4 0 534 KB
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 1
Lainnya Blog Berikut»
Buat Blog Masuk
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG) EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL
77,277 DOKUMEN GEREJA KATOLIK SKEMA ISI ASG RINGKASAN ASG BUKU RESMI DARI VATIKAN
ANJURAN APOSTOLIK PAUS PAULUS VI
Maret (13)
“EVANGELII NUNTIANDI” (MEWARTAKAN INJIL) TENTANG PEWARTAAN INJIL DALAM DUNIA MODERN KEPADA PARA USKUP, IMAMIMAM DAN UMAT BERIMAN SELURUH GEREJA KATOLIK SaudaraSaudara yang terhormat, PuteraPuteri yang terkasih, Salam dan berkat apostolik. MEWARTAKAN INJIL: TUGAS GEREJA 1. Pantang diragukan: usaha MEWARTAKAN INJIL kepada orangorang zaman sekarang, yang diteguhkan oleh harapan tetapi sekaligus sering ditimpa oleh rasa takut dan gelisah, merupakan pelayanan kepada jemaat Kristiani maupun seluruh umat manusia. Oleh karena itu tugas meneguhkan saudarasaudaritugas yang beserta jabatan pengganti Petrus[1], kami terima dari Tuhan, dan yang bagi kami merupakan ”urusan seharihari” [2], program hidup dan kegiatan, serta komitmen mendasar jabatan kepausan kamibagi kami nampak makin luhur dan perlu, kalau pokoknya ialah mendorong saudarasaudari dalam misi mereka selaku pewarta Injil, supayadi masa ketidakpastian dan kekaburan inimereka menunaikan tugas itu dengan cintakasih, semangat dan kegembiraan yang makin besar. 2. Justru itulah yang hendak kami lakukan di sini, menjelang akhir Tahun Suci ini. Selama tahun ini Gereja, yang ”berusaha mewartakan Injil kepada semua orang” [3], mempunyai maksud satusatunya untuk menjalankan tugasnya sebagai duta warta gembira tentang Yesus Kristus. Warta gembira itu disiarkan berdasarkan dua perintah yang mendasar: ”Kenakanlah manusia baru” [4]dan ”Berilah dirimu didamaikan dengan Allah” [5]. Kami hendak menjalankan itu pada ulang tahun kesepuluh penutupan Konsili vatikan II, yang tujuannya secara definitif dirangkum dalam satu pokok ini: menjadikan Gereja abad keXX makin cakap mewartakan Injil kepada masyarakat abad keXX. Kami hendak melakukan itu satu tahun seusai sidang umum ketiga Sinode para Uskup, yang seperti diketahui diperuntukkan bagi pewartaan Injil. Dan kami makin bersedia menjalankannya, karena kami diminta oleh para Bapa Sinode sendiri. Memang menjelang akhir sidang yang layak dikenang itu para Bapa memutuskan untuk menyerahkan kepada gembala Gereja semesta, dengan kepercayaan yang besar dan kesederhanaan, buahhasil segala jerihpayah mereka. Mereka menyatakan, bahwa mereka mengharapkan dari padanya dorongan segar ke masa depan, yang mampu menciptakan periode baru pewartaan Injil[6] dalam Gereja, yang kian mantap lagi berakar pada kuasa dan kekuatan Pentekosta yang tak kenal binasa. 3. Sudah sering kali kami tekankan pentingnya tema pewartaan Injil, jauh sebelum Sinode diselenggarakan. Pada tgl 22 Juni 1973 kami sampaikan kepada Dewan para Kardinal:”Situasi masyarakat kita sekarang mewajibkan kita semua meninjau ulang metodemetode, menjalankan segala macam usaha untuk mempelajari: bagaimana amanat Kristiani dapat kita sampaikan, sehingga manusia modern dapat menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaannya serta kekuatan bagi komitmennya terhadap solidaritas manusiawi” [7]. Lalu kami tambahkan, bahwa untuk kita perhatikan, mutlak
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
1/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL perlulah bagi kita mengindahkan pusakawarisan iman, yang oleh Gereja wajib dipertahankan kejernihannya yang tak tercemarkan, dan disajikan kepada orangorang zaman kita, dengan cara yang sedapat mungkin mereka fahami dan meyakinkan. 4. Kesetiaan baik kepada amanat yang kita layani, maupun kepada umat yang harus menerima pewartaan amanat itu secara hidup dan utuh, merupakan poros pusat pewartaan Injil. Kesetiaan itu mengajukan tiga pertanyaan mendesak, yang terus menerus diperhatikan oleh Sinode tahun 1974: Zaman sekarang ini apa yang terjadi pada dayakekuatan terselubung warta gembira, yang mampu berdampak kuat atas hatinurani manusia? Seberapa jauh dan bagaimana kekuatan Injil mampu sungguh merombak masyarakat abad sekarang? Metodemetode manakah yang harus ditempuh, supaya kekuatan Injil dapat membuahkan hasil? Pada dasarnya pertanyaanpertanyaan itu menegaskan soal mendasar, yang sekarang ditujukan oleh Gereja kepada dirinya, dan dapat dirumuskan sebagai berikut: seusai Konsili dan berkat Konsili, masa yang oleh Allah dikurniakan kepadanya, pada titik balik sejarah ini, benarkah atau tidak Gereja merasa berbekal lebih baik untuk mewartakan Injil dan mencamkannya di hati orangorang secara meyakinkan, dengan kebebasan hati dan secara efektif? 5. Kita semua dapat memahami, betapa mendesak menanggapi masalah itu dengan tulus setia, rendah hati dan berani, dan bertindak sesuai dengannya. Karena ”keprihatinan kami terhadap semua jemaat” [8] kami ingin membantu Saudarasaudara danputeraputeri kami menjawab soalsoal itu. Katakata kami bersumber pada kekayaan Sinode dan dimaksudkan sebagai renungan tentang pewartaan Injil. Semoga berhasil mengajak segenap umat Allah yang terhimpun dalam Gereja untuk merenungkannya juga. Dan semoga memberi dorongan segar kepada tiap anggota, khususnya mereka yang ”dengan jerihpayah berkotbah dan mengajar” [9], sehingga mereka masingmasing ”berterus terang memberitakan amanat kebenaran itu” [10] serta berkarya sebagai pewarta Injil dan menunaikan pelayanannya dengan sempurna. Anjuran semacam itu bagi kami nampak sangat penting, sebab bagi Gereja penyajian amanat Injil bukan sumbangan atas pilihan sendiri. Pewartaan itu tugas Gereja atas perintah Tuhan Yesus, supaya umat dapat beriman dan diselamatkan. Amanat itu memang sungguh perlu. Sifatnya unik. Tidak tergantikan. Tidak mengizinkan adanya perbedaan, sinkretisme atau penyesuaian. Pokok taruhan ialah keselamatan umat. Itulah keindahan perwahyuan yang disajikannya. Pewartaan membawa serta kebijaksanaan yang bukan dari dunia ini. Atas kekuatannya mampu menyemangati iman, yang bertumpu pada kekuasaan Allah [11]. Itulah kebenaran. Sudah selayaknya rasul membaktikan kepadanya segenap waktu dan seluruh kekuatannya, dan bila perlu mengorbankan hidupnya sendiri. I TELADAN YESUS 6. Kesaksian Tuhan tentang DiriNya, yang oleh Lukas dihimpun dalam Injilnya”Aku harus memberitakan warta gembira Kerajaan Allah” [12]sudah pasti mempunyai konsekuensikonsekuensi yang besar sekali, sebab merangkum seluruh perutusan Yesus: ”Untuk itulah Aku diutus” [13]. Pernyataan itu menampilkan maknanya sepenuhnya, kalau dikaitkan dengan ayatayat sebelumnya, ketika Kristus mengenakan pada DiriNya amanat nabi Yesaya: ”Roh Tuhan ada padaKu, sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada kaum miskin” [14]. Menjelajahi kota demi kota, mewartakan kepada orangorang yang paling miskin merekalah yang sering paling terbuka untuk menerimawarta gembira pemenuhan janji janji serta perjanjian yang ditawarkan oleh Allah, itulah perutusan Yesus. Ia menyatakan bahwa untuk itulah Ia diutus oleh Bapa. Dan segala aspek misteriNyapenjelmaanNya sendiri, mukjizatmukjizat, ajaranNya, ketika Ia menghimpun muridmuridNya, dan mengutus Dua belas, salib dan kebangkitanNya bahwa Ia tetap tinggal di antara murid muridNyasemuanya itu unsurunsur kegiatanNya mewartakan Injil. 7. Selama Sinode para Uskup sering sekali mengacu kepada kebenaran ini: Yesus sendiri, warta gembira Allah [15], ialah Pewarta Injil yang paling pertama dan paling agung. Itulah Dia sepenuhpenuhnya: sempurna hingga mengorbankan hidupNya di dunia. Mewartakan Injil: manakah arti kewajiban itu bagi Kristus? Pasti tidak gampang mengungkapkan dalam suatu sintese lengkap arti, isi dan caracara pewartaan Injil, seperti difahami dan dilaksanakan oleh Yesus. Bagaimana pun juga usaha menyusun sintese semacam itu takkan pernah selesai. Cukuplah bagi kita mengenangkan beberapa aspek saja yang hakiki.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
2/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 8. Sebagai Pewarta Injil Kristus pertamatama mewartakan kerajaan, yakni Kerajaan Allah. Dan itu begitu penting, sehingga dibandingkan dengannya segalasesuatu lainnya menjadi ”sisa” yang ”ditambahkan” [16]. Oleh karena itu hanya Kerajaan itulah yang mutlak, dan menjadikan semua lainnya relatif. Tuhan berkenan menggambarkan dengan pelbagai cara kebahagiaan orang yang termasuk Kerajaan itu (kebahagiaan yang paradoksal, terdiri dari halhal yang ditolak oleh dunia) [17], tuntutantuntutan Kerajaan dan Piagam Dasarnya [18], para duta Kerajaan [19], misterimisterinya [20], putera puterinya [21], sikap berjaga dan kesetiaan yang diminta dari siapa pun mendambakan kedatangannya secara definitif[22]. 9. Sebagai hakikat dan pusat warta gembiraNya Kristus mewartakan keselamatan, kurnia agung Allah, yakni pembebasan dari apa pun yang menindas manusia, tetapi terutama pembebasan dari dosa dan si jahat, dalam kegembiraan mengenal Allah dan dikenal oleh Nya, memandangNya, dan menyerahkan diri kepadaNya. Semuanya itu berawal selama hidup Kristus, dan dengan jelas terlaksana oleh wafat dan kebangkitanNya. Akan tetapi harus dengan sabar dilangsungkan di sepanjang sejarah, untuk diwujudkan sepenuhnya pada hari kedatangan mutakhir Kristus, yang saatnya tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Bapa [23]. 10. Kerajaan dan keselamatan itu, katakata kunci dalam pewartaan Injil oleh Yesus Kristus, tersedia bagi tiap manusia seabgai rahmat dan kurnia belaskasihan. Akan tetapi sekaligus tiap orang harus memperolehnya dengan kekuatanitu menjadi milik mereka yang menggagahinya, kata Tuhan [24], melalui jerihpayah dan penderitaan, melalui perihidup menurut Injil, melalui pengingkaran diri dan salib, melalui semangat Sabda Bahagia. Akan tetapi terutama tiap oran memperolehnya melalui pembaharuan batin seutuhnya, yang oleh Injil disebut ”Metanoia”, yakni pertobatan radikal, perubahan budi maupun hati” [25]. 11. Kristus melaksanakan proklamasi Kerajaan Allah itu melalui pewartaan sabda tanpa kenal lelah, yang konon di mana pun tiada bandingnya: ”Suatu ajaran baru! Ia berkata kata dengan kuasa!” [26] Katakata indah yang diucapkanNya” [27]. ”Belum pernah seorang manusia berkata seperti Dia itu!” [28]. Amanat Kristus menyingkapkan rahasia Allah. RencanaNya dan JanjiNya, dan sementara itu mengubah hati manusia dan nasibnya. 12. Akan tetapi Kristus juga menjalankan pewartaan itu dengan tandatanda tak terbilang jumlahnya, yang menakjubkan banyak orang, dan sekaligus menarik mereka untuk melihat Dia, mendengarkanNya dan membiarkan diri diubah olehNya: mereka yang sakit disembuhkan, air diubah menjadi anggur, roti dilipatgandakan, orangorang mati dihidupkan. Dan di antara semua tanda itu ada satu yang dipandangNya penting sekali: mereka yang hinadina dan miskin menerima pewartaan Injil, menjadi muridmuridNya dan berkumpul ”dalam namaNya” dalam persekutuan besar mereka yang beriman akan Dia. Sebab Yesus itu, yang menyatakan: ”Aku harus mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah” [29], tak lain ialah Yesus, yang menurut pengarang Injil Yohanes telah datang dan harus wafat ”untuk mengumpulkan dan mempersatukan anakanak Allah yang tercerai berai” [30]. Begitulah Ia melaksanakan perwahyuanNya tentang DiriNya, melalui kata kata maupun tindakan, melalui tandatanda dan mukjizatmukjizat, dan secara lebih khas lagi melalui wafat serta kebangkitanNya, dan dengan mengutus Roh kebenaran [31]. 13. Oleh karena itu mereka yang dengan tulus menerima warta gembira, berkat kekuatan penerimaan itu dan iman bersama, berhimpun dalam nama Yesus, untuk bersama mencari Kerajaan, membangun dan menghayatinya. Mereka membentuk jemaat yang mewartakan Injil. Perintah kepada Duabelas untuk pergi dan meyiarkan warta gembira berlaku abgi semua orang Kristiani juga, kendati secara berbeda. Justru karena itulah Petrus menyebut umat Kristiani ”bangsa yang terpilih dikhususkan untuk memberitakan karyakarya agung Allah” [32], halhal yang menakjubkan yang oleh masingmasing dapat di dengar dalam bahasanya sendiri[33]. Lagi pul awarta gembira tentang Kerajaan yang sedang datang dan telah mulai diperuntukkan bagi semua orang dari segala zaman. Mereka yang telah menerima warta gembira dan karena itu dihimpun menjadi jemaat keselamatan dapat dan wajib menyalurkan dan menyiarkannya. 14. Gereja mengetahui itu. Dengan jelas sekali ia menyadari kenyataan bahwa sabda Sang Penyelamat, ”Aku harus mewartakan kabar gembira tentang Kerajaan Allah”
[34]sepenuhnya berlaku bagi dirinya. Dengan sukarela ditambahkannya bersama St. Paulus:”..aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” [35]. Dengan gembira dan rasa terhibur menjelang akhir sidang agung pada tahun 1974 kami mendengar ungkapan
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
3/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL berikut yang memancarkan terang: ”Sekali lagi kami hendak meneguhkan, bahwa tugas mewartakan Injil kepada semua orang merupakan misi hakiki Gereja” [36]. Tugas perutusan itu karena perubahanperubahan meluas dan mendalam masyarakat zaman sekarang menjadi semakin mendesak. Mewartakan Injil memang rahmat dan panggilan khas Gereja, jatidirinya yang terdalam. Gereja berada untuk menyiarkan Injil, artinya mewartakan dan mengajar, menyalurkan kurnia rahmat, mendamaikan orangorang berdosa dengan Allah, dan melestarikan korban Kristus dalam Ekaristi, kenangan wafat serta kebangkitanNya dalam kemuliaan. 15. Siapa pun, yang dalam Perjanjian Baru membaca ulang asalmula Gereja, menyimak sejarahnya langkah demi langkah, dan menyatakan kehidupan serta kegiatannya, melihat bahwa Gereja berkaitan dengan pewartaan Injil dalam kenyataannya yang terdalam: Gereja lahir dari kegiatan Yesus dan Duabelas mewartakan Injil. Ia merupakan buahhasil yang biasa, diinginkan, paling langsung dan paling kelihatan kegiatan itu: ”Oleh karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridmuridKu” [37]. Kemudian” orangorang yang menerima perkataannya itu membiarkan diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kirakira tiga ribu jiwa....Dan tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan mereka yang diselamatkan” [38]. Karena Gereja lahir sebagai konsekuensi perutusan, ia sendiri diutus oleh Yesus. Gereja tetap tinggal di dunia, bila Tuhan yang mulia pulang kepada Bapa. Gereja tetap menjadi tandasekaligus redupredup dan terangbahwa Yesus hadir secara baru, bahwa Ia telah berangkat dan sekaligus tetap hadir. Gereja memperpanjang dan melanjutkan Yesus. Dan terutama perutusanNya dan kondisiNya sebagai Pewarta Injillah, yang Gereja harus melangsungkan [39]. Sebab jemaat Kristiani tidak pernah terkungkung dalam dirinya. Kehidupan batin jemaat itukehidupan mendengarkan sabda dan ajaran para rasul, cintakasih yang dihayati secara persaudaraan, bersama memecahkan roti[40]kehidupan batin itu hanya beroleh makna yang sepenuhnya, bila menjadi kesaksian, bila mengundang rasa kagum dan pertobatan, dan bila menjadi pewartaan dan proklamasi warta gembira. Maka Gereja semestalah yang menerima perutusan mewartakan Injil, dan karya masingmasing anggota penting bagi keseluruhannya. Gereja itu pewarta Injil, tetapi mulai dengan mengalami evangelisasi sendiri. Gereja persekutuan umat beriman, persekutuan harapan yang dihayati dan disalurkan, persekutuan kasih persaudaraan. Gereja perlu tiada hentinya mendengarkan apa yang harus diimaninya, alasanalasannya untuk berharap, perintah baru cintakasih. Gereja umat Allah yang tenggelam didunia, dan sering digoda oleh berhalaberhala. Ia selalu perlu mendengar pewartaan “karyakarya agung Allah” [41], yang mempertobatkannya kepada Tuhan. Selalu Gereja perlu dihimpun secara baru olehNya dan disatukan. Pendek kata itu berarti bahwa Gereja terus menerus perlu mengalami evangelisasi, kalau ingin tetap segar, tetap teguh dan tetap kuat untuk mewartakan Injil. Konsili Vatikan II mengenangkan [42] dan Sinode tahun 1974 dengan tegastandas mengangkat tema itu lagi tentang Gereja, yang mengalami evangelisasi melalui pertobatan dan pembaharuan tiada hentinya supaya dalam mewartakan Injil kepada dunia layak mendapat kepercayaan. Gereja ialah perbendaharaan warta gembira yang harus disebarluaskan. Janji janji Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, ajaran Tuhan maupun para Rasul, sabda kehidupan, sumbersumber rahmat dan kebaikan hati Allah Mahakasih, jalan menuju keselamatansemuanya itu dipercayakan kepada Gereja. Isi Injil, dan karena itu pewartaan Injillah, yang dilestarikan oleh Gereja sebagai pusakawarisan hidup yang amat berharga, bukan untuk disembunyikan saja, melainkan untuk diwartakan. Karena diutus dan mengalami evangelisasi. Gereja sendiri mengutus para pewarta Injil. Ia menaruh ke dalam mulut mereka sabda yang menyelamatkan. Gereja menjelaskan kepada mereka amanat yang dipercayakan kepadanya. Ia memberi mereka kuatkuasa, yang diterimanya sendiri, dan mengutus mereka untuk mewartakan. Mewartakan bukan diri mereka sendiri atau gagasangagasan pribadi mereka [43], melainkan Injil; dan bukan Gereja atau merekalah penguasa atau pemilik Injil, sehingga dapat diperlakukan menurut keinginan mereka sendiri; melainkan Injil itulah yang mereka layani, untuk disalurkan dengan kesetiaan yang sepenuhnya. 16. Jadi ada ikatan mendalam antara Kristus, Gereja dan pewartaan Injil. Selama periode Gereja, masa hidup kita, Gerejalah yang bertugas mewartakan Injil. Perintah itu tidak dilaksanakan tanpa Gereja, apalagi melawan Gereja. Pasti selayaknyalah mengenangkan kenyataan itu pada saat seperti sekarang ini; sebab bukannya tanpa merasa sedih kami mendengar tentang orangorangdan kami ingin percaya bahwa mereka bermaksud baik, tetapi pasti salahasuh dalam sikap merekayang terus menerus mendengungkan, bahwa mereka mengasihi Kristus tetapi tanpa Gereja, mendengarkan Kristus tetapi bukan Gereja, menajdi muris Kristus tetapi di luar Gereja. Betapa jelas pemisahan itu sama sekali tidak masuk akal, terang sekali dari kalimat Injil: ”Siapa pun menolak kamu, menolak Aku” [44]. Lalu bagaimana mungkin orang ingin mengasihi Kristus tanpa mencintai Gereja, kalau kesaksian paling indah akan
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
4/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Kristus ialah kesaksian St. Paulus:”Kristus mencintai Gereja dan mengorbankan diri baginya”? [45] II MAKNA PEWARTAAN INJIL 17. Tentu saja dalam pewartaan Injil oleh Gereja ada unsurunsur dan segisegi tertentu yang perlu khas ditekankan. Ada di antaranya yang begitu penting, sehingga ada kecenderungan untuk begitu saja menganggapnya sama saja dengan pewartaan Injil. Demikian telah mungkin mendefinisikan ”evangelisasi”: pewartaan Kristus kepada mereka yang tidak mengenalNya, kotbah, katekese, pemberian baptis dan sakramensakramen lainnya. Tiap definisi yang hanya menyangkut sebagian saja, tetapi mencoba melukiskan kenyataan pewartaan Injil dalam seluruh kenyataan, sifat kompleks dan dinamismenya, hanay akan terancam risiko memiskinkannya atau bahkan memberi gambaran yang salah. Mustahil menangkap makna evangelisasi, kalau orang tidak mencoba mengindahkan semua unsur hakikinya. Unsurunsur itu kuatkuat ditekankan pada Sinode terakhir, dan masih sering merupakan bahan studi, sebagai hasil karya Sinode. Kami merasa gembira, bahwa pada dasarnya unsurunsur itu menganut haluan yang digariskan bagi kita oleh Konsili Vatikan II, khususnya dalam Konstitusi ”Lumen Gentium” dan ”Gaudium et Spes”, dan dalam Dekrit ”Ad Gentes”. 18. Bagi Gereja evangelisasi berarti menyampaikan warta gembira kepada segala lapisan umat manusia, dan melalui pengaruhnya merombak masyarakat dari dalam serta membaharuinya: ”Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” [46]. Akan tetapi tidak ada umat manusia baru, kalau tidak terutama ada manusiamanusia yang diperbarui oleh baptis[47], dan perihidup menurut Injil[48]. Oleh karena itu tujuan pewartaan Injil justru perubahan batin itu. Dan kalau harus diungkapkan dalam satu kalimat, cara terbaik merumuskannya yakni: Gereja mewartakan Injil bila berusaha mempertobatkan [49] melulu berkat kekuatan ilahi amanat yang diwartakannyahatinurani orangorang baik perorangan maupun kolektif, kegiatankegiatan yang mereka lakukan, dan kehidupan serta lingkungan konkret hidup mereka. 19. Lapisanlapisan masyarakat perlu mengalami perombakan. Bagi Gereja pokoknya bukan sekedar mewartakan Injil dalam kawasan geografis yang makin luas atau kepada semakin banyak orang. Melainkan juga menyentuh dan seperti menggoncangkanberkat kekuatan Injil normanorma penilaian umat manusia, yang menentukan nilainilai, pokok pokok kepentingan, caracara berpikir, sumbersumber inspirasi dan polapola hidup, yang bertentangan dengan sabda Allah dan Rencana keselamatan. 20. Semuanya itu dapat diungkapkan sebagai berikut:”yang penting ialah: evangelisasi kebudayaan dan pelbagai kebudayaan (bukan melulu sebagai hiasan, seolaholah dengan mengenakan padanya selaput luar yang hanya tipis saja; melainkan secara vital, mendalam hingga mencapai akarakarnya), dalam arti yang luas dan kaya menurut makna istilah dalam Konstitusi”Gaudium et Spes” [50], dengan selalu bertolak dari pribadi dan senantiasa kembali kepada hubungan antar manusia serta hubungan manusia dengan Allah. Injil, karena itu juga pewartaan Injil, jelas tidak identik dengan kebudayaan; dan keduanya tidak tergantung dari semua kebudayaan. Meskipun begitu Kerajaan yang diwartakan oleh Injil dihayati oleh orangorang yang secara mendalam terikat pada kebudayaan. Kerajaan tidak dapat dibangun secara lain kecuali dengan meminjam unsur unsur kebudayaan atau pelbagai kebudayaan manusiawi. Kendati tidak tergantung dari kebudayaankebudayaan, Injil maupun pewartaan Injil tidak niscaya tak selaras dengannya. Bahkan keduanya mampu merasuki semua kebudayaan itu tanpa menjadi terbawah kepada kebudayaan mana pun. Pantang disangsikan, pemisahan antara Injil dan kebudayaan merupakan drama zaman sekarang, seperti pada masamasa lainnya. Oleh karena itu hendaklah sedapat mungkin diusahakan untuk menjamin evangelisasi kebudayaan sepenuhnya, atau lebih tepat: kebudayaankebudayaan. Semua kebudayaan perlu dilahirkan ulang melalui perjumpaan dengan Injil. Akan tetapi perjumpaan itu takkan terjadi bila Injil tidak diwartakan. 21. Injil terutama harus diwartakan melalui kesaksian. Ambillah seorang atau sejumlah orang Kristiani, yang di tengah masyarakat menunjukkan kemampuan memahami dan menampung sesama, hidup bersama dan senasib dengan sesama, bersikapt solider dengan usahausaha siapa saja untuk mencapai tujuan yang mulia dan baik. Selain itu andaikan saja bahwa mereka secara sederhana sekali dan spontan memancarkan iman mereka dalam nilainilai, yang melampaui nilainilai yang lazim; mencerminkan harapan akan sesuatu yang tak kelihatan danorang tidak berani membayangkan. Melalui
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
5/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL kesaksian tanpa katakata orangorang Kristiani itu menimbulkan pertanyaanpertanyaan yang tak tertahan di hati mereka yang menyaksikan perihidup mereka: Mengapa mereka seperti itu? Mengapa hidup begitu? Apa atau siapa yang mengilhami mereka? Mengapa mereka ada di tengah kita? Kesaksian itu diamdiam sudah mewartakan kabar gembira, dan itu pewartaan yang berpengaruh besar dan efektif. Di situ terdapat tindakan awal pewartaan Injil. Pertanyaanpertanyaan tadi barangkali yang pertama, yang akan diajukan oleh banyak orang bukan Kristiani, entah kepada mereka Kristus belum pernah diwartakan, atau mereka sudah baptis dan tidak mengamalkan agamanya lagi, atau orangorang yang hanya menyandang nama Kristiani, tetapi menurut prinsipprinsip yang sama sekali tidak Kristiani, atau juga orangorang yang bukannya tanpa penderitaan sedang mencari sesuatu atau seseorang yang mereka ”rasakan” tetapi tidak mampu menyebutkan namanya. Pertanyaanpertanyaan lain pun akan muncul, lebih mlendalam dan lebih menuntut; pertanyaan yang dibangkitkan melalui kesaksian itu, yang mencakup kehadiran, saling berbagi, kesetiakawanan, dan yang merupakan unsur hakikidan pada umumnya itu yang pertama diajukan –dalam pewartaan Injil[51]. Semua orang Kristiani dipanggil untuk kesaksian itu, dan dengan demikian mereka dapat menjadi pewarta Injil yang sejati. Khususnya kami berpikir tentang tanggung jawab para imigran di negeri yang menampung mereka. 22. Kendati demikian itu tetap tidak cukup, karena bahkan kesaksian yang terindah pun pada jangka panjang akan ternyata tidak efektif kalau tidak dijelaskan, dibenarkanyang oleh Petrus disebut:”selalu siap sedia untuk memberi pertanggung jawaban kepad siapa pun yang meminta pertanggung jawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu” [52]dan ditegaskan melalui pewartaan yang terang dan jelas tentang Tuhan Yesus Kabar gembira yang diwartakan melalui kesaksian hidup kapankapan harus disiarkan melalui sabda kehidupan. Tidak ada evagelisasi yang sejati, kalau nama, ajaran, kehidupan, janjijanji, Kerajaan dan misteri Yesus dari Nazareth, Putera Allah, tidak diwartakan. Sejarah Gereja, sejak kotbah Petrus pada hari Pentekosta pagi, berbauran dan dianggap sama dengan sejarah pewartaan. Pada tiap tahap sejarah manusia, Gereja, selalu tertawan oleh keinginan mewartakan Injil, hanya mempunyai satu kepedulian: mengutus siapa untuk menyiarkan misteri Yesus?Bagaimana misteri itu harus diwartakan? Bagaimana menjamin supaya misteri itu tetap menggema dan menjangkau siapa pun yang harus mendengarnya? Pewartaan itu”kerygma”, pewartaan atau katekese menduduki tempat begitu penting dalam pewartaan Injil, sehingga sering sinonim dengannya. Meskipun begitu hanya satu aspek evangelisasi. 23. Kenyataannya pewartaan hanya mencapai perkembangan sepenuhnya bila didengarkan, diterima dan sungguh dicamkan di hati, dan bila oleh karenanya si penerima setulus hati berpegang teguh padanya. Menerima penuh kebenarankebenaran yang oleh Tuhan dalam kerahimanNya telah diwahyukan. Lebih lagi, menganut rencana kehidupan yang selanjutnya mengalami perombakanseperti ditawarkanNya. Pendek kata, menerima Kerajaan, artinya ”dunia baru” bagi kenyataan baru segala sesuatu, bagi cara berada, perihidup, kehidupan di masyarakat yang serba baru, yang dimulai oleh Injil. Penerimaan Injil itu tidak dapat tetap abstrak, tanpa diwujudkan secara nyata, dan nampak secara konkret, bila orang secara kelihatan masuk anggota jemaat beriman. Begitulah mereka, yang hidupnya mengalami perubahan memasuki persekutuan, yang hakikatnya melambangkan perubahan, menandakan kebaharuan hidup: itulah Gereja, lambang (sakramen) yang kelihatan bagi keselamatan [53]. Akan tetapi masuknya seseorang ke dalam persekutuan gerejawi sendiri juga akan diungkapkan melalui sekian banyak tanda lain, yang melestarikan dan mengembangkan pertandaan Gereja. Dalam dinamisme pewartaan Injil orang yang menerima Gereja sebagai sabda penyelamat[54] lazimnya membahasakan itu kedalam tindakantindakan sakramental berikut: bergabung dengan Gereja, dan menerima sakramensakramen, yang menampilkan dan mendukung penggabungan itu melalui rahmat yang diterimakannya. 24. Akhirnya: orang yang mengalami evangelisasi kemudia mewartakan Injil kepada sesama. Di situlah kebenaran diuji; itulah batu ujian bagi evangelisasi: tidak terbayangkan, bahwa orang menerima sabda dan menyerahkan diri kepada Kerajaan, tanpa kemudian menjadi saksi dan mewartakan Kerajaan itu. Guna melengkapi refleksi tentang makna pewartaan Injil, masih perlu disampaikan catatan akhir, yang pada hemat kami akan membantu menjelaskan pemikiranpemikiran yang masih akan menyusul. Seperti telah diuraikan, pewartaan Injil itu proses yang kompleks terdiri dari pelbagai unsur: pembaharuan umat manusia, kesaksian, pewartaan eksplisit, penerimaan batin Injil, masuknya orang ke dalam jemaat, penerimaan lambanglambang, prakarsa untuk merasul. Barangkali unsurunsur itu nampak tidak saling sesuai, bahkan saling bertentangan. Kenyataannyajustru saling melengkapi dan memperkaya. Masingmasing unsur hendaknya selalu dilihat dalam hubungan dengan unsurunsur lainnya. Relevansi Sinode terakhir ialah: terus menerus mengajak kita menghubungkan unsurunsur itu, bukan memperlawankannya satu terhadap yang lain, untuk mencapai pengertian
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
6/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL seutuhnya tentang kegiatan Gereja mewartakan Injil. Pandangan menyeluruh itulah yang kini ingin kami sajikan garis besarnya, dengan meneliti isi pewartaan Injil dan caracara mewartakannya, dengan menjelaskan kepada siapa amanat Injil ditujukan, dan siapakah yang sekarang ini bertanggung jawab atasnya. III ISI AMANAT INJIL 25. Dalam amanat yang diwartakan oleh Gereja tentu terdapat banyak unsur sekunder. Penyajiannya banyak tergantung dari situasi yang berubahubah. Unsurunsur itu sendiri juga berubah. Akan tetapi ada isi yang hakiki, pokok utama yang sungguh nyata, yang tidak dapat diubah atau diabaikan tanpa secara serius mengurangi hakikat pewartaan Injil sendiri. 26. Bukannya tiada gunanya menyebutkan pokokpokok berikut: mewartakan Injil pertamatama berarti memberi kesaksian secara sederhana dan langsung akan Allah yang diwahyukan oleh Yesus Kristus dalam Roh Kudus; memberi kesaksian bahwa dalam PuteraNya Allah mencintai duniabahwa dalam SabdaNya yang menjelma Ia telah menciptakan segala sesuatu dan memanggil manusia untuk menerima hidup kekal. Barangkali pernyataan tentang Allah itu bagi banyak orang mengambarkan Allah yang tidak dikenal[55], yang mereka sembahsujudi tanpa mereka beri nama, atau mereka cari atas panggilan hati yang bersifat rahasia, bila mereka mengalami kehampaan segala berhala. Akan tetapi berlangsung pewartaan Injil sepenuhnya, bila dijelaskan kenyataan, bahwa bagi manusia Sang Pencipta bukannya kekuatan tanpa nama yang jauh. Dia itu Bapa:”...sehingga kita disebut anakanak Allah, dan memang kita ini anakanak Allah” [56]. Begitulah kita ini dalam Allah saudarasaudari satu bagi yang lain. 27. Pewartaan Injil selalu juga akan mencakupsebagai dasar, pusat dan sekaligus puncak dinamismenyapewartaan yang jelas, bahwa dalam Yesus Kristus, Putera Allah yang menjelma, yang wafat dan bangkit dari kematian, keselamatan ditawarkan kepada semua orang, sebagai anugerah rahmat dan belaskasihan Allah [57]. Dan bukan keselamatan yang terkungkung, memenuhi kebutuhankebutuhan jasmani atau bahkan rohani, terbatas pada lingkup kehidupan di dunia dan dianggap sama belaka dengan aspirasiaspirasi, harapanharapan, perkaraperkara dan pergumulan di dunia ini; melainkan keselamatan yang melampaui semua batasbatas itu, untuk mencapai kepenuhannya dalam persekutuan dengan Nan Mutlak ilahi satusatunya: keselamatan adisemesta yang menjangkau akhir zaman, yang memang berawal dalam hidup di dunia ini tetapi mekar penuh dalam kehidupan kekal. 28. Oleh karena itu evangelisasi mau tak mau mencakup pewartaan kenabian zaman akhirat, panggilan mausia yang mendalam sekali untuk selamanya, zaman yang melanjutkan situasi sekarang dan sekaligus berbeda dengannya: melampaui waktu dan sejarah, melampaui kenyataan yang fana dunia ini, dan melampaui perkaraperkara duniawi, yang suatu ketika akan diwahyukan dimensinya yang terselubungmelampaui manusia sendiri, yang tujuannya sejati tidak terbatas pada segi sementaranya, melainkan akan diwahyukan dalam hidup yang akan datang [58]. Oleh karena itu evangelisasi juga mencakup pewartaan harapan akan janjijanji Allah dalam Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus; pewartaan cintakasih Allah terhadap semua orangkemampuan memberi dan menerima, mengingkari diri, membantu saudarasaudariyang bersumber pada cintakasih Allah dan merupakan inti Injil; pewartaan misteri kejahatan dan usaha aktif menemukan kebaikan. Begitu pula pewartaandan ini selalu mendesakusaha mencari Allah sendiri melalui doa, yang terutama berupa doa sembahsujud dan puji syukur, tetapi juga melalui persekutuan dengan lambang kelihatan perjumpaan dengan Allah, yakni Gereja Yesus Kristus. Dan persekutuan itu sendiri diungkapkan melalui penerimaan lambanglambang Kristus lainnya, yang hidup dan berkarya, yakni sakramensakram Menghayati sakramen sakramen secara demikian, membawa perayaannya kepada kepenuhannya yang sejati, tidak berartiseperti dikatakan oleh beberapa orangmenghambat pewartaan Injil atau menerima evangelisasi yang keliru; melainkan melengkapi pewartaan Injil. Sebab ditinjau menyeluruh, evangelisasimelampaui sekedar menyiarkan suatu amanat sajaberarti menanamkan Gereja; padahal Gereja tidak ada tanpa daya pendorong, yakni kehidupan sakramental yang memuncak pada Ekaristi[59]. 29. Akan tetapi pewartaan Injil tidak lengkap, seandainya tidak memperhitungkan pengaruh timbalbalik yang tiada hentinya antara Injil dan kehidupan konkret manusia, baik perorangan maupun sosial. Itulah sebabnya, mengapa pewartaan Injilmenanggapi pelbagai situasi yang terus menerus bermunculanmencakup amanat jelas tetang hakhak maupun kewajibankewajiban tiap manusia, tentang kehidupan keluarga yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi[60], tentang kehidupan dalam masyarakat, tentang kehidupan internasional, perdamaian, keadilan dan pembangunan amanat yang sekarang ini cukup kuat tentang pembebasan.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
7/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 30. Siapa pun mengetahui, bagaimana sekian banyak Uskup dari semua benua membicarakan pokok itu pada Sinode terakhir, khususnya para Uskup Dunia Ketiga, dengan tekanan pastoral yang memantulkan suara jutaan puteraputeri Gereja yang termasuk bangsabangsa itu sekuat tenaga berusaha dan berjuang untuk mengatasi segala sesuatu, yang menghukum mereka untuk tetap berada di pinggiran kehidupan: kelaparan, wabah yang berlarutlarut, keadaan butahuruf, kemiskinan, pelanggaran keadilan dalam hubungan internasional, dan khususnya dalam perdagangan, berbagai situasi neokolonialisme di bidang ekonomi dan kebudayaan, yang ada kalanya sama kejamnya seperti kolonialisme politik masa silam. Seperti diulangi oleh para Uskup, Gereja wajib mewartakan pembebasan jutaan manusia, di antara mereka banyak pula putera puterinya sendiri. Gereja wajib mendampingi lahirnya pembebasan itu, memberi kesaksian akan pembebasan, menjamin agar pembebasan itu utuhpurna. Semuanya itu tidak asing bagi pewartaan Injil.
PEWARTAAN INJIL DAN PEMBEBASAN 31. Antara pewartaan Injil dan kemajuan manusiawiperkembangan dan pembebasan memang terdapat ikatan yang mendalam. Termasuk di situ ikatan pada tingkat antropologi, sebab manusia yang harus menerima pewartaan bukan sesuatu yang abstrak, melainkan terkena oleh masalahpersoalan sosial dan ekonomi. Termasuk pula ikatan pada tingkat teologis, sebab Rencana Penciptaan tidak terceraikan dari Rencana Penebusan. Rencana kedua itu menyangkut pelbagai situasi sangat konkret ketidak adilan yang harus diperangi, dan keadilan yang harus dipulihkan. Tercakup juga ikatan pada tingkat sangat Injili, yakni ikatan cintakasih: sebab menurut kenyataan, bagaimana orang dapat mewartakan perintah baru, tanpa mendukung dalam keadilan dan perdamaian kemajuan manusia yang otentiksejati? Kami sendiri berusaha menunjukkan itu dengan mengingatkan, bahwa mustahillah menerima ”bahwa dalam pewartaan Injil orang dapat atau harus tidak mau tahumenahu tentang pentingnya masalahpersoalan yang sekarang ini begitu banyak diperdebatkan, tentang keadilan, pembebasan, perkembangan dan perdamaian di dunia. Andaikata begitu, itu berarti melupakan pelajaran yang kita terima dari Injil tentang cintakasih terhadap sesama yang sedang menderita dan serba kekurangan” [61]. Suarasuara serupa, yang selama Sinode penuh semangat, kearifan dan keberanian menyentuh tema yang hangat itu,dan ini sangat menggembirakan kamitelah menyajikan prinsipprinsip yang gemilang untuk dengan cermat memahami penting dan mendalamnya makna pembebasan, seperti diwartakan dan dilaksanakan oleh Yesus dari Nazareth, dan disiarkan oleh Gereja. 32. Hendaklah kita sadari kenyataan, bahwa banyak orang Kristiani, juga yang berjiwa besar, cukup peka terhadap soalsoal dramatis berkaitan dengan pembebasan. Karena menghendaki komitmen Gereja terhadap usaha pembebasan, mereka sering tergoda untuk membatasi perutusannya pada dimensi proyek duniawi melulu. Mereka membatasi sasaransasaran Gereja pada tujuan yang berpusatkan manusia. Kalau begitu keselamatan yang diwartakannya dibatasi pada kesejahteraan jasmani. Lalu kegiatan Gereja mengabaikan segala kepedulian rohani serta keagamaan, dan menjadi inisiatif inisiatif politik atau sosial. Akan tetapi andaikata begitu, Gereja akan kehilangan maknanya yang mendasar. Pewartaannya tentang pembebasan tidak lagi memiliki keasliannya, dan akan mudah terbuka bagi monopolisasi serta manipulasi oleh sistem sistem ideologis dan partaipartai politik. Gereja tidak mempunyai kewibawaan lagi untuk mewartakan pembebasan demi nama Allah. Itulah sebabnya mengapa kami hendak menekankan,pada amanat pembukaan Sinode, ”kebutuhan untuk dengan jelas menyatakan ulang tujuan khas religius pewartaan Injil. Evangelisasi akan kehilangan dasar adanya, seandainya menyimpang dari poros keagamaan yang membimbingnya, yakni kerajaan Allah, melampaui segalanya, dalam arti teologisnya yang sepenuhnya....” [62]. 33. Mengenai pembebasan, yang diwartakan dan dicoba dilaksanakan melalui evangelisasi, pokokpokok berikutlah yang harus dikatakan: pembebasan tidak tercakup dalam dimensi melulu dan terbatas ekonomi, politik, kehidupan sosial atau budya, melainkan harus mempedulikan manusia seutuhnya, beserta segala seginya, sampai dengan dan termasuk keterbukaannya bagi yang mutlak, pun juga Nan Mutlak ilahi. Oleh karena itu terkait dengan pengertian tertentu tentang manusia, pada visi tentang manusia yang tak pernah dapat dikorbankan kepada kebutuhan strategi, praktek atau efisiensi jangka pendek mana pun juga.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
8/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 34. Oleh karena itu, bila mewartakan pembebasan dan bergabung dengan mereka yang bekerja dan menderita untuk itu, Gereja pasti tidak bermaksud membatasi misinya hanya pada bidang keagamaan dan bersikap tak acuh terhadap masalahmasalah duniawi. Akan tetapi Gereja menegaskan lagi, bahwa yang paling utama panggilan rohaninya, dan menolak menggantikan pewartaan Kerajaan dengan penyiaran berbagai bentuk pembebasan manusiawi. Gereja bahkan menyatakan, bahwa sumbangannya bagi pembebasan tidak lengkap, kalau melalaikan pewartaan keselamtan dalam Yesus Kristus. 35. Gereja memadukan pembebasan manusia dengan penyelamatan dalam Yesus Kristus, tetapi tidak pernah menganggap keduanya sama saja. Sebab berkat perwahyuan, pengalaman sejarah dan refleksi iman Gereja tahu, bahwa tidak setiap faham pembebasan pasti konsisten dan selaras dengan visi Injili tentang manusia, kenyataankenyataan serta peristiwaperistiwa. Gereja tahu juga, bahwa untuk kedatangan Kerajaan Allah tidak cukuplah mewujudkan pembebasan dan menciptakan kesejahteraan dan perkembangan. Apa lagi Gereja berkeyakinan kuat, bahwa segala pembebasan duniawi, semua pembebasan politikjuga kalau mencoba membenarkan diri berdasarkan suatu halaman Perjanjian Lama atau Baru, juga kalau bagi kaidahkaidah ideologisnya dan normanorma tindakannya meng”klaim” data maupun konklusikonklusi teologis, juga kalau berlagak ”teologi zaman sekarang”dalam dirinya sudah membawa benih penyangkalannya sendiri, dan gagal mencapai citacita yang dibayangkannya sendiri, bila motivasinya yang mendalam bukan keadilan dalam cintakasih, bila semangatnya tidak berdimensi sungguh rohani, dan bila tujuan akhirnya bukan keselamatan dan kebahagiaan dalam Allah. 36. Gereja memandang penting sekali membentuk strukturstruktur yang lebih manusiawi, lebih adil, lebih menghormati hakhak manusia dan kurang menindas atau memperbudak. Tetapi Gereja menyadari, bahwa strukturstruktur terbaik dan sistemsistem yang paling ideal pun segera kehilangan perikemanusiaannya, kalau kecondongankecondongan hati manusia yang tidak manusiawi tidak disembuhkan, kalau mereka yang hidup dalam strukturstruktur itu atau mengendalikan tidak mengalami pertobatan hati dan pandangan. 37. Gereja tidak dapat menerima kekerasan, khususnya kekuatan senjatayang sekali dibiarkan saja sudah tidak terkendalikan lagidan maut tanpa pandang bulu sebagai jalan pembebasan. Sebab Gereja tahu, bahwa kekerasan selalu mengundang kekerasan dan mau tak mau melahirkan bentukbentuk baru penindasan dan perbudakan, yang sering lebih berat ditanggung dari pada penindasan dan perbudakan di masa lampau, yang mereka harapkan membawa kebebasan. Itu pada perjalanan kami di Kolombia kami nyatakan dengan jelas:”Kami anjurkan, agar anda jangan mengandalkan kekerasan dan revolusi: itu berlawanan dengan semangat Kristiani, lagi pula justru dapat menunda, dan tidak memajukan peningkatan sosial, yang sewajarnya anda dambakan” [63]. ”Harus kami katakan dan tegaskan lagi, bahwa kekerasan tidak sesuai dengan Injil, tidak Kristiani; dan bahwa perubahan strukturstruktur yang mendadak dan disertai kekerasan dengan sendirinya akan mengelabui dan tidak efektif, serta pasti tidak selaras dengan martabat rakyat” [64]. 38. Sesudah menyampaikan semuanya itu, kami bergembira bahwa Gereja makin menyadari cara yang cocok dan upayaupaya yang sungguh Injili yang ada padanya, untuk berperanserta dalam pembebasan banyak orang. Apa yang dilakukannya? Gereja makin berusaha mendorong banyak orang Kristiani untuk membaktikan diri demi pembebasan sesama. Para ”pembebas” Kristiani itu dibekalinya dengan inspirasi iman, motivasi cintakasih persaudaraan, ajaran sosial yang tak dapat dikesampingkan oleh orang Kristiani sejati, dan yang harus dijadikannya dasar bagi kebijaksanaan serta pengalamannya, untuk menjabarkannya secara konkret dalam bentukbentuk tindakan, peranserta dan komitm Semuannya itu harus menandai semangat seorang Kristiani yang sungguh melibatkan diri, tanpa dicampuradukkan dengan sikapsikap strategis atau pengabdian kepada sistem politik. Gereja selalu berusaha mengintegrasikan perjuangan Kristiani demi pembebasan dalam Rencana semesta Penyelamatan yang diwartakannya sendiri. Yang baru saja kamiuraikan itu acap kali dikemukakan dalam diskusi selama sinode. Memang kami sumbangkan kepad tema itu beberapa penjelasan dalam amanat kami kepada para Bapa pada akhir Sidang [65]. Diharapkan, supaya semua pertimbangan itu akan membantu menyingkirkan ketidakjelasan, yang sering sekali terdapat pada istilah ”pembebasan” dalam ideologi ideologi, sistemsistem atau kelompokkelompok politik. Pembebasan, yang diwartakan dan disiapkan oleh evangelisasi ialah yang diwartakan oleh Kristus sendiri dan dikurniakanNya kepada manusia melalui korbanNya. 39. Kebutuhan menegakkan hakhak asasi manusia tidak terpisahkan dari pembebasan yang adil itu, yang melekat pada pewartaan Injil, dan berusaha mengamankan struktur struktur yang menjamin kebebasan manusiawi. Di antara hakhak asasi itu kebebasan beragama menduduki tempat utama. Belum lama ini kami menguraikan relevansi soal itu
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
9/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL dan menekankan:”Betapa masih banyak orang Kristiani sekarang, yang karena mereka Kristiani, karena beragama Katolik, hidup tertindas oleh penganiayaan sistematis! Drama kesetiaan kepada Kristus dan kebebasan beragama tetap berlangsung, juga kendati diselubungi oleh pernyataanpernyataan yang jelas mendukung hakhak manusia dan kehidupan dalam masyarakat!” [66]
IV UPAYAUPAYA UNTUK MEWARTAKAN INJIL 40. Jelasnya relevansi isi pewartaan Injil tidak boleh mengurangi pentingnya caracara maupun upayaupaya. Soal ”bagaimana mewartakan Injil” tetap relevan, sebab metodemetode pewartaan berbedabeda menurut majemuknya situasi masa, tempat dan kebudayaan, dan karena sertamerta caracara itu mengajukan tantangan tertentu kepada kemampuan kita untuk menemukan sesuatu dan mengadakan penyesuaian. Pada kita khususnya, para gembala Gereja, ada tanggung jawab meninjau ulang dengan keberanian dan kebijaksanaan, tetapi dalam kesetiaan sepenuhnya terhadap isi evangelisasi, upayaupaya yang paling cocok dan efektif untuk menyampaikan amanat Injil kepada orangorang zaman sekarang. Cukuplah dalam renungan ini menyebutkan sejumlah metode yang, karena alasan tertentu, mempunyai relevansi mendasar. 41. Tanpa mengulangi apa pun yang sudah dikemukakan, sudah sewajarnyalah terutama menekanka pokok berikut: bagi Gereja upaya pertama mewartakan Injil ialah kesaksian hidup otentik Kristiani, dalam penyerahan diri kepada Allah, dalam persekutuan yang pantang dihancurkan, dan sekaligus dalam komitmen kepada sesama dengan semangat tanpa batas. Seperti barubaru ini kami sampaikan kepada sejumlah ahli hukum: ”Manusia modern lebih suka mendengarkan saksisaksi dari pada guruguru, dan kalau ia mendengarkan
guruguru,
itu
karena
mereka
saksi” [67].
Santo
Petrus
mengungkapkannya dengan tepat, ketika ia mengutarakan teladan hidup saleh dan murni, yang bahkan tanpa katakata pun menarik mereka yang tidak mau mematuhi sabda [68]. Oleh karena itu terutama melalui perilaku dan corak hidupnyalah Gereja akan mewartakan Injil kepada dunia; dengan kata lain, melalui kesaksiannya yang hidup akan kesetiaan terhadap Tuhan Yesuskesaksian kemiskinan dan sikap lepasbebas, kesaksian kebebasan menghadapi berbagai kekuasaan dunia ini, pendek kata, kesaksian kekudusan. 42. Kedua, ada gunanya menekankan relevansi dan perlunya pewartaan.”...bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika tidak percaya kepadaNya? Bagaimana mereka dapat percaya kepadaNya, jika tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakannya?...Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh pewartaan tentang Kristus” [69]. Hukum yang sekali ditetapkan oleh Rasul Paulus itu sekarang pun tetap berlaku sepenuhnya. Pewartaan, pemberitaan amanat secara lisan, memang selalu sungguh perlu. Kita menyadari, bahwa manusia modern banyak dijejali katakata. Jelas ia sering merasa jenuh mendengarkan, dan lebih buruk lagi: sudah kebal bagi katakata. Kita sadari juga, bahwa banyak psikolog dan sosiolog menyatakan pandangan, bahwa manusia modern sudah melampaui peradaban katakata, yang sekarang sudah tidak efektif atau berguna lagi, dan bahwa sekarang ia hidup dalam peradaban gambargambar. Tentu kenyataan kenyataan itu harus mendorong kita memanfaatkanuntuk menyalurkan amanat Injil upayaupaya modern yang dihasilkan oleh peradaban itu. Memang usahausaha positif sekali telah dijalankan di bidang itu. Kita tak dapat lain keculai memujinya dan mendorong perkembangannya selanjutnya. Akan tetapi kejeuhan yang sekarang diakibatkan oleh sekian banyak omong kosong, dan relevansi sekian banyak bentuk komunikasi yang lain jangan memperlemah kekuatan yang tetap ada pada katakata, atau menimbulkan sikap kurang mempercayainya. Katakata tetap masih relevan, khsususnya bila menjadi wahana kekuatan Allah [70]. Itulah sebabnya mengapa dalil St. Paulus ”Iman timbul dari pendengaran” [71] juga tetap relevan: sabda yang didengarlah, yang mengantar kepada iman. 43. Pewartaan Injil itu mengenakan banyak bentuk, dan semangat merasul akan mengilhami caracara yang hampir tak terbatas untuk membaharuinya. Memang tak terbilang jumlah kejadian dalam kehidupan dan situasi manusia, yang membuka peluang bagi pernyataan yagn arif tetapi sungguh mengena tetang apa yang hendak diamanatkan oleh Tuhan dalam situasi tertentu. Cukuplah memiliki perasaan sungguh rohani yang halus untuk membaca amanat Allah dalam peristiwaperistiwa. Akan tetapi sementara liturgi yang diperbaharui oleh Konsili telah banyak meningkatkan nilai ibadat sabda, akan merupakan kekeliruan, seandainya homili tidak dipandang lagi sebagai upaya pewartaan
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
10/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Injil, yang penting dan mudah disesuaikan. Tentu saja perlulah mengetahui dan memanfaatkan dengan baik tuntutantuntutan maupun kemungkinankemungkinan homili, sehingga dapat menjadi sungguh efektif dalam reksa pastoral. Akan tetapi terutama perlulah meyakini itu, dan membaktikan diri baginya penuh kasih. Pewartaan itu, yang secara unik diintegrasikan dalam perayaan Ekaristi, dan yang beroleh dari padanya daya kekuatannya yang khas, pasti mempunyai peranan istimewa dalam pewartaan Injil, sejauh mengungkapkan iman pelayan yang mendalam dan dirasuki cintakasih. Umat beriman, yang berhimpun sebagai jemaat Paska, dan memeriahkan hari raya Tuhan yagn hadir di tengah mereka, mengharapkan banyak dari kotbah itu, dan akan memetik banyak faedah, asal kotbah itu sederhana, jelas, langsung, sungguh cocok, secara mendalam tergantung dari ajaran Injil dan setia kepada Magisterium, dijiwai oleh semangat merasul yang seimbang dan bersumber pada hakekatnya yang khas, penuh harapan, memupuk iman, dan menciptakan damai dan kesatuan. Banyak jemaat paroki atau lain hidup dan tetap terhimpun berkat homili hari Minggu, kalau mempunyai sifatsifat itu. Marilah kami tambahkan, bahwa berkat pembaharuan liturgi itu juga perayaan Ekaristi bukan satusatunya saat yang cocok bagi homili. Homili harus mendapat tempat dan tidak boleh diabaikan dalam perayaan semua sakramen, pada upacaraupacara paraliturgi, dan pada pertemuanpertemuan umat beriman. Homili selalu akan membuka kesempatan istimewa untuk menyampaikan sabda Tuhan. 44. Upaya pewartaan Injil yang tidak boleh diabaikan ialah pendidikan kateketis. Akalbudi, khususnya anakanak dan kaum muda, perlu belajar melalui pelajaran agama yang sistematis ajaranajaran mendasar kenyataan yang tercakup dalam kebenaran, yang hendak disampaikan oleh Allah kepada kita. Gereja telah berusaha mengungkapkan kebenaran itu secara makin kaya selama sejarahnya yang panjang. Tak seorang pun akan mengingkari, bahwa pendidikan itu harus diberikan untuk membentuk polapola hidup Kristiani, dan bukan supaya tetap berupa pengetahuan saja. Usaha mewartakan Injil sungguh akan mendapat banyak faedahpada taraf pendidikan kateketis di gereja, di sekolahsekolah, di mana pun itu mungkin, dan bagaimana pun juga dalam keluarga Kristianikalau mereka yang memberi pendidikan kateketis mempunyai naskah pegangan yang cocok, diperbaharui dengan bijaksana dan cakap, di bawah bimbingan para Uskup. Metodemetode harus sesuai dengan umur, kebudayaan dan dayatangkap orangorang yang dilayani. Mereka hendaknya selalu berusaha mencamkan dalam dayaingat, akalbudi dan hati kebenarankebenaran pokok yang harus merasuki seluruh kehidupan. Terutama perlulah disiapkan pendidikpendidik yang baikkatekiskatekis paroki, guru guru, para orangtuayang ingin menyempurnakan diri dalam profesi yang luhur itu, yang sungguh dibutuhkan dan memerlukan pendidikan agama. Lagi pula, tanpa bagaimanapun juga mengabaikan pendidikan anakanak, jelaslah bahwa situasi sekarang menyesak bagi sekian banyak orang muda dan kaum dewasa, yang berkat sentuhan rahmat demi sedikit menemukan wajah Kristus dan merasa perlu menyerahkan diri kepadaNya. 45. Abad kita ditandai media massa atau upayaupaya komunikasi sosial. Seperti telah kamitekankan, pewartaan pertama, katekese atau pendalaman iman selanjutnya tidak dapat berlangsung tanpa upayaupaya itu. Bila diabdikan kepada Injil, upayaupaya komunikasi itu mampu memperluas hampir tak terbatas wilayah sabda Allah didengar. Media itu memungkinkan warta gembira menjangkau jutaan orang. Gereja akan merasa bersalah di hadapan Tuhan, andaikata tidak memakai saranasarana yang besar sekali dampaknya itu, yang berkat keahlian manusia dari hari ke hari semakin canggih. Melalui upayaupaya itulah Gereja mewartakan ”dari atap rumahrumah” [72] amanat yang dipercayakan kepadanya. Bagi Gereja media massa merupakan versi mimbar yang modern dan efektif. Berkat media itu Gereja berhasil menyapa banyak orang. Meskipun begitu penggunaan media komunikasi sosial bagi pewartaan Injil mengajukan tantangan: melalui media itu amanat Injil harus menjangkau sejumlah besar orangorang, tetapi dengan kemampuan menembus hatinurani tiap orang, menanamkan diri di dalam hatinya, seolaholah dialah satusatunya yang disapa, dengan segala sifat sifatnya yang pribadi sekali, dan mengundang komitmen yang sepenuhnya bersifat pribadi. 46. Karena alasan itu, di samping pewartaan Injil kepada kelompok umat, cara penyampaian yang lain pun, yakni secara perorangan, tetap berlaku penuh dan penting. Tuhan sering menempuh cara itu (misalnya dengan Nikodemus, Zakeus, wanita Samaria, Simon orang Farisi), begitu pula para Rasul. Dalam jangka panjang adakah jalan lain untuk menyampaikan Injil kecuali dengan menyalurkan kepada sesama pengalaman iman pribadi? Jangan sampai kebutuhan mendesak untuk menyiarkan warta gembira kepada orang banyak menyebabkan kita melupakan bentuk pewartaan ini, sehingga hatinurani pribadi seseorang dicapai dan disentuh oleh katakata yang khusus sama sekali, yang diterimanya dari orang lain. Tak pernah kita dapat cukup memuji imamimam, yang melalui sakramen tobat atau wawancara pastoral menunjukkan kesediaan mereka membimbing umat pada jalan Injil, mendukung mereka dalam usahausaha mereka, membangkitkan mereka bila jatuh, dan selalu mendampingi mereka dengan arifbijaksana dan siapsedia.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
11/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 47.Sungguhpun begitu tidak pernah cukup ditekankan kenyataan bahwa pewartaan Injiltidak hanya berupa kotbah danpenyampaian ajaran. Sebab pewartaan itu harus menyentuh kehidupan: hidup kodrat yang diberinya makna baru berkat perspektif perspektif Injili yang diwahyukannya; dan hidup adikodrati, yang bukan penyangkalan melainkan penjernihan dan pengangkatan hidup kodrati. Hidup adikodrati diungkapkan secara nyata dalam tujuh sakramen dan dengan dipancarkannya rahmat serta kekudusan yang mengagumkan, yang terdapat pada sakramensakramen itu. Demikianlah evangelisasi mewujudkan khasiatnya sepenuhnya, bila mencapai hubungan paling batin, atau lebih tepat lagi: komunikasi timbalbalik yang tetap dan tak terputuskan, antara sabda dan sakramensakram Dalam arti tertentu kelirulah mempertentangkan pewartaan Injil dan penerimaan sakramensakramen, seperti ada kalanya terjadi. Memang betul, cara tertentu menerimakan sakramensakramen itu dan katekese yang menyeluruh, akhirnya dapat banyak mengurangi dayamanfaatnya. Peranan pewartaan Injil justru membina umat untuk hidup beriman sedemikian rupa, sehingga tiap orang Kristiani dibimbing untuk menghayati sakramensakramen sebagai sakramen iman yang sejatidan bukan menerimanya atau mengalaminya secara pasif. 48. Di sini kita menyentuh segi pewartaan Injil, yang tidak dapat diabaikan. Kami hendak berbicara tentang apa yang sekarang sering disebut religiositas (citarasa keagamaan) rakyat. Di kalangan rakyat terdapat ungkapanungkapan khas usaha mereka menemukan Allah dan iman, dikawasankawasan Gereja sudah berdiri berabadabad lamanya maupun tempat Gereja mengalami proses didirikan. Cukup lama ungkapanungkapan itu dipandang sebagai kurang murni, kadangkadang bahkan diremehkan. Akan tetapi sekarang hampir di manamana ungkapanungkapan itu ditemukan lagi. Selama Sinode terakhir para Uskup mempelajari maknanya dengan realisme dan semangat pastoral yang mencolok. Tentu saja religiositas rakyat mempunyai batasbatasnya. Sering juga kemasukan banyak gambaran salah tentang agama, bahkan berbagai takhyul. Seringkali tetap berada pada taraf bentukbentuk ibadat, tanpa sungguh dijiwai penerimaan iman yang sesungguhnya. Bahkan dapat bermuara dalam pembentukan sektesekte dan membahayakan jemaat gerejawi yang sejati. Akan tetapi bila mendapat pengarahan yang tepat, terutama berkat pedagogi pewartaan Injil, citarasa keagamaan itu kaya nilainilai. Sebab menyatakan rasa haus akan Allah, yang hanya dialami oleh mereka yang sederhana dan miskin. Karena religiositas itu mereka dapat berjiwa besar, bahkan siap untuk pengurbanan yang bersifat kepahlawanan, bila ditantang untuk mengungkapkan iman mereka. Citarasa keagamaan mencakup kesadaran yang tajam dan mendalam akan sifatsifat Allah: kebapaan, penyelenggaraan, kehadiran penuh kasih dan setia. Selain itu membuahkan sikapsikap batin yang jarang nampak di lain tempat dalam kadar setinggi itu: kesabaran, kepekaan akan salib dalam hidup seharihari, sikap lepasbebas, sikap terbuka bagi sesama, sikap bakti. Karena sikapsikap itulah kami suka menyebutnya “ketakwaan rakyat”, artinya: agama (“religio”) rakyat, lebih tepat dari citarasa keagamaan (“religiositas”). Cintakasih kegembalaan harus menggariskan bagi semua , yang oleh Tuhan ditempatkan sebagai pemimpin jemaatjemaat gerejawi sikap yang tepat menghadapi kenyataan itu, yang sekaligus begitu kaya dan begitu rawan. Terutama dibutuhkan sikap peka, tahu bagaimana mengerti dimensidimensi batinnya serta nilainilainya yang pantang diingkari, siap membantu mengatasi risikorisikonya untuk menyimpang. Kalau diarahkan dengan tepat, religiositas rakyat bagi banyak rakyat kita dapat makin berupa perjumpaan sejati dengan Allah dalam Yesus Kristus.
V SEMANGAT MISIONER DALAM DUNIA MODERN 49. Amanat terakhir Yesus menurut Injil Markus mengenakan pada pewartaan Injil yang oleh Tuhan dipercayakan kepada para RasulNya sifat universal tanpa batas: ”Pergilah ke seluruh dunia; wartakanlah kabar gembira kepada segala makhluk” [73]. Duabelas Rasul dan angkatan pertama umat Kristiani mengerti dengan baik pesan teks itu dan teksteks semacam itu. Mereka menjadikannya program kerja. Bahkan penganiayaan pun, dengan menceraiberaikan para Rasul, membantu menyebarluaskan sabda dan mendirikan Gereja di daerahdaerah yang makin jauh. Penerimaan Paulus menjadi seorang Rasul dan karismanya sebagai pewarta kepada bangsa kapir (bukan Yahudi) tentang kedatangan Yesus lebih jelas lagi menggarisbawahi sifat universal itu. 50. Selama sejarah dua puluh abad angkatanangkatan umat Kristiani secara berkala menghadapi pelbagai rintangan terhadap perutusan universal itu. Di satu pihak, yakni di pihak para pewarta Injil sendiri, karena pelbagai alasan timbul godaan untuk mempersempit gelanggang kegiatan misioner mereka. Di pihak lain muncul perlawanan yang menurut perhitungan manusiawi sering tidak teratasi pada orangorang yagn disapa oleh pewarta Injil. Lagi pula dengan rasa sedih dapat dicatat, bahwa karya Gereja
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
12/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL mewartakan Injil ditentang dengan sengit, kalau bukan dicegah, oleh pemerintah pemerintah tertentu. Bahkan sekarang pun terjadi, bahwa para pewarta sabda Allah dirampas hakhak mereka, dianiaya, diancam atau disingkirkan melulu karena mewartakan Yesus Kristus dan Injilnya. Akan tetapi kami percaya, bahwa kendati cobaan cobaan yang amat menyakitkan itu kegiatan para rasul itu tidak pernah mengalami kegagalan mutakhir di mana pun di dunia ini. Kendati rintanganrintangan itu Gereja tiada hentinya membaharui inspirasinya yang terdalam, yakni yang diterimanya dari Tuhan: kepada seluruh dunia! Kepada segala makhluk! Sampai ke segala penjur dunia! Sekali lagi itu dilakukannya pada Sinode terakhir, sebagai seruan: jangan memenjara pewartaan Injil dengan membatasinya pada satu sektor umat manusia atau pada satu golongan masyarakat atau pada hanya satu pola peradaban. Beberapa contoh dapat membuka mata. 51. Menampilkan Yesus Kristus beserta InjilNya kepada mereka yang tidak mengenal Nya sejak pagi hari Pentakosta merupakan program dasar, yang diangkat oleh Gereja sebagai rencana yang diterimanya dari Pendirinya. Seluruh Perjanjian Baru, khususnya Kisah para Rasul, memberi kesaksian akan saat yang istimewa dan dalam arti tertentu teladan bagi usaha misioner, yang seterusnya akan menandai seluruh sejarah Gereja. Gereja melaksanakan pewartaan pertama tentang Yesus Kristus itu melalui kegiatan yang kompleks dan bermacamragam, yang kadang diistilahkan ”pra evangelisasi”, tetapi sudah merupakan pewartaan Injil yang sesungguhnya, kendati baru pada tahap awalnya yang serba belum lengkap. Sejumlah upaya yang hampir tidak terbatas dapat dikerahkan untuk tujuan itu: pewartaan eksplisit tentu saja, tetapi juga kesenian, pendekatan ilmiah, penelitian filsafah, dan sapaan yang wajar terhadap rasa perasaan hati manusiawi. 52. Pewartaan pertama itu khususnya ditujukan kepada mereka yang belum pernah mendengar warta gembira Yesus, atau kepada anakanak. Akan tetapi, akibat situasi dekristianisasi yang sekarang banyak terdapat, ternyata samasama dibutuhkan oleh orangorang yang tak terbilang jumlahnya, yang memang pernah dibaptis, tetapi hidup sama sekali di luar kehidupan Kristiani, oleh orangorang sederhana yang mempunyai iman tertentu, tetapi tidak memadai pengetahuannya tentang dasardasar iman itu, oleh kaum cendekiawan yang merasa membutuhkan mengenal Yesus Kristus dalam sorotan yang berbeda dengan ketika mereka mendapat pelajaran sebagai kanakkanak, dan oleh sekian banyak orang lain. 53. Pewartaan pertama itu ditujukan juga kepada sebagian amat besar umat manusia, yang menganut agamaagama bukanKristiani. Gereja mengungkapkan secara hidup hidup jiwa golongan amat besar orangorang. Agamaagama itu mendengungkan gema ribuan tahun kerinduan akan Allah, pendambaan yang tidak lengkap tetapi sering tercetuskan dengan kejujuran yang asli dan ketulusan hati. Agamaagama itu juga memiliki pusakawarisan yang mempesonakan berupa teksteks yang kadar religiusnya mendalam. Angkatan demi angkatan telah diajarnya berdoa. Semuannya dirasuki oleh ”benihbenih sabda” [74], yang tak terbilang jumlahnya, dan sungguh dapat merupakan ”persiapan Injil” [75], mengutip istilah begitu tepat, yang digunakan oleh Konsili Vatikan II dan dipinjam dari Eusebius dari Kaisarea. Situasi itu tentu menimbulkan pertanyaanpertanyaan yang kompleks dan rumit, yang harus dipelajari dalam terang tradisi Kristiani dan Magisterium Gereja, untuk menggelar bagi para misionaris sekarang dan di masa mendatang cakrawala baru dalam kontak mereka dengan agamaagama bukanKristiani. Terutama sekarang kami hendak menyatakan, bahwa baik sikap hormat dan penghargaan terhadap agamaagama itu maupun serba rumitnya pertanyaanpertanyaan yang diajukan tidak merupakan ajakan kepada Gereja, supaya jangan mewartakan Kristus kepada umat bukanKristiani itu. Sebaliknya Gereja berpandangan bahwa sekian banyak orang itu berhak mengetahui kekayaan misteri Kristus[76],hartakarun, yang pada hemat kami dapat menyajikan kepada segenap umat manusia, dalam kepenuhan yang tak terduga, segala sesuatu, yang dicarinya dengan merabaraba mengenai Allah, manusia beserta tujuan hidupnya, kehidupan dan kematian serta kebenaran. Bahkan menghadapi ungkapanungkapan religius alami yang pantas sekali dihargai, Gereja mendapat dukungan pada kenyataan bahwa agama Yesus, yang diwartakannya melalui evangelisasi, secara obyektif menaruh manusia dalam hubungan dengan Rencana Allah, kehadiranNya yang nyata dan karyaNya. Jadi Gereja menimbulkan perjumpaan dengan misteri keBapaan ilahi, yang berkenan memandang umat manusia. Dengan kata lain, agama kita secara efektif menjalin dengan Allah hubungan yang otentik dan hidup, yang tidak berhasil dijalin oleh agamaagama lain, meskipun agamaagama itu seolaholah mengulurkan lengannya ke arah surga. Itulah sebabnya mengapa Gereja tetap memelihara semangat misionernya, bahkan hendak meningkatkannya pada saat hidup kita dalam sejarah. Gereja merasa bertanggung jawab di hadapan semua bangsa. Gereja takkan berhenti selama belum berusaha sedapat mungkin memaklumkan warta gembira tentang Yesus Sang Penyelamat. Gereja selalu menyiapkan angkatanangkatan baru rasulrasul. Marilah
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
13/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL kenyataan itu kita akui dengan gembira, pada saat ada saja yang mengira dan bahkan mengatakan, bahwa sudah habislah semangat merasul yang menggebugebu, dan zaman misi sekarang sudah lewat. Sinode menjawab bahwa pewartaan misioner tidak pernah berhenti, dan bahwa Gereja selalu akan berusaha menunaikan pewartaan itu. 54. Walaupun begitu Gereja tetap merasa wajib memberi perhatian yagn pantang kendur juga kepada mereka yang telah menerima iman, dan sering sudah sekian banyak generasi berkenalan dengan Injil. Maka Gereja berusaha memperdalam, memantapkan, memupuk dan makin mendewasakan iman mereka yang sudah disebut umat yang beriman atau percaya, supaya tetap masih berkembang penghayatan mereka. Sekarang iman itu hampir selalu dihadapkan pada sekularisme, bahkan pada ateisme yang militan. Iman menghadapi pelbagai cobaan dan ancaman, bahkan lebih lagi, dirundung bahaya dan ditentang secara aktif. Iman menghadapi risiko merosot karena dikekang atau merana, kalau tidak dipupuk dan dipelihara dari hari ke hari. Oleh karena itu mewartakan Injil sering sekali berarti memberi santapan yang diperlukan untuk melestarikan iman mereka yang percaya, khasnya melalui katekese penuh kesegaran Injili dan dalam bahasa yang cocok bagi orangorang beserta situasi mereka. Gereja penuh kepedulian juga terhadap umat Kristen, yang tidak sepenuhnya bersekutu dengannya. Sementara bersama mereka menyiapkan kesatuan yang dikehendaki oleh Kristus, dan justru untuk mewujudkan kesatuan dalam kebenaran, Gereja menyadari bahwa ia secara serius melalaikan tugasnya, seandainya tidak memberi kesaksian di hadapan mereka tentang kepenuhan perwahyuan, yang dipercayakan kepada caranya sendiri. 55. Relevan pula keprihatinan Sinode terakhir tentang dua bidang yang jauh berbeda, tetapi sekaligus amat berdekatan karena tantangan yagn diajukannya terhadap pewartaan Injil, masingmasing dengan caranya sendiri. Bidang pertama dapat diistilahkan makin paranhnya sikap tak beriman di dunia modern. Sinode berusaha melukiskan dunia modern itu: betapa banyak arus pemikiran, nilai dan nilaitandingan, aspirasi terselubung atau benihbenih kehancuran, keyakinan lama yang menghilang dan keyakinan baru yang muncul tercakup dalam istilah ”tak beriman” yang umum itu! Ditinjau dari sudut pandangan rohani agaknya dunia modern untuk selamanya tenggelam dalam apa yang oleh pengarang modern disebut ”drama humanisme ateis ” [77]. Di satu pihak mau tak mau tampillah di jantung dunia masa kini gejala, yang menjadi cirinya yang cukup menyolok, yakni sekularisme. Yang kami bicarakan bukan sekularisasi, yakni usahadan usaha –dan usaha itu sendiri wajar dan semestinya, dan sama sekali tidak bertentangan dengan iman atau agama, untuk menggali di dunia tercipta, pada tiap hal atau kejadian di alam semesta, hukumhukum yang mengatur semuanya itu dengan otonomi tertentu, tetapi dengan keyakinan batin bahwa Sang Pencipta menanam hukumhukum itu dalam ciptaanNya. Dalam arti itulah Konsili terakhir menegaskan otonomi sewajarnya, yang ada pada kebudayaan dan khususnya pada ilmu pengetahuan [78]. Di sini yang kami maksudkan sekularisme yang sesungguhnya; menurut pandangan dunia itu, dunia dapat menjelaskan dirinya sendiri, sama sekali tidak membutuhkan bantuan Allah, yang karena itu sudah tidak diperlukan lagi, malahan suatu halangan. Maka untuk mengakui kekuatan manusia, sekularisme semacam itu akhirnya tidak membutuhkan Allah lagi, bahkan menolak Dia. Agaknya bentukbentuk baru ateisme bersumber padanya, yakni ateisme berpusatkan manusia, tidak abstrak atau bukan filsafah lagi, melainkan pragmatis, sistematis dan militan. Berkaitan dengan sekularisme ateis itu, kita sehariharian menghadapi masyarakat konsumeris dalam bentukbentuknya yang berbedabeda, usaha mengejar kenikmatan yang dicanangkan sebagai nilai tertinggi, keinginan akan kekuasaan dan dominasi, dan segala macam diskriminasi: arusarus tidak manusiawi pada ”humanisme”itu. Di lain pihak di dunia modern ini juga, dan itu suatu paradoks,tidak dapat disangkal adanya batubatu loncatan ke arah agama Kristiani, serta nilainilai Injili, setidaktidaknya berupa rasa kekosongan atau nostalgia. Beukannya berlebihan mengatakan, bahwa ada seruan cukup kuat dan tragis mengharapkan pewartaan Injil. 56. Bidang kedua ialah: mereka yang tidak mengamalkan agama. Sekarang besar sekali jumlah orang yang dibaptis; kebanyakan tidak secara formal mengingkari baptis mereka, tetapi sama sekali tak peduli dan tidak hidup sesuai dengannya. Kendala tidak mengamalkan agama kuno sekali dalam sejarah umat Kristiani. Sebabnya kelemahan kodrati, sikap tidak konsisten yang mendalam, yangsungguh malangtetap melekat pada kita. Akan tetapi sekarang menampilkan ciriciri tertentu yang baru. Sering sebabnya alienasi yang menandai zaman kita. Dapat juga diakibatkan oleh kenyataan, bahwa orangorang Kristiani hidup berdekatan dengan orangorang yang tidak beriman, dan terus menerus mengalami dampakpengaruh sikap tak beriman. Lagi pula, orangorang Kristiani yang sekarang tidak mengamalkan agama,masih melebihi orangorang di masa lampau,berusaha menjelaskan dan membenarkan posisi mereka dengan dalih agama batin, kemerdekaan pribadi, atau otentisitas.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
14/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Jadi ada kaum ateis dan tidak beriman di satu pihak, dan mereka yang tidak mengamalkan agama dipihak lain. Kedua kelompok cukup sengit menentang pewartaan Injil. Perlawanan kelompok pertama berupa suatu penolakan dan ketidakmampuan menangkap tata baru segalanya, makna baru dunia, kehidupan dan sejarah; mengerti itu memang tidak mungkin kalau orang tidak bertolak dari Nan Mutlak ilahi. Sedangkan penolakan kelompok kedua berupa apati dan sikap sedikit memusuhi pada orang yang merasa dirinya anggota keluarga, tetapi berlagak tahu segalanya dan sudah mencoba semuanya, dan sudah tidak percaya lagi. Sekularisme ateis dan agama yang tidak diamalkan terdapat di kalangan orang dewasa dan kaum muda, di antara para pemimpin masyarakat dan pada rakyat biasa, di segala taraf pendidikan, di GerejaGereja yang tua maupun yang muda. Karya Gereja mewartakan Injil tidak dapat mengabaikan kedua dunia itu, dan tidak boleh macet bila menghadapi mereka. Hendaklah Gereja tiada hentinya mencari upayaupaya yang cocok dan bahasa penyajian, atau cara menghadirkan lagi bagi mereka, perwahyuan Allah dan iman akan Yesus Kristus. 57. Seperti Kristus selama menjalankan pewartaan, seperti Duabelas pada hari Pentekosta pagi, begitu pula Gereja menghadapi rakyat tak terbilang jumlahnya, yang membutuhkan Injil dan berhak atasnya, sebab Allah ”menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan beroleh pengetahuan akan kebenaran” [79]. Gereja secara mendalam menyadari tugasnya mewartakan keselamatan kepada semua orang. Gereja tahu bahwa amanat Injil tidak diperuntukkan melulu kepada kelompok kecil yang sudah masuk anggota, yang diutamakan atau terpilih, melainkan dimaksudkan bagi semua orang. Maka seperti Kristus Gereja merasa gelisah menyaksikan banyak orang berkeliaran dan kehabisan tenaga, ’ibarat dombadomba tanpa gembala”, dan sering mengulangi katakataNya: ”Hatiku tergerak oleh belas kasihan terhadap semua orang itu” [80]. Akan tetapi Gereja menyadari juga, bahwa supaya pewartaan Injil efektif ia harus menujukan amanatnya kepada hati orang banyak, kepada jemaatjemaat beriman, yang kegiatannya dapat dan harus menjangkau orang orang lain. JEMAATJEMAAT BASIS 58. Sinode terakhir memberi cukup banyak perhatian kepada ”jemaatjemaat kecil” atau jemaatjemaat basis[81], karena memang sering dibicarakan dalam Gereja sekarang. Apakah jemaatjemaat itu? Mengapa harus secara istimewa mendengar pewartaan Injil dan sekaligus mewartakan Injil sendiri? Menurut berbagai pernyataan yang didengar di Sinode, jemaatjemaat itu berkembang subur kurang lebih di seluruh Gereja. Mereka sangat berbedabeda dalam wilayah yang sama, apa lagi dari wilayah ke wilayah. Di berbagai kawasan jemaatjemaat itu bermunculan dan berkembang hampir tanpa kecuali dalam Gereja, dalam solidaritas dengannya, dipupuk dengan ajarannya, dan bersatu dengan para gembalanya. Dalam keadaan itu mereka muncul dari kebutuhan menghayati kehidupan Gereja secara lebih intensif, atau dari keinginan dan usaha mencari dimensi lebih manusiawi, seperti hanya dengan sulit dapat disediakan oleh jemaatjemaat gerejawi yang lebih besar, khususnya di kotakota besar yang modern, yang membawa ke arah pola hidup massal dan anonim. Jemaatjemaat itu dapat begitu saja, dengan cara masingmasing, merupakan perluasan rukun hidup sosial yang kecil, seperti desa, dan sebagainya, pada taraf rohani dan keagamaanibadat, pendalaman iman, cintakasih persaudaraan, doa, komunikasi dengan para gembala. Atau juga dapat bertujuan menghimpun kelompokkelompok umat yang terikat karena umur, kebudayaan, kedudukan sipil atau situasi sosial: pasangan suamiisteri, kaum muda, orangorang profesional, dan sebagainya, mereka yang kebetulan sudah bersatu dalam perjuangan demi keadilan, bantuan persaudaraan kepada kaum miskin, kemajuan manusiawi; mereka dapat dihimpun untuk mendengarkan dan merenungkan sabda, untuk menerima sakramensakramen dan mengalami ikatan ”agape” [82]. Atau juga jemaatjemaat itu himpunan umat Kristiani di tempattempat kekurangan imam tidak mendukung kehidupan lazim jemaat paroki. Semuanya itu diandaikan dalam jemaatjemaat yang didirikan oleh Gereja, khususnya GerejaGereja dan parokiparoki. Di lain pihak di kawasankawasan lain berkumpullah jemaatjemaat basis dengan semangat kritik yang pedas terhadap Gereja, yang cepat mereka cap sebagai ”institusional”. Jemaatjemaat itu menempatkan diri sebagai jemaat karismatis, bebas dari strukturstruktur dan hanya berinspirasi Injil. Jadi ciri mereka yang jelas ialah sikap mencari kesalahan dan menolak terhadap penampilan Gereja: hirarkinya, tanda tandanya. Secara radikal mereka melawan Gereja. Dengan menempuh haluan itu inspirasi utama mereka cepat sekali menjadi ideologis. Jarang kelompokkelompok itu tidak lekas terjerumus ke dalam suatu pilihan politik atau arus gagasan, kemudian ke dalam suatu sistem dan bahkan partai dengan segala risiko diperalat olehnya. Perbedaan sudah jelas: jemaatjemaat yang karena sikap oposisi menceraikan diri dari Gereja, yang kesatuannya mereka lukai, dapat saja disebut ”jemaat basis”; akan tetapi itu istilah sosiologis belaka. Kelompokkelompok itu tidak dapat tanpa
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
15/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL penyalahgunaan istilah disebut ”jemaat basis” gerejawi, sekalipun meng”klaim” tetap berada dalam kesatuan Gereja, sedangkan mereka memusuhi hirarki. Nama ”jemaat basis” milik kelompokkelompok lain, yang berkumpul dalam Gereja untuk menyatukan diri dengan Gereja serta mendukung perkembangannya. Jemaatjemaat terakhir itulah yang akan menjadi gelanggang pewartaan Injil, demi jemaatjemaat yang lebih besar, khususnya GerejaGereja. Dan seperti kami uraikan pada penutupan Sinode terakhir, mereka tumpuan harapan bagi Gereja semesta, sejauh: Jemaatjemaat itu mencari santapannya dalam sabda Allah, dan tidak membiarkan diri terjebak dalam pertentangan politik atau ideologiideologi yang sedang laku, yang sudah akan menghisap sumberdaya manusiawi mereka yang besar; jemaatjemaat itu menghindari godaan yang selalu ada untuk secara sistematis melontarkan protes dan bersikap hiperkritis atas dalih otentisitas dan semangat kerjasama; jemaatjemaat itu tetap erat bergabung dengan Gereja setempat yagn mencakup mereka, dan dengan Gereja semesta, serta dengan begitu menghindari bahaya yang riil sekali menjadi terkunkung dalam diri mereka, dan mengira seakanakan mereka sendirilah satusatunya Gereja Kristus yang otentik, dan karena itu mengecam jemaat jemaat gerejawi lainnya; jemaatjemaat itu tetap berada dalam persekutuan yagn tulus dengan para gembala, yang oleh Tuhan dikurniakan kepada GerejaNya, dan dengan Magisterium, yang oleh Roh Kristus dipercayakan kepada para gembala itu; jemaatjemaat itu tidak pernah memandang diri sebagai satusatunya penerima atau satusatunya pelaku pewartaan Injil, atau bahkan satusatunya pemelihara perbendaharaan Injil,melainkan menyadari bahwa Gereja jauh lebih luas dan bermacam ragam serta menerima kenyataan bahwa Gereja itu tampil nyata dengan caracara lain dari pada melalui mereka sendiri. jemaatjemaat itu tetap bertumbuh dalam kesadaran misioner, entusiasme, komitmen dan semangat; jemaatjemaat itu tampil sebagai universal dalam segalanya, dan tidak pernah sektarian. Dengan terpenuhinya syaratsyarat itu, yang tentu memang cukup menuntut tetapi juga mengangkat, jemaatjemaat basis gerejawi akan memenuhi panggilan mereka yang paling mendasar, yakni: sebagai pendengar Injil yang diwartakan kepada mereka, dan sebagai penerima evangelisasi yang posisinya istimewa, mereka segera akan menjadi pewarta Injil sendiri. VI
GEREJA SEMESTA, GEREJAGEREJA SETEMPAT 59. kalau orang mewartaan Injil keselamatan di masyarakat, itu dilakukannya atas perintah Kristus sang Penyelamat, atas namaNya dan berkat rahmatNya.”Bagaimana mereka dapat memebrikanNya, kalau tidak diutus?” [83], tulis dia yang pantang diragukan ialah salahseorang pewarta Injil yang ulung. Tak seorang pun mampu menjalanknanya tanpa diutus. Lalu siapakah yang menerima misi mewartakan Injil? Konsili Vatikan II menjawab pertanyaan itu dengan jelas: pada Gerejalah, ”atas perintah ilahi, terdapat kewajiban pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil kepada segala makhluk” [84]. Dan dalam teks lain:”...seluruh Gereja bersifat misioner, karya mewartakan Injil ialah tugas mendasar umat Allah” [85]. Telah kami sebutkan kaitan erat itu antara Gereja dan evangelisasi. Sementara mewartakan dan membangun Kerajaan Allah, Gereja memantapkan diri di tengah dunia sebagai lambang dan upaya Kerajaan yangsudah ada dan harus datang. Konsili mengangkat ungkapan St. Agustinus tentang kegiatan misioner Duabelas: ”Mereka mewartakan sabda kebenaran dan melahirkan Gereja” [86]. 60. Pernyataan, bahwa Gereja diutus dan diperintahkan untuk mewartakan Injil di dunia harus membangkitkan pada kita dua keyakinan. Pertama: pewartaan Injil bagi siapa pun bukan tindakan perorangan yagn tersendiri, melainkan secara mendalam bersifat gerejawi. Bial pewartaan katekis atau pastor yagn paling tak dikenal di negeri yang paling terpencil mewartakan Injil, menghimpun jemaatnya yang kecil atau menerimakan sakramen, juga seorang diri, ia sedang menjalankan tindakan gerejawi, dan tindakannya pasti tergabungkan pada kegiatan evangelisasi seluruh Gereja melalui hubungan hubungan kelembagaan, tetapi juga melalui kaitankaitan mendalam yang tak kelihatan pada tingkat rahmat. Itu mengadandaikan bahwa ia bertindak bukan atas perutusan yang dianggapnya berasal dari dirinya atau atas ilham perorangan, melainkan dalam persatuan dengan misi Gereja dan atas namanya. Dari situ lahirlah keyakinan kedua: bila siapa pun mewartakan Injil atas nama Gereja, yang menjalankannya juga atas perintah Tuhan, tak seorang pun pewarta berdaulat mutlak atas tindakannya mewartakan Injil, seolaholah ia berwenang memilih
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
16/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL dan melakukannya menurut normanorma dan perpektifperpektifnya secara perorangan. Ia bertindak dalam persekutuan dengan Gereja beserta para gembalanya. Telah kami kemukakan, bahwa Gereja seluruhnay dan selengkapnya mewartakan Injil. Itu berarti bahwa, di seluruh dunia dan di tiap wilayah dunia tempat Gereja hadir, ia merasa bertanggungjawab atas tugas menyiarkan Injil. 61.Saudarasaudar dan puteraputeri terkasih, pada tahap refleksi kita sekarang ini kami hendak berhenti sejenak bersama Anda, untuk menelaah soal, yagn pada zaman ini sungguh penting sekali. Dalam perayaan liturgi, dalam kesaksian mereka di hadapan para hakim serta para pelaksana, begitu pula dalam karya tulis mereka untuk membela iman, umat Kristiani pertama dengan sukarela mengungkapkan ian mereka yang mendalam akan Gereja dengan menggambarkannya sebagai tersebar di seluruh dunia. Mereka menyadari sepenuhnya, bahwa mereka termasuk jemaat yang besar dan tak dapat dibatasi oleh ruang atau kurun waktu: ”Dari Abel yang benar hingga yang terakhir di antara kaum terpilih” [87], ”sampai di segala penjuru dunia” [88], ”hingga akhir zaman” [89]. Begitulah Tuhan menghendaki GerejaNya: universal, suatu pohon besar, yang cabangcabangnya menaungi burungburung di udara [90], jala yang menyaring segala macam ikan [91], atau yang diangkat oleh Petrus penuh dengan seratus lima puluh tiga ikan besar [92], kawanan yang digembalakan oleh satu gembala [93]. Gereja semesta tanpa perbatasan kecuali batasbatas hati dan budi dan manusia pendosa.
62. Meskipun begitu Gereja semsta kenyataannya menjelma dalam GerejaGereja setempat, terdiri dari sebagian konkret umat manusia, menggunakan bahasa tertentu, mewaris pusaka budaya, pandangan dunia, masa silam, dan terletak pada lapisan manusiawi yang khas. Sikap terbuka bagi kekayaan Gereja masingmasing sesuai dengan kepekaan khas manusia modern. Marilah sangat berhatihati, jangan menganggap Gereja semesta sebagai jumlah, ataukalau boleh dikatakan begituperserikatan kuranglebih campurbaur GerejaGereja yang banyak berbeda antara mereka. Menurut maksud Tuhan gereja bersifat universal karena panggilan dan perutusannya. Tetapi bila berakar dalam kemajemukan bidang budaya, sosial dan manusiawi, Gereja mengenakan ungkapanungkapan serta penampilanpenampilan lahiriah yang serba berbeda di tiap bagian dunia. Maka tiap Gereja, yang dengan sengaja memisahkan diri dari Gereja semesta, akan kehilangan hubungannya dengan Rencana Allah, dan mengalami pemiskinan dalam dimensi gerejawinya. Akan tetapi sementara itu, seandainya Gereja melulu ”toto orbe diffusa” (meliputi seluruh dunia), akan menjadi abstraksi, kalau tidak mendarahdaging justru melalui GerejaGereja setempat. Hanya bila kedua kutub Gereja itu terus diperhatikan, kita akan mampu menangkap kekayaan hubungan antara Gereja semesta dan GerejaGereja lokal. 63. GerejaGereja itu, yang mencakup dalam dirinya bukan hanya orangorang, melainkan juga aspirasiaspirasi, kekayaan serta sifat terbatasnya, pelbagai cara berdoa, mengasihi, memandang kehidupan dan dunia, yang membedakan pelbagai kelompok manusia, bertugas mengolah hakikat amanat Injil dantanpa sedikitpun mengkhianati kebenaran hakikinyamenerjemahkannya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh kelompok yang khusus itu, kemudian mewartakannya dalam bahasa itu. Penerjemahan harus dijalankan dengan arif dan serius, sikap hormat dan kompetensi yang dibutuhkan di bidang ungkapan liturgis[94], dan di gelanggang katekese, perumusan teologis, tatasusunan gerejawi yang sekunder, serta pelayanan pelayanan. Dan istilah ”bahasa” di sini hendaklah dimengerti tidak terutama dalam arti semantis atau harafiah, melainkan terutama dalam arti yang dapat disebut antropologis dan budaya. Pastilah soalnya cukup rumit. Pewartaan Injil banyak kehilangan kekuatan dan dayagunanya kalau tidak mempertimbangkan: secara konkret ditujukan kepada siapa saja, kalau tidak menggunakan bahasa mereka, tandatanda dan lambanglambang mereka, kalau tidak menanggapi soalsoal yang mereka tanyakan, dan kalau tidak mempunyai dampak atas hidup konkret mereka. Tetapi di lain pihak ada risiko evangelisasi kehilangan kekuatannya bahkan sama sekali menghilang, kalau artinya dikosongkan atau diubah dengan dalih mengalihbahasakannya, dengan kata lain, kalau kenyataan itu dikurbankan dan kesatuannya dihancurkan, padahal itu mutlak perlu bagi sifat universalnya, melulu karena orang mau menyesuaikan kenyataan universal dengan situasi lokal. Padahal, hanya gereja yang tetap memelihara kesadaran akan sifat semestanya, dan menunjukkan bahwa memang bersifat universal, mampu membawakan amanat yang dapat didengarkan oleh semua orang, tanpa menghiraukan batasbatas regional. Bila GerejaGereja setempat mendapat perhatian sewajarnya, mau tak mau Gereja akan diperkarya. Perhatian itu mutlak perlu dan mendesak. Dan memang sesuai dengan aspirasiaspirasi yang sangat mendalam pada bangsabangsa serta rukunrukun hidup manusiawi untuk kian jelas menemukan jatidiri mereka.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
17/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 64. Akan tetapi supaya Gereja diperkaya, GerejaGereja setempat harus tetap terbuka sepenuhnya bagi Gereja semesta. Lagi pula cukup menyolok, bahwa umat Kristiani yang paling sederhana, mereka yang paling setia terhadap Injil dan paling terbukan bagi makna sejati Gereja, mempunyai kepekaan spontan dan sepenuhnya terhadap dimensi universal itu. Secara naluri mereka sangat merasa membutuhkannya, mereka mudah mengenali diri dalam dimensi itu. Mereka ikut merasakannya, dan sangat menderita bila, atas nama teoriteori yang tidak mereka fahami, mereka terpaksa menerima suatu Gereja tanpa sifat semesta itu, suatu Gereja daerah melulu tanpa cakrawala. Seperti ternyata dari sejarah, bila suatu Gereja khusus memisahkan diri dari Gereja semesta dan dari pusatnya yang hidup dan nampakada kalanya dengan maksud maksud baik sekali, berdasarkan argumenargumen teologis, sosiologis, politik atau pastoral, atau bahkan karena menghendaki kebebasan tertentu untuk bergerak dan bertindakhanya dengan sukar sekali mengelakkan (kalau memang menghindarinya) dua bahaya yang sama gawatnya. Bahaya pertama ialah isolasionisme yang makin rancu, dan kemudian , takkan lama lagi, keruntuhan gereja setempat, yang tiap selnya akan menceraikan diri dari padanya, tepat seperti Gereja itu meninggalkan intinya yang sekaligus pusatnya. Bahaya kedua yakni: kehilangan kebebasannya, bila Gereja terlepaskan dari pusatnya dan dari GerejaGereja lain yang memberi keteguhan dan kekuatanmenemukan dirinya sendirian sematamata, serta menjadi bulanbulanan bagi kekuatankekuatan yang sangat majemuk, serba memperbudakkan dan menghisap. Semakin Gereja khusus menyatu dengan Gereja semesta karena ikatan persekutuan yang mantap, dalam cintakasih dan loyalitas, dengan sikap menerima terhadap Magisterium Petrus, dalam kesatuan ”lex orandi” (hukumberdoa) yang sekaligus ”lex credendi” (hukum beriman) dalam keinginan akan kesatuan bersama semua Gereja lainnya yang mewujudkan keseluruhansemakin Gereja itu akan mampu mengalih bahasakan perbendaharaan iman ke dalam kemajemukan yang sewajarnya mengenai ungkapanungkapan pengakuan iman, doa dan ibadat , kehidupan serta perilaku Kristiani, dan pengaruh rohaniatas masyarakat tempatnya berada. Gereja itu akan makin sungguh mewartakan Injil juga , maksudnya: mampu menggali pusakawarisan semesta untuk memampukan umatnya sendiri mendapat manfaat dari padanya, mampu pula menyalurkan kepada Gereja semesta pengalaman serta kehidupan umatnya sehingga berguna bagi semua anggota. 65. Justru dalam arti itulah pada penutupan Sinode terakhir kami sampaikan amanat yang jelas penuh kasih kebapaan, dan kami tekankan peranan pengganti Petrus selaku prinsip yang kelihatan, hidup dan dinamis, mendasari kesatuan antara GerejaGereja, dan dengan demikian prinsip kesemestaan Gereja yang tunggal[95]. Kami garisbawahi juga tanggung jawab berat kami, tetapi yang kami tanggung bersama dengan Saudara Saudara kami semartabat Uskup, untuk tetap menjaga keutuhan isi iman Katolik, yang oleh Tuhan dipercayakan kepada para Rasul. Sementara diterjemahkan ke dalam segala ungkapannya, isi itu tidak boleh dirugikan atau dikurangi. Sementara mengenakan bentukbentuk lahir yang khas bagi tiap bangsa, dan dijabarkan denganjelas melalui ungkapan teologis, yang mengindahkan lingkungan budaya, sosial dan bahkan kesukuan yang serba berbeda, isi itu harus tetap merupakan isi iman Katolik, persisi seperti Magisterium gerejawi telah menerima dan menyalurkannya. KEMAJEMAKAN TUGASTUGAS. 66. Oleh kaerna itulah seluruh Gereja dipanggil untuk mewartakan Injil. Tetapi di dalam Gereja harus dilaksanakan berbagai tugas evangelisasi. Keragaman pelayanan dalam kesatuan misi yang sama itu mewujudkan kekayaan dan keindahan pewartaan Injil. Tugastugas itu dengan singkat akan kami ulas. Pertama kami tunjukkan pada halamanhalaman Injil kesungguhan Tuhan, ketika meneyrahkan kepada para Rasul tugas mewartakan sabda. Ia memilih mereka [96], membina mereka dalam pergaulan erat selama beberapa tahun [97], mengangkat[98] dan mengutus mereka [99] sebagai saksi dan guru berwenang penuh untuk menyampaikan amanat keselamatan. Kemudian Duabelas Rasul mengutus para pengganti mereka, yang dalam jalur penggantian mereka melanjutkan misi mewartakan kabar gembira. 67. Jadi atas kehendak Kristus pengganti Petrus diserahi pelayanan luhur sekali, yakni mengajarkan kebenaran yang diwahyukan. Acap kali Perjanjian Baru menampilkan Petrus ”penuh dengan Roh Kudus” berbicara atas nama semua murid [100]. Justru itulah alasannya mengapa St. Leo Agung melukiskannya sebagai dia yang selayaknya menerima posisi utama dalam kerasulan [101]. Itu pula sebabnya mengapa suara Gereja menampilkan paus” pad atitik puncak”in apice, in specula” –kerasulan” [102]. Konsili Vatikan II bermaksud menegaskannya lagi, ketika menyatakan, bahwa ”perintah Kristus mewartakan kabar gembira kepada tiap makhluk (bdk. Mrk 16:15) pertamatama dan secara langsung menyangkut para Uskup bersama Petrus dan di bawah Petrus” [103].
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
18/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Kewenangan penuh tertinggi dan universal[104], yang oleh Kristus diberikankepada wakilNya untuk pembimbingan pastoral GerejaNya, dengan demikian secara khas dilaksanakan oleh Paus dalam kegiatan pewartaan dan usahanya, supaya warta gembira keselamatan disebarluaskan. 68. dalam eprsatuan dengan pengganti Petrus, para Uskup yang menggantikan para Rasul melalui kuasa tahbisan episkopal mereka menerima kewenangan untuk mengajarkan kebenaran yang diwahyukan dalam Gereja. Merekalah guruguru iman. Tergabungkan pada para Uskup dalam pelayanan mewartakan Injil, sekaligus juga bertanggung jawab atas dasar yang khas, ialah mereka yang karena tahbisan imamat ”bertindak dalam pribadi Kristus” [105]. Merekalah pembina umat Allah dalam iman dan pewarta, pun sekaligus pelayan Ekaristi dan sakramensakramen lainnya. Oleh karena itu kita para gembal adiundang untuk memperhatikan tugas itu, lebih dari para anggota Gereja mana pun juga. Yang merupakan ciri khas pelayanan kita sebagai imam menyatukan secara mendalam seribu satu tugas, yang dari hari ke hari menuntut perhatian dan seumur hidup kita, lagi pula memberi ciri tersendiri kepada kegiatankegiatan kita ialah tujuan ini yang selalu dalam segala tindakan kita, yakni: menyiarkan warta gembira tentang Allah [106]. Suatu corak jatidiri kita yang pantang disangsikan atau digoyahkan oleh keberatan mana pun yakni: selaku gembala, kitakendati kurang memadaiberkat kerahiman Sang Gembala Tertinggi[107], telah dipilih untuk mewartakan dengan kewibawaan sabda Allah; untuk menghimpun umatNya yagn terceraiberai; untuk memelihara umat memakai lambanglambang tindakan Kristus, yakni sakramensakramen; untuk menempatkan umat pada jalan menuju keselamtan; untuk melestarikannya dalam kesatuan,untuk itu kita di berbagai tingkat menjadi upaya yang aktif dan hidup; dan untuk tiada hentinya menjaga agar persekutuan yang terhimpun sekitar Kristus tetap setia kepada panggilannya yang terdalam. Kalau semuanya kita jalankan dalam batas kemampuan insani kita dan berkat rahmat Allah, pewartaan Injilah yang sedang kita lakukan . Karya itu menyangkut diri kami sendiri sebagai gembala Gereja semesta, SaudaraSaudara kami para Uskup pemimpin GerejaGereja khusus, para imam dan diakon dalam persatuan dengan UskupUskup yang mereka bantu, berdasarkan persekutuan yang bersumber pada sakramen Tahbisan dan cintakasih Gereja. 69. Para religius menemukan dalam hidup bakti mereka upaya yang luar biasa untuk mewartakan Injil secara efektif. Pada inti terdalam hidup mereka terintegrasikan dalam dinamisme kehidupan Gereja, yang haus akan Nan Mutlak ilahi dan dipanggil untuk kekudusan. Kekudusan itulah yang menajdi pokok kesaksian mereka. Mereka mengejawantahkan gereja dalam keinginannya untuk mempertaruhkan diri seutuhnya demi tuntutan radikal Sabda Bahagia. Karena perihidup mereka menjadi tanda kesediaan sepenuhnya untuk mengabdi Allah, Gereja dan sesama. Karena kesediaan itu mereka secara khas relevan dalam konteks kesaksian, yang seperti telah kami katakan penting sekali dalam pewartaan Injil. Sekaligus, sebagai tantangan terhadap dunia dan Gereja sendiri, kesaksian tanpa kata kata akan kemiskinan dan ingkar diri, akan kemurnian dan ketulusan, akan pengurbanan diri dalam ketaatan, dapat menjadi kesaksian penuh makna, yang mampu menyentuh hati umat bukanKristiani juga, yang beriktikad baik dan peka terhadap nilainilai tertentu. Dalam perspektif itu jelaslah peranan yang dlaam pewartaan Injil dijalankan oleh pria maupun wanita relifius, yang membaktikan diri bagi doa, berdiam diri, ulahtapa dan pengurbanan. Kaum religius lain, yang berjumlah besar, secaralangsung membaktikandiri bagi pewartaan Kristus. Kegiatan misioner mereka jelas tergantung dari hirarki, dan perlu dikoordinasi dengan rencana pastoral yang dilaksanakan oleh hirarki. Tetapi siapakah tidak melihat sumbangan tiada taranya yang telah dan tetap diberikan ioleh para religius kepada pewartaan Injil? Berkat pentakdisan mereka mereka secara istimewa bersedia dan bebas untuk meninggalkan segalnya danpergi serta mewartakan Injil bahkan sampai ke penjuru dunua. Mereka penuh semagnat kerja dan kerasulan mereka sering diwarnai sifat asli, ditandai kreativitas yagn mengagumkan. Mereka berjiwa besar: sering mereka dijumpai di pelosokpelosok misi, dan mereka sanggup menghadapi risiko terbesar bagi kesehatan dan bahkan hidup mereka sendiri. Gereja sungguh banyak berhutang budi kepada mereka. 70. Umat awam, yang karena panggilan khas berada di tengah masyarakat, dan bertanggung jawab atas tugastugas duniawi yang sangat beraneka, justru karena alasan itu harus menjalankan bentuk pewartaan Injil yang sangat istimewa. Tugas mereka yagn utama dan langsung bukan mendirikan dan mengembangkan jemaat gerejawiitu tugas khas para gembalamelainkan memanfaatkan tiap kemungkinan Kristiani dan Injili, yang terselubung tetapi sudah ada dan aktif dalam perkaraperkara dunia. Bidang yang khusus bagi mereka untuk mewartakan Injil ialah dunia politik, masyarakat dan perekonomian, yang luas dan penuh masalah, tetapi juga dunia kebudayaan, ilmupengetahuan dan kesenian, kehidupan internasional, media komunikasi sosial. Termasuk juga kenyataankenyataa lain yang terbuka bagi evangelisasi, misalnya cintakasih manusiawi, keluarga pendidikan anakanak dan kaum remaja, kerja
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
19/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL profesional, penderitaan. Semakin banyak umat awam berjiwakan Injil yang berkecimpung dalam kenyataankenyataan itu, jelasjelas melibatkan diri, cakap untuk membawa kemajuan, dan sadar bahwa mereka diharapkan mengerahkan sepenuhnya potensipotensi Kristiani mereka, yagn sering terpendam dan tercekam, semakin kenyataankenyataan itu akan diabdikan kepada Kerajaan Allah, dan karena itu kepada penyelamatan dalam Yesus Kristus, tanpa bagaimana pun juga kehilangan atau mengurbankan makna manusiawinya, melainkan menunjuk kepada dimensi transenden, yang sering diabaikan. 71. Tidak dapat diabaikan penekanan pada kegiatan keluarga mewartakan Injil dalam kerasulan evangelisasi umat awam. Pada berbagai saat dalam sejarah Gereja, begitu pula dalam Konsili Vatikan II, keluarga memang selayaknya mendapat gelar indah ”Gereja keluarga” [108]. Itu berarti, bahwa di tiap keluarga Kristiani harus terdapat pelbagai aspek seluruh Gereja. Lagi pula keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disalurkan, dan memancarkan Injil. Dalam keluarga yang menyadari misi itu, semua anggota mewartakan Injil dan mengalami penginjilan. Orangtua tidak hanya menyalurkan Injil kepada anakanak mereka, melainkan dari anakanak pun mereka sendiri dapat menerima Injil, sebagaimana mereka hayati secara mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi pewarta Injil bagi banyak keluarga lainnya dan bagi lingkungan mereka. Keluargakeluarga berdasarkan pernikahan campur pun wajib mewartakan Kristus kepada anakanak sebagai konsekuensi penuh Baptis bersama; selain itu mereka mempunyai tugas yang sukar, yakni membangun kesatuan. 72. Situasi mengundang kami untuk secara khas menyebutkan kaum muda. Meningkatnya jumlah mereka, dan bertumbunya kehadiran mereka dalam masyarakat, begitu pula masalah persoalan yagn menyerbu mereka, harus membangkitkan pada siapa pun keinginan untuk penuh semangat dan pengertian menyajikan kepada mereka citacita Injili, supaya dikenal dan dihayati. Dan di lain pihak, kaum muda yang dibina dengan baik dalam iman dan doa harus makin mnejadi rasulrasul kaum muda. Gereja banyak mengandalkan sumbangan mereka, dan kami sendiri sudah sering menyatakan kepercayaan kami sepenuhnya terhadap mereka. 73. Dengan demikian kehadiran aktif umat awam dalam kenyataankenyataan duniawi ternyata penting sekali. Akan tetapi tidak dapat diabaikan atau dilupakan dimensi lainnya: umat awam dapat juga merasa diri terpanggil, atau memang dipanggil, untuk bekerja sama dengan para gembala mereka dalam pelayanan kepada jemaat gerejawi, demi pertumbuhan serta kehidupannya, dengan menjalankan aneka macam pelayanan menurut rahmat serta karismakarisma yang Tuhan berkenan mengurniakan kepada mereka. Kami tak dapat lain kecuali mengalami kegembiraan batin yang besar, menyaksikan sekian banyak gembala, religius dan umat awam, yang penuh semangat menunaikan misi mereka mewartakan Injil, dan mencari caracara yang makin cocok untuk secara efektif mewartakan Injil. Kami dorong sikap terbuka, yang dewasa ini ditunjukkan oleh Gereja ke arah itu dan penuh kepedulian. Itulah terutama sikap terbuka bagi renungan, kemudian bagi pelayananpelayanan gerejawi yang dapat membaharui dan meneguhkan semangat mewartakan Injil dalam Gereja. Sudah pastilah, di samping pelayananpelayanan berdasarkan tahbisan,di situ orangorang tertentu diangkat menajdi gembala dan secara khas membaktikan diri untuk melayani jemaat,Gereja mengakui posisi pelayananpelayanan tanpa tahbisan, yang dapat memberi pelayanan khusus kepada Gereja. Selayang pandang atas awalmula Gereja menjelaskan banyak hal, dan memberi keuntungan pengalaman awal tentang pelayananpelayanan. Pengalaman itu makin tinggi nilainya, karena memungkinkan Gereja memantapkan diri, berkembang dan kian meluas. Akan tetapi perhatian terhadap sumbersumber perlu dilengkapi dengan perhatian terhadap kebutuhankebutuhan umat manusia maupun Gereja zaman sekarang. Menimba dari sumbersumber yagn selalu kaya inspirasi tanpa mengurbankan nilainilainya yang mana pun, dan sekaligus tahu bagaimana menyesuaikan diri dengan tuntutantuntutan serta kebutuhankebutuhan masa kiniitulah tolakukur yang memungkinkan orang mencari dengan bijaksana dan menemukan pelayananpelayanan yang dibutuhkan oleh Gereja, dan yang akan disanggupi dengan gembira oleh banyak anggotanya untuk menjamin gairah hidup yang lebih besar dalam jemaat gerejawi. Pelayananpelayanan itu akan memiliki nilai pastoral yang nyata, sejauh diselenggarakan dengan sikap hormat sepenuhnya terhadap kesatuan, sementara pedomanpedoman para gembala dipatuhi; sebab merekalah yang bertanggung jawab atas kesatuan Gereja dan membangunnya. Pelayanpelayan itu nampaknya saja baru, tetapi berkaitan erat dengan pengalaman nyata Gereja dari abad ke abad, misalnya katekis, pemimpin doa dan nyanyian, orangorang Kristiani yang melayni sabda Allah atau menolong sesama dalam kebutuhan mereka, pemuka jemaatjemaat kecil, atau orangorang lain yang bertanggung jawab atas gerakangerakan kerasulan. Pelayananpelayanan itu berharga sekali bagi pembentukan, kehidupan dan pertumbuhan Gereja, dan bagi kemampuannya mempengaruhi lingkungannya dan menjangkau mereka yang jauh dari padanya. Sudah
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
20/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL selayaknya pula kami nyatakan penghargaan istimewa kami terhadap semua awam, yang sungguh membaktikan sebagian waktu dan tenaga mereka, dan ada kalanya seluruh hidup mereka, untuk melayani misimisi. Dibutuhkan persiapan yang sungguh baik bagi semua yang berkarya dalam evangelisasi. Persiapan itu makin perlu bagi mereka yang membaktikan diri bagi pelayanan sabda. Dijiwai oleh keyakinan yang terus menerus diperdalam akan keagungan dan kekayaan sabda Allah, mereka yang diutus menyalurkannya harus memberi perhatian sebesar mungkin kepada keanggunan, kecermatan dan penyesuaian bahasa mereka. Siapa pun tahu bahwa sekarang ini seniwicara sungguh penting sekali. Bagaimana mungkin para pewarta dan katekis mengabaikannya? Dengan sungguh kami inginkan, agar di tiap Gereja Uskup betulbetul memperhatikan pembinaan yang memadai bagi semua pelayan sabda. Persiapan yang sungguh baik itu akan meningkatkan keyakinan yang mereka butuhkan dan semangat mereka untuk sekarang mewartakan Yesus Kristus. VII MEWARTAKAN DALAM KUASA ROH KUDUS 74. Kami tidak hendak mengakhiri perjumpaan dengan SaudaraSaudari dan putera puteri kami yang terkasih tanpa menyampaikan seruan yang mendesak tentang sikpa sikap batin, yang harus menjiwai mereka yang berkarya dalam pewartaan Injil. Demi Rasul Petrus dan Paulus kami ingin mendorong semua saudarasaudari , yang berkat karismakarisma Roh Kudus maupun atas perintah Gereja, menjadi pewarta Injil yang sejati, supaya dengan pantas menghayat panggilan itu, melaksanakannya tanpa terhambat oleh kebimbangan atau rasa takut, dan jangan melalaikan persyaratan, yang tidak hanya akan memungkinkan pewartaan Injil, melainkan mengaktifkan dan menyuburkannya juga. Berikut inilahdi antara sekian banyak lainnyasyaratsyarat mendasar, yang kami anggap penting ditekankan. 75. Pewartaan Injil tak pernah akan mungkin tanpa karya Roh Kudus. Roh turun atas Yesus dari Nazareth pada saat Ia dibaptis, ketika suara Bapa”Inilah PuteraKu yang terkasih, Aku berkenan padaNya” [109] secara lahir memaklumkan pemilihan Yesus dan perutusanNya. Yesus ”dibimbing oleh Roh” untuk mengalami di padang gurun perjuangan yang menentukan dan ujian mutakhir sebelum memulai misiNya [110]. ”Dalam kuasa Roh” [111]lah Ia kembali ke Galilea dan mengawali pewartaanNya di Nazareth dengan mengenakan pada DiriNya nas nabi Yesaya: ”Roh Tuhan turun atas DiriKu”. Dan Ia menyatakan: ”Hari ini terpenuhilah nas Kitab ini” [112]. Kepada para murid yang akan diutusNya Ia berkata sambil menghembusi mereka: ”Terimalah Roh Kudus” [113]. Baru sesudah Roh Kudus turun pada hari Pentekostalah para Rasul bertolak ke segala penjuru bumi, untuk memulai karya agung Gereja mewartakan Injil. Petrus menjelaskan peristiwa itu sebagai pemenuhan nubuat Yoel: ”Aku akan mencurahkan Roh Ku” [114]. Petrus penuh dengan Roh Kudus[115] , sehingga ia mampu berbicara kepada umat tentang Yesus Putera Allah [116]. Paulus pun dipenuhi oleh Roh Kudus, sebelum ia membaktikan diri kepada pelayanan kerasulannya, seperti Stefanus juga ketika ia dipilih untuk tugas pelayanan dan kemudian untuk kesaksian berdarah [117]. Roh, yang mendorong Petrus, Paulus dan Duabelas untuk berbicara, dan yang mengilhamkan kata kata yang harus mereka ucapkan, turun juga ”atas mereka yang mendengarkan sabda” [118]. Dalam ”penghiburan Roh Kudus”lah Gereja berkembang [119]. Roh Kudus ialah jiwa Gereja. Dialah yang menjelaskan kepada umat beriman makna mendalam ajaran Yesus dan misteriNya. Roh Kuduslah yang sekarang seperti pada awal Gereja, berkarya dalam tiap pewarta Injil, yang membiarkdan diri dirasuki dan dituntun olehNya. Roh Kudus menaruh ke dalam mulutnya katakata, yang tidak dapat ditemukannya sendiri, dan sekaligus Roh Kudus pula yang menyiapkan jiwa pendengar untuk membuka diri dan menerima warta gembira, serta bagi Kerajaan yang sedang diwartakan. Teknikteknik pewartaan Injil baik saja. Akan tetapi teknik yang paling maju pun tidak dapat menggantikan karya Roh yang serba halus. Persiapan pewartaan Injil yang paling sempurna pun tidak ada buahnya tanpa Roh Kudus. Tanpa Roh penalaran yang paling meyakinkan pun tidak berkuasa atas hati manusia. Tanpa Roh programprogram yang paling canggih pun, yang mempunyai dasar sosiologis atau psikologis, cepat akan ternyata tiada nilainya sama sekali. Kita hidup dalam Gereja pada saat Roh yang istimewa. Di mana pun orangorang berusaha mengenalNya makin baik, seprti diwahyukan oleh Kitab Suci. Mereka berbahagia menaruh diri di bawah inspirasiNya. Mereka berkumpul di sekitarNya. Mereka hendak membiarkan diri dituntun olehNya. Nah, kalau Roh Allah mempunyai tempat yang istimewa dalam seluruh kehidupan Gereja, apa lagi dalam misi Gereja untuk mewartakan Injilah Ia paling aktif. Bukan kebetulan saja permulaan agung evangelisasi berlangsung pada pagi hari Pentekosta, berkat inspirasi Roh.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
21/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Perlu dikatakan bahwa Roh Kuduslah Pelaku utama evangelisasi: Dialah yang mendorong tiap orang supaya mewartakan Injil; Dia pula yang dilubuk hati orangorang menyebabkan sabda keselamatan diterima dan dimengerti[120]. Akan tetapi dapat dikatakan juga, bahwa Dialah tujuan pewartaan Injil. Dialahsatusatunya yang membangkitkan ciptaan baru, umat manusia baru yang harus berbuahhasil dalam pewartaan Injil, dengan kesatuan dalam kemacamragamannya, yang mau dicapai melalui evangelisasi dalam jemaat Kristiani. Berkat karya Roh Kudus Injil memasuki hati dunia; sebab Dialah yang membimbing umat menjalankan penegasan terhadap tandatanda zaman, yang dikehendaki oleh Allah. Pewartaan Injil menyingkapkan dan memanfaatkan tandatanda itu dalam sejarah. Sinode para Uskup tahun 1974, yang cukup kuat menekankan peranan Roh Kudus dalam pewartaan Injil, menyatakan keinginannya juga, agar para gembala dan para teologdan kami ingin menambahkan: umat beriman yang ditandai meterai Roh pada Baptis mempelajari secara lebih mendalam hakikat dan cara Roh Kudus berkarya dalam pewartaan Injil zaman sekarang. Itulah yang kami inginkan juga. Dan kami mendorong semua pewartaan Injil, siapa pun mereka itu, untuk tiada hentinya berdoa kepada Roh Kudus penuh iman dan semangat , serta membiarkan diri dituntun dengan kebijaksanaan oleh Dia sebagai Pengilham yang menentukan bagi rencanarencana, prakarsaprakarsa, dan kegiatan mereka mewartakan Injil. SIFATSIFAT PEWARTA INJIL 76. Marilah kita pandang pribadi para pewarta Injil sendiri. Sekarang sering dikatakan bahwa abad ini haus akan keaslian. Khususnya mengenai kaum muda dikatakan: mereka muak akan apa saja yang dibuatbuat atau palsu, dan terutama mereka sedang mencari kebenaran dan kejujuran. ”Tandatanda zaman” itu hendaklah menjadikan kita waspada. Diamdiam atau lantangtetapi selalu dengan tegaskita ditanya: Benarkah anda sungguh mengimani apa yang anda wartakan? Benarkah anda hayati apa yang anda imani? Lebih dari sebelum ini kesaksian kehidupan merupakan syarat pokok, supaya pewartaan sungguh efektif. Justru karena itulah dalam arti tertentu kita bertanggung jawab atas kemajuan Injil yang kita wartakan. ”Bagaimanakah keadaan Gereja sepuluh tahun seusai Konsili?”, Begitulah kamitanyakanpada awal renungan ini. Benarkah posisinya mantap di tengah masyarakat, tetapi toh cukup bebas dan tidak tergantung, sehingga mampu meminta perhatian dunia? Benarkah Gereja memberi kesaksian akan solidaritas dengan rakyat, dan sekaligus akan Nan Mutlak yang ilahi? Benarkah Gereja lebih berkobar dalam kontemplasi dan sembah sujud dan lebih bersemangat dalam kegiatan misioner, amal kasih dan pembebasan? Lebih penuhkah komitmen Gereja terhadap usaha memperjuangkan pemulihan kesatuan umat Kristiani seutuhnya, kesatuan yang meningkatkan efektifnya kesaksian bersama, ”supaya dunia percaya”? [121] Kita semua bertanggung jawab atas tanggapan tanggapan yang dapat diberikan terhadap pertanyaanpertanyaan itu. Oleh karena itu anjuran kami ini kami tujukan kepada SaudaraSaudara kami dalam martabat Uskup, yang oleh Roh Kudus diangkat untuk memimpin Gereja [122]. Kami sampaikan anjuran ini kepada para imam dan diakon, rekanrekan sekerja para Uskup dalam menghimpun umat Allah dan memberi penjiwaan rohani kepada jemaat jemaat setempat. Anjuran ini kami arahkan kepada kaum religius, saksisaksi Gereja yang dipanggil untuk kekudusan, dan karena itu mereka sendiri diundang untuk perihidup yang memberi kesaksian akan Sabda Bahagia menurut Injil. Kami sampaikan anjuran ini kepada umat awam: keluargakeluarga Kristiani, anakanak muda, kaum dewasa, semua saja yang menjalankan perdagangan atau profesi, para pemimpin, tanpa melupakan kaum miskin, yang sering justru kaya dalam iman dan harapan –seluruh umat awam yang menyadari peranan mereka mewartakan Injil dalam pengabdian kepada Gereja atau di tengah masyarakat dan dunia. Kepada mereka semua kami serukan: semangat kita mewartakan Injil harus bersumber pada kekudusan hidup yang sejati, dan – seperti disarankan oleh Konsili Vatikan IIpewartaan, sendiri harus mendorong pewarta untuk berkembang dalam kekudusan, yang dipupuk melalui doa dan terutama melalui cintakasih terhadap Ekaristi[123]. Kendati – secara paradoksal – tidak terbilang tandatanda pengingkaran terhadap Allah, dunia toh masih merindukan Dia dengan caracara yang tak terduga, dan mempunyai pengalaman yang menyakitkan tentang kebutuhan akan Dia. Dunia membutuhkan pewartapewarta Injil untuk berbicara kepadanya tentang Allah, yang mereka sendiri harus mengenal dan menyapa dengan akrab, seolaholah mereka dapat melihat yang tidak nampak[124]. Dunia memerlukan dan mengharapkan dari kita kehidupan yang ugahari, semangat doa, cintakasih terhadap siapa saja, khasnya terhadap mereka yang dina dan miskin, ketaatan dan kerendahan hati, sikap lepasbebas dan pengurbanan diri. Tanpa ciri kekudusan itu, perkataan kita akan mengalami kesukaran menyentuh hati manusia modern. Katakata itu menghadapi risiko percuma saja dan mandul.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
22/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL 77. Dayakekuatan evangelisasi akan banyak berkurang, bila dengan pelbagai cara para pewarta Injil terpecahbelah antara mereka sendiri. Tidakkah itu barangkali salahsatu penyakit parah dalam pewartaan Injil zaman sekarang? Memang, jika Injil yang kita wartakan nampak tersobeksobek oleh berbagai perdebatan tentang ajaran, beberapa polarisasi ideologis, atau kecamankecaman timbalbalik di kalangan umat Kristiani, jika Injil menjadi kurban pandanganpandangan mereka yang berbedabeda tentang Kristus dan Gereja, bahkan juga karena beraneka macam pengertian mereka tentang masyarakat dan lembagalembaga manusiawi, bagaimana mungkin mereka yang kita sapa dengan pewartaan kita tidak terganggu, kehilangan arah, bahkan terkena oleh batu sandungan? Wasiat rohani Tuhan menyatakan, bahwa kesatuan antara para pengikutNya tidak hanya membuktikan bahwa kita milikNya, melainkan juga bahw aIa diutus oleh Bapa. Kesatuan itulah batuujian kredibilitas (kelayakan dipercaya) umat Kristiani dan Kristus sendiri. Sebagai pewarta Injil janganlah kita menyajikan kepada umat beriman milik Kristus citra umat yang terbagi dan terceraiberai akibat percekcokan yang berdampak merusak; melainkan citra umat yang dewasa imannya dan mampu menemukan titik temu melampaui pelbagai ketegangan yang nyata, berkat usaha kita bersama yang tulus dan tanpa pamrih untuk menemukan kebenaran. Ya, nasib evangelisasi pasti terikat pada kesaksian akan kesatuan yang diberikan oleh Gereja. Itu sumber tanggung jawab tetapi juga peneguhan. Di sini kami hendak menekankan tanda kesatuan antara semua orang Kristiani sebagai jalan dan upaya pewartaan Injil. Perpecahan di kalangan umat Kristiani merupakan kendala yang gawat, yang merintangi karya Kristus sendiri. Konsili Vatikan II dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa perpecahan itu ”merugikan perkara amat kudus, yakni pewartaan Injil kepada semua orang; dan menghalanghalangi banyak orang untuk iman” [125]. Karena alasan itu dalam memaklumkan Tahun Suci kami memandang perlu mengingatkan segenap umat beriman di dunia Katolik, bahwa ”sebelum semua orang dapat dihimpun dan dipulihkan kepada rahmat Allah Bapa kita, persekutuan harus dibentuk kembali antara mereka, yang karena iman telah mengakui dan merima Yesus Kristus sebagai Tuhan kerahiman, yang membebaskan umat manusia dan menyatukannya dalam Roh cintaksih dan kebenaran” [126]. Dengan cita rasa kuat harapan Kristianilah kami memandang usahausaha yang sedang dijalankan di dunia Kristiani untuk memulihkan kesatuan penuh yang dikehendaki oleh Kristus. St. Paulus menyatakan kepada kita bahwa ”harapan tidak mengecewakan kita”(125) [127]. Sementara kami sedang berusaha memperoleh kesatuan penuh dari Tuhan, kami ingin melihat doa ditingkatkan. Lagi pula kami bergabung dengan keinginan para Bapa Sidang Umum III Sinode para Uskup akan kerjasama yang ditandai dengan komitmen yang lebih penuh dengan saudarasaudari Kristen, yang belum bersatu dengan kita dalam kesatuan sempurna, berdasarkan Baptis dan pusakawarisan iman kita bersama. Dengan begitu kita sudah dapat memberi kesaksian bersama yang lebih agung akan Kristus di hadapan dunia dalam karya pewartaan Injil sendiri. Perintah Kristus mendesak kita untuk menjalankannya. Kewajiban mewartakan injil dan memberi kesaksian tentangnya meminta itu. 78. Injil yang dipercayakan kepada kita sekaligus juga sabda kebenaran. Kebenaran itu membebaskan [128], satusatunya yagn mendatangkan damai di hati; itulah yang dicari oleh orangorang bila kita menyiarkan warta gembira kepada mereka. Kebenaran tentang Allah, tentang manusia dan tujuan hidupnya yang penuh rahasia, tentang dunia. Kebenaran yang sulit, yang kita cari dalam sabda Allah dan yang –sekali lagi kami ulangi tidak kita kuasai atau kita miliki, melainkan dipercayakan kepada kita para bentara dan pelayannya. Setiap pewarta Injil diharapkan menghormati kebenaran, khususnya karena kebenaran yang dipelajari dan disampaikannya tidak lain kecuali kebenaranyang diwahyukan, dan karena itu partisipasi dalam kebenaran perdana, yakni Allah sendiri. Oleh karena itu pewarta Injil hendaklah seorang pribadi, yang bahkan dengan menyangkal diri dan menderita senantiasa mencari kebenaran, yang harus disalurkannya kepada sesama. Ia tidak pernah mengkhianati atau menyembunyikan kebenaran karena ingin menyenangkan hati orangorang, untuk menimbulkan rasa kagum atau mengejutkan, atau demi originalitas atau karena ingin mempesonakan. Ia tidak menolak kebenaran. Ia tidak mengaburkan kebenaran yang diwahyukan dengan bersikap terlalu sombong untuk mencarinya, atau demi kesenangannya sendiri, atau karena takut. Ia tidak melalaikan mempelajarinya. Ia melayani kebenaran dengan kebesaran jiwa, tanpa mengabdikannya kepada dirinya. Kita gembalagembala umat beriman. Pelayan pastoral kita mendorong kita melestarikan, membela dan menyalurkan kebenaran tanpa menghitung pengurbanan yang tercakup di dalamnya. Sekian banyak gembala yang ulung dan kudus meninggalkan kepada kita teladan cintakasih akan kebenaran itu. Sering sekali itu cintakasih berjiwa kepahlawanan. Allah kebenaran mengharapkan kita menjadi pembela yang waspada dan pewarta kebenaran yang sungguh mencintainya. Saudarasaudari yang cendekiaentah teolog, ahli tafsir Kitab Suci atau ahli sejarahkarya evangelisasi memerlukan usaha penelitian yang tak kenal lelah, lagi pula
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
23/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL kecermatan dan kearifan dalam menyalurkan kebenaran, yang anda temukan melalui studi, tetapi yang selalu lebih agung dari hati manusia, karena kebenaran Allah sendiri. Para orangtua dan guruguru, kewajiban andadan sekian banyak konflik zaman sekarang tidak mempermudahnyaialah membantu anakanak kita dan siswasiswi anda untuk menemukan kebenaran, termasuk kebenaran keagamaan dan rohani. 79. Karya pewartaan Injil mengandaikan pada pewarta cintakasih yang makin berkembang terhadap mereka yang dilayaninya melalui pewartaan. Pola pewartaan Injil, yakni Rasul Paulus, menulis kepada umat di Tesalonika katakata berikut, yang menjadi program bagi kita semua: ”Dalam kasih sayang yang besar akan kamu, kami bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi” [129]. Apakah cintakasih itu? Jauh melebihi kasih seorang guru; itu kasih seorang bapak; lagi pula cinta seorang ibu [130]. Cintakasih itulah, yang oleh Tuhan diharapkan dari setiap pewarta Injil, dari setiap pembangun Gereja. Suatu tanda cintakasih ialah kepedulian menyampaikan kebenaran dan mengantar umat kepada kesatuan. Tandanya yang lain ialah dedikasi untuk mewartakan Yesus Kristus, tanpa reserve atau mundur. Marilah kita tambahkan bebarapa tanda lainnya untuk cintakasih itu. Pertama: sikap hormat terhadap situasi keagamaan dan rohani mereka yang menerima pewartaan Injil. Sikap hormat terhadap kecepatan daya tangkap mereka; tidak seorang pun berhak memaksa mereka secara berlebihan. Sikap hormat terhadap hatinurani maupun keyakinankeyakinan mereka, yang tidak boleh diperlakukan dengan kasar. Suatu tanda cintakasih lainnya yakni kepedulian untuk tidak melukai hati sesama, khususnya kalau ia lemah imannya [131], dengan pernyataanpernyataan, yang barangkali jelas bagi mereka yang sudah diantar untuk mendalaminya, melainkan yang bagi umat beriman dapat menimbulkan kebingungan atau batusandungan, bagaikan lukaluka dalam jiwa. Suatu tanda lain lagi bagi cintakasih ialah usaha menyampaikan kepada umat Kristiani, bukan halhal yang diragukan atau tidak pasti, timbul dari banyaknya pengetahuan tanpa diolah dengan baik, melainkan halhal yang pasti dan dapat diandalkan, karena bertumpu pada sabda Allah. Umat beriman membutuhkan halhal yang pasti itu bagi penghayatan Kristiani mereka. Mereka berhak atasnya, sebagai puteraputeri Allah yang menyerahkan diri sepenuhnay ke dalam tanganNya dan kepada tuntutantuntutan cintakasih. 80. Seruan kami di sini diilhami oleh semangat para pengkotbah dan pewarta Injil yang ulung, yang membaktikan hidup mereka kepada kerasulan. Kami bergembira menunjukkan di antara para pewarta itu mereka , yang telahkami ajukan untuk dihormati olehumat beriman selama Tahun Suci ini. Mereka dulu tahu bagaimana mengatasi sekian banyak rintangan terhadap evangelisasi. Rintanganrintangan semacam itu sekarang punada, dan kami akan membatasi diri dengan hanya menyebutkan tiadanya semangat. Itu semakin gawat, karena berasal dalam. Gejalagejalanya ialah: rasa jenuh, kekecewaan, kompromi, tidak ada minat, dan terutama tidak ada kegembiraan dan harapan. Kami anjurkan kepada mereka yang bertugas mewartakan Injil, karena alasan apa pun dan pada tingkat mana pun, untuk senantiasa memupuk semangat rohani[132]. Semangat itu pertamatama meminta, supaya kita tahu bagaimana mengesampingkan dalihdalih, yang menghambat pewartaan Injil. Yagn paling gawat di antara dalihdalih itu pasti ialah, yang menurut orangorang tertentu didukung oleh ajaranajaran tertentu Konsili. Begitulah terlampau sering terdengar ungkapan, dengan pelbagai cara, bahwa mengharuskan menerima kebenaran, biar itu kebenaran Injil, atau mengharuskan suatu jalan, entah itu jalan keselamatan, hanyalah berarti melanggar kebebasan beragama. Selain itu, begitu ditambahkan, mengapa mewartakan Injil, kalau seluruh dunia diselamatkan berkat ketulusan hati? Kita toh tahu juga bahwa dunia dan sejarah penuh dengan ”benihbenih sabda”. Maka tidakkah itu khayalan belaka meng”klaim” menyampaikan Injil ke tempat itu sudah terdapat dalam benihbenih yang sudah ditaburkan oleh Tuhan sendiri? Siapa pun yang mau bersusahpayah mempelajari dalam dokumendokumen Konsili soalsoal, yang bagi dalihdalih itu menjadi landasan yang terlampau dangkal, akan menemukan pandangan yang berbeda sekali. Sudah pasti merupakan kesesatan, memaksakan sesuatu pada hatinurani sesama. Akan tetapi menyajikan kepada hatinurani mereka kebenaran Injil dan keselamatan dalam Yesus Kristus, secara terangbenderang dan dengan sepenuhnya menghormati pilihanpilihan bebas yang diajukannya”tanpa paksaan, atau penekanan yang tak terhormat dan tak layak” [133],sama sekali bukan serangan terhadap kebebasan beragama, melainkan berarti menghormati sepenuhnya kebebasan itu, sebab kepadanya diajukan pilihan jalan, yang bahkan oleh kaum tak beriman pun dipandang luhur dan mengangkat martabat manusia. Apakah itu kejahatan melawan kebebasan sesama, untuk dengan gembira mewartakan kabar sukacita, yang mulai dikenal berkat belaskasihan Tuhan? [134] Dan mengapa hanya kepalsuan dan kesesatan, kemerosotan
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
24/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL akhlak dan pornografi berhak dihidangkan kepada rakyat, dan sayang sekali sering dipaksakan atas mereka melalui propaganda media massa yang serba merusak, melalui toleransi perundangundangan, akbiat rasa takut orangorang baik dan kekebalan hati orangorang jahat? Penuh hormat menyajikanKristus beserta KerajaanNya merupakan lebih dari sekedar hak pewartaan Injil; itu kewajibannya. Begitu pula merupakan hak sesamanya menerima dari padanya pewartaan kabar gembira keselamatan. Allah dapat menyelenggarakan keselamatan itu pada siapa pun dikehendakiNya dengan caracara yang hanya diketahui olehNya [135]. Meskipun begitu, kalau PuteraNya datang, itu justru untuk mewahyukan kepada kita, melalui sabda dan hidupNya, jalan yang biasa menuju keselamatan. Dan Ia telah memerintahkan kita untuk menyalurkan perwahyuan itu kepada sesama atas kewibawaanNya sendiri. Akan berguna, bila tiap orang Kristiani dan tiap pewarta Injil berdoa tentang gagasan berikut: manusia dapat beroleh keselamatan juga melalui jalanjalan lain, berkat belaskasihan Allah, juga kendati kita tidak mewartakan Injil kepada mereka. Akan tetapi dari pihak kita, dapatkah kita beroleh keselamatan karena kelalaian atau rasa takut atau maluyang oleh St Paulus disebut ”merasa malu karena Injil” [136]atau kalau akibat gagasangagasan yang salah kita tidak mewartakannya? Sebab itu akan berarti mengkhianati panggilan Allah, yang menghendaki benih subur berbuah melalui suara para pelayan Injil. Dan akan tergantung dari kita, apakah benih itu bertunas dan bertumbuh menjadi pohon dan menghasilkan buah yang sepenuhnya. Oleh karena itu marilah kita tetap memelihara semangat jiwa kita. Marilah kita lestarikan kegembiraan yagn menyenangkan dan menghibur hati mewartakan Injil, juga kendati dengan airmatalah kita harus menabur. Hendaklah pewartaan itu bagi kitaseperti bagi Yohanes Pembaptis, Petrus, dan Pulus, bagi para Rasul lainnya dan bagi sekian banyak pewarta Injil yang ulung di sepanjang sejarah Gerejaberarti entusiasme batin, yang tidak dapat dipadamkan oleh siapa pun atau apa pun. Semoga itu merupakan kegembiraan besar hidup kita yang ditakdiskan. Dan semoga dunia masa kini, yang sedang mencari, kadang dengan cemasgelisah, kadang dengan berharap, dimapukan menerima warta gembira bukan dari pewartapewarta Injil yang kehilangan semangat, putus asa, tidak sabar atau serba ragu, melainkan dari para pelayan Injil, yang berkobar semangatnya, yang pertama menerima kegembiraan Kristus, dan bersedia mempertaruhkan hidup mereka, supaya Kerajaan diwartakan dan Gereja dibangun di tengah dunia. 81. Demikianlah, SaudaraSaudara dan puteraputeri terkasih, seruan kami setulus hati. Seruan itu mengemakan suara SaudaraSaudara kami yang berhimpun pada Sidang Umum III Sinode para Uskup. Itulah tugas yang ingin kami percayakan kepada anda pada penutupan Tahun Suci, yang memampukan kita melihat lebih jelas lagi dari sebelum ini kebutuhankebutuhan dan tuntutantuntutan sekian banyak saudarasaudari, Kristiani maupun bukanKristiani, yang mendambakan dari Gereja sabda keselamatan. Semoga cahaya Tahun Suci, yang bersinar di GerejaGereja setempat dan di Roma bagi jutaan hatinurani yang berdamai dengan Allah, tetap bercahaya seperti itu sesudah yubile melalui program kegiatan pastoran dengan pewartaan Injil sebagai ciri dasarnya, selama tahuntahun mendatang, yang menandai masa menjelang abad baru, masa juga menjelang millennium ketiga Kristianitas. 82. Itulah keinginan, yang penuh kegembiraan kami percayakan ke dalam tangan dan hati Santa Perawan Maria yagn tak bernoda, pada hari ini yang secara istimewa dikuduskan kepadanya, dan yang juga merupakan ulang tahun kesepuluh Penutupan Konsili Vatikan II. Pada pagi ari Pentekosta Santa Maria melindungi dengan doanya permulaan pewartaan Injil, yang diilhami oleh Roh Kudus. Semoga Santa Maria juga menjadi bintang evangelisasi yang tetap dibaharui; pewartaan yang oleh Gereja, selalu taatpatuh kepada perintah Tuhannya, harus dimajukan dan dilaksanakan, khususnya zaman sekarang ini, yang serba sukar tetapi penuh harapan! Demi nama Kristus kami memberkati anda, jemaatjemaat anda, keluargakeluarga anda, semua saja yang anda kasihi, dengan katakata yang oleh Paulus ditujukan kepada jemaat di Filipi:”Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita...aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Injil...Sebab kamu semua ada dalam hatiku, karena kamu semua ikut serta dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku..pada waktu aku membela dan meneguhkan Injil. Sebab Allah ialah Saksiku, betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kami sekalian” [137]. Dimaklumkan di Roma, di gereja basilika St. Petrus, pada hari raya Santa Perawan Maria dikandung Tak Bernoda, tanggal 8 Desember tahun 1975, pada tahun ketigabelas masa kepausan kami. PAUS PAULUS VI [1] Bdk. Luk 22:32. [2] 2Kor 4 11:28.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
25/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL [3] Bdk. Konsili Vatikan II, Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.1: AAS
58 (1966) hlm. 947. [4] Bdk. Ef 4:24; 2:15; Kol 3:10; Gal 3:27; Rom 13:14; 2Kor 5:17. [5] 2 Kor 5:20. [6] Bdk. Paus Paulus VI, Amanat pada penutupan sidang umum III Sinode para Uskup (tgl.26 Oktober 1974): AAS 66 (1974) hlm. 634635,637. [7] Paus Paulus VI, Amanat kepada Dewan para Kardinal (tgl.22 Juni 1973): AAS 65 (1973) hlm. 383. [8] 2 Kor 11:28. [9] 1 Tim 5:17. [10] 2 Tim 2:15. [11] Bdk. 1Kor 2:5. [12] Bdk. Luk 4:43. [13] Ibidem. [14] Luk 4:18; bdk. Yes 61:1. [15] Bdk. Mrk 1:1; Rom 1:13. [16] Bdk. Mat 6:33. [17] Bdk. Mat 5:312. [18] Bdk. Mat 57 [19] Bdk. Mat 10, [20] Bdk. Mat 13. [21] Bdk. Mat 18 [22] Bdk. Mat 2425. [23] Bdk. Mat 24:36; Kis 1:7; 1Tes 5:12. [24] Bdk. Mat 11:12; Luk 16:16. [25] Bdk. Mat 4:17. [26] Mrk 1:27. [27] Luk 4:22. [28] Yoh 7:46. [29] Luk 4:43. [30] Yoh 11:52. [31] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis “Dei Verbum” tentang wahyu ilahi, art.4: AAS 58 (1966) hlm. 818819. [32] 1Ptr 2:9. [33] Bdk. Kis 2:11. [34] Luk 4:43 [35] 1Kor 9:16. [36] “Pernyataan para Bapa Sinode”, 4:L’Osservatore Romano (tgl.27 Oktober 1974) hlm.6. [37] Mat 28:19. [38] Kis 2:41, 47. [39] KONSILI VATIKAN II, Konstitusi dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja, art.8: AAS 57 (1965) hlm. 11: Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.5: AAS 58 (1966) 951952. [40] Bdk. Kis 2:4246; 4:3235; 5:1216. [41] Bdk. Kis 2:11; 1 Ptr 2:9. [42] Bdk. Dekrit “ Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.5, 1112: AAS 58 (1966) hlm. 951952, 959961. [43] Bdk. 2Kor 4:5; St. Agustinus, Kotbah XLVI tentang Para Gembala, CCLXLI, hlm. 529 530. [44] Luk 10:16; bdk. St. Siprianus, “De Unione Ecclesiae” (tentang Persatuan Gereja), 14.PL 4, 527; St. Agustinus Enarrat., 88; Kotbah 2:14: PL 37, 1140; St. Yohanes Krisostomus, Homili “de capto Eutropio” (tentang Eutropius yang ditawan), 6: PG.52, 402. [45] Ef 5:25. [46] Why 21:5; bdk. 2Kor 5:17; Gal 6:15. [47] Bdk. Rm 6:4. [48] Bdk. Ef 4:2324; Kol 3:910. [49] Bdk. Rom 1:16; 1Kor 1:1824. [50] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral, “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.53: AAS 58 (1966) hlm. 1075. [51] Bdk. Tertulianus, “Apologeticum” (pembelaan Iman), 39:CCL, I, hlm.150153; Minucius Felix, Octavius 9 dan 31, CSLP, Turin 1963, hlm. 1113, 4748. [52] 1Ptr 3:15. [53] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja, art.1, 9, 48: AAS 57 (1965) hlm. 5, 1214, 5354; Konstitusi pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Moern, art.42, 45: AAS 58 (1966) hlm.10601061, 10651066; Dekrit “ Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art. 1, 5: AAS 58 (1966) hlm. 947, 951 952. [54] Bdk. Rom 1:16; 1Kor1:18. [55] Bdk. Kis 17:2223. [56] 1 Yoh 3:1; bdk. Rom 8:1417.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
26/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL [57] Bdk. Ef 2:8; 1:16. Bdk. Kongregasi untuk Ajaran Iman, “ Declaratio ad fidem tuendam
in mysteria Incarnationis et SS. Trinitatibus e quibusdam recentibus erroribus” (Pernyataan untuk membela iman akan misteri Penjelmaan dan Tritunggal Mahakudus terhadap berbagai kesesatan akhirakhir ini) (tgl. 21 Februari 1972): AAS 64 (1972) hlm. 237241. [58] Bdk. 1Yoh 3:2; Rom 8:29; Flp 3:2021. Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja, art 4851: AAS 57 (1965) hlm. 5358. [59] Bdk. Kongregasi untuk Ajaran Iman, “ Declaratio circa Catholicam Doctrinam d Ecclesia contra nonnullos errores hodiernos tuendam” (Pernyataan sekitar Ajaran Katolik tentang Gereja yang harus dipertahankan melawan berbagai kesesatan zaman sekarang (tgl.24 Juni 1973): AAS 65 (1973) hlm.396408. [60] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art. 4752: AAS 58 (1966) hlm. 10671074; Paus Paulus VI, Ensiklik “ Humanae Vitae”: AAS 60 (1968) hlm. 481503. [61] Paus Paulus VI, Amanat pembukaan Sidang Umum III Sinode para Uskup (tgl.27 September 1974): AAS 66 (1974) hlm.562. [62] Ibidem. [63] Paus Paulus VI, Amanat kepada para “Campesinos” di Kolumbia (tgl.23 Agustus 1968): AAS 60 (1968) hlm. 623. [64] Paus Paulus VI, Amanat untuk “Hari Perkembangan” di Bogota (tgl.23 Agustus 1968): AAS 60 (1968) hlm.627; St. Agustinus, Surat 229:1, PL 33: 1020. [65] Paus Paulus VI, Amanat pada Penutupan Sidang Umum III Sinode para Uskup (tgl.26 Oktober 1974): AAS 66 (1974) hlm. 637. [66] Paus Paulus VI, Amanat pada tgl.15 Oktober 1975, L’Osservatore Romano (tgl.17 Oktober 1975). [67] Paus Paulus VI, Amanat kepada para anggota Panitia tentang Umat Awam (tgl.2 Oktober 1974): AAS 66 (1974) hlm.568. [68] Bdk. 1Ptr 3:1. [69] Rom 17 [70] Bdk. 1Kor 2:15. [71] Rom 10:17. [72] Bdk. Mat 10:27; Luk 12:3. [73] Mrk 16:15. [74] Bdk. St. Yustinus, I Apologia (pembelaan), 46,14, PG.6,11; Apologia, 7(8) 14;10,13; 13,34; Florilegium Patristicum (Bungarampai Patristik) II, cet 2 Bonn 1911, hlm.81, 125, 129, 133; Klemens dari Iskandaria, stromata 1, 19, 91, 94, Sources chretiennes, hlm. 117 118; 119120; Konsili Vatikan II, Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.11: AAS 58 (1966) hlm. 960; Konstitusi dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja art.17: AAS 57 (1965) hlm. 20. [75] Eusebius dari Kaisarea, “ Praeparatio Evangelica” (persiapan Injil) I, 1, PG.21,2628; bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis ”Lumen Gentium” tentang Gereja, art.16: AAS 57 (1965) hlm.21. [76] Bdk.Ef 3:8. [77] Bdk. Henri de Lubac, “Le drame de I’humanisme athee”, Paris” Spes 1945. [78] Bdk: Konstitusi pastoral “ Gaudium et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern, art.59: AAS 58 (1966) hlm.1080. [79] 1 Tim 2:4. [80] Bdk. Mat 9:36; 15:32. [81] “Communautes de base” [82] “Agape”= (perjamuan) cintakasih. [83] Rom 10:15. [84] Pernyataan ”Dignitatis Humanae” tetnang Kebebasan Beragama, art.13: AAS 58 (1966) hlm. 939; bdk. Konstitusi dogmatis ”Lumen Gentium” tentang Gereja art.5: AAS 57 (1965) hlm. 78. Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.1: AAS 58 (1966) hlm. 947. [85] Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.35: AAS 58 (1966) hlm. 983. [86] St. Agustinus, “Enarratio in Ps” (uraian tentang Mazmur) 44, 23 CCLXXXVIII, hlm.510; bdk. Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.1: AAS 58 (1966) hlm. 947. [87] St. Gregorius Agung, “Homil. In Evangelica” (Homili tentang Injil), 19,1, PL.76,1154. [88] Kis 1:8; bdk. “Didache” (Ajaran para Rasul) 9,1, Runk, “Patres Apostolici”, 1,22. [89] Mat 28:20. [90] Bdk. Mat 13:32. [91] Bdk.Mat 13:47. [92] Bdk. Yoh 21:11/ [93] Bdk. Yoh 10:116. [94]Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi “ Sacrosanctum Concilium” tentang liturgi, art.3738: AAS 56 (1964)hlm.110; bdk. Juga bukubuku liturgis dan dokumendokumen lain yang diterbitkan sesudahnya oleh Takhta apostolik untuk melaksanakan pembaharuan liturgi yang dicitacitakan oleh Konsili. [95] Paus Paulus VI, Amnat penutupan Sidang Umum III Sinode para Uskup (tgl.26 Oktober 1974): AAS 66 (1974) hlm. 636. [96] Bdk. Yoh 15:16; Mrk 3:1319; Luk 6:1316.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
27/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL [97] Bdk. Kis 1:2122. [98] Bdk. Mrk 3:14. [99] Bdk. Mrk 3:1415; Luk 9:2. [100] Kis 4:8 ; bdk. 2:14; 3:12. [101] Bdk. St. Leo Agung, Sermo (kotbah) 69,3; Sermo 70,13, Sermo 94,3; Sermo 95,2;
Sources chretiennes 200, hlm. 5052; 5866; 258260; 268. [102] Bdk. Konsili Ekumenis I di Lyon, Konstitusi “ Ad Apostolicae Dignitatis” ; Conciliorum Oecumenicorum Decreta, Bologna: Istituto per le Scienze Religiose, 1973, hlm.278; Konsili Ekumenis di Vienna, Konstitusi “ Ad Providam Christi”, ed.cit, hlm.343; Konsili Ekumenis V di Lateran, Konstitusi “ In Apostolici Culminis”, ed.cit., hlm. 608; Konstitusi “ Pastquam ad Universalis”, ed.cit., hlm.609; Konstitusi “ Supernae Dispositionis”, ed. Cit., hlm. 614; Konstitusi “ Divina Disponente Clementia”, ed.cit., hlm.638. [103] Dekrit “ Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art. 38: AAS 58 (1966) hlm. 985. [104] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis “ Lumen Gentium” tentang Gereja, art. 22: AAS 57 (1965) hlm.26. [105] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis “ Lumen Gentium” tentang Gereja, art.10, 37: AAS 57 (1965) hlm.14, 43: Dekrit “ Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art. 39: AAS 58 (1966) hlm. 986; Dekrit “ Presbyterorum Ordinis” tentang Pelayanan dan Kehidupan para imam, art.2, 12, 13: AAS 58 (1966) hlm. 992, 1010, 1011. [106] Bdk. 1Tes 2:9. [107] Bdk. 1Ptr 5:4. [108] Konstitusi dogmatis “Lumen Gentium” tentang gereja, art.11: AAS 57 (1965); Dekrit “ Apostolicam Actuositatem” tentang Kerasulan Awam, art. 11: AAS 58 (1966) hlm. 848; St. Yohanes Krisostomus, In Genesim Serm. (Kotbah tentang kitab Kejadian), VI,2; VII,1; PG 54, 607608. [109] Mat 3:17. [110] Mat 4:1. [111] Luk 4:14. [112] Luk 4:18, 21; bdk. Yes 61:1. [113] Yoh 20:22. [114] Kis 2:17. [115] Bdk. Kis 4:8. [116] Bdk. Kis 9:17. [117] Bdk. Kis 6:5, 10; 755. [118] Kis 10:44. [119] Kis 9:31. [120] Bdk. Konsili Vatikan II, Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja, art.4: AAS 58 (1966) hlm. 950951. [121] Yoh 17:21. [122] Bdk. Kis 20:28. [123] Bdk. Dekrit “ Presbyterorum Ordinis” tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, art.13: AAS 58 (1966) hlm. 1011. [124] Bdk. Ibr 11:27. [125] Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja art.6: AAS 58 (1966) hlm. 954 955; bdk: Dekrit ”Unitatis Redintegratio” tentang Ekumenisme, art.1: AAS 57 (1965) hlm. 9091. [126] Bulla “Apostolorum Limina”, VII: AAS 66 (1974) hlm. 305. [127] Rom 5:5. [128] Bdk. Yoh 8:32. [129] 1 Tes 2:8; bdk. Flp 1:8. [130] Bdk. 1 Tes 2:711; 1Kor 4:15; Gal 4:19. [131] Bdk. 1Kor 8:913; Rom 14:15. [132] Bdk. Rom 12:11. [133] Konsili Vatikan II, Pernyataan “Dignitatis Humanae” tentang Kebebasan Beragama, art.4: AAS 56 (1966) hlm.933. [134] Bdk. Ibidem, art.914; loc.cit., hlm. 935940. [135] Bdk. Konsili Vatikan II, Dekrit “Ad Gentes” tentang Kegiatan Misioner Gereja; art.7: AAS 58 (1966) hlm. 955. [136] Bdk. Rom 1:16 [137] Flp 1:35, 78
Posting Lebih Baru
Beranda
Posting Lama
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
28/29
5/1/2017
AJARAN SOSIAL GEREJA KATOLIK (ASG): EVANGELII NUNTIANDI MEWARTAKAN INJIL Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.
http://ajaransosialgerejakatolik.blogspot.co.id/2012/03/evangeliinuntiandimewartakaninjil.html
29/29