5 Tina-Efek Sublethal 20-24-3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jurnal Biogenesis Vol. 2(1):20-24, 2005 © Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau ISSN : 1829-5460



EFEK SUBLETAL SULFIDA PADA FISIOLOGI DARAH BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio L) Yustina*), Arnentis, dan Rifa Suryasi Laboratorium Zoologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru



Diterima 23 Mei 2005, Disetujui 5 Juni 2005 ABSTRACT The effect of sub-lethal concentration of sulfide on faal blood in juvenile Common carp had been studied on November 2004, this research used experiment methode by using completely randomized design, sulfide proved to be sublethal effect juvenile Common carp a concentration of 5.6 mg/l with 4 treatment, 3 replication and control. The treatment at the exposure period 24, 48, 72 and 96 hrs. The faal bloods was monitored on during the exposure period while eritrocyts, Hb and hematocrit contents. The analized data of faal bloods was used ANAVA and Dunnet statical. The result of the research indicated that a sublethal concentrations that eritrocyts and Hb content was significantly with control, but hematocrit content was not significantly with control and significantly for period 48, 72 and 96 hrs. Effect of sublethal sulfida, the juvenile fish at exposure long periods showed was significantly with totals eritrocyt, Hb and hematocrit content decreased. Key words: Sulfida, Sublethal, Faal bloods, Juvenile Common carp.



PENDAHULUAN Sulfida merupakan salah satu toksikan yang dapat dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan minyak, industri gula dan beberapa industri lainnya (Sutamihardja et al, 1982). Senyawa ini juga dihasilkan dari penggunaan sulfat dalam proses fotosintesis melalui sintesa protein dan metabolisme hewan, sulfat ini akan direduksi menjadi sulfhydrill HS- dan kemudian direduksi menjadi hidrogen sulfida (Mose, 1978). Umar dalam Sastrawidjaya (2000) menyatakan bahwa hidrogen sulfida meskipun dalam dosis yang rendah dengan pemaparan yang cukup lama sudah cukup membahayakan. Senyawa ini apabila masuk ke dalam peredaran darah akan menghambat sintesis enzim pada pembentukan retikulosit. Menurut Rianto (2003) masuknya sulfida dalam



*) Komunikasi Penulis : Laboratorium Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Riau



20



tubuh biota perairan akan menimbulkan kelumpuhan dan kerusakan pada organ pernafasan, kerusakan yang ditimbulkan disebabkan karena sulfida sangat sedikit yang dieksresikan, sebagian besar senyawa tersebut akan menempel pada insang sehingga mengganggu fungsi alat pernafasan. Salah satu biota perairan yang sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan adalah ikan mas. Hewan ini merupakan salah satu makhluk hidup yang hidup di air tawar, karena itu sangat mungkin sekali dapat mengakumulasi senyawa sulfida yang ada dalam perairan (Asmawi, 1984). Sulfida bila terakumulasi dalam tubuh ikan akan masuk ke dalam sistem peredaran darah. Kandungan sulfida yang tinggi berpengaruh letal bagi ikan, namun pada kadar yang masih berada dalam kisaran toleransi akan berpengaruh subletal, berupa gangguan terhadap fisiologi darah ikan sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup dan perkembangannya (Santoso, 1998). Keadaan fisiologis darah ikan sangat bervariasi, tergantung pada stadia hidup, kebiasaan hidup dan kondisi lingkungan (Lagler, 1997). Perlakuan uji



Yustina, Arnentis dan Suryasi : Efek Subletal Sulfida



letal sulfida pada benih ikan mas menunjukkan nilai ambang bawah dan ambang atas dengan konsentrasi sulfida sebesar 4 mg/l dan 8 mg/l, dan nilai LC50 pada 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam dengan konsentrasi sulfida sebesar 10,47 mg/l, 10,14 mg/l, 8,98 mg/l dan 5,87 mg/l (Suryasi, 2005). Tang dan Affandi (2002) menjelaskan bahwa bahan-bahan pengganggu seperti racun, suhu ekstrim, osmotik, infeksi atau stimulan sosial dapat menghasilkan stress. Respon stress ini salah satunya dapat berupa gangguan fisiologis darah. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan fisiologis darah ikan adalah jumlah sel darah merah, kadar haemoglobin dan kadar hematokrit (Santoso, 1998). Dari uraian di atas perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh subletal sulfida terhadap fisiologis darah benih ikan mas sehingga dapat diupayakan penanggulangan terhadap sulfida agar tidak membawa dampak terhadap lingkungan.



terlarut dan karbondioksida bebas terlarut diukur dengan titrasi menurut Alaerts dan Santika (1985), suhu diukur dengan termometer dan derajat keasaman diukur dengan pH meter. Data hasil pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar haemoglobin dan hematokrit pada pengujian pengaruh subletal sulfida dianalisis dengan menggunakan uji statistik F (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji Dunnet (Hanafiah, 1998). Data kualitas air dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Efek Subletal Sulfida Terhadap Fisiologis Darah Konsentrasi yang digunakan untuk melihat efek sulfida terhadap fisiologis darah benih ikan mas adalah konsentrasi subletal yaitu di bawah konsentrasi 5,87 mg/l. Dari pengukuran parameter darah merah selama uji subletal menunjukkan pengurangan jumlah sel darah merah, kadar haemoglobin dan hematokrit benih ikan mas yang didedahkan dalam sulfida 5,6 mg/l (Tabel 1).



METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2004 di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap. Tahapan yang dilakukan adalah tahap aklimatisasi, uji pendahuluan, dan uji persistensi dan uji letal mengacu menurut Suryasi (2005). Untuk uji subletal, konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi subletal dibawah LC50 pada waktu dedah 96 jam sebesar 5,87 mg/l (Suryasi, 2005), maka ditetapkan konsentrasi sulfida sebesar 5,6 mg/l pada 4 perlakuan yaitu periode waktu dedah 24, 48, 72 dan 96 jam dengan 3 ulangan dan kontrol. Tiap ulangan digunakan 15 ekor ikan. Kemudian setiap waktu dedah diamati jumlah sel darah merah, kadar haemoglobin dan kadar hematokrit. Untuk melihat jumlah sel darah merah digunakan kamar hitung Improve Nebauer, kadar haemoglobin diukur dengan menggunakan haemometer dan hematokrit diukur dengan alat ukur hematokrit (Yustina dan Darmadi, 2003). Parameter kualitas air yang diamati adalah kadar sulfida pada akhir pendedahan diukur dengan titrasi sulfida menurut APHA (1976), oksigen



Tabel 1. Jumlah Sel Darah Merah Benih Ikan Mas yang Didedahkan pada Sulfida 5,6 mg/l selama Uji Subletal Rerata Parameter Darah Waktu Dedah Perlakuan Jumlah Sel darah Kadar Kadar (Jam) Merah (Sel/mm3) Hb (%) Hematokrit (%) K 1.598.333 6,2 28,7 24 5.6 mg/l 1.248.000 3,5 24,3* K 1.553.333 6,1 30,7 48 5,6 mg/l 1.203.333 3,3 20,7 K 1.451.667 6,0 31,0 72 5,6 mg/l 975.000 3,1 20,0 K 1.420.000 5,9 30,3 96 5,6 mg/l 853.333 3,1 19,3 Sd 80.000 0,4 2,1 Keterangan : K = Kontrol (0 mg/l) * = Tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,01



a. Jumlah sel darah merah Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada waktu dedah 24 jam jumlah sel darah merah pada kontrol rata-rata 1,59 juta sel/mm3, sedangkan pada perlakuan dengan sulfida terjadi pengurangan jumlah sel darah merah menjadi 1,25 juta sel/mm3. Pada waktu dedah 48 jam jumlah sel darah merah pada kontrol rata-rata 1,55 juta sel/mm3, perlakuan dengan sulfida terjadi pengurangan jumlah sel darah merah menjadi 1,20 juta sel/ mm3. Setelah 72 jam pendedahan jumlah sel darah merah semakin 21



Yustina, Arnentis dan Suryasi : Efek Subletal Sulfida



berkurang, hal ini terlihat dari perbandingan dengan kontrol, jumlah sel darah merah pada kontrol 1,45 juta sel/mm3 sedangkan pada perlakuan 0,97 juta sel/mm3. Keadaan ini juga terlihat pada waktu dedah 96 jam, pada perlakuan jumlah sel darah merah 0,85 sel/mm3, sedangkan pada kontrol 1,42 juta sel/mm3. Hasil uji F menunjukkan bahwa pemberian sulfida pada setiap waktu dedah berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah sel darah merah benih ikan mas, pada taraf uji 1% F hitung > dari F tabel (180 > 5,98). Dari hasil uji lanjut menunjukkan pendedahan benih ikan mas dalam larutan yang mengandung sulfida berbeda sangat nyata dengan kontrol. Perlakuan yang paling besar pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah sel darah merah adalah pendedahan 96 jam. b. Kadar haemoglobin Pada waktu dedah 24 jam kadar haemoglobin pada kontrol rata-rata 6,2%, sedangkan pada perlakuan dengan sulfida terjadi pengurangan kadar haemoglobin menjadi 3,5%. Pendedahan selama 48 jam juga memperlihatkan pada kontrol kadar haemoglobin sebesar 6,1%, perlakuan dengan sulfida memperlihatkan pengurangan kadar haemoglobin menjadi 3,3%. Setelah 72 jam pendedahan kadar haemoglobin semakin berkurang, hal ini terlihat dari perbandingan dengan kontrol, kadar haemoglobin pada kontrol 6,0%, pada perlakuan 3,1%, berarti beda antara kontrol dengan perlakuan adalah sebesar 2,9%. Keadaan ini juga terlihat pada waktu dedah 96 jam, kadar haemoglobin 5,9%, sedangkan pada kontrol 3,1%. Hasil uji F menunjukkan bahwa pemberian sulfida setiap waktu dedah berpengaruh sangat nyata terhadap kadar haemoglobin benih ikan mas, pada taraf uji 1% F hitung > dari F tabel (13,7 > 5,98). Dari hasil uji lanjut menunjukkan pendedahan benih ikan mas dalam larutan yang mengandung sulfida berbeda sangat nyata dengan kontrol. Perlakuan yang sangat berpengaruh terhadap pengurangan kadar haemoglobin adalah pendedahan 72 dan 96 jam. c. Jumlah hematokrit Pada waktu dedah 24 jam hematokrit pada kontrol rata-rata 28,7%, sedangkan pada perlakuan dengan sulfida terjadi pengurangan hematokrit menjadi 24,3%. Pendedahan selama 48 jam juga memperlihatkan perbedaan kontrol dengan



22



perlakuan sulfida sebesar 10%. Pada kontrol hematokrit sebesar 30,7%, perlakuan dengan sulfida memperlihatkan pengurangan hematokrit menjadi 20,7%. Setelah 72 jam pendedahan hematokrit semakin berkurang, hal ini terlihat dari perbandingan dengan kontrol, hematokrit pada kontrol 31%, pada perlakuan 20%. Keadaan ini juga terlihat pada waktu dedah 96 jam. Pada perlakuan ini, hematokrit 30,9%, sedangkan pada kontrol 19,3%. Hasil uji F menunjukkan bahwa pemberian sulfida setiap waktu dedah berpengaruh sangat nyata terhadap hematokrit benih ikan mas, pada taraf uji 1% F hitung > dari F tabel (9,5 > 5,98). Dari hasil uji lanjut menunjukkan pendedahan benih ikan mas dalam larutan yang mengandung sulfida pada taraf uji 1%, pendedahan 48, 72 dan 96 jam berbeda sangat nyata dengan kontrol, sedangkan pendedahan 24 jam hanya berbeda nyata dengan kontrol pada taraf uji 5%. Boyd dalam Rianto (2003) menjelaskan bahwa sulfida akan bereaksi dengan hidrogen menjadi HSdan H2S. Umar dalam Sastrawijaya (2000) menyatakan H2S cukup berbahaya bila terjadi pemaparan yang panjang meski dalam dosis rendah, senyawa tersebut dapat menimbulkan gangguan sistem respirasi, iritasi mata, gangguan sistem saraf, gangguan kosentrasi serta gangguan sintesis enzim terutama pada retikulosit dan sistem saraf. Dari Tabel 1 terlihat bahwa waktu dedah sangat berpengaruh terhadap pengurangan jumlah sel darah merah, hal ini terjadi karena gangguan sintesis enzim pada pembentukan retikulosit. Dalam proses pembentukan sel darah merah terdapat tahapan-tahapan sebelum sampai terbentuknya sel darah merah matang. Retikulosit adalah sel darah merah muda yang masih mengandung substansi basofilik dan akan berkembang menjadi sel darah merah matang. Setiap tahapan pembentukan sel darah merah melalui serangkaian proses yang melibatkan sintesis enzim. Wulangi (1993) menyatakan apabila sintesis enzim pada retikulosit terhambat maka pembentukan sel darah merah juga akan terhambat. Pembentukan retikulosit terganggu karena masuknya sulfida melalui darah ikan dan akan menghambat sintesis enzim katalase dan anhidrase karbonat yang terdapat pada retikulosit, akibatnya tidak akan ditemui sel darah merah yang



Yustina, Arnentis dan Suryasi : Efek Subletal Sulfida



matang. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah sel Dari Tabel 2 dapat dilihat kandungan sulfida darah merah yang berkurang setiap waktu dedah. pada air wadah tidak jauh berbeda dengan Berdasarkan sifat sulfida yang dapat konsentrasi awal. Pada beberapa perlakuan menghambat sintesis enzim pada pembentukan menunjukkan bahwa terjadi pengurangan kadar retikulosit, sel darah merah matang tidak dapat sulfida, hal ini terkait dengan penyerapan sulfida terbentuk, hal ini sangat berpengaruh dengan kadar oleh ikan. Melalui proses osmoregulasi, ikan uji haemoglobin dalam tubuh ikan. Kadar akan beradaptasi dengan cara meminum air yang haemoglobin dalam darah ikan jadi berkurang mengandung sulfida secara terus menerus dan hampir 50% dari kontrol. Haemoglobin adalah sedikit mengeluarkan urine. Sulfida tersebut akan suatu protein yang terdapat dalam sel darah merah, diekskresikan secara aktif melalui insang dan karena sulfida dapat menghambat sintesis enzim, sebagian lagi akan menempel pada insang (Rianto, maka senyawa ini akan menghambat pembentukan 2003). haemoglobin. Terjadinya gangguan pada pembentukan haemoglobin berakibat menurunnya Tabel 3. Hasil Pengamatan Rerata Kualitas Media Uji Uji Pendahuluan Uji Letal kadar haemoglobin dalam darah ikan. Parameter 0 4 8 12 0 5,0 6,25 7,8 Hematokrit menunjukkan persen volume sel 27* 26 26 25,3 26,3 26,3 26,3 26,3 0 Suhu ( C) darah merah dalam darah. Keadaan hematokrit 27** 25,6 26,3 26 26,3 26 27,7 27,3 sangat dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah. 7 5,7 5,7 5 7 6 6 6 pH 7 5,3 6 5,7 7 5,3 5,3 5,3 Pada pendedahan 24 jam menunjukkan hematokrit berkurang dibandingkan dengan kontrol, walaupun Oksigen Terlarut 7,9 6,5 6,6 6,7 7,8 7,7 6,7 6,9 (mg/l) 7,5 6,5 6,4 6,4 7,5 6,2 6,3 6,4 perbedaannya tidak terlalu nyata, tetapi setelah 24 CO2 bebas 6,7 6,7 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 jam waktu dedah kadar hematokrit pada perlakuan terlarut (mg/l) 6,8 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,8 6,7 berbeda sangat nyata dengan kontrol. Jumlah sel Keterangan : * = Pengukuran awal darah merah yang berkurang akan mempengaruhi ** = Pengukuran akhir Hasil pengukuran suhu pada setiap pengujian persen volume sel darah merah dalam darah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1, dimana hematokrit selama penelitian berkisar 25,3–280C. Keadaan pada perlakuan berkurang dibanding kontrol, suhu ini masih dalam batas toleransi untuk sesuai dengan pengurangan sel darah merah setiap kehidupan ikan. Berdasarkan pengukuran suhu selama penelitian cukup bervariasi. Variasi suhu waktu dedah. ini diduga dipengaruhi suhu sekitar ruangan atau suhu luar. Bachtiar (2002) menyebutkan bahwa Kualitas Air Pengukuran sulfida hanya dilakukan pada akhir suhu ideal untuk pemeliharaan ikan mas berkisar pendedahan, sebab pada awal penelitian dari 26-280C dengan fluktuasi normal sekitar 40C. konsentrasi sulfida telah ditetapkan. Pengukuran Hal serupa juga disebutkan oleh Daelami (2002) tetap perlu dilakukan karena sulfida adalah bahan bahwa suhu yang baik untuk pemeliharaan ikan pencemar yang bersifat mudah menguap mas berkisar dari 25-320C. Dari kedua pernyataan (Sastrawijaya, 2000). Kandungan sulfida dalam air tersebut menunjukkan bahwa suhu air selama wadah harus dipertahankan agar tidak mengurangi pengujian masih berada dalam kisaran dimana sifat ketoksikannya, untuk maksud ini dilakukan benih ikan mas dapat hidup dengan baik, dengan demikian mortalitas ikan uji pada uji pendahuluan uji persistensi (Wardoyo, 1977). dan uji letal belum dipengaruhi oleh suhu. Tabel 2. Konsentrasi Sulfida Pada Akhir Uji Letal dan Uji Hasil pengukuran pH setiap pengujian selama Subletal penelitian berkisar 5,0–7,0. Kisaran pH ini masih Konsentrasi Sulfida Akhir Uji Akhir Uji dalam batas-batas toleransi untuk kehidupan ikan. Letal (mg/l) Ulangan Subletal Dibanding kontrol, air yang mengandung sulfida (5,6 mg/l) 0 5,0 6,25 7,8 1 0 4,8 6,2 7,4 5,2 cenderung asam, hal ini terkait dengan sifat sulfida 2 0 4,8 5,8 7,6 5,0 yang bersifat asam (Sastrawijaya, 2000). 3 0 4,7 6,0 7,6 5,2 Kecenderungan pH yang bersifat asam akan mempengaruhi ketoksikan sulfida. Boyd (1990)



23



Yustina, Arnentis dan Suryasi : Efek Subletal Sulfida



menjelaskan bahwa persentase total senyawa sulfida yang bersifat racun meningkat pada pH rendah. Berdasarkan pernyataan ini, diduga bahwa tidak adanya kematian ikan uji pada uji subletal dikarenakan kisaran pH berada dalam kisaran toleransi ikan. Dan apabila terjadi peningkatan keasaman oleh sulfida sehingga afinitas oksigen terlarut menurun, kondisi ini dapat menyebabkan kematian ikan (Asmawi, 1984). Hasil pengukuran oksigen terlarut pada setiap pengujian selama penelitian berkisar 6,2–7,9 mg/l. Kisaran oksigen terlarut ini masih dalam batasbatas toleransi untuk kehidupan ikan. Asmawi (1984) menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut untuk kegiatan perikanan tidak boleh kurang dari 4 mg/l dan pada perairan yang mengandung bahan pencemar tidak boleh kurang dari 2 mg/l. Secara keseluruhan oksigen terlarut selama penelitian tidak berada dalam taraf yang memberikan pengaruh terhadap mortalitas dan gangguan fisiologis ikan uji. Pengukuran karbondioksida menunjukkan kandungan karbondioksida bebas terlarut dalam air berkisar antara 6,3–6,8 mg/l. Kisaran ini menunjukkan bahwa karbondioksida bebas dalam wadah selama pengamatan cukup baik dan bila dihubungkan dengan toksisitas belum dipengaruhi oleh kadar karbondioksida bebas. Menurut Sastrawidjaya (2000) kandungan karbondioksida bebas sebesar 12 mg/l telah menyebabkan stress bagi ikan, pada kadar 30 mg/l beberapa jenis ikan akan mati dan pada 100 mg/l hampir semua organisme air mati. Menurut Asmawi (1984), perairan yang kurang baik bagi kehidupan ikan adalah jika perairan tersebut mengandung lebih dari 12 mg/l karbondioksida bebas dan oksigen terlarut tidak kurang dari 2 mg/l. Dari kriteria tersebut dapat dilihat bahwa kematian ikan uji dan gangguan fisiologis darah benih ikan mas belum disebabkan oleh kandungan karbondioksida dan oksigen, sebab kandungan karbondioksida bebas tertingginya hanya 6,8 mg/l dan memiliki kandungan oksigen terlarut yang tidak pernah kurang dari 6,2 mg/l. KESIMPULAN Sulfida pada konsentrasi subletal menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah, penurunan



24



kadar haemoglobin dan penurunan persen volume darah (hematokrit) benih ikan mas. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan pengamatan terhadap kerusakan jaringan (kajian histologi) meliputi histologi hati, ginjal, otak dan insang pada benih ikan mas yang terkontaminasi oleh sulfida.



DAFTAR PUSTAKA APHA. 1976. Standard Method For Examination Of Water And Waste Water. American Public Health Association Oxpord. New York. Alaerts, G dan S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Asmawi, S. 1984. Pemeliharaan Ikan Dan Ekosikologi Pencemaran. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hanafiah, K.A. 1998. Rancangan Percobaan Teori Dan Aplikasi. Grafindo Persada. Jakarta. Lagler, KF, and J.E. Bardach. 1977. Ichthyology. Jhon Welley and Sond Inc. New York. Mose, M.R. 1978. Source Of Sulfur In The Environment The Global Cycle Sulfur. A Willey Interscience Chichesar Brebans. Toronto. Rianto, T. 2003. Toksisitas Sulfida Terhadap Benih Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fisceguttatus). Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Santoso, S. 1998. Toksisitas Air Limbah Industri Pulp Proses Soda Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Universitas Sudirman 2 (XIV) : 5. Sastrawidjaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Aneka Cipta. Jakarta Sutamihardja, R.T.M, S. Hudyastuti dan Sudaryono. 1982. Masalah Polusi Perairan. Majalah Osean. Suryasi, R. 2005. Toksisitas Sulfida Terhadap Fisiologi Darah Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Riau. Tang, U.M. dan R. Affandi. 2002. Fisiologi Hewan Air. UNRI-Press. Pekanbaru. Wardoyo, S. 1977. Panduan Uji Biologis Untuk Evaluasi toksisitas Minyak Dan Dipersal. Proyek Lingkungan Hidup. Fakultas Perikanan IPB. Lemigas. Jakarta. Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung. Yustina dan Darmadi. 2003. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Riau.