A6 - Laporan Praktikum 6 - Parameter Standart Ekstrak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum VI Parameter Standar Ekstrak Dosen Pengampu : Apt. BURHAN MA'ARIF ZA.,M.Farm.



KELOMPOK A6 : Tio Surya Bagus R



(19930032)



Hifar Rahmadina



(19930033)



Putri Agustin



(19930034)



Muhammad Zaki Muttakin



(19930035)



Kelvin Rahmat H.P



(19930036)



Nurul Aini



(19930037)



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2020



A. PEMBAHASAN 1. Standarisasi Standarisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (Saefudin et.al, 2011). Standarisasi secara normatif ditunjukkan untuk memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standarisasi obat herbal meliputi dua aspek : 1.



Parameter Spesifik Parameter spesifik  berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditunjukkan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.



2.



Parameter non spesifik Parameter non spesifik  berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas. Misal : kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dll.



2. Standarisasi Obat Herbal Standarisasi



merupakan



serangkaian



parameter,



prosedur dan



cara



pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Tujuan dilakukan standarisasi adalah agar diperoleh bentuk baku atau produk kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat. Standarisasi atau kontrol mutu simplisia (Materia Medika Indonesia). 1. Kebenaran Jenis (identifikasi spesies tumbuhan) -



Parameter makroskopik : deskripsi morfologis simplisia



-



Parameter mikroskopik : mencangkup pengamatan terhadap penampang melintang simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen pengenal serbuk simplisia



-



Reaksi identifikasi : reaksi warna untuk memastikan identifikasi dan kemurnian simplisia (terhadap irisan/serbuk simplisia)



2. Kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia, biologis) : tidak selalu memperoleh simplisia yang sepenuhnya murni. Bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah sangat kecil pada umumnya tidak merugikan. -



Harus bebas dari serangga, fragmen hewan/kotoran hewan



-



Tidak boleh menyimpang bau dan warnanya



-



Tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain



-



Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun/berbahaya



3. Aturan penstabilan meliputi : wadah, penyimpanan, transportasi -



Pengawetan



: simplisia



nabati



boleh diawetkan dengan



penambahan kloroform, karbon tetraklorida, etilenoksida atau bahan pengawet lain yang cocok yang mudah menguap dan tidak meningalkan sissa. -



Wadah dan bungkus : tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan baik secara kimia/fisika, tertutup baik dan rapat.



-



Penyimpanan : agar dihindari dari cahaya dan penyerapan air.



4. Simplisia sebagai bahan/produk yang dikonsumsi manusia sebagai obat harus : mutu, aman, manfaat (Quality, Safety, Efficacy) 5. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis : harus memiliki spesifikasi kimia yaitu informasi komposisi (jenis dan kadarnya) senyawa kandungan. Syarat baku simplisia : 1. Kadar air : tidak lebih dari 10% 2. Angka lempeng total : tidak lebih dari 10% 3. Mikroba patogen : negatif



4. Afltoksin : tidak lebih dari 30 bagian per juta 5. Sari jamu : diperbolehkan mengandung etanol tidak lebih dari 1% v/v (20oC) 6. Kadar metanol : tidak lebih dari 0,1% dari kadar etanol. 3. Parameter Spesifik Parameter spesifik merupakan aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tetentu (Depkes RI, 2000). Parameter spesifik terdiri dari beberapa uji, antara lain : 1. Identitas ekstrak Parameter identitas ekstrak merupakan deksripsi tata nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan serta senyawa identitas yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.  Deskripsi tata nama ekstrak, meliputi : - Nama ekstrak - Nama latin tumbuhan - Nama lain tumbuhan - Bagian tumbuhan yang digunakan (batang, akar, daun, dsb.)  Senyawa identitas - Senyawa aktif yang terdapat pada tumbuhan yang menjadi petunjuk spesifik suatu ekstrak tumbuhan Contoh parameter identitas : 1.



Nama ekstrak



: Ekstrak secang



2.



Nama latin tumbuhan



: Caesalpinia sappan L



3.



Nama lain tumbuhan



: Kayu secang



4.



Bagian tumbuhan yang digunakan



: Batang



5.



Senyawa identitas



: Brazilin



2. Organoleptis Parameter organoleptis adalah parameter yang mendiskripsikan bentuk (padat, serbuk, kental, cair), warna, bau dan rasa. Parameter ini menggunakan indra manusia untuk mengetahui bentuk, bau, warna, dan rasa dari simplisia secara khusus. 



Bentuk



: padat, serbuk kering, kental, cair







Warna



: hijau, kuning, cokelat, hitam, campuran dsb







Aroma



: tidak berbahu, aromatik, bau khas







Rasa



: pahit, agak pahit, tidak berasa



Contoh uji organoleptis akar wangi (Vetiveria zizanioides L) 1.



Bentuk



: Akar serabut berbentuk benang-benang silindris panjang dengan permukaan bergaris membujur; umumnya tidak lurus, bekas patahan tidak rata.



2. Warna



: Cokelat kekuningan atau cokelat muda



3. Bau



: Bau khas



4. Rasa



: Tidak berasa (FHI, Edisi II., 2017).



3. Senyawa Terlarut dalam Pelarut tertentu Parameter ini dilakukan dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol dan air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain, misalnya heksana, diklorometan, metanol. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. Proses uji senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : 1. Kadar senyawa yang terlarut dalam Air : Sejumlah 1 g ekstrak dilarutkan dengan 25 ml kloroform selama 24 ja, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan selam 18 jam dan disaring. Diuapkan Filtrat hingga kering dalam cawan penguap



yang telah ditara dan tersisa residunya, kemudian panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap (Yuri et al., 2016). 2. Kadar senyawa larut dalam Etanol : Sejumlah 1 g ekstrak dilarutkan dengan 25 ml Etanol 96% selama 24 jam, menggunakan labu bersumbat sambil berkalikali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara. Kemudian panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap (Yuri et al., 2016). 4.



Parameter uji kandungan kimia ekstrak Prinsip evaluasi parameter uji kandungan kimia ekstrak : 1. Pola Kromatogram Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuan : untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT< KCKT) (Depkes, 2000). 2. Kadar chemical marker Senyawa kimia yang merupakan senyawa identitas atau senyawa kimia utama. Instrumen yang dapat digunakan untuk uji ini adalah densitrometri, kromatografi gas, KCKT, dan instrumen lain yang sesuai. Tujuan : untuk mendapatkan kadar kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas ataupun senyawa yang memiliki efek farmakologi (Depkes RI, 2000). 3. 1. Identifikasi alkaloid Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dilarutkan dengan HCL 2N, lalu dibagi dalam beberapa



tabung rekasi. Tiap tabung ditambahkan dengan masingmasing pereaksi. Pada penambahan pereaksi mayer, positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning.



Pada



penambahan



pereaksi



wagner,



positif



mengandung alkaloid jika terbentuk endapan coklat. Pada penmabahan pereaksi Dragendrof, positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga (Yuri et al., 2016). 2. Identifikasi flavonoid Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabiung reaksi dan dilarutkan dengan 1 ml etanol 70 %, lalu ditambahkan serbuk magnesium, kemudian ditambahkan asam klorida pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning, berarti positif flavonoid (flavon, kalkon, dan auron) (Yuri et al., 2016). 3. Identifikasi Saponin Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalm tabung rekasi ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. Positif mengandung saponin jika terbentukbusa setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan tets HCl 2N, busa tidak hilang (Depkes RI, 1995). 4. Identifikasi Terpenoid dan Steroid Ekstrak dimasukkan sedikit dalam tabung reaksi kecil, lalu dikocok dengan sedikit eter. Lapisan eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes, dan dibiarkan sampai kering. Setelah kering, ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning, berarti positif terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid (Jones dan Kinghorn, 2006).



5. Identifikasi Tanin Sejumlah ekstrak



dimasukkan kedalam tabung reaksi



kemudian dikocok dengan air panas hingga homogen, setelah itu ditambahkan FeCl3, jika menghasilkan warna biru karakteristik biru-hitam, berarti mengandung tanin pirogalol. Sedangkan untuk tanin katekol dianggap positif jika pada penambahan larutan FeCl3 maka akan bewarna hijau atau biru-hijau dan endapan (Yuri et al., 2016). 6. Identifikasi Glikosida Ssejumlah ekstrak dilarutkan dalam pelarut etanol, diuapkan diatas penangas air lalu dilarutkan dalam 5 ml asa, asetat anhidrida kemudian ditambah 10 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna biru atau hijau menunnjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1995). 4. Parameter Non Spesifik Parameter non spesifik merupakan penentuan aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas ( Saifuddin et al., 2011). Parameter non spesifik merupakan parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat (Depkes RI, 2000). 1. Susut pengeringan  Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan dengan nilai prosentase. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).  Tujuan : memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.  Cara kerja :



- Ekstrak diratakan di dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga lapisan ± 5-10mm. jika yang digunakan ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. - Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. - Biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Kemudian masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutup botolnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap - Jika ekstrak sulit kering dan mencair selama pemanasan, tambah 1 gram silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. - Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap. - Hitung susut pengeringan dalam nilai prosen dengan rumus : Susut



pengeringan



=



Berat sebelum pemanasan – Berat akhir x 100 % Berat sebelum pemanasan 2. Kadar Air  Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetri (Depkes RI, 2000).  Kadar air harus memenuhi persyaratan, yaitu tidak boleh lebih dari 10%, hal ini bertujuan untuk menghindari dan mengurangi laju pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Soetarno & Soediro, 1997).  Tujuan : memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.  Metode yang digunakan : titrasi, destilasi, dan gravimetri



 Cara kerja titrasi  Titrasi langsung : • Masukkan ± 20 ml metanol P ke labu titrasi • Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai • Masukkan zat dengan cepat yang telah ditimbang seksama yang diperkirakan mengandung 10-50 mg air ke dalam labu titrasi, aduk selama 1 menit.  Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya. Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus : VxF V : Volume pereaksi Karl Fischer pada tiitrasi kedua F : Faktor kesetaraan air  Titrasi Tidak Langsung • Masukkan ± 20 ml metanol P ke labu titrasi • Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai • Masukkan zat dengan cepat yang telah ditimbang seksama yang diperkirakan mengandung 10-50 mg air, campur. • Tambahkan pereaksi Karl Fischer berlebihan dan diukur seksama. • Biarkan beberapa waktu hingga reaksi sempurna. • Titrasi kelebihan pereaksi dengan larutan baku air-metanol. • Hitung jumlah dalam mg, air, dengan rumus : FV1- aV2 F



: faktor kesetaraan air pereaksi Karl Fischer yang diukur saksama



V1 : Volume pereaksi Karl Fischer (ml) A : kadar air dalam mg tiap ml dari larutan baku air-metanol. V2 : Volume larutan baku air-metanol (ml)  Pereaksi Karl Fischer Pereaksi Karl Fischer Lakukan pembakuan sbb : 1. Larutkan 63 g Iodium P dalam 100 ml piridina mutlak P, dinginkan dalam es, alirkan belerang dioksida P hingga bobot



bertambah 32,3 g sambil dilindungi dari pengaruh kelembaban udara. 2. Tambahkan metanol mutlak P secukupnya hingga 500 ml, biarkan selama 24 jam. 3. Masukkan ± 20 ml metanol mutlak P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer tanpa mencatat volume yang digunakan. Masukkan air yang ditimbang saksama sejumlah yang cocok. 4. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Hitung kesetaraan air dalam mg tiap ml pereaksi. Pereaksi Karl Fischer harus dibakukan sebelum digunakan. 5. Pereaksi Karl Fischer harus disimpan di lemari pendingin pada suhu antara 2°C dan 8°C, terlindung dari cahaya. 6. 1 ml pereaksi Karl Fischer setara dengan ± 5 mg air.  Larutan baku air-metanol • Encerkan 2 ml air dengan metanol secukupnya hingga 1.000 ml • Titrasi 25 ml larutan dengan pereaksi Karl Fischer • Hitung kadar air dalam mg tiap ml dengan rumus : VF/25 V : volume pereaksi Karl Fischer (ml) F : faktor kesetaraan air  Cara Kerja Metode Destilasi 1. Alat : • 1 labu 500 ml dihubungkan dengan pendingin balik dengan pertolongan alat penampung. • Tabung penerima 5 ml berskala 0,1 ml. • Pemanas, sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak. • Bagian atas labu tabung sebaiknya dibungkus dengan asbes. 2. Pereaksi



Toluden. Sejumlah toluen P, kocok dengan sedikit air, biarkan memisah, bunag lapisan air suling. 3. Prosedur kerja 1. Bersihkan semua alat yang dipakai lalu keringkan dalam lemari pengering 2. Masukkan ekstrak yang telah ditimbang seksama yang mengandung 2-4 ml air ke dalam labu kering 3. Jika ekstrak berupa ekstrak kental, timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher labu 4. Masukkan ± 200ml toluen ke dalam labu. Hubungkan alat, tuangkan tolurn melalui alat pendingin, panaskan labu berhati-hati selama 15 menit. 5. Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan kecepatan ± 2 tetes per detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes per detik. 6. Setelah semua air tersuling, cuci bangiandalam pendingin dalam pendingin dengan toluen. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima pendingin hingaa suhu kamar. 7. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan turun. 8. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam persen  Metode destilasi - Masukkan ± 10 gram ekstrak dan timbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan dalam suhu 105oC drlsms 5 jam dan ditimbang.



- Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. 3. Parameter Kadar Abu  Prinsip : bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik (Depkes RI, 2000).  Tujuan : Memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.  Cara kerja : 1. Penetapan kadar Abu - Memijarkan dan menara krus silikat - Gerus ekstrak, timbang saksama 2g – 3g ekstrak - Masukkan ekstraj ke dalam krus silikat, ratakan - Pijarkan perlahan hingga arang habis, dinginkan, timbang - Jika arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas - Saring melalui kertas saring bebas abu - Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama - Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan - Pijarkan hingga bobot tetap - Timbang dan hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan di udara dengan rumus : Kadar abu total =



Berat abu sisa pijar x 100 % Berat simplisia



2. Penetapan kadar Abu yang tidak larut dalam asam - Didihkan abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dalam 25ml asam sulfat encer P selama 5 menit - Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam kyrs



- Saring melalui krus kaca masir / kertas saring bebas abu - Cuci dengan air panas - Pijarkan hingga bobot tetap, timbang - Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan dengan rumus : Kadar abu tidak larut asam =



Berat abu sisa pijar x 100 % Berat simplisia



4. Parameter sisa pelarut  Prinsip : menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi gas (Depkes RI, 2000)  Tujuan : memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan.  Prosedur kerja ; destilasi (penetapan kadar etanol, cara kromatografi Gas-cair 5. Parameter sisa pestisida  Prinsip : menentukan sisa kandungan pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000).  Tujuan : memberikan jamninan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.  Metode yang digunakan : KLT dan Kromatografi gas cair  Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang bersifat non polar relatif kecil seperti pada ekstrak yang diperoleh dengan penyari air atau etanol berkkadar kurang dari 20%  menggunakan metode KLT secar langsung melalui tahap pembersihan lebih dahulu dan menggunakan kromatografi gas jika tidak terdapat kandungan



kimia dengan unsur N (klorofil, alkaloid dan amina non polar lain).  Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak mengandung senyawa nitrogen non plar  menggunakan metode KLT atau kromatografi gas secara langsung tanpa pembersihan  Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia pengganggu  dilakukan pengujian sesuai metode baku  Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah analisis  dilakukan penomoran dan perincian terhadap analisis disesuaikan dengan baku aslinya 6. Parameter cemaran mikroba  Prinsip : menentukan identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis (Depkes RI, 2000).  Tujuan : memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.  Metode yang digunakan ALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) coliform  ALT (Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Uji ALT lebih tepatnya ALT aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.  Media yang digunakan  PCA (Plate Count Agar)  Pereaksi yang digunakan : -



PDF (Pepton Dilution fluid)



-



FCDSLP (Fluid Casein Digest Soy Lechitin Polysorbate)



-



Parafin cair (minyak mineral)



-



Tween 80 dan 20



 Peralatan khusu  Stomacher (blender) dan alat hitung koloni. 7. Parameter cemaran ksapang, khamir, dan aflatoksin  Prinsip : menentukan adanya jamur secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin dengan KLT (Depkes RI, 2000).  Tujuam : memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran



jamur



melebihi



batas



yang



ditetapkan



karena



berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan  Uji Angka Kapang dan Khamir : 



Pemgertian : Pertumbuhan kapang dan khamir setelah diinokulasi pada media yang sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-25oC.







Pereaksi/Media Khusus : Media :







-



Potato Dextrose Agar (PDA)



-



Zzapek Dox Agar (CDA) atau Malt Agar



-



Air Suling Agar 0,05% (ASA)



-



Kloramfenikol 100mg.liter media



Peralatan : -



Lemari aspetik



-



Stomacher atau blender



-



Pipet ukur mulut lebar



 Uji Cemaran Aflatoksin 



Pengertian : Pemisahan isolat aflatoksin secara kromatografi lapis tipis







Pereaksi : Media dan pengenceran media Yeast Extract Sucrose Broth (YES)







Peralatan :



Lemari aseptik, lampu ultra violet, mikropipet 10 ml\ 8. Parameter Bobot Jenis  Prinsip : menyatakan massa persatuan volume pada suhu kamar (25oC) ditentukan dengan pengukuran yang pada umumnya menggunakan alat piknometer.  Tujuan : ditentukannya bobot jenis suatu ekstrak adalah limitasi besarnya massa persatuan volume yang juga merupakan parameter khusus ekstrak yang dapat dituang, seperti ekstrak cair dan ekstrak kental (Depkes RI, 2000).  Cara kerja : 1. Piknometer yang bersih dan kering ditimbang 2. Kemudian kalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25oC kemudian ditimbang (W1). 3. Ekstrak cair Diatur suhunya kurang lebih 20



o



C lalu



dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 oC kemudian ditimbang (W2). 4. Dilakukan perhitungan dengan rumus : D=



w 2−w 0 w 1−w 0



Keterangan : d : bobot jenis W0 : bobot piknometer kosong W1 : bobot piknometer + air W2 : bobot piknometer + ekstrak 9. Parameter Cemaran Logam Berat  Prinsip : mengidentifikasi kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. memberi



 Tujuan : memberikan jaminan bahwa



ekstrak simplisia tidak



mengandung atau tercemar logam berat (Pb, Hg, Cd, dll). Adanya logam berat tertentu pada ekstrak yang akan dikonsumsi akan berefek buruk pada kesehatan.  Cara kerja : 1. Ditimbang 1 gram ekstrak dan ditambahkan 10 ml HNO3 pekat 2. Kemudian dipanaskan dengan heating mantel hingga kental atau kering 3. Ekstrak yang kental dan dingin ditambahkan aquadest 10 ml dan asam perkolat 5 ml, kemudian dipanaskan hingga kental lalu ukur 50 ml 4. Sampel diukur dengan Absortion Spechtropjotometer. 5. Maksimal residu Pb tidak melebihi 10 mg/kg ekstrak dan residu Cd tidak melebihi 0,3 mg/kg ekstrak (Saifuddin, 2011).



B. Kesimpulan 1. Standarisasi merupakan rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam 2. Tujuan dilakukan standarisasi adalah agar diperoleh bentuk baku atau produk kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat 3. Parameter spesifik merupakan aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tetentu



4. Parameter non spesifik merupakan penentuan aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas. Parameter non spesifik merupakan parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat



DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakope Herbal Indonesia, 29, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Jones, W.P. dan Kinghorn, A.D., 2006. Extraction of plant secondary metabolites, In: Sarker, S.D., Latif, Z. dan Gray, A.I., eds. Natural Products Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press. Pratiwi Yuri Utami, Burhanuddin Taebe dan Fatmawati. 2016. Standardisasi Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus alba L.) Asal Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences : Makassar. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar. 1 (2): pp 48-52. Saifuddin, A. E. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu. Soetarno, S., & Soediro, I. (1997). Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.