Analisa Perhitungan Metering System Dan Pengukuran Atg Product Solar Pada Area Jetty 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA PERHITUNGAN METERING SYSTEM DAN PENGUKURAN ATG PRODUCT SOLAR PADA AREA JETTY 1/2/3 DI PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN KERTAS KERJA WAJIB



Oleh: Nama



: Ika Wahyuningtyas



NIM



: 161440021



Program Studi



: Teknik Instrumentasi Kilang



Konsentrasi



: Instrumentasi dan Elektronika



Diploma



: III (Tiga)



KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS PEM Akamigas Cepu, April 2019



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN PT. PERTAMINA (PERSERO) RU V BALIKPAPAN Periode : Maret – Mei 2019



Di susun Oleh ; Ika Wahyuningtyas (161440021) Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh Mengetahui,



Sr. Supervisor E & I Maintenance Area 4



Pembimbing Lapangan



Helmi NIP. 731862



Arya Indrayana NIP. 749961



Judul



: Analisa Perhitungan Metering System dan Pengukuran ATG Product Solar pada Jetty 1/2/3 di PT. Pertamina RU V Balikpapan.



Nama Mahasiswa



: Ika Wahyuningtyas



NIM



: 161440021



Jurusan



: Instrumentasi



Program Studi



: Teknik Instrumentasi Kilang



Diploma



: III (Tiga)



Menyetujui Pembimbing Kertas Kerja Wajib



Agus Heriyanto, S.T.,M.T. NIP : 19550827 1987809 1 001



Mengetahui Ketua Program Studi :Teknik Instrumentasi Kilang



Ir. Roni Heru Triyanto, M.T. NIP : 19670426 199303 1 001



KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan kertas kerja wajib (KKW) dengan judul “Analisa Perhitungan Metering System dan Pengukuran ATG Product Solar pada Jetty 1/2/3 di PT.Pertamina (Persero) RU V Balikpapan”. Kertas kerja wajib ini digunakan untuk melengkapi kegiatan program kulikuler yang menjadi tugas dan tanggung jawab penulis sebagai peserta program Diploma III tahun ajaran 2018/2019 pada jurusan Teknik Instrumentasi Kilang III. Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih atas segala bimbingan dan bantuan yang diberikan selama menjalankan kerja praktek dan penyusunan kertas kerja wajib ini. Ucapan terima kasih saya tujukan kepada : 1. Dr.R.Y. Perry Burhan, M.Sc selaku Ketua PEM-Akamigas. 2. Bapak Auditira selaku Lead of Electrica l& Instrument PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan. 3. Electrical and Instrument Engineering Pertamina RU V Balikpapan. 4. Bapak Arya Indrayana selaku pembimbing harian dari Pertamina RU V Balikpapan. 5. Bapak Ir. Roni Heru Triyanto, M.T. selaku Ketua Program Studi Instrumentasi & Elektronika di PEM-Akamigas 6. Bapak Agus Heriyanto, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing KKW 7. Orang tua, keluarga dan teman- teman yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas Kerja Wajib ini. Dalam penulisan dan penyususnan kertas kerja wajib ini penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna memperoleh hasil yang lebih sempurna dan kelak akan bermanfaat bagi pembaca. Cepu, April 2019 Penulis



Ika Wahyuningtyas Yudha Guntari 161440021



INTISARI PT.Pertamina (Persero) RU V Balikpapan merupakan perusahaan oil & gas milik negara yang mengolah minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBM). Unit ini merupakan unit dengan hasil pengolahan terbesar ke-2, yaitu menghasilkan 260.000 barrel/hari dan digunakan untuk memasok kebutuhan BBM daerah Indonesia bagian timur. Transaksi ini membutuhkan alat ukur yang memiliki ketelitian dan repeatability yang baik, alat ukur tersebut adalah metering system sebagai kelas I dan ATG sebagai kelas II. Metering system sebagai alat meter pertama yang digunkan apabila metering mengalami kegagalan atau kerusakan maka menggunakan ATG sebagai alat custody transfer khususnya pada Solar di Jetty 1/2/3 ini menggunakan alat ukur Custody Transfer class 1 yaitu menggunakan metering system yang terdiri dari peralatan Turbin Meter, Prover yang digunakan jenis bidirectional yaitu menggunakan bola fluida pada prover dan ATG yang digunakan pada tangki D2007B type Radar Tank Gauge (RTG). Sistem metering yang dihitung oleh flowcomp sudah akurat karena hasil yang didapatkan ketika membandingkan volume dengan menggunakan perhitungan microsoft excel sebesar 80039,018Bbl dan perhitungan diflowcomp sebesar 80279,977Bbl. Selain itu metering system dan ATG layak digunakan untuk custody transfer karena didapatkan hasil yang didapatkan hasil perhitungan volume metering dengan menggunakan Microsoft excel 80039,018Bbl dan perhitungan ATG menggunakan Microsoft excel 80396,312Bbl sehingga didapatkan persentase kesalahan masih dalam batas toleransi yaitu 0,44% sedangkan nilai persen kesalahan yang telah ditentukan PT.PERTAMINA RU V BALIKAPAPAN tidak boleh melebihi angka 0.50%. Nilai repeatibility adalah sebesar 0,0117% sedangkan nilai repeatibility yang diharuskan tidak melebihi 0,02%. Dengan kata lain proses proving pada jetty 1/2/3 dinyatakan tepat karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan PT.PERTAMINA RU V BALIKPAPAN.



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................ 4 INTISARI................................................................................................................ 5 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 6 DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 9 DAFTAR TABEL ................................................................................................. 10 DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 11 BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 12 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 12 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 13 1.3 Batasan Masalah ......................................................................................... 14 1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................. 14 BAB II. ORIENTASI UMUM ............................................................................. 16 2.1 Sejarah dan Latar Belakang Perusahaan.................................................... 16 2.2 Visi, Misi, serta Tata Nilai PT. PERTAMINA ......................................... 17 2.3 Bidang Usaha PT. PERTAMINA ............................................................. 18 2.4 Gambaran Umum dan Lokasi PT. Pertamina RU V BALIKPAPAN ....... 20 2.5 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (PERSERO) RU V BALIKPAPAN .... 25 2.6 Tata Letak PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN .............................. 25 2.7 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN ................ 26 BAB III. TEORI DASAR .................................................................................... 27 3.1 Custody Transfer ........................................................................................ 27 3.2 Metering System ......................................................................................... 28 3.3 Macam Flow Meter .................................................................................... 30 3.3.1 Positive Displacement (PD) Meter ....................................................... 30 3.3.2 Turbine Meter ....................................................................................... 32 3.3.3 Coriolis.................................................................................................. 34 3.4 Macam Prover Meter ................................................................................. 34 3.4.1 Uni-directional Prover .......................................................................... 35 3.4.2 Bi-directional Prover............................................................................. 36 3.4.3 Compact Prover .................................................................................... 37



3.5 Water Draw ................................................................................................ 37 3.6 Faktor Koreksi Dalam Sistem Metering ..................................................... 38 3.6.1 Koreksi Temperature Terhadap Logam pada Prover ( CTSP) ............ 39 3.6.2 Koreksi Tekanan Terhadap Logam pada Prover (CPSP) .................... 39 3.6.3 Koreksi Efek Temperature terhadap Liquid (CTLPdan CTLM) ......... 40 3.6.4 Koreksi Efek Tekanan Terhadap Liquid (CPLP dan CPLM) .............. 40 3.6.5 Meter Faktor ........................................................................................ 41 3.6.6 Repeatibility ......................................................................................... 41 3.7 Automatic Tank Gauge (ATG) ................................................................... 42 3.7.1 Jenis ATG berdasarkan Fungsinya : .................................................... 42 3.7.2 Batasan Akurasi Pengukuran ATG : .................................................... 43 3.7.3 Dasar-Dasar Pemilihan ATG ............................................................... 43 3.7.4 Macam-macam Automatic Tank Gauge (ATG)................................... 44 3.8 Metoda pengukuran permukaan cairan (liquid level) ................................. 44 3.8.1. Pengukuran permukaan cairan (liquid level) metoda langsung ........... 45 3.9 Penggunaan Tabel ASTM D 1250 – IP 200 ................................................. 46 3.10 Tata Cara Perhitungan .............................................................................. 47 3.10.1 Perhitungan di Tangki Darat ............................................................... 47 3.11 Peralatan pada Control Room................................................................... 49 BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................... 51 4.1 Proses Transfer Solar ke Jetty .................................................................... 51 4.2 Proses Proving Solar .................................................................................. 52 4.3 Analisa Data Report Metering Solar untuk Custody Transfer ................... 53 4.3.1



Perhitungan Nilai CTSP dari Prover Data Report ........................... 54



4.3.2



Perhitungan Nilai CPSP dari Prover Data Report ............................ 55



4.3.3



Perhitungan Nilai CTL dari Prover Data Report .............................. 55



4.3.4



Perhitungan Nilai CPL dari Prover Data Report .............................. 58



4.3.5



Perhitungan Nilai Kombinasi Faktor Koreksi dari Prover Report ... 59



4.3.6



Perhitungan K-Faktor Saat Proving .................................................. 59



4.3.7



Perhitungan Meter Faktor ................................................................. 60



4.3.8



Perhitungan Volume Correction Factor (VCF) ................................ 60



4.3.9



Perhitungan Net Volume 15˚C ......................................................... 61



4.3.10 Perhitungan Metric Ton .................................................................... 61 4.3.11 Perhitungan Long Ton....................................................................... 62



4.3.12 Perhitungan Barrel 60˚F ................................................................... 62 4.3.13 Perhitungan Persen Kesalahan (deviasi) dari Meter Faktor.............. 63 4.3.14 Perhitungan Repeatibility dari Prover Report ................................... 63 4.4 Analisa kerja ATG pada tanki D20-07A ................................................... 64 4.4.1 Metoda Pengukuran Ullage .................................................................. 64 4.5 Analisa Perhitungan Automatic Tank Gauge ............................................. 65 4.5.1 Perhitungan Shell Expansion Factor (SEF) .......................................... 65 4.5.2 Perhitungan Total Observed Volume (TOV) ........................................ 66 4.5.3 Perhitungan Gross Observed Volume (GOV) ....................................... 68 4.5.4 Perhitungan Volume Correction Factor (VCF) .................................... 69 4.5.5 Perhitungan Net Volume 15oC ............................................................. 69 4.5.6 Perhitungan Faktor Koreksi Metric Ton ............................................... 70 4.5.7 Perhitungan Faktor Koreksi Long Ton ................................................. 71 4.5.8 Perhitungan Faktor Koreksi Barrel 60°F .............................................. 71 4.6 Perhitungan Deviasi Pengukuran Metering System dan ATG..................... 72 4.7 Faktor penyebab perbedaan pengukuran antara metering dan ATG. .......... 74 BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 77 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 77 5.2. Saran ........................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2. 1 Kilang Pertamina di Indonesia ......................................................... 20 Gambar 2. 2 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan ..... 26 Gambar 3. 1 Proses Transaksi Oil & Gas (Custody Transfer) .............................. 27 Gambar 3. 2 Prinsip Kerja PD Meter .................................................................... 30 Gambar 3. 3 Prinsip Kerja Turbin Meter .............................................................. 32 Gambar 3. 4 Prinsip Kerja Coriolis ....................................................................... 34 Gambar 3. 5 Uni-directional Prover ..................................................................... 36 Gambar 3. 6 Bi-directional Prover ....................................................................... 36 Gambar 3. 7 Compact Prover ............................................................................... 37 Gambar 3. 8 Prinsip Kerja Water Draw Test ........................................................ 38 Gambar 3. 9 Flow Computer ................................................................................. 49 Gambar 4. 1 Overview Metering System ............................................................... 51 Gambar 4. 2 Simulasi Proses Proving Solar Jetty 1/2/3 ....................................... 52 Gambar 4. 3 Rosemount Tank Radar REX ............................................................ 64



DAFTAR TABEL



Tabel 4.1 Tabel Hasil Proving ............................................................................. 42 Tabel 4.2 Tabel Harga K0 dan K1.......................................................................... 45 Tabel 4.3 Tabel Hasil Analisa pengukuran Metering dan ATG ........................... 56



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. P&ID Prover Jetty 1/2/3 RU V Balikpapan ..................................... 80 Lampiran 2. Tabel Nilai Ko, Ki , A dan B ............................................................ 81 Lampiran 3. Data Tank Ticket Tanki D20-07A ................................................... 82 Lampiran 4. Compressibility Factor (F) ............................................................... 83 Lampiran 5. Prove Report Pertamina RU V Balikpapan ..................................... 84 Lampiran 6. Bacth Report Pertamina RU V Balikpapan ..................................... 85 Lampiran 7. Tabel 54 ASTM D1250 IP 200......................................................... 86 Lampiran 8. Tabel 56 ASTM D1250 IP 200......................................................... 87 Lampiran 9. Tabel 54 ASTM D1250 IP 200......................................................... 88 Lampiran 10. Tabel 53 ASTM D1250 IP 200 ...................................................... 89 Lampiran 11. Temperature dan Tekanan Standar ................................................. 90 .



BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan energi terus meningkat dari tahun ke tahun. Minyak Bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih digunakan. PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri perminyakan terus berperan aktif dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi. Dengan semakin pesatnya perkembangan dari harga minyak bumi dan produk-produknya dimana harga sangat fluktuative, maka dirasakan sangatlah penting untuk melakukan suatu pengukuran yang teliti dan akurat terhadap aliran minyak dan gas tersebut untuk mendapatkan suatu internal quality accounting maupun sebagai custody transfer. Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat dan dengan adanya biaya yang lebih realistis sehingga dalam transaksi jual beli minyak atau custody transfer di RU V Balikpapan menggunakan metering sistem yang terdiri dari peralatan utama berupa Turbin meter, unit prover dan instrument pelengkap sebagai alat transaksinya dan ATG (automatic tank gauging) sebagai instrumen pengukur level fluida pada tangki yang umumnya terintegrasi dengan konversi ke pengukuran volume menggunakan tabel tangki dan kompensasi suhu. Sistem kendali metering sistem tersebut di control untuk membuka dan menutup Motor Operate Valve (MOV). Custody transfer pada permigasan mengacu pada transaksi yang melibatkan pengangkutan fisik dari satu operator ke operator yang lain. Melibatkan transfer bahan mentah dan minyak hasil olahan minyak mentah. Sistem



transfer ini dilakukan dari tangki ke tangki, tangki dan kapal tengki serta transaksi lainnya. Custody transfer pada pengukuran fluida didefinisikan sebagai metering point (lokasi) dimana fluida akan diukur untuk penjualan dari satu pihak ke pihak lainnya. Suatu alat pengukuran aliran fluida dengan memperhitungkan pengaruh terhadap tekanan dan temperatur yang mempunyai accuracy dan repeatability yang tinggi disebut Matering system. Oleh karena itu penulis memilih judul “Analisa Perhitungan Solar dengan Metering System dan Pengukuran ATG pada Jetty 1/2/3 di PT. Pertamina RU V Balikpapan”. Sebagai judul KKW, agar penulis dapat lebih memahami metering sytem yang ada di PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan. Disamping itu juga, dengan adanya pengamatan ini, penulis dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh dan dipelajari di PEM Akamigas. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan dan penyusunan kertas kerja wajib untuk memenuhi persyaratan akademik dalam menempuh ujian akhir DIII PEM Akamigas setelah diadakannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 7 Maret – 31 Mei 2019. Disamping itu juga penulisan ini bertujuan untuk : a. Mengetahui dan memahami fungsi Metering system yang digunakan sebagai alat jual beli minyak atau custody transfer class I. b. Mengetahui dan memahami fungsi ATG (Automatic Tank Gauge) yang digunakan sebagai alat custody transfer class II. c. Menganalisa hasil perhitungan dan pengukuran secara manual performa Metering sytem dan ATG (Automatic Tank Gauge).



1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan Kertas Kerja Wajib (KKW) ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan, meliputi : 1.



Perhitungan meter factor, kuantitas produk (dalam barrels, long tons, dan metric tons), serta analisis repeatability dan deviasi meter factor yang digunakan saat loading periode 23 Februari 2019.



2.



Perhitungan ATG (Automatic Tank Gauge)



3.



Perhitungan deviasi pengukuran metering system dan ATG (Automatic Tank Gauge) berdasarkan data loading periode 23 Februari 2019.



4.



Analisis deviasi pengukuran metering system dan ATG (Automatic Tank Gauge) periode 23 Februari 2019.



5.



Analisis kalibrasi ATG (Automatic Tank Gauge), Prover meter, dan Master meter di PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan.



1.4 Sistematika Penulisan Agar penulisan dan pembahasan Kertas Kerja Wajib (KKW) berurutan, mudah dimengerti pembaca, dan tidak terjadi kerancuan atau pembahasan yang berulang-ulang, maka penulis membagi KKW ini dalam 5 Bab dan Sub Bab antara lain : BAB I



Bab ini berisi mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.



BAB II



Bab ini membahas tentang profil perusahaan yang meliputi sejarah singkat, bagian-bagian di PT. Pertamina RU V Balikpapan , Visi,



Misi, dan Logo Pertamina, lokasi dan tata letak, sistem manajemen dan pengawasan di Pertamina, sistem organisasi dan kepegawaian PT.Pertamina RU V Balikpapan, dan sarana penunjang. BAB III



Bab ini membahas mengenai dasar teori instrumentasi yang mendukung pada penulisan Kertas Kerja Wajib ini.



BAB IV



Bab ini membahas mengenai Berisi tentang cara kerja, hasil pengamatan, perhitungan dan permalahan yang terjadi dan solusi dalam pemecahan masalah di Metering system dan ATG (Automatic Tank Gauge).



BAB V



Bab ini berisi kesimpulan dan saran tentang Analisa pengukuran metering sistem dan pengukuran ATG di area Jetty 1,2,3 PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan.



BAB II. ORIENTASI UMUM



2.1 Sejarah dan Latar Belakang Perusahaan Berdirinya PT. PERTAMINA (PERSERO) diawali dengan didirikannya perusahaan minyak nasional pertama dengan nama PERMINA (Pertambangan Minyak Nasional) yang merupakan hasil keputusan dari surat keputusan menteri kehakiman RI No. J.A 5/32/11 tanggal 03 April 1958, Kemudian perusahaan PERMINA ini mengalami perubahan bentuk menjadi Perusahaan Negara (PN) PERMINA pada tanggal 05 Juni 1961. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan PN. PERMINA lebih kepada eksploitasi dan produksi minyak. Pada tahun 1961 pemerintah Indonesia mendirikan “PN. PERTAMIN” (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia), yang dimana kegiatan utamanya adalah bertanggung jawab dalam hal mendistribusikan minyak di dalam negeri. Untuk meningkatkan produktivitas maupun efisiensi dibidang perminyakan nasional, maka dilakukan penggabungan antara PN. PERTAMIN



dan PN.



PERMINA. Pada 20 Agustus 1968, berdasarkan PP. RI No.27/1968, kedua perusahaan tersebut bergabung dan berubah nama menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Naional (PN.PERTAMINA). Pada 15 September 1971, PN. PERTAMINA menjadi PERTAMINA dan pada 17 September 2003, PERTAMINA berubah bentuk status perusahaan menjadi persero sehingga namanya berubah menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO), yang begerak dalam bidang Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Bidang usaha PT. PERTAMINA (PERSERO) dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian hulu yang



mengurusi eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan bagian hilir mengurusi pengolahan dan pendistribusian. Terakhir dalam rangka “Go International” pada tanggal 09 Oktober 2008 PT. PERTAMINA Unit Pengolahan berubah menjadi PT. PERTAMINA Refinery Unit.



2.2 Visi, Misi, serta Tata Nilai PT. PERTAMINA Setiap perusahaan memiliki visi, misi, dan tujuan untuk bisa menjadikan produknya digunakan di masyarakat, dan bisa menjadi perusahaan yang terbaik. Begitupun dengan PT. PERTAMINA (PERSERO) memiliki visi, misi, dan tujuan sebagai perusahaan Negara yang bergerak di bidang produsen minyak bumi dan gas alam. a.



Visi : Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.



b.



Misi : Menjalankan usaha minyak, gas serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.



c.



Tata Nilai : Dalam mencapai Visi dan Misinya, Pertamina berkomitmen untuk menerapkan tata nilai sebagai berikut : 



Clean (bersih) yaitu dikelola secara professional, menghindari benturan kepentingan tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas tata kelola korporasi yang baik.







Competitive (kompetitif) yaitu mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional. Mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.







Costumer focus (fokus pada pelanggan) yaitu berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan.







Commercial (komersial) yaitu menciptakan nilai tambah dengan orentasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.







Capable (berkemampuan) yaitu dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang professional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.



2.3



Bidang Usaha PT. PERTAMINA Semenjak mendapatkan status menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO)



bidang usaha PT. PERTAMINA (PERSERO) dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu : Kegiatan Hulu dan Kegiatan Hilir. a.



Usaha Hulu Kegiatan PT. PERTAMINA (PERSERO) hulu atau Direktorat hulu mengelola



unit-unit usaha disektor energi hulu. Kegiatan usaha ini meliputi eksplorasi, produksi, transportasi, pengolahan serta pembangkitan energi dan berbagai jenis sumber daya, seperti minyak bumi, gas, dan panas bumi, serta usaha terkait lainnya baik didalam negeri maupun manca Negara.Untuk menjalankan usaha hulu ini PT.



PERTAMINA (PERSERO) dibantu oleh beberapa anak perusahaan dan unit bisnis hulu, antara lain : 



PT. PERTAMINA EP (PEP)







PT. PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY (PGE)







PT. PERTAGAS







PT. PERTAMINA HULU ENERGY (PHE)







Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI)







Exploration and Production Technology Center (EPTC)



Kegiatan hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak dilakukan sendiri (owned operation) dan melalui kerja sama kemitraan dengan pihak lain, seperti JOB-EOR (Join Operating Body of Enchanced Oil Recovery) dan untuk panas bumi, bentuk kemitraannya adalah JOC (Join Operating Contract). Selain melakukan kegiatan hulu di dalam negeri, PT. PERTAMINA (PERSERO) juga melakukan kegiatan hulu diluar negeri, yaitu di Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika dan Australia. b. Usaha Hilir Kegiatan hilir dari PT. PERTAMINA (PERSERO) meliputi proses pengolahan minyak dan gas bumi, serta distribusi dan pemasaran dari produkproduknya. Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan produk Bahan Bakar Minyak (BBM), serta produk Non Bahan Bakar Minyak (NBBM) dan petrokimia untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Dalam menjalankan kegiatan hilir PT. PERTAMINA (PERSERO) memiliki 7 (tujuh) Refinery Unit atau Unit Pengolahan, yang rinciannya sebagai berikut :



a.



Refinery unit I Pangkalan Brandan - Sumatera Utara dengan kapasitas 5 MBSD (telah ditutup sejak tahun 2007)



b.



Refinery unit II Dumai - Riau dengan kapasitas 170 MBSD



c.



Refinery unit III Plaju - Sumatera Selatan dengan kapasitas 125 MBSD



d.



Refinery unit IV Cilacap - Jawa Tengah dengan kapasitas 348 MBSD



e.



Refinery unit V Balikpapan - Kalimantan Timur dengan kapasitas 260 MBSD



f.



Refinery unitVI Balongan - Jawa Barat dengan kapasitas 125 MBSD



g.



Refinery unit VII Kasim - Sorong dengan kapasitas 10 MBSD



Gambar 2. 1 Kilang Pertamina di Indonesia



2.4



Gambaran Umum dan Lokasi PT. Pertamina RU V BALIKPAPAN Kilang minyak Balikpapan terletak di Teluk Balikpapan, yaitu menempati



lokasi seluas lebih kurang 2,5 km2. Kilang minyak Balikpapan terdiri dari dua unit, yaitu Kilang Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II. Potensi minyak bumi di Kalimantan Timur diketahui semenjak tahun 1800-an. Pada tahun 1863 pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan Timur memperoleh hak peminjaman tanah dari



kerajaan Kutai, termasuk wilayah Balikpapan yang saat itu dihuni ratusan nelayan. Sebagai tindak lanjut diperolehnya hak ini, pemerintah Hindia Belanda mendapat konsesi pertambangan Mathilda dengan Besluit tanggal 29 Agustus 1888 yang kemudian disahkan dengan Besluit nomor 4 tanggal 30 Juni 1891. Kontrak tersebut memberikan kewenangan melakukan usaha dibidang pertambangan di daerah Balikpapan. Minyak bumi di Kalimantan Timur pertama kali ditemukan di Sangasanga pada tahun 1893. Disusul kemudian penemuan minyak di Samboja pada tahun 1910. Atas dasar konsesi pertambangan Mathilda, dilakukan pengeboran minyak di Kalimantan Timur yang merupakan realisasi kerjasama antara J.H. Menten denga Firma Samuel & Co. Pada tahun 1896 Mr. Adams dari Samuel & Co di London mengadakan penelitian selama empat belas hari di Kalimantan Timur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Kalimantan Timur memiliki cadangan minyak yang besar. Penemuan ini mendorong dilakukan pengeboran pada tanggal 10 Februari 1897 dan menemukan minyak yang cukup komersial untuk diusahakan pada kedalaman 220 meter. Pengeboran pertama ini disebut sumur minyak Mathilda B-1 dan selanjutnya dilakukan pengeboran hingga sumur B-40. Dari empat puluh sumur yang dibor, sembilan diantaranya diproduksi dan kumulatif produksinya sebelum ditinggalkan oleh Belanda cukup banyak. Bersamaan dengan ditemukannya sumur minyak Mathilda, pada tahun 1899 perusahaan Shell Transport & TradingLtd. Mendirikan Kilang Balikpapan yang kapasitasnya 5.000 barrel/hari. Pada tahun 1922 Kilang Balikpapan dibangun kembali yaitu dengan mendirikan Crude Distillation Unit (CDU I) untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi sekitar 25.00 barrel /hari. Akibat pecahnya perang dunia kedua, kilang ini



mengalami rusak berat akibat pengeboman. Pada tahun 1946 dilakukan serangkaian perbaikan kilang dan juga dilakukan pengembangan kilang. Pada tahun 1949, PT. Shell Indonesia membangun High Vacuum Unit I (HVU I) dengan kapasitas 12 ribu barrel/hari. Pembangunan HVU I ini didasarkan atas masih banyaknya minyak mentah yang tidak dapat diproses di CDU I karena fraksi minyaknya terlalu berat. Pada tahun 1950 Kilang Balikpapan I dikembangkan dengan menambahkan pabrik lilin berkapasitas 110 ton/hari. Pembangunan pabrik lilin ini karena minyak mentah yang ada di sekitar Kalimantan Timur bersifat parafinik, sangat cocok untuk pembuatan lilin. Pada tahun 1966 seluruh kekayaan Shell, termasuk Kilang Balikpapan dibeli oleh PN.Permina (Perusahaan Minyak Nasional) yang dua tahun kemudian dilebur menjadi Pertamina. Pembangunan Kilang Balikpapan II dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Dalam RAPBN terungkap bahwa subsidi terbesar yang dikeluarkan pemerintah adalah subsidi BBM. Subsidi yang amat besar tersebut disebabkan oleh peningkatan harga minyak mentah dan produksi BBM dalam negeri belum mencukupi. Sementara itu, peningkatan pemakaian BBM dalam negeri mengharuskan kita mengimpor produk BBM dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dengan demikian, pemerintah berniat memproduksi sendiri BBM dengan memperluas kilang yang sudah ada dan membangun kilang baru. Salah satu realisasi dari rencana pemerintah tersebut adalah perluasan Kilang Balikpapan dengan tambahan unit-unit proses dan fasilitas penunjang untuk mengolah minyak mentah sebesar 200 ribu barrel/hari. Alasan lain yang mendasari pembangunan Kilang Balikpapan II adalah untuk mengembangkan Indonesia Timur karena selama waktu tersebut pembangunan



sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian barat.Kilang Balikpapan II mulai dibangun tahun 1980-an dan resmi beoperasi mulai tanggal 1 Nopember 1983. Selanjutnya Kilang Balikpapan I yang sudah berumur sekitar 50 tahun, di upgrade dengan dibangun kilang baru berkapasitas 60.000 berrel/hari. Upgrading yang dimulai tahun 1995, dapat diselesaikan dua tahun kemudian yaitu tahun 1997. Minyak mentah (crude) yang siap diolah berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Minyak mentah dalam negeri berasal dari Minas, Sepinggan, Badak, Handil, Bekapai, Arjuna, Attaka, Sangatta, Duri, Lalang, Katapa, Kakap, Tepian Timur, Sanga-sanga, Tanjung dan Cinta. Sedang minyak mentah import dari Malaysia (Tapis) dan Australia (Jabiru dan Chalyst), ALC, Amna, Bach Ho, Badin, Brass River, Borrow Island, Bunga Kekwa, Cooper, Basia, Dulang, Harriet, ILC, Mareb, Maul, Miri, Nan Hai, North West Sheif, Palanca, Qua Iboe, Sarir, Tapis, Tantawan Varanus Blend, Xijiang dan Zarzaltine. Campuran minyak mentah tersebut diolah menjadi beberapa produk BBM yang menghasilkan antara lain : Motor gasoline (bensin, Premium), kerosene (minyak tanah), avtur, solar (minyak diesel), dan fuel oil (minyak bakar). Sedang produk non-BBM yang dihasilkan adalah Heavy Naphtha, LPG dan lilin. Pertamina RU V Balikpapan merupakan satu-satunya produsen lilin di Indonesia.Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh RU V Balikpapan, adalah: a.



Kilang Balikpapan I, terdiri dari : 



Unit Destilasi Atmosferik Minyak Mentah (Crude Distillation Unit V) dengan kapasitas 60.000 barrel/hari.







Satu Unit Distilasi Vakum (High Vacuum Unit III) dengan kapasitas 25.000 barrel/hari.



b.







Pabrik Lilin (Wax Plant) dengan kapasitas 150 ton/hari







Dehydration Plant (DHP)







Effuent Water Treatment Plant (EWTP)



Kilang Balikpapan II terdiri dari : 



Hydroskimming Complex (HSC)



Hydroskimming Complex(HSC), terdiri dari : 



Distilasi Atmosferik Minyak Mentah (Crude Distillation Unit IV) dengan kapasitas 200.000 barrel/hari.







Napthta Hydotreating Unit (NHDT) dengan kap. 20.000 barrel/hari.











Platforming Unit dengan kapasitas 20.000 barrel/hari.







LPG Recovery Unit dengan kapasitas 6.800 barrel/hari.







Sour Water Strepper Unit







LPG Treating Unit



Hydrocracking Complex (HCC)



Hydrocracking Complex (HCC), terdiri dari : a)



High Vacuum Unit II dengan kapasitas 81.000 barrel/hari



b)



Hydrocracking Unit,



masing-masing kapasitas 27.500



barrel/hari c)



Hydrogen Unit dengan masing-masing kapasitas 34 MMSCFD



d)



Caustic Soda Plant (Plant 25)



e)



Boiler Feed Water & Steam Condensate System (Plant 31)



f)



Cooling Water System (Plant 32)



g)



Nitrogen & Air Plant (Plant 35)



h)



Fuel Gas System (Plant 15)



i)



Flare Gas Recovery System (Plant 19)



j)



H2 Recovery System (Plant 38)



2.5 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (PERSERO) RU V BALIKPAPAN a. Visi : Menjadi



kilang



kebanggaan



nasional



yang



mampu



bersaing



dan



menguntungkan. b. Misi :  Mengelola operasional kilang secara aman, handal, efisien, dan ramah lingkungan untuk menyediakan kebutuhan energi yang berkelanjutan.  Mengoptimalkan fleksibilitas pengolahan untuk memaksimalkan variable product.  Memberikan manfaat kepada stakeholder. 2.6



Tata Letak PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN Letak suatu pabrik adalah salah satu faktor penting dalam menentukan



keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya. Begitu pula dalam menentukan letak dari suatu kilang. Penentuan letak kilang mempertimbangkan



berbagai macam aspek yaitu letak geografis, studi lingkungan, biaya produksi, biaya operasional, kebutuhan akan bakar minyak, sarana dan prasarana yang ada serta dampak sosial yang di timbulkan. 2.7 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN Untuk menunjang kelancaran operasional produksi, terdapat suatu organisasi yang terpadu. Sehingga, dibuatlah struktur organisasi PT. PERTAMINA (PERSERO) RU V Balikpapan. Kilang minyak ini dipimpin oleh seorang General Manager (GM) yang membawahi beberapa Fungsi/Bidang. Sedangkan. Fungsi/Bidang tersebut dikepalai oleh seorang Manager Fungsi dan Kepala Bidang.



Gambar 2. 2 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan



BAB III. TEORI DASAR 3.1 Custody Transfer Custody transfer merupakan perpindahan komoditi pada titik perpindahan hak kepemilikan antara penjual dan pembeli. Dalam hal ini, custody transfer merupakan suatu kegiatan transaksi jual beli yang melibatkan volume barang (fluida) yang ditransfer dari pihak pertama kepada pihak kedua dengan tidak mengurangi kuantitas dan kualitas barang serta ketepatan waktu sesuai perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak.



Gambar 3. 1 Proses Transaksi Oil & Gas (Custody Transfer)



Dalam custody transfer, baik crude oil maupun product sangatlah dibutuhkan ketepatan dan ketelitian dalam pengukuran besar aliran untuk menentukan internal quantity accounting maupun untuk external quantity accounting. Saat transaksi jual beli minyak terjadi, alat pengukuran flow terbaik sangatlah diperlukan, bahkan



diharapkan alat pengukuran flow yang digunakan memiliki tingkat akurasi 100%. Hal ini dikarenakan transaksi jual beli minyak biasanya dilakukan dalam jumlah yang sangat besar, sehingga jika terjadi error pengukuran sedikit saja maka kerugian yang ditimbulkan sangatlah besar. Atas dasar kesetaraan antara volumetric oil yang ditransfer dengan keuntungan (provit) inilah yang menjadi tolak ukur pentingnya alat pengukuran flow yang akurat pada custody transfer. Berdasarkan deskripsi di atas, sebagian besar perusahaan oil and gas menggunakan alat ukur yang telah proven menurut standar untuk custody transfer. Berikut adalah alat ukur custody transfer menurut hierarkinya. 1. Metering System (Hierarki I) 2. Automatic Tank Gauging (Hierarki II) 3. Manual Diping (Hierarki III) 3.2 Metering System Metering system merupakan seperangkat alat ukur yang digunakan untuk mengukur aliran fluida yang mengalir melalui pipa. Metering system adalah alat ukur custody transfer (transaksi) BBM. Meter dan prover system adalah suatu alat untuk mengukur aliran (flow) fluida dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Metering system yang paling banyak digunakan saat ini ialah turbine meter, positive displacement (PD) meter, dan coriolis yang kemudian dibandingkan dengan suatu meter prover. Kalibrasi meter prover dilakukan dengan water draw test yang dilakukan oleh DIMET, dari hasil kalibrasi ini nanti akan dikeluarkan sertifikat legal. Sertifikat legal ini berlaku dalam jangka waktu tertentu. Setelah prover tersebut mendapatkan sertifikat legal maka prover tersebut akan disegel,



maksudnya ialah prover tersebut tidak diperbolehkan mengganti atau mengubah detector swicth tanpa seizin DIMET. Berikut beberapa keuntungan dari metering system yaitu : 1.



Sebagai alat custody transfer kelas satu.



2.



Metering dapat sekaligus melakukan penunjukan dari flow dan perhitungan volume dengan akurat.



3.



Hasil dari pengukuran dapat dicetak maupun disimpan di control room.



4.



Keakuratan metering dapat langsung dicek menggunakan referensi standar.



Kondisi pengoperasian standar dari suatu metering system ini dapat diperoleh dengan memasang sensor termperatur dan tekanan, density, sedimen dan water meter. Kondisi pengoperasian standar dari suatu metering system senantiasa berubah atau tidak konstan. Untuk mendapatkan suatu nilai standar maka diperlukan konversi dari suatu kondisi operasional ke kondisi standar (14,696 psi dan 600F). Secara garis besar, terdapat dua macam pengukuran minyak yaitu secara statik dan dinamik. Pengukuran secara statik apabila pengukuran dilakukan terhadap fluida yang tidak bergerak seperti yang banyak dilakukan di tangki maupun tanker. Pengukuran dinamik yaitu pengukuran yang dilakukan terhadap fluida yang bergerak atau disebut metering system.



3.3 Macam Flow Meter Berdasarkan standar API-MPMS chapter 4, pemilihan jenis flow meter sangat ditentukan oleh nilai viskositas dari liquid yang akan diukur. Pemilihan jenis flow meter ini didasarkan oleh, 1. Jenis liquid yang akan diukur, termasuk viskositas, tekanan uap, toxity, kekorosifan, dan kemampuan pelumas. 2. Operating flowrate yang ada, apakah jenis continuous, intermittent, bidirectional maupun reversible. 3. Ketelitian yang diperlukan dalam pengukuran. 4. Class dan type dari material/sistem pipa dan ukuran peralatan yang digunakan. 5. Rentang/selisih dari tekanan operasi dan temperatur operasi.



3.3.1 Positive Displacement (PD) Meter Positive Displacement (PD) Meter merupakan alat ukur aliran yang memisahkan liquid hidrokarbon ke dalam volume diskrit, dan menghitung volume yang terpisah. Melalui elemen meter, maka sejumlah volume liquid dialirkan beserta slippage setiap stroke, revolusi atau cycle dari part yang bergerak.



Gambar 3. 2 Prinsip Kerja PD Meter



 Operasional a. Untuk aliran fluida yang kental namun sangat bersih. b. Membutuhkan sistem penyaringan (filter) untuk menghilangkan partikel yang lebih besar dari 100 mikrometer serta gelembung gas dari aliran. c. Ukuran : ¼” - 12”. d. Turndown ratio 5 – 15:1, dapat mencapai 100:1.  Kelebihan a. Low cost. b. Akurat. c. Untuk fluida dengan viskositas tinggi. d. Dapat mengukuar aliran sangat lambat. e. Desain dan operasi sederhana.  Kekurangan a. Harga perawatan tinggi. b. Pressure drop tinggi. c. Toleransi terhadap partikel berukuran lebih dari 100 mikrometer juga gelembung gas sangat rendah. d. Rentan terhadap flow surge & gas slugging rentan korosi dan erosi. e. Sumbatan pada meter akan mengganggu aliran.



3.3.2 Turbine Meter Turbine meter terdiri dari rotor helical atau multibladed yang terpasang secara bebas pada bearing axial. Aliran yang melalui meter menyebabkan rotor dengan kecepatan angular yang berbanding langsung dengan kecepatan fluida. Bila luas penampang rotor tetap, maka kecepatan angular rotor berbanding langsung dengan volume dari kecepatan aliran yang melalui meter.



Gambar 3. 3 Prinsip Kerja Turbin Meter



Kecepatan rotor dideteksi oleh pick-up listrik dalam dinding pipa meter. Pulsa dibangkitkan oleh magnet kecil dalam rotor atau tip helix. Untuk meyakinkan security dari pulsa maka biasanya digunakan dual pick-up.Rate pulsa yang ditimbulkan berbanding langsung dengan kecepatan angular rotor. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pulsa yang dihitung dalam perioda waktu yang diberikan berbanding langsung dengan dross volume (jumlah volume fluida pada temperatur dan tekanan operasi) yang melalui meter selama perioda tersebut.  Operasional a. Cocok untuk fluida korosif.



b. Dapat digunakan pada pipa terbuka. c. Ukuran : inline model (0,25”- 4”), insertion model (2,5” – 60”). d. Turndown ratio 100 – 200 : 1.  Kelebihan a. Harga instalasi sedang. b. Kehandalan tinggi. c. Akurat. d. Daerah kerja luas. e. Relat kecil dan ringan. f. Tahan lama. g. Bekerja pada rentang temperatur dan tekanan yang lebar.



 Kekurangan a. Hanya untuk fluida yang bersih. b. Pressure drop rendah – sedang. c. Perlu pengkondisian aliran. d. Perlu pencegahan flashing dan kavitasi. e. Tidak cocok untuk fluida berviskositas tinggi. f. Perlu rangkaian elektronik. g. Rentan fouling/deposit.



3.3.3 Coriolis Prinsip coriolis menyatakan bahwa jika sebuah partikel di dalam suatu gerak berputar mendekati atau menjauhi pusat perputaran, maka partikel menghasilkan gaya internal yang bekerja pada partikel itu. Gaya internal yang dihasilkan adalah sebanding dengan mass flowrate. Andai fluida sedang mengalir ke dalam U-shaped tube pada kecepatan tertentu dan tabung sedang bergetar pada kecepatan sudut tertentu, maka dengan mempertimbangkan suatu bagian yang kecil dari fluida pada bagian inlet masuk dengan jarak tertentu pula, maka suatu gaya dihasilkan (coriolis force).



Gambar 3. 4 Prinsip Kerja Coriolis



3.4 Macam Prover Meter Prover meter adalah peralatan dengan presisi tinggi dalam penggunaannya memiliki repeatability accuracy sebesar 0,02%. Prover akan membandingkan suatu volume yang diketahui (konstan) dengan volume yang tidak diketahui (variabel), yaitu volume yang terukur dari meter. Volume referensi akan menjadi volume standar dan disetujui oleh DIMET melalui kalibrasi. Volume ini yang kemudian dibandingkan dengan volume yang ditunjukkan oleh meter. Prover meter



bekerja dengan prinsip pengulangan perpindahan sejumlah volume cairan dari pipa yang telah dikalibrasi.Tujuan dilakukannya proving adalah untuk mendapatkan harga meter factor. Kegunaan meter factor adalah untuk mengkoreksi volume yang ditunjukkan oleh metering untuk masing-masing fluida pada aliran terntenu. Pengukuran meter factor ini merupaka langkah yang penting dalam menghitung volume bersih dari penerimaan atau pengiriman BBM.3:56) Suatu meter agar dapat melakukan pengukuran secara akurat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memiliki repeatability, liniarity, dan regularly spaced pulses yang baik. 2. Dalam kondisi baik, secara mechanical maupun electrical. 3. Counter harus menghitung jumlah pulsa yang sama yang dihasilkan oleh meter, tidak kurang dan tidak lebih. 4. Ketika meter mengalami keausan maka meter factor yang dihasilkan akan mengalami peregeseran. 5. Kerusakan, baik dari sisi mechanical maupun electrical akan mempengaruhi nilai meter factor.



3.4.1 Uni-directional Prover Prover tipe ini merupakan prover yang memanfaatkan aliran searah dalam pipa prover dengan detektor switch di kedua ujung volume prover yang sudah terkalibrasi. Prover tipe ini dilengkapi dengan sphere handling valve (bola) yaitu untuk mengatur jalannya bola setiap kali run proving. Prover ini dirancang sedemikian rupa sehingga displacer dapat kembali ke posisi start menggunakan



sphere handling interchange. Interchange diartikan dimana displacer dipindahkan dari ujung downstream ke ujung upstream dari loop tanpa dipindahkan dari prover. 3:32)



Gambar 3. 5 Uni-directional Prover



3.4.2 Bi-directional Prover Prover bi-directional memiliki aliran bola dua arah maju mundur (bolakbalik) dalam volume base prover, dan akan mengaktifkan detektor pada setiap akhir dari bagian kalibrasi. Prover tipe ini dilengkapi dengan four-way valve untuk mengatur arah jalannya bola pada saat operasi proving.3:47)



Gambar 3. 6 Bi-directional Prover



Prover tipe ini memiliki keunggulan yaitu memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga dapat digunakan sebagai portable prover dan tidak membutuhkan ruang yang terlalu banyak. Kelemahan prover ini adalah peluang kegagalan dalam



proving adalah dua kali lebih besar dari prover tipe uni-directional karena dalam prover bi-directional, satu kali run merupakan satu kali putaran bolak-balik.



3.4.3 Compact Prover Compact prover memakai piston sebagai displacer, piston akan bergerak satu arah selagi proving dan kembali ke up-stream pada non-proving mode, tanpa mengganggu flow yang melalui meter. Prover cylinder adalah Hard Chrome Plated Stainless Steel. Satu proving run terdiri dari beberapa passes (3-10 kali). Tergantung tipe meternya.3:49)



Gambar 3. 7 Compact Prover



3.5 Water Draw Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai volume prover pada saat kalibrasi dan akan digunakan acuan dalam proses custody transfer. Kalibrasi akan dilakukan secara langsung oleh DIMET dengan toleransi repeatability 0,02%.



Kalibrasi volume prover ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut water draw test.3:52)



Gambar 3. 8 Prinsip Kerja Water Draw Test



Unit water draw test ini dilengkapi dengan tiga bejana ukuran yang telah terkalibrasi dengan ukuran 1000, 500, 100 liter, tandon penampung air, pompa air dan sebuah alarm. 3.6 Faktor Koreksi Dalam Sistem Metering Jual beli dengan jumlah besar mengharuskan jumlah volume dalam jual beli minyak dan gas bumi dihitung dalam keadaan volume standart. Untuk merubah volume minyak dari keadaan sekarang menjadi volume standart perlu dilakukan koreksi dengan faktor koreksi. Faktor koreksi merupakan pemuaian akibat perubahan suhu dan tekanan baik pada cairan atau pipa aliran cairan. Begitu pula angka pengukuran oleh alat ukur maupun besarnya volume prover perlu dikoreksi pula, karena masing-masing juga terpengaruh oleh suhu dan tekanan.Faktor koreksi sesuai dengan persamaan berikut. (Correction Factor) = (CTSP) x (CTL) x (CPSP) x (C P L) ........................... (3.1)



Simbol CTL merupakan nilai faktor koreksi akibat pengaruh suhu dan tekanan pada zat cair. Simbol CTSP merupakan nilai faktor koreksi pada pipa logam prover sebagai akibat pengaruh suhu. Simbol CPSP merupakan nilai faktor koreksi pada pipa logam prover sebagai akibat pengaruh tekanan. Simbol CPL merupakan nilai Faktor koreksi akibat pengaruh pressure pada zat cair.



3.6.1 Koreksi Temperature Terhadap Logam pada Prover ( CTSP) CTSp dapat diperoleh dari tabel API atau dengan menggunakan persaaman : CTSp = 1 + (T-15) γ ........................................................................................ (3.2) dimana ; T = ˚C γ = 0,0000335 for carbon (for celcius so, 0,0000186 for farenheit)



3.6.2 Koreksi Tekanan Terhadap Logam pada Prover (CPSP) CPSp juga dapa diperoleh dari tabel API atau dengan menggunakan persamaan : 𝑃𝑥𝐷



CPSp = 1 + 𝐸 𝑥 𝑡 ............................................................................................... (3.3) Dimana: P : Tekanan rata-rata dalam prover (Psig) D : Diameter dalam (inch) E : Modulus Elastisity Untuk mild steel = 3 x 107 Untuk stainlees steel = 2,8 s.d 2,9 x 107



t : Wall thickness/Ketebalan dinding (inch)



3.6.3 Koreksi Efek Temperature terhadap Liquid (CTLPdan CTLM) CTL dicari dengan menggunakan tabel MPMS 11.1 54B atau dengan persamaan : (CTLM) = Exp[— a (Trun - Tbase)(1.0 + 0.8 α (Trun - Tbase)] ........................................... (3.4) Dimana : Trun



= temperatur pada meter.



Tbase = temperatur dasar (15˚C) αt



= Thermal Expansion Coefficient dari liquid.



(CPLP) = Exp[— a (Tprun - Tbase)(1.0 + 0.8 α (Tprun - Tbase)] .......................................... (3.5) Dimana : Tprun = temperatur pada prover. Tbase = temperatur dasar (15˚C) αt



= Thermal Expansion Coefficient dari liquid.



3.6.4 Koreksi Efek Tekanan Terhadap Liquid (CPLP dan CPLM) CPLp dan CPLm dapat dicari dengan menggunakan tabel MPMS 11.2.1 M atau dengan menggunkan persamaan : 1



CPLp = (𝑃 𝑥 𝐹 )/100000 ...................................................................................... (3.6) Dimana : P : Prover Tekanan (psig) Pe : Equilibrium vapor pressur



F : Compressibility factor pada temperatur ˚C dan API Grafity at At 60˚F 1



CPLm = (𝑃 𝑥 𝐹 )/100000 ..................................................................................... (3.7) Dimana : P : Tekanan meter (psig) Pe : Equilibrium vapor pressur F : Compressibility factor pada temperatur ˚C dan API Grafity at At 60˚F



3.6.5 Meter Faktor Meter Faktor merupakan faktor koreksi perbandingan antara nilai volume terkoreksi yang diperoleh saat proving dengan nilai volume minyak dalam kondisi Standard didalam prover. Secara matematis meter faktor dapat dirumuskan sebagai berikut:



MF =



𝑉𝑏 𝑥 𝐶𝑇𝑆𝑃 𝑥 𝐶𝑃𝑆𝑃 𝑥 𝐶𝑇𝐿𝑃 𝑥 𝐶𝑃𝐿𝑃 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑙𝑠𝑎 𝑥 𝐶𝑇𝐿𝑀 𝑥 𝐾 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙



𝐶𝑃𝐿𝑀



................................................................... (3.8)



Dimana : Vb = volume dasar (volume base)



3.6.6 Repeatibility Nilai repeatibility merupakan nilai toleransi yang diberikan kepada alat penghitung jumlah pulsa pada sistem meteringjika nilai repeatibility melebihi nilai yang ditentukan maka sudah dapat dipastikan jika terdapat beberapa kesalahan atau gagal fungsi pada alat-alat yang berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi. Nilai repeatibility didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:



(Repeatibility) = ((A-B))/((B)) x 100% .......................................................... (3.9) Dimana : A



= pulsa terbesar yang terdeteksi oleh penghitung pulsa



B



= pulsa terkecil yang terdeteksi oleh penghitung pulsa.



3.7 Automatic Tank Gauge (ATG) Automatic Tank Gauge (ATG) adalah alat pengukur level cairan didalam tangki baik untuk tangki crude maupun tangki produk yang menggunakan sistem digital dan bekerja secara otomatis, dapat memberikan data-data yang diperlukan untuk perhitungan volume tangki. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa data-data ATG dari lapangan dikirim ke Central Processing Unit (CPU) untuk diolah dan dihitung kemudian hasilnya ditampilkan pada monitor di control room. Tank Gauging System dengan menggunakan ATG ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan atau kekurangan yang adapada sistem pengukuran yang dipakai sebelumnya yaitu pengukuran secara manual seperti: 



Ketelitiannya yang rendah.







Kecepatan pengukurannya yang rendah.







Data hasil pengukuran hanya dapat diperoleh di satu tempat







Data hasil pengukuran tidak dapat diperoleh setiap saat.



3.7.1 Jenis ATG berdasarkan Fungsinya : •



Custody Transfer (akurasi 1 s/d 3 mm)







Inventory (akurasi 5 s/d 25 mm)







Oil Movement Control







Leak Control & Reconciliation



3.7.2 Batasan Akurasi Pengukuran ATG : 1. Akurasi tabel tangki, termasuk efek tank tilt dan tekanan hidrostatis 2. Pergerakan cairan 3. Pergerakan titik acuan ukur tangki 4. Pergerakan datum plate 5. Random error dalam pengukuran level, density & temperature 6. Ekspansi diameter tangki 7. Prosedur operasional transfer



3.7.3 Dasar-Dasar Pemilihan ATG 1. Jenis cairan yang akan diukur: • Cairan minyak ringan • Cairan Minyak berat 2. Jenis / tipe tangki yang digunakan: • Tipe tangki atap tetap (fixroof) • Tipe tangki atap bergerak (floating roof) • Tipe tangki bertekanan (spherical tank) 3. Tingkat akurasi yang diperlukan: • Tipe Mechanical



> 3mm (Non CT)



• Tipe Servo Motor



+/- 0,7 mm (CT)



• Tipe Radar



+/- 0,1 mm (CT)



4. Sistem proteksi yang digunakan



3.7.4 Macam-macam Automatic Tank Gauge (ATG) Ada 3 (tiga) type ATG yaitu : 1. Mechanical : pengukuran ketinggian cairan menggunakan bandul terapung yang terhubung dengan mechanical part & tranducer (moving part). 2. Servo Motor : pengukuran ketinggian cairan menggunakan bandul terapung yang terhubung dengan servo motor (moving part). 3. Radar : Pengukuran ketinggian cairan menggunakan signal gelombang micro yang dikirim & diterima kembali oleh antena (non moving part). 3.8 Metoda pengukuran permukaan cairan (liquid level) Pengukuran ketinggian permukaan cairan atau (liquid level) dapat diklasifikasikan berdasarkan metoda pengukuran secara langsung ataupun tak langsung. Pengukuran langsung adalah mengukur secara langsung ketinggian cairan (liquid level) didalam tangki biasanya dilakukan secara manual, sedang pengukuran dengan metoda tak langsung adalah pengukuran dengan memjikai efek perubahan dari posisi atau pergerakan cairan (liquid) didalam tangki.



3.8.1. Pengukuran permukaan cairan (liquid level) metoda langsung Cara pengukuran ini sangat sederhana yaitu hanya dengan mencelupkan stick atau flexible line/tape meter (rol meter) yang telah dikalibrasi skalanya kedalam cairan (liquid) didalam tangki dan kemudian ketinggian permukaan cairan (liquid level) nya dapat dibaca langsung, meskipun cara ini merupakan cara yang sangat sederhana dan paling lama atau paling tua tetapi sampai saat ini masih banyak dipergunakan. Pengukuran dengan metoda langsung ini yaitu dengan menengelamkan alat ukur yang telah diolesi bahan kimia kedalam cairan (liquid) di dalam tangki sampai mencapai ke meja ukur, kemudian alat ukur ditarik dan akan didapatkan garis/batas reaksi terhadap bahan kimia pada alat ukur atau tempelan cairan atau minyak yang tertera dialat ukur merupakan tinggi cairan (liquid) yang diukur, biasanya dilakukan berulang-ulang dua sampai tiga kali sehingga didapatkan hasil yang tepat (sebenamya). Untuk mengukur suhu dari pada cairan (liquid), menggunakan thermometer yang dilengkapi bejana kecil biasanya berdiameter 200 ml dengan standard ASTM. Ada dua metoda pengukuran langsung sebagai berikut : a) Pengukuran dengan metoda Innage : Cara ini cocok untuk mengukur tinggi cairan dalam tangki yang dasarnya belum berubah dan atau tidak terdapat endapan yang dapat mengganggu turunnya bandul pengukur mencapai meja ukur dalam tangki. Untuk pengukuran air bebas didalam tangki dilakukan setelah pengukuran cairan (liquid) selesai. Oleskan pasta air secukupnya pada tongkat pengukur atau pada bandul pita ukur, turunkan perlahan-lahan sampai menyentuh meja ukur, tunggu sampai pasta air bereaksi dengan air, kemudian tarik dan baca skala pada



garis pasta yang sudah berubah warna pada kedudukan tegak lurus dan hasilnya merupakan tinggi air bebas didalam tangki. b) Pengukuran dengan metoda Ullage : Yaitu cara pengukuran tinggi cairan dengan cara mengukur tinggi ruangan kosong diatas cairan, yang selanjumya hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung tinggi cairan. Cara ini cocok untuk mengukur tinggi cairan dalam tangki yang dasarnya sudah mengalami perubahan/kelainan, didasar tangki terdapat endapan yang keras yang dapat mengganggu turunnya bandul atau tongkat pengukur mencapai meja ukur dalam tangki dan untuk mengukur minyak yang pekat. 3.9 Penggunaan Tabel ASTM D 1250 – IP 200 Tabel ASTM D 1250 – IP 200 memuat beberapa standar faktor koreksi dari tiga sistem perhitungan yaitu Metric System, American System dan British System yang terdiri dari: 



Tabel 1 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi hubungan antar satuan ukuran(3:1).







Tabel 3 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi API Gravity 60/60˚F menjadi density 15˚C (3:13).







Tabel 52 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi Liters 15˚C menjadi US Barrels 600F dan Imperial Gallons 60˚F(3:39).







Tabel 53 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi density pada suhu pengamatan (observed density) menjadi density 15˚C (3:43).







Tabel 54 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi isi minyak hasil pengamatan (observed volume) menjadi volume 15˚C (3:297).







Tabel 56 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi Liters 15˚C menjadi kilogram dan Metric Ton(3:423).







Tabel 57 ASTM D 1250 – IP 200 untuk konversi Liters 15˚C menjadi Long Tons(3:433).



Dalam pembacaan table ASTM D 1250 – IP 200, bila data yang diketahui tidak tercantum di dalam table maka dicari dengan menggunakan rumus interpolasi yaitu: (𝐷−𝐷𝐵)



WCFLT = (𝐷𝑢−𝐷𝐵) 𝑥(𝑊𝐶𝐹𝑈 − 𝑊𝐶𝐹𝐵) + 𝑊𝐶𝐹𝐵 ................................... (3.10) dimana: WCFLT = Weight Correction Factor for Long Tons. WCFB = Bottom Weight Correction Factor. WCFU = Upper Weight Correction Factor. D = Density 15˚C. DB = Bottom Density 15˚C. DU = Upper Density 15˚C. 3.10 Tata Cara Perhitungan 3.10.1 Perhitungan di Tangki Darat Dalam menghitung kuantitas minyak di tangki darat digunakan tabel kalibrasi tangki yang dikeluarkan oleh Dinas Metrologi dan tabel ASTM D.1250 IP 200,



data tank ticket dari bagian operasi dan data API atau Density dari bagian laboratorium dengan cara perhitungan sebagai berikut : 



Volume Minyak (Kilo Liters) = level akhir – level awal







Volume air (Kilo Liters) = level akhir – level awal







(Gross Volume Minyak (Kilo Liters) = volume minyak – volume air







Faktor muai tangki = 1 + α (t1 – t0) ................................................ (3.11) dimana: t1= suhu minyak dalam tangki t0= suhu saat kalibrasi tangki (sesuai tabel tangki darat)







Menghitung Gross Observed Volume (Kilo Liters Observed) Kilo Liters Observed = Gross Volume x faktor muai tangki ............................ (3.12)







Menghitung VCF (Volume Correction Factor) untuk menjadi Gross Kilo Liters 15˚C dengan menggunakan tabel 54 ASTM berdasarkan density 15˚C dan temperatur minyak di dalam tangki. Gross Kilo Liters 15˚C = Kilo Liters Observed x VCF................... (3.13)







Menghitung Nett Kilo Liters 15˚C dengan data hasil analisa BS&W Nett Kilo Liters 15˚C = Gross Kilo Liters x (1 – BS&W) .............. (3.14)







Menghitung VCF (Volume Correction Factor) untuk menjadi US Barrels 60˚F dengan menggunakan tabel 52 ASTM berdasarkan density 15˚C. Barrels 60˚F = Kilo Liters 15˚C x VCF .......................................... (3.15)







Menghitung WCF (Weight Correction Factor) untuk menjadi Long Tons dengan menggunakan tabel 57 ASTM berdasarkan density 15˚C. Long Tons = Kilo Liters 15˚C x WCF ............................................. (3.16)







Menghitung WCF (Weight Correction Factor) untuk menjadi Metric Tons dengan menggunakan tabel 56 ASTM berdasarkan density 15˚C. Metric Tons = Long Tons x WCF.................................................... (3.17)



3.11 Peralatan pada Control Room Di Control Room ini dilengkapi dengan beberapa instrumentasi untuk memudahkan pengoperasian Metering System, yang terdiri dari : 1. Flow Computer Alat ini berfungsi untuk memasukkan data yang diperlukan pada saat akan memulai kegiatan custody transfer (apabila terjadi kegagalan komputer) sdan mengolahnya bersama dengan data yang diperoleh dari pipa meter dan prover, kemudian menghitung dan mengeluarkan hasil perhitungan kedalam print out seperti : CPLP, CTLP, CTSP, CPSP, CPLM, CTLM, Meter Factor, jenis comodity dll. Alat ini juga berfungsi untuk mengendalikan dan memonitor jalannya proving.



Gambar 3. 9 Flow Computer



2. Printer Alat ini berfungsi untuk mencetak hasil proving Batch Report, Certificate of Quantity, dan semua data yang dimasukkan melalui Omni serta data yang diperoleh dari pipa prover dan meter. 3. Controller Alat ini berfungsi untuk mengatur kecepatan aliran fluida. 4. Unit Alarm Unit alarm ini akan memberikan informasi kepada operator bila terjadi suatu kesalahan pada system yang sedang beroperasi. 5. Push Bottom Switch Alat ini berfungsi untuk membuka/menutup MOV dari panel secara manual. 6. Computer Set Computer berfungsi untuk memudahkan pengoperasian metering system, yaitu :  Menjalankan dan memonitor proving.  Membuka/menutup Motor Operated Valve (MOV).



BAB IV. PEMBAHASAN



4.1 Proses Transfer Solar ke Jetty Proses transfer Solar ke Jetty dilakukan secara langsung dengan alur dari inlet sampai ke outlet dengan membuka Gate Valve Inlet. Solar dari line masuk ke strainer untuk mencegah kotoran masuk pada Turbin meter. Pada Turbin meter menghasilkan pulsa yang akan di kalkulasikan menjadi volume yang tertera pada batch report. Nilai volume yang keluar pada Turbin meter harus sama dengan hasil proving. Kemudian flow di kontrol oleh Flow Control Valve yang akan di alirkan ke Gate Valve Outlet untuk dilangsukan ke outlet menuju jetty. Dari hasil transfer langsung akan tercantum volume dari line yang mengalir, volume bersih yang menuju ke jetty.



Gambar 4. 1 Overview Metering System



4.2 Proses Proving Solar Proses proving selalu dilakukan pada setiap batch transaksi. Proses proving dilakukan untuk membuktikan bahwa volume yang dikirim sama dengan volume pada sistem meter. Dalam melakukan proses prover, valve MOV 3 dan MOV 2 dibuka dan MOV 1 ditutup, sehingga aliran dari line menuju MOV2 yang kemudian dilakukan proses proving oleh prover bidirectional. Selanjutnya yang perlu diperhatikan sebelum melakukan proving adalah tekanan dan temperatur prover harus mendekati nilai dari tekanan dan temperatur pada meter atau temperatur dan tekanan pada prover pada kondisi stabil. Kemudian barulah dapat dilakukan proses proving. Proses proving ini dilakukan minimal 3 kali run dengan hasil pulsa yang dikeluarkan oleh Turbin meter dan prover harus sama atau mendekati maksimal selisih antara tiap run 0,02% (API ...). Jika belum sama atau mendekati maka proses proving terus dilakukan dengan maksimal 10 kali run dan di ambil 3 run terbaik yang berurutan. Jika tidak demikian maka hasil proving dianggap gagal dan dilakukan metering kelas II yaitu dengan ATG.5:2 JETTYJETTY 1/1/2/3 1/1/ 2/3



Gambar 4. 2 Simulasi Proses Proving Solar Jetty 1/2/3



4.3 Analisa Data Report Metering Solar untuk Custody Transfer PT. PERTAMINA(PERSERO) RU V BALIKPAPAN BATCH REPORT JETTY 1,2,3 METERING SYSTEM BATCH REPORT No. : 466



START TIME



: 20/12/18



19:33:46



END TIME



: 21/12/18



23:00:46



METER ID



: FQIT-1241



PROVER DIAMETER



: 23,25 inch



FROM TANK



: D20-07A



PROVER WALL THK



: 0,375 inch



TO SHIP



: MT. PUNGUT



PRODUCT DESITY



: 0,8481 gram/cc



JETTY



:2



KFACTOR



: 2422,658



PRODUCT



: SOLAR



COEFF. CUBIC EXP



: 0,0000335 DEG.C



API TABLE



: TABLE 54



PROVER VOL.



: 21,18089 M3



***PREVIOUS METER FACTOR DATA 21/12/18 13:16:54***



RUN



METER UNIT



PROVER UNIT



HALF



TOTAL



FLOWRATE



TEMP



PRESS



TEMP



PRESS



DENSITY



PULSES



PULSES



M3/HR



DEG.C



kg/cm2



DEG.C



kg/cm2



@15 C



1



25690



51383



466,40



53,93



3,71



53,53



3,35



0,8481



2



25690



51379



466,40



53,70



3,68



53,41



3,28



0,8481



3



25688



51377



466,88



53,67



3,70



53,40



3,32



0,8481



4



00000



00000



000,00



00,00



0,00



00,00



0,00



0,0000



5



00000



00000



000,00



00,00



0,00



00,00



0,00



0,0000



53,77



3,70



53,45



3,32



AVERAGE



51280



A.



PROVER VOLUME AT 15 DEG. C AND 0 KG.CM2 M3 ................................................... 21,18089



B.



PROVER TEMP. CORRECTION FACTOR (CTSP).............................................................. 1,001288



C.



PROVER PRESSURE CORRECTION FACTOR (CPSP) ..................................................... 1,000098



D.



CORRECTION FACTOR FOR TEMP. OF THE LIQUID IN THE PROVER (CTLP) ......... 0,969200



E.



CORRECTION FACTOR FOR PRESS. OF THE LIQUID IN THE PROVER (CPLP) ........ 1,000300



F.



TOTAL AVERAGE METER PULSES COUNTED .............................................................. 51280



G.



TEMP. CORRECTION FOR THE LIQUID IN THE METER (CTLM) ................................. 0,968900



H.



PRESS. CORRECTION FOR THE LIQUID IN THE METER (CPLM) ................................ 1,000300



I.



CALCULATED METER FACTOR (F/L) ............................................................................... 1,0004



J.



REPEATIBILITY (MAX 0.02%) ........................................................................................... 0,0117



K.



DIFF. METER FACTOR (MAX 0.2%) .................................................................................. 0,0500



Berikut diatas adalah contoh data report yang telah di cetak sebagai custody transfer dari produk Solar Jetty 1/2/3 pada tanggal 20 Desember 2018. Semua data diatas merupakan penghitungan oleh flow computer. Adapun perhitungan meliputi CTSP, CPSP, CTL, CPL, kombinasi faktor koreksi, perhitungan meter factor, perhitungan kualitas produk sebenarnya, repeatability, dan meter factor deviation. Penulis akan menganalisa dengan penghitungan manual menggunakan kalkulator atau menggunakan program microsoft excel.



4.3.1 Perhitungan Nilai CTSP dari Prover Data Report Correction factor untuk volume prover akibat pengaruh temperature pada baja bahan dari prover (CTSP). Dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: CTSP



= 1+( T – 15) 𝛾 → Temperature T dalam ℃ = 1 + (53,45 - 15) x 0,0000335 = 1 + 0,001288 = 1,001288



Keterangan : 



T



= Temperatur dinding prover atau temperatur liquid (DEG. C)







γ



= Coefficient of Cubical Expansion (Prover meter Jetty 1/2/3 RU V BPP : γ = 0.0000335 / DEG. C).



4.3.2 Perhitungan Nilai CPSP dari Prover Data Report Correction factor untuk volume prover karena pengaruh pressure atau tekanan pada baja bahan dari prover (CPSP). Dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : CPSP



= 1+ = 1+



𝑃×𝐷 𝐸×𝑡 3,32 × 23,25 2109208 × 0,375



= 1,000098 Keterangan : 



P



= Internal Pressure (kg/cm2)







D



= Inernal Diameter (inch)







t



= Wall Thickness prover (inch)







E



= Modulus of elasticity prover material (Prover meter jetty 1/2/3, RU V BPP : E = 2.109.208 kg/cm2 )



4.3.3 Perhitungan Nilai CTL dari Prover Data Report Correction factor untuk volume liquid karena pengaruh temperature (CTL) Setiap Hydrocarbon Liquid selalu berekspansi apabila terkena panas. Untuk menghitung suatu volume liquid pada kondisi temperature standard ( 15℃ atau 60 ℉ ), maka suatu volume tertentu pada temperature observed harus dikoreksi dengan faktor koreksi CTL untuk prover (CTLP) dan meter (CTLM) yang dapat dihitungan dengan persamaan sebagi berikut :



CTL



=



Dimana :



𝑒 −𝛼.∆𝑇(1+0,8.𝛼.∆𝑇)







𝝰



= Thermal Expansion Coefficient dari liquid







ΔT



= T measurement – T reference (T- 15℃) atau (T- 60 ℉)



Bentuk formula Thermal Expansion Coefficient , khusus untuk : Crude Oil, Fuel Oil, Jet Group dan Gasoline Group sebagai berikut :



𝝰 =



𝐾0



+



𝜌2



𝐾1 𝜌



Harga K0 dan K1 dapat dilihat tabel pada berikut ini : Tabel 4.1 Harga K0 dan K1 No



Product



Density Range



1.



Crude Oil



610,5-



K0



K1 o



(T=15 C)



K0 o



(T=15 C)



K1 o



(T=60 F)



(T=60oF)



613,9723



0,0



341,0957



0,0



1075 2.



Jet Group



788-838,5



594,5418



0,0



330,3010



0,0



3.



Gasoline



635,0-770



364,4228



0,4388



192,4571



0,2438



Diesel



839,0-



186,9696



0,4862



103,8720



0,2701



Group



1075



Group 4.



𝐾0



𝐾1



α



=



α



=



α



= 0,000833



CTL



=



𝜌2



+



𝜌



186,9696 (848,1)2



+



0,4862 848,1



𝑒 −𝛼.∆𝑇(1+0,8.𝛼.∆𝑇)



Mencari nilai correction factor untuk volume liquid karena pengaruh temperature pada prover (CTLP). CTLP



= 𝑒 −𝛼.∆𝑇(1+0,8.𝛼.∆𝑇)



CTLP



= 𝑒 −0,000833 (53,45 −15)+(1+0,8(0,000833)(53,45−15))



CTLP



= 𝑒 −0,0328495



CTLP



= 0,96768



Dimana : 



𝝰



= Thermal Expansion Coefficient dari Liquid (0,000833)







ΔTp



= T measurement prover – T reference (53,45oC - 15oC)



Dan untuk CTLM dapat dicari dengan persamaan yang sama dengan CTLP namun untuk mencari Delta T (∆𝑇) yaitu dengan cara (temperature measurement meter – temperature reference). CTLM



= 𝑒 −𝛼.∆𝑇(1+0,8.𝛼.∆𝑇)



CTLM



= 𝑒 −0,000833(53,77−15)+(1+0,8(0,000833)(53,77−15))



CTLM



= 𝑒 −0,03313



CTLM



= 0.967413



Dimana : 



α



= Thermal Expansion Coefficient dari liquid (0,000833)







∆T



= T measurement meter – T reference



4.3.4 Perhitungan Nilai CPL dari Prover Data Report Correction factor untuk effect dari pressure pada liquid (CPL), CPL pada prover dinyatakan dengan CPLP dan CPL pada meter dinyatakan dengan CPLM . Dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: CPL



=



1 1−(P)F



Dimana: 



P



= Pressure pada liquid (psig)







F



= Compressibility Factor



Compressibility Factor dari solar dapat diketahui dari tabel API MPMS 11.2.1M, dimana diketahui nilai compresibility factor (F) pada suhu 128,21 oF dan API 35,19 adalah 0,629 𝗑 10-5 , pressure (P) yang digunakan adalah data pressure prover 3,32 kg/cm2 yang dikonversikan menjadi 47,220 psig, Sehingga : 1



CPLP



=



CPLP



= 1−(47,2) 0,629 x 10−5



CPLP



= 1,000297



1−(P)F 1



Dan untuk CPLM dapat dicari dengan persamaan yang sama dengan CPLP namun pressurenya (P) menggunakan data pressure meter 3,69 kg/cm2 yang dikonversikan menjadi 52,5 psig dan diketahui nilai compresibility factor (F) pada suhu 128,77 oF dan API 35,19 adalah 0,630 𝗑 10-5 sehingga nilai CPLM menjadi : 1



CPLM



=



CPLM



= 1−(52,5) x 0,630 . 10−5



1−(P)F 1



CPLM



= 1,000331



4.3.5 Perhitungan Nilai Kombinasi Faktor Koreksi dari Prover Report Berdasarkan perhitungan manual, dapat diperoleh kombinasi faktor koreksi yang terdiri dari Combination Correction Factors of Prover (CCFP) dan Combination Correction Factors of Meter (CCFM) sebagai berikut : CCFP



= CTSP 𝗑 CPSP 𝗑 CTLP 𝗑 CPLP



CCFP



= 1,001288 𝗑 1,000098 𝗑 0,96768 𝗑 1,000297



CCFP



= 0,9693091



CCFM



= CTLM 𝗑 CPLM



CCFM



= 0,96741 𝗑 1,000331



CCFM



= 0,967730



4.3.6 Perhitungan K-Faktor Saat Proving Berdasarkan data Proving Report Jetty 1,2,3 Metering System PT. Pertamina RU V BPP diperoleh data sebagai berikut :  Jumlah Pulsa



= 51380 pulse



 Prover Volume



= 21,18089 m3



Dari data report nilai K-Faktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑎 × (𝐶𝐶𝐹𝑀)



K-Faktor



=



K-Faktor



=



K-Faktor



= 2421,820



𝑃𝑟𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × (𝐶𝐶𝐹𝑃) 51380 × (0,96773) 21,18089 × (0,96931)



4.3.7



Perhitungan Meter Faktor 𝑃𝑟𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝘹 𝐶𝐶𝐹𝑃



Meter Factor



=



Meter Factor



=



Meter Factor



= 1,00000



𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑎 𝘹 𝐶𝐶𝐹𝑀 𝐾−𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟



21,18089 𝘹 0,96931 51380 𝘹 0,96773 2421,82



4.3.8 Perhitungan Volume Correction Factor (VCF) Faktor ini untuk mengkoreksi volume pada suhu pengukuran (observed) volume standard (15oC) dengan menggunakan Tabel 54 ASTM D1250 IP 200. Contoh untuk mencari faktor koreksi volume, diketahui : Density 15oC Solar



= 0,8481



Temperature observed



= 51,87 oC



Range density



= 0,845 – 0,850



Mencari VCF pada 51,87 oC dengan interpolasi : Interpolasi 51,0 oC ...................................................................... (interpolasi I) VCF



0,8481−0,8450



= 0,9709 + 0,8500−0,8450 𝘹 (0,9712 − 0,9709) = 0,97109



Interpolasi 51,5oC ....................................................................... (interpolasi II) VCF



= 0,9705 +



51,87−51,0 51,5−51,0



𝘹 (0,9708 − 0,9705)



= 0,97102 Interpolasi 51,87 oC dan 0,8481 ................................................. (interpolasi III) VCF



= 0,97109 +



51,87−51,0 51,5−51,0



𝘹 (0,97102 − 0,97109)



= 0,97097



4.3.9 Perhitungan Net Volume 15˚C Net vol 15˚C



= Gross liter 𝗑 CTL 𝗑 CPL 𝗑 Meter Factor = 13141,361 𝗑 0,96755 𝗑 1,0003 𝗑 1,0000



= 12718,738 Kilo Liter



4.3.10 Perhitungan Metric Ton Tabel 56 ASTM D1250 IP 200 dipergunakan untuk mencari faktor koreksi dari volume liter 15°C ke satuan berat Metric Ton. Dengan mengetahui density 15°C maka koreksi faktor tersebut dapat dicari dengan cara yang sama (interpolasi) seperti diatas. Didapatkan pada tabel : Range Density



= 0,848– 0,849



Faktor koreksi



= 1180,8 – 1179,4



CF



= 1179,54



Mencari CF pada 0,8481 dengan interpolasi : Interpolasi 0,8481 ......................................................................... (interpolasi I) CF



0,8481−0,8480



= 1179,4 + 0,8490−0,8480 𝘹 (1180,8 − 1179,4) = 1179,54



Metric Ton



= Net Vol 15˚C : CF = 12718,738 : 1179,54 = 10782,795 Mton



4.3.11 Perhitungan Long Ton Faktor koreksi long ton dapat dicari melalui tabel 57 ASTM D1250 IP 200 dan dengan cara yang sama persis dengan mencari Corection factor (CF) Metric Ton, bila diketahui density 15°C. cari pada tabel: Range Density



= 0,848 – 0,849



Faktor koreksi



= 0,8335 – 0,8345



CF



= 0,8344



Mencari CF pada 0,8377 dengan interpolasi : Interpolasi 0,8377 ......................................................................... (interpolasi I) CF



0,8481−0,8480



= 0,8345 + 0,8490−0,8480 𝘹 (0,8335 − 0,8345) = 0,8344



Long Ton



= Net Vol 15˚C 𝗑 CF = 12718,738 𝗑 0,8344 = 10612,515 Lton



4.3.12 Perhitungan Barrel 60˚F Untuk mencari faktor koreksi dari volume liter 15°C ke barrel menggunkan tabel 52 ASTM D1250 IP 200 pada range, density 0,8481 sampai dengan disebutkan correction factor = 6,293 (per 1000 liter). Barrel 60˚F



= Net Vol 15˚C 𝗑 6,293 = 12718,738 𝗑 6,293 = 80039,018 Bbl



4.3.13 Perhitungan Persen Kesalahan (deviasi) dari Meter Faktor Deviation



= (newM.F – prevM.F) 𝗑 100%



Deviation



= (1,0020 - 1,0004) 𝗑 100%



Deviation



= 0,05 %



4.3.14 Perhitungan Repeatibility dari Prover Report Berdasarkan data proving report, diketahui repetisi pulsa prover adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Repetisi Pulsa Prover untuk Proving No



Pulses



1



51383



2



51379



3



51377



Nilai repeatibilty merupakan nilai toleransi yang diberikan kepada alat penghitung jumlah pulsa pada sistem metering. 𝑃𝑢𝑙𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟−𝑃𝑢𝑙𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙



Repeatibility



=



Repeatibility



=



Repeatibility



= 0,0117 %



𝑃𝑢𝑙𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 51383−51377 51377



𝑥 100%



𝑥 100%



4.4 Analisa kerja ATG pada tanki D20-07A ATG type radar yang terpasang pada tangki D20-07A dilapangan RU V Balikpapan menggunakan Rosemount tank radar REX, merupakan sebuah level transmitter dimana mendeteksi permukaan cairan (liquid) di dalam tangki yang bekerja dan dikendalikan secara otomatis, juga memuat semua peralatan elektronik sebagai pemrosesan data. Sebagian data diteruskan sebagai indikasi lokal yang ditempatkan disamping bawah tangki dan sebagian ditransfer ke control room. Untuk menampilkan data-data yang diperlukan di control room dengan menekan tombol pada perangkat komputer (keyboard) maka data akan ditampilkan pada layar monitor.



Gambar 4. 3 Rosemount Tank Radar REX



4.4.1 Metoda Pengukuran Ullage Pengukuran dengan metoda Ullage yaitu mengukuran tinggi cairan dengan cara mengukur tinggi ruangan kosong diatas cairan, yang selanjumya hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung tinggi cairan. Cara ini cocok



untuk mengukur tinggi cairan dalam tangki yang dasarmya sudah mengalami perabahan/kelainan, didasar tangki terdapat endapan yang keras yang dapat mengganggu turunnya bandul atau tongkat pengukur mencapai meja ukur dalam tangki dan untuk mengukur minyak yang pekat. 4.5 Analisa Perhitungan Automatic Tank Gauge Perhitungan ini menggunakan data pengukuran ketinggian tangki ADO/SOLAR D20-07A saat opening dan closing pada tanggal 21 Desember 2018 jam 16.46 sampai jam 23.00 adalah sebagi berikut : Tabel 4.3 Nilai Tank Ticket Description Sounding corrected (mm) Temperature (oF)



Opening I



Closing I



Opening 2



Closing 2



13715



12900



11490



7251



57



57



57



57



Adapun perhitungan Automatic Tank Gauge meliputi perhitungan Shell Expension Factor (SEF) atau faktor koreksi muai dinding tangki, Total Observed Volume (TOV ), Gross Observed Volume (GOV), Volume Correction Factor (VCF), Net Volume 15oC, Faktor Koreksi Matric Ton, Faktor Koreksi Long Ton, Faktor Koreksi



Barrel 60of.



4.5.1 Perhitungan Shell Expansion Factor (SEF) Shell Expansion Factor atau faktor koreksi muai dinding tangki diperoleh dari Sertifikat Tabel Volume Tanki D20-07A yang disahkan oleh Dirjen Meterologi dan berlaku hingga November 2023. Tangki tersebut dibuat untuk suhu 55°C dan



masa jenis cairan sebesar 0,8600 gram/ml. Maka, faktor koreksi (SEF) memiliki rumus sebagai berikut : Faktor Koreksi



= 1 + a ( t - 55°C)



Dimana : t = Suhu Tangki pada saat loading (57°C) a = Koefisien Muai Ruang Bahan Dinding Tangki (0,000348 /°C) Sehingga diperoleh nilai : Faktor Koreksi



= 1 + a ( t - 55°C) = 1 + 0,000348(57 - 55) = 1,000696



4.5.2 Perhitungan Total Observed Volume (TOV) 



Tank Ticket hari ke-1 (20 Desember 2018)



Dengan melihat tabel volume tangki pada kondisi opening pada tanggal 20 Desember 2018 untuk tinggi 13,870 meter diperoleh volume sebesar 36.548.647 liter. Maka, total observed volume pada kondisi opening (TOVopening) yaitu : TOVopening



= penunjukkan tabel volume tangki + penunjukkan tabel fraksi



TOVopening = 36.548.647 + 0 TOVopening = 36.548.647 liter Sedangkan untuk kondisi closing, untuk tinggi 13055 meter diperoleh volume sebesar 34.297.757 liter. Lalu pada tabel fraksi, pada cincin VI (11,355 – 13,625 m) untuk kelebihan 5 mm yaitu sebesar 13.084,2 liter. Maka, total observed volume pada kondisi closing (TOVclosing) yaitu :



TOVclosing



= penunjukkan tabel volume tangki + penunjukkan tabel fraksi



TOVclosing



= 34.297.757 + 13.084,2



TOVclosing



= 34.310.841,2 liter



Oleh karena itu, dapat diperoleh perhitungan total observed volume pada tank ticket hari 1 (TOV 1), yaitu :







TOV 1



= TOVopening – TOVclosing



TOV 1



= 36.548.647 – 34.310.841,2



TOV 1



= 2.237.805,8 liter



TOV 1



= 2.237,8058 kiloliter



Tank Ticket hari ke-2 (21 Desember 2018)



Dengan melihat tabel volume tangki pada kondisi opening pada tanggal 21 Desember 2018 untuk tinggi 11,645 meter diperoleh volume sebesar 30.712.681 liter. Lalu pada tabel fraksi, pada cincin VI (11,355 – 13,625 m) untuk kelebihan 5 mm yaitu sebesar 13.084,2 liter. Maka, total observed volume pada kondisi opening (TOVopening) yaitu : TOVopening



= penunjukkan tabel volume tangki + penunjukkan tabel fraksi



TOVopening = 30.712.681 + 13.084,2 TOVopening = 30.725.765,2 liter Sedangkan untuk kondisi closing, untuk tinggi 7406 meter diperoleh volume sebesar 19.623.552 liter. Lalu pada tabel fraksi, pada cincin IV (6,810 – 9,080 m) untuk kelebihan 6 mm yaitu sebesar 15689,1 liter. Maka, total observed volume pada kondisi closing (TOVclosing) yaitu :



TOVclosing



= penunjukkan tabel volume tangki + penunjukkan tabel fraksi



TOVclosing



= 19.623.552 + 15689,1



TOVclosing



= 19.639.241,1 liter



Oleh karena itu, dapat diperoleh perhitungan total observed volume pada tank ticket hari 2 (TOV 2), yaitu : TOV 2



= TOVopening – TOVclosing



TOV 2



= 30.725.765,2 – 19.639.241,1



TOV 2



= 11.086.524,1 liter



TOV 2



= 11.086,5241 kilo liter



4.5.3 Perhitungan Gross Observed Volume (GOV) Perhitungan gross observed volume pada data tank ticket hari 1 (GOV 1), yaitu : GOV 1



= TOV 1 𝗑 SEF



GOV 1



= 2.237.805,8 𝗑 1,000696



GOV 1



= 2.239.363,3 liter



Sedangkan, perhitungan gross observed volume pada data tank ticket hari 2 (GOV 2), yaitu : GOV 2



= TOV 2 𝗑 SEF



GOV 2



= 11.086.524,1 𝗑 1,000696



GOV 2



= 11.094.240,3 liter



Oleh karena itu, dapat diperoleh perhitungan total gross observed volume (Total GOV), yaitu :



Total GOV



= GOV 1 + GOV 2



Total GOV



= 2.239.363,3 + 11.094.240,3



Total GOV



= 13.333.603,6 liter



Total GOV



= 13.333,6036 kiloliter



4.5.4 Perhitungan Volume Correction Factor (VCF) Faktor ini untuk mengkoreksi volume pada suhu pengukuran (observed) volume standard (15°C) dengan menggunakan tabel 54 ASTM D1250 IP 200. Contoh untuk mencari faktor koreksi volume. Diketahui : density 15°C Solar



= 0,8481



Temperature observed



= 57 ˚C



Range density



= 0,845 – 0,850



VCF pada 57 oC



= 0,9661 – 0,9665



Mencari VCF pada 57,0 oC dengan interpolasi : Interpolasi 57,0 oC............................................................. (interpolasi I) VCF



0,8481−0,8450



= 0,9661 + 0,8500−0,8450 𝘹 (0,9665 − 0,9661) = 0,96635



4.5.5 Perhitungan Net Volume 15oC Dengan mengetahui nilai VCF dan Total Gross Observed Volume (Total GOV) maka Net Volume 15oC tersebut dapat dicari dengan cara seperti berikut, diketahui :



VCF



= 0,96635



Total GOV



= GOV 1 + GOV 2 = 2.239.363,3 + 11.094.240,3 = 13.333.603,6 liter



Net Volume 15oC



= Total GOV 𝗑 VCF = 13.333.603,6 𝗑 0,96635 = 12.884.928,2 liter = 12.884,9282 kilo liter



4.5.6 Perhitungan Faktor Koreksi Metric Ton Tabel 56 ASTM D1250 IP 200 dipergunakan untuk mencari faktor koreksi dari Net volume liter 15°C ke satuan berat Metric Ton. Dengan mengetahui density 15°C maka koreksi faktor tersebut dapat dicari dengan cara yang sama (interpolasi) seperti diatas. Range density



= 0,848 - 0,849



Faktor koreksi



= 1180,8 – 1179,4



Net Volume 150C



= 12.884.928,2 liter



Mencari CF pada 0,8481 dengan interpolasi : Interpolasi 0,8481 ......................................................................... (interpolasi I) CF



0,8481−0,8480



= 1179,4 + 0,8490−0,8480 𝘹 (1180,8 − 1179,4) = 1179,54



Metric Ton



= Net Volume 15°C : CF = 12.884.928,2 : 1179,54



= 10.923,6891 Mton



4.5.7 Perhitungan Faktor Koreksi Long Ton Faktor koreksi long ton dapat dicari melalui tabel 57 ASTM D1250 IP 200 dan dengan cara yang sama persis dengan mencari CF Metric Ton, bila diketahui density 15°C. Range density



= 0,848 – 0,849



Faktor koreksi



= 0,8335 – 0,8345



Net Volume 150C



= 12.884,9282 liter



Mencari CF pada 0,8481 dengan interpolasi : Interpolasi 0,8481 ......................................................................... (interpolasi I) CF



= 0,8345 +



0,8481−0,8480 0,8490−0,8480



𝗑 (0,8335 – 0,8345)



= 0,8344 Long Ton



= Net Volume 15°C 𝗑 CF = 12.884,9282 𝗑 0,8344 = 10751,184 Lton



4.5.8 Perhitungan Faktor Koreksi Barrel 60°F Untuk mencari Faktor koreksi dari volume liter 15°C ke barrel menggunakan tabel 52 ASTM D1250 IP 200 pada range, density 0,8481 sampai dengan disebutkan faktor koreksinya = 6,293 (per 1000 liter). Density



= 0,8481



CF



= 6,293



Net Volume 15°C



= 12.884,9282 liter



Barrel 60°F



= Net Volume 15°C 𝗑 6,293 = 12.884,9282 𝗑 6,293 = 81.084,853 Bbl



4.6 Perhitungan Deviasi Pengukuran Metering System dan ATG. Setelah dilakukan perhitungan manual dari data loading pada metering system dan ATG, terdapat deviasi atau perbedaan pengukuran seperti pada tabel berikut : Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Metering System dan ATG Ltrs. Barrels 60˚F Metric Tons Long



Hasil



Net



Tons



Perhitungan



15˚C (Liter)



(Bbl)



(MTon)



(LTon)



Meter



12.757.028



80.279,977



10.805,273



10.634,588



12.718.738



80.039,018



10.782,795



10.612,515



12.884.928,2 81.084,853



10.923,689



10.751,184



12.775.676,9 80.397,335



10.820,793



10.660,025



Perhitungan manual (Meter) Perhitungan manual (ATG)



ATG



 Persentasi deviasi perhitungan manual metering terhadap perhitungan manual ATG sebagai acuan.



% deviasi



= =



𝑀𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔− 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐴𝑇𝐺 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐴𝑇𝐺 𝟖𝟎.𝟎𝟑𝟗,𝟎𝟏𝟖 − 𝟖𝟏.𝟑𝟗𝟔,𝟑𝟏𝟐 𝟖𝟏.𝟑𝟗𝟔,𝟑𝟏𝟐



x 100%



x 100%



= 0,44 %  Persentasi deviasi perhitungan metering system (flow computer) terhadap perhitungan ATG (flow computer) sebagai acuan. % penyimpangan



= =



𝑓𝑙𝑜𝑤𝑐𝑜𝑚𝑝 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 −𝑓𝑙𝑜𝑤𝑐𝑜𝑚𝑝 𝐴𝑇𝐺 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑐𝑜𝑚𝑝 𝐴𝑇𝐺 80.279,𝟗𝟕𝟕 − 𝟖𝟎.𝟑𝟗𝟕,𝟑𝟑𝟓 𝟖𝟎.𝟑𝟗𝟕,𝟑𝟑𝟓



x 100%



x 100%



= 0,15 %



Dari hasil evaluasi perhitungan diatas,diketahui hasil repeatibility pada proses proving menunjukkan nilai 0,0117% yang juga masuk dalam kriteria ketepatan proses proving di PT.PERTAMINA RU V BALIKPAPAN yaitu tidak boleh melebihi nilai 0,02%. Hasil 0,0117% tersebut didapatkan dari persen perhitungan pulsa terbesar dikurangi pulsa terkecil lalu dibagi pulsa terkecil. Nilai repeatibility 0,0117% dapat dikarenakan oleh berfungsinya sistem metering secara keseluruhan karena dengan melihat hasil repeatibility dapat menentukan adanya kerusakan pada alat-alat yang saling berkesinambungan dalam sistem metering. Jika hasil yang terjadi adalah lebih dari 0,02% maka dapat dianalisa pada tiap alat yang mempengaruhi perhitungan jumlah pulsa. Selain itu didapatkan nilai dari persentase kesalahan antara metering system dan ATG yaitu 0,15% dapat dikatakan bahwa alat meter keduanya tepat karena masih dalam batas tolenrasi yang ditetapkan di PT.Pertamina RU V Balikpapan yaitu 0,5%. Yang paling terpenting



untuk custody transfer adalah sertifikat kuantitas terkirim (certificate of quantity delivered) yang mencantumkan jumlah volume yang ditransfer, meter factor, density, dan nilai metric tons dari produk yang ditransfer. Sertifikat ini sangat penting dalam custody transfer karena sebagai bukti data yang valid dari proses transfer produk ke konsumen. Hal-hal yang mempengaruhi jumlah pulsa adalah strainer berfungsi mencegah adanya kotoran yang masuk ke turbin atau berfungsi sebagai filter apabila terdapat kotoran yang lolos dari strainer akan berpengaruh terhadap kerja turbin dalam penghitungan pulsa. sehingga jika terjadi banyak kotoran yang lolos dari strainer akan berakibat perhitungan pulsa tidak dapat tercapai atau jarak antara pulsa yang satu dengan yang lain berbeda jauh sehingga perlu melakukan proving berulang-ulang sampai didapat jarak pulsa yang satu dan lainnya tidak melebihi batas toleransinya. 4.7 Faktor penyebab perbedaan pengukuran antara metering dan ATG.  Dari faktor ATG : 



Kesalahan dalam pembacaan alat ukur.







Pengaruh perubahan temperature terhadap pengukuran ATG 1. Pemuaian produk karena temperature VCF 2. Pemuaian dinding tanki menyebabkan kapasitas tanki berubah 3. Pemuaian dinding tanki akan menyebabkan titik GRH (Gauge Reference Height) berubah. 4. Pemuaian atap tanki akan memungkinkan perubahan GRH (Gauge Reference Height).



 Pengaruh External Tangki 1. Total pengaruh temperature terhadap pengukuran level dari tanki terdiri dari beberapa sebab (temperature udara,sinar matahari,angin). 2. Total pengaruh tersebut diatas sangat susah untuk dihitung meskipun hanya diperkirakan.  Banyaknya kotoran di dasar tangki.  Posisi Pemasangan ATG yang tidak tegak lurus yang akan mempengaruhi pengukuran level.  Kesalahan operator pada saat melakukan pengukuran dipping/dipp tape yang tidak pada posisi yang telah ditentukan saat kalibrasi lubang ukur.  Dari faktor Metering :  Strainer kotor.  Turbin meter kotor, putaran turbin tidak lancar.  Kesalahan pembacaan pressure.  Kesalahan pembacaan temperature.  Kegagalan poving.  Straightener vane rusak karena ikatan las yang lepas.  Turbin tidak bekerja dengan baik karena terdapat kotoran di strainer yang lolos.  Cairan di prover banyak mengandung udara  Ukuran bola berubah atau tidak standard



 Mekanisme detector swicth tidak berfungsi  Adanya kebocoran



BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan kerja praktek tentang Instrumentasi dan Analisa Pengukuran Metering System dan Pengukuran ATG di PT.Pertamina RU V Balikpapan pada area Jetty 1/2/3 yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Custody Transfer merupakan perpindahan komoditi pada titik perpindahan hak kepemilikan antara penjual dan pembeli yang terikat oleh kontrak kualitas, kuantitas, dan harga. Menurut hirarkinya ada 3 yaitu Metering System, Automatic Tank Gauging dan Manual Diping. ATG merupakan alat (instrumen) ukur yang diandalkan dengan ketelitian yang tinggi yaitu +/- 1 mm, ATG digunakan sebagai back-up alat custody transfer apabila pengukuran dengan menggunakan meter system terjadi kegagalan atau kerusakan. 2. Pada standar API repeatability maksimum yang diijinkan adalah 0,02%. Performa dari meter prover Jetty 1/2/3 di PT.Pertamina (Persero) RU V Balikpapan dinyatakan baik karena repeatability-nya kurang dari 0,02 % yaitu 0,0117 % jadi, performa meter prover Jetty 1/2/3 dapat dinyatakan tepat karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan PT.Pertamina RU V Balikpapan. 3. Dari hasil Analisa perhitungan volume dengan menggunakan Microsoft Excel untuk metering 80.279,977Bbl dan ATG 80.397,335Bbl dengan didapatkan persen kesalahannya 0,15% yang dimana dapat dinyatakan



bahwa Metering System dan ATG dalam keadaan baik atau tepat karena tidak melebihi toleransi persen kesalahan yang di tentukan yaitu 0,5%. 5.2. Saran Berdasarkan pembahasan pada kertas kerja wajib, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut : 



Perlu dilakukan proses preventif maintenance untuk pemeliharaan peralatan prover meter Jetty 1/2/3 dan metering terutama meter premium jetty 1/2/3 karena sifat produk yang korosif sehingga memerlukan rutin cleaning pada flowmeter.







Perlu adanya pengecekan secara rutin saat melakukan proses proving.



DAFTAR PUSTAKA



1. Alamin, Amirulloh B.Sc, “Perhitungan Dalam Pengukuran Volume Dengan Menggunakan Metering System”, PT. Inecom Handalan Utama. 2. American Petroleum Institute. 1992. “MPMS; Chapter 4. Proving Systems”, Whasington DC : American Petroleum Institute. 3. American Petroleum Institute. 1992. “MPMS; Chapter 5. Liquid Metering”, Whasington DC : American Petroleum Institute. 4. American Petroleum Institute. 1984. “MPMS; Chapter 11.2.1. Compressibility Factors for Hydrocarbons : 0-90oC API Gravity Range”, Whasington DC : American Petroleum Institute. 5. American Petroleum Institute. 199&. “MPMS; Chapter 12. Calculation of Petroleum Quantities”, Whasington DC : American Petroleum Institute.



Lampiran 1



Lampiran 1. P&ID Prover Jetty 1/2/3 RU V Balikpapan



Lampiran 2



Lampiran 2. Tabel Nilai Ko, Ki , A dan B



Lampiran 3



Lampiran 3. Data Tank Ticket Tanki D20-07A



Lampiran 4



Lampiran 4. Compressibility Factor (F)



Lampiran 5 Lampiran 5. Prove Report Pertamina RU V Balikpapan



Lampiran 6 Lampiran 6. Bacth Report Pertamina RU V Balikpapan



Lampiran 7 Lampiran 7. Tabel 54 ASTM D1250 IP 200



Lampiran 8



Lampiran 8. Tabel 56 ASTM D1250 IP 200



Lampiran 9



Lampiran 9. Tabel 54 ASTM D1250 IP 200



Lampiran 10



Lampiran 10. Tabel 53 ASTM D1250 IP 200



1Lampiran 10



Lampiran 11. Temperature dan Tekanan Standar



Definisi lama Dalam lima sampai enam dasarwasa terakhir, para profesional dan ilmuwan yang menggunakan sistem satuan metrik mendefinisikan kondisi referensi standar temperatur dan tekanan untuk mengekspresikan volume gas sebagai 0 °C (273,15 K) dan 101,325 kPa (1 atm). Sedangkan untuk yang menggunakan saturan Imperial adalah 60 °F (520 °R) dan 14,696 psi (1 atm). Namun kedua definisi di atas tidak lagi digunakan.6:-) Definisi baru Terdapat beberapa definisi kondisi referensi standar yang sekarang digunakan oleh berbagai organisasi-organisasi di dunia. Beberapa organisasi mempunyai standar yang berbeda pada masa lalu, seperti IUPAC yang mempunyai standar 0 °C dan 100 kPa (1 bar) sejak 1982 dan berbeda dengan standar lama 0 °C dan 101,325 kPa (1 atm).[2] Contoh lainnya pada industri perminyakan, dengan standar lama 60 °F dan 14.696 psi atau 60°F dan 0 psig., dan standar baru (terutama di Amerika Utara) 60 °F dan 14,73 psi atau 60°F dan 0 psig. 6:-) PSIG + 1 atmosphere = PSIA PSIA - 1 atmosphere = PSIG absolute= 101.325 kpa + 0 kpa=101.325 kpa = 0KpaG gauge = 0 kpaG+ -101.325 kpaG = -101.325 KpaG = 0 Kpa 1 atm 1 atm 1 atm 1 atm



= 1033.2 gm/cm 2 = 760 mm Hg = 14.696 psi = 101.329 kPa (kilo Pascals)



1 KPa = 0.0100 BAR 1 KPa = 0.1450 PSI 1 KPa = 0.0102 KG/CM2 1 KG/CM2 = 0.9810 BAR 1 KG/CM2 = 14.225 PSI