A Bahasa Indonesia Tugas Sinopsis Atheis & Siti Nurbaya Viii [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS SINOPSIS Atheis 1974 :: Drama :: 127 menit



Produser Sutradara Penulis Pemeran



: Sjuman Djaya, Handojo : Sjuman Djaya : Sjuman Djaya, Achdiat Kartamihardja : Deddy Sutomo, Kusno Sudjarwadi, Farouk Afero, Christine Hakim, Aedy Moward, Ernie Djohan, Maruli Sitompul, Kris Biantoro, Rita



Zahara, Emmy Salim Warna : Warna Bahasa utama : Indonesia



Sinopsis Tema sentralnya adalah keberadaan Tuhan. Sebuah bom atom meledak di Hiroshima dengan derita yang menyertainya, merupakan awal film. Hasan (Deddy Sutomo), santri keturunan, masa kanak-kanaknya sangat tradisional, pendidikannya setengah-setengah, dan pegawai Perusahaan Air Minum di Bandung pada tahun 40an. Waktu anak-anak jatuh cinta pada Rukmini (Christine Hakim), tapi waktu dewasa terpesona pada Kartini (Emmy Salim), perempuan bebas dan berpaham modern. Emmy ini bergaul erat dengan Rusli (Kusno Sudjarwadi), partisan yang bergerak di bawah tanah dan sahabat masa kecil Hasan. Tokoh-tokoh ini, ditambah lagi dengan Anwar (Farouk Afero) yang nihilis, menjelaskan tema dan alur konflik tentang kolot-modern,



dan soal Tuhan. Hasan yang peragu dan terombang-ambing, suatu saat melihat kenyataan paling pahit dalam hidupnya: istrinya, Kartini, menginap satu losmen dengan si nihilis Anwar. Keputusan diambil: hadir atau tersingkir. Ia berangkat membunuh Anwar. Tokoh lainnya juga berakhir dengan kematian. Rusli ditembak Kempetai. Hasan pun tertembak Jepang saat dendamnya terlunasi, dan bersamanya berakhir pula pengejaran cakrawala yang dilukiskan saat Hasan kecil. Ada beberapa shot yang mengingatkan shot-shot film "Potemkin" karya sutradara Rusia, Sergei Eisenstein. RINGKASAN Hasan adalah seorang pemeluk Islam yang taat beribadah, begitu juga dengan orang tuanya adalah pemeluk Islam yang fanatic. Oleh orang tuanya Hasan disekolahkan di MULO. Di sekolah itu dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang bernama Rukmini. Hubungan keduanya semakin akrab hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta. Rupanya kisah cinta mereka tidak bisa berlangsung lama, oleh orang tuanya, Rukmini disuruh kembali ke Jakarta karena akan dipinang oleh seorang saudagar kaya. Karena Rukmini adalah anak yang berbakti pada orang tuanya, sudah sepantasnya membahagiakan keduanya, ia lalu menuruti nasihat orang tuanya dengan menerima pinangan suadagar kaya tersebut meski pernikahan itu tidak disertai rasa cinta. Kejadian itu membuat hati Hasan hancur. Ia menjadi frustasi, untuk menghilangkan bayangan Rukmini dari hidupnya, ia mengikuti aliran tarekat seperti yang telah lama dianut orang tuanya. Walaupun dalam masa sulit, Hasan tdak meninggalkan ajaran agama, bahkan ia semakin taat beribadah, tetapi kehidupanya berubah ketika dia bertemu teman lamanya, yaitu Rusli. Rusli datang bersama seorang wanita cantik bernama Kartini. Ia adalah perempuan modern dan pergaulanya bebas. Ia juga seorang janda. Ternyata sejak perjumpaan itu, Hasan menaruh hati pada Kartini, alasanya Kartini memiliki karakter yang hampir sama dengan Rukmini.



Semenjak Hasan mencintai Kartini, dia pun juga bergaul dengan teman-teman Kartini. Karena memiliki dasar agama yang kuat. Hasan mencoba untuk menyadarkan Kartini dan Rusli dengan memberikan ceramah-ceramahnya, tetapi karena Rusli juga pandai bicara. Kemudian dialah yang berbalik menasihati Rusli. Tanpa disadari, pemikiran-pemikiran Rusli ternyata melekat di kepala Hasan. Mulanya, Hasan tidak terpengaruh. Namun keyakinanya mulai goyah ketika dia dikenalkan dengan seorang yang tidak percaya Tuhan, yaitu Anwar. Pengetahuan Anwar tentang ketuhanan begitu luas. Sejak saat itulah pemahaman Hasan tentang agama mulai berubah. Ia mulai meragukan keberadaan Tuhan. Hasan semakin tersesat dari agama, pergaulanya semakin bebas. Ia kemudian menikahi Kartini, tetapi pernikahan itu tidak diakui secara Islam karena tidak sesuai dengan syariatnya. Pernikahan mereka didasarkan atas rasa suka sama suka. Pernikahan mereka ternyata tidak bahagia, kehidupan rumah tangga mereka berantakan. Pergaulan Kartini semakin bebas. Lama-kelamaan Hasan cemburu karena hubungan Kartini dengan Anwar semakin dekat. Hasan menganggap Kartini telah selingkuh, tetapi kejadian itu telah menyadarkan kembali Hasan tentang agama. Ia menyesal dan merasa berdosa atas apa yang telah diperbuat. Pergaulan bebasnya dengan teman-teman yang tidak percaya Tuhan membuatnya tersesat dan ragu dengan keberadaan Tuhan. Hasan memutuskan bercerai dengan Kartini dan ia pun pulang ke kampung halamana. Ia ingin meminta maaf pada ayahnya. Sesampainya di kampung, ia menjumpai ayahnya sedang sakit keras. Ternyata ayahnya tidak mau memaafkan Hasan, bahkan sampai maut menjemputnya, ayah Hasan tetap berada pada pendirianya. Hasan merasa bahwa semua itu terjadi karena perbuatan Anwar. Ia dendam pada Anwar dan berniat ingin membunuhnya. Suatu malam, ia berencana ingin membunuh Anwar, kemudian ia mencari Anwar. Karena pada waktu itu situasi sedang tidak aman, maka diberlakukan jam malam. Namun, naas



menimpa Hasan, belum sempat ia membunuh Anwar, ia malah tertembak peluru di punggungnya, tetapi sebelum meninggal, ia masih sempat mengingat Allah dengan berkali-kali menyebut asma-Nya.



UNSUR INSTRINSIK A.



TEMA



: Persoalan antara Manusia dengan Tuhan.



B.



AMANAT



:



1. Turutilah perintah ayah dan ibumu, kepada orang-orang tua dan rajinlah bersembahyang dan mengaji. 2.



Jangan suka menyiksa hewan dan mengumpat orang lain.



3.



Sembayanglah seperti kau akan mati besok.



4.



Tetaplah setia pada pendirianmu sendiri.



5. Jangan sampai cinta membuatmu lupa akan akhirat. Alangkah baiknya, cinta bukan hanya untuk lawan jenis, tetapi untuk Tuhan kita juga. 6. Dalam mengambil tindakan/ keputusan hendaknya dipikirkan terlebih dahulu. C.



ALUR



: Campuran



Alur ceritanya adalah sebagai berikut : 1.



Penyelesaian



Hasan meninggal dunia. (Bagian I) 2.



Peleraian



Tokoh “aku” ketika bersama Hasan (Bagian II) 3.



Perkenalan



Perkenalan tokoh-tokoh serta latar tempat, waktu dalam novel oleh tokoh “aku” sebagai Hasan. (Bagian III) 4.



Konflik 1



Melihat cara bergaul Kartini dan Rusli yang menyimpang, Hasan ingin menyadarkan mereka menuju jalan yang benar. (Bagian IV)



5.



Konflik 2



Hasan mulai menyukai Kartini. (Bagian IV) 6.



Konflik 3



Hasan sedikit terpengaruh oleh cara bergaul Kartini dan Rusli. (Bagian IV) 7.



Konflik 4



Hasan tidak menyukai sikap Anwar saat mereka bertemu. (Bagian V) 8.



Konflik 5



Hasan benar-benar terjerumus ke dalam pergaulan atheis. (Bagian VI-VII) 9.



Konflik 6



Hasan pulang kampung ke Garut dan berdebat dengan ayahnya. (Bagian IX) 10. Konflik 7 Hasan menikah dengan Kartini. (Bagian XI) 11. Konflik 8 Kartini menemukan surat-surat yang membuatnya tidak percaya terhadap Hasan. (Bagian XII) 12. Klimaks Hasan bertengkar hebat dengan Kartini hingga Kartini dipukuli olehnya. Sampai akhirnya Kartini berniat pergi ke kampung halamannya, namun ia bertemu dengan Anwar. Lalu mereka pergi ke sebuah penginapan. (Bagian XII-XIV) 13. Peleraian Mengetahui ayahnya meninggal, Hasan mulai sadar untuk kembali ke jalan yang benar. Pada saat itu ia mengetahui bahwa Kartini pernah ke penginapan bersama Anwar. Hasan pun mencari Anwar untuk membuat perhitungan. (Bagian XV) 14. Penyelesaian Hasan tertembak, lalu meninggal dunia. (Bagian XV) D.



PENOKOHAN 1.



:



TOKOH UTAMA a.



Hasan



:



1)



Penurut



Bukti : aku merasa bahwa aku adalah seorang anak yang mau menurut....(hal 21) 2)



Sering berbohong Bukti : .....jawabku berbohong(hal 50)



3)



Pencemburu Bukti : Kadang-kadang ia suka pula membikin aku cemburuan...(hal 110)



4)



Tidak berpendirian tetap Bukti : Tidak setia pada pendirian sendiri.(hal 137)



5)



Penakut Bukti pada Bagian IX. b.



Kartini



:



1)



Berideologi tegas dan radikal



Bukti : Ya bung pengalamannya .....(hal 38) 2)



Setia



Bukti : terdapat pada Bagian XIV c.



Anwar



1)



Periang



Bukti :.....ternyata seorang periang.(hal 102) 2)



Tidak konsekwen Bukti : ...tidak konsekwen(hal 132)



2.



3)



Anarkhis



4)



Suka mencuri



5)



Tidak sopan



6)



Cari perhatian



TOKOH SAMPINGAN a.



Rusli



: pandai, atheis.



b.



Raden Wiradikarta



: sangat saleh dan alim (hal 16)



c.



Ibu Hasan



: sangat saleh dan alim (hal 16)



d.



Haji Dahlan



: penasehat yang baik (hal 18)



e.



Kiyai Mahmud



: seorang guru tarekat yang baik (hal 19)



f.



Fatimah



: baik hati, rajin, penurut



g.



Bung Parta



: pandai (hal 112)



h.



Bibi Hasan



: baik (hal 47), rajin beribadat (hal 48)



i.



Minah



: penurut, baik



j.



Mimi



: baik, jujur, selalu ingin tahu



k.



Ibu Kartini



: serakah (hal 38-39)



l.



Pak Artasan



:sopan (hal 142), pandai mendongeng (143), penakut, percaya pada hal mistik



m.



3.



Amat



: terbuka, jujur



o.



Siti



: pandai mendongeng, rajin beribadat ( hal 23 )



TOKOH ANTAGONIS



Hasan.



TOKOH TRITAGONIS a)



E.



Batin Hasan.



TOKOH PROTAGONIS a)



5.



: sopan (hal 142), penakut, percaya pada hal mistik



n.



a) 4.



Pak Ahim



Batin Hasan.



LATAR 1.



Latar Tempat a.



Kantor Kotapraja, Bandung ( hal 30)



b.



Kota Bandung (hal 36,99)



c.



Garut (hal 16)



d.



Sasak gantung 18 rumah Bibi Hasan (hal 32)



e.



Kebun Manggu 11 rumah Rusli (hal 32)



f.



Bioskop (hal 119)



g.



Lengkong Besar 27 (hal 27)



h.



Halte Wanaraja (hal 131)



i.



Kuburan Garawangsa (hal 146)



j.



Penginapan (bagian XIV)



2.



Latar Waktu a)



Sore hari saat Hasan pergi ke rumah Rusli. (Bagian IV)



b)



Malam hari saat Hasan memikirkan bagaimana cara mengislamkan Rusli dan Kartini. (hal 55)



c)



Esok hari setelah Hasan ke rumah Rusli saat Hasan hendak pergi ke rumah Rusli. (hal 56)



d)



Malam rabu ketika Hasan bertemu Kartini di Gang Asmi (hal 80-86).



e)



Hari minggu ketika Rusli mengunjungi Hasan.



f)



Hari sabtu saat Rusli, Kartini dan Hasan bertemu Anwar.



g)



Malam hari saat Hasan dan Kartini pergi bersama.



h)



Malam jum’at ketika Anwar dan Rusli pergi ke kuburan Garawangsa. (hal 147)



i)



12 Februari 1941 saat Hasan menikah dengan Kartini. (hal 165)



j)



1 Oktober setelah Hasan dan Kartini menikah kira-kira tiga tahun setengah. (hal 147)



k)



Empat tahun setelah Hasan dan Kartini menikah terjadi perselisihan antara Hasan dan Kartini.



3.



Latar Suasana a.



Sedih ketika Hasan meninggal dunia.



b.



Mengharukan saat Hasan berpisah dengan Rukmini, saat Hasan berdebat dengan kedua orang tuanya.



c.



Menakutkan saat Hasan dan Anwar berjalan menyusuri kuburan Garawangsa.



d.



Menegangkan saat Hasan memarahi dan memukuli Kartini.



e.



Romantis saat Hasan dan Kartini jatuh cinta.



F. SUDUT PANDANG Dalam novel ini pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu “aku” sebagai pencerita dan pengamat.



G. GAYA BAHASA Dalam novel ini pengarang banyak menggunakan majas sebagai berikut : 1)



Majas Asosiasi atau Perumpamaan



S Suaranya menggores tajam dalam hatiku seperti suara paku diatas batu tulis. (hal 10) S Seperti kucing yang sabar menunggu-nunggu kesempatan untuk menyergap tikus yang sedang diintainya, ......(hal 65) S Rupanya perkataan Ayah laksana jari yang melepaskan cangkolan gramopon yang baru diputar. (hal 17) 2)



Majas Hiperbola



S Semuanya kelihatannya sangat lesu juga. Serupa onggokan- onggokan daging juga yang tak berdaya apa-apa pula. (hal 7) S Aku agak malu , terasa darah membakar telinga lagi. Hidung bergerak tak



keruan. (hal 42) 3)



Majas Metafora



S Sungguh lokomotip yang rakus ia! (hal 65) Selain itu pengarang juga menggunakan bahasa Belanda seperti : 1.



In de nood leert men bidden (hal 20)



2.



Zeer eenvoudig(hal 104).



3.



Ik ben een god in het diepst van mijngedachten (hal 104).



4.



Heerlijk zeg! Gestolen vruchten smaken inderdaas zoet (hal 162).



“SITI NURBAYA( KASIH TAK SAMPAI)” I.



Identitas Buku



 Nama Pengarang : Marah Rusli. Seorang Minang yang berpendidikan Belanda dalam ilmu kedokteran hewan.  Judul FILM



: Siti Nurbaya. (Kasih Tak Sampai)



Sinopsis Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, Maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seoranga pedagang yang terkemuka di Kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgi. Pada mulanya usaha pedagangan baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat, hal itu tidak dikehendaki leh rentenir seperti Datuk Maringgi. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgi menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar utang-utangnya pada Datuk Maringgih dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya Datuk Maringgi mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutang-hutangnya boleh hutang tersebut dianggap lunas asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya putrinya kepada Datuk Maringgi. Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgi. Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda berlia harus menikah dengan Datuk Maringgi yang sudah tua bangka dan berkulit kasar seperti katak. Lebih sedih lagi ketikaIa teringat Samsul Bahri kekasihnya yang



sedang sekolah di Stovia Jakarta. Sungguh berat memang namun demi keselamatan dan kebahagiaan Ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan Datuk Maringgi. Samsul Bahri yang ada di Jakarta mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, Terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya. Pada suatu hari ketika Samsul Bahri dalam liburan kembali ke Padang, Ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgi. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgi sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir. Mendengar itu Ayah Samsul Bahri yaitu Sultan Mahmud Syah yang kebetulan menjadi penghulu Kota Padang, malu atas perbuatan anaknya sehingga Samsul Bahri harus kembali ke Jakarta dan Ia berjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluarganya di Padang. Datuk Maringgi juga tidak tinggal diam karena Siti Nurbaya di usirnya. Tak lama kemuadian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh Samsul Bahri sehingga dia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diriakan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal sejak saat itu samsul bahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer. Sepuluh Tahun kemudian dikisahkan di Kota Padang sering terjadi huru-hara dan tindakan kejahatan akibat ulah Datuk Maringgi dan orang-orangnya Samsul bahri yang telah berpangkat Letnan dikirim un tuk melakukan pengamanan. Samsul Bahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgi dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsul Bahri menembaknya Datuk Maringgi jatuh tersungkur, Namun sebelum tewas Ia sempat membacok kepala Samsul Bahri dengan parangnya.



Samsul Bahri alias Letnan Mas Segera dilarikan kerumah sakit pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, Ia meminta dipertemukan dengan Ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsul Bahri sempat bertemu dengan orang tuanya.



 Keunggulan Buku Ini (Siti Nurbaya) Komposisi ceritanya layak diterima dan masuk akan dan tidak membahas kawin paksa saja tetapi mengungkap secara objektif yaitu soal jemputan adat yang kuat dalam perdagangan dan soal kehidupan.  Kelemahan Buku Ini (Siti Nurbaya) Pengarangnya terlalu mudah untuk membunuh pelaku-pelaku di dalam cerita dan dialog satu pelaku terlalu panjang sehingga pelaku yang lain diam tidak kebagian cerita. Hal yang seperti itu tidak mungkin ada di kehidupan masyarakat. Hal-hal lain memberikan kesan pertentangan antara kaum kolot yang masih mempertahankan adat dan kaum muda yang ingin merombak adat. Menurut Bakri Siregar, diksi dalam Sitti Nurbaya tidak mencerminkan gaya bahasa Marah Rusli sendiri, melainkan bahasa Melayu dengan "gaya Balai Pustaka", yang diwajibkan penerbit itu. Akibatnya, gaya Rusli yang dipengaruhi sastra lisan itu, yang sering mengabaikan perkembangan alur untuk menjelaskan sesuatu "menurut kesenangan dan selera hati [penulis]", dianggap kurang.  Bahasa yang digunakan : Bahasa melayu yang fasih dan sesuai dengan zaman pada waktu itu.  Unsur Intrinsik yang menonjol dari novel tersebut. 1. Penokohan (Watak Tokoh) Sitti Nurbaya Lemah lembut, penurut, anak yang berbakti. Sitti Nurbaya adalah salah satu protagonis utama. Menurut penulis cerpen dan kritikus sastra Indonesia Muhammad Balfas, Nurbaya merupakan tokoh yang dapat



mengambil keputusan sendiri, sebagaimana terwujud ketika dia memutuskan untuk menikah Datuk Meringgih ketika Meringgih mengancam ayahnya, kesediaannya untuk mendorong Samsul, dan pelariannya dari Meringgih setelah ayahnya meninggal. Dia juga cukup mandiri untuk pergi ke Batavia sendiri untuk mencari Samsul. Tindakannya dianggap melanggar adat, dan ini akhirnya membuat dia diracuni. Kecantikannya, sehingga disebut "bunga Padang", dianggap sebagai wujud fisik dari hatinya yang baik dan beradab. Samsul Bahri Samsul bahri adalah protagonis pria utama. Dia dinyatakan sebagai orang yang berkulit kuning langsat, dengan mata sehitam tinta; namun, dari jauh, dia dapat dikira orang Belanda. Sifat fisik ini dijelaskan oleh Keith Foulcher, seorang dosen bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Sydney, sebagai wujud sifatnya yang suka menjadi seperti orang Belanda. Penampilannya yang menarik juga dianggap sebagai wujud sifatnya yang baik dan beradab.



Datuk Meringgih Egois, pendendam, iri dengki. Datuk Meringgih adalah antagonis utama dari novel. Dia seorang pedagang yang dibesarkan di keluarga yang miskin, lalu menjadi kaya setelah masuk ke dunia kriminal. Balfas menyatakan bahwa dorongan utama Meringgih dalam cerita ialah rasa iri dan keserakahan, sebab dia tidak dapat "menerima bahwa ada yang lebih kaya daripada dia". Balfas beranggapan bahwa Meringgih adalah tokoh yang "digambarkan dengan hitam dan putih, tetapi mampu untuk menyebabkan konflik di sekitarnya". Menjelang akhir novel, Meringgih menjadi "pejuang pasukan anti-kolonialis", didorong oleh keserakahannya; menurut Foulcher, gerakan anti-kolonialis ini kemungkinan besar bukanlah usaha untuk memasukkan komentar anti-Belanda.



Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman : Penyanyang Sultan Mahmud Syah Sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.



2. Amanat Pesan utama dari novel disampaikan dengan dialog panjang antara tokoh-tokoh dengan dikotomi moral, untuk menunjukkan alternatif dari pendirian penulis dan, dengan demikian, "menunjukkan alasan yang jelas mengapa penulis itu benar". Namun, pandangan yang "benar" (punya penulis) ditunjukkan dengan kedudukan sosial dan moral tokoh yang mengajukan pandangan tersebut. Cinta itu tidak dapat dipaksakan. Cinta itu tidak dapat dikekang. Kita tidak bisa memelihara cinta dalam ruang yang terbatas, karena hakikatnya cinta itu bebas. • Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya. • Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati. • Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga. • Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga. • Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya. • Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.



3. Tema Sitti Nurbaya cenderung dianggap mempunyai tema anti-pernikahan paksa, atau menjelaskan perselisihan antara nilai Timur dan Barat.



Novel ini juga pernah



dinyatakan sebagai suatu "monumen perjuangan pemuda-pemudi yang berpikiran panjang" melawan adat. Namun, menurut Balfas tidaklah adil apabila Sitti Nurbaya dianggap hanya sebuah cerita tentang kawin paksa, sebab hubungan antara Nurbaya dan Samsul dapat diterima masyarakat. Dia menegaskan bahwa novel ini merupakan perbandingan pandangan Barat dan tradisional terhadap pernikahan, yang dilengkapi dengan kritik sistem mas kawin dan poligami. 4. Alur : Maju Cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah. Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya urutan waktu yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya. 5. Latar( Setting) Waktu



: Pagi, Siang, Petang



Suasana Tempat



: Sedih, Gembira, Tertekan : Di kediaman Baginda Sulaiman, di toko Baginda Sulaiman, kediaman



Datuk Maringgih, Di kediaman samsul Bahri, Di bawah pohon, dsb. 6. Sudut Pandang. Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang movel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.  Unsur Ekstrinsik yang Menonjol B. Unsur Ekstrinsik 1. Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup. Keadaan



Subjektivitas:



pengarang



berusaha



melakukan



inovasi



baru,



dengan



menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel ini dengan gaya



bahasa sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup ke depan dan penuh inovasi baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat lama. 2. Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya. Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan adat istiadat lama, dan melakukan terobosan dengan mengarang buku novel, “Siti Nurbaya”. 3. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial. Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat yang masih kuno, baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu pengarang berusaha membuat terobosan baru dengan karyanya. 4. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya. Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung monoton, dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat gebrakan dengan memunculkan gaya bahasa Melayu.  Kesimpulan Dari gambaran novel Siti Nurbaya yang secara rinci telah memberikan sebuah pengalaman yang sangat penting terhadap kehidupan sosial, karena kisah tersebut menggambarkan nilai-nilai, baik nilai sosial, nilai kebudayaan , nilai agama maupun nilai pendidikan. Sebagaimana telah kita ketahui tentang sikap-sikap yang telah dilakukan oleh para tokoh, ada sikap-sikap yang perlu kita contoh seperti samsul bahri dan sikap yang tidak perlu dicontoh adalah Datuk Maringgih yang selalu meresahkan orang lain. Berkali-kali buku Siti Nurbaya dibaca, berkali-kalin pula ditemukan keindahan yang berbeda, berkali-kali ditemukan misteri yang tak sama . Novel ini menggambarkan tentang cinta yang indah. Tentang patriotisme. Dan perjuangan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada setiap zaman, secara garis besar novel ini menggambarkan sebuah percintaan yang tidak sampai pada tujuan , walaupun begitu kesetiaan tetap ada.