Analisa Triple Bottom Line [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL ANALISIS THE TRIPLE BOTTOM LINE



DOSEN PENGAMPU : Dr. I Putu Gede Diatmika, S.E., Ak., M.Si.



OLEH : I KADEK DEDY SURYATNA



2129141007



NI LUH PUTU DITHA TIRAYANI



2129141016



PUTU CANDRA ARDIANA PUTRA



2129141021



PUTU SURYA WIDYAWATI



2129141022



PROGRAM STUDI S2 AKUNTANSI FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA DENPASAR 2021



1.



PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu organisasi yang didirikan seseorang atau sekelompok orang bisa juga badan lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomi manusia. Suatu perusahaan didirikan dengan membangun visi dan misi guna mencapai tujuan yang telah dibuat. Salah satu tujuan utama dari Perusahaan adalah berupa tujuan jangka pendek yang hanya berorientasi laba. Untuk mencapai tujuan jangka pendek perusahaan berupaya meraih keuntungan sebesar besarnya sehingga memicu explorasi akan sumber daya alam menjadi semakin tinggi. Bahkan terkadang tanpa memperhatikan lingkungan dalam berbagai aspek yang meliputi: aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial, termasuk potensi dalam menciptakan nilai perusahaan. Tanpa dibarengi dengan upaya meningkatkan kualitas sosial, ekonomi, budaya masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan, cepat atau lambat operasi perusahaan akan menuai suatu masalah yang tak hanya mengurangi keuntungan karena adanya tambahan biaya, tetapi juga berpotensi menjungkalkan perusahaan akibat kebangkrutan atau penghentian paksa operasinya. Hal demikian terjadi karena timbulnya semacam kecemburuan sosial yang akan menjadi penghalang bagi keberlangsungan hidup perusahaan tersebut, dimana masyarakat percaya bahwa adanya efek negatif perusahaan saat menjalankan operasinya sehingga manajemen dituntut tidak hanya berfokus memaksimalkan laba, namun memberikan kontribusi yang baik dan positif pada lingkungan. Kontribusi yang baik dan positif pada lingkungan menjadi keharusan sebuah perusahaan melakukan aktivitas dengan bertanggung jawab pada lingkungan maupun sosial yang dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Bagi dunia usaha CSR sebagai sarana sekaligus wahana perwujudan sikap kooperatif serta tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan-perusahaan yang memiliki kesadaran bahwa kegiatan operasional mereka telah menimbulkan dapak positif dan negatif yang besar dan luas, sehingga konsep CSR memungkinkan perusahaan dapat memperbesar dampak positif sekaligus meminimalkan dapak negatif operasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan diwajibkan untuk tidak hanya menerapkan konsep single bottom line, yaitu tidak hanya berorientasi pada tujuan profit tetapi perusahaan di tuntut untuk menerapkan triple bottom line yang merupakan konsep menguntungkan perusahaan dan menguntungkan manusia dan lingkungan sekitar. Terkait dengan uraia di atas, maka penjelasan lebih detail mengenai Analisa Triple Bottom Line dijelaskan dalam makalah ini guna mengembangkan pengetahuan mengenai Triple Bottom Line serta sebagai bahan diskusi.



1



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang, adapun beberapa rumusan masalah yang dapat ditumuskan, yaitu: 1. Bagaimana konsep Triple Bottom Line ? 2. Bagaimana implementasi konsep Triple Bottom Line pada program CSR ? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penulisan makalah ini, yaitu: 1. Memahami konsep Triple Bottom Line. 2. Memahami implementasi konsep Triple Bottom Line pada program CSR. 1.4 Manfaat Penulisan Berdasarkan tujuan penulisan yang telah dipaparkan, diperoleh manfaat penulisan makalah ini, yaitu: - Bagi Penulis Melalui proses penulisan makalah ini, manfaat yang didapatkan oleh para penulis adalah keterampilan dalam menulis ilmiah, berbahasa, dan juga pemahaman lebih terhadap konsep Triple Bottom Line dan implementasinya. - Bagi Pembaca Melalui makalah ini, para pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang konsep Triple Bottom Line dan implementasinya.



2



2. PEMBAHASAN 2.1 Konsep Triple Bottom Line Penerimaan bahwa tujuan perusahaan bukanlah semata-mata keuntungan dan pertumbuhan berkonsekuensi penting. Umumnya para pengamat menyatakan, dengan menerima konsep pembangunan berkelanjutan berarti perusahaan mengakui keberadaannya sebagai bagian dari sistem lingkungan dan sistem sosial. Akibatnya, perusahaan juga harus mengakui adanya keterbatasan sumber daya alam (SDA) dan mengasumsikan tanggungjawab bersama atas penggunaan dan pengembangan sumber daya sosial. Dengan demikian, terdapat perubahan yang radikal antara sudut pandang perusahaan-perusahaan tradisonal dengan perusahaan yang telah menerima konsep keberlanjutan. Pengakuan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan berimplikasi pula pada adanya tiga tujuan perusahaan, yaitu tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tujuan ekonomi tidak lagi dibatasi menjadi tujuan ekonomi perusahaan semata, melainkan ekonomi masyarakat secara luas. Pengertian ini kemudian membelah perusahaan menjadi yang masih terperangkap tirai single bottom line dengan yang telah menerima triple bottom line. Istilah triple bottom line pertama kali dipopulerkan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya Cannibal with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Konsep ini merumuskan bahwa keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan tidak semata-mata bergantung pada laba usaha (profit), melainkan juga tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan (planet), dan keadilan



(people). Dan



semuanya



dilakukan



demi



terciptanya



sustainable



development (pembangunan berkelanjutan). Keadaan masyarakat tergantung pada ekonomi, dan ekonomi tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan kosistem global. Ketiga komponen triple bottom line ini tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan. Berikut penjabaran dari konsep triple bottom line : 1) Profit Profit meruapakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efiseinsi biaya, sehingga perusahaan



3



mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. 2) People Menyadari bahwa masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan mereka, terutama masyarakat sekitar, sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada mereka. Perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat, karenanya perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Beberapa program CSR yang sering dikembangkan oleh perusahaan diantaranya: pemberian beasiswa bagi pelajar di lingkungan sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan lain sebagainya. 3) Planet (Lingkungan) Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebeb akibat, di mana jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita sebaliknya, jika kita merusaknya, maka kita akan menerima akibatnya. Namun sebagian besar dari kita masih kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keuntungan langsung didalamnya.



Maka,



kita



melihat



banyak



pelaku



industri



yang



hanya



mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal, dengan melestarikan lingkungan, mereka justru akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutam dari sisi kesehatan, kenyamanan, disamping ketersedian sumber daya yang lebih terjamin kelangsungannya. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana



air



bersih,



perbaikan



pemukiman,



pengembangan pariwisata



(ekoturisme) dan lain sebagainya



4



Hubungan yang ideal antara profit (keuntungan), people (masyarakat) dan planet (lingkungan) adalah seimbang, tidak bisa mementingkan satu elemen saja. Konsep 3P ini menurut Elkington dapat menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan. Hal ini dapat dibenarkan, sebab jika suatu perusahaan hanya mengejar keuntungan semata, bisa jadi lingkungan yang rusak dan masyarakat yang terabaikan menjadi hambatan kelangsungan bisnisnya. Bebrapa perusahaan bahkan menjadi terganggu aktivitasnya karena tidak mampu menjaga keseimbangan 3P ini. Jika muncul gangguan dari masyarakat maka yang rugi adalah bisnisnya sendiri. Konsep triple bottom line juga memiliki keterkaitan dengan konsep Tri Hita Karana. Perbedaannya terletak pada konsep triple bottom line yang digunakan dalam dunia usaha, yang menjaga keseimbangan antara laba, masyarakat, dan lingkungan sedangkan Tri Hita Karana menjaga harmonisasi ke-Tuhan-an, masyarakat, dan lingkungan. Sehingga, pada akhirnya adalah menjaga keseimbangan unsur-unsur tersebut untuk mencapai keberlanjutan. Triple Bottom Line (TBL) memperluas kerangka pelaporan tradisional untuk memperhitungkan kinerja sosial dan lingkungan di samping kinerja keuangan. Freer Spreckley berpendapat bahwa perusahaan harus mengukur dan melaporkan kinerja sosial, lingkungan dan keuangan. Untuk melaporkan usaha perusahaan mereka, bisa dengan menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) melalui: 1. Keterlibatan Manajemen Top-level (CEO, Direksi) 2. Kebijakan Investasi 3. Program 4. Penandatanganan standarisasi sukarelawan 5. Prinsip (Global Compact-Ceres Prinsip PBB) 6. Pelaporan (Global Reporting Initiative)



Keseimbangan triple bottom line merupakan suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk bersinergi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang secara konsisten mendorong keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan. Idealnya, tentu saja perusahaan melakukan seluruh kegiatan triple bottom line bagi para stakeholdersnya. Namun, hal yang terpenting sebenarnya, perusahaan melakukan CSR dengan menekankan



pada



prinsip-prinsip



pembangunan



berkelanjutan



(sustainable



5



development). Beberapa prinsip pembangunan berkelanjutan dari Deklarasi Rio pada tahun 1992 adalah sebagai berikut (UNCED, The Rio Declaration on Environment and Development, 1992): 1)



Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Mereka hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.



2)



Dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan



seharusnya



menjadi



bagian



yang



integral



dari



proses



pembangunan dan tidak dapat dianggap sebagai bagian terpisah dari proses tersebut. 3)



Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan tradisional mereka.



Yuswohady dalam artikelnya yang berjudul Triple Bottom Line (2008), mengatakan bahwa ide di balik konsep triple bottom line ini tak lain adalah adanya pergeseran



paradigma



pengelolaan



bisnis



dari



“shareholders-focused”



ke



“stakeholders-focused”. Dari fokus kepada perolehan laba secara membabi-buta menjadi perhatian pada kepentingan pihak-pihak yang terkait (stakeholder interest) baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. Konsekuensinya, peran dunia bisnis semakin signifikan sebagai alat pemberdaya masyarakat dan pelestari lingkungan. “The business entity should be used as a vehicle for coordinating stakeholder interests, instead of maximizing shareholder profit.” Menurutnya, Ide triple bottom line ini sekaligus mencoba menempatkan upaya pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan pada titik sentral dari keseluruhan strategi perusahaan bukan periferal, bukan tempelan, bukan kosmetik. Conventional wisdom yang selama ini ada mengatakan: tumpuk profit sebanyakbanyaknya, lalu dari profit yang menggunung itu sisihkan sedikit saja untuk kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan. Dengan triple bottom line, maka pendekatannya menjadi berbeda. Dari awal perusahaan sudah menetapkan bahwa tiga tujuan holistik Economic, Environmental, Social tersebut hendak dicapai secara seimbang, serasi, tanpa sedikitpun pilih kasih. Sustainbility atau berkelanjutan merupakan strategi manajemen dengan pendekatan kinerja perusahaan secara berkelanjutan dalam berbagai aspek yang meliputi: aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial, termasuk potensi dalam menciptakan nilai perusahaan. 6



Agar proses-proses pembangunan berkelanjutan secara fisik dapat dilakukan dengan baik, maka Daly (1990) dalam Smith dan Ball (2012) mensyaratkan tiga hal yang harus dilakukan yaitu: 1) Tingkat ekstraksi sumber daya alam tidak melebihi tingkat kemampuan regenerasi oleh alam. 2) Emisi yang dihasilkan tidak melebihi kemampuan alam untuk menyerapnya secara alamiah. 3) kapasitas regenerasi sumber daya alam dan penyerapan faktor emisi harus dianggap sebagai modal alam. Apabila gagal memelihara ketiga hal tersebut di atas, maka pembangunan tersebut adalah tidak berkelanjutan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat dunia saat sekarang ini tidak ada persyaratan tersebut yang terpenuhi (Smith dan Ball 2012). Peter Ball (2010) dalam tulisannya menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan harus didasarkan pada prinsip pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dengan mengkompromikan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya (sustainable development is based on the principle of meeting the needs of the current generation and compromising the ability of future generations to meet their needs). Tiga pilar yang harus ditegakkan dalam pembangunan



berkelanjutan



terdiri



atas;



pembangunan



bidang



lingkungan



kehidupan, bidang sosial dan bidang ekonomi yang harus dilaksanakan secara berkeseimbangan dan berkelanjutan. Konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu: 1)



Keberlanjutan Ekonomi Keberlanjutan



ekonomi



menghasilkan



barang



diartikan dan



jasa



sebagai secara



pembangunan kontinu



yang



untuk



mampu



memelihara



keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. 2) Keberlanjutan Lingkungan



Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. 7



3)



Keberlanjutan Sosial Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.



Konsep keberlanjutan tersebut dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut:



Gambar 1. Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan



Apabila kita melakukan pembangunan apapun bentuk kegiatannya, maka secara simultan harus dapat mengangkat kesejahteraan sosial kemasyarakatan, berkeadilan dan berkepatutan, mendorong produktivitas ekonomi masyarakat dan bangsa secara berkelanjutan, bertanggungjawab penuh atas keselamatan dan kesehatan lingkungan serta melindungi keterpulihan sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh setiap bentuk kegiatan pembangunan. Asas yang diberlakukan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah perlindungan terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam baik secara lokal, regional maupun secara global, berfikirlah secara global dan bertindaklah dengan kearifan lokal (think globally and act locally), memberikan insentif dan atau subsidi kepada pihak yang pro-lingkungan dan pajak terhadap pihak yang memanfaatkan sumber 8



daya alam dan lingkungan, bersikap sebagai pramugara lingkungan (environmental stewardship), tanggungjawab perusahaan terhadap komunitas social lingkungan (corporate social responsibility), menegakkan etika berbisnis, perdagangan yang elok (fair trade) dan perlindungan tenaga kerja serta konsumen. Di tingkat internasional, ada banyak prinsip yang mendukung praktik CSR di banyak sektor. Misalnya Equator Principles yang diadopsi oleh banyak lembaga keuangan internasional. Untuk menunjukkan bahwa bisnis mereka bertanggung jawab, di level internasional perusahaan sebenarnya bisa menerapkan berbagai standard CSR seperti : a. Account Ability’s (AA1000) standard, yang berdasar pada prinsip “Triple Bottom Line” (Profit, People, Planet) yang digagas oleh John Elkington b. Global Reporting Initiative’s (GRI) panduan pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan berkesinambungan yang digagas oleh PBB lewatCoalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997 c. Social Accountability International’s SA8000 standard d. ISO 14000 environmental management standard e. Kemudian, ISO 26000. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya kepada perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik. Sebagai contoh, bank-bank Eropa hanya memberikan pinjaman pada perusahaan-perusahaan perkebunan di Asia apabila ada jaminan dari perusahaan tersebut, yakni ketika membuka lahan perkebunan tidak dilakukan dengan membakar hutan.



Konsep keberlanjutan tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia yaitu sebagai berikut: 1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) Pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi 9



Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dilakukan dalam sebuah laporan laporan tahunan atau laporan yang lebih lengkap yang disebut Sustainbility Report. Laporan Sustainbility memberikan informasi akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi sebuah perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya. Pengelolaan perusahaan yang baik akan melakukan pengungkapan informasi wajib maupun infor masi sukarela sehingga hal ini akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini disebabkan pengungkapan informasi terbukti memberi manfaat positif bagi investor dalam membantu keputusan investasi. 2) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.



10



2.2 Implementasi Konsep Triple Bottom Line Pada Program CSR Contoh Implementasi Triple Bottom Line pada PT Unilever PT Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan swasta di Indonesia yang mengungkapkan bahwa mereka bertanggung jawab secara sosial melalui program CSR yang bernama Yayasan Unilever Indonesia. Misi dari Yayasan Unilever Indonesia (YUI) adalah untuk mencari dan memberdayakan potensi masyarakat, memberikan nilai tambah bagi masyarakat, menyatukan kekuatan dengan mitra-mitranya dan bertindak sebagai katalis untuk pembentukan kemitraan. Bagi Unilever, didirikannya YUI adalah investasi yang didasari komitmen tinggi. Hal ini jelas terlihat dari orang-orang yang ditunjuk untuk menjalankannya. Sebagai contoh, Jabatan level tinggi di yayasan ditempati oleh para eksekutif dengan pengalaman panjang dalam mengelola produk bernilai triliunan rupiah. YUI mempublikasikan program-program mereka dalam pilar yaitu: 1. Pilar Peningkatan Taraf Hidup Unilever Indonesia yang berkomitmen ambil bagian dalam pencapaian target global untuk meningkatkan taraf hidup lebih dari 500.000 petani kecil dan distributor skala kecil dengan melibatkan mereka dalam rantai pasokan kami. Di Indonesia, petani kecil memegang peran penting dalam rantai suplai produk pertanian. Dibawah Pilar Peningkatan Penghidupan, kami membangun kemitraan berfokus pada petani kecil. Pemerintah, akademisi dan LSM lokal adalah mitra utama kami yang memainkan peranan penting dalam membuat kemitraan berjalan untuk kesejahteraan bangsa serta tujuan USLP dalam memasok 100% bahan baku pertanian kami dari sumber-sumber yang dikelola secara berkelanjutan pada tahun 2020. Faktor kunci kesuksesan dari pilar ini adalah a) bantuan teknis; b) akses permodalan; c) pengembangan benih; d) pemberdayaan perempuan; e) pengembangan koperasi; dan f) jaminan pasar. Program Pengembangan Petani Kedelai Hitam merupakan program yang ada di pilar peningkatan taraf hidup. Kedelai hitam yang merupakan bahan dasar



11



kecap dan PT Unilever Indonesia Tbk. yang memproduksi kecap. Program tersebut



telah



mengembangkan



berbagai



program



untuk



meningkatkan



produktivitas budidaya kedelai hitam demi meningkatkan penghidupan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut, Penguatan program pemberdayaan kami dilakukan lewat pendekatan kelompok. Selain meningkatkan kemampuan petani kedelai hitam dalam produksi, program ini juga membantu meningkatkan kualitas hidup para petani melalui ekonomi. Berdasarkan triple bottom line yang dikembangkan oleh Elkington (1997), program pengembangan petani kedelai hitam yang ada di bawah pilar peningkatan taraf hidup sudah mencakup keuntungan bagi perusahaan berupa pengelolaan bahan baku kedelai hitam menjadi kecap yang dipasarkan oleh perusahaan. Melalui pengembangan petani kedelai hitam pun telah membuat masyarakat lokal ditingkatkan pengetahuan dan kemampuannya, sehingga dapat mengeksplorasi budidaya kedelai hitam hingga dapat mengelolanya secara mandiri. 2. Pilar Lingkungan Pemahaman masyarakat Indonesia akan pentingnya pemanfaatan sampah masih perlu ditingkatkan dan memberikan tantangan tersendiri dengan karakteristik geografis kepulauan. Barang rusak, benda tidak terpakai, kemasan produk, sisa makanan akan terbuang begitu saja. Ada yang tertumpuk di tempat pemrosesan akhir (TPA), berserakan di jalanan, atau mengambang di sungai. Pada tahun 2012, Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia mencatat rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan 2 kilogram sampah per orang per hari. Sehingga sekitar 500 ribu ton sampah dihasilkan oleh seluruh penduduk Indonesia dalam satu hari. Sampah tidak hanya sekedar memberikan persepsi tidak nyaman terhadap indera perasa dan penciuman, karena dapat menimbulkan pencemaran terhadap tanah dan air tanpa pengelolaan yang baik. Lebih lanjut, dapat pula menimbulkan permasalahan sanitasi kesehatan hingga pemanasan global karena proses dekomposisi sampah organik secara anaerobik yang menghasilkan gas metana. Program yang bernama Kebutuhan Pengelolaan Sampah merupakan perhatian YUI terhadap catatan Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia tentang kelestarian lingkungan masyarakat terhadap sampah yang belum tertata dengan 12



baik. Mengambil isu terkait kebersihan dalam penanganan sampah, YUI melaksanakan program tersebut tidak langsung menyeluruh melainkan memulai di satu daerah yang dapat memberikan dampak dan menjadi contoh kepada daerah lain. Dalam konsep triple line bottom, program ini tidak berbicara tentang bagaimana PT Unilever Indonesia Tbk. bertanggung jawab atas sumber daya alam yang digunakan oleh perusahaan. Melainkan perhatian perusahaan terhadap lingkungan di Indonesia yang belum tentu dianggap sebagai masalah oleh masyarakat secara menyeluruh.



3. Pilar Kesehatan, Kesejahteraan, dan Nutrisi Diungkapkan dalam unilever.co.id, bahwa Sebagai sebuah entitas bisnis yang ternama dan bertanggung jawab yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia, Unilever Indonesia berkomitmen penuh untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan meningkatkan pengetahuan dalam masalah kesehatan dan kebersihan. Tujuannya adalah untuk diterapkan dalam usaha terintegrasi dari berbagai brand kami dan sokongan kolaboratif dari seluruh mitra dan pemangku kepentingan dari program-program kami di seluruh Indonesia. Adanya program Sekolah Sehat yang berfokus untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa sekolah dasar dan menengah melalui kegiatan pendidikan yang terpadu mengenai kesehatan, kebersihan dan gizi. Inti dari program ini adalah pembentukan para kader kesehatan, yang berperan penting dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada rekan sebayanya dengan cara memberikan teladan dan motivasi. Di tingkat SD, para kader kesehatan ini dikenal sebagai ‘dokter kecil’, sementara pada tingkat menengah, mereka disebut sebagai ‘duta muda. Adanya program Sekolah Sehat merupakan tanggung jawab berbentuk nilai sosial masyarakat yang menciptakan dan meningkatkan perilaku hidup sehat. Serta program ini sekaligus bentuk pemasaran PT Unilever Indonesia Tbk. dalam memperkenalkan produk ciptaan mereka.



13



2.3 Jurnal Hasil Penelitian Berkaitan Dengan Konsep Triple Bottom Line Beberapa hasil penelitian berkaitan dengan konsep Triple Bottom Line yaitu sebagai berikut: 1. Jurnal dengan judul “Implementasi Konsep Triple Bottom Line Dalam Program Corporate Social Responsibility Di Hotel Alila Seminyak” (Ariastini, 2019). Tujuan dari penelitian tersebut yaitu mengetahui bagaimana implementasi konsep TBL dalam program CSR di Alila Seminyak, serta mengetahui bagaimana evaluasi dari program CSR tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, wawancara mendalam, dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa programprogram yang dilaksanakan Alila Seminyak yang mengimplementasikan konsep people dan planet ke dalam program CSR. Namun, implementasi yang dilakukan belum maksimal dari sisi people. Dimana masyarakat seharusnya mengkoordinasikan apa yang benar-benar diperlukan untuk kesejahteraannya, sehingga tanggapan serta partisipasi masyarakat menjadi tolak ukur dari pencapaian tujuan program. Dampaknya adalah program yang dilakukan dinyatakan mendapatkan respon positif, namun belum diketahui apakah benar-benar bermanfaat dan dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan konsep people adalah memberikan manfaat yang sebesarbesarnya kepada masyarakat. Sehingga, dapat dinyatakan Alila Seminyak belum mengimplementasikan konsep people secara maksimal. Alila Seminyak juga tidak merumuskan tujuan program secara tertulis dan tidak membuat laporan kegiatan. Sehingga, ketercapaian program belum dapat diukur. Dengan tidak adanya laporan kegiatan, tidak diketahui bagaimana kekurangan maupun kelebihan dari program. Evaluasi yang dilakukan bersama tim perencana dan pelaksana dilaksanakan secara lisan. Hasil dari evaluasi yang dilakukan, program yang dilaksanakan sudah berjalan lancar. Sedangkan kendala-kendala yang ditemui, hanya dari sisi teknis saja saat melangsungkan program. Dalam setiap proses CSR dimulai dari perencanaan, pelaksanaa, maupun evaluasi harus ada partisipasi pihak penerima program. Sehingga masyarakat dapat menilai secara langsung bagaimana program yang dilaksanakan dan kekurangan-kekurangan program. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dinyatakan evaluasi dari implementasi program CSR di Alila Seminyak sudah dilaksanakan, namun belum maksimal. 2. Jurnal dengan judul “Implementasi Konsep Triple Bottom Line Pada CSR PT. Antam, Tbk Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka” (Rembulan, 2021). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi konsep Triple Bottom Line pada pelaksanaan CSR PT. ANTAM, Tbk Sulawesi Tenggara dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah CSR Manager PT. ANTAM, Tbk Kabupaten 14



Kolaka Sulawesi Tenggara dan masyarakat Kecamatan Pomalaa dengan menetapkan informan sebanyak 11 (sebelas) orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) konsep Triple Bottom Line (profit, people, planet) diwujudkan dalam Master Plan CSR UBPN ANTAM Sultra melalui implementasi Program Community Development serta Program Kemitraan dan Bina lingkungan mencakup 6 bidang program yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, dan penguatan kapasitas kelembagaan, (2) dalam tahapan pelaksanaan program terdapat keterlibatan masyarakat yang terlihat dari partisipasi serta antusiasme yang tinggi dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program dan monitoring pasca pelaksanaan program, serta pencapaian pelaksanaan program terlihat dari banyaknya manfaat dari setiap program CSR UBPN ANTAM Sultra yang telah dirasakan baik itu bagi kesejahteraan masyarakat maupun bagi lingkungan. 3. Jurnal dengan judul “Triple Bottom Line Dan Nilai Perusahaan, Gross Profit Margin Sebagai Indikator Ekonomi” (Latifah, 2017). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan pertama menguji pengaruh kinerja Triple Bottom Line terhadap nilai perusahaan. Tujuan kedua menguji apakah variabel Gross Profit Margin dapat menjadi indikator variabel kinerja ekonomi dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan yang Go Public di BEI dan sampel penelitiannya adalah perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang telah melaporkan kinerjanya pada Laporan Sustainbility tahun 2018. Variabel kinerja Triple Bottom Line di ukur dengan indeks GRI G-4 sedangkan nilai perusahaan diukur dengan nilai Tobin’s Q. Data diperoleh dengan teknik dokumentasi. Analisis data dengan pendekatan deskriptif dan kuantitatif. Selanjutnya hipotesis diuji dengan analisis Smart PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja triple bottom line berpengaruh positif pada nilai perusahaan., Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa pengungkapan kinerja Triple Bottom Line yang tinggi pada laporan tahunan akan berdampak pada peningkatkan keyakinan stakeholders terhadap perusahaan, sehingga stakeholders akan mengapresisasi saham perusahaan tersebut dan akan berdampak pada nilai perusahaan yang diukur dengan nilai pasar saham. Demikian juga bahwa gross profit margin dapat menjadi ukuran kinerja ekonomi dalam Triple Bottom Line dan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Bahwa Triple bottom Line dibentuk oleh indikator kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.



15



3. PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut: 1. Konsep triple bottom line ini merumuskan bahwa keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan tidak semata-mata bergantung pada laba usaha (profit), melainkan juga tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan (planet), dan keadilan (people). Dan semuanya dilakukan demi terciptanya sustainable development (pembangunan berkelanjutan).



2. Konsep triple bottom line juga memiliki keterkaitan dengan konsep Tri Hita Karana. Perbedaannya terletak pada konsep triple bottom line yang digunakan dalam dunia usaha, yang menjaga keseimbangan antara laba, masyarakat, dan lingkungan sedangkan Tri Hita Karana menjaga harmonisasi ke-Tuhan-an, masyarakat, dan lingkungan



3. Keseimbangan triple bottom line merupakan suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk bersinergi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang secara konsisten mendorong keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan



4. Di tingkat internasional, ada banyak prinsip yang mendukung praktik CSR di banyak sektor. Misalnya Equator Principles yang diadopsi oleh banyak lembaga keuangan internasional 5. PT Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan swasta di Indonesia yang mengungkapkan bahwa mereka bertanggung jawab secara sosial melalui program CSR yang bernama Yayasan Unilever Indonesia. Misi dari Yayasan Unilever Indonesia (YUI) adalah untuk mencari dan memberdayakan potensi masyarakat, memberikan nilai tambah bagi masyarakat, menyatukan kekuatan dengan mitramitranya dan bertindak sebagai katalis untuk pembentukan kemitraan



16



DAFTAR PUSTAKA Ariastini. 2019. Implementasi Konsep Triple Bottom Line Dalam Program CSR Di Hotel Alila Seminyak. Vol. 9 No. 2, Juni 2019; 160-168 Arif Budimanta, dkk. 2004. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Indonesia Center For Sustainable Development (ICSD). Aulia, Sandra. 2011. Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line dan Faktor yang Mempengaruhi Lintas Negara Indonesia dan Jepang. Ginting, Muhammad Saufi. 2013. Me-Recharge Triple Bottom Line untuk Meningkatkan Pembangunan Berkelanjutan. Latifah, 2017. Triple Bottom Line Dan Nilai Perusahaan, Gross Profit Margin Sebagai Indikator Ekonomi. Universitas Muhammadiyah Malang Michael Ricky, 2019. Program CSR Yayasan Unilever Indonesia Berdasarkan Teori Triple Bottom Line. Universitas Padjadjaran Nurfaziah. 2010. Implementasi konsep Triple Bottom Line pada PT Pertamina (Persero). Universitas Islam Kalijaga. Reda Rizal. 2017. Manufaktur Berkelanjutan (Sustainable manufacturing). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional. Jakarta. Sonny Sukada, Pamadi Wibowo. 2006. CSR for Better Life : Indonesian Context, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep Dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.



17