4 0 940 KB
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah (Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perbankan Syariah) Dosen pengampu: Rahmawati S.E, M.M.
Disusun oleh :
Alifah Zahroh Nur Laila
11170820000045
Aldika Wahyudi
11170820000052
Andita Nazla
11170820000053
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah
ini
dengan
tema
“Akuntansi Transaksi
Pembiayaan
Mudharabah”. Terima kasih kepada Ibu Dosen Pengampu matakuliah Akuntansi
Perbankan Syariah yaitu Ibu Rahmawati S.E, M.M karena telah memberikan kesempatan kepada kelompok kami untuk dapat membuat dan menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan untuk para pembaca dan kami para penulis. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, karena pengetahuan yang kami miliki sangat terbatas. Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Ciputat, 12 September 2019
Tim Penyusun.
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
4
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
4
1.3 Tujuan
5
BAB II PEMBAHASAN
6
2.1 Definisi dan Penggunaan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
6
2.2 Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah
6
2.3 Alur Transaksi Mudharabah
8
2.4 Cakupan Standar Akuntansi Mudharabah bagi Bank Syariah.
9
2.5 Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Mudharabah
10
2.6 Penyajian Transaksi Mudharabah dalam Laporan Keuangan
24
2.7 Pengungkapan Transaksi Mudharabah
24
2.8 Pembahasan Kasus
25
BAB IIIPENUTUP
26
3.1 Kesimpulan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis yang bersyariat islam sekarang ini sangatlah maju dan pesat. Hal tesebut dikarenakan banyak umat Islam dan dunia telah menyadari bahwa bertransaksi berlandaskan syariat Islam akan menciptakan kemalahatan untuk kehidupan. Dengan berkembangnya dunia bisnis yang berlandaskan Islam, maka akan dibutuhkan juga proses-proses pencatatan, pengklasifikasian, pelaporan yang mendukung kegiatan bisnis yang berlandaskan syariat Islam. Bisnis yang berlandaskan syariat tersebut salah satunya adalah transaksi yang berada di sektor perbankan. Perbankan syariah membutuhkan treatment akuntansi yang berlandaskan syariat Islam. Salah satu transaksi yang sedang berkembang di perbankan yaitu pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan Mudharabah sendiri sangat banyak diminati oleh kalangan karena dari semua pihak banyak memberikan banyak keuntungan, dari sisi pemodal maupun dari sisi pengelola. 1.2 Rumusan Masalah 1.
Apa definisi dari Pembiayaan Mudharabah?
2.
Apa saja ketentuan syar’i, rukun transaksi, dan pengawasan syariah transaksi mudharabah?
3.
Bagaimana alur transaksi mudharabah?
4.
Apa saja cakupan standar akuntansi mudharabah bagi Bank Syariah?
5.
Bagaimana teknis perhitungan dan penjumlahan transaksi mudharabah?
6.
Bagaimana penyajian transaksi mudharabah dalam Laporan Keuangan?
7.
Bagaimana pengungkapan transaksi mudharabah?
4
1.3 Tujuan 1.
Untuk menegtahui definisi dari pembiayaan Mudharabah
2.
Untuk mengetahui ketentuan syar’i, rukun transaksi, dan pengawasan syariah transaksi mudharabah
3.
Untuk mengetahui alur transaksi mudharabah
4.
Untuk mengetahui cakupan standar akuntansi mudharabah bagi Bank Syariah
5.
Untuk mengetahui teknis perhitungan dan penjumlahan transaksi mudharabah
6.
Untuk mengetahui penyajian transaksi mudharabah dalam Laporan Keuangan
7.
Untuk mengetahui pengungkapan transaksi mudharabah.
5
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi dan Penggunaan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Pengertian Mudharabah menurut Antonio (2001) yaitu akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama atau penyerta modal (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%) sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Jika kerugian tersebut diakibatkan oleh kelalaian pengelola maka pengelola dana tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 2.2 Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah
Ketentuan syar’i Mudharabah Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga jenis :
a) Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerjasama antar pemilik dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat,cara dan objek investasi. Dalam transaksi mudharabah muqayyadah, bank syariah berperan sebagai pihak yang menghubungkan shahibul maal dengan mudharib. Imbalan yang diterima oleh bank sebagai pihak yang mempertemukan pihak shahibul maal dengan mudharib dinamakan fee dan bersifat tetap tanpa dipengaruhi oleh tingkat laporan keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib. Fee yang diterima oleh bank nantinya akan dilaporkan di dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan oprasi lainnya. Dalam praktik perbankan, mudharabah terdiri atas dua jenis yaitu : 1.
Mudharabah muqayyadah executing, yaitu posisi bank syariah sebagai pengelola menerima dana dari pemilik dana dengan pembatasan dalam 6
hal tempat,cara dan objek investasi namun, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadaop calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut. 2.
Mudharabah muqayyadah channeling, pada mudharabah muqayyadah channeling, bank syariah tidak memiliki kewenangan untuk menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut.
b) Mudharabah Mutlaqah Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat,cara dan objem investasi. Dalam mudharabah mutlaqah, pemilik dana memberikan kewenangngan sepenuhnya kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Didalam pembiayaan mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Dana yang diterima oleh bank dari penabung dilaporkan dalam neraca dibagian dana syirkah, sedangkan dana yang disalukan oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad mudharabah dilaporkan dalam neraca pada bagian aset lancar.keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib menjadi bagian dari keuntungan bank yang dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan oprasi utama bank. c)
Mudharabah Musytarakah Mudharabah musytarakah adalah bentuk kerjasama yang pengelola dananya
menyertakan modal atau dana dalam bentuk kerjasama investasi. Akad musytarakah adalah perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama {berdasarkan akad musyarakah). setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
Rukun Transaksi Mudharabah 7
Rukun transaksi mudharabah meliputi: a) Transaktor : yang menjadi pihak transaktor yaitu investor dan pengelola modal. Investor biasa disebut dengan shahibul maal atau rabbul maal sedangkan sebutan untuk pengelola modal yaitu mudharib. b) Objek Mudharabah :meliputi modal dan usaha. Harus ada kedua objek ini didalam mudharabah. c) Ijab dan kabul : ijab kabul adalah bentuk persetujuan antara kedua belah pihak yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela.
Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah Dewan Pengawasan Syariah (DPS) secara periodik melakukan pengawasan untuk
memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi mudharabah yang dilakukan oleh bank. Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman Bank Indonesia,adapun hal-hal yang dilakukan,sebagai berikut : 1.
Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada nasabah,baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan mudharabah telah dilakukan.
2.
Menguji apakan perhitungan bagi hasilk telak dilakukan sesuai prinsip syariah
3.
Memastikan
adanya
persetujuan
para
pihak
dalam
perjanjian
pembiayaan mudharabah 4.
Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah
5.
Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk junis kegiatan usaha yang bertrntangan dengan syariah.
Tujuan diadakan pengawasan syariah yaitu karena DPS menuntut bank syariah untuk berati-hati dalam melakukan transaksi mudharabah dengan para nasabah dan supaya para bank juga melakukan administrasi secara tertib agar memudahkan DPS dalam setiap pelaksanaan pengawasan. 2.3 Alur Transaksi Mudharabah 8
Pertama, pengajuan permohonn pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Lalu nasabah menyerahkan formulir tersebut kepada Bank syariah beserta dokumen pendukung, selanjutnya pihak bank akan melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan mudharabah yang diajukan nasabah dengan analisis 5C (character,capacity,capital,commitment, dan collateral) lalu analisis diverifikasi. Bila nasabah dianggap layak, selanjutnya akan dilaksanak perikatan dalamb bentuk penandatangangan kontrak mudharabah dengan ,mudharib di hadapan notaris. Kontrak harus memuat rukun mudharabah. Kedua, bank akan mengontribusikan modal dan nasabah mulai mengelola usaha yang telah disepakati. Ketiga, hasil usaha akan dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati Kelima, bank menerima pengambilan modalnya dari nasabah. Juka nasabah sudah mengembalikan semua modalnya, maka usaha menjadi milik nasabah sepenuhnya. 2.4 Cakupan Standar Akuntansi Mudharabah bagi Bank Syariah. 9
Akuntansi Mudharabah diatur dalam PSAK 105 tahun 2007. Di dalam standar tersebut mengatur tentang pengakuan dan pengukuran transaksi, baik dari sisi pemilik dana maupun dari sisi pengelola dana. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengakuan dan pengukuran transaksi adalah : Dana mudharabah yang disalurkan Jenis investasi (kas/non-kas) Penurunan nilai investasi sebelum usaha dimulai Penghasilan usaha Kerugian akibat kelalaian pengelola Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah Penyertaan dana pengelola dalam skema mudharabah musytarakah Pembagian hasil pada mudharabah musytarakah.
2.5 Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Mudharabah Berikut merupakan contoh dari transaksi yang menggambarkan pembiayaan mudharabah. Pada tanggal 1 Agustus 20x1 Bank Mandiri Syariah menyetujui pemberian fasilitas mudharabah Muthlaqah dari PT Haniya yang bergerak di bidang SPBU dengan kesepakatan sebagai berikut :
Plafon
:
Rp. 1.450.000.000
Objek bagi hasil :
Pendapatan (gross profit sharing)
Nisbah
:
70% PT Haniya dan 30% Bank Mandiri Syariah
Jangka Waktu
:
10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Juni 20xx)
Biaya Adm
:
Rp. 14.500.000 (dibayar saat akad ditandatangani) 10
Pelunasan
:
Pengembalian pokok di akhir periode
Keterangan
:
Modal dari Bank Mandiri Syariah diberikan secara tunai tanggal
10 Agustus 20x1. Pelaporan dan pembayaran bagi hasil oleh nasabah dilakukan setiap tanggal 10 mulai bulan September Perhitungan Transaksi Mudharabah Berikut merupakan penghitungan bagian bank atas bagi hasil yang diperoleh. Penjurnalan :
Saat Penandatanganan Akad Mudharabah
Jurnal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening administratif komitmen pembiyaan PT Haniya dan jurnal pembebanan biaya administrasi. Jurnal : (dalam satuan Rupiah) 01/08/x1 Komitmen administratif pembiayaan
1.450.000.000
Kewajiban komitmen adm pembiayaan
1.450.000.000
(izin tarik tanggal 10 Agustus sebesar 1.450.000.000)
Kas/Rek. Nasabah - PT Haniya
14.500.000
Pendapatan Adm
14.500.000
Penyerahan Pembiayaan Mudharabah
Usaha mudharabah dianggap telah bejalansejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 12, disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai pembiayaan mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada pengelola dana. Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK 104 paragraf 13a).
11
Misalkan tanggal 10 Agustus 20xx, Bank Mandiri Syariah mencairkan pembiayaan sebesar Rp. 1.450.000.000 untuk pembiayaan mudharabah. Jurnal : 10/08/x1 Pembiayaan Mudharabah*
1.450.000.000
Kas/Rek. Nasabah
1.450.000.000
Kewajiban komitmen adm Pembiayaan
1.450.000.000
Komitmen adm Pembiayaan
1.450.000.000
*Dalam praktik perbankan, istilah “pembiayaan mudharabah”, sebagaimana yang terdapat dalam PSAK 105, belum umum dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.
Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 22, dinyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan proyeksi hasil usaha. Sekiranya bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut diakui sebagai piutang (PSAK 105 paragraf 24). Dibawah ini merupakan realisasi laba bruto PT Haniya selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya. no
bulan
Jumlah laba bruto Porsi Bank 30% Tanggal
Tenggal
(Rp)
Pelaporan
Pembayaran
Bagi Hasil
Bagi Hasil
(Rp)
1.
Ags x1
20.000.000
6.000.000
10 Sept
10 Sept
2.
Sept x1
50.000.000
15.000.000
10 Okt
10 Okt
3.
Okt x1
45.000.000
13.500.000
10 Nov
10 Nov
4.
Nov x1
40.000.000
12.000.000
10 Des
10 Des
12
5.
Des x1
60.000.000
18.000.000
10 Jan
10 Jan
6.
Jan x2
50.000.000
15.000.000
10 Feb
10 Feb
7.
Feb x2
40.000.000
12.000.000
10 Mar
10 Mar
8.
Mar x2
50.000.000
15.000.000
10 Apr
10 Apr
9.
Apr x2
55.000.000
16.500.000
10 Mei
10 Mei
10.
Mei x2
60.000.000
18.000.000
15 Jun
15 Jun
Transaksi tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu sbb : 1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti bagi hasil untuk bulan Agustus, September, Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret. Bentuk transaksi dan penjurnalannya adalah berikut ini : (dalam satuan rupiah) 10/09/x1 Kas/Rek Nasabah
6.600.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/10/x1 Kas/Rek Nasabah
6.000.000 15.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/11/x1 Kas/Rek Nasabah
15.000.000 13.500.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/12/x1 Kas/Rek Nasabah
13.500.000 12.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/01/x1 Kas/Rek Nasabah
12.000.000 18.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/02/x1 Kas/Rek Nasabah
18.000.000 15.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/03/x1 Kas/Rek Nasabah
15.000.000 12.000.000
13
Pendapatan bagi hasil mudharabah 10/04/x1 Kas/Rek Nasabah
12.000.000 15.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah
15.000.000
2. Penerimaan bagi hasi yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil seperti pada bagi hasil bulan April dan Mei. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 24, disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, maka bagian tersebut diakui sebagai piutang. Bentuk transaksinya dan penjurnalannya adalah sebagai berikut : 10/05/x2 Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
16.500.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual
05/06/x2 Kas/Rek nasabah
16.500.000
16.500.000
Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual
16.500.000 16.500.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah
16.500.000
10/06/x2 Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah
18.000.000
Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual
15/05/x2 Kas/Rek nasabah
18.000.000
18.000.000
Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual Pendapatan bagi hasil mudharabah
18.000.000 18.000.000 18.000.000
Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun ini merupakan sub-akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil mudharabah akrual disajikan dalam laba/rugi. Oleh karena bagi hasil tersebut belum 14
berwujud kas, maka pendapatan bagi hasil akrual tidak diikutsertakan dalam penghitungan bagi hasil dengan nasabah penghimpunan. Untuk keperluan praktis, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan pendapatan bagi hasil yang berwujud kas. Dalam pembahasan selanjutnya, khusus untuk pendapatan yang berwujud kas, penulis akan menambahkan istilah akrual. Dalam praktis perbankan, di beberapa bank terdapat deviasi dalam bentuk pengebaian pendapatan bagi hasil mudharabah akrual. Pada tahun berjalan, kendati telah ada pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank tidak mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan pendapatan ditunda hingga bank menerima porsi bagi hasilnya. Selanjutnya untuk keperluan pelaporan akhir tahun bank mengidentifikasi pendapatan yang bersifat akrual secara manual, untuk selanjutnya mengakuinya sebagai pendapatan pada laporan laba/rugi dan piutang pendapatan bagi hasil mudharabah pada laporan neraca.
Saat akad berakhir.
1. Alternatif
1 : nasabah pembiayaan
mampu
mengembalikan
modal
mudharabah. Misalkan pada tanggal 10 Juni 20x2, saat jatuh tempo, PT Haniya melunasi pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 1.450.000.000. Maka, jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut : 10/06/20x2 Kas/Rek Nasabah
1.450.000.000
Pembiayaan mudharabah
2. Alternatif 2
1.450.000.000
: nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal
mudharabah Berdasarkan PSAK 105 paragraf 19, disebutkan bahwa jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang.
15
Misalkan pada tanggal 10 Juni 20x2, saat jatuh tempo, PT Haniya tidak mampu melunasi pembiayaan mudharabah, maka jurnal pada saat jurnal saat jatuh tempo tersebut adalah sebagai berikut : 10/06/20x2
Piutang pembiayaan mudharabah jatuh tempo
1.450.000.000
Pembiayaan mudharabah
1.450.000.000
Variasi transaksi I.
PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN MENGGUNAKAN ASET NON-KAS Secara teori, transaksi pembiayaan mudharabah dapat dilakukan dengan
menggunakan aset non-kas. Akan tetapi, berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa praktisi bank syariah, dapat disimpulkan bahwa transaksi jenis ini tidak lazim diterapkan dalam dunia perbankan syariah. Semua pembiayaan mudharabah oleh bank pada umumnya berwujud kas. Akan tetapi, jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan mudharabah dengan menggunakan aset non-kas, dapat mengacu pada paragraf 12 dan 13 PSAK 105. Berdasarkan PSAK tersebut, disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik
dana diakui sebagai pembiayaan
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada pengelola dana. Penggunaan aset non-kas memungkinkan terjadi tiga variasi, yaitu: 1. Nilai wajar aset mudharabah non-kas sama dengan nilai dari nilai tercatatnya. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13, disebutkan bahwa pembiayaan mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan. Misalkan, pada 10 Agustus 20XA, bank memiliki pompa bensin dengan nilai buku sebesar Rp.1.400.000.000 (HP Rp.1.500.000.000 dan Akumulasi penyusutan Rp.100.000.000). peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada PT. Hinaya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai Rp.1.400.000.000. Jurnal : Rekening
Debit (Rp)
Pembiayaan Mudharabah
Rp.1.400.000.000
Akumulasi Penyusutan
Rp.100.000.000
Aset Non-Kas
Kredit (Rp)
Rp.1.500.000.000
16
2. Nilai wajar aset mudharabah non-kas lebih tinggi dari nilai tercatatnya Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13, disebutkan bahwa jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah (PSAK 105 paragraf 13b-i). Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20XA, bank telah memiliki pompa bensin dengan nilai buku sebesar Rp. 1.400.000.000, (harga perolehan Rp. 1.500.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp.100.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada PT haniya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai Rp. 1.450.000.000. Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah: Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
10/08/XX Pembiayaan Mudharabah Akumulasi Penyusutan
Kredit (Rp)
Rp.1.400.000.000 Rp.100.000.000
Aset Non-Kas
Rp.1.500.000.000
Keuntungan Tangguhan
Rp.50.000.000
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13b-I, keuntungan tangguhan tersebut diamortisasi sesuai dengan jangka waktu akad. Misalkan pada kasus di atas, dengan lama akad 10 bulan, dan bank melakukan amortisasi setiap bulan, maka jurnal amortisasi keuntungan setiap bulan adalah sebagai berikut : Rekening
Debit (Rp)
Keuntungan Tangguhan
Rp.5.000.000
Keuntungan
Kredit (Rp)
Rp.5.000.000
Keterangan : Amortisasi = Total Keuntungan tangguhan/jumlah periode amortisasi Amortisasi : Rp.50.000.000/10 = Rp.5.000.000
3. Nilai wajar aset mudharabah non-kas lebih rendah dari nilai tercatatnya Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13b-ii, jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. 17
Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20XA, bank telah memiliki pompa bensin dengan nilai buku sebesar Rp. 1.400.000.000, (harga perolehan Rp. 1.500.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp.100.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada PT haniya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai Rp. 1.350.000.000. Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah: Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
10/08/XX Pembiayaan Mudharabah
Rp.1.350.000.000
Akumulasi Penyusutan
Rp.100.000.000
Kerugian
Rp.50.000.000
Aset Non-Kas Ket:
Pencatatan
Kredit (Rp)
Rp.1.500.000.000
penyerahan
aset non-kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai buku
II.
KERUGIAN USAHA MUDHARABAH
Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah ikut sertanya pemilik modal menanggung risiko terjadi kerugian usaha. Kerugian usaha mudharabah dapat dibedakan antara dua jenis, yaitu : 1. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian pengelola Berdasarkan PSAK 105 paragraf 21, disebutkan bahwa kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian, dan dibentuk cadangan kerugian investasi. Misalkan untuk bagi hasil bulan April dilaporkan pada tanggal 10 Mei 20XB dilaporkan bahwa PT. Haniya mengalami kerugian Rp. 40 juta akibat bencana alam longsor yang mengenai pom bensin yang dikelola. Rekening
Debit (Rp)
Beban Kerugian Mudharabah
Rp.40.000.000
Cadangan
kerugian
pembiayaan
Kredit (Rp)
Rp.40.000.000
mudharabah
Cadangan kerugian sebesar Rp.40.000.000 tersebut menunjukan bahwa bank syariah menanggung 100% kerugian pembiayaan mudharabah yang terjadi. Implikasi dari adanya cadangan kerugian tersebut adalah berkurangnya pengembalian modal 18
pembiayaan mudharabah yang ditanggung bank syariah. Dengan demikian, jurnal saat PT.Haniya mengembalikan modal mudharabah pada waktu jatuh tempo adalah sebagai berikut: Rekening
Debit (Rp)
Kas/Rekening Nasabah
Rp.1.410.000
Cadangan kerugian pembiayaan mudharabah
Rp.40.000.000
Kredit (Rp)
Pembiayaan Mudharabah
Rp.1.450.000.000
Dalam praktik perbankan, pengakuan kerugian pada pembiayaan mudharabah sejauh ini diperlakukan mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas Bank Indonesia.
2. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola
Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang masih mampu melanjutkan usaha.
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 23, disebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dan dibebankan kepada pengelola dana dan tidak mengurangi pembiayaan mudharabah. Misalkan untuk bagi hasil bulan April, dilaporkan pada tanggal 10 Mei 20XB dilaporkan bahwa PT Haniya mengalami kerugian Rp. 40 juta. Setelah diteliti kerugian disebabkan oleh kesalahan mudharib. Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Tidak ada jurnal
Dalam hal ini tidak ada jurnal karena kelalaian nasabah dan kerugian ini tidak berpengaruh pada pembayaran modal pembiayaan mudharabah pada bank syariah. Menurut PSAK 105 paragraf 18, kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditunjukan oleh:
Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak terpenuhi;
Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19
Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang tidak mampu melanjutkan usaha (bangkrut)
Dalam praktik perbankan, kerugian yang terjadi pada nasabah yang lalai, sangat mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga bisa mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas Bank Indonesia. Berikut ini adalah ilustrasi pembiayaan mudharabah dengan kasus nasabah pengelola melakukan kelalaian dan dipandang tidak mampu melanjutkan usaha (bangkrut).
Transaksi Pembiayaan Mudharabah-Kasus Bermasalah Informasi singkat pembiayaan mudharabah:
Besarnya investasi bank 1.000.000
Angsuran pokok dibayarkan 10x dalam setiap bulan @100.000
Bagi hasil ditentukan berdasarkan nisbah dari proyeksi profit. Profit diproyeksi besarnya 20.000/bulan. Nisbah disepakati nasabah : bank = 40 : 60 atau bank diproyeksikan mendapat 12.000/bulan.
Pencairan dilakukan 10 Januari 2009
Angsuran pokok dan bagi hasil dijadwalkan dibayar setiap tanggal 10, yaitu tanggal 10 Februari 2009 s/d 11 November 2009
Jurnal untuk ilustrasi tersebut adalah sebagai berikut : Jurnal saat pencairan Misalkan pada tanggal 10 Januari 2009, bank melakukan pencairan ke rekening nasabah maka jurnal saat pencairan adalah sebagai berikut: Rekening
Debit (Rp)
Pembiayaan Mudharabah
Rp.1.000.000
Kas/Rekening Nasabah
Kredit (Rp)
Rp.1.000.000
Jurnal Penyisihan Saat akhir bulan 31 Januari 2009, bank melakukan penilaian atas kualitas aset. Karena baru cair dan status lancar, bank wajib membentuk cadangan kerugian sebesar 1%. 20
Rekening
Debit (Rp)
Biaya Penyisihan Penghapusan
Rp.10.000
Kredit (Rp)
Penyisihan Penghapusan
Rp.10.000
Ket: 1% x 1.000.000 = 10.000
Biaya penyisihan penghapusan sebesar Rp.10.000 masuk ke L/R, sedang penyisihan penghapusan sebesar Rp.10.000 masuk ke sisi aset neraca sebagai contra account mudharabah. Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah sebagai berikut. Pembiayaan Mudharabah
Rp.1.000.000
Penyisihan Penghapusan
Rp. (10.000)
Pembiayaan mudharabah net
Rp. 990.000
Misalkan selama bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur pokok dan bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sebagai berikut. Bulan
Jumlah Laba (Rp)
Feb
Posisi Bank 60% Jumlah (Rp)
Pokok
20.000
12.000
100.000
Mar
22.000
13.200
100.000
Apr
19.000
11.400
100.000
Angsuran
Misalkan pada 10 Februari 2009, nasabah mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi profit adalah 20.000. Jurnal untuk angsuran pokok dan bagi hasil pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut. Rekening
Debit (Rp)
Rekening Nasabah
100.000
Pembiayaan Mudharabah
Kredit (Rp)
100.000
Rekening Nasabah
12.000
Pendapatan Bagi Hasil
12.000
Ket: Angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari
21
Rekening Nasabah
100.000
Pembiayaan Mudharabah
100.000
Rekening Nasabah
13.100
Pendapatan Bagi Hasil
13.100
Ket: Angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari
Rekening Nasabah
100.000
Pembiayaan Mudharabah
100.000
Rekening Nasabah
11.400
Pendapatan Bagi Hasil
11.400
Ket: Angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari
Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi profit adalah 0. Diketahui 7 hari yang lalu, usaha nasabah berhenti total karena kebakaran akibat kecerobohan nasabah. Jurnal angsuran pokok: tidak ada Jurnal angsuran pokok: tidak ada
Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 pada investasi yang disalurkan tersebut. Hal ini disebabkan karena sudah tidak dimungkinkan lagi usaha yang dibiayai memberikan hasil atau keuntungan. Diketahui juga bahwa agunan yang digunakan dalam investasi turut terbakar. Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar adalah 700.000 (besarnya investasi awal 1.000.000 dikurangi 3x angsuran pokok @100.000). Berdasarkan ketentuan BI maka investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo pokok investasi yang belum terbayar. Penyisihan yang harus dibentuk: 100% x 700.000
= 700.000
Penyisihan yang telah dibentuk pada 31 Jan 2009
= 10.000
Kekurangan penyisihan adalah
= 690.000 22
Jurnal Penyisihan Penghapusan Sesuai ketentuan BI, kualitas investasi atau tingkat kolektibilitas ditentukan pada akhir bulan. Maka pada tanggal 31 Mei 2009, bank mengakui adanya biaya penyisihan penghapusan dengan jurnal sebagai berikut: Rekening
Debit (Rp)
Biaya Penyisihan Penghapusan
690.000
Penyisihan Penghapusan
Kredit (Rp)
690.000
Atas jurnal penyusuhan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah: Pembiayaan mudharabah = 700.000 Penyisihan penghapusan = (700.000) Pembiayaan mudharabah net =
0
Jurnal Penghapusbukuan Sebagai perusahaan berbadan hukum, maka bank melakukan penghapusbukuan atas investasi ini sesuai prosedur misalnya melalui RUPS. Disepakati bahwa hapus buku dilakukan 12 bulan kemudian setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2009. Hapus buku dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010. Maka jurnal penghapusbukuan pemmbiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: Rekening
Debit (Rp)
Penyisihan Penghapusan
700.000
Pembiayaan Mudharabah
Kredit (Rp)
700.000
Jurnal Penerimaan Kembali Investasi Yang Telah Dihapus Buku Misalkan pada tanggal 1 Juni 2010, nasabah dengan itikad baik melakukan angsuran pokok investasi. Hal ini dikarenakan kerugian pembiayaan mudharabah terjadi akibat kelalaian nasabah. Sesuai kemampuan arus kasnya maka nasabah mengangsur 300.000. Jurnal atas penerimaan angsuran atas investasi yang telah dihapus buku
Rekening
Debit (Rp)
Kas/Rekening Nasabah
300.000
Penyisihan Penghapusan 23
Kredit (Rp)
300.000
2.6 Penyajian Transaksi Mudharabah dalam Laporan Keuangan Menurut PAPSI 2013 (h. 5.3), akun-akun yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah disajikan sebagai berikut : 1. Pembiayaan mudharabah disjaikan sebesar saldo pembiayaan mudharabah nasabah kepada bank. Pembiayaan mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh nasabah tetap disajikan sebagai bagian dan pembiayaan mudharabah. 2. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka piutang bagi hasil disajikan pada rek. adm. 3. Cadangan kerugian penurunan nilai pembiayaan mudharabah disajikan sebagai pos lawan (contra account) pembiayaan mudharabah. 2.7 Pengungkapan Transaksi Mudharabah Berdasarakan PAPSI 2013 (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah) (h. 5. 4-5) terdapat hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan mudharabah antara lain : 1. Rincian jumlah pembiayaan mudharabah berdasarkan sifat akad, jenis penggunaan dan sektor ekonomi 2. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka waktu (masa akad), kualitas pembiayaan, valuta, cadangan kerugian penurunan nilai dan tingkat bagi hasil rata-rata. 3. Jumlah dan persentase pembiayaan mudharabah yang diberikan kepada pihakpihak yang berelasi 4. Jumlah pembiayaan mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang pembiayaan mudharabah yang direstrukturisasi selama periode berjalan. 5. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan Mudharabah 24
6. Besarnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai untuk setiap sektor ekonomi 7. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah. 8. Ikhtisar pembiayaan mudharabah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan atas pembiayaan mudharabah yang telah dihapusbukukan dan pembiayaan mudharabah yang telah dihapus-tagih dan saldo akhir pembiayaan mudharabah yang di hapus buku.
25
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu transaksi (akad) yang merupakan kerjasama antara dua pihak yang dimana semua pihak akan mendapatkan keuntungan yang telah disepakati di awal. Semua hal yang berakaitan dengan transasksi pembiayaan mudharabah diatur dalam PSAK 105. PSAK 105 menyatakan bahwa kontrak mudharabah dibagi menjadi mudharabah muqayaddah, muthlaqah dan musytarakah.
26
DAFTAR PUSTAKA
Yaya, Rizal., Martawireja, Aji Erlangga., Abdurahim, Ahim. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat DSAK, IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Jakarta: IAI DSAK, IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 Tentang Akuntansi Mudharabah. Jakarta: IAI Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia
27