5 0 218 KB
LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN FLOUR ALBUS
DISUSUN OLEH : ADILAH AZMI LATHIFAH NIM : P07224420001
POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Kebidanan Pada Remaja dan Pra Nikah dengan Flour Albus di Puskesmas Trauma Center. Asuhan Kebidanan Pada Remaja dan Pra Nikah dengan Flour Albus ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang. Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Samarinda, Februari 2021
Adilah Azmi Lathifah NIM. P07224420001
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii DAFTAR ISI.................................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4 A. Latar Belakang....................................................................................................4 B. Tujuan.................................................................................................................5 1.
Tujuan Umum.................................................................................................5
2.
Tujuan Khusus................................................................................................5
BAB II TINJAUN PUSTAKA......................................................................................7 A. Konsep Dasar Teori............................................................................................7 1.
Pengertian Keputihan....................................................................................7
2.
Etiologi............................................................................................................7
3.
Manifestasi Klinis........................................................................................11
4.
Patofisiologi..................................................................................................13
5.
Komplikasi....................................................................................................13
6.
Penatalaksanaan............................................................................................14
B. Konsep Dasar Manajeman Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Flour Albus........................................................................................................................17 I.
Pengkajian.....................................................................................................17
II. Interpretasi DATA........................................................................................21 III. Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial..............................................22
1
IV. Identifikasi Tindakan....................................................................................22 V. Rencana Menyeluruh Asuhan Kebidanan.....................................................22 VI. Implementasi.................................................................................................22 VII. Evaluasi.........................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................36
2
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan Kesehatan Reproduksi remaja merupakan kegiatan yang ditujukan kepada remaja dalam upaya menjaga kesehatan reproduksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja pasal 11 yang bertujuan untuk mempersiapkan remaja dalam menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab. Pemberian Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja harus disesuaikan dengan masalah dan tahapan tumbuh kembang remaja serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, mempertimbangkan moral, nilai agama, perkembangan mental, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan (Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Diananda, 2019). Keputihan
merupakan
penyakit
yang
tidak
mudah
disembuhkan,
menyerang sekitar 50% populasi wanita. Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2010 menunjukan bahwa wanita yang rentan mengalami keputihan yaitu wanita yang berusia 15-24 tahun. Gejala keputihan yang dialami oleh remaja puteri, dalam 12 bulan terakhir menunjukkan remaja tersebut cukup banyak sebesar 31,8%. Ini menunjukkan remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi atau keputihan patologis (Febryary, 2016). Keputihan (Fluor albus) adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari jalan
4
lahir atau vagina. Keputihan yang normal memang dapat terjadi pada wanita, yaitu terjadi menjelang saat dan setelah masa subur. Keputihan nomal akan hilang dengan sendirinya menjelang saat dan setelah menstruasi. Namun, keputihan yang normal dapat menjadi abnormal karena tidak menjaga hygiene organ reproduksi dengan baik. Keputihan abnormal yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan kemandulan dan gejala awal dari kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian (Kursani, 2015). Pencegahan masalah keputihan sebaiknya sudah dilakukan sebelum masa remaja, karena pada masa remaja terjadi perkembangan organ reproduksi sehingga organ reproduksi pada remaja lebih sensitive, sehingga diperlukan perilaku hidup sehat untuk mencegah keputihan patologis (Yulfitria, 2017). Oleh sebab itu dianggap perlu memberikan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi remaja terutama bagi remaja wanita yang mengalami keputihan. B. Tujuan 1.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memberikan Asuhan Kebidanan bedasarkan pendekatan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP pada kasus flour Albus pada remaja. 2.
Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori flour albus. b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada kasus flour albus berdasarkan 7 langkah Varney c. Melakukan asuhan kebidanan pada kasus flour albus dengan pendekatan Varney, yang terdiri dari: 1) Melakukan pengkajian 2) Menginterpretasi data dasar 3) Mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial
5
4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera 5) Mengembangkan rencana intervensi 6) Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi 7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan d. Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus flour albus dalam bentuk catatan SOAP e. Membahas adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan
6
BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian Keputihan Keputihan adalah keluarnya cairan berlebihan dari liang senggama (vagina) yang terkadang disertai rasa gatal, nyeri, rasa terbakar dibibir kemaluan, kerap disertai bau busuk, dan menimbulakn rasa nyeri sewaktu buang air kecil atau bersenggama. Walaupun demikian, vagina tetap memiliki mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Kelenjar pada vagina dan serviks (leher rahim) menghasilkan secret yang berfungsi sebagai pelindung alami dan lubrikasi untuk mengurangi gesekan pada dinding vagina saat berjalan atau berhubungan seksual (Aulia, 2012). Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari alat gentalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala hampir dari semua penyakit kandungan (Manuaba, 2012). Selain itu, keputihan merupakan keluarnya cairan yang tidak normal agak kental dan berbau tidak sedap melalui liang vagina. Cairan ini terkadang menyebabkan rasa gatal (Kusmiran, 2012). Keputihan terdiri dari keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). 3.
Etiologi
a. Keputihan fisiologis Menurut Kusmiran (2012), keputihan fisiologis disebabkan oleh : 1) Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin sehingga bayi baru lahir sampai berumur 10 hari 7
mengeluarkan keputihan. 2) Pengaruh estrogen yang meningkat pada saat menarche. 3) Rangsangan saat koitus. 4) Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat masa ovulasi. 5) Mukus servik yang padat pada masa kehamilan, fungsinya untuk mencegah kuman masuk ke rongga uterus. b. Keputihan patologis Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur, kuman, parasit, dan virus). Selain penyebab utama, keputihan patologis dapat juga disebabkan karena kurangnya perawatan remaja putri terhadap alat genitalia seperti mencuci vagina dengan air yang tergenang di ember, memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut (Aulia, 2012). Menurut Kusmiran (2012), keputihan patologis disebabkan oleh : 1) Infeksi a) Jamur Jamur yang sering menyebabkan keputihan adalah Kandida albican. Biasanya disebut juga dengan Kandidiasis genetalia. Penyakit ini tidak selalu akibat PMS dan dapat terjadi pada perempuan yang belum menikah. Beberapa faktor pencetusnya antara lain pemakaian obat antibiotika dan kortikostiroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal, kelainan endokrin seperti diabetes melitus. Selain itu bisa disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh seperti penyakit-penyakit kronis, serta selalu memakai pakaian dalam yang ketat. 8
Keluhan yang biasa ditimbulkan adalah rasa gatal atau panas pada alat kelamin, lendir kental dan berwarna putih, bergumpal seperti butiran tepung. Kadang disertai rasa nyeri waktu senggama dan keluarnya cairan pada masa sebelum menstruasi. Vulva terlihat merah pada saat pemeriksaan klinis, kadang-kadang disertai erosi karena garukan (Kusmiran, 2012). b) Bakteri (1) Gonokokus Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe, sering terjadi akibat hubungan seksual (PMS). Gonokokus yang purulen mempunyai silia yang dapat menempel pada sel epitel urethra dan mukosa vagina. Pada hari ketiga bakteri tersebut sudah mencapai jaringan ikat di bawah epitel dan terjadi reaksi radang. (2) Klamidia trakomatis Sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan penyakit menular seksual. (3) Grandnerella Menimbulkan peradangan pada vagina, menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin, berbau amis, berwarna keabu-abuan. Biasanya gejala fluor albus yang berlebihan, berbau dan disertai rasa tidak nyaman di bagian bawah perut. c) Parasit Jenis Trikomonas vaginalis adalah parasit yang paling sering menyebabkan keputihan. Penularan yang paling sering adalah lewat koitus, biasanya parasit ini kalau pada pria terdapat di uretra dan prostat. Gejala yang ditimbulkan adalah Fluor albus encer sampai
9
kental, kekuningan dan agak berbau disertai rasa gatal dan panas. d) Virus Jenis virusnya adalah Human papiloma virus (HPV) dan Herpes simpleks, ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan berbau, tetapi tidak disertai rasa gatal. Gejala pada keputihan tergantung pada jenis kuman yang menyerang. Keputihan yang disebabkan oleh jamur kandida, sekret yang dikeluarkan seperti susu dan mengakibatkan gatal pada vagina. Kondisi ini biasa terjadi pada kehamilan, penderita diabetes dan akseptor pil KB. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi trikomonas atau ada benda asing di vagina, sekret yang dikeluarkan berwarna putih kehijauan dan kekuningan dan berbau tidak sedap. Jika infeksi sudah sampai pada organ dalam rongga panggul biasanya gejala keputihan disertai rasa nyeri perut di bagian bawah dan atau nyeri panggul bagian belakang. Sedangkan infeksi yang disebabkan Gonorrhoe, sekret sedikit atau banyak berupa nanah dan rasa sakit dan panas pada saat kencing atau berhubungan seksual. Keputihan yang disebabkan erosi pada mulut rahim, sekret berwarna kecokelatan (darah) dan terjadi pada saat senggama. Pada kejadian kanker serviks, sekret bercampur darah dan berbau khas akibat sel-sel yang mati (Kusmiran, 2012). Dalam penelitian Darma, Yusran, & Fachlevy (2017) menyatakan bahwa pengetahuan, tingkat stres, dan pola makan berhubungan dngan kejadian infeksi flour albus. Tingkat pengetahuan berhubungan dengan kepedulian terhadap infeksi flour albus sehingga merasa tidak perlu memeriksakannya. Tingkat stres baik fisik maupun psikologi yang dialami remaja seperti tuntutan akademis dapat mempengaruhi kerja hormon-hormon dalam tubuh termasuk memicu peningkatan hormon estrogen. Sedangkan pola makan berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi oleh remaja salah satunya konsumsi makanan dengan jumlah gula berlebih yang dapat menimbulkan
10
efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal vagina yaitu lactobacillus yang mampu meragikan gula menjadi asam laktat yang berguna dalam menghambat pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan mengeringkan kemaluan dengan tissue, penggunaan celana dalam ketat, sanitasi WC, kebiasaan mengganti pembalut, dan kebiasaan membasuh alat kelamin dari belakang terhadap kejadian flour albus. Kebiasaan mengeringkan kemaluan dengan tissue berhubungan dengan terjadinya flour albus disebabkan oleh adanya kandungan dioksin didalam tissue yang tergolong senyawa karsinogenik yang memiliki dampak jangka panjang berupa terjadinya kanker. Penggunaan celana dalam yang ketat dapat membuat suasana disekitar kemaluam menjadi lembab
dan
panas
dimana
area
yang
lembab
merupakan
tempat
bersemayamnya jamur dan bakteri. Sanitasi WC yang kurang baik dapat menyebabkan berpindahkan kuman dan bakteri dari kloset ke area kemaluan terutama pda WC atau toilet yang tidak bersih sehingga meningkatkan risiko infeksi flour albus. Kebiasaan membasuh kemaluan yang salah yaitu dari arah anus ke vagina dapat menyebabkan masuknya bakteri ke alat reproduksi yang dapat menimbulkan rasa gatal dan tidak nyaman. 4.
Manifestasi Klinis
a. Keputihan normal (fisiologis) Sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada siklus bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus bulanan itu sendiri. 1) Cairan sekresi berwarna bening, tidak lengket dan encer. 2) Tidak mengeluarkan bau yang menyengat. 11
3) Gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid dan tanda masa subur pada wanita tertentu. 4) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri. 5) Gadis muda kadang-kadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya. 6) Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. 7) Pada wanita hamil keputihan lebih sering timbul, karena pada saat wanita hamil, maka kekebalan tubuhnya akan menurun. 8) Pada
waktu
menopause
dimana
keseimbangan
hormonalnya
terganggu. 9) Pada orang tua dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun dapat pula timbul keputihan b. Keputihan abnormal (patologis) 1) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, lengket dan kadang-kadang berbusa. 2) Cairan ini mengeluarkan bau yang menyengat. 3) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya serta dapat mengakibatkan iritasi pada vagina. 4) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang berbahaya seperti HIV, Herpes, Candyloma (Sari, 2012)
12
5.
Patofisiologi Keputihan merupakan suatu gejala dari suatu penyakit dimana organ
reproduksi
wanita
mengeluarkan
sekresi
yang
berlebihan
dan
bukan
merupakan darah alat reproduksi wanita mengalami berbagai perkembangan mulai dari bayi hingga monpose. Keputihan merupakan suatu keadaan fisiologis namun dapat berubah menjadi patologis bila vagina terinfeksi oleh kuman penyakit seperti parasit, bakteri, jamur dan virus yang menyebabkan keseimbangan flora normal vagina tersebut
terganggu
maka
terganggu.
bakteri doderlein
Apabila atau
menjadikan ph vagina asam dengan memakai glikogen oleh
esterogen
pada
dinding
vagina
keseimbangan
lactobacillus yang
yang
dihasilkan
untuk pertumbuhannya tidak dapat
terjadi bila ph vagina dalam keadaan basa. Keadaan ph
yang
basa
akan
menyebabkan bakteri patogen mudah berkembang biak dan menjadi subur dalam vagina (sibagariang, 2012) 6.
Komplikasi Daerah yang mulai dari muara kandung kemih, bibir kemaluan sampai
uterus dan saluran indung telur sehingga menimbulkan penyakit radang panggul dan dapat menyebabkan infertilitas (Bahari, 2012). Akibat yang sering ditimbulkan karena keputihan adalah infeksi. Menurut Aulia (2012), macam-macam infeksi pada alat genital antara lain : 1. Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi local. Penyebab secara umum jamur vaginitis. 2. Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai bakteri parasit atau jamur. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah vaginitis karena jamur. 3. Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seksual. Keluhan yang dirasakan akibat keputihan, mungkin terjadi 13
kontak berdarah (saat berhubungan seksual terjadi perdarahan). 4. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Discase) merupakan infeksi alat genetal bagian atas wanita, terjadi akibat hubungan seksual. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan berbagai penyulit yang berakhir dengan terjadinya perlekatan sehingga dapat menyebabkan kemandulan. Tanda-tandanya yaitu nyeri menusuk-nusuk, mengeluarkan keputihan bercampur darah, suhu tubuh meningkat dan nadi meningkat, pernafasan bertambah, dan tekanan darah dalam batas normal. 7.
Pencegahan
Menurut Rifqiyah & Izah (2017) pencegahan flour albus dapat dilakukan dengan upaya dini yaitu dengan cara: a. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi kuman. b. Biasakan untuk membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu dengan gerakan dari depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandiselalu menjaga vagina dalam keadaan kering. c. Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan karena pemakaian celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap keringat. Usahakan menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat. Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan kelembaban daerah vagina. d. Jika keputihan masih dalam taraf ringan, coba gunakan sabun atau larutan antiseptik khusus pembilas vagina, tapi jangan gunakan berlebihan karena hanya akan mematikan flora normal vagina dan keasaman vagina juga terganggu. Jika perlu, konsultasikan dulu ke dokter. e. Hindari terlalu sering memakai bedak talk disekitar vagina, tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi. 14
f. Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan juga bisa muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi bersihkan bak mandi, ember, ciduk, water torn, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurnya kuman g. Setia kepada pasangan merupakan langkah awal untuk menghindari keputihan yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan seks. 8.
Penatalaksanaan Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya. Oleh karena
keputihan dapat menular melalui hubungan seksual, maka pengobatan tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi pasangan (Sari, 2012). Adapun pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Terapi farmakologi Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara oral dosis tunggal atau tinidazol 2 g oral dosis tunggal. Adapun alternatif regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol selama tujuh hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari. Pasien juga disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seks hingga sembuh (pengobatan telah selesai dan pasien/pasangan tanpa gejala seksual) (Monalisa; Bubakar, 2012). Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau pada vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis. Wanita dengan gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat menggunakan obat antifungi topikal (selain oral atau pengobatan vagina) hingga gejala hilang. Tidak diperlukan untuk skrining rutin atau pengobatan mitra seksual dalam manajemen kandidiasis (BASHH, 2012). 2. Terapi Non- Farmakologi
15
Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan menyiram toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme, menggunakan air yang mengalir untuk membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina dengan membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu bagian belakang, tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina, menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam setiap hari, menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak, hanya memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan, dan ketika menstruasi sebaiknya mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali (Sari, 2012).
16
C. Konsep Dasar Manajeman Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Flour Albus I.
PENGKAJIAN Tanggal Pengkajian : Waktu
:
Tempat
:
Oleh
:
A. DATA SUBJEKTIF 1. Identitas Nama
:
Umur
:
Berdasarkan
data
Survei
Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2010 menunjukan bahwa wanita yang rentan mengalami keputihan yaitu wanita yang berusia 15-24 tahun. Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat
:
2. Alasan datang/keluhan utama a. Alasan datang b. Keluhan utama Flour albus normal umumnya terjadi pengeluaran cairan dari kemaluan warna bening tidak lengket dan tidak berbau serta tidak disertai rasa gatal merupakan kondisi yang
17
normal sebelum atau sesudah haid dan pada masa subur wanita (Sari, 2012). Flour albus abnormal ditandai dengan pengeluaran cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari kemaluan. Cairan berbentuk encer, kental, lengket dan kadang berbusa serta mengeluarkan bau yang menyengat (Sari, 2012)
3. Riwayat kesehatan klien Untuk mengetahui apakah mempunyai penyakit jantung, ginjal, asma/TBC, penyakit
hepatitis, sistematik
DM, hipertensi, lain
dan
seperti
epilepsy serta
penyakit
kelamin
diantaranya bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidiasis (purwantyastuti, 2017).
4. Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan klien. 5. Riwayat menstruasi Banyak
menstruasi
meliputi
umur
menarche,
frekuensi
menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011). Menarche
:
Siklus
: 28 + 7 hari
18
Lamanya
: 3-8 hari (Mochtar, 2011)
6. Pola fungsional kesehatan Pola Nutrisi
Keterangan Kebutuhan cairan paling sedikit 8 gelas berukuran 250 ml/hari. Cairan ekstra juga membantu melembutkan kulit, mengurangi kemungkinan konstipasi, mengeluarkan racun dan produksi sisa dari tubuh dan mengurangi resiko ISK (Murkoff, 2016).
Eliminasi
Pada kasus keputihan yag disebabkan infeksi Trikomoniasis terkadang merasa panas saat BAK (Abidin, 2010).
Istirahat Untuk mengetahui berapa lama tidur siang dan berapa lama tidur malem (Essawibawa, 2011). Aktivitas
Untuk mengetahui aktivitas sehari-hari (Ety, 2011)
Personal
Untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi,
Hygiene
gosok gigi, ganti baju atau pakaian dalam, keramas dan cara membersihkan alat genetalianya (Essawibawa, 2011). Terdapat hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genetalia dengan kejadian flour albus (D. A. M. Yanti, Sulistianingsih, & Karani, 2016)
19
Kebiasaan Kebiasaaan
menggunakan
pentyliner
setiap
hari
tidak
dianjurkan, selain itu kebiasaan malas dalam mengganti pembalut saat menstruasi dapat meningkatkan kejadin flour albus pada remaja (Sari, Dwi, & Wulandari, 2016).
7. Riwayat psikososiokultural spiritual Digunakan gangguan
untuk
mengetahui
reproduksi
dengan
perasaan
menghadapi
keputihan sekarang
ini
(Nursalam, 2016). Kondisi tubuh yang stres dapat berpengaruh terhadap produksi hormon-hormon dalam tubuh salah satunya pada peningkatan estrogen yang dapat mempengaruhi terjadinya flour albus (Darma et al., 2017).
B. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan umun Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda vital s Antropometri Berat badan : Tinggi badan
:
2. Pemeriksaan fisik
20
Kepala
: warna rambut hitam, tebal, bersih, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Wajah
: simetris, tidak pucat
Mata
: simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada gangguan pengelihatan
Telinga
:
simetris,
bersih,
tidak
ada
gangguan
pendengaran Hidung
: bersih, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada polip dan sinus
Mulut
: simetris, mukosa mulut lembab, lidah merah muda dan tremor, gigi bersih tidak ada lubang,
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Dada
: tidak ada retraksi dinding dada, bunyi jantung teratur, tidak ada suara napas tambahan seperti ronki atau mengi
Payudara
: payudara simetris, tidak teraba massa dan benjolan pada payudara, puting susu menonjol, tidak ada pengeluaran cairan.
Abdomen
: tidak kembung, tidak ada nyeri tekan
Genetalia
: vulva tampak kemerahan, terdapat pengeluaran flour albus warna ....., bau.....
Ekstermitas
:
Atas
: simetris, tidak oedem, refleks trisep dan bisep positif, CRT