Air Pendingin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Air Pendingin Sistem pendinginan adalah suatu rangkaian untuk mengatasi terjadinya over heating (panas yang berlebihan) pada mesin agar mesin bisa bekerja secara stabil. Air pendingin adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk penghilangan panas dan tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk akhir (KEP-49/MENLH/11/2010). Sistem air pendingin merupakan bagian yang terintegrasi dari proses operasi pada industri. Untuk produktifitas pabrik yang kontinu, sistem tersebut memerlukan pengolahan kimia yang tepat, tindakan pencegahan, dan perawatan yang baik. Kebanyakan proses produksi pada industri memerlukan air pendingin untuk efisiensi dan operasi yang baik. Air pendingin sistem mengontrol suhu dan tekanan dengan cara memindahkan panas dari fluida proses ke air pendingin yang kemudian akan membawa panasnya. Total nilai dari proses produksi akan menjadi berarti jika sistem pendingin ini dapat menjaga suhu dan tekanan proses dengan baik. Memonitor & mengatur korosi, deposisi, pertumbuhan mikroba, dan sistem operasi sangat penting untuk mencapai Total Cost of Operation (TCO) yang optimal. Air pendingin mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap efisiensi total engine serta umur engine. Apabila temperatur air pendingin masuk engine terlalu tinggi, maka efisiensi mekanis engine akan menurun dan dikhawatirkan dapat terjadi over - heatingi pada engine. Sedang bila temperatur air terlalu rendah, maka efisiensi termal akan menurun (Handoyo, 1999). Proses pendinginan melibatkan pemindahan panas dari satu substansi ke substansi yang lain. Substansi yang kehilangan panas disebut cooled, dan yang menerima panas disebut coolant. Beberapa faktor yang membuat air menjadi coolant yang baik adalah : 1. Sangar berlimpah dan tidak mahal. 2. Dapat ditangani dengan mudah dan aman digunakan. 3. Dapat membawa panas per unit volume dalam jumlah yang besar. 4. Tidak mengembang ataupun menyusut (volumenya) pada perubahan suhu dalam range normal. 5. Tidak terdekomposisi. Beberapa parameter penting dalam sistem air pendingin : 1. Konduktivitas mengindikasikan jumlah dissolved mineral dalam air. 2. pH, menunjukkan indikasi dari tingkat keasaman atau kebasaan dari air. 3. Alkalinitas, berupa ion carbonate (CO3-2) dan ion bicarbonate (HCO3-).



4. Hardness / kesadahan, menunjukkan jumlah ion calcium dan magnesium yang ada dalam air. Pada umumnya air digunakan sebagai media pendingin karena faktor-faktor sebagai berikut: 1. Air merupakan malcri yang dapat diperoleh dalam jumlah besar. 2. Mudah dalam pcngaturan dan pengolahan. 3. Menyerap panas yang relatif tinggi persatuan volume. 4. Tidak mudah menyusut secara berarti dalam batasan dengan adanya perubahan temperatur pendingin. 5. Tidak terdekomposisi. Adapun syarat-syarat air yang digunakan sebagai media pendingin: 1. Jernih, maksudnya air harus bersih, tidak terdapat partikel-parlikel kasar yaitu batu, krikil atau partikel-partikel halus seperti pasir, tanah dan lumut yang dapat menyebabkan air kotor. 2. Tidak menyebabkan korosi. 3. Tidak menyebabkan fouling, fouling disebabkan oleh kotoran yang terikut saat air masuk unit pengolahan air seperti pasir, mikroba dan zat-zat organik. Berikut ini adalah standar industri terhadap air pendingin yang digunakan: No.



Jenis Air Limbah



Parameter



Residu Klorin 1.



Air Pendingin



Karbon Organik Total



Kadar Maksimum (mg/L) 2



5



Metode Pengukuran Standard Method 4500Cl SNI-06-6989.28-2005 atau APHA 5310



Tabel 1.1: Standar Industri Terhadap Air Pendingin (KEP-49/MENLH/11/2010)



Secara umum, industri menerapkan parameter air pendingin ialah sebagai berikut:



Tabel 1.2: Parameter Air Pendingin (Setiadi, 2007)



Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu : 1. Once through.system 2. Open evaporative recirculating. 3. Closed non-evaporative recirculating.



Jenis Sistem Air Pendingin 1. Once through systems Air pendingindigunakan sebagai pendingin pada heat exchanger hanya dilewatkan sekali, selanjutnya langsung dikembalikan lagi ke badan air. Once through systems digunakan bilamana kebutuhan air pendingin sangat banyak, ketersediaan sumber air banyak dan murah serta memiliki fasilitas untuk menangani buangan air panas dari air pendingin yang sudah digunakan. Once through system dimana air pendingin akan melewati HE hanya sekali. Mineral-mineral dalam air akan relatif tetap jumlahnya, tidak berubah. Polusi suhu yang disebabkan discharge dari sistem ini menjadi perhatian lingkungan. Keuntungan menggunakan Once through systems : a. Tidak diperlukan cooling tower b. Tidak diperlukan pengolan / treatment pendahuluan Kerugian menggunakan once through systems : a. Korosi



b. Fouling c. Sampah dan kotoran d. Polusi / pencemaran temperatur di badan air



Gambar 1.1: Once through.system (Gumilar, 2011)



2. Open Evaporative Recirculating Systems Air tawar yang berasal dari sungai atau danau dipompakan sebagai make-up cooling tower setelah sebelumnya dilakukan treatment (sedimentasi dan koagulasi) terlebih dahulu. Air tersebut digunakan untuk mendinginkan proses-proses di dalam pabrik. Air pendingin yang telah panas kemudian didinginkan di cooling tower untuk kemudian disirkulasikan kembali ke dalam pabrik. Untuk menjaga kualitas air, misalnya agar tidak terdapat algae/bacteria dan pengendapan (scaling), maka perlu diinjeksikan beberapa jenis chemicals tertentu. Kualitas air juga dijaga melalui mekanisme make-up dan blow-down. Sistem ini banyak digunakan oleh pabrik yang berada dekat dengan sumber air tawar atau jauh dari laut. Spesifikasi material untuk peralatan yang menggunakan air tawar tidak perlu sebagus peralatan yang menggunakan air laut, karena air tawar lebih tidak korosif dibandingkan dengan air laut. Open recirculating system banyak digunakan dalam industri. Sistem ini terdiri dari pompa, HE, dan cooling tower. Pompa akan meresirkulasikan air melalui HE, mengambil panasnya, lalu membuangnya di cooling tower dimana panas tersebut akan dibuang dari air dengan cara evaporasi. Dalam sistem ini, chemical akan lebih banyak digunakan karena komposisi air akan berubah saat evaporasi berlangsung, dimana konstituen korosi dan scaling akan lebih pekat (Gumilar, 2011). Air pendingin teruapkan sekitar 1% water. Kehilangan air akibat penguapan ini harus dikompensasi oleh make up air pendingin. Keungtungan menggunakan Open evaporative recirculating systems : a. Jumlah kebutuhan air medikit (make up);



b. Memungkinkan untuk mengontrol korosi Kerugian menggunakan Open evaporative recirculating systems : a. Investasi (capital cost) lebih tinggi daripada once through; b. Memerlukan cooling tower yang cukup besar; c. System purge dan blowdown kemungkinan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan



Gambar 1.2: Open evaporative recirculating systems (Gumilar, 2011)



3. Closed Nonevaporative Recirculating Systems Air tawar pendingin digunakan untuk mendinginkan proses-proses didalam pabrik. Air tawar pendingin yang telah panas didinginkan kembali di suatu “secondary cooler” (biasanya plate heat exchanger) untuk selanjutnya disirkulasikan kembali secara tertutup kedalam pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan “secondary cooler” dengan cara hanya sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang lagi ke laut. Closed Nonevaporative Recirculating Systems yang menggunakan air pendingin yang sama dan disirkulasikan berulang kali dalam siklus yang kontinu. Pada sistem ini, komposisi air juga relatif konstan. Air pendingin didinginkan pada secondary heat exchanger. Tidak ada kehilangan akibat penguapan juga tidak ada pengembalian. Keungtungan menggunakan Closed nonevaporative recirculating systems : a.



Air pendinginyang kembali relatif bersih



b.



Temperatur air pendingin memungkinkan lebih tinggi dari 100oC



Kerugian menggunakan Closed nonevaporative recirculating systems : a.



Investasi / capital cost sangat tinggi



b.



Dibatasi oleh equipment secondary heat exchanger



Gambar 1.3: Closed nonevaporative recirculating systems (Gumilar, 2011)



Komponen Sistem Air Pendingin 1. Komponen Sistem Air Pendingin Utama Sistem air pendingin utama meliputi kondensor, pompa air pendingin utama, dan cooling tower. Sistem ini mempertahankan vakum pada sisi pembuangan turbin dengan mengalirkan air pendingin yang cukup untuk mengkondensasikan uap pembuangan turbin. a. Kondensor Fungsi Kondensor adalah untuk mendinginkan (mengkondensasikan) uap bekas dari turbin dengan cara menyemprotkan air pendingin utama melalui noozle-noozle langsung bersingggungan dengan uap bekas sehingga terjadi perubahan phase dari uap menjadi air.Parameter yang dipantau adalah tekanan condensor, level condensor, hot well temperatur dan ekhaust turbin. Pada kondensor terdapat vacuum breaker yang berfungsi untuk mengisolasi tekanan udara luar dengan tekanan dalam ruangan kondensor sehingga kevakuman kondensor dapat dipertahankan, alat ini akan terus dibuka selama kondensor belum vakum, dan akan ditutup



ketika kondensor vakum. Vacuum breaker digunakan untuk membuat kevakuman kondensor sebelum dilakukan rolling turbin. b. Main cooling water Pump Main cooling water pump (MCWP) adalah pompa pendingin utama yang berfungsi untuk memompakan air kondensat dari kondensor ke hot water basin cooling tower untuk kemudian didinginkan. Parameter yang dipantau adalah tekanan masuk/keluar pompa, arus dan tegangan motor, temperatur bearing, vibrasi motor dan flow air condensat. c. Cooling Tower Menara pendingin (Cooling tower) merupakan alat yang digunakan untuk menembalikan panas ke atmosfer dengan cara mengekstraksi panas dari air dan mengemisikannya ke atmosfir. Menara pendingin menggunakan penguapan dimana sebagian air diuapkan ke aliran udara yang bergerak dan kemudian dibuang ke atmosfir. Fakta bahwa air membutuhkan biaya yang rendah, mudah didapatkan dan merupakan media yang efektif yang digunakan sebagai penukar panas (Keister, 2008). Air yang dipompakan dari kondensor didistribusikan kedalam bak (Hot Water Basin) yang terdapat di bagian atas cooling tower. Bak tesebut juga dilengkapi dengan noozle yang berfungsi utuk memancarkan air sehingga menjadi butiran butiran kecil dan didinginkan dengan cara kontak langsung dengan udara pendingin. Setelah terjadi proses pendinginan air menuju bak penampung (Cool Water Basin) dan seterusnya dialirkan ke kondensor yang sebelumnya melewati 4 buah screen untuk menyaring kotoran-kotoran yang terdapat dalam air.



Komponen Sistem Air Pendingin Bantu 



Komponen Sistem Primary Intercooler



a. Inter Condenser and After Condensor Inter condensor and after condensor berfungsi untuk mengkondensasikan NCG (Not condensable gases) yang tidak dapat terkondensasi pada kondensor, gas tersebut dihisap oleh steam ejector tingkat pertama untuk diteruskan ke inter condensor. Gas-gas yang tidak dapat dikondensasi pada inter condenser dihisap oleh Liquid Ring Vacuum Pump (LRVP) atau steam ejector tingkat 2 untuk diteruskan ke after condenser. Air hasil



kondensasi NCG dikembalikan ke kondensor, sedangkan sisa gas yang tidak dapat dikondensasikan di buang ke udara. b. Intercooler Intercooler berfungsi sebagai alat penukar panas antara air pendingin primer dengan air pendingin sekunder. Pada intercooler air pendingin primer dialirkan untuk mendinginkan air pendingin sekundary. c. Primary Intercooler Pump (Pompa Pendingin Primer) Primary intercooler pump adalah pompa pendingin primary, berfungsi untuk memompa air pendingin primary dari cold basin cooling tower yang masuk ke intercooler, inter condensor, after condensor, dan perapat poros MCWP. d. Secondary Intercooler Secondary intercooler adalah pendingin sekundary, berfungsi untuk mendinginkan instalasi/peralatan minyak pelumas, udara pendingin generator, dan udara kompresor. e. Treated Water Transfer Pump Treated water transfer pump berfungsi untuk memompa air dari water storage menuju water header tank. Air pada tangki ini digunakan sebagai air secondary intercooler. Treated water transfer pump terdiri dari dua buah yaitu pompa A/B, hal itu bertujuan agar pompa yang satu bisa terus beroperasi ketika pompa lainya dilakukan pemeliharaan. f. Lube Oil Cooler Lube oil cooler adalah pendingin minyak pelumas setelah melumasi bearing turbin dan generator, berfungsi untuk menjaga tingkat kekentalan minyak pelumas agar viskositas minyak pelumas tetap sesuai standar. Prinsip kerjanya adalah memindahkan panas dari minyak pelumas ke air pendingin . g. Generator air Cooler Generator air cooler adalah pendingin udara generator, berfungsi untuk menjaga temperature udara di dalam generator agar sesuai dengan batasan operasi, prinsip kerjanya adalah memindahkan panas dari udara yang keluar generator ke air pendingin sekundary. h. Compressor Air Cooler Compressor air cooler adalah pendingin udara kompresor, berfungsi untuk menjaga temperature udara di dalam kompresor agar sesuai dengan batasan operasi, prinsip kerjanya adalah memindahkan panas dari udara yang keluar kompresor ke air pendingin.



i.



Secondary Intercooler Pump (Pompa Pendingin Sekundary)



Secondary intercooler pump adalah pompa pendingin sekundary, berfungsi untuk memompa air pendingin sekundary dari intercooler ke instalasi/peralatan minyak pelumas, udara pendingin generator, dan udara kompresor (Roepandi, 2008).



Masalah dalam Air Pendingin Permasalahan pada air pendingin, apabila tidak dikontrol dengan baik, akan menimbulkan efek negatif pada keseluruhan proses atau operasi. Contohnya meningkatkan biaya perawatan, perbaikan peralatan, frekuensi shutdown lebih sering (untuk cleaning), mengurangi efisiensi transfer panas, menimbulkan pemborosan bahan bakar untuk power plant, dan lain-lain. Beberapa permasalahan umum pada air pendingin, adalah sebagai berikut: 1.



Korosi Korosi adalah proses elektrokimia dimana logam kembali ke bentuk alaminya sebagai



oksida. Beberapa tipe korosi yang sering terjadi antara lain general attack, pitting, dan galvanic attack. Kerugian yang ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin adalah penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan. Kontaminasi produk yang diinginkan karena adanya kebocorankebocoran, dan menurunnya efisiensi perpindahan panas. General attack terjadi apabila korosi yang muncul terdistribusi merata dan sama di semua permukaan logam. Sedangkan pitting terjadi ketika hanya sebagian kecil dari logam yang mengalami korosi. Walaupun begitu, pitting sangat berbahaya karena hanya terpusat di sebagian area saja. Galvanic attack terjadi ketika dua logam yang berbeda berkontak. Logam yang lebih aktif akan terkorosi secara cepat. Faktor utama yang mempangaruhi terjadinya korosi adalah kondisi air pendingin itu sendiri. Beberapa kondisi tersebut antara lain : 1. Oksigen atau dissolved gas yang lain. 2. Dissolved dan suspended solid. 3. Alkalinitas (pH). 4. Suhu. 5. Aktifitas mikroba. Metode yang digunakan untuk mencegah / meminimalisir korosi antara lain : 1.



Memililih material anti korosi saat mendesain proses.



2.



Menggunakan protective coatings seperti cat, metal plating, tar, atau plastik.



3.



Melindungi dari substansi yang bersifat katiodik, menggunakan anoda dan atau yang lain.



4.



Menambahkan corrosion inhibitor (anodic : molybdate, orthophosphate, nitrate, silicate – katiodik : PSO, bicarbonate, polyphosphate, zinc – general : soluble oils, triazoles copper).



2. Scale Scale adalah lapisan padat dari material inorganik yang terbentuk karena pengendapan. Beberapa scale yang sering terjadi berupa calcium carbonat, calcium phosphate, magnesium silicate, dan silica. 3.



Fouling Fouling adalah akumulasi dari material solid yang berbeda dari scale. Fouling dapat



dikendalikan secara mekanikal atau dengan menggunakan pengolahan kimia. Pengendalian fouling pada cooling system melibatkan 3 hal : 1.



Prevention – Pendekatan terbaik adalah mencegah foulant memasuki cooling system. Pendekatan ini juga termasuk perlakuan mekanik ataupun chemical untuk clarify makeup water.



2.



Reduction – Menghilangkan atau mengurangi jumlah foulant yang tidak dapat dicegah memasuki sistem. Pendekatan ini melibatkan sidestream filtering atau dapat juga melakukan pembersihan basin tower secara perodik.



3.



Ongoing Control – Menambahkan chemical dispersants atau back flushing exchangers.



4. Biological Contamination Biological contamination adalah pertumbuhan tidak terkontrol dari mikroba yang dapat menimbulkan pembentukan deposit, fouling, corrosion, dan scale. Menara pendingin (cooling tower) merupakan bagian dari sistem air pendingin yang memberikan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma. Algae dapat berkembang dengan baik pada bagian yang cukup mendapat sinar matahari, sedangkan "lendir" (slime) dapat berkembang pada hampir di seluruh bagian dari sistem air pendingin ini. Mikroorganisma yang tumbuh dan berkembang tersebut merupakan deposit (foul) yang dapat mengakibatkan korosi lokal, penyumbatan dan penurunan efisiensi perpindahan panas. Penggunaan air yang memenuhi persyaratan dapat mencegah timbulnya masalah-masalah dalam sistem air pendingin. Persyaratan bagi air yang dipergunakan sebagai air pendingin tidak seketat persyaratan untuk umpan ketel.



Slime mikrobial, seperti fouling pada umumnya, mengurangi efisiensi transfer panas. Terlebih lagi, slime mikrobial lebih bersifat insulator dari deposit pada umumnya. Slime dapat menjerat deposit lain, membuat permasalahan menjadi lebih buruk. Mikroba dapat masuk melalui makeup water, atau bisa juga melalui udara yang masuk ke cooling tower. Faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba antara lain : 1. Nutrien, hidrokarbon atau substansi organik lainnya sbg makanan dari mikroba. 2. Atmosfir, pertumbuhan organisme bergantung pada ketersediaan oksigen atau karbondioksida. 3. Temperatur, organisme dapat membentuk slime dapat membentuk slime pada suhu 4,4 – 65,6 C. Tiga golongan kimia yang umum digunakan untuk mengontrol mikroba adalah biosida oksidasi, biosida non-oksidasi, dan biodispersan. Biosida oksidasi berperan mengoksidasi sel-sel penting pada mikroba sehingga mikroba tersebut akan mati. Contoh dari biosida oksidasi ini, seperti yang telah disebutkan di atas, adalah chlorine dan bromine. Biosida non-oksidasi adalah senyawa organik yang bereaksi dengan sel-sel spesifik pada mikroba, yang secara langsung akan menghancurkan sel-sel tersebut. Sedangkan untuk biodispersan tidak mematikan mikroba. Biodispersan hanya mengurangi deposit microbial, yang akan terlepas dari permukaan logam, dan kemudian dibuang (Setiadi, 2007).



Cara Pengendalian Air Pendingin 1.



Pengendalian Pembentukan Kerak



Pembentukan kerak dipengaruhi oleh jumlah padatan terlarut yang ada di air. CaCO3 merupakan kerak yang sering ditemui pada sistem air pendingin dan terbentuk jika kadar Ca dan alkalinitas air terlalu tinggi. Pengendalian gangguan ini dimaksudkan untuk mencegah pembentukan kerak CaCO3 dengan menjaga agar kadar Ca dan alkalinitas dalam air sirkulasi cukup rendah, dan mencegah pengendapan kerak pada permukaan logam. Untuk maksud pertama dapat ditempuh dua cara, yaitu : 1. Menurunkan siklus konsentrasi air yang bersirkulasi atau 2. Menambah asam, misalnya H2SO4, agar pH air di bawah 7. Dapat digunakan inhibitor kerak



berupa bahan kimia seperti polifosfat, fosfonat, ester fosfonat dan poliacrylat.



2.



Pengendalian Korosi



Pengendalian korosi dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat). Inhibitor yang umum dipakai adalah polifosfat, kromat, dikromat, silikat, nitrat ferrosianida dan molibdat. Dosis inhibitor yang digunakan harus tepat, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif setelah kadarnya mencapai harga tertentu. Kadar minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja secara efektif disebut batas kritis. Pemakaian inhibitor yang melebihi batas kritis akan menambah biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun dibawah batas kritis, bukan saja menjadi tidak efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting (Setiadi, 2007).



3. Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi Pembentukan fouling yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dicegah atau dikendalikan menggunakan klorin, klorofenol, garam organometal, ammonium kuartener, dan berbagai jenis mikrobiosida (biosida). Klorin merupakan chemicals yang paling banyak dipakai. Dosis pemakaian klorin yang efektif adalah sebesar 0,3 sampai 1,0 ppm. Pengolahan yang tepat diperoleh secara percobaan, karena penggunaan beberapa biosida secara bersama-sama kadang-kadang memberikan hasil yang lebih baik dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan bersama klorin. Padatan tersuspensi dalam air merupakan masalah yang cukup serius. Padatan tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu terhadap sebagian air yang disirkulasi.



4.



Penanganan Masalah Lumut/ Mikroorganisme Cara mengatasi tumbuhnya lumut dan mikroorganisme pada pendingin sekunder adalah



sebagai berikut: 1. Pencegahan kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi pada air pendingin. Untuk mencegah agar sekecil mungkin kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi yang berasal dari air makeup, dilakukan pra-pengolahan seperti penyaringan. 2. Pemakaian bahan pengontrol lumut. Fungsi dari bahan pengontrol lumut diklasifikasikan atas sterilisasi. Karena setiap bahan pengontrol lumut mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, maka apabila penanggulangan lumut dilakukan, kondisi deposit lumut harus dipelajari supaya dapat memilih bahan kimia yang sesuai.



3. Sterilisasi adalah suatu perawatan untuk merendahkan potensi pelekatan mikroorganisme dalam sistem air pendingin dengan jalan pembunuhan mikroorganisme. Bahan kimia yang mempunyai efek sterilisasi adalah senyawa klor, senyawa organik, nitrogen-sulfur dan lainlain. Mekanisme kerja bahan-bahan kimia ini diperkirakan sebagai berikut: Bahan kimia ini mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap radikal SH sistein (komponen protein dalam mikroorganisme), dan membunuh mikroorganisme dengan jalan melumpuhkan enzim (bagian yang aktif) radikal SH, atau membunuh mikroorganisme dengan daya oksidasi dari bahan kimia tersebut. Secara umum, klorinasi digunakan untuk sterilisasi karena efektif dan murah. Namun, karena klor bersifat korosif terhadap metal, maka konsentrasi sisa klor (residual chlorine) dalam air pendingin harus dikontrol meksimum 1 ppm (Cl2). 4. Peredaman pertumbuhan mikroorganisme . Ini adalah perawatan dengan menurunkan kecepatan pertumbuhan lumut dengan jalan meredam pertumbuhan mikroorganisme dalam sistem pendingin air sekunder. Mekanisme kerja bahan kimia yang digunakan hampir sama dengan mekanisme kerja biocide-boicide lainnya, hanya penggunaannya yang berbeda. Pada perawatan ini perlu dipertahankan pemakaian bahan kimia secara kontinu / dalam waktu relatif lama walaupun konsentrasi kecil. Sedangkan biocide lainnya adalah sebaliknya. Bahan kimia yang cocok untuk perawatan secara biostatik adalah senyawa organik nitrogen-sulfur dan senyawa-senyawa amina. 5. Pencegahan pelekatan: getah lendir yang diproduksi mikroorganisme bertalian dengan pelekatan mikroorganisme pada permukaan padatan. Dalam pencegahan pelekatan lumut, bahan kimia bereaksi dengan getah lendir dan kemudian menetralisasinya, sehingga daya pelekatan mikroorganisme diturunkan atau dilemahkan. Bahan kimia yang mempunyai efek seperti ini adalah senyawa garam ammonium kwartener, senyawa bromine dan lain-lain. 6. Pengikisan lumut: perawatan ini adalah mengikis lumut yang melekat pada system pendingin dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang mempunyai efek mengikis adalah senyawa klor, peroksida, senyawa amina dan lainlain. Mekanisme kerja bahan-bahan kimia ini menurunkan daya pelekatan lumut dengan jalan denaturasi getah lendir dan membentuk gelembunggelembung, akibat reaksi bahan kimia dengan lumut, sehingga lumut secara alami terkikis. Dengan demikian setelah penambahan bahan kimia, dengan menaikkan kecepatan aliran air akan meningkatkan efek pengikisan.



7. Pendispersi lumpur: padatan tersuspensi dalam air akan menjadi gumpalan (flocs) akibat aktivitas mikroorganisme dan terakumulasi sebagai lumpur. Pengolahan dispersi lumpur bukan hanya meredam pembentukan gumpalan tetapi juga mendispersi gumpalan yang telah terbentuk. Padatan tersuspensi yang terdispesi dibuang keluar melalui air blowdown sehingga volume akumulasi lumpur dikurangi. Bahan kimia untuk pencegahan pelekatan lumut dan pengikisan lumut juga digunakan untuk pendispersi lumut dan untuk bioflokulasi (penggumpalan akibat mikrobiologi) padatan tersuspensi. Juga polielektrolit atau polimer digunakan untuk pendispersi anorganik padatan tersuspensi atau peredaman penggumpalan padatan tersuspensi. 8. Penyaringan pembantu merupakan suatu pengolahan untuk menurunkan akumulasi lumpur dan pelekatan lumut yaitu dengan jalan penyaringan sebagian air pendingin yang disirkulasikan untuk membuang padatan tersuspensi (Lestari, 2010).



5.



Pengendalian Scale Scale dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu :



1. Membatasi konsentrasi dari mineral-mineral pembentuk scale. 2. Menambahkan asam untuk menjaga agar mineral pembentuk scale (contoh : calcium carbonate) tetap larut. 3. Meningkatkan aliran air dengan luas permukaan yang besar. 4. Menambahkan bahan kimia anti scale.



DAFTAR PUSTAKA Gumilar, Arie. 2011. Sistem air Pendingin. Jakarta: STE.



Handoyo, Ekadewi. 1999. Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller. Surabaya: Universitas Eka Petra. Lestari, Erlina. 2010. Pengaruh Bioksida Pengoksidasi Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme Pada Air Pendingin Sekunder RSG-GAS. Banten: ISSN 1978-8738. Roepandi, Opan.2008. Pengoperasian Sistem Air Pendingin. Surabaya: PT. Indonesia Power. Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung:ITB.