Airway MAnagemen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.1. Manajemen Jalan Napas 2.2.1.



Pengertian Airway Management Airway management merupakan tindakan yang dilakukan untuk



membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal dengan tujuan membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh. Pertama kali yang harus kita lakukan adalah pemeriksaan jalan napas dengan 3 cara : A. Lihat (Look) : gerakan nafas (simetris/tidak), pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna kulit dan kesadaran B. Dengar (Listen) : ada atau tidak suara nafas tambahan C. Rasa (Feel) : Rasakan adanya aliran udara yang keluar melalui mulut atau hidung menggunakan pipi penolong



Gambar 2.6 Memeriksa Jalan Nafas



2.2.2.



Tanda – Tanda Obstruksi Jalan Napas



a. Adanya suara nafas tambahan : 



Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring







Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing







Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)



1







Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring







Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas



b. Napas cuping hidung (Flaring of the nostrils) c. Retraksi trakea d. Retraksi thoraks e. Tak terasa udara ekspirasi



2.2.3.



Teknik – Teknik Mempertahankan Jalan Napas



A. Manual (Tanpa Alat ) Triple Airway Manuevers : 



Head tilt : Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan sambil mendorong ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil memberikan inflasi bertekanan positif secara intermitten.







Chin lift : jari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang kemudian dagu secara hati-hati diangkat ke atas







Jaw trust : penolong berada di sebelah atas kepala pasien, kedua tangan pada mandibular, jari kelingking dan jari manis kanan kiri berada pada angulus mandibular, jari tengah dan telunjuk kanan kiri berada pada ramus mandibular, ibu jari kanan kiri berada pada mentum mandibular. Kemudian diangkat ke atas



2



Gambar 2.7 Triple Airway Manuevers



B. Dengan Alat Sederhana 



Orofaringeal Airway Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras. Indikasi : untuk membebaskan jalan napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah. Teknik : Pilih ukuran OPA yang sesuai dengan pasien dengan menyesuaikan ukuran pipa dari tragus sampe ke sudut bibir. Masukkan pipa ke rongga mulut dengan tangan kanan, bagian yang melengkung menghadap ke atas. Setelah ujung pipa menyentuh palatum durum, putar pipa 180 derajat lalu dorong. Lakukan fiksasi dengan plester. Bahaya OPA : Pemasangan yg tdk tepat dpt mendorong lidah ke belakang, bila ukuran terlampau panjang, epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis, sehingga jalan nafas tersumbat selain itu alat ini tidak boleh digunakan pd korban dmn refleks faring masih ada karena dpt mengebabkan muntah dan spasme laring.



Gambar 2.8 Pemasangan OPA



3







Nasofaringeal Airway Berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon. Teknik : Pilih ukuran NPA yang sesuai dengan menyesuaikan ukuran pipa dari lubang hidung sampai tragus. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly. Masukkan pipa dengan tangan kanan, bagian yang lengkung menghadap ke arah mulut, masukkan perlahan sampai batas pangkal pipa. Bahaya NPA : Jika ukuran terlalu panjang dpt masuk ke esopagus dg segala akibatnya, alat ini dpt merangsang muntah dan spasme laring serta dapat menyebabkan perdarahan karena kerusakan mukosa akibat pemasangan, oleh sebab itu alat pengisap harus selalu siap saat pemasangan.



Gambar 2.9 Pemasangan Nasofaringeal Airway 



Sungkup Muka (Face Mask) Sungkup muka (Face mask) mengantar udara/gas anastesi dari alat resusitasi atau sistem anastesi ke jalan napas pasien , bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam bergantung usia dan pembuatannya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir 02,01,1 untuk anak kecil 2,3 untuk anak besar dan 4,5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka



4



dari bahan transparan supaya udara ekspirasi kelihatan atau kalau ada muntahan atau bibir terjepit kelihatan



Gambar 2.10 Face Mask Dewasa



C. Dengan Alat Kompleks  Sungkup Laring Sungkup laring (Laryngeal mask airway) ialah alat berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seerti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Dikenal 2 macam sungkup laring : 1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas 2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujung distanya berhubungan dengan esophagus. Teknik : Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Alat ini dibuat dengan tujuan supaya dapat langsung dipasang tanpa bantuan alat dan digunakan jika intubasi trakea sulit dilakukan. Pemasangan hendaknya menunggu anastesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat terpasang, untuk mnghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring (OPA).



5



Gambar 2.11 Pemasangan LMA  Pipa Trakea Alat ini menghantarkan gas anastetik langsung kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat,sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa kaf (cuff) dan untuk anak besardewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat resiko tahanan napas lebih besar.Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).  Laringoskopi dan Intubasi



6



Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Intubasi trakea ialah tidakan memasukkan pipa trakea kedalam trakea mealalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Ada dua macam



laringoskop:



1. Bilah, daun (blade) lurus (macintosh) untuk bayi-anak-dewasa. 2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa. Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai. Indikasi Intubasi Trakea: ⁻



Menjaga



patensi



jalan



napas



oleh



sebab



apapun.



Kelainan



anatomi,bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekeret jalan napas. ⁻



Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang







Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Kesulitan Intubasi:







Leher pendek berotot







Mandibular menonjol







Maksila / gigi depan menonjol







Uvula tak terlihat







Gerak sendi temporo-mandibular terbatas







Gerak vertebra servikal terbatas Komplikasi Intubasi :



a. Selama intubasi : 



Trauma gigi-geligi







Laserasi bibir, gusi, laring







Merangsang saraf simpatis (hiperekstensi-takikardi)







Intubasi bronkus







Intubasi esophagus



7







Aspirasi







Spasme bronkus



b. Setelah ekstubasi : 



Spasme laring







Aspirasi







Gangguan fonasi







Edema glottis-subglotis







Infeksi laring, faring, trakea



D. Kriko-Tiroidotomi (Airway Surgical) Kriko-Tiroidotomi dilakukan apabila intubasi trakea tidak berhasil. Kriko-Tiroidotomi merupakan tindakan operatif yang dilakukan oleh dokter dengan cara menusukkan jarum (needle-cricothyroidotomy) pada membran krikotiroidea yang terletak diantara kartilago tiroid dan kartilago krikoid



Gambar 2.12 Kriko-Tiroidotomi BAB 3 KESIMPULAN



Dalam perkembangannya, American Heart Association telah membuat beberapa perubahan dalam panduan RJP, yang terdapat dalam American Heart Association (AHA) Guidelines for CPR and ECC 2015. Beberapa hal diantaranya yaitu dengan merubah urutan A-B-C menjadi CA-B. Dengan merubah urutan tersebut maka RJP menjadi lebih mudah



8



dilakukan oleh penolong yang tidak terlatih, karena membebaskan jalan nafas



dan



memberikan



nafas



buatan



membutuhkan



teknik



dan



pengalaman, serta menghabiskan banyak waktu. Panduan RJP yang terbaru ini juga menekankan pada pemberian RJP yang berkualitas tinggi, dengan kecepatan kompresi paling sedikit 100120 x/menit dan kedalamannya paling sedikit 2 inchi (5cm) pada dewasa dan anak-anak, serta 1,5 inchi (4cm) pada bayi. AHA juga menyarankan pemberian RJP hanya dengan tangan (hands only CPR) atau RJP tanpa ventilasi dengan maksud untuk memudahkan penolong yang tidak terlatih dalam menyelamatkan penderita henti jantung. Dengan adanya pedoman resusitasi jantung paru terbaru ini, diharapkan dapat meningkatkan angka harapan hidup pada korban dengan henti jantung. Selain itu, pedoman ini juga lebih praktis dan relative mudah untuk dipahami dan dilakukan sehingga dapat diajarkan kepada masyarakat awam sekalipun. Semakin banyak orang yang memahami dan mampu untuk melakukan resusitasi, maka semakin banyak pula korban henti jantung yang dapat terselamatkan. Setiap sistem, baik di rumah sakit atau di luar rumah sakit, harus menilai kinerja dan menerapkan strategi untuk meningkatkan perawatan dalam kasus-kasus serangan jantung.Resusitasi yang berhasil setelah terjadinya henti jantung membutuhkan gabungan dari tindakan yang terkoordinasi yang meliputi pengenalan segera henti jantung dan aktivasiemergency response system, RJP awal dengan menekankan pada kompresi dada, defibrilasi yang cepat, advanced life support yang efektif, perawatan post-cardiac arrest yang terintegrasi. Dengan melakukan rangkaian tindakan tersebut secara benar, potensi dariChain of Survival dapat dicapai secara penuh sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.



9



DAFTAR PUSTAKA American Heart Association, 2015. Highlights of the 2015 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Guidelines CPR and ECC 2015, Bingham, Robert M.; Proctor, Lester T. 2008. Airway Management. Pediatric Clinics



of



North



America. 55 (4):



873–886.



Diakses



dari



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18675024 Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009.Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk PraktisAnestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI Ollerton, JE. 2007. Adult Trauma Clinical Practice Guidelines, Emergency Airway Management in the Trauma Patient. NSW Institute of Trauma and Injury Management. Diunduh dari http://www.itim.nsw.gov.au Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: FK UI. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. 2007. Trauma Emergency Resuscitation Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1. New York: Informa Health Care.



10