Amplifikasi Daerah ITS 2 Dari DNA Genom Tanaman Fabaceae [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Praktikum Genetika (Modul 7 dan 8) – 2019



Amplifikasi Daerah ITS 2 dari DNA Genom Tanaman Fabaceae Imaduddien Raihan Budiyanto (10618053)



Fia (10617)



 Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 Indonesia e-mail: [email protected]



Abstrak Penurunan sifat adalah suatu bidang dalam Biologi yang telah diobservasi dan dipelajari sejak zaman dahulu. Gagasan-gagasan mengenai hereditas secara mendasar dicetuskan oleh Gregor Johann Mendel (1822 -1884) melalui percobaan persilangan kacang ercisnya. Ia mencetuskan dua gagasan yaitu Hukum I Mendel yang menyatakan segregasi dan dominansi alel pada suatu gen. Kemudian Hukum II Mendel yang berbicara tentang asortasi bebas. Pengujian hasil persilangan dapat dilakukan dengan metode analisis statistika chi-square. Dengan chisquare dapat ditentukan apakah suatu hipotesis mengenai kesesuaian hasil observasi dengan Hukum Mendel dapat ditolak atau tidak ditolak. Pada praktikum ini digunakan mutan ebony dan miniatur dan terdapat faktor sex-linkage. Perlu ditekankan pentingnya menggunakan lalat virgin dan morgue untuk akurasi persilangan dan protokol biosafety. Lalu dari modul ini diperoleh hasil perbandingan F2 72:1:4:18, chi-square test 83,51 dengan α= 0,05 sehingga tidak terjadi kesesuaian dengan Hukum II Mendel.



Kata kunci Fabaceae, DNA genom, DNA barcoding, ITS2, PCR



Pendahuluan DNA barcoding pada tanaman Fabaceae ini dilakukan untuk menunjang pengembangannya di bidang industry terutama obat-obatan Fabaceae merupakan famili tumbuhan obat-obatan terbesar ke dua yang di dalamnya terdapat 490 spesies tanaman obatobatan[1]. Secara umum terdapat beberapa spesies yang sering digunakan sebagai obat-obatan, tetapi adulterant-nya juga ikut tercampur (zat tambahan yang tidak aman) seperti Astragalus membranaceus dan Astragalys mongolicus. Kemudian, tanaman yang seringkali tertukar seperti Hedysarum polybotrys dan radix astragali[2]. Adapula beberapa spesies tanaman yang berbeda, tetapi diperdagangkan dengan nama yang sama[3]. Oleh karena adanya kesulitan identifikasi perbedaan spesies pada tanaman Fabaceae, diperlukan suatu teknik yang dapat memudahkan identifikasinya. Sebelumnya terdapat metode tradisional seperti identifikasi berdasarkan perbedaan karakteristik morfologi, tetapi masih terlalu sukar begitu juga dengan pengenalan melalui taksonomi [4],[5]. Jadi, identifikasi mungkin dapat lebih



jelas dilakukan pada tingkat molekuler seperti di DNA, makanya disebut sebagai DNA barcoding. Dalam identifikasi suatu organisme, dibutuhkan DNA yang merupakan molekul materi genetik dari organisme tersebut. Informasi untuk identifikasinya dapat diperoleh dari DNA genomnya. Jadi, untuk memperoleh DNA genomnya, perlu dilakukan isolasi DNA genom[6]. Dalam mengisolasinya, perlu dilakukan pemurnian agar diperoleh DNA murni yang terbebas dari kontaminan makromolekul lainnya. Dari hasil isolasi baru dapt dilakukan pembuatan labkit ataupun analisis, misalnya identifikasi[7]. Terdapat beberapa DNA barcode seperti matK, rbcl, psbA-trnH, ITS, atau rpoC1. Namun, tidak semua barcode dapat digunakan untuk identifikasi, ada yang terbatas hanya pada beberapa spesies[8]. Salah satu DNA barcode yang menarik adalah ITS, secara khusus ITS2. ITS1 masih dipertanyakan efektifivitas dan kualitasnya primernya sebagai DNA barcode yang universal[9]. Sedangkan ITS2 (Internal Transcribed Spacer 2) relatif lebih mudah untuk diamplifikasi dengan primernya yang cukup universal. Kemudian, hasil amplifikasinya dapat memberikan data taksonomi yang dapat dikaitkan dengan evolusi sistematik[10],[11]. DNA barcoding tidak hanya bermanfaat untuk identifikasi spesies, tetapi tindakan lanjutan yang dapat dilakukan adalah inventarisasi data. Hal ini akan menjadi dasar pengembangan database tumbuhan secara global yang dapat dimanfaatkan untuk riset, konservasi, dan pemanfaatan biodiversitas tumbuhan yang ada[12]. Dengan demikian, pada praktikum ini akan dilakukan isolasi DNA genom tumbuhan Fabaceae dengan metode CTAB. Kemudian akan ditentukan keberhasilan isolasi DNA genom tumbuhan tersebut melalui elektroforesis gel agarosa. Setelah itu akan diamplifikasi gen ITS 2 dari DNA genom tumbuhan Fabaceae melalui PCR dengan primer spesifik ITS 2. Kemudian juga akan ditentukan keberhasilan amplifikasi ITS 2 tumbuhan Fabaceae melalui elektroforesis gel agarosa.



Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::



2Praktikum Genetika (Modul 7 dan 8) – 2019



menit pada 12.000 rpm, 4°C. Setelah sentrifugasi selesai, diambil supernatannya. Materi dan Metode 1. Isolasi DNA Genom Tumbuhan Fabaceae Alat dan Bahan Pada modul isolasi DNA ini alat dan bahan yang digunakan adalah mikropipet Eppendorf (putih, kuning, biru), mortar dan pestle , termos logam, spatula, rak microtube, microsentrifuge refrigerated, freezer -20°C, ice box, sprayer alkohol, spidol marker, waterbath, pelampung microtube, nanodrop spectrophotometer, set elektroforesis agarosa, tips (putih, kuning, biru), microtube steril, nitrogen cair, daun Caesalpinia pulcherima, Delonix regia, Calliandra sp., Crotolaria sp., Ethanol 70%, CTAB extraction buffer ,β-merchaptoethanol, PVP , C:I (24:1), Isopropanol, Etanol 96%, Etanol 70%, CH3COONa 3 M pH 5,2, TE pH 8,0, TE-RNAse pH 8,0, TAE 1X, agarosa, dan tisu. Cara Kerja Tahapan pertama dari keseluruhan rangkaian praktikum ini adalah isolasi DNA genom tanaman yang digunakan. Pertama, sampel daun sebanyak 1 gram dicuci hingga bersih, disemprot dengan alkohol lalu dikeringkan. Lalu sampel dimasukkan dalam mortar steril (telah diautoklaf). Kemudian dituangkan N2O cair dan digerus hingga halus, tetapi jangan sampai menjadi pasta. Setelah itu serbuk halus yang terbentuk dimasukkan ke dalam microtube kosong dan ditimbang terlebih dahulu massa awalnya. Lalu tabung ditimbang untuk menentukan massa serbuk yang ditambahkan. Disiapkan CTAB buffer dan ditambahkan PVP hingga mencapai 0,02 g/mL buffer ekstraksi CTAB dan diberi 100 μL β-mercaptoethanol 1 % setiap 1 mL buffer ekstraksi CTAB, pada microtube sampel. Setelah itu dimasukkan ke dalam buffer CTAB yang (0,1-0,2 gram/500 μL) dan divorteks. Lalu Diinkubasi selama 15 menit pada waterbath dengan suhu 60°C. Microtube dibiarkan dingin pada suhu kamar. Lalu ditambahkan 500 μL C:I (1:1) dan divorteks. Setelah itu microtube disentrifugasi selama 10 menit pada 12.000 rpm, 4°C. Saat sentrifugasi selesai, diambil supernatannya. Setelah supernatan yang pertama diambil, isi microtube dipindahkan ke microtube baru (dialiquot). Lalu ditambahkan 500 μL C:I (1:1) ke dalam microtube yang baru dan disentrifugasi selama 10



Setelah terambil supernatan yang kedua, isi microtube dipindahkan ke microtube baru. Lalu ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 1 volume (supernatan: isopropanol = 1:1) dan dikocok perlahan hingga larutan menjadi homogen, kemudian disimpan dalam kulkas 4°C selama 30 menit. Setelah keluar dari kulkas, microtube disentrifugasi selama 10 menit pada 12.000 rpm dan setelah itu dibuang supernatannya. Setelah supernatan yang ketiga dibuang, pelet dikeringkan dari supernatan dan dilarutkan dalam 100 μL buffer TE. Setelah itu ditambahkan larutan CH3COONa 3 M pH 5,2 sebanyak 1/10 volume (10 μL) dan ethanol 96% /absolut 250 µL dan dikocok hingga homogen. Kemudian microtube yang baru disimpan di freezer -20°C selama 30 menit. Setelah itu microtube disentrifugasi selama 10 menit pada 12.000 rpm dan dibuang supernatannya. Pelet yang tersisa dicuci dengan 500 µL ethanol 70% dan disentrifugasi selama 10 menit pada 12.000 rpm dan kemudian dibuang supernatannya. Pelet hasil sentrifugasi kemudian dikeringkan dengan dibalik pada tisu selama 10-15 menit. Kemudian ditambahkan 20-30 µL TE-RNAse (jika perlu DNA dengan konsentrasi tinggi kurangi volume elusi) dan disimpan pada suhu -20 °C. Jadi, isolat DNA telah terbentuk. Tahapan kedua adalah elektroforesis isolat DNA. Sebanyak 1% (w/v) bubuk agarosa dicampurkan dalam TAE 1X pada Erlenmeyer 250 mL (contoh: 0,4 gram / 40 mL TAE, umumnya 60 mL agarosa). Lalu dimasukkan ke dalam microwave (~1 menit) hingga tidak teramati adanya residu agarosa di larutan atau dipanaskan dan diaduk pada hotplate stirrer. Erlenmeyer didinginkan hingga hangat (jangan sampai gel mengeras kembali). Kemudian dituang pada cetakan gel agarosa yang telah dipasang dengan sisir dan tempat gel (jika ada). Lalu didiamkan 20-30 menit pada suhu ruang. Setelah itu gel diangkat dari cetakannya Lalu alat elektroforesis dihubungkan dengan power supply. Kemudian diletakkan gel agarosa pada alat elektroforesis. Kemudian dituangkan TAE 1x pada alat elektroforesis hingga gel terendam (~600 mL TAE 1x) dan diisi sampel DNA ke well agarosa. Kemudian diteteskan loading dye 6x pada parafilm/selotip sebanyak 1 µL dan dicampurkan DNA sebanyak 5 µL dengan loading dye dan diresuspensi. Setelah itu, diload 6 μL campuran ke dalam gel agarosa. Lalu alat



Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::



3



Praktikum Genetika (Modul 7 dan 8) – 2019



elektroforesis dijalankan pada 100 V, 26 menit (pastikan loading dye bergerak 2/3 dari gel agarosa, jika belum dapat ditambahkan waktu elektroforesis). Setelah itu alat elektroforesis diamatikan dam alat elektrooresis selesai digunakan.



diatur program PCR-nya meliputi suhu dan durasi denaturasi awal, denaturasi, annealing, ekstensi, ekstensi akhir beserta jumlah siklus yang digunakan. Lalu mesin PCR diatur volume total reaksi yang digunakan (35 µL).



Kemudian gel agarosa direndam dalam EtBr selama 3 menit dan dicuci pada air selama 5 menit. Setelah itu gel diamati di bawah UV Transilluminator dan didokumentasikan. Lalu gel dibuang ke tempat pembuangan khusus gel. Gel agarosa telah divisualisasi.



Tahapan kedua adalah dilakukan elektroforesis isolat DNA. Sebanyak 1% (w/v) bubuk agarosa dicampurkan dalam TAE 1X pada Erlenmeyer 250 mL (contoh: 0,4 gram/40 mL TAE, umumnya 60 mL agarosa). Lalu dimasukkan ke dalam microwave (~1 menit) hingga tidak teramati adanya residu agarosa di larutan atau dipanaskan dan diaduk pada hotplate stirrer. Erlenmeyer didinginkan hingga hangat, tetapi jangan sampai gel mengeras kembali. Kemudian dituang pada cetakan gel agarosa yang telah dipasang dengan sisir dan tempat gel. Lalu didiamkan 20-30 menit pada suhu ruang. Setelah itu gel diangkat dari cetakannya dan dikeringkan.



Tahapan ketiga adalah pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA dengan alat nanodrop spectrophotometer. Pertama, nanodrop dihubungkan dengan power supply dan diatur konfigurasinya untuk mengukur konsentrasi DNA. Lalu Diteteskan 1,5 µL blanko pada pedestalnya dan ditekan tombol blank. Setelah itu diteteskan 1,5 µL blanko pada pedestalnya dan diusap dengan kertas lensa. Kemudian ditekan tombol blank untuk mengkonfirmasi blanko dan diusap dengan kertas lensa. Lalu diteteskan 1,5 µL sampel pada pedestalnya. Dibaca hasil pengukuran konsentrasi DNA dan nilai A260/280 nya. Kemudian diusap dengan kertas lensa dan alat NanoDrop dimatikan. 2. Amplifikasi Daerah ITS 2 dari DNA genom tumbuhan Alat dan Bahan Dalam eksperimen kali ini digunakan alat dan bahan: PCR, ice box, mikropipet Eppendorf putih dan kuning, Set elektroforesis agarosa, spindown centrifuge, Go Taq Green Master Mix 2X, primer forward (S2F :5’ATG CGA TAC TTG GTG TGA AT - 3’), primer reverse (S3R : 5’ GAC GCT TCT CCA GAC TAC AAT 3’), nuclease free water, DNA template, tips putih dan tips kuning, PCR tube 0,2 mL, TAE 1X, agarosa, dan EtBr.



Lalu alat elektroforesis dihubungkan dengan power supply. Kemudian diletakkan gel agarosa pada alat elektroforesis. Kemudian dituangkan TAE 1x pada alat elektroforesis hingga gel terendam (~600 mL TAE 1x) dan di-load sampel DNA ke well agarosa. Kemudian diteteskan loading dye 6x pada parafilm/selotip sebanyak 1 µL dan dicampurkan DNA sebanyak 5 µL dengan loading dye dan diresuspensi. Setelah itu, diload 6 μL campuran ke dalam gel agarosa. Lalu alat elektroforesis dijalankan pada 100 V, 26 menit (pastikan loading dye bergerak 2/3 dari gel agarosa, jika belum dapat ditambahkan waktu elektroforesis). Setelah itu alat elektroforesis diamatikan dam alat elektroforesis selesai digunakan. Kemudian gel agarosa direndam dalam EtBr selama 3 menit dan dicuci pada air selama 5 menit. Setelah itu gel diamati di bawah UV Transilluminator dan didokumentasikan. Lalu gel dibuang ke tempat pembuangan khusus gel. Gel agarosa telah divisualisasi.



Cara Kerja



Hasil dan Pembahasan



Tahapan pertama adalah amplifikasi gen ITS 2 (Internal Transcribed Spacer 2). Pertama, PCR tube 0,2 mL ditambahkan ddH2O steril atau yang disebut nuclease free water (NFW) sesuai campuran yang diperlukan. Lalu ditambahkan primer forward dan primer reverse sesuai campuran yang diperlukan. Kemudian ditambahkan master mix PCR sesuai campuran yang diperlukan. Setelah itu ditambahkan DNA template sesuai campuran yang diperlukan. Lalu dicampurkan dengan cara quick spin atau dispindown. Kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR yang telah dinyalakan. Setelah itu mesin PCR



Hasil Pengamatan 1. Hasil Elektroforesis DNA Genom



Gambar 1. Hasil elektroforesis isolasi DNA



Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::



4Praktikum Genetika (Modul 7 dan 8) – 2019 genom pada tumbuhan famili Fabaceae



2. Hasil Elektroforesis Amplikon ITS2



Gambar 1. Hasil elektroforesis PCR amplikon gen ITS2



, dan jangan sampai lalat mutan terlepas. Pembahasan Secara umum dalam praktikum isolasi DNA genom dan amplifikasi gen ITS2 untuk barcoding DNA tanaman terdiri dari dua tahapan besar. Pertama dilakukan isolasi DNA genom (gen secara keseluruhan di dalam struktur molekul DNA) dari sampel tanaman Fabaceae yang ada dengan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide)[13]. Di dalam protokol kerja isolasi DNA, sebagian besar runtutan kerjanya adalah: penggerusan sampel hingga menjadi bubuk, vorteks, penambahan reagen, sentrifugasi berulang kali, pengambilan supernatan dan pelet berulang kali, pengeringan dan pendinginan berulang kali, beserta elektroforesis agarosa. Kedua, dari isolat DNA-nya secara spesifik sekuens DNA untuk gen ITS2-nya diamplifikasi dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction)[14]. Protokolnya secara beruntutan adalah penambahan NFW (nuclease free water), primer forward dan reverse, Taq polymerase, terakhir DNA template. Lalu di-spin down dan setelah itu dimasukkan ke mesin PCR, dan terakhir dielektroforesis agarosa. Pada metode CTAB, terdapat beberapa tahapan dan digunakan sejumlah reagen. Akan dilakukan pencucian, sentrifugasi, pengambilan supernatan, perendaman di waterbath, dan pendinginan berulang kali untuk optimasi kemurnian DNA yang diisolasi. Reagen-reagen yang digunakan bertujuan pemisahan secara kimiawi. Sedangkan beberapa proses mekanis digunakan dengan tujuan pemisahan DNA dari makromolekul lainnya secara fisis. Awalnya sampel tumbuhan dibersihkan dan disemprot alkohol supaya steril. Selanjutnya pada saat digerus digunakan nitrogen cair karena suhu yang sangat dingin mampu menghancurkan membran sel, organel, dan protein. Pada dinding sel tumbuhan terdapat polifenol, polisakarida, dan metabolit sekunder, penambahan N2 cair dapat mencegah aktivasi enzim nuklease yang dapat merusak DNA dan juga untuk membekukan jaringan.



Penggerusan sendiri bertujuan untuk menghancurkan dinding sel tanaman dan mengubahnya menjadi serbuk. Setelah itu serbuk halus ditambahkan CTAB yang bersifat deterjen kationik. Karena deterjen memiliki sifat sebagian hidrofobik, dapat digunakan untuk melisiskan membran fosfolipid pada sel. Di dalam CTAB sendiri terkandung PVP yang berperan untuk mengikat polifenol dengan ikatan hidrogen karena polifenol berpotensi menganggu proses isolasi DNA. Selain PVP, juga terdapat β-merchaptoethanol yang berfungsi untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Jadi, CTAB digunakan untuk memurnikan DNA dari makromolekul lainnya seperti protein dan polifenol. Agar pelet berupa zat pengotor dapat dipisahkan dari DNA, maka larutan divorteks dan peletnya akan mengendap. Setelah itu larutan diinkubasi di waterbath dengan suhu 60°C dengan tujuan agar larutan tercampur menjadi homogen. Selanjutnya ditambahkan reagen CI dengan tujuan terbentuknya dua fasa, yaitu aqueous berupa supernatan berisi DNA dan solid berupa pelet yang berisi zat pengotor yang telah terpresipitasi. CI dan CTAB memurnikan DNA dari pengotornya dengan cara mengendapkan atau membentuk ikatan dengan zat pengotornya. Agar DNA benar-benar murni, dilakukan sentrifugasi berulang kali. Prinsip dasarnya adalah pemisahan substrat berdasarkan perbedaan massa molekulnya. DNA akan berada di atas sedangkan zat pengotor yang lebih berat akan berada di bawah. Lalu supernatannya yang pertama diambil, dipindahkan ke microtube baru dan diberi perlakuan reagen CI sekali lagi dengan tujuan yang sama. Setelah itu diperoleh supernatan II. Setelah itu supernatan II dipindahkan ke microtube baru. Ditambahkan reagen selanjutnya, yaitu isopropanol dengan tujuan mengikat DNA, sehingga DNA yang terpresipitasi dan bukan zat pengotornya. Lalu didinginkan dengan tujuan terjadi interaksi yang lebih kuat di antara molekul asam deoksiribonukleat dengan isopropanol. Kemudian disentrifugasi dan setelah disentrifugasi, supernatan yang berisi makromolekul selain DNA dibuang. Jadi hanya akan tersisa pelet berupa DNA. Selanjutnya pelet dikeringkan dan dicampurkan dengan reagen TE dan CH3COONa. Tujuannya adalah untuk melarutkan DNA dalam kondisi basa dansalting out alias dehidrasi. Kemudian dilakukan pendinginan lagi guna menghambat aktivitas enzim nuklease. Lalu disentrifugasi dan diambil pelet II. Pelet II dicuci dengan ethanol 70% dengan dasar perlakuan yang sama ketika dicuci dengan isopropanol, yaitu untuk mengendapkan DNA.



Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::



5



Praktikum Genetika (Modul 7 dan 8) – 2019



Setelah itu dilakukan sentrifugasi dan diambil pelet III. Pada tahap terakhir, pelet III dikeringkan kemudian ditambahkan reagen TE-RNAse guna melarutkan pelet DNA dan mengkatalis RNA jika masih ada sehingga diperoleh murni hanya DNA. Isolat DNA disimpan dengan suhu -20°C supaya DNA tetap stabil dan DNAse dihambat aktivitasnya.



[3] [4] [5] [6]



Ucapan Terima Kasih [7]



Penulis mengucapkan puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat-Nya laporan ini dapat selesai tepat waktu dengan baik dan lancar. Terima kasih juga kepada asisten atas bimbingannya dan rekan-rekan untuk bantuannya.



[8]



[9]



Daftar Pustaka [1] [2]



Snustad, D. P. & Simmons, M. I. 2012. Principles of Genetics. 6th ed. Boston: John Wiley & Sons, Inc. Campbell, N., Reece, J., Urry, L., Cain, M., Wasserman, S., Minorsky, P. and Jackson,



[10]



R. 2008. Campbell Biology. 8th ed. California: Pearson Education, Inc. Falk, R., 2009. Genetic Analysis. U.S: Benjamin Cummings. Pierce, B. A. 2006. Genetics: A Conceptual Approach. London: University Book Press. MacDonald, D., 2005. “Analysis of Genes and Genomes”. Bioscience Education. 1(5): 27 – 30. Ödeen, A. and Moray, C.M., 2008. “Drosophila melanogaster virgins are more likely to mate with strangers than familiar flies”. Naturwissenschaften. Berg, L. 2015. “An Introduction to Fruit Flies”. http://depts.washington.edu/cberglab/wordpress/ outreach/an-introduction-to-fruit-flies/. Diakses 24 Oktober 2019. Markow, T. 2011. “’Cost’ of virginity in wild Drosophila melanogaster females”. Ecol Evol, 1(4): 596-600. Hartwell, L., Goldberg, M. C & Hood, L.E. 2018. Genetics from Genes to Genomes. New York: McGraw-Hill Education.. Dahmann, C. 2008. Drosophila: Methods and Protocols. Totowa: Humana Press.



Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::