6a - Kelompok 5 - Analisis Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelompok 5 1. Ryra Zahra P 2. Lailiza Sabila 3. Muhammad Zubairi 4. Irene Adiningrum Semester/Kelas Mata Kuliah Dosen Pengampu Mata Kuliah



11160700000001 11160700000014 11160700000020 11160700000027 : 6/A : Kode Etik Psikologi : Wenny Hikmah Syahputri.,M.Si



OTTO NYATAKAN SAKSI AHLI PSIKOLOGI LANGGAR KODE ETIK Reporter : Yuliana Ratnasari 13 Oktober 2016



Saksi ahli psikologi yang sempat didatangkan dalam persidangan terdakwa Jessica Kumala Wongso disebut oleh Otto Hasibuan telah melanggar kode etik. Mengungkap rahasia klien di depan persidangan, psikolog akan mendapat ancaman pidana. tirto.id - Berdasarkan hukum yang berlaku, menurut Otto Hasibuan, psikolog tidak diperbolehkan mengungkap rahasia pengguna layanan psikologinya di depan umum. Karena itulah, pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso itu menyatakan bahwa tindakan saksi ahli psikologi yang menguak rahasia kliennya dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, merupakan bentuk pelanggaran kode etik. Pernyataan itu diungkapkan Otto Hasibuan dalam sidang lanjutan atas terdakwa Jessica Kumala Wongso dengan agenda pembacaan nota pembelaan. Sebelum ini, terkait pemaparan kondisi psikis Jessica, Otto juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan psikologis tidak memiliki kesesuaian dan tidak benar. “Psikolog dan ilmuwan psikologi wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan pelaksanaan kegiatannya,” jelas Otto saat



1



menyampaikan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seperti dilansir Antara, Kamis (13/10/2016). Menurut dia, psikolog hanya dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien untuk keperluan hukum atau tujuan lain seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan personal baik secara perorangan maupun organisasi serta untuk melindungi pengguna layanan psikologi dari masalahatau kesulitan. Penggunaan keterangan atau data yang diperoleh psikolog atau ilmuwan psikologi, ia melanjutkan, hendaknya mematuhi hal-hal antara lain hanya dapat diberikan kepada pihak berwenang dan hanya memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi. Selain itu, menurut dia, pengungkapan keterangan psikolog dapat didiskusikan dengan orangorang atau pihak yang langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi dan dikomunikasikan secara bijaksana lewat lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila diperlukan untuk layanan psikologi profesi. "Dengan demikian di mana ahli psikologi Antonia Ratih, yang membuka rahasia di depan umum, adalah bertentangan dengan kode etik profesi psikolog. Apalagi ahli psikologi ini hadir di persidangan secara volunteer, bukan atas perintah pengadilan," katanya. Otto melanjutkan, apabila saksi ahli tersebut membuka rahasia di muka sidang tanpa perintah pengadilan atau di mana pun akan mendapat ancaman hukum pidana. Dia juga menuduh jaksa penuntut umum telah keliru menafsirkan kode etik profesi tersebut. "Sehingga penjelasan di sini hanya terkait dengan pengungkapan rahasia di sidang pengadilan," katanya. Analisis Kasus Berdasarkan Kode Etik Psikologi : Dari berita yang telah disampaikan diatas terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh psikolog berdasarkan Kode Etik Psikologi, pelanggaran tersebut diantaranya adalah : a.



BAB I : Pedoman Umum. Pasal 2 : Prinsip Umum. Prinsip A: Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia.



(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.



2



Hak asasi manusia pada konteks ini ialah hak sebagai klien untuk dilindungi akan permasalahan yang dimilikinya baik itu tentang pribadi ataupun sosial.



(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat setiap orang serta hakhak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang. Keleluasaan ialah agar klien tetap pada kondisi yang aman dan tidak merasa terasingkan dalam lingkungan sosialnya karena permasalahan diri. Kemudian klien berhak pula atas kerahasiaan apa saja yang klien ceritakan untuk tetap disimpan terjaga hanya semata-mata untuk kepentingan membantu klien keluar dari zona negatif yang klien rasakan.



(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan. Kesejahteraan klien yang harus diutamakan dari yang lainnya. Jika dalam kasus ini ketika psikolog menguak kerahasiaan klien maka secara tidak langsung sudah tidak mensejahterakan kliennya.



b. BAB IV : Hubungan Antar Manusia. Pasal 13 : Sikap Profesional Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan layanan psikologi, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi, harus sesuai dengan keahlian dan kewenangannya serta berkewajiban untuk : c) Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan psikologi yang diterimanya. Dalam hal ini, tentu saja Psikolog sudah melanggar Kode Etik Psikologi. Karena menurut Otto pengacara dari saudari Jessica Kumala Wongso, Psikolog sudah membuka rahasia tanpa persetujuan dari klien. Hal ini merupakan akibat yang merugikan sebagai dampak layanan psikologi yang diterima klien.



3



c. BAB IV : Hubungan Antar Manusia. Pasal 20 : Informed Consest Setiap proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian atau pendidikan atau pelatihan atau asesmen atau intervensi yang melibatkan manusia harus disertai dengan informed consent. Informed consent merupakan persetujuan dari klien untuk mengikuti asesmen/intervensi yang akan dilakukannya dengan Psikolog. Di dalam Informed Consent terdapat pernyataan mengikuti proses tanpa paksaan, perkiraan waktu yang dibutuhkan, gambaran tentang apa yang akan dilakukan, keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut, dan jaminan kerahasiaan selama proses tersebut. Maka dari itu ketika Psikolog memberikan hasil dari asesmen atau intervensi yang dilakukan dengan klien tanpa sepengetahuan klien. Hal ini sudah melangar kode etik.



d. BAB V : Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi. Pasal 24 : Mempertahankan Kerahasiaan Data. Psikolog dan/atau Ilmuwan wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Penggunaan keterangan atau data mengenai pengguna layanan psikologi atau orang yang menjalani layanan psikologi dalam rangka pemberian layanan Psikologi, hendaknya mematuhi hal-hal sebagai berikut : a) Diberikan hanya kepada yang ber-wenang mengetahuinya dan hanya memuat halhal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi. b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi. c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan pengguna layanan psikologi, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut indentitas orang yang menjalani pemeriksaan psikologi tetap dijaga kerahasiaannya. Pada poin pertama disebutkan bahwa penggunaan keterangan atau data mengenai pengguna layanan psikologi dapat diberikan kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi. Hal yang dilakukan oleh Psikolog dalam sidang Jessica Kumala Wongso sudah tepat karna beliau memberikan kepada yang berwenang dimana Psikolog



4



memberikan data dari hasil intervensi tersebut kepada jaksa yang disampaikan secara verbal didalam persidangan. e. BAB V : Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi. Pasal 26 : Pengungkapan Kerahasian Data (1) Sejak awal Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus sudah merencanakan agar data yang dimiliki terjaga kerahasiaannya dan data itu tetap terlindungi, bahkan sesudah ia meninggal dunia, tidak mampu lagi, atau sudah putus hubungan dengan posisinya atau tempat praktiknya. Dalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran yg dibuat menurut HIMPSI termasuk pada pelanggaran sedang, yaitu : Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena ketidakmampuan psikolog untuk menyimpan permasalahan klien dan tidak mensejahterakan klien, dan dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kerugian.



5



DAFTAR PUSTAKA Pengurus Pusat HIMPSI.2010.Kode Etik Psikologi Indonesia.(Jakarta:Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia). Ratnasari Yuliana.2016. Otto Nyatakan Saksi Ahli Psikologi Langgar Kode Etik. [Internet]. Tersedia di https://tirto.id/otto-nyatakan-saksi-ahli-psikologi-langgar-kode-etik-bT2n diakses pada 14 Maret 2019 pukul 18.40 WIB.



6