6 Karangan Ilmiah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARANGAN ILMIAH POPULER Tri Mastoyo Jati Kesuma Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada A. Pengertian dan Ciri Karangan Ilmiah Populer Karangan ilmiah populer (popular writing) adalah karangan yang bersifat ilmiah, tetapi disajikan dengan cara yang mudah dimengerti oleh pembacanya (Suhadi, 2001:81). Karangan ilmiah populer biasanya dijumpai pada surat kabar atau koran. Bahasa yang digunakan dalam surat kabar adalah bahasa populer. Oleh karena itu, karangan ilmiah populer menggunakan bahasa populer. Bahasa populer adalah bahasa yang dimengerti oleh semua lapisan masyarakat pembaca. Ciri karangan ilmiah populer adalah (a) enak, menarik, teratur, lancar, dan merangsang untuk dibaca; (b) tidak terlalu terikat oleh tata cara serta langkah-langkah penulisan akademis; (c) objektif; (d) bukan fiksi sain, bukan pengetahuan khayal, bukan fantasi, dan bukan rekaan yang memburu sensasi belaka; dan (e) tidak bersifat spekulatif (Suhadi, 2001:81-82). Sementara itu, Sarwono (2010:11-12) dan Dalman (2015:27-28) mengemukakan ciri khas karangan ilmiah populer dari banyak segi. Menurut kedua pakar tersebut, karangan ilmiah populer mempunyai sembilan ciri berikut. a. Adanya pesan yang dipergunakan untuk menarik perhatian pembaca, yang dapat juga dikatakan bersifat persuasif. Hal ini terjadi karena pada umumnya pembaca yang ditargetkan ialah umum atau bukan spesialis di bidang ahli mengenai topik bahasan yang ditulis. b. Isi tulisan diusahakan untuk memikat pembaca agar yang bersangkutan tetap terus membaca tulisan tersebut sampai selesai. c. Penulis melakukan kontekstualisasi data hasil riset ke dalam tulisan sehingga data dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca umum. d. Bahasa yang digunakan bersifat umum dan tidak menggunakan terminologi khusus yang hanya dipahami oleh ilmuwan atau kelompok tertentu. e. Biasanya struktur kalimat yang dipergunakan ialah kalimat aktif. f. Gaya penulisan tidak baku. g. Umumnya, informasi dipaparkan dalam bentuk narasi. h. Uraian dipaparkan ke dalam bentuk umum yang dapat menarik, baik aspek intelektual pembaca maupun menyentuh emosi pembaca yang bersangkutan. i. Secara implisit, tulisan kadang mengandung pesan tertentu berupa keinginan penulis agar pembaca melakukan tindakan tertentu.



1



2 B. Tujuan Karangan Ilmiah Populer Pada umumnya, kadar kerelevanan, keterujian, kekonsistenan, kebersisteman, kelengkapan, dan kehematan penjelasan-penjelasan dalam karangan ilmiah populer tidak begitu ketat, tinggi, atau disesuaikan dengan tingkat kemampuan pembacanya (Effendi, 1992:8). Tidak seperti dalam karangan akademis (academic writing), penjelasan-penjelasan dalam karangan ilmiah populer lebih sederhana atau tidak begitu rumit (lih. Effendi, 1992:8). Karangan ilmiah populer disusun dengan tujuan untuk (a) menjelaskan sesuatu yang bertalian dengan apa yang ditulis kepada pembaca, (b) meyakinkan pembaca bahwa apa yang dijelaskan itu benar, dan (c) memerikan atau mendeskripsikan hal-hal penting yang bertalian dengan sesuatu dengan bahasa yang populer (lih. Effendi, 1992:9). C. Bahasa Karangan Ilmiah Populer Bahasa yang populer tampak jelas dalam penggunaan kata, kalimat, dan paragraf. Kata-kata yang digunakan dalam karangan ilmiah populer adalah kata-kata dengan makna harfiah (denotasi), bukan makna kias (konotasi); katakata yang dikenal, bukan yang kurang dikenal pembaca; dan kata-kata dengan makna yang tepat (Effendi, 1992:9-11). Dalam karangan ilmiah populer, istilah teknis yang tidak terlalu perlu diganti dengan kata-kata yang dikenal oleh pembaca awam. Kalaupun harus menggunakan istilah teknis, istilah itu digunakan dengan makna yang konsisten. Contohnya sebagai berikut.



Kata Ilmiah analogi anarki andradit anemia antipati antisipasi partisipasi argumen argumentasi bibiliografi biodata definisi depresi deskripsi detail diskriminasi figur



Kata Populer kiasan kekacauan kalsium besi kekurangan butir darah merah rasa benci perhitungan ke depan ambil bagian bukti pembuktian daftar pustaka riwayat hidup singkat pengertian, batasan kemunduran pemaparan terperinci perbedaan perlakuan bentuk, wujud



3 filial filter finis/final formasi format fragmen friksi frustrasi harmoni indeks infeksi informasi introduksi kapitulasi konklusi konservatif konsesi kontamninasi kontemporer kontradiksi linguistik matematika modern narator prediksi pasien sinopsis sitat sitasi urine



cabang saringan akhir susunan ukuran penggalan bagian, pecahan rasa kecewa sesuai petunjuk peradangan keterangan pendahuluan penyerahan kesimpulan kolot izin pencemaran masa kini, mutakhir pertentangan ilmu bahasa ilmu hitung maju pencerita ramalan orang sakit ringkasan kutipan pengutipan air seni/kencing



Dari contoh tersebut, biasanya yang dipilih untuk digunakan dalam karangan ilmiah populer adalah kata-kata populer, bukan kata-kata ilmiah. Karangan ilmiah populer menggunakan kalimat-kalimat yang mudah dipahami. Kalimat-kalimat yang demikian adalah kalimat-kalimat yang pendek, bukan yang panjang; yang disusun dengan kata-kata yang tidak berlebihan atau hemat; yang tidak berbelit; yang tidak rancu; yang disusun dengan bentukbentuk kata yang sejajar atau parallel; yang tidak terpenggal; yang disusun menurut kaidah tata bahasa; dan yang ditulis sesuai dengan kaidah ejaan resmi (Effendi, 1992:11-16). Perhatikanlah kalimat-kalimat dalam karangan berikut.



4 PERANAN KONTEKS SITUASI DALAM BERBAHASA Tri Mastoyo Harian Berita Nasional, 9 Januari 1988, memuat artikel Bambang Supriyono yang berjudul “Pertalian Bahasa dan Logika”. Artikel itu pada prinsipnya menguak kenyataan berbahasa Indonesia dewasa ini. Dinyatakan oleh penulisnya bahwa sebagian penutur bahasa Indonesia dalam berbahasa Indonesia bertindak sesuka hati, tanpa memperhatikan aturan logika serta melanggar kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Pertanyaannya ialah aturan logika dan kaidah berbahasa Indonesia yang manakah yang tidak diperhatikan? Pertanyaan tersebut muncul karena ketidakjelasan pernyataan Bambang Supriyono. Apabila yang dimaksud adalah persesuaian antara aturan logika dan kaidah berbahasa Indonesia, hal itu justru menimbulkan persoalan. Dalam berbahasa, orang lebih sering tidak memperhatikan aturan dan kaidah berbahasa. Orang lebih mengutamakan kemungkinan tuturannya dapat ditangkap dan dipahami oleh orang lain atau tidak. Jika bisa dipahami oleh orang lain, pastilah tuturan itu akan tetap merambah, dan bila tidak, tentulah akan menghilang dari peredaran. Adapun bila yang dimaksudkan adalah kelogisan dalam berbahasa, perlu mendapat penjernihan lebih lanjut. Penjernihan itu penting karena dalam berbahasa terdapat hal-hal yang meskipun tidak logis, tetapi dapat terterima. Misalnya kata persilakan dalam tuturan Maka waktu kami persilakan. Dari segi logika, tuturan itu memang tidk logis, tetapi karena dapat dipahami dan terterima, toh tetap dipakai. Mengapa begitu? Karena konteks situasi ikut berpengaruh. Tuturan itu muncul karena sebelumnya telah ada tuturan lain. Bila tidak, barulah hal itu dapat dianggap tidak logis. Apalagi, bila dipandang dari segi kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, bukankah tuturan itu taat kaidah? Sebab susunannya telah mematuhi kaidah bahasa Indonesia. Demikian halnya dengan kata percetakan, disambung, dan jembatan, misalnya, yang sering ditulis menjadi perceta-kan, dis-ambung, dan jembatan. Penulisan seperti itu memang tidak logis, tetapi karena dapat dipahami dan tidak taat kaidah persukuan bahasa Indonesia, tetapi dari segi konteks situasi toh masih dapat dinalar. Konteks situasi bersangkutan dengan keadaan yang dihadapi dalam tindak komunikasi (lisan dan tulis). Kehadirannya justru sering mengalahkan aturan logika dan kaidah struktur bahasa. Keberadaannya pun akan menenukan kapan aturan logika dan kaidah bahasa itu dipatuhi dan kapan tidak. Hal ini berakibat bahwa pertalian antara logika



5 dan bahasa sebenarnya justru terletak pada peranan konteks situasi itu. Sekalipun terdapat tuturan yang tidak taat aturan logika dan kaidah berbahasa yang benar, tetapi bila masih bisa dinalar, tuturan itu tetap akan muncul dalam tindak komunikasi. Anggapan itu kiranya tidak berlebihan sebab yang bagaimanakah aturan logika dan kaidah berbahasa yang baik dan benar itu dan di manakah letak persinggungannya sulit untuk diraba. Dalam berkomunikasi, orang lebih banyak terpengaruh oleh konteks situasi daripada atuan dan kaidah berbahasanya. Apakah kenyataan seperti itu akan dikikis? Wallahu alam bisawab. (dimuat pada Harian Berita Nasional, 23 Januari 1988:IV) Jika diamati secara saksama, karangan tersebut mudah dipahami karena disampaikan dengan kalimat-kalimat yang tidak berbelit. Pilihan kata dalam kalimatkalimat pun tidak menyusahkan pembaca. Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang berhubungan satu sama lain. Dalam karangan populer, paragraf yang dipilih adalah paragraf yang mudah dimengerti. Paragraf yang demikian adalah paragraf yang memiliki kesatuan dan paragraf yang pendek, bukan yang panjang (Effendi, 1992:17-18). Contohnya sebagai berikut. PETANI: PAHLAWAN PEREKONOMIAN NASIONAL Opik Mahendra SP MSc. Kepala Seksi Bina Usaha, Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov Jateng. Pertanian, khususnya pangan, masih bertumpu pada level menengah kecil. Meski demikian, sektor ini menjadi fondasi yang kuat di bidang pertanian. Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan data tentang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal II-2020 tumbuh -5,32 % jika dibandingkan dengan kuartal II-2019 (year on year/y-o-y), dan tumbuh -4,19 % jika dibandingkan dengan kuartal I2020 (quarter on quarter/q-o-q). Di balik angka tersebut, terdapat fakta yang perlu kita syukuri sekaligus sadari bahwa PDB bidang pertanian justru melesat mencapai 16,24 % pada triwulan II (q-o-q). Bahkan, menurut catatan dari y-o-y, hanya pertanian yang tetap tumbuh positif hingga 2,19 %. Kontribusi sektor pertanian pada kuartal II-2019 hanya 13,57 %, tetapi pada kuartal II-2020 meningkat menjadi 15,46 %. Pertumbuhan sektor pertanian membuktikan bila sektor pertanian, terutama petani, dalam masa pandemi merupakan pahlawan perekonomian nasional.



6 Ketersediaan Pangan Kesiapan dan ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat juga perlu dipetakan strategi distribusi logistiknya. Fokus pada peningkatan produksi pangan dengan stimulus pelaku usaha pertanian, seperti relaksasi kredit usaha rakyat (KUR) pertanian, serta mempercepat bantuan sarana dan prasarana serta subsidi pertanian. Subsidi transportasi pangan dari daerah surplus ke daerah minus juga disiapkan guna distribusi pangan dapat menjangkau seluruh wilayah. Keamanan stok pangan merupakan bukti tangguhnya para petani dalam keadaan kategori bencana nonalam yang tidak bisa diperkirakan, seperti pandemi Covid-19. Bagi sektor lain, menjalankan protokol work from home mungkin dijalankan. Namun, di sektor pertanian aktivitas usaha tani tetap harus berjalan dengan rambu-rambu yang benar work on field. Kinerja bidang pertanian di sektor ekspor juga membanggakan. Ekspor pertanian di April 2020 mencapai USD 0,28 miliar atau tumbuh 12,66 % (y-o-y). Kenaikan ekspor didapat dari empat subsektor unggulan: perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Upaya lain adalah menggerakkan Pasar-Pasar Tani dan Stasiun Terminal Agrobisnis (STA) yang ada di sentra-sentra komoditas pertanian dan memperbaiki penyerapan produksi pertanian yang ada. Pemasaran dan informasi kebutuhan konsumen, khususnya di perkotaan, bisa terbantu melalui platform pemasaran di sektor jasa distribusi dan logistik yang tujuannya agar masyarakat dapat mengakses bahan pangan berkualitas dengan harga terjangkau di tengah menurunnya daya beli. Insentif Insentif bagi petani saat pandemi didorong berupa insentif benih, peningkatan anggaran guna menyubsidi kebutuhan pupuk, dan asuransi petani, termasuk pembiayaan atau keringanan kredit bagi petani. Petani dalam usaha taninya pasti membutuhkan input berupa modal, baik berupa dana segar maupun sarana produksi, apalagi jika petani mengalami risiko kerugian dalam proses usaha taninya, termasuk dalam kondisi social/physical distancing.



7 Aksesibilitas terhadap permodalan juga menjadi permasalahan paling mendasar yang sering dihadapi petani. Keterbatasan modal juga membuat kuantitas dan kualitas hasil yang didapat petani tidak maksimal. Permasalahan modal ini juga menjadi penyebab utama banyaknya petani yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hanya sekitar 15% petani yang mengakses kredit di bank. Mayoritas sebesar 52% masih mengandalkan modal sendiri, kerabat, dan lembaga keuangan nonbank lainnya. Sementara itu, 33% petani lainnya mengandalkan kredit usaha rakyat (KUR). Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemahaman petani pada produk keuangan yang tersedia memang masih rendah. Hadirnya Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dirasa belum maksimal. Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor pertanian 2019 masih di bawah 7%. (Dikutip dari harian Kedaulatan Rakyat, 7 September 2020 dengan perbaikan tata tulis) D. Jenis-jenis Karangan Ilmiah Populer Setidak-tidaknya terdapat tiga jenis karangan ilmiah populer, yaitu berita ringan (soft news), feature, dan artikel (Soeseno, 1993). Ketiga karangan ilmiah populer itu berbeda satu sama lain. 1. Berita Ringan (Soft News) Berita ringan merupakan karangan ilmiah populer yang paling sederhana (Soeseno, 1993:65). Berita ringan ini biasanya ditulis oleh wartawan. Berita ringan berisi peristiwa, kejadian, atau keadaan masalah-masalah aktual. Berita ringan disusun dengan menjawab enam pertanyaan, yaitu siapa (who) (yang terlibat?), apa (what) (yang terjadi?), di mana (where) (terjadinya?), kapan (when) (terjadinya?), mengapa (why) (sampai begitu?), dan bagaimana (how) (duduk perkaranya?) (Soeseno, 1993:65). Susunan berita ringan itu terkenal dengan sebutan 5 W + 1 H. Contohnya sebagai berikut. MUDAH, BISNIS IMPOR BARANG DARI CHINA Kini persaingan bisnis impor barang kian ketat, hingga membuat produk-produk yang dijual harganya murah. Sebagian besar barang tersebut berasal dari negara China. “Siapa bilang impor barang dari China itu sulit, izinnya rumit, dan butuh modal besar? Padahal, jika tahu rahasianya, orang bisa dengan mudah impor barang dari China dengan harga murah,” ungkap Ilham Idris, panitia penyelenggara seminar “Mudahnya Impor Barang Murah



8 dari China”. Seminar tersebut akan digelar di Hotel Dafam Fortuna Malioboro, Jalan Dagen No. 60, Yogyakarta pada Rabu (25/3/2015) pukul 18.15 WIB. Menurut Ilham, narasumber seminar ialah Mr. Arif Nugroho (gurunya importir sekaligus pengusaha sukses yang sudah melahirkan importir baru). Nantinya, seminar akan mengungkap rahasia impor barang murah dari China yang tidak butuh modal besar. Bahkan, satu biji barang pun bisa. “Nantinya juga diajarkan cara mudah mendapatkan barang murah dari China tanpa harus ke sana, cara mencari barang yang laku keras di pasaran dan cara pembayaran ke suplier yang aman, dan lain-lain,” jelasnya. Untuk tiket dapat diperoleh di Toko Buku Gramedia Sudirman dengan harga Rp150.000,00 bagi 75 pendaftar pertama, selanjutnya tiket jadi Rp250.000,00. Pendaftaran online bisa transfer ke rek. BCA 8160853451 (a.n. Leo Arby). (M-4)-f (Dikutip dari Kedaulatan Rakyat, 22 Maret 2015:3) 2. Feature (Karangan Khas) Feature adalah karangan kreatif yang terutama dirancang untuk memberi informasi sambil menghibur tentang sesuatu kejadian, situasi atau aspek kehidupan seseorang (Soeseno, 1993:76). Menurut Williamson, feature menekankan unsur kreativitas (dalam penciptaannya), yang informatif (isinya), menghibur (gaya penulisannya), dan boleh subjektif (penuturannya) (Soeseno, 1993:76). Feature merupakan karangan khas yang memiliki sifat kreatif, subjektif, informatif, dan menghibur. Feature bersifat kreatif karena disusun menurut daya kreasi penulis. Feature menonjolkan penulisan berdasarkan subjektivitas penulis. Feature bertujuan memberikan informasi kepada pembaca. Feature mempunyai fungsi untuk menghibur pembaca. Feature terdiri atas beberapa jenis, misalnya news feature, feature pengetahuan, dan human interest feature. News feature berisi penjelasan suatu berita. Feature pengetahuan berisi informasi tentang suatu pengetahuan. Human interest feature berisi informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah kemanusiaan. Struktur karangan feature berbeda sekali dengan karangan news. Menurut Soeseno (1993:77-78), “kalau news disusun seperti piramida terbalik yang hanya terdiri atas lead (teras), tubuh, dan penutup saja, feature disusun seperti kerucut terbalik yang terdiri atas lead, jembatan di antara lead dan tubuh, tubuh karangan, dan penutup. Bagian atasnya berupa lapisan lead dan jembatan yang sama pentingnya, dan bagian tengah berupa tubuh karangan



9 yang makin ke bawah makin kurang kepentingannya.” Berikut disajikan contoh feature human interest. PEDAGANG LOUHAN Ek Febry Abdul Aziz Saeful (54) biasa di panggil Mang Eep, saat itu sudah tidak bekerja lagi di salah satu perusahaan yang memproduksi aksesoris motor seperti pijakan karet untuk kaki. Eep bingung untuk menghidupi keluarganya. Eep kerap melakukan banyak hal, mulai mengambil botol bekas, berdagang hinga mencari pekerjaan baru. Namun, semua itu tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Eep juga berpikir jika harus bekerja lagi dia takutnya akan berakhir sama seperti di tempat kerjaan yang dulu. Eep berkunjung ke temannya yang merupakan pengusaha ikan hias. Eep menceritakan kisah hidupnya yang semakin hari semakin sulit karena dia sudah tidak lagi bekerja di pabrik yang dulu. Kemudian, Ma’mun memperlihatkan bisnis usaha ikan hias yang dia miliki kepada Eep. Ma’mun pun mengajak Eep untuk menjadi penjual ikan hias “Eep mending kamu ikuti usaha saya saja, nanti saya ajari bagaimana usaha menjual ikan hias daripada harus kerja mulu”, Ucap Ma’mun. Setelah bercerita mengenai kisah hidupnya, Eep pun pulang ke rumah dan memikirkan apa yang diucapkan oleh Ma’mun temannya. Beberapa bulan setelah pertemuan itu, Eep kerap berpikir mungkin jika menjadi pengusaha akan lebih enak, memiliki banyak waktu, dan tidak harus terpikat oleh jam kerja pabrik lagi. Eep kemudian kembali ke rumah temannya dan ingin belajar bisnis usaha ikan hias tersebut. Mengawali bisnis ikan pada tahun 2000-an, Eep mendapatkan saran dari Ma’mun untuk berdagang ikan louhan, awal mulanya Eep ragu untuk berdagang ikan louhan, namun karena dipaksa oleh temannya dan saat itu penjualan ikan louhan sedang bumingnya. Eep akhirnya mempelajari teknik dan budidaya bersama temannya. Ikan yang berasal dari Taiwan tersebut pernah populer di awal tahhun 2000-an. Banyaknya permintaan membuat pedagang senang karena transaksi yang didapat setiap bulannya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Dengan penghasilan segitu, Eep bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan bisa menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Namun, sayang, penjualan ikan louhan perlahan mulai redup. Masa



10 keemasan ikan louhan di Indonesia hanya sampai di tahun 2005. Harga ikan louhan pun jatuh ke titik terendah. Eep menjelaskan penyebab rusak harga ikan louhan di 2005 adalah karena banyak penjual nakal yang menawarkan bibit ikan louhan palsu yang membuat banyak penghobi ikan hias merasa kecewa. “Banyak orang yang kecewa ada saja pedagang menjual louhan yang harga aslinya Rp10 ribuan, tapi dijual dengan harga Rp100 ribuan, kan orang pada kecewa”, Ucap Eep dengan nada pelan. Tidak hanya itu, turunnya penjualan ikan louhan di 2005 juga disebabkan adanya tren Aquascape. Aquascape adalah seni yang mengatur tanaman, air, batu, karang, ikan hias, dan kayu di dalam satu akuarium. Persoalannya adalah ikan louhan merupakan jenis ikan yang tidak bisa dicampur dengan beberapa jenis ikan lain atau tanaman di dalam satu aquarium. Ini yang menyebabkan orang enggan memelihara ikan louhan. “Mungkin juga orang sekarang lebih milih Aquascape. Satu sisi karena bagus terus ikan juga bisa beragam, beda kalau louhan digabungkan sama ikan lain malah bisa dimakan”, imbuhnya. Anjloknya penjualan ikan louhan di 2005 membuat Mang Eep sedikit putus asa. Pernah suatu hari, dia berpikir untuk beralih profesi dan meninggalkan pekerjaannya. Eep sempat hampir putus asa main louhan karena peminatnya enggak ada. “Cuma akhirnya saya ganti strategi wah mesti ikannya yang bagus-bagus ini, cari ikan yang kualitasnya ya enak dilihat. Kalau louhan yang penting dari tampilannya, bukan harga mahal atau enggaknya. Ya semoga saja harganya enggak merosot terus", tambahnya. (Dikutip dari kompasiana.com tanggal 15 Agustus 2020 dengan perbaikan bahasa dan tata tulis) 3. Artikel (Populer) Artikel populer merupakan bentuk karangan istimewa yang jauh berbeda dengan feature (Soeseno, 1993:101). Feature berisi fakta, peristiwa, dan proses, sedangkan artikel berisi pendapat dan sikap atau pendirian subjektif mengenai masalah yang sedang dibahas (Soeseno, 1993:101). Artikel populer terdiri atas beberapa jenis, opini dan resensi. Opini berisi pendapat penulis. Opini tidak mempunyai struktur tertentu; langsung saja berisi tubuh yang mengemukakan apa masalah yang menjadi pokok bahasan, diikuti langsung pula bagaimana pendapat penulis mengenai masalah yang dibahas. Karangan opini biasanya pendek, biasanya hanya satu kolom. Contohnya sebagai berikut.



11



Tri-Pusat Pendidikan Milenial Ki Prof. Dr. Cahyono Agus Wabah Covid-19 mengakibatkan bencana kemanusiaan dan kehidupan yang meluas dan tragis. Pemerintah Indonesia juga menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada berbagai daerah zona merah pandemi. Kegiatan bisnis, pendidikan, ibadah, pertunjukan, seni, perjalanan, dan olah raga ditangguhkan dan dikerjakan dari rumah (Work from Home/WfH). Kehidupan virtual masyarakat 5.0 berbasis teknologi informasi modern online jarak jauh dipaksa dapat diterapkan saat ini juga. Program sekolah dari rumah (School from Home/ SfH) juga harus dilaksanakan seluruh insan pendidikan dari berbagai jenjang di seluruh daerah. Rumah menjadi pusat peradaban baru saat pandemi Covid-19 dan masyarakat 5.0 yang berbasis teknologi tinggi. Untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Sangat Terbatas Konsep Pendidikan 4.0, sebagaimana mengikuti perkembangan teknologi inovasi 4.0 harus memanfaatkan teknologi canggih. Pendidikan dicirikan dengan penggunaan kecerdasan buatan, data terpadu, jarak jauh, mobile, games, cocok untuk generasi milenial, emas, futuristik. Namun demikian, hal itu menjadikan impersonal, egosentris, kurang interaktif, kurang berbudaya, kehilangan empati, kehilangan nilai sosial kemanusiaan. Namun demikian, fasilitas, infrastruktur, intrastruktur, suprastruktur teknologi, maupun jaringan pendukung dalam pelaksanaan SfH di Indonesia masih sangat terbatas. Di kota besar saja masih kurang baik, apalagi di daerah-daerah terpencil yang sama sekali belum terjangkau. Program SfH jelas sulit diterapkan secara saksama dan sungguh-sungguh. Pendidikan mestinya bukan hanya tanggung jawab sekolah semata. Ki Hadjar Dewantara (KHD) menerapkan “Tri Pusat Pendidikan” di sekolah, keluarga, dan masyarakat sekaligus. Pendidikan formal, nonformal, dan informal perlu dilakukan sepanjang hayat dan di mana pun secara sinergis dan seimbang. Konsep internasional terkini, Education of Sustainable Development (ESD),



12 dan Sustainable Development Goals (SDGs) sebenarnya telah tercirikan dalam ajaran KHD. KHD mengembangkan pendidikan nasional berbasis budaya lokal sendiri dengan proses akulturasi seni permainan (Freibel), pancaindera & kemerdekaan (Montessori), wirama (Stiener), seni musik & tari (Dalcroze) dan seni & alam lingkunan (Tagore). KHD mendirikan Perguruan Tamansiswa 3 Juli 1922, dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya diperingati sebagai hardiknas. KHD mengembangkan sistem momong, omong, dan ngemong berdasarkan pola asah, asih, dan asuh. Kita perlu mengadopsi kembali konsep ”Trisakti Jiwa” dengan mendidik cipta, rasa, dan karsa dengan wiraga, wirama, dan wirasa. Mendidik manusia seutuhnya agar mempunyai karakter unggul, etika, akhlak mulia dan tanggung jawab individu, serta menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas. Mempunyai wawasan yang cerdas, luas, mendalam dan futuristik untuk berkontribusi nyata pada pembangunan seutuhnya pada masa sekarang dan mendatang. Setiap anak mempunyai bakat, kelebihan, dan keunggulan diri spesifik sendiri, berbeda antaranak dan relatif tidak sama. Menyamaratakan proses pendidikan dogmatis, matematis, hafalan, dan ujian negara membuat anak semakin stress, tertekan dan ketakutan. Falsafah Jawa Ajaran KHD tercermin dalam konsep Ikigai dari Jepang dan falsafah Jawa untuk menjadi jalma kang utama. Bahwa pendidikan harus menajamkan potensi anak didik sesuai kodrat alam, kehendak jiwa, bakat, hobi, talenta, dan merdeka. Selanjutnya, bisa berkarya di masyarakat sesuai dengan peran dan fungsinya. “Taman pengetahuan milenial 4.0” bagi anak-anak generasi milenial maupun Z pada era pandemi dan masa mendatang tampaknya menjadi media yang sesuai. Belajar, bekerja, dan beribadah secara bersama pada Tri Pusat Pendidikan terpadu secara sinergis dan harmonis. Restorasi sistem pendidikan milenial harus berakar kuat pada budaya luhur bangsa sendiri guna mempersiapkan peradaban baru Indonesia Emas. Juga harus berani mengembangkan konsep out of the box, within the system. (Dikutip dari harian Kedaulatn Rakyat, 13 Mei 2020)



13 Resensi buku berarti pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan terhadap buku (yang) baru (terbit). Tujuan resensi buku adalah untuk (a) memperkenalkan atau memasyarakatkan buku baru kepada pembaca, (b) memberikan gambaran umum tentang isi buku baru, (c) menunjukkan bobot atau nilai (keunggulan dan kelemahan) isi dan bahasa buku baru, dan (d) memberikan komentar, kritik, atau koreksi ringan terhadap buku baru. Paparan dalam resensi buku meliputi bidang atau jenis buku, isi ringkas buku, dan komentar atau koreksi buku yang diresensi. Pemaparan bidang dan jenis buku dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang bidang atau jenis buku yang diresensi: buku fiksi atau nonfiksi, buku pelajaran atau esai, dan buku atau non. Pemaparan isi ringkas buku menyangkut gambaran umum isi buku sesuai dengan urutan persoalan yang dikemukakan dalam buku yang diresensi. Penyampaian komentar atau kritik dimaksudkan untuk menunjukkan layak tidaknya buku yang diresensi dibaca oleh khalayak. Resensi buku disusun dengan melewati tiga tahap. Tahap pertama adalah mempersiapkan (misalnya membeli) buku yang akan diresensi. Buku yang diresensi adalah buku yang relatif baru. Tahap kedua adalah membaca buku yang akan diresensi secara cermat dan hati-hati sambil menandai bagianbagian penting yang dapat dijadikan bahan ringkasan atau komentar. Tahap ketiga adalah menulis resensi dengan memperhatikan urutan persoalan yang dipaparkan dalam buku yang diresensi. Bahasa yang digunakan dalam penulisan resensi buku adalah bahasa yang populer, yaitu bahasa yang dikenal oleh masyarakat luas. Berikut disajikan sebuah contoh resensi buku. KRITIK SASTRA DIMULAI DARI MANA? Judul buku Pengarang Penerbit Tebal Peresensi



: Kritik Sastra Sebuah Pengantar : Andre Hardjana : PT Gramedia, Jakarta 1981 : 91 halaman : Tri Mastoyo



Bagaimanapun juga kritik sastra memegang peranan penting dalam kesusasteraan. Kritik sastra itu tidak hanya memiliki arti penting bagi keilmuan sastra dan perkembangan kesusasteraan, tetapi juga berguna bagi masyarakat (publik atau penikmat). Namun, dalam ketiga hal itu, tugas utama kritik sastra merupakan mediator antara jagat sastra dan masyarakat penikmat.



14 Sekalipun diakui bahwa munculnya kritik sastra lebih lambat daripada karya sastra, karya sastra diciptakan jauh sebelum orang memikirkan apa hakikat sastra dan apa nilai dan makna sastra. Kritik sastra baru dimulai sesudah orang bertanya apa dan di mana nilai dan makna karya sastra yang dihadapinya. Karena untuk kepentingan itulah, dibutuhkan kritik sastra. Buku karya Andre Hardjana inilah yang secara panjang lebar membahas apa dan bagaimana kritik sastra itu mengejawantahkan diri. Sejak awal ditekankan bahwa buku ini merupakan pengantar tentang sejumlah persoalan dalam kritik sastra, ialah mengetengahkan paparan-paparan sederhana tentang persoalan yang sebenarnya rumit. Karena itu, masalah yang dibicarakan dalam buku ini pun lebih sederhana pula. Namun, sampai batas manakah kesederhanaan itu? Penulisnya berusaha menjelaskan apa yang dimaksud kritik sastra, perannya dalam perkembangan kultur, dan aspek-aspek yang penting diperhatikan dalam pengkajian sastra. Dalam buku ini diperkenalkan pula masalah metode-metode kritik sastra bagi para pemula. Apakah kritik sastra itu? Bagaimanakah menjadi kritikus yang baik? Pertanyaan inilah yang menggelitik untuk ingin secepatnya perlu membaca buku ini. Rupa-rupanya pandangan Andre Hardjana berbeda dengan para ahli sastra yang lain seperti HB Jassin atau Saleh Saad, misalnya. Andre Hardjana berpendapat bahwa kritik sastra adalah hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis (hal. xi). Dikatakannya pula bahwa kritik sastra adalah suatu penyelidikan yang langsung berurusan dengan karya sastra. Di samping bernilai atau tidaknya suatu karya sastra, penyelidikan itu menjernihkan pula segala macam persoalan yang meliputi karya sastra itu dengan memberikan penafsiran dan uraian (hal. 37). Ihwal bagaimana menjadi kritikus yang baik, penulis buku ini mengatakan bahwa di samping ketajaman, kejujuran, dan keluasan daya pikir, seorang kritikus harus tidak buta tentang teori dan sejarah sastra yang sudah ada. Seorang kritikus yang baik adalah kritikus yang tidak bertindak sembarangan, tetapi mengindahkan prinsip-prinsip sastra dan mengindahkan latar belakang yang bisa mempengaruhi jalannya sejarah sastra. Apakah masyarakat sastra? Apa sajakah aspek-aspek kritik sastra? Apa dan bagaimana pengkajian karya sastra dengan menerapkan metode explication de texte, psikologi, dan sosiologi kritik sastra? Rasanya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dapat ditemukan dalam



15 buku ini. Di samping itu, buku ini juga membicarakan sejumlah masalah, seperti asal mula dan sejarah kritik sastra, poetika, dan bidangbidang kritik sastra. Buku ini bermanfaat bagi mereka yang ingin menjadi dedengkot di bidang kritik sastra. Minimal, buku ini dapat berfungsi sebagai penambah khazanah pengetahuan karena di dalamnya juga ditampilkan masalah-masalah baru yang belum dipaparkan di dalam buku-buku kritik sastra Indonesia yang mendahuluinya. (Dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, 24 Maret 1983)



DAFTAR RUJUKAN Dalman. (2015). Penulisan Populer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Effendi, S. 1992. “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karangan Ilmiah Populer” dalam Majalah Bahasa dan Sastra Tahun IX, No. 2, hlm. 1-19. Sarwono, Jonathan. (2010). Pintar Menulis Karangan Ilmiah. Yogyakarta: Andi. Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suhadi. 2001. Memenangkan Lomba Mengarang. Jakarta: Balai Pustaka.