game ini”. Yuka berkata. “Aku mengingatnya, kita harus membangun markas dan bersiaga melawan monster setiap malam”. Aku berkata. “Baiklah kalau begitu, ayo kita kumpulkan kayu”. Yuka berkata. “Oke, di sini banyak kayu jadi kita akan memulai membangun markas menggunakan kayu”. Aku berkata. Setelah aku dan Yuka berdiskusi akhirnya kami mengumpulkan kayu untuk membangun rumah. Yuka pergi ke arah utara, sedangkan aku pergi ke arah timur. Di jalan aku tersandung sebuah batu yang agak besar dan bruuuuk… aku pun terkejut karena tiba-tiba ada monitor yang menunjukkan



statusku yang bertuliskan profile, quest, guild, friend. Aku pun memencet profile. Setelah memencet profile aku melihat namaku, class, level, pet, skill, equipment. Untuk sementara aku belum menemukan pet dan equipmentku hanyalah armor rusak senjata juga hanya pedang latihan. Aku memencet skill dan melihat aku mempunyai skill point yang cukup untuk menguasai skill pertamaku yaitu “Samurai Slash”. Aku pun menguasai skill itu. Setelah selesai aku memencet quest dan itu bertuliskan “There are none quest that accepted”. Well aku belum menerima quest dari siapapun. Setelah itu aku melihat friend dan ada tulisan “There is a friend request”. Dan aku memencetnya dan melihat permintaan pertemanan ternyata dari Yuka aku pun menerimanya. Setelah menerimanya menjadi temanku muncul 3 pilihan yaitu “Call, Abandon friend, Add to party”. Aku pun mencoba call dan buum… “Haloooo… Kurt?”. Yuka berkata (dalam telepati). “Iya. Yuka kan”. Aku berkata. “Yaps kau mencoba mengetestnya?”. Yuka berkata. “Iya..”. Aku berkata. “Baiklah sudah ya aku mau mencari kayu sebelum malam tiba”. Yuka berkata. “Oke aku juga mau mencari kayu”. Aku berkata. Panggilan pun diakhiri dan muncul tulisan “Party request from Yuka”. Aku pun menerimanya dan muncul bar statusnya. Di sini aku bisa mendengar suara dari teman satu party. Dan satu party terdapat 6 orang. Tetapi aku terkejut, karena melihat level Yuka yaitu level 3. Aku pun segera menutup layar monitor dan melanjutkan mencari kayu.



Hakim Gemblung Pada suatu hari, di sebuah negara demokrasi. Hiduplah seorang hakim yang benar-benar tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan di negara itu. Hakim itu bernama Said yang baru saja dilantik menjadi hakim, ditempatkan di salah satu daerah dari negara itu. Menegakkan keadilan adalah salah satu tugas dari seorang hakim. Bahkan bila esok terjadi bencana sekalipun hukum harus ditegakkan. Demi menegakkan keadilan apa pun harus dikesampingkan. Namun sayang, keadilan sering disalahpahami terlalu jauh. Karena kelewat adilnya, sang hakim tidak bisa membedakan mana hukum untuk manusia dan mana hukum untuk hewan. Sang hakim memahami keadilan sebagai prinsip sama rata dan tidak pandang bulu. Bahkan kepada binatang yang dianggap melanggar, seperti masuk ke pekarangan atau rumah orang lain tanpa izin harus dihukum. Suatu ketika, ada seorang warga yang memelihara kucing. Pada suatu waktu, kucing pun kelaparan karena belum diberi makan oleh sang majikan. Hingga akhirnya, kucing pun menyelinap ke pekarangan rumah tetangga hingga sampailah di meja makan dalam rumah sang tetangga. Yang dimana waktu itu meja makan tidak ditutup, karena di meja itu terdapat ikan, maka kucing pun naik dan membawa satu ikan keluar rumah. Hingga sang pemilik rumah pun memergoki kucing yang tengah menyantap ikan yang diambil dari mejanya itu. Sang pemilik rumah pun marah dan mengejar kucing itu, namun kucing pun keburu lari. Sang pemilik rumah pun tahu siapa pemilik kucing itu, yang tidak lain adalah Ahmad tetangganya sendiri. Hingga akhirnya, ia pun melapor kepada hakim Said. “Tuan… Saya ingin keadilan. Ada kucing yang masuk ke rumah saya tuan. Dan kucing itu mencuri ikan saya tuan!” ucap pemilik rumah yang melapor. “kalau begitu hukum harus ditegakkan!… katakan siapa pemilik kucing itu? dan panggil dia sekarang!” Ucap Hakim Said dengan tegasnya. “Si Ahmad tuan tetangga saya… baiklah tuan saya akan panggil dia untuk menghadap tuan…” ucap pemilik rumah yang kemudian langsung bergegas keluar ruang pengadilan. Akhirnya, Ahmad sang pemilik kucing itu pun dipanggil untuk menghadap sang hakim di pengadilan. Ia pun tidak mengerti, mengapa hakim memanggilnya ke pengadilan. Padahal setahu dia, tidak pernah melakukan sebuah kejahatan atau kesalahan. Dengan membawa kucingnya, ia pun menghadap sang hakim. Di depan meja hijau, ia begitu kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba saja hakim memanggilnya ke sini. “Saudara Ahmad… benarkah Anda pemilik kucing yang saat ini dipegang saudara?” tanya hakim sambil jarinya menunjuk ke kucing yang dipegang Ahmad. “Iya tuan hakim… ini kucing peliharaan saya.” Jawab Ahmad yang bingung dengan pertanyaan hakim. “Saya putuskan kucing saudara saat ini bersalah. Kucing saudara akan dipenjara selama lima bulan karena masuk rumah orang lain tanpa izin dan kucing saudara juga memakan ikan yang di meja tetangga saudara” Ucap hakim Said yang menjatuhkan hukum terhadap kucing peliharaan Ahmad. “Loh tuan… ini kan hanya hewan. Mengapa hewan saya harus dihukum seperti layaknya manusia tuan?” Ucap Ahmad yang menggeleng-gelengkan kepala, seolah ingin tertawa dengan putusan hakim yang bagi dia sangat bodoh dan tidak masuk akal. “Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu!” Ucap hakim yang kembali menegaskan dan mengetok palu tiga kali, yang artinya keputusan sudah final dan tidak bisa diganggu gugat. Akhirnya, kucing peliharaan Ahmad pun dipenjarakan sesuai vonis yang dijatuhkan sang hakim. Karena saking ingin adilnya itulah, sang hakim tiba-tiba menjadi terkenal sebagai hakim yang tidak pandang bulu. Berita tentang terlalu adilnya Hakim Said akhirnya sampai ke telinga Presiden



Abdurrahman. Sehingga presiden pun ingin mengetahui secara langsung pendapatnya tentang hukum dan keadilan. Suatu hari Hakim Said dipanggil ke istana Presiden. Sesampainya di istana, dia diterima presiden dan pejabat lain. Kemudian presiden pun yang penasaran dengan pandangan Hakim Said berkata, “Bagaimana menurut anda keadilan itu?” “keadilan adalah tujuan dibuatnya hukum. Maka keadilan harus ditegakkan,” jawab Hakim Said yang bersemangat. “Lalu, bagaimana engkau menegakkan keadilan?” tanya Presiden menyelidik. “Hukum tidak boleh memihak. Hukum harus tegak dan Hukum tidak boleh panda bulu dengan siapapun itu. Bahkan, kepada binatang pun harus ditegakkan,” sahut Hakim Said yang berapi-api. Presiden hanya bisa geleng-geleng kepala. “Ini benar-benar keterlaluan. Hukum itu diciptakan untuk kepentingan manusia bukan binatang!” Akhirnya, setelah presiden mendengar sendiri tentang pandangan Hakim Said berkenaan hukum dan keadilan, maka presiden memutuskan agar Hakim Said dipecat dan diganti dengan yang lebih baik, karena Hakim Said membahayakan. Presiden sangat menyesal telah mengangkat dan melantik Said sebagai hakim. Dan karena tindakan bodohnya itulah, Said keesokan harinya tidak lagi menjadi hakim karena telah dipecat. Disamping itu, dia juga dikucilkan di masyarakatnya karena kelakuannya ketika menjadi hakim dan akhirnya pun ia menganggur. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dirasakan said saat ini.



Pertaruhan Semu “Meratapi takdir sendiri tentu saja bukan hal yang dibenarkan. Namun, hanya itu yang bisa kulakukan selama ini.” Ujar Takdir. “Apa motivasimu berbuat seperti itu? Bukankah kau tak harus mati atau meghilang untuk mendapat ketenangan?” tanya daun Takdir menggelangkan wajahnya. Sesekali melirik burung-burung putih teman daun. Ia heran dengan dirinya sendiri, mengapa ia harus ada di setiap awal kelahiran, proses hidup, dan kematian. Daun masih menunggu jawaban dari pertanyaanya. Ia meringis melihat tubuhnya mulai terkikis air hujan. Sementara di bawah pohon ia melihat genangan air coklat keruh. Air itu semakin meninggi saat takdir berdiri tepat di samping daun. “Apakah itu sakit?” tanya takdir “Takdir, kau bahkan belum menjawab pertanyaanku tadi?” “Aku sebenarnya datang untuk memberi peringatan padamu. Kau harus tahu, ketika keberadaanku telah kau sadari saat itu juga tugasku untuk menyertaimu seperti pada fase sebelumnya.” “Memang aku menunggu itu, Takdir” Daun menegadahkan wajahnya ke langit seolah menyibak naungan awan di atasnya. Pandangannya tulus menguatkan hatinya untuk segera betemu Sang Maha Kuasa. “Itu sia-sia, tidak ada yang dapat kau lakukan kini,” Komentar takdir. “Aku lebih tahu darimu,” Takdir tersenyum melanjutkan ucapannya. “Tenang saja, aku tak akan merepotkanmu. Huh, seharusnya kau tidak usah menjemputku. Aku akan datang sendiri padamu” … “Lihatlah itu!” seru daun Ditunjukkanya tumpukan sampah di antara dua tiang beton jembatan. Tangannya beralih menunjuk gedung-gedung tinggi, jalanan aspal, dan terakhir dirinnya sendiri. Untuk kesekian kalinya Takdir kebingungan. Ia malah berjalan mundur hingga menabrak pohon. Naasnya, itu tempat daun musim gugur bernaung. Langkah Takdir yang begitu cepat tak disadari daun sehingga dia terpisah dari ranting. Tubuhnya mengambang diangkat udara. Matanya terpejam, menunggu tanah menggapainya. “Berbahagialah kau daun, tak akan melihat derita bumi lebih panjang!” ujar pohon “Aku setuju denganmu, lihat senyumnya” timpal ranting Dari kejauhan terlihat angin berusaha menahan kepergian daun. Ia mengunpulkan udara di sekitarnya menjadi pusaran angin kecil yang dapat dinaiki. Daun melayang-layang dibuatnya, sedangkan tanah harus bersabar menunggu daun kecil itu sampai kepadanya. “Kau sungguh hebat daun, sampai-sampai takdir dibuat kebingungan olehmu. Mungkin bisa kau jelaskan maksud ucapanmu tadi padanya. Aku tak tahan melihat wajah dungunya itu,” ujar angin terkekeh Angin melambaikan tangannya pada takdir, berharap agar takdir mendekat ke mereka. Takdir mengikuti isyarat angin itu. Ia melangkahkan tubuh tak berwujudnya tergesa-gesa. Hingga udara di sekitarnya berhamburan kesana-kemari karena datangnya energi besar yang dimiliki takdir. Daun menebarkan senyumannya. Dia ingin sekali mengutarakan maksud perkataannya tadi ke Takdir. “Takdir, aku sangat berterimakasih kepada Tuhan. Tolong sampaikan padanya, daun kecilnya ini akan datang menghadap. Aku telah bahagia sekarang. Kau pasti tahu takdir, nanti aku dan tanah bersatu kembali. Sama seperti awal kelahiranku dulu.”



Tanpa sengaja, takdir menerjang pusaran angin di bawah daun. Daun melayang tak beraturan, namun menghasilkan ritme yang indah. Beberapa menit kemudian daun diam tak berkutik dalam pelukan tanah tandus. ‘Lagi, lagi, dan lagi aku melihat kejadian ini. Sama seperti sebelumnya. Kali ini sebuah jiwa yang baru saja terpisah dari raga masih mampu tersenyum padaku serta mengucapkan terimakasih. Satu hal yang membuatku terbungkam, ia mampu membuatku kebingungan dengan setiap perkataannya. Ia satu satunya, mungkin.’ pikir Takdir Takdir masih tak beranjak dari tempatnya. Ia terdiam memandangi keadaan bumi. Bumi sudah tua, namun beban berat yang ditanggung semakin bertambah setiap harinya. “Ini salahku angin, mengapa aku tak memahami arah pembicaraanya sejak awal.” “Tenang takdir, aku akan memperjelas hal itu padamu. Sebenarnya ini ada hubungnnya denganmu…,” “Maksudmu?” ujar Takdir memotong pembicaraan “Biarkan aku melanjutkan ucapanku tadi. Kau pasti ingat kan saat daun menunjuk jembatan, gedung, jalan dan dirinya sendiri?” Takdir mangangguk. “Dia ingin berkata padamu bahwa mereka yang menyebabkan kau datang secepat ini. Karena ulah merekalah kami resah, bahkan bumi semakin suram wajahnya. Andai saja mereka sadar. Pasti daun takkan gugur secepat ini dan air meronta-ronta naik ke permukaan,” jelas Angin “Lalu apa hubungannya denganku?” tanya Takdir “Kau kan bisa mengubah semua ini.” “Tidak juga. Aku takkan bisa seenaknya mengubah takdir, karena takdir adalah hal mutlak yang sudah ditentukan Tuhan. Mungkin kau bisa minta bantuan pada Nasib.” “Kemarin Pohon sudah bertemu dengan nasib. Dan nasib malah memberikan kalimat yang memuakkan” “Bisa kau beritahu aku kalimat itu?” “Kalian tidak bisa mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu yang melakukannya sendiri. Itu ucapannya.” “Perlu kau ketahui, perkataanya itu benar. Mulai saat ini aku berharap agar kalian tidak menggantungkan diri padaku maupun nasib. Karena sehebat apapun kami, kami takkan mampu melawan ambisi yang kuat. Begitupula dengan perintah Tuhan. Untuk itu teruslah berusaha membantu bumi dan pegang teguh kepercayaanmu,” ujar Takdir.



Lorong Abad XXXV Namaku Annisa Nur Salsabila bisa dipanggil Salsa. Aku murid pindahan dari Kota Medan. Aku bersekolah SMPN Merdeka tepatnya di Jakarta. Hari ini hari yang membahagiakan bagiku karena hari ini merupakan hari pertama aku bersekolah di SMPN Merdeka saat Semester 2 ini. Aku berharap akan mendapatkan teman baru di sana. Jam menunjukkan pukul 06.30 WIB. Aku dan ayahku berangkat ke SMPN Merdeka. Sesampainya di sekolah aku menunggu di luar ruangan kepala sekolah dan ayah berada di dalam ruang kepala sekolah “Salsa, sekarang kamu adalah murid di SMP ini dan kamu masuk kelas VII D.” Kata ayahku yang baru keluar “Ayo, ayah antar ke kelasmu.” Kata ayah “Okeee…” Jawabku dengan semangat Aku dan ayahku menyusuri gedung di sekolah itu tapi ada yang tak kupahami. Salah satu dari ruangan-ruangan, terdapat salah satu ruangan yang tergembok rapat seperti tak ada yang boleh masuk ke ruangan itu. Terlintas hal aneh dan bingung di benakku. “Mengapa ruangan itu digembok dan terkunci rapat?” Pikirku Sesampainya di kelas baruku. Ternyata kelas baruku itu sangat keren bayangkan saja terdapat AC, di setiap meja terdapat komputer, LCD benar-benar keren. “Ayah pergi dulu ya, jaga dirimu baik-baik oke” kata ayah seraya mengucapkan selamat tinggal dan mengecup keningku. Saat ayah telah pergi aku langsung masuk ke kelas dan menempati salah satu kursi kosong. Tiba-tiba ada seorang anak perempuan yang mendekatiku dan menyapaku “Hai, siapa namamu? namaku Lisa Venny Safitri biasa dipanggil Lisa.” katanya seraya memperkenalkan dirinya “Hai juga Lisa, namaku Annisa Nur Salsabila bisa dipanggil Salsa.” Jawabku “Kamu murid baru ya di sini.” Tanya Lisa lagi “Ya, aku baru pindah dari Medan.” Jawabku Kringggg… Bel berbunyi dengan kencang. Tanda masuk telah berbunyi, Lisa langsung duduk di depan. Wali kelas baruku langsung datang dan memintaku untuk memperkenalkan diri. Setelah itu baru kami semua memulai pelajaran Bahasa Indonesia. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat sehingga sudah berbunyi bel istirahat. “Salsa, yuk pergi ke kantin.” Ajak Lisa “Boleh” Jawabku Saat di perjalanan menuju kantin aku dan lisa melewati ruangan yang dikunci tadi. Aku berpikir “Apa Lisa tahu tentang ruangan tersebut, dia kan tidak murid pindahan” “Salsa, apa kamu tahu ruangan yang dikunci itu?” “Itu benar-benar ruangan misterius. Katanya ada rahasia di balik itu.” Jelasnya “Benarkah, aku juga berpikiran begitu aku ingin lihat apa yang terjadi di balik itu” kataku “Ternyata kau berpikiran sama aku juga ingin melihat apa yang terjadi di balik ruangan itu” kata Lisa “Baiklah bagaimana kalau kita selidiki saat pulang sekolah oke?” Usulku “Okeee.., eh ayo ke kantin” kata Lisa



Setelah kembali ke kelas, ternyata bel berbunyi Kringgg… Seluruh siswa kembali masuk ke kelas dan guru matematika memulai pelajaran. Setelah cukup lama mendengar penjelasan guru tersebut. Akhirnya Kringgg… Semua siswa bergembira karena waktunya pulang. Sementara kami berdua harus menjalankan misi ini. Sekarang kami berada di depan pintu ruangan yang dikunci itu “Sekarang bagaimana kita membuka pintu ruangan ini?” tanyanya. Lalu aku melihat sebuah tombol kecil yang berada di samping pintu. Saat aku menekan tombol itu. Dengan ajaib pintu ruangan itu terbuka lebar, aku dan Lisa lansung bergandengan tangan. Saat kami masuk ke ruangan itu ruangan itu seperti lorong yang gelap gulita, lalu ada sebuah cahaya saat kami mencoba mendekat. Tiba-tiba kami tersedot lewat cahaya itu dan sampai di laboratorium, kami berdua bingung. Seorang kakek mendekat pada kami dan berkata “Kalian berada di abad XXXV. Kalian merupakan utusan dari abad XX yang kami pilih, kami ingin kalian menyelesaikan tugas yang saya berikan.” “Tapi kami harus kembali ke abad kami.” “Ini merupakan salah satu cara agar dunia bisa selamat dan makhluk hidup bisa hidup secara damai.” “Apa yang terjadi sebenarnya?” “Pada abad XXXV ini dunia sudah kacau, tidak ada tumbuhan, kuman menjadi ganas, dan kami butuh tanaman Evening primrose untuk menangkal kuman menjadi ganas” kata Kakek tersebut “Dan kami butuh kalian untuk mengambil tanaman Evening primrose di Daerah Stavians” Lanjutnya Dengan siap kami sanggup melaksanakan perintah tersebut. Kakek tersebut mengatakan bahwa berhati hati karena di sana terdapat banyak kumam ganas yang memakan semua makhluk hidup dan kakek tersebut memberikan 2 biji ajaib untuk menyelamatkan diri. Saat kami sampai di daerah Stavians ternyata benar di sana terdapat banyak kuman ganas. Akhirnya dengan susah payah kami dapat mengambil tanaman Evening primrose. Dan kami kembali ke laboratorium “Saya berterima kasih pada kalian berdua” Kata Kakek tersebut dengan senang “Tidak kek, ini memang sudah tugas kami” Kataku “Sekarang abad XXXV akan terbebas dari kuman kuman ganas yang berevolusi dan sebagai gantinya saya akan kembalikan kalian berdua ke abad XX.” Jelasnya “Terima Kasih.” kata kami berdua Kami berdua disuruh untuk berdiri di lingkaran dan Kakek tersebut menyalakan monitor seketika timbul cahaya. Dan kami akhirnya kembali di depan pintu ruangan tersebut. Petualanganku dan Lisa berakhir disini.



Cincin di Taman “Kring… kring,…” suara jam weker Dira yang sudah berdering untuk membangunkannya. “Hoaii… aku harus segera bersiap untuk pergi joging bersama Lili” kata Dira dan segera bangun dari tempat tidurnya. dia membuka jendelanya dan menghirup udara segar sebentar, dan pergi untuk mandi. Dira pun segera memakai baju jogingnya itu dan pergi sarapan. “Tuk.. tuk.. assalamualaikum” kata Lili dari luar. “Waalaikum salam, sebentar aku memakai sepatu dulu” kata Dira. “oke” kata Lili. Dira memakai sepatunya dan pergi menuju taman. “Hem… udara di sini sangat segar ya?” kata lili. “iya, sangat sejuk sekali. tapi tunggu, tunggu. lihat Lili ada sebuah cincin. Aku ambil ahh” kata Dira. “Jangan! siapa tau ini milik orang. mungkin mereka sedang mencarinya sekarang” kata Lili melarangnya. “Ahh, sudahlah lagi pula cuma ada kita berdua di taman ini.” kata Dira dan langsung memakai di jari manisnya. Dan ketika dia memakainya dia lupa melepaskannya dia pun mencoba membukanya dan mustahil padahal tadi cincin itu sangat longgar. “Owh tidak, Lili cincin ini tidak bisa lepas dari jariku tolong aku Lili!” kata Dira dengan panik. “Kan sudah aku bilang jangan dipakai, ini bukan milikmu” kata Lili yang sedikit marah. Lili mencoba menarik cincin itu dan… “Bruugg…” mereka ada di sebuah istana yang indah dan megah. “Di mana kita?” kata Dira. “Selamat datang di kerjaanku, terimakasih kau sudah menemukan cincin itu” kata Raja yang sedang duduk di singgasananya.” Memangnya ada apa ini? kenapa kita berada di sini?” kata Dira yang meberanikan diri. “Sebenarnya Ratuku dikutuk oleh penyihir patung, karena melakukan kesalahan. Penyihir itu membuang cincin pernikahan Ratu dan suatu saat hanya ada 2 anak yang menemukan dan membawanya ke sini dan kalianlah orangnya.” Kata Raja sambil menangis. “Ambillah cincin ini, sembukan sang Ratu.” kata Dira. dan melepaskan cincin itu dan mengasihnya ke raja. “Terima kasih.” kata sang Raja. mereka pun segera ke kamar Raja. Di sanalah sang Ratu terbujur kaku menjadi patung. Raja memakaikan cincin itu di jari manis sang Ratu. Ratu pun berubah menjadi manusia dan tidak kaku lagi. “owh, Terima kasih anak anak kau sudah menyembuhkanku,…” kata sang Ratu. “Sama sama Ratu aku senang membantumu” jawab Dinar dan Lili serentak. “Sebagai imbalannya akan kukasih kalian kalung ini” Kata sang Ratu. “Terima kasih Ratu” kata mereka berdua. “Kalian akan kukembalikan ke tempat asal kalian.” kata Raja, sambil mengayunkan tongkatnya dan… “Tring…” mereka ada di Taman. “owh, itu adalah pengalaman yang luar biasa benar kan?” kta Lili. “benar, aku tidak akan melupakannya” kata Dira. mereka pun pergi ke rumah masing². Raja dan Ratu pun bahagia selamanya.



Cerita Fantasi



Dahulu kala ada seorang anak yang sangat baik dan pintar, namanya adalah ely, ely adalah anak yang sangat baik dan pintar. Suatu peristiwa terjadi Pada malam yang sunyi ada sebuah cahaya yang masuk ke kamar ely, lalu ely mengikutinya, sampailah ely di titik cahaya itu, dia melihat sesosok wanita yang cantik bagaikan peri, dan ternyata itu memanglah peri yang dikirim oleh tuhan untuk ely. “Siapa kamu” “Aku adalah peri kiriman tuhan, dia yang telah mengirimku untukmu, dia mengirimku hanya untuk anak baik sepertimu, kau adalah anak yang mulia dan terpuji, maka ikutlah denganku” “Tapi apakah ini nyata, apakah kakak peri?” “Iya ely aku memang peri mendekatlah wahai anak baik”. Tanpa berpikir lama ely mendekat ke peri itu, ely sungguh tidak percaya akan hal itu, tetapi dia juga senang. Peri memegang tangan ely dengan lembut dan erat, ely merasa nyaman. Tetapi dalam sekejap ely dan peri itu hilang dan pergi ke dunia yang berbeda “Di mana aku peri, aku tidak percaya ini, tetapi bagaimana jika orangtuaku memcariku”. “Tidak apa nak kamu akan aman bersamaku” Dan ternyata ely dan peri berpindah ke dunia manisan, ely terkaget kaget saat di sana dipenuhi dengan berbagai macam manisan, yaitu coklat, permen, buah buahan, danau susu dan masih banyak lagi.



“Bolehkah aku memakan semua ini peri” “Boleh ely semuanya memang untukmu, peri. Ely mencicipi semua makanan dengan gembira. Ely sudah lelah karena banyak makan permen dan coklat dan dia pun akhirnya terlelap tidur. Dan saat dia bangun dia sudah di rumah, serta ada banyak manisan di dalam kamarnya, ely sangat berterimakasih kepada tuhan karena telah mengirim peri yang sangat baik kepadanya. Ely memanglah pantas untuk menerima semua ini, dia adalah anak yang sangat baik dan terpuji…!



Tersesat Di Dunia Masa Depan Perkenalkan namaku meira, aku adalah seorang anak yang sangat penasaran dengan mesin waktu, karena aku sungguh penasaran akhirnya aku dan sahabat sahabatku pergi ke sebuah perpustakaan lama yang sudah ditutup karena kasus hilangnya seorang penulis terkenal secara tiba tiba di perpustakaan itu. Kami pergi di malam hari secara diam diam untuk menyelidiki hal hal yang berbau mesin waktu. Setibanya di perpustakaan itu aku melihat sebuah kotak yang menurutku aneh yang berukuran sangat besar di atas kotak itu terdapat sebuah buku yang tertulis “hati hati” Saat aku membuka kotak tersebut, alangkah terkejut nya aku ternyata isi kotak tersebut adalah lorong waktu, hatiku sangat senang karena telah menemukan mesin waktu yang mitosnya penyebab hilangnya sang penulis terkenal Aku memanggil kedua sahabatku yaitu fika dan febri, aku dan sahabat sahabatku akhirnya memasuki lorong tersebut dan memencet beberapa tombol sesuai yang tertulis di buku panduan tersebut. Kami merasa seperti ada kekuatan besar mendorong kami maju sampai akhirnya kami tiba di suatu tempat. Alangkah terkejutnya kami ternyata kami tiba di sebuah kota yang sangat megah dan besar. Kami menyadari bahwa kami telah tiba di dunia masa depan. Tanpa berpikir panjang kami pergi untuk melihat lihat, kami tidak berpikir kalau kami pergi terlalu jauh kami tidak dapat kembali ke mesin waktu. Akhirnya kami pun pergi ke kota tersebut. Setelah puas berjalan jalan kami berpikir untuk kembali. Kami pun berjalan tetapi kami lupa di mana mesin waktu tersebut terletak. Kami pun tersesat sampai akhirnya kami berjumpa dengan seorang kakek, kakek tersebut mengatakan bahwa kami harus segera kembali karena jika tidak kami tidak akan bisa kembali ke masa kami. Kakek tersebut menceritakan cara untuk kembali ke masa kami, kami harus menyatukan pikiran kami dan mengingat tempat mesin waktu itu berada, kami pun berusaha dan akhirnya kami kembali ke masa kami. Kami belajar dari pengalaman itu bahwa kita harus berpikir sebelum bertindak.



Cerita Fantasi



Nia adalah seorang anak yang pendiam di kelasnya. Ia tidak mempunyai teman, dan tidak ada yang mau berteman dengan dia, akibat ia sangat bodoh dalam hal pelajaran. Suatu hari, Nia mendapatkan nilai 45 di ulangan PKN. Dan, “Kamu pasti dapat jelek kan?!” ejek Velis dan sahabat sahabatnya. Velis dan sahabat sahabatnya memang sering mengejek dan meremehlan Nia. “Emang kenapa?” Nia mulai kesal. “Aduh aduh, yuk guys kita pergi aja… orang di depan kita ini udah mulai ngamuk” lalu mereka pergi meninggalkan Nia. Ketika Nia sedang berjalan kaki menuju sekolahnya, ia melihat ada sebuah pensil yang tergeletak di tengah jalan. Nia pun memungut pensil itu. “Pensil siapa ini? Kok ada di sini? Ambil ajalah, juga kan pensilku hilang” Nia pun menyimpan pensil yang ditemuinya itu di kantong bajunya. Ketika pelajaran menggambar, Nia menggunakan pensil tersebut. “Enak juga ya make ini” gumamnya. Setelah selesai menggambar, semua murid mengumpulkannya kepada pak Largo, guru menggambar. “Wah hebat Nia, gambaranmu sangat bagus… kami mendapat nilai 100 ya, dan gambaranmu Velis, sangat berantakan… kamu mendapat nilai 20” Velis sangat terkejut dan sangat marah pada Nia. Selama Nia memakai pensil tersebut, hasil belajar Nia menjadi naik, bahkan ia sering mendapat juara pertama di kelas nya. “Eh guys, sejak Nia pake pensil itu, dia jadi berubah ya” bisik Velis pada dua sahabatnya itu, mereka adalah Renata dan Cinta. “Gimana kalau kita curi pensil itu? Trus nanti kita jadi pinter deh di kelas” ujar Cinta, dia jago matematika lho. “Iya, biar kita tuh makin populer” tambah Renata si cantik. “Oke, kapan kita melakulan misinya?” tanya Velis. Lalu Renata dan Cinta menjaskan. Pulang sekolah, Velis dengan sengaja menabrak Nia. Mereka pun terjatuh, otomatis pensil itu juga terjatuh dari kantong baju Nia tanpa Nia sadari. Lalu dengan secepat kilat, Renata meyambar pensil



itu lalu menyimpannya di dompet Renata. “Eh sorry” singkat Velis, lalu pergi meninggalkan Nia. Sedangkan Nia hanya terdiam. Nia baru sadar kalau pensil ajaibnya hilang, ia sangat bingung untuk mencarinya. Keesokan harinya… Saat itu, pelajaran matematika. Velis mengerjakan dengan pensil ajaib Nia. Ketika dikumpulkan, hanya Velis yang mendapat nilai tertinggi, sedangkan yang paling terendah kembali kepada Nia. Ketika pulang sekolah di tengah perjalanan, Velis dan 2 sahabatnya itu pulang bersama. Dan Nia melihat Velis sedang menggenggam pensil ajaib Nia. “Velis! Kembalikan pensilku!!!” lalu mereka bertiga terkejut. Nia pun menghampiri mereka. “Kembalikan!” “Eitss… gak bakal, ini udah jadi pensil ajaibku” Velis tersenyum sinis. “Iya, kamu gak pantas dapetin nih pensil” Cinta menunjuk pensil ajaib itu. “Kamu mau populer kayak kita kan? Mau pinter kan? Haaahhh” tambah Renata. Nia pun marah lalu berusaha merebut pensil itu. Velis melempar ke dua sahabatnya dan Nia mendekat ke mereka, lalu mereka melempar lagi ke Velis dan terus. Karena pasrah, akhirnya Velis melempar pensil tersebut ke tengah jalan. Dan tiba tiba sebuah mobil Jeep menginjak pensil tersebut. Mereka terkejut. Dan akhirnya mereka menyadari, bahwa… kita bisa pintar melalui usaha kita sendiri, bukan dari usaha benda benda duniawi ataupun tergantung dengan orang lain Akhirnya, mereka berempat menjadi sahabat, dan sejak saat itu Nia sudah bukan menjadi anak yang pendiam lagi atau disebut katak dalam tempurung. Cerpen Karangan: Yacinta Artha Prasanti Haii, semoga cerpen ku dimuat ya dan bisa untuk pelajaran yang positive



Cerita Fantasi



Namanya Shaqueena Mardhiyyah. Biasa dipanggil Dhiyyah. Namanya cantik pemberian Almarhum dan Almarhumah orangtuanya. Memang Dhiyyah tinggal di tenda. Ia tinggal di hutan tetapi tak terlalu dalam. Sebenarnya, Dhiyyah harus kuliah. Ia bisa baca tulis, hitungan perkalian pembagian penambahan Pengurangan. Tapi, ekonomi yang menghambat. Sendiri, itulah yang dirasakan Dhiyyah. Dhiyyah anak tegar, cantik dan sabar menghadapi rintangan. Seperti zaman ini, anak seumurannya enggan berteman dengan Dhiyyah. Pada suatu hari, pagi hari, ia ke rumah yang megah. “Permisi…” sapanya seraya mengetuk pintu. Ada yang buka. Yang membukakan ibu-ibu berhijab dan masih umur 36 tahun. “Oya, nak! nih dia kuenya” ujar ibu itu seraya memberi bakul berisi kue. Memang ibu itu iba dengan Dhiyyah. Kebetulan ibu itu penjual kue, jadi ia menyuruh Dhiyyah jual kuenya dan dikasih upah. “Makasih, bu Leilitha!” kata Dhiyyah seraya menerima bakulnya. Namanya Leilitha. Kadang disapa Itha. “Eh, anak gelandangan! Ngapain, sih masih aja kerja disini, loe?! Loe kan miskin, gembel, nggak pantas hidup loe tuh, nggak jaman sekarang orang gembel jualan! lebih baik mati aja loe!!” suara bentakan dari gadis rumah didatangi Dhiyyah. Gadis sebaya Dhiyyah yang kulitnya putih, cantik, rambutnya hitam legam dan panjang, dan imut. Itu anak Bu Leilitha. “Hushh!!! Farsya, nggak boleh bilangin Dhiyyah begitu, kamu, nih!!! anak kurang ajar!!!” bentka bu Leilitha seraya memukul mulut anak yang bernama Farsya sangat keras. Itu anak bu Leilitha. Farsya masuk ke rumah dengan menangis. Ia anak manja, centil, dan merendahkan orang miskin. Dhiyyah segera berjualan kuenya. Rekor setengah hari ini sisa 3 kue. Kuenya pun, ketiganya dibeli pelanghan setia kue bu Leilitha, Bu Zirrly. Saat mau ke rumah bu Leilitha, ia melihat seorang kakek hendak menyeberang. Tak disadari, ada mobil Sedan yang melaju. Dhiyyah mendorong tubuh kakek keras. Kakek yang tidak sengaja memegang erat tangan Dhiyyah, Dhiyyah juga ikut ketarik. Bukh!! “Aduh!!” erang pelan Dhiyyah. Dhiyyah melihat kakek itu sudah siuman. “Kakek, Kakek tak papa?” tanya Dhiyyah seraya menghampiri kakek itu. “Tak papa, kok, makasih, nak telah menolong kakek!” ungkap kakek itu. “Oya namaku Shaqueena Mardhiyyah! biasa dipanggil Dhiyyah,” ujar Dhiyyah. “Saya Djono! panggil saya kek Djono,” kata kakek itu yang bernama kakek Djono. “Kamu tinggal di mana?” tanya sang kakek. “Tenda! di dalam hutan tapi ndak dalam kali,” kata Dhiyyah. “Orangtuamu mana?” tanya Kek Djono. “Orangtua saya kecelakaaan,” jawab Dhiyyah. “Sanak saudaramu?” tanya kakek lagi. Dhiyyah menceritakan kisah hidupnya.



Kakek Djono mengambil kantung dari kain yang diikat tali dari kantung celananya. “Ini, nak! itu untukmu, tanamlah di perkarangan rumah! Ingat, ia tidak boleh disiram! cukup satu hari seminggu disiram dengan pasir segenggam tangan, cukup jika mau satu pohon, tanam 2 biji saja,” jelas kakek Djono. Dhiyyah berterima kasih. Dhiyyah pamit, lalu ke rumah bu Leilitha dan memberi upah lima puluh ribu, ia pulang. Sesampai di tenda, ia menyimpan uangnya dicelengan ia buat sendiri dari kardus bekas. Ia merogoh kantung dari kakek yang ia selamatkan dari kecelakaan. Ia membuka talinya. Isinya 100 biji seukuran ketumbar tapi berkilau mirip berlian. Ia pun menanam 50 pohon. 50 lainnya ia simpan. Ia setiap hari menyiramnya dengan tanah. Tanah paling subur yang ia cari. Ia rawat sudah 6 bulan. Esoknya, ia bangun pukul 5. Ia wudhu di sungai yang tak jauh dari tendanya, lalu sholat subuh. Usai sholat dan mengaji, ia merapikannya kembali. Kebetulan hari ini libur kerja. Karena, bu Leilitha dan keluarganya ke luar kota. Ia segera mandi di sungai, lalu memakai pakaian yang layak. Rencananya, ia ingin menjenguk pohonnya yang agak jauh dari tenda Dhiyyah. Alangkah terkejutnya Dhiyyah pohonnya ada berliannya, daunnya dari emas murni, pohonnya ditumbuhi satu persatu koin emas. Ia mencabut 1 pohon saja. Ia menanan lagi 50 Biji lagi. Akhirnya, sekarang rumah Dhiyyah semegah rumah Bu Leilitha. Bu Leilitha senang melihat Dhiyyah mampu. Farsya kaget mendengarnya. Ia tetap memusuhi Dhiyyah karena sekarang Dhiyyah lebih kaya dari Farsya. Dhiyyah kuliah di Universitas paling top di Indonesia. Ia menjadi anak paling terpintar di Universitasnya. Ia mengambil jurusan Dokter spesalis hewan. Ini cita-cita Dhiyyah waktu masih Sd. Ia menjadi dokter hewan terbaik di Indonesia. Ia juga menikahi seorang pria dermawan, kaya, soleh, dan baik hati. Ia bos di Pt ternama di tanah air. Mereka dikaruniai anak kembar 2 pasang. Hidup Dhiyyah menjadi baik berkat hatinya yang menolong manusia yang sudah renta. Setiap doa dan sholat, ia berdoa berterima kasih pada Allah SWT. dan Kakek Djono yang sekarang belum diketahui keberadaannya.



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Aditya Saputra



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



Berpindah planet dari planet bumi ke planet adrm tak membuatku melupakan sosok perempuan yang sangat aku cintai. Dunia yang hancur karena antar negara yang terus berperang, sampai perang dunia ke-7, membuatku dan 99 orang lainnya memutuskan untuk berpidah ke planet terdekat dari bumi, yaitu planet adrm. Melalui beberapa rumus dalam astronomi dan perbintangan, ternyata hanya bisa 100 orang yang tinggal di planet kecil yang bernama planet adrm itu. Salah satu astronot dari 50 astronot lainnya yang membantu menyumbangkan otak dan pengetahuan agar 100 orang dapat bertahan hidup di planet adrm. Setiap satu astronot bisa membawa satu orang siapapaun untuk tinggal di planet adrm. Aku memilih istriku yang ikut bersamaku, karena aku sudah tak punya keluarga lagi akibat perang dunia ke-7. Berbeda dengan di bumi, di planet adrm, tak ada hujan namun udaranya tetap sejuk seperti udara di pegunungan, juga setelah melakukan riset dan penelitian beberapa kali, ternyata di planet adrm tak akan ada yang bisa hamil karena kontur cuaca, kelembaban dan oksigen yang tak cukup untuk membuat seorang wanita hamil. Aku, istriku yang bernama elvita dan juga 98 orang rindukan hanyalah satu yaitu hujan. Tapi walau begitu air mengalir dari sebuah batu, jadi untuk itu kita masih bisa minum. Berbicara soal makanan beberapa tumbuhan seperti kacang-kacangan pun dapat tumbuh di planet adrm. 2 tahun tinggal di planet adrm sama dengan dua bulan tinggal di bumi. suatu hari keanehan terjadi pada istiku, dia sakit panas, panasnya mencapai 70°. Aku dan beberapa astronot yang punya sedikit keahlian mengenai ilmu kedokteran melakukan penelitian. Awalnya Tak ada penyakit apapun yang terdeteksi, kami mengira itu terjadi karena reaksi yang terjadi di tubuh elvita akibat berpindah planet, namun akhirnya satu peneliti menyimpulkan kalau istriku hamil. Diperkirakan istriku hamil ketika masih di bumi, namun belum terdeteksi. 8 tahun berlalu, tinggal di planet adrm. Diperkirakan tahun ini istriku akan melahirkan, rasa gundah dan juga gelisah mendiami hati 100 orang yang tinggal di planet adrm, terlebih aku dan istriku.



Hanya boleh 2 minggu setelah lahir, anakku tinggal di planet adrm. Jika lebih, planet ini akan meledak menjadi partikel-partikel kecil dan manusia-manusia yang tinggal di planet adrm akan musnah begitu saja. Keputusan sudah aku ambil walau belum kukatakan pada siapapun, bukan anakku kelak yang akan keluar dari planet adrm melainkan aku ayahnya. Berat memang memutuskan ini, namun aku sangat menyayangi janin yang berada di perut istriku tercinta. Bagaimana bisa dia dibuang ke bumi, tanpa siapapun yang akan menjaganya. Suatu hari, suhu badan istriku kembali di angka 70°, penelitian yang sudah beberapa ahli lakukan bahwa itu hanya akan terjadi kembali apabila istriku akan melahirkan. Benar ternyata, istriku merasakan sakit yang dahsyat sepertinya dia akan melahirkan pada waktu itu. 7 orang dari 98 orang yang sewaktu di bumi menjadi dokter telah bersiap melakukan persalinan pada istriku. Beberapa peralatan medis yang dibawa dari bumi telah siap. Tak butuh waktu lama, akhirnya anakku lahir di planet adrm. Rasa senang menyelimuti hati semua penduduk planet adrm terutama aku dan istriku karena anakku adalah manusia pertama yang lahir di planet adrm. Anakku berjenis kelamin perempuan, aku memberi nama elgita agar mirip dengan nama ibunya. Ternyata keputusan yang sudah kuambil dari jauh-jauh hari tak bisa terlaksana. Sudah ada peraturan yang menyatakan kalau satu astronot pun tak boleh meninggalkan planet adrm, jadi terpaksa istriku mengambil keputusan kalau dia yang akan pergi ke bumi karena tak mungin anakku yang pergi ke bumi. Air mata mengalir di mataku, mata istriku juga mata 98 orang lainnya. Sudah 17 hari anakku lahir, dan hari ini waktunya istriku pergi. Roket sudah disediakan kan untuk kepergian istriku. Kalau bisa aku yang bisa menggantikannya, tapi apa daya itu tak bisa kulakukan. Sebelum menaiki roket istriku berpamitan kepada 99 orang yang lain. Istriku masih menggendong elgita, dia menyerahkan elgita pada ibu wanda, salah satu dokter yang membantu melahirkannya pada 17 hari ke belakanag. Aku juga akan ikut mengantarkan istriku ke planet bumi, aku baru beberapa langkah menaiki tangga menuju roket, seoorang ada yang berteriak “tunggu!” Kami semua menoleh ke arah ibu ani wanita paruh baya yang dibawa tetangganya ke planet adrm. “Saya saja yang pergi ke bumi” lanjutnya “jangan bu” ucap astronot azi yang merupakn astronot yang membawanya ke planet adrm “ini keputusan saya, lihatlah bayi itu, bagaimana bisa ibunya tak ada di sampingnya saat ini dan untuk waktu yang lama. Saya sudah berumur 57 tahun, kalaupun saya harus mati di bumi saya ikhlas demi bayi itu dan juga ibunya.” Semua orang menangis mendengar kata-kata ibu ani. Akhirnya dialah yang pergi ke bumi, berkorban demi istriku elvita dan anakku elgita. Kini 100 orang yang tinggal di planet adrm hanya mengenal kebahagianan tak ada kerusuhan, pertengkaran atau semacamnya seperti di bumi.



Nama



Kelas



Mata Pelajaran



Amelia Apriyani



VIII.G



TIK



Cerita Fantasi



Lala dan Novi adalah dua sahabat, mereka sedang berlibur di rumah Novi. Setiap sore mereka pasti pergi ke sungai, biasanya hanya untuk mencari angin. Suatu hari Lala melihat sebuah peti, karena rasa ingin tahu mereka pun membawa peti tersebut ke rumah. Pada saat di rumah dibukalah peti tersebut, ternyata isi peti tersebut adalah sebuah tombol hijau bertuliskan “GO”, dan sebuah surat yang memerintahkan mereka untuk membawa satu pohon yang masih kecil, mereka tidak tahu apa maksud pesan terebut? maka mereka pun memenuhi isi surat tersebut dan langsung menekan tombol. Seketika mereka tersedot ke dalam lubang hitam, maka mulailah petualangan mereka. Dalam beberapa detik mereka berada di taman kota dari suatu tempat, mereka masih bingung di mana mereka sekarang, kenapa pohon pohon semua berasal dari plastik? kenapa tanah ini dari besi? dan kenapa mobil bisa terbang? itulah yang mereka pikir. Setelah lelah berjalan mereka memutuskan untuk menginap di rumah seorang anak yang bernama Nissa. Akhirnya mereka pun menjadi teman. Keesokan harinya mereka diajak berjalan mengendarai mobil terbang, ketika di jalan Lala menceritakan semua keanehan di kota itu, dan ia juga bertanya bagaimana semua orang dapat bernafas tanpa pohon? Nissa pun berkata “kakekku juga memberi tahu hal yang sama, akan tetapi Dr. Hector menganggap bahwa pohon itu memberi bencana bagi manusia sehingga ia menebang semua pohon dan sebagai gantinya ia membuat oksigen dan menjualnya agar masyarakat dapat



bernafas, sedangkan kakekku dihukum mati karena ingin membahayakan manusia dengan menanam pohon” jawabnya sedih. Esok paginya, mereka siap siap melawan Dr. Hector, dengan bekal satu pohon kecil dan alat serba guna buatan Nissa. Setelah siap mereka berangkat ke taman, untuk tempat menanam pohon itu yang dapat merubah nasib manusia. Tetapi sanyangnya rencana itu diketahui oleh Dr. Hector, dengan cepat ia mengejar mereka bertiga sampai di taman kota. Sampai di taman kota Nissa mengeluarkan alat serba guna untuk mengebor besi/tanah buatan untuk mencari tanah, setelah menemukan tanah Lala langsung, menanam pohon itu seketika pohon itu menjadi besar, sehingga orang orang dapat merasakan oksigen yang dihasilkan pohon itu, Dr. Hector tidak percaya bahwa masih ada pohon, ia langsung meminta maaf kepada masyarakat karena ia berbohong mengenai pohon namun masyarakat segera menghukum Dr. Hector sampai ia meninggal. Karena misi Lala dan Novi selesai, mereka pun pulang, akan tetapi, peti yang mereka temukan menghilang sekarang, mereka sadar mereka tadi ada di masa depan. Semenjak hari itu mereka selalu menjaga alam karena mereka takut jika di masa depan tidak ada pohon lagi. PESAN MORAL: Ayo jaga pohon, hutan dan segala macam tumbuhan agar di masa yang akan datang tidak terjadi kepunahan pepohonan sehingga kita harus membeli, untuk apa kita membeli karena tuhan sudah menciptakan tumbuhan sebagai penghasil oksigen gratis.



Music World Di malam yang indah ini aku menemukan dunia yang lain daripada duniaku dan mengapa dunia itu berada di dalam sungai dekat rumahku… Hari ini aku memanggil lalyla sahabatku untuk memastikan dunia yang ada di dalam sungai dekat rumahku itu. “Layla…!!!” Teriakku. “Iya tunggu dong” kata layla padaku. Setelah aku menunggu akhirnya dia keluar dari rumahnya, menggunakan baju yang sangat feminin. “Uh… lama amat sih ayo kita pergi sekarang” kataku. “Baiklah ayo…!!!” Kata Layla dengan semangatnya itu. Akhirnya kita sampai di sungai itu, kami pun langsung menyelam ke sungai itu. Setelah 10 detik kami menyelam kami menemukan sebuah lubang yang tertutupi oleh kayu, karena penasaran kami pun langsung membuka kayu tersebut dan menyelam ke lubang itu lebih dalam dan menemukan sebuah kota yang indah dan anehnya kota itu berada di daratan padahal tadi kami ke kota itu dengan menyelam. Setelah kami perhatikan semua isi kota itu (kecuali orang orang yang berada di kota itu) berbentuk not musik dan hal yang berkaitan dengan musik, semuanya indah kami berkeliling kota itu dan menemukan seorang gadis kecil yang manis sedang bermain sendiri tanpa ada yang menemani, kami pun spontan menemuinya dan bertanya mengapa ia tidak bermain dengan seseorang. Dia pun berkata “Kak… aku nggak punya teman, kata temanku aku adalah seorang putri dan pasti sombong padahal aku nggak begitu kok”. Aku dan layla sedih karena itu kami bilang padanya akan bermain dengannya. Begitu senang kami bermain dengannya hingga sore tiba aku dan layla panik karena takut dimarahhi orangtua kami, tapi saat kami ingin pergi Nadya memegang tangan kami dan membawa kami ke istananya. Kami berdua sudah bilang akan ke sini lagi tapi dia melarang kami dan malah mengajak kami ke istananya dan memperkenalkan kami pada Ibunya sang ratu dunia musik. “Nak siapa mereka?” Tanya ibu nadya pada nadya. “Mereka adalah kak Mila dan kak layla temanku” kata nadya bersemangat. “Ah… terima kasih telah menjadi teman anakku ayo tinggalah di istana ini” kata sang ratu. “Maaf ratu bukannya kami menolak tapi kami bulan berasal dari dunia ini dan kami harus pulang karena takut ayah dan ibu kami akan panik nanti” kataku pada sang ratu. “Ah… aku tahu tapi tenang saja 1 hari di dunia ini sama dengan 1 menit di duniamu jadi jika kau sampai 1 bulan di sini saat kau pulang nanti kau bukan pergi selama sebulan tetapi 30 menit” kata sang ratu menjelaskan pada kami dengan seyumanya yang indah. “Jadi kakak ayo tinggalah di sini sebulan saja… please…” kata nadya. “Emmmm… baiklah hanya untuk sebulan yaa…” kataku. “Iya” sambung layla. “Ok… yey…” kata nadya bersemangat. Sebulan kemudian Aku daan layla sudah sebulan tinggal di istana nadya kami dilayani dengan baik, kami juga mengajar nadya bermain dengan teman temannya agar saat aku dan layla pulang nadya tak kesepian. Kami pun pulang ke tempat kami berasal yaitu dunia kami walaupun nadya dan kami sudah seperti saudara tetapi kami tetap pulang. Aku dan layla tak akan melupakan kisah ini.



Pengulangan Hujan rintik rintik turun beberapa saat setelah Jenazah Kakakku dimasukkan ke dalam ruang peristirahatannya yang terakhir. Isak tangis yang masih terlihat di beberapa sanak saudaraku termasuk orangtuaku belum terhenti. Hanya aku, anggota keluarga yang tak menangis karena sepeninggalannya. Aku masih tak percaya kalau ini akan terjadi. Padahal selama ini, akulah yang paling bersikap sangat jahat kepada kakakku. Ya, namaku adalah Randy, aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Sesaat aku mengingat kembali kejadian dimana aku sering memarahi kakakku dan menyakitinya. “Dasar kakak Bodoh! Gak guna! Pergi aja kamu… bisanya cuman bikin Malu aku!” Bentakku kepada kakakku pada saat itu, entah kenapa aku bisa semarah itu hanya karena teman temanku meledekku dengan sebutan manja karena tingkah kakakku yang sangat memanjakanku. “Maafin kakak ya dek, kakak cuman pengen kamu seneng” ucap kakakku sedikit menitihkan air mata. Yah, jika mengingat kejadian kejadian yang telah kulakukan, yang tersisa hanyalah penyesalan yang tiada akhirnya. “Andai aja… Andai aja waktu bisa kembali…” Ucapku dengan nada pelan dan menitihkan air mataku. Tiba tiba ada suara di dalam kepalaku, “Kamu bisa kembali kok… hanya saja kesempatan itu hanya datang sekali dan waktunya itu tepat sesaat sebelum kematian kakakmu, kamu harus menyelamatkannya” ucap suara itu. “Hah, apa benar?” suaraku dalam batin. Entah saja tiba tiba aku merasa mengantuk dan tergeletak di sana. Kubuka mataku sesaat setalah aku tergeletak lemas tadi, tapi yang aku lihat pertama kali adalah wajah kakakku yang tepat berada di depanku dan sedang memangkuku. Sontak aku langsung menangis dan mendekapnya. “Kak Rani… Maafin ya… Maafin Randy… Randy selalu jahatin kakak, randi selalu ngomong kasar ke kakak… Randy janji gak akan ngulanginnya lagi..” Ucapku sambil menangis tersedu sedu bahagia masih bisa melihat kakakku satu satunya. “Randy… kamu mimpi apa? Udah kakak maafin kok selalu… lagian kamu itu adek kakak satu satunya… kakak pasti jagain kamu bagaimanapun keadaannya” ucap kakakku. Aku yang saat itu tergeletak di pangkuan kakakku pun segera dipindahkannya ke tempat tidurku. Dan aku ingat kejadiannya. Kakakku akan pergi setelah ini, dan di perjalanan nampaknya ia akan tertabrak kendaraan dengan kecepatan tinggi. “Kak… Kak Rani jangan pergi yah… pokoknya jangan pergi yah…” ucapku meminta kakakku supaya tidak pergi. “Kenapa Ran? Kenapa kakak gak boleh pergi?” Ucapnya bingung “Pokoknya gak boleh… kakak harus tetep di rumah terus nemenin aku” ucapku manja. “uuhhh biasanya gak mau dimanjain, sekarang minta manja nih adek kak Rani…” Ledeknya “Ih.. kakak apaan sih” ucapku agak kesal. Namun kami kemudian tertawa bersama, aku pun berfikir kakakku tak akan pergi, jadi aku tertidur sebentar. Tapi, aku mengingat ingat kembali dan ternyata kakakku pergi bukan karena ada acara, melainkan dia pergi untuk membeli bahan membuat bubur untukku yang saat itu sedang sakit dan tertidur. Langsung aku buka mataku dan melihat kak Rani tidak ada di samping tempat tidurku. “Kak Rani!!! Kakak di mana… kakak!!” aku mencari carinya di rumah, dan aku tersadar dimana aku harus mencarinya. Menurut Informasi setelah kakak meninggal, dia tertabrak oleh truk



berwarna biru di dekat persimpangan jalan di dekat rumah. Aku segera menuju kesana tanpa alas kaki. Aku mencari mencarinya dan akhirnya aku melihat kakakku yang sibuk membawa barang belanjaannya. Aku tak melihat tanda tanda adanya truk berwarna biru. Hanya saja sejenak pandanganku tertuju pada mobil berwarna hitam yang melaju kencang. Dan kakakku sepertinya tidak menghiraukan mobil itu dan terus menyeberang, dan di lain arah ada truk biru yang tak kusadari kehadirannya, ya itu adalah truk yang katanya menabrak kakakku dan sontak aku segera menuju kakakku dan berteriak kepadanya. “Kak Rani!! Awas kak!!” aku mendorong kakakku dengan sepenuh tenaga dan langsung saja mobil hitam yang melaju dengan kencang tadi menabrak tubuhku dengan keras. Aku langsung tak sadarkan diri. “Ah… mungkin ini balasan yang pantas untukku yang sering menyia nyiakan kakakku. Mungkin saat ini aku sudah mati, yah berarti aku berhasil menyelamatkan kakakku namun tak bisa menyelamatkan diriku sendiri, hihihi” ucapku sambil tertawa di dalam batin Namun sesaat aku mendengar suara yang tak asing, ternyata setelah itu aku masih bisa membuka mataku dan kulihat papa, mama, serta kak Rani melihatku dengan tatapan sendu, syukurlah aku masih hidup. Aku bahagia sekali dan menceritakan kejadian tadi kepada papa dan mama. Aku akhirnya bisa menyelamatkan kakakku, dan sepertinya masa depan akan berubah. Kami pun hidup bahagia bersama.



The Powerful Princess Theoroppia Kisah dongeng yang berkali kali Citra dengar membosankan. Malam hari selalu begitu. Cerita tentang putri Helmof yang selalu tamat begitu saja. Tak jarang bila kuping Citra panas mendengar kata putri Helmof. Jam sudah menunjukkan pukul 20:23. Citra belum juga pergi ke kamarnya. “Citra, kok belum tidur juga?” bunda menghampiri Citra yang tengah menonton kartun kesayanganya. “Habisnya enggak ada yang mau ngedongengin Citra,” ia menatap kecut bundanya. “Oh Citra enggak mau dongeng putri Hel..” baru saja bunda bilang sudah diputus Citra. “Enggak mau!” teriak Citra sambil berusaha menutup telinganya. “Citra mau tunggu ayah!” Citra kembali menatap sinis bundanya. “Citra!” “Aku mau tunggu ayah!” Citra kembali memperbesar volume suaranya. “Ayah pulang!” terdengar suara seseorang dari ambang pintu. “Ayah!” “Yee ayah pulanggg!” “Ayah bawa sesuatu buat Citra!” ayah berkata sambil membuka tas kopernya. “Ini!” “Apaan yah?” Citra membuka bungkusan kado dari ayahnya. Ternyata sebuan buku dongeng! “Makasih yah!” Citra memeluk ayahnya. Sebuah buku dongeng yang berjudul The Powerfull Princess Theoroppia. Sebuah buku dongeng yang covernya tebal sekali. Dan pastinya ceritanya seru. Ditambah gambaran gambaran. Citra melihat harganya. Sangat fantastis! Rp.350,000,00. Citra berlari menuju kamarnya sambil membawa buku dongeng dan diikuti ayahnya. “Ayo yah cerita!” “Di sebuah negeri bernama Theoroppia, hiduplah seorang putri cantik yang dermawan bernama Gitria. Ia mempunyai geng persahabatan bernama Powerpull Starry. Kekuatan yang dipunyai oleh ketiga sahabat itu bisa membuat peri jahat kalah. Hari hari mereka indah. Tak terkecuali satu hari. Putri Theodorr jatuh sakit karena keracunan minuman jus. Setelah beberapa hari, akhirnya putri Theodorr meninggal dunia. Dan bersambung ceritanya,” ayah melihat Citra sudah tertidur pulas. Ayah mencium kening putrinya tersayang itu. Tanpa disadari, Citra telah meninggal dunia dikarenakan faktor cerita putri Theodorr yang meninggal. Putri Theodorr adalah bunda sebenarnya dari Citra. Jadi di negeri Theoroppia bila bundanya meninggal pasti akan menyebabkan sesuatu yang terjadi dengan anaknya. Seperti meninggal juga.