Amtsal Al-Quran Surah Al Baqarah Ayat 17-18 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumpamaan dalam Al-Quran diposisikan menjadi kajian yang secara umum digunakan dalam meneliti kandungan ayat-ayat Al-Quran beserta rahasia-rahasianya. Al-Quran sendiri telah memaparkan betapa amtsal-amtsal tersebut bertugas untuk memvisualisasikan ajaran-ajaran Al-Quran agar manusia sebagai makhluk yang berakal mampu merenungi dan memahami firman Allah swt dengan mudah dan mengena. Amtsal Al-Quran dalam beberapa ayat memberi peringatan terhadap perilaku orang-orang kafir makkah dan orang-orang munafik. Hal tersebut diantaranya terabadikan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18. Perbuatan orang-orang munafik makkah yang dalam dzahir mereka beriman sementara hati mereka kafir. Allah swt telah mengecam perbuatan mereka dalam perumpamaan diantaranya serupa api, cahaya, kegelapan, tuli, bisu, dan buta yang akan dijelaskan dalam keterangan makalah ini secara mendalam. Sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berakal. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penafsiran Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18 menurut para mufassir? 2. Bagaimana kajian Amtsal dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18? 3. Apa hikmah yang dapat diambil terkait perumpamaan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18? 4. Korelasi Sifat Munafik dan Mental Korup Masyarakat beserta Ancaman dalam ayat Amtsal Al-Baqarah ayat 17-18 C. Tujuan Masalah 1. Mengetahui pandangan mufassir terkait Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18 2. Memahami kajian Amtsal Al-Quran dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18 3. Mengetahui hikmah perumpamaan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18



1



BAB II PEMBAHASAN A. Penafsiran Menurut Para Mufassir ٍ ‫ور ِه ْم َو َت َر َك ُه ْم فِي ُظلُ َما‬ ‫ص ٌّم ُب ْك ٌم‬ ُ )17( َ‫ت اَل ُي ْبصِ ُرون‬ َ ‫ضا َءتْ َما َح ْولَ ُه َذه‬ َ َ‫ارا َفلَ َّما أ‬ ً ‫اس َت ْو َق َد َن‬ ْ ‫َم َثلُ ُه ْم َك َم َث ِل الَّذِي‬ ِ ‫َب هَّللا ُ ِب ُن‬ (18( َ‫ُع ْم ٌي َف ُه ْم اَل َي ْر ِج ُعون‬ “Keadaan (yang sungguh mengehrankan dari) ,mereka adalah seperti keadaan (yang aneh dari) seorang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah membawa pergi cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan-kegelapan, sehingga mereka tidak dapat melihat. Tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka kembali.” Surat Al-Baqarah ayat 17-18 diatas memaparkan perumpamaan berupa kaum yang menyalakan api namun ketika api tersebut menerangi sekelilingnya Allah membawa pergi cahaya yang menerangi mereka sehingga mereka dalam kegelapan. Tidak mampu melihat, mendengar, dan berbicara. Amtsal disini menyatakan sebuah keheranan atas perbuatan kaum yang memberi manfaat kepada sekelilingnya (cahaya api) namun dirinya kehilangan cahaya tersebut. Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Quran berperan memberi pemahaman bagi orang-orang berilmu dan berakal. Dhomir ‫ ُه ْم‬yang dimaksud dalam ayat Amtsal ini merujuk pada kaum munafik yang pada mulanya beriman kemudian kafir. Kaum munafik adalah mereka yang beragama islam namun tidak ada cahaya iman dalam hatinya dikarenakan telah kemasukan keragu-raguan yang menyebabkan mereka kafir.1 Selaras dengan perumpamaan yang digambarkan yaitu mereka menyalakan api (petunjuk) lalu setelah sekitarnya menjadi terang sehingga dia mampu melihat kanan kirinya tiba-tiba api tersebut padam (tersesat) dan menyebabkan kegelapan, tidak dapat melihat petunjuk, Artinya adalah mereka mendapat cahaya petunjuk, namun karena kemunafikan dalam diri mereka, maka diambilah cahaya tersebut, sehingga kaum munafik tersebut dalam kegelapan, kesesatan. Keterangan ini disampaikan oleh Ar-Razi dalam kitab tafsirnya.2 Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi, (Mesir: Maktabah Mustofa, 1946), hal. 56 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim, Muhaqqiq: Mustofa Sayyid Muhammad, Muhammad Sayyid Rosyad, Muhammad Fudhail Al-Ajmari, Ali Ahmad Abd Al Baqi, (Mesir: Maktabah Aulad Asy Syaikh AlLaits, 2000),. 296 1 2



2



Lafadz ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫ أ‬yang disandarkan pada api yang dinyalakan kaum munafik ini memberi pengertian bahwa cahaya api tersebut bersumber dari diri sendiri yakni petunjuk Al-Quran, maka redaksi yang digunakan Al-Quran adalah ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬sebab sinar yang dimaksud lafadz ini merujuk pada sinar yang bukan pantulan, yakni Al-Quran memiliki sinar petunjuk dari kandungan Al-Quran tersebut. Berbeda ketika mengungkapkan cahaya yang dihilangkan oleh Allah, menggunakan redaksi ُ ‫َب هَّللا‬ َ ‫َذه‬ ‫ور ِه ْم‬7 ِ ‫ ِب ُن‬, sebab yang dihilangkan adalah pantulan sinarnya Al-Quran, atau petunjuk yang berasal dari Al-Quran. Bukan Al-Qurannya. 3 Seperti dalam ayat yang menerangkan tentang sinar matahari berbeda dengan ketika menyatakan cahaya bulan yang menggunakan redaksi ‫ور‬ ِ ‫ ُن‬, lihat QS Yunus ayat ٍ ‫ا‬777‫ ُظلُ َم‬tersebut berbentuk jamak, sebab mengungkapkan betapa 5. Sedangkan ‫ت‬ bertumpuk-tumpuknya kegelapan yang diderita kaum munafik tersebut sehingga mereka mengalami tuli, buta, bisu, dan tidak dapat kembali lagi dikarenakan panca indera mereka telah lumpuh4. B. Kajian Kebahasaan QS. Al-Baqarah ayat 17-185 1. ‫ َم َثلُ ُه ْم َك َم َث ِل‬: Menunjukkan arti perumpamaan yang mengeherankan 2. ‫الَّذِي‬: Bermakna ‫ من‬secara umum digunakan untuk mufrod maupun jamak 3. ‫اس َت ْو َق َد‬: ْ lafadz ini mengikuti wazan ‫ استفعل‬memiliki faidah ‫للطلب‬, yakni untuk meminta. 4. ‫ارا‬ ً ‫ َن‬: merupakan maf’ul dari‫ َت ْو َقد‬7‫اس‬ ْ , menggunakan lafadz naar karena sesuai konteks ‫اس َت ْو َقد‬, ْ yang berarti menyalakan/ membakar. 5. ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬: merupakan fi’il yang terkadang lazim dan terkadang muta’addi. Dalam konteks ayat ini dia termasuk muta’addi. 6.



‫ح ْولَه‬: َ lafadz ini menjadi maf’ul nya ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫ أ‬sekaligus menyatakan perannya yakni ‫ إظهار‬yang artinya memperjelas.



7. ُ ‫َب هَّللا‬ َ ‫ َذه‬:



3 4 5



M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 1 (Tangerang: Lentera Hati, 2017) hal. 136 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah hal. 136 Wahbah Zuhayli, Tafsir Al-Munir, (Damaskus: Daar Al-Fikr, 2009), hal. 97



3



8. ‫ور ِه ْم‬ ِ menggunakan lafadz nur sebab yang dibawa pergi dari mereka adalah ِ ‫ب ُن‬: cahayanya, bukan sumbernya. 9. ‫ َت َر َك ُه ْم‬: lafadz ini bermakan ‫صير‬ ٍ ‫ا‬7777‫ ُظلُ َم‬: berbentuk jamak mengisyaratkan kegelapan yang pekat dan 10. ‫ت‬ menakutkan 11. َ‫اَل ُي ْبصِ ُرون‬: merupakan ‫ حال‬dari lafadz ‫ َو َت َر َك ُه ْم‬. Keadaan kaum munafik yang ditimpa kegelapan yang menakutkan, mereka menjadi buta. 12. ‫ص ٌّم ُب ْك ٌم ُع ْم ٌي‬ ُ : lafadz ini merupakan khobar dari mubtada’ yang dibuang, yakni ditakdirkan dengan dhomir ‫هم‬ 13. َ‫ون‬77‫اَل َي ْر ِج ُع‬: Mereka tidak dapat kembali menjadi semula, sebab telah cacat, kehilangan panca indera mereka. Artinya selamanya dalam kegelapan dan kecacatan. C. Kajian Amtsal Q.S. Al-Baqarah ayat 17-18 Secara umum ayat amtsal ini menyerupakan orang-orang munafik yang kehilangan hidayah dalam diri mereka sehingga mereka tersesat tidak mampu kembali lagi dalam jalan kebenaran. Dalam hal ini penjelasan tersebut berposisi sebagai musyabbah, lalu diserupakan dengan orang-orang yang menyalakan api dan ketika sekitarnya terang kemudian ap tersebut padam dan mereka terjebak dalam kegelapan yang berlipat-lipat sampai panca indera mereka tidak berfungsi lagi. Amtsal disini tergolong jenis Amtsal Musarrahah yakni amtsal yang jelas lafadz tasybih nya Dalam hal ini akan diperinci mengenai lafadz-lafadz yang berposisi menjadi musyabbah, musyabbah bih, adat syibih, dan wajah syibih. 1. Adat Syibih: ‫َك َم َث ِل‬ 2. Musyabbah dan Musyabbah bih terperinci menjadi beberapa bagian: a. Musyabbah: Keimanan Musyabbah bih: ‫ارا‬ ً ‫َن‬ Wajah Syibih: Api dan Keimanan sama dalam hal adanya penerangan, cahaya petunjuk 4



b. Musyabbah: Al-Quran Musyabbah bih: ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬ Wajah Syibih: Keduanya menjelaskan tentang manfaat, Al-Quran dan sinar bermanfaat sebagai petunjuk c. Musyabbah: Petunjuk Musyabbah bih: ‫ور‬ ْ ‫ُن‬ Wajah Syibih: Keduanya merupakan pantulan dari suatu sumber. ‫ُنور‬ sebagai pantulan dari ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬, dan petunjuk merupakan pantulan dari AlQuran d. Musyabbah: kesesatan ٍ ‫ُظلُ َما‬ Musyabbah bih: ‫ت‬ Wajah Syibih: kesesatan dan kegelapan merupakan sesuatu yang menyulitkan, menyusahkan, menyengsarakan dan merugikan e. Musyabbah: Mereka tidak dapat mendengar kebenaran, tidak mampu mengucapkan yang hak, dan tidak mampu melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sehingga tidak mungkin mereka kembali beriman Musyabbah bih: َ‫ون‬77‫ ٌّم ُب ْك ٌم ُع ْم ٌي َف ُه ْم اَل َي ْر ِج ُع‬7‫ص‬ ُ (Tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka kembali) Wajah Syibih: Penggambaran kehilangan panca indera menyatakan sebuah kelumpuhan, kecacatan, seperti halnya kehilangan keimanan menyebabkan kecacatan dan kelumpuhan hati.



D. Fungsi Amtsal QS. Al-Baqarah ayat 17-18 Pada dasarnya amtsal merupakan media pembelajaran yang diberikan Allah swt melalui ayat-ayat Nya untuk seluruh manusia agar mereka menggunakan akal 5



untuk berfikir jernih dan cermat. Para ulama memiliki pandangan dan pembagian bermacam-macam mengenai fungsi amtsal. Beberapa diantaranya fungsi amtsal yang melekat sesuai QS. Al-Baqarah ayat 17-18 sebagai berikut:6 1. Mengungkapkan sesuatu yang ma’qul dalam bentuk nyata yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga akal mudah menerimanya 2. Menyingkap hakikat dari sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang tampak 3. Tanfir, yakni menjauhkan jika isi matsal merupakan sesuatu yang jelek, dibenci. 4. Untuk mencela (li adz- dzam). Hikmah yang dapat diambil dari perumpamaan kaum munafik dalam ayat tersebut adalah. Seseorang yang menjual agama Allah dengan kesesatan maka akan dicabut darinya hidayah atau petunjuk, sehingga hati mereka menjadi mati sebab kesesatan yang dideritanya. E. Korelasi Sifat Munafik dan Mental Korup Masyarakat beserta Ancaman dalam ayat Amtsal Al-Baqarah ayat 17-18 Kata munafik berarti orang-orang yang nifak. Nifak secara bahasa maknanya adalah berbeda antara apa yang tampak (lahir) dan tidak tampak (batin). Apabila perbedaan itu menyangkut perkara iman maka orang tersebut tersebut termasuk nifaq i’tikad. Contohnya orang yang berkata “Kami beriman” tetapi mengingkari di dalam hati. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika berdakwah di Madinah terdapat orang-orang munafik seperti itu. Nama orang yang terkenal dengan sifat kemunafikannya tersebut adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ciri orang munafik yang pertama adalah jika berbicara ia berbohong. Orang yang suka berbohong atau menutupi kebenaran maka dia akan semakin dekat dengan sifat kemunafikan. Menurut Ibnu Katsir (1302-1371 M) seorang alim terkemuka, ahli fiqih dan tafsir, orang munafik itu ialah orang yang menampakkan kebaikan dan Mahfudz Masduki, Tafsir Al-Mishbah Kajian atas Amtsal Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hal. 63-70 6



6



merahasiakan kejahatan. Kemunafikan itu bermacam-macam. Secara garis besar kemunafikan terbagi 2, yakni yang berhubungan dengan I’tikad, ini merupakan dosa besar yang tidak terampuni serta menyebabkan kekalnya di neraka dan kemunafikan yang berhubungan dengan amaliah, ini termasuk dosa besar. Nifak adalah sumber segala malapetaka. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah telah mengungkapkannya secara tulus dalam kitab Madaarijus Saalikiin (I/347-359) sebagai berikut, "Adapun nifak merupakan penyakit bathin yang sangat berbahaya. Seseorang bisa dikuasai penyakit ini tanpa disadari. Hakikatnya sangat samar atas kebanyakan orang. Dan biasanya menjadi lebih samar atas orang yang telah terjangkiti penyakit nifak ini. Ia mengira telah melakukan perbaikan, namun pada hakikatnya ia merusak." Terdapat Ayat sebagai landasan terhadap larangan berperilaku munafik, ada ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan munafik terdapat dalam surat At-Taubah ayat 68 : Artinya:” Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka dan bagi mereka azab yang kekal.” (QS. At-Taubah : 68). Surat Al-Baqarah ayat 17-18 memaparkan perumpamaan berupa kaum yang menyalakan api namun ketika api tersebut menerangi sekelilingnya Allah membawa pergi cahaya yang menerangi mereka sehingga mereka dalam kegelapan. Tidak mampu melihat, mendengar, dan berbicara. Amtsal disini menyatakan sebuah keheranan atas perbuatan kaum yang memberi manfaat kepada sekelilingnya (cahaya api) namun dirinya kehilangan cahaya tersebut. Pemaparan diatas memberikan pengertian bahwa mental korup termasuk sifat munafik yang menjangkit masyarakat dan merusak moral para pelaku korup tersebut merepresentasikan hukuman yang diberikan Allah SWT terhadap pelaku munafik yakni summ, bukm, ‘umyn, tuli terhadap kebenaran, buta terhadap kebenaran, dan bisu dari mengungkapkan kebenaran. Apabila para pelaku korup tersebut diqiyaskan dengan amtsal Al-Baqarah 1718. Yakni apabila ditafsirkan lebih kontekstual menjadi a. Musyabbah: Amanah, Kewenangan 7



Musyabbah bih: ‫ارا‬ ً ‫َن‬ Wajah Syibih: Api dan Amanah sama dalam hal keduanya merupakan jalan hidayah yang diberikan Allah SWT, untuk memeperoleh petunjuk. Pada mulanya amanah yang diberikan pada seseorang secara umum adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. b. Musyabbah: Bentuk kerja daripada amanah tersebut Musyabbah bih: ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬ Wajah Syibih: Keduanya menjelaskan tentang manfaat, yakni kemanfaatan yang diperoleh para pemangku jabatan atau kewenangan seperti halnya kemanfaatan sinar yang didapat orang-orang munafik tersebut, sebagai sarana menerima petunjuk dari Allah swt. c. Musyabbah: Keberkahan dari pekerjaan mereka Musyabbah bih: ‫ور‬ ْ ‫ُن‬ Wajah Syibih: Keduanya merupakan pantulan dari suatu sumber. ‫ُنور‬ sebagai pantulan dari ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬, dan keberkahan merupakan pantulan dari perbuatan seseorang yang menerima amanah tersebut, namun ketika mereka memilih kesesatan, menjual amanah tersebut dengan kesenangan dunia, maka Allah SWT mencabut keberkahan dari pekerjaan mereka d. Musyabbah: kesesatan, jalan yang penuh dosa, yakni kerakusan, ketamakan terhadap harta dunia ٍ ‫ُظلُ َما‬ Musyabbah bih: ‫ت‬ Wajah Syibih: kesesatan dan kegelapan merupakan sesuatu yang menyulitkan, menyusahkan, menyengsarakan dan merugikan e. Musyabbah: Mereka tidak dapat mendengar kebenaran, tidak mampu mengucapkan yang hak, dan tidak mampu melihat tanda-tanda



8



kebesaran Allah, sehingga tidak mungkin mereka kembali memperoleh keberkahan dari pekerjaan mereka. Musyabbah bih: َ‫ون‬77‫ ٌّم ُب ْك ٌم ُع ْم ٌي َف ُه ْم اَل َي ْر ِج ُع‬7‫ص‬ ُ (Tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka kembali) Wajah Syibih: Penggambaran kehilangan panca indera menyatakan sebuah kelumpuhan, kecacatan, seperti halnya kehilangan keberkahan, moral, dan serta nilai nilai kemanfaatan dalam kehidupan mereka.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Surat Al-Baqarah ayat 17-18 memaparkan perumpamaan berupa kaum yang menyalakan api namun ketika api tersebut menerangi sekelilingnya Allah membawa pergi cahaya yang menerangi mereka sehingga mereka dalam kegelapan. Tidak mampu melihat, mendengar, dan berbicara. Amtsal disini menyatakan sebuah keheranan atas perbuatan kaum yang memberi manfaat kepada sekelilingnya



(cahaya



api)



namun



dirinya



kehilangan



cahaya



tersebut.



Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Quran berperan memberi pemahaman bagi orang-orang berilmu dan berakal. 9



2. Adat Syibih: ‫َك َم َث ِل‬ Musyabbah dan Musyabbah bih terperinci menjadi beberapa bagian: f. Musyabbah: Keimanan Musyabbah bih: ‫ارا‬ ً ‫َن‬ Wajah Syibih: Api dan Keimanan sama dalam hal adanya penerangan, cahaya petunjuk g. Musyabbah: Al-Quran Musyabbah bih: ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬ Wajah Syibih: Keduanya menjelaskan tentang manfaat, Al-Quran dan sinar bermanfaat sebagai petunjuk h. Musyabbah: Petunjuk Musyabbah bih: ‫ور‬ ْ ‫ُن‬ Wajah Syibih: Keduanya merupakan pantulan dari suatu sumber. ‫ُنور‬ sebagai pantulan dari ْ‫ضا َءت‬ َ َ‫أ‬, dan petunjuk merupakan pantulan dari AlQuran i. Musyabbah: kesesatan ٍ ‫ُظلُ َما‬ Musyabbah bih: ‫ت‬ Wajah Syibih: kesesatan dan kegelapan merupakan sesuatu yang menyulitkan, menyusahkan, menyengsarakan dan merugikan j. Musyabbah: Mereka tidak dapat mendengar kebenaran, tidak mampu mengucapkan yang hak, dan tidak mampu melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sehingga tidak mungkin mereka kembali beriman Musyabbah bih: َ‫ون‬77‫ ٌّم ُب ْك ٌم ُع ْم ٌي َف ُه ْم اَل َي ْر ِج ُع‬7‫ص‬ ُ (Tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka kembali)



10



Wajah Syibih: Penggambaran kehilangan panca indera menyatakan sebuah kelumpuhan, kecacatan, seperti halnya kehilangan keimanan menyebabkan kecacatan dan kelumpuhan hati. 3. Hikmah yang dapat diambil dari perumpamaan kaum munafik dalam ayat tersebut adalah. Seseorang yang menjual agama Allah dengan kesesatan maka akan dicabut darinya hidayah atau petunjuk, sehingga hati mereka menjadi mati sebab kesesatan yang dideritanya.



11



DAFTAR PUSTAKA



Mustofa Al-Maroghi, Ahmad, Tafsir Al-Maroghi, Maktabah Mustofa, 1946, Mesir Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim, Muhaqqiq: Mustofa Sayyid Muhammad, Muhammad Sayyid Rosyad, Muhammad Fudhail Al-Ajmari, Ali Ahmad Abd Al Baqi, Maktabah Aulad Asy Syaikh Al-Laits, 2000, Mesir Quraish M. Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 1, Lentera Hati, 2017, Tangerang Zuhayli,Wahbah Tafsir Al-Munir,Daar Al-Fikr, 2009, Damaskus Masduki, Mahfudz, Tafsir Al-Mishbah Kajian atas Amtsal Al-Quran, Pustaka Pelajar, 2012 Yogyakarta



12



13