Amnio Infusion [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AMNIOINFUSI Amnioinfusi merupakan suatu prosedur melakukan infusi larutan NaCl fisiologis atau Ringer laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat berkurangnya volume cairan amnion, seperti deselearasi variabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan. Tindakan amnioinfusi cukup efektif, aman, mudah dikerjakan, dan biayanya murah. Pada tahun 1976, Gabbe dkk.(1) pertama kali melaporkan tindakan amnio infusi pada kera rhesus yang hamil. Dalam percobaannya, janin kera memperlihatkan gambaran deselerasi variabel menyusul pengeluaran cairan amnion dari kavum uteri; dan gambaran deselerasi variabel menghilang setelah kavum uteri diisi kembali dengan cairan. Penelitian pada manusia baru dilaporkan pada tahun 1983 oleh Miyazaki dan Taylor



(2),



yang menyatakan bahwa tindakan amnio-infusi dapat menghilangkan



gambaran deselerasi variabel yang timbul akibat oligohidramnion. Ruptur membran dini menempatkan bayi pada resiko kompresi tali pusat dan amnionitis. Amnioinfusi bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kompresi tali pusat dengan menambahkan cairan ke dalam kavum uteri. Terlalu sedikit penelitian yang menunjukkan bahwa amnioinfusi bermanfaat untuk bayi, yang kehamilannya mengalami ruptur membran dini. Membran yang mengelilingi bayi dan cairan dalam uterus biasanya ruptur selama persalinan. Jika terjadi ruptur membran dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu) bayi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi. Kemungkinan terjadinya kompresi tali pusat juga lebih tinggi, yang dapat mengurangi aliran nutrisi dan oksigen dari ibu ke bayi. Cairan tambahan dapat dimasukkan melalui serviks ibu atau perut ibu ke dalam uterus, inilah yang disebut amnioinfusi, yang menyebabkan cairan yang mengelilingi bayi bertambah. Pierce dan kawan-kawan melakukan meta-analisis terhadap 13 penelitian dengan 1924 wanita yang dibagi secara acak untuk mendapat amnioinfus atau tanpa terapi. Mereka mendapatkan penuruan bermakna hasil yang merugikan: mekonium di bawah tali pusat (odds ratio, OR 0,18), sindrom aspirasi mekonium (OR 0,30), asidemia neonatus (OR 0,42), dan angka seksio sesarea (0,74). Wenstrom dan kawan-kawan (1995) mensurvei departemen-departemen obstetri di fakultas kedokteran dan 1



melaporkan bahwa amnioinfusi digunakan secara luas dengan penyulit yang relatif sedikit. 1,12,14 Keuntungan yang diperoleh dari amnioinfusi : –



Mengatasi keadaan fetal distress selama persalinan







Menurunkan angka operasi seksio sesarea akibat fetal distress.







Juga menurunkan kejadian Sindroma Aspirasi Mekonium pada air ketuban yang keruh Mengurangi jumlah hari rawat inap di rumah sakit setelah persalinan.







Indeks cairan ketuban perlu diketahui untuk memprediksi keberhasilan tindakan amnioinfusi dalam mengatasi fetal distress selama persalinan. Rata-rata Indeks Cairan Ketuban sebelum amnioinfusi adalah 6,2 ± 3,3 cm. Angka keberhasilannya dapat mencapai 76%.



INDIKASI Amnioinfusi terutama ditujukan untuk mengurangi kejadian deselerasi variabel akibat kompresi tali pusat, dan mencegah terjadinya aspirasi mekonium yang kental selama persalinan. Amnioinfusi dilakukan pada deselerasi variabel yang berat dan berulang, yang tidak menghilang dengan tindakan konvensional (perubahan posisi ibu dan pemberian oksigen). Indikasi lain adalah untuk mencegah terjadinya oligohidramnion. Ada juga peneliti yang melakukan amnioinfusi untuk mempermudah tindakan versi luar pada presentasi bokong (3), meskipun tindakan ini tidak populer. 1. Deselerasi variabel Deselerasi variabel merupakan perubahan periodik denyut jantung janin yang paling sering dijumpai selama persalinan. Perubahan denyut jantung janin tersebut terjadi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah di dalam tali pusat. Deselerasi variabel merupakan refleks vagal yang disebabkam oleh kompresi tali pusat yang terjadi akibat lilitan tali pusat di leher janin, terjepitnya tali pusat oleh bagian ekstremitas janin, atau tali pusat yang terjepit di antara badan janin dan dinding uterus. 2



Gambaran spesifik dari deselerasi variabel berupa penurunan denyut jantung janin, akibat kontraksi, yang gambarannya bervariasi dalam hal bentuk maupun hubungan saat terjadinya deselerasi dengan kontraksi uterus. Berdasarkan besar dan lamanya penurunan denyut jantung janin, yang terjadi, maka deselerasi variabel dibedakan atas 3 jenis, yaitu (4): 1. Deselerasi variabel derajat ringan, bila penurunan denyut jantung janin, mencapai 80 dpm., dan lamanya kurang dari 30 detik. 2. Deselerasi variabel derajat sedang, bila penurunan denyut jantung janin, mencapai 70-80 dpm., dan lamanya antara 30-60 detik. 3. Deselerasi variabel derajat berat, bila penurunan denyut jantung janin, sampai di bawah 70 dpm., dan lamanya lebih dari 60 detik. Di samping itu dikenal juga pembagian deselerasi variabel berdasarkan gambaran yang sifatnya tidak membahayakan (benign) dan yang membahayakan janin (ominous) (5). Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak membahayakan janin: 1.



Deselerasi timbul dan menghilang dengan cepat.



2.



Variabilitas denyut jantung janin, normal.



3.



Terdapat “bahu” deselerasi (akselerasi pradeselerasi dan akselerasi pascadeselerasi).



Tanda-tanda deselerasi variabel yang membahayakan janin: 1.



Timbulnya deselerasi lebih lambat dari saat terjadinya kontraksi.



2.



Menghilangnya deselerasi berlangsung lambat.



3. Variabilitas denyut jantung janin, abnormal (berkurang atau melebihi variabilitas denyut jantung janin normal). 4.



Takhikardia.



5.



Tidak terdapat “bahu” deselerasi.



6.



Deselerasi semakin bertambah berat. Deselerasi variabel yang ringan dan tidak berulang biasanya tidak



membahayakan janin. Tetapi selama masa persalinan, mungkin saja deselerasi variabel yang semula ringan akan menjadi berat. 3



Bila aliran darah di dalam tali pusat berkurang cukup banyak, akan terjadi deselerasi variabel derajat sedang atau berat, atau deselerasi variabel dengan tanda-tanda berbahaya. Gambaran frekuensi denyut jantung janin, basal dan ada-tidaknya akselerasi harus diperhatikan dalam penanganan deselerasi variabel. Bila frekuensi dan variabilitas denyut jantung janin, tetap baik dan stabil, atau hanya berubah sedikit, maka penanganan dilakukan secara konservartip, misalnya dengan merubah posisi ibu dan pemberian oksigen untuk menghilangkan kompresi pada tali pusat dan memperbaiki oksigenasi janin. Bila tindakan tersebut tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka perlu dilakukan amnioinfusi untuk mengurangi tindakan operatif. Pada keadaan deselerasi variabel yang berat dan menetap, keadaan janin akan semakin memburuk. Bila keadaan ini tidak dapat dikoreksi, maka tindakan pengakhiran persalinan harus segera dilakukan. Amnioinfusi cukup efektif dalam mencegah atau memperbaiki deselerasi variabel. Manfaatnya yang paling menonjol adalah dalam menurunkan angka tindakan seksio sesarea yang dilakukan atas indikasi gambaran denyut jantung janin, yang membahayakan janin



(5)



. Amnioinfusi juga dapat menurunkan angka



persalinan per vaginam dengan tindakan (ekstraksi cunam atau vakum), mengurangi kejadian nilai Apgar rendah, dan mengurangi kejadian endometritis (6). Suatu penelitian terhadap 66 wanita, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara dilakukan amnioinfusi dengan tanpa amnioinfusi. Pada grup yang mendapat amnioinfusi, jumlah bayi dengan denyut jantung yang mengalami deselerasi variabel berat per jam selama kala I persalinan berkurang. Hasil ini selaras dengan penemuan pada review cochrane tentang amnioinfusi yang dapat mengurangi kompresi tali pusat.(7) 2. Mekonium yang kental dalam cairan amnion Dikeluarkannya mekonium ke dalam cairan amnion akan menimbulkan risiko sindroma aspirasi mekonium. Sindroma aspirasi mekonium terjadi pada sekitar 1.818 % bayi yang dilahirkan dengan amnion bercampur mekonium. Angka mordibitas 4



dan mortalitas perinatal akan meningkat (8). Sekitar 2 % dari total kematian perinatal disebabkan oleh sindroma aspirasi mekonium (9). Aspirasi



mekonium umumnya terjadi intrauterin, meskipuin mungkin juga



terjadi pada waktu bayi dilahirkan dan bernafas pertama kali. Pada keadaan oligohidramnion dan kompresi tali pusat, aspirasi mekonium terjadi akibat hipoksia dan hiperkapnia pada janin. Keadaan ini akan merangsang janin melakukan gerakan bafas (gasping)(8). Resiko aspirasi mekonium cukup tinggi pada janin dengan mekonium yang kental, terutama bila janin mengalami hipoksia. Mekonium yang encer tidak menyebabkan terjadinya sindroma aspirasi mekonium dan tidak menambah mortalitas perinatal. Upaya untuk mengencerkan mekonium yang kental akan mengurangi kejadian sindroma aspirasi mekonium (10,11). Mekonium yang kental biasanya terjadi pada keadaan oligohidramnion, oleh karena mekonium tidak diencerkan oleh cairan amnion. Secara teoritis, amnioinfusi akan menambah volume cairan amnion yang sedikit, melindungi tali pusay dari kompresi, dan mengencerkan serta mengeluarkan mekonium yang terhisap oleh janin mengalami hipoksia atau asfiksia (12). Banyak penelitian membuktikan bahwa amnioinfusi dapat mengurangi kekentalan mekonium melarutkan mekonium yang melekat di bagian bawah pita suara, mengurangi kejadian sindroma aspirasi mekonium, dan mengurangi penggunaan alat ventilasi pada neonatus (13). Suatu sistematik review menyatakan bahwa kegunaan amnioinfusi untuk cairan amnion yang bercampur mekonium mungkin menguntungkan. Amnioinfusi menurunkan resiko



sindrom aspirasi mekonium, seksio sesarea, dan angka



kesakitan neonatus. Hasil penelitian menunjukkan kegunaan amnioinfusi pada wanita dengan cairan amnion yang bercampur mekonium. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan sindrom aspirasi mekonium dapat mengurangi kematian perinatal pada grup ibu-ibu yang mendapat amnioinfusi. Efek amnioinfusi pada penularan HIV secara vertikal tidak diketahui.(14)



5



Hasil amnioinfusi intrapartum untuk mencegah morbiditas janin akibat air ketuban tercemar mekonium sering berkaitan dengan oligohidramnion masih belum jelas. Sebuah uji coba internasional secara acak, yang didanai oleh Institut Kesehatan Kanada Research (CIHR), telah mengungkapkan bahwa amnioinfusion, infus salin ke dalam rahim, tidak mengurangi risiko sindrom aspirasi mekonium (MAS), seperti sebelumnya diyakini. Penelitian, yang dipimpin oleh Dr William Fraser dari Departemen Obstetri dan Gynaecolgy dari Université de Montréal dan Ibu-Anak Pusat Kesehatan terkait dengan Rumah Sakit Ste-Justine, ini diterbitkan dalam edisi terbaru New England Journal of Medicine . "Dr Fraser dan rekan-rekannya telah membuat kontribusi yang sangat penting untuk pengetahuan kita tentang kemungkinan pencegahan MAS, kondisi paru-paru yang jarang tapi sangat serius untuk neonatus," kata Dr Michael Kramer, Direktur Ilmiah CIHR Institut Pembangunan Manusia, Anak Kesehatan dan Pemuda. "Metode studi ketat dan ruang lingkup internasional ini percobaan acak (56 lokasi studi di 13 negara) memberikan bukti yang sangat kuat terhadap penggunaan amnioinfusion, dan hasilnya cenderung memiliki dampak yang besar pada praktek kelahiran di seluruh dunia." Sindrom aspirasi mekonium (juga disebut sebagai aspirasi mekonium) terjadi ketika bayi yang baru lahir menghirup campuran cairan mekonium dan ketuban selama persalinan. Mekonium adalah bahan yang mengisi saluran usus janin selama kehamilan dan terbentuk dari cairan ketuban tertelan dan sel usus mati. Meskipun steril, terhirup mekonium sangat mengiritasi paru-paru bila bayi bernapas pertama kali. Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan parsial atau lengkap dari saluran napas bayi saat menghembuskan napas, sehingga sulit untuk bernapas. Mekonium mengubah cairan ketuban, mengurangi aktivitas antibakteri dan selanjutnya meningkatkan risiko infeksi bakteri perinatal. Aspirasi menginduksi 3 efek paru utama, yaitu obstruksi jalan napas, disfungsi surfaktan dan pneumonitis kimia. Mekonium bercampur dengan cairan ketuban terjadi dalam 7 hingga 22% dari persalinan. Di mana saja dari 2% atau lebih dari sepertiga dari persalian, MAS dapat terjadi. 6



Salah



satu



teknik



yang



digunakan



untuk



mengurangi



risiko



adalah



amnioinfusion. Teknik ini melibatkan memasukkan saline, melalui penyisipan kateter pada servik uterus, ke dalam rongga amnion wanita yang menunjukkan mekonium berat. Amnioinfusion dimaksudkan untuk mengurangi risiko MAS dengan mengencerkan mekonium. Wanita yang memenuhi syarat untuk uji coba secara acak, setelah membran janin pecah dan tebal, buram, mekonium bernoda (warna kehijauan) cairan ketuban diidentifikasi. Dalam percobaan ini, amnioinfusi tidak efektif dalam mengurangi risiko sindrom aspirasi mekonium. "Amnioinfusion telah digunakan dalam pencegahan sindrom aspirasi mekonium, atau MAS, selama 15 tahun terakhir. Sebelum penelitian kami, informasi tentang efektivitas intervensi didasarkan pada penelitian kecil yang dilakukan di pusatpusat tunggal," kata Dr Fraser . "Penelitian kami adalah penelitian besar pertama yang memiliki ukuran sampel cukup untuk menjawab pertanyaan, apakah teknik ini efektif untuk mencegah MAS Kami menunjukkan bahwa itu tidak efektif dalam konteks ini.



TEHNIK AMNIOINFUSI (8) Amnioinfusi dapat dilakukan dengan cara transbdominal atau transervikal (transvaginal). Pada cara transabdominal, amnioinfusi dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi (USG). Amnioinfusi transervikal lebih dipilih untuk wanita yang sedang dalam persalinan karena tidak memerlukan panduan ultrasound dan kateter yang digunakan bisa dipakai ulang.(6) Cairan NaCl fisiologis atau Ringer laktat dimasukkan melalui jarum spinal yang ditusukkan ke dalam kantung amnion yang terlihat dengan ultrasonografi. Pada cara transservikal, cairan dimasukkan melalui kateter yang dipasang ke dalam kavum uteri melalui serviks uteri. Lebih dipilih ringer laktat daripada NaCl 0,9 % karena NaCl 0,9 % kemungkinan bisa menyebabkan perubahan komsentrasi elektrolit fetus. Walau bagaimanapun, untuk mendapatkan konsentrasi elektrolit dalam batas normal dapat dipilih NaCl 0,9 % sebagai alternatif.(8)



7



Selama tindakan amnioinfusi, denyut jantung janin dimonitor terus dengan alat kardiotokografi (KTG) untuk melihat perubahan pada denyut jantung janin. Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCI atau Ringer laktat selama 2030 menit. Kemudian dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesan infusi disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG. Apabila deselerasi variabel menghilang, infusi dilanjutkan sampai 250 ml, kemudian tindakan dihentikan, kecuali bila deselerasi variabel timbul kembali. Jumlah maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah 800-1000 ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka tindakan dianggap gagal. Banyak protokol yang berbeda-beda dari berbagai institusi dan tidak ada protokol yang telah terbukti menjadi protokol terbaik. Suatu survei dari bagian Obstetri mengungkapkan bahwa mereka menggunakan metoda berikut : (1) bolus cairan ( 50 1000 mL) yang diikuti oleh pemasukan cairan secara konstan, (2) bolus serial ( 200 1000 mL diatur tiap 20 menit sampai empat jam), dan (3) pemasukan cairan secara konstan ( 15 - 2250 mL/hour). Suatu percobaan menemukan bahwa pemasukan cairan secara terus menerus dan bertahap sama efektifnya.(6) Selama amnioinfusi dilakukan monitoring denyut jantung janin, dan tonus uterus. Bila tonus meningkat, infusi dihentikan sementara sampai tonus kembali normal dalam waktu 5 menit. Bila tonus uterus terus meningkat sampai 15-30 mm/Hg di atas tonus basal, maka tindakan harus dihentikan. Selama tindakan amnioinfusi seringkali terjadi kebocoran cairan dari kavum uteri.



KONTRAINDIKASI (7) Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusi, antara lain : 1. Amnionitis 2. Polihidramnion 3. Uterus hipertonik 4. Kehamilan kembar 5. Kelainan kongenital janin 8



6. Kelainan uterus 7. Gawat janin yang berat 8. Malpresentasi janin 9. pH darah janin