Acara 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam budidaya pertanian, hal-hal sedikit apapun yang menyangkut produktivitas harus selalu diperhatikan, Khususnya pada komoditi buah-buahan yang berhubungan dengan penanganan pasca panen. Pada buah-buahan, untuk melakukan suatu metode pasca panen yang baik harus diawali dengan proses pemanenan yang terarah. Mutu yang baik, diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buahan yang diambil pada waktu yang belum saatnya akan menimbulkan mutu dan pematangan yang salah, begitu pula jika pemungutan buah-buahan yang tertunda dapat mengakibatkan pembusukan. Proses pematangan pada buah-buahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami dan dengan menggunakan karbit. Pada dasarnya secara alami buah-buahan akan mengalami proses kematangan dengan sendirinya. Tetapi waktu yang dibutuhkan agar buah-buahan matang sempurna cukup lama dan matangnya pun tidak serentak atau bersamaan. Oleh karena biasanya dalam proses pematangan buah misal pisang, digunakan karbit sebagai alat bantu agar proses pematangan buah lebih cepat dan tingkat kematangannya pun dapat serentak. Senyawa yang perlu diketahui pada proses pematangan kali ini adalah senyawa etilen. Etilen merupakan satu diantara banyak senyawa mudah menguap (votatile) yang dikeluarkan oleh buah-buahan dan sayuran, dan diketahui sebagai komponen aktif bagi stimulasi pemasakan. Senyawa etilen (C 2H4) dapat mempercepat pemasakan. Di samping efek yang menyolok terhadap perombakan



17



pigmen khlorofil, etilen mempunyai efek juga terhadap jalannya respirasi, terutama bagi buah-buahan klimakterik termasuk pisang. Karena mudah mendapatkannya orang-orang lebih memilih menggunakan karbit daripada menunggu buah matang secara alami. Karbit memang telah lama digunakan secara tradisional untuk memacu kematangan buah. Efektivitasnya hanya seperseratus jika dibandingkan etilen. Siapa sangka selain pemacu kematangan, gas asetilen yang dihasilkan dari karbit juga bermanfaat untuk menghilangkan warna hijau. Beberapa buah hanya dapat masak bila dipanen pada saat masak misalnya jeruk sedangkan ada juga buah yang dapat masak walaupun dipanen belum masak (sudah tua) misalnya mangga. Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (atau sifat) biokimia tersebut menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut bobot dan penurunan nilai gizinya. B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah dipacu dengan gas pematangan buah. 2. Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dan secara dipacu dengan gas pematangan buah. 3. Membandingkan mutu buah dari buah yang dimatangkan secara alami dan secara dipacu.



18



II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Abidin (1985) etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen



19



akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Jumlah atau kandungan etilen pada tiap buah tidaklah sama selama proses pematangan. Etilen pada banyak macam buah hanya sedikit dihasilkan sampai tepat sebelum terjadi klimaterik respirasi yang mengisyaratkan dimulainya pemasakan, yaitu ketika kandungan gas ini diruang udara antara sel meningkat tajam dari jumlah hampir tak terlacak sampai sekitar 0,1 - 1µl per liter. Konsntrasi ini umumnya memacu pemasakan buah berdaging dan tak berdaging, yang menunjukkan klimaterik respirasinya, yaitu jika buah-buahan tersebut cukup berkembang untuk dapat menerima gas etilen (Salisbury dan Ross, 1991). Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung (Zimmermar, 1961). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO 2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik (Zimmermar, 1961).



20



Buah klimaterik berdasarkan responnya



dan terhadap



buah



non-klimaterik dapat



pemberian



etilen yang



dibedakan



merupakan



gas



hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen, contoh buahnya yaitu semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan sebagainya. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. Contoh buahnya meliputi pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan sebagainya (Pantastico, 1993). Agar buah mengalami penguningan maka perlu adanya karbit. Karbit atau Kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaC2. Karbit digunakan dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah. Persamaan reaksi Kalsium Karbida dengan air adalah : CaC2 + 2 H2O → C2 H2 + Ca (OH)2 Karena itu 1 gram CaC2 menghasilkan 349ml asetilen. Pada proses las karbit, asetilen yang dihasilkan kemudian dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan dalam pengelasan (Riefhid, 2009). Contoh buah klimaterik adalah pisang. Menurut Winarno (1979) etilen yang dihasilkan pada pematangan pisang akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana pisang masih baik, yaitu sebagian isi sel terdiri dari vakuola.



21



III.METODE PRAKTIKUM A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah pisang matang dan mentah serta kalsium karbida (karbit) Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah ember plastik bertutup, kain, kertas koran, karet gelang serta kertas label. B. Prosedur Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.



22



2. Untuk setiap kelompok gunakan 3 ember plastik, 3 sisir pisang, dua buah pisang matang, dan 1 on karbit. 1. Berilah label pada ketiga ember tersebut. Ember pertama beri label PA (pematangan alami), ember kedua PPM (pematangan pisang masak), dan ember ketiga PK (pisang karbit). 2. Masukan kertas koran 3. Amati perubahan pisang selama 10 hari



23



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pengamatan 1. Tabel Hasil Pengamatan No.



Tanggal



1.



PA



PPM



PK



W



K



T



R



W



K



T



R



W



K



T



R



8 Mei 2015



H



-



1



0



H



-



1



0



H



-



1



0



2.



9 Mei 2015



H



-



1



0



H



-



1



0



H



-



1



0



3.



10 Mei 2015



H



-



1



0



H



-



1



0



H



-



1



0



4.



11 Mei 2015



H



-



1



0



H



-



2



0



HK



-



2



0



5.



12 Mei 2015



H



-



1



0



H



-



2



0



HK



M



2



0



6.



13 Mei 2015



H



-



1



0



H



M



2



1



HK



M



2



1



7.



14 Mei 2015



H



-



1



0



H



M



2



1



HK



M



3



1



8.



15 Mei 2015



H



-



2



0



HK



M



2



1



HK



M



3



1



9.



16 Mei 2015 HK



M



2



1



HK



M



3



1



K



M



3



1



10.



17 Mei 2015 HK



M



2



1



HK



M



3



1



K



M



3



1



Keterangan: PA



: Pematang alami



PPM



: Pematang pisang matang



PK



: Pematang karbit



Warna



:(H)=Hijau; (HK)=Hijau kekuningan; (K)=Kuning; (KH)=Kuning kehitaman



Tekstur



: (1)=Keras; (2)=Cukup lunak; (2)=Lunak



Rasa



: (0)=Tidak ada rasa/hambar; (+)=Manis; (++)=Sangat Manis



Kecepatan Pematangan



Hari penunjukan pematangan oleh produk



B. Pembahasan



24



Menurut (Zulkarnain, 2009), pematangan buah adalah perubahan yang terjadi setelah terjadinya pendewasaan penuh. Yang dicirikan dengan melunaknya daging buah, terbentuknya karakteristik aroma dan peningkatan cairan buah. Selama proses pematangan buah, terajdi kehilangan klorofil dan peningkatan kadar pigmen lain, sperti karotenoid. Perubahan karotenoid memang meningkat atau hanya merupakan perubahan yang bersifat pemunculan, artinya dengan hilangnya klorofil maka karotenoid yang sebelumnya memang sudah ada kini menjadi makin terlihat jelas. Pigmen ketiga yang mengalami perubahan adalah antosianin. Contoh peristiwa ini adalah proses pematangan buah apel dimana pada buah apel terdapat bayangan berwarna ungu yang menandakan adanya antosianin Pada umumnya buah dikatakan matang apabila berwarna kuning merata seperti pada jeruk, pisang, dan beberapa melon. Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga. Penguningan biasanya menggunakan zat perangsang metabolik berupa gas alifatis tidak jenuh yang disebut etilen. Etilen suIit diperoleh (harus diimpor) diIndonesia, sebagai pengganti dapat digunakan asetilen (karbid) dan ethrel (asam 2 kloroetiifosfonat). Agar buah dapat dikonsumsi maka tentu perlu adanya proses pematangan pada buah. Proses pematangan pada buah-buahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami dan dengan menggunakan karbit. Pada dasarnya secara alami buah-buahan akan mengalami proses kematangan dengan sendirinya. Tetapi waktu yang dibutuhkan agar buah-buahan matang sempurna cukup lama dan matangnya pun tidak serentak atau bersamaan. Oleh karena biasanya dalam proses



25



pematangan buah misal pisang, digunakan karbit sebagai alat bantu agar proses pematangan buah lebih cepat dan tingkat kematangannya pun dapat serentak. Proses pematangan buah meliputi dua proses yaitu : 1.



Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permeabilitas menjadi lebih besar



2.



Kandungan protein meningkat karena etilen telah merangsang sintesis protein. Protein yang terbentuk terlibat dalam proses pematangan buah karena akan meningkatkan enzim yang menyebabkan respirasi klimakterik (Wereing dan Philips, 1970). Karbit atau Kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia



CaC2. Karbit digunakan dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah. Persamaan reaksi Kalsium Karbida dengan air adalah CaC2 + 2 H2O → C2H2 + Ca(OH)2 Karena itu 1 gram CaC2 menghasilkan 349ml asetilen. Pada proses las karbit, asetilen yang dihasilkan kemudian dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan dalam pengelasan Gas etilen. Karbit memang telah lama digunakan secara tradisional untuk memacu kematangan buah. Efektivitasnya hanya seperseratus jika dibandingkan etilen. Siapa sangka selain pemacu kematangan, gas asetilen yang dihasilkan dari karbit juga bermanfaat untuk menghilangkan warna hijau. Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan



26



sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Menurut Abidin (1982), etilen merupakan hormon tumbuh yang dalam keadaan normal berbentuk gas serta mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana, yaitu yang terdiri dari 2 atom Carbon dan 4 atom hydrogen. Etilen digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Menurut Winarno (1979) dan Wareing dan Philips (1981) ada dua hipotesa tentang hubungan antara etilen dan pematangan buah, adalah: 1. Hipotesa



pertama,



pematangan



merupakan



proses



kelayuan



yang



mengakibatkan organisasi antara sel menjadi terganggu. Gangguan ini merupakan pelopor hidrolisa pati, klorofil, pektin dan tanin oleh enzim-enzim di dalamnya yang akan menghasilkan bahan-bahan seperi etilen, pigmen, energi dan polipeptida. 2. Hipotesa kedua, pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian substrat dan proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk mensintesa enzim-enzim spesifik, yang diantaranya akan digunakan dalam proses kelayuan. Menurut Kusumo (1985) kecepatan pematangan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula. Buah yang sedikit atau tidak bertepung kurang menunjukkan respon terhadap penggunaan etilen.



27



Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa konsentrasi etilen yang memacu pemasakan buah mangga paling cepat adalah 900 ppm, yang ditandai dengan berubahnya warna hijau menjadi kuning, tekstur buah menjadi lebih empuk atau lunak, munculnya rasa manis dan aromanya yang harum. Berubahnya warna hijau menjadi kuning dikarenakan klorofil terdegradasi menjadi bagian yang lebih kecil dan digantikan dengan karotenoid, sedangkan lunaknya buah disebabkan perubahan komposisi dinding sel buah akibat menurunnya tekanan turgor sehingga hemiselulosa dan pektin yang dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan diubah menjadi pektin yang larut. Hal ini sesuai dengan teori Abidin (1982), bahwa semakin besar konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada tingkat kritis, makin cepat pemacuan respirasinya pada buah-buah klimaterik. Kenaikan laju respirasi akan mempercepat pemasakan. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi



28



turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buahbuah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990). Buah klimaterik berdasarkan responnya



dari terhadap



buah



non-klimaterik dapat



pemberian



etilen yang



dibedakan



merupakan



gas



hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan buah diklasifikasikan menjadi 2, yaitu klimaterik dan nonklimaterik. Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nenas. Buah klimkterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen. Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan



29



bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat prapanen maupun pasca panen, contoh buahnya yaitu semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun dan sebagainya. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. Contoh buahnya meliputi



pisang, mangga, pepaya, adpokat, tomat, sawo, apel dan



sebagainya. Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur, dan bau yang menunjukan bahwa terjadi perubahan dalam susunannya. Mutu konsumsi maksimal buah tercapai jika perubahan-perubahan kimiawi selesai. Hal tersebut dapat dicapai ketika buah dipanen pada saat kematangan yang tepat, namun jika buah dipanen pada kondisi yang tidak tepat seperti terlalu muda maka akan menghasilkan buah dengan mutu yang tidak memuaskan, meskipun terjadi proses pematangan. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses perombakan, proses sintetik, atau keduanya. Melunakan buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, hidorlisis zat pati, atau lemak. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik,



30



dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan flavot khas pada buah (Phan dkk, 1993). Tingkat kematangan buah tidaklah sama. Jenis buah yang sama akan tetapi varietasnya berlainanpun saat panennya bisa berbeda. Agar panen tidak terlambat atau bahkan terlalu cepat kita perlu mengetahui saat kematangan buah. Beberapa cara-cara penentuan tingkat kematangan buah adalah : 1. Berdasarkan umur panen 2. Berdasarkan sifat visual atau penampakannya 3. Berdasarkan kandungan kimia 4. Berdasarkan tingkat kekerasan 5. Berdasarkan uji organoleptik. Umur panen ditentukan saat tanaman mulai disemai atau ditanam bibitnya dan dapat juga ditentukan berdasarkan saat bunga mulai mekar atau berdasarkan ukuran buah. Ada hal-hal tertentu yang dapat dijadikan patokan bahwa buah sudah matang, seperti warna kulit, bentuk, ukuran buah ataupun tanda-tanda lainnya. Kandungan pati, asam, minyak dan total padatan terlarut dapat dipakai sebagai penanda kematangan buah. Tingkat kekerasan buah dapat diuji dengan menggunakan alat pressure testic atau fruit hardness tester. Kematangan buah ditentukan dengan indera perasaan manusia melalui hidung, mulut, lidah atau tangan (Satuhu, 1994).



31



Tingkat kematangan sayuran dan buah-buahan dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut: 1. Cara visual, meliputi warna kulit, ukuran, terdapatnya daun yang kering, mengeringnya tanaman dan tingkat perkembangan (pembesaran) buah. 2. Cara fisik, meliputi kemudahan dipetik, kekerasan dan berat jenis (specific gravity). 3. Analisis kimia, meliputi kadar padatan terlarut (gula), kadar asam, perbandingan kadar gula dan asam (sugar-acid ratio), dan kadar pati. 4. Komputasi, meliputi jumlah hari setelah keluarnya bunga dan perkalian antara suhu udara rata-rata dan jumlah hari setelah keluarnya bunga. 5. Metode fisiologis, meliputi penentuan respirasi (perbandingan antara gas karbondioksida



yang



dikeluarkan



dengan



oksigen



yang



digunakan).



(Muchtadi, 1992) Indikator kematangan pada buah adalah terbentuknya warna merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya. Pencapaian warna merah atau kuning yang menyeluruh (tergantung jenisnya) adalah salah satu indeks kematangan yang utama. Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan mentah atau matangnya suatu buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang umumnya dapat dibedakan atas empat kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid (Kader, 2001, Winarno dan Aman, 1981).



32



Praktikum acara pematangan buah, buah yang dijadikan sampel adalah pisang. Menggunakan pisang sebagai sampel praktikum karena waktu pematangan buah pisang yang relatif singkat, buah pisang juga merupakan buah yang banyak dijumpai pada pasaran. Acara pematangan buah ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan buah dalam acara ini adalah pisang. Untuk itu sebelum melakukan pengmatan tingkat kematangan hendaknya mengetahui tanda dari pisang yang telah masak. Adapun tanda atau ciri pisang yang telah masak adalah pisang tersebut berwarna kuning sempurna, yang berarti adalah warna kuning pada buah pisang tersbut telah menyeluruh sempurna pada bagian buah pisang, tekstur buah pisang sudah lunak dan menimbulkan aroma wangi khas pisang. Buah pisang, terutama yang matang, memiliki beberapa kandungan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, serat, beberapa vitamin (A,B1, B2 dan C), zat besi, dan niacin. Kandungan mineralnya yang menonjol adalah kalium (Wirakusumah, Emma S, 1977). Zat-zat tersebut sangat diperlukan dalam tubuh manusia. Bukan itu saja, pisang termasuk buah yang murah-meriah dan mudah didapat sepanjang tahun. pemasakan yang lebih cepat, yakni menggunakan karbit (kalsium karbor). Jangankan buah pisang yang umurnya tua, pisang yang umurnya masih tergolong muda (belum siap panen) pun akan segera matang walau dari sisi aroma atau rasa kurang nyaman. Dengan karbit, ibu-ibu merasa senang karena pisangnya cepat matang dengan warna yang sama dengan proses pematangan secara alami atau matang di pohon. Tetapi, pisang yang matang karena dikarbit cepat membusuk.



33



Setelah kulit pisang yang dimatangkan dengan karbit dijadikan makanan ternak, ternyata berdampak buruk terhadap kesehatan ternak itu. Ternak menjadi sakit. Bagaimana dampaknya terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi pisang karbitan, tampaknya masih perlu penelitian lebih jauh. merusak lingkungan jika dibuang



begitu



saja



di



sembarang



tempapengaruhnya



terhapat



proses



pembusukan. Dari penelitiannya diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Pisang yang dimatangkan dengan karbit paling cepat (tidak sampai tiga hari) matangnya, tetapi proses pembusukannya pun paling cepat. Praktikum yang dilakukan adalah dengan membandingkan kecepatan pematangan buah pisang dengan melakukan tiga perlakuan yang berbeda, perlakuan yang ada diantaranya adalah pematangan alamidengan menggunakan buah pisang yang hanya ditutup rapat dalam ember, kemudian perlakuan dengan menggunakan pisang matang di mana pada perlakuan ini pisang mentahnya diletakkan dengan pisang matang dan yang terakhir adalah pematangan dengan menggunakan karbit. Tujuan dari diadakannya pematangan dengan tiga perlakuan yang berbeda adalah untuk melihat pematangan dengan cara apa yang paling cepat. Setelah melakukan pengamatan + 10 hari tingkat tingkat pematangan buah yang ditandai dengan berbagai indikator, seperti warna, kecepatan kematangan, tekstur dan rasa pada ke-3 perlakuan relatif sama, namun bila diamati dengan teliti pada hari ke-10 buah pisang dengan perlakuan PK memiliki tingkat pematangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya baik dari segi rasa, tekstur, warna, maupun kecepatan pemasakan. Hal tersebut sesuai dengan literature yang telah



34



ada yang menyebutkan bahwa pisang yang diperam dengan menggunakan bantuan karbit akan lebih cepat masak. Fungsi koran yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai upaya dalam mencegah terjadinya penguapan dari gas etilen, menstabilkan suhu. Buah yang matang juga bisa menghasilkan etilen sehingga dapat memacu pematangan buah lainnya apabila disatukan pada buah yang belum matang, namun kecepatan pematangannya



tidak



secepat



apabila



pertumbuhan/karbit.



35



menggunakan



gas



pemacu



V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Makin tinggi konsentrasi etilen makin cepat proses pematangan buah tertentu. 2. Perendaman buah dalam etilen dengan konsentrasi yang cukup tinggi, mempercepat proses pematangan buah. 3. Selama proses pematangan terjadi perubahan warna, tekstur, bau dan rasa pada buah dengan perlakuan tertentu. 4. Pematangan buah secara alami lebih lama dari pada pematangan buah yang dipacu dengan gas pematangan buah. B. Saran Sebaiknya praktikum dilaksanakan dengan pengawasan asisten yang lebih intensif di ruang penyimpanan serta pengamatan dilakukan lebih teliti serta pengujian pisang dilakukan oleh + 3 orang



36



DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. Frenkel, C., Klein, L. dan Diller, D.R. 1968. Methods for The Study Ripening and Protein Synthesis in Infact Pome Fruits. Phytochem. New York. Hall, J.L.1984. Plany Cell Structure and Metabolism. Language Book society. English. Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta. Kusumo, S. 1985. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna. Jakarta. Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta. Pantastico, E.R.B. 1993. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Riefhid. 2009. Pengaruh Karbit Terhadap Pematangan Buah Pisang. http://id.scribd.com/doc/89023501/Pengaruh-Karbit-TerhadapPematangan-Buah-Pisang Diakses pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2015. Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor. Salisbury, F.B. dan Ross, W.R. 1991. Plant Physiology. Wadsworth Publishing. California. Satuhu, S., Ahmad, S. 2007. PISANG Budidaya Pengolahan & Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. Wareing, P.F. dan Philips, I. D.J. 1981. The Control of Growth and Differentiation in Plant. Pergamon Press. Oxford . Wereing, D.F and I. D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentation in Plants. Pergamon Press. New York. Winarno, F.G. dan Moehammad, A. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta. Zummermar, P.W. 1961. Plant Growth Regulation. The Lowa State University Press. USA



37



38