Analisa Umur Dan Biaya TPA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PERHITUNGAN BIAYA SATUAN DAN UMUR LAYANAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA LEUWIGAJAH Enang S A ABSTRAK Analisis data meliputi perhitungan pertumbuhan timbulan sampah yang didasarkan atas dasar tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkan pertumbuhan PDRB. Dari hasil analisis didapat; tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,966%, pertumbuhan PDRB sebesar 1,893%. Dan tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun sebesar 1,89%. Sedangkan volume sampah yang masuk ke TPA Lewigajah pada tahun 2004 sebesar 4.410,958 m3 / hari naik menjadi 6.769,424 m3 /hari pada tahun 2012. Atas dasar beban sampah yang masuk dengan tingkat pemadatan 70 % dan tanah penutup dengan tingakat pemadatan 30%, maka volume sampah dan tanah penutup harian sebesar 1.764,38 m3 /hari, dengan tinggi sel harian 2,4 m dan volume daya tampung lahan sebesar 1.042.378,847 m3 maka umur layanan TPA selama 472 hari. Sedangkan apabila operasional dilakukan dengan cara open dumping volume sampah setelah dipadatkan dengan tingkat pemadatan 30 % per hari sebesar 3.087.670,6 m3 /hari dan volume daya tampung lahan sebesar 673.330,31 m3 maka umur layanan menjadi 218 hari. Biaya satuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan sanitary landfill setiap m3 sebesar Rp. 12.281,06 sedangkan untuk pekerjaan open dumping setiap m3 sebesar Rp. 9.054,47. Kedua sistem pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah diatas menunjukan adanya perbedaan yang signifikan didalam segi umur layanan dan biaya harga satuan, hal ini menunjukan bahwa umur layanan lebih lama secara sistem sanitary landfill sedangkan segi biaya harga satuan lebih kecil sistem open dumping akan tetapi mempunyai dampak terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.



ABSTRACT The data analysis covers the growth of garbage pilling up based on the growth of population and PDRB. The population growth is 1,966%, PDRB growth is 1,893% and garbage pilling up development per year of 1,89%, while the volume of the garbage entering the FGD Leuwigajah is predicted to increase from 4.410,958 m3 per day in 2004 to 6.769,424 m3 per day in 2012. Base on the garbage load is entering the FGD with compaction level of 70% and the soil covered with compaction level of 30%, the garbage volume and the daily covered soil become 1.764,38 m3 per day. For the daily cell height is 2,4 m and the area of capacity volume 1.042.378,847 m3, the service time of FGD would be 472 days. Whereas if the operational of FGD is open dumping system, where the garbage volume after compacted of 30%, the daily garbage volume will be 3.087,670 m3 per day, and the area capacity volume of 637.330,31 m3, so the service time would be 218 days. The unit cost needed for sanitary landfill is Rp. 12.281,06 /m3 while for open dumping is Rp. 9.054,47 /m3. The sanitary landfill has some advantages over the open dumping. This one the service sanitary landfill system is longer then the open dumping system, the unit cost of sanitary landfill is smaller then open dumping.



1



PENDAHULUAN Mempertimbangkan manajemen pengelolaan sampah terdiri atas berbagai subsistem seperti subsistem kelembagaan, teknis operasional, keuangan, hukum dan peraturan juga peran serta masyarakat maka perlu dilakukan optimasi didalam semua aspek tersebut. Terutama pada aspek teknis operasional yang dimulai dari tahapan pewadahan, pengumpulan , pengangkutan dan pengolahan sampah di lokasi TPA. Pengolahan limbah padat (sampah) di TPA yang paling baik dan berwawaskan lingkungan (Damanhuri, 1994) adalah dengan sistem sanitary landfill disamping ada sistem lain yang tidak direkomendasi seperti open dumping dan controlled landfill. Suatu keharusan yang mutlak dilakukan pada sistem sanitary landfill adalah penyiapan lahan (land clearing dan land stripping), pekerjaan penghamparan limbah, perataan limbah, pemadatan limbah, serta penutupan lahan TPA.



Semua pekerjaan tersebut tidak bisa



dilakukan secara manualisasi tentunya membutuhkan peralatan berat sesuai dengan kebutuhan dan tipe serta fungsinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Biaya satuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan sanitary landfill setiap m3 dan umur layanan TPA pada penimbunan sampah secara sistem sanitary landfill pada suatu TPA. Prinsip dari pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah domestik dan atau yang diklasifikasikan sejenisnya, ke suatu tempat pembuangan akhir dengan cara penimbunan, sehingga tidak atau seminimal mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya, kegiatan operasi pembuangan akhir merupakan kegiatan yang merubah bentang lahan dan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan sumber daya lahan, air dan udara akibat kemungkinan terjadinya



resiko



pencemaran. Teknik pengolahan sampah dengan sistem sanitary landfill merupakan metode penimbunan akhir sampah yang paling baik dari metode penimbunan akhir yang ada. Metode yang diterapkan pada sistem sanitary landfill lebih sulit dan kompleks dibandingkan dengan kedua sistem terdahulu karena memerlukan perlakuan khusus dan konstruksi tertentu. Pada sistem ini 2



penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan pada setiap akhir hari operasi, sehingga setelah operasi berakhir tidak akan terlihat adanya timbunan sampah. Dengan cara ini, pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan akan sangat kecil. Kebaikan dari sistem Sanitary Landfill : 1. Sistem ini sangat fleksibel dalam penanganan saat terjadi fluktuasi dalam jumlah timbulan sampah. 1. Mampu menerima segala jenis sampah sehingga mengurangi pekerjaan pemisahan awal sampah. 2. Memberikan dampak positif bagi estetika kota, yang mungkin timbul akibat adanya sampah dapat dieliminasi. 3. Adanya penanganan khusus untuk lindi dan gas hasil dekomposisi sampah agar tidak mencemari lingkungan. 4. Luas lahan yang dibutuhkan untuk sistem sanitary landfill lebih kecil dari pada sistem open dumping karena pengurangan volume akibat pemadatan Kekurangan dari Sistem Sanitary Landfill : 1. Metode yang diterapkan cukup komplek, sehingga memerlukan peralatan dan konstruksi khusus. 2. Biaya pembangunan awal cukup mahal. Selanjutnya penekanan kajian akan lebih diprioritaskan pada pelaksanaan biaya operasional dan pemeliharaan sistem sanitary landfill. Tahapan pelaksanaan pengelolaan sampah secara sanitary landfill terdiri dari : a. Kegiatan Penyiapan Lahan Operasional Sebelum lahan TPA ditimbun sampah, maka diperlukan penyiapan lahan agar kegiatan pembuangan berikutnya dapat berjalan dengan lancar. Beberapa kegiatan penyiapan lahan tersebut akan meliputi : Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan atas lapisan tersebut akibat operasi alat



3



berat di atasnya. Umumnya diperlukan lapisan tanah setebal 5,0-50,0 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut . Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah. Perletakan tanah penutup harus memperhatikan kemampuan operasi alat berat yang ada. Sel harian yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya perlu dilengkapi dengan patok-patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu petugas atau operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya : Perletakan tanah penutup. Letak titik pembongkaran sampah. Manuver kendaraan saat pembongkaran. Sebelum dimulainya penimbunan di fase pelaksanaan penimbunan yang baru, yaitu : Penyiapan ruas perletakan jalan kerja di lokasi yang sudah ditentukan. Pemindahan kantor direksi lapangan dan pemasangan tenda garasi sementara di lokasi yang ditentukan. Penempatan alat-alat berat dan kebutuhan operasionil lainnya. Penempatan cadangan tanah penutup antara dan harian untuk kebutuhan satu fase pelaksanaan penimbunan. Sebelum dimulainya suatu hari operasi, yaitu : Penempatan cadangan tanah penutup harian di suatu lokasi yang berdekatan dengan sel harian. Penentuan lokasi sel harian dan lintasan pencapaiannya oleh pihak pengawas operasionil. Pemasangan



jaring



pelindung



disekitar



lokasi



sel



harian



dengan



memperhatikan arah angin. b. Kegiatan Pengaturan Sel Lahan Timbun Cukup sulit untuk menghasilkan suatu sistem sanitary landfill yang teratur dan 4



tersusun dengan rapi, sehingga perlu adanya suatu pengaturan lahan yang diawali dengan pembongkaran, penghamparan,



pemadatan dan penutupan



sampah pada lokasi secara efisien sehingga menimbulkan kesan yang baik. Pengaturan tersebut meliputi : Pada sistem sanitary landfill dalam desain ini, satu zona terdiri dari beberapa subzona yang dapat menampung timbunan sampah >10 hari, subzona terdiri dari sel-sel harian yang dapat menampung sampah selama satu hari. Sel-sel harian ini akan ditutup dengan tanah penutup harian, setiap akhir jam operasi, untuk menghindari penyebaran populasi lalat yang dapat berperan sebagai vektor penyakit, dengan asumsi dalam jangka waktu 7 hari, telur lalat akan mengalami penetasan dalam sampah. Untuk pengaturan sel perlu ditentukan lebih dahulu dimensi lebar , ketebalan dan panjang sel sebagaimana berikut : (Dirjen Cipta Karya ,1995) - Lebar sel direncanakan 5,0-25,0 m, dengan pertimbangan alat berat dapat bermanuver sehingga lebih efisien. - Ketebalan sel direncanakan sebesar 2,0 m. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan stabilitas permukaan, sementara terlalu tipis akan menyebabkan pemborosan tanah penutup. - Panjang sel 5,0-20,0 m, dihitung berdasarkan volume padat. Batas sel dibuat jelas dengan pemasangan patok patok dan tali agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar. Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang pada titik yang benar sehingga proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien. Titik bongkar umumnya diletakkan ditepi sel yang sedang dioperasikan dan berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapai lokasi tersebut. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa titik bongkar yang ideal sulit dicapai pada saat hujan karena licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab sistem sanitary landfill agar tidak terjadi. Jumlah titik bongkar setiap sel harian ditentukan oleh beberapa faktor seperti Lebar sel, waktu bongkar rata-rata serta frekuensi kedatangan truk pada jam puncak. 5



c. Kegiatan Penempatan Cadangan Tanah Penutup (Cover material) Lokasi cadangan tanah penutup (stockpile area) berada di daerah yang tidak akan mengganggu perlintasan kendaraan operasional, yaitu lokasi cadangan tanah penutup harian tidak boleh terletak berjauhan dari lokasi sel harian tersebut. Penentuan lokasi ini ditentukan oleh : Jarak maksimal antara lokasi cadangan tanah penutup harian dengan rencana penempatan sel adalah 20 meter. Sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang tidak dilalui kendaraan operasionil seperti dipermukaan atau didepan timbunan sel yang sudah terbentuk dihari sebelumnya atau didaerah rencana penempatan lokasi sel untuk keesokan harinya. d. Kegiatan Penempatan Peralatan Operasional Peralatan operasionil seperti alat berat, lampu penerangan lapangan, dan lainlain, ditempatkan pada pool yang berdekatan dengan kantor direksi lapangan. Penempatan peralatan ini dilakukan pada lokasi yang tidak mengganggu perlintasan kendaraan operasional. Berbagai kegiatan pengoperasian TPA pada dasarnya akan meliputi berbagai kegiatan berikut : 1. Pendataan dan pengaturan; truk sampah yang masuk ke TPA, seperti pemeriksaan registrasi atau penerimaan



izin masuk dengan tujuan untuk



mencegah adanya kendaraan pengangkut sampah liar yang ingin melakukan penimbunan di dalam lahan. Disamping itu dilakukan pengaturan lalu lintas truk sampah dan sekaligus pengarahannya ke dan dari ruang manuver. 2. Operasional penimbunan sampah; terbagi ke dalam empat tahapan utama, yaitu : 3. Operasi penurunan sampah (tipping atau unloading), yang dilakukan di lokasi kerja penurunan. Penurunan sampah dari truk di tempat curah. 4. Operasi pemindahan sampah (removing) yang bertujuan untuk memindahkan sampah dari lokasi kerja penurunan ke suatu lokasi yang dekat dengan lokasi kerja penimbunan. Lokasi ini disebut lokasi perletakan sampah sementara. 5. Operasi penimbunan sampah, dalam operasi penimbunan sampah ini terdiri dari:



6



a. Kegiatan Penghamparan sampah Kegiatan operasi penimbunan diawali dengan kegiatan penghamparan sampah yang bertujuan untuk memindahkan sampah menuju ke dalam lokasi kerja penimbunan yang terdiri subpekerjaan pengambilan dan subpenyebaran sampah (feeding dan spreading-in). b. Kegiatan Penataan/Perataan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan luas lahan yang efisien dan stabilitas permukaan sistem sanitary landfill yang baik. Pekerjaan penataan sampah sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat. - Pada sistem sanitary landfill dengan intensitas ritase truk yang tinggi, penataan



perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar. Penundaan



pekerjaan akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya sampah akan kurang efisien dilakukan. - Pada sistem sanitary landfill dengan intensitas ritase truk yang rendah, perataan sampah dapat dilakukan secara periodik misalnya pagi atau siang. Kriteria perataan sampah yang baik perlu dilakukan dengan memperhatikan - Perataan sampah dilakukan lapis demi lapis. - Setiap lapisan diratakan sampah setebal 20,0-50,0 cm, desain pelaksanan diambil 50,0 cm dengan cara mengatur ketinggian blade alat berat. - Perataan sampah dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai ketebalan rencana. c.Kegiatan Pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dengan stabilitas permukaan sistem sanitary landfill yang baik. Pemadatan sampah (compacting). dilakukan oleh alat berat dengan cara lapis demi lapis agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik diharapkan kepadatan sampah sampai kepadatan yang optimum. Pemadatan tanah penutup bertujuan untuk



memadatkan tanah



penutup yang tersebar di seluruh bagian permukaan timbunan sampah. Pemadatan tanah untuk pekerjaan sistem sanitary landfill dilakukan pada hari itu juga. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas



7



sampah tersebut 5-7 kali. Kepadatan sampah yang tinggi pada sistem sanitary landfill akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya tampung sistem sanitary landfill bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung penimbunan lapis berikutnya. d.Operasi penutupan sampah (covering), merupakan operasi yang bertujuan untuk melapisi atau menutup timbunan sampah padat dengan tanah. Penutupan lahan sel bertujuan untuk menutup timbunan sampah padat dengan tanah penutup. Untuk itu, tahap ini baru dapat dilakukan setelah pekerjaan pemadatan sampah selesai. Penyebaran dalam pekerjaan penutupan lahan dilakukan dengan alat berat penyebar tanah bulldozer. Operasi ini merupakan kegiatan terakhir dalam satu hari kerja. Operasi ini meliputi : - Penggalian tanah (soil exavation) - Pengangkutan tanah (soil removing) - Pengumpulan tanah (stockpiling), - Penyebaran tanah diatas timbunan sampah padat (soil spreading) - Pemadatan tanah penutup (soil compacting). Penutupan sistem sanitary landfill dengan tanah penutup mempunyai fungsi sebagai pengendalian cemaran. Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode yang diterapkan dan ketersediaan tanah sebagai media penutup juga ketebalan tanah penutup yang direncanakan : - Tanah penutup harian, untuk penutupan sel harian adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20,0 cm. - Tanah penutup harian, untuk penutupan sel antara adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20,0 cm. - Tanah penutup akhir, untuk penutupan akhir adalah dengan lapisan tanah padat setebal 50,0 cm. KAJIAN TEORI Berbagai



kegiatan



operasional



penimbunan



sampah



di



lahan



penimbunan terdiri dari beberapa kegiatan dibawah ini sesuai dengan kebutuhan peralatannya :



8



1. Penghamparan. Kegiatan operasi penimbunan sampah diawali dengan kegiatan penghamparan sampah yang bertujuan untuk memindahkan sampah menuju ke dalam lokasi kerja penimbunan yang terdiri subpekerjaan pengambilan dan subpenyebaran sampah (feeding dan spreading-in). Jenis kegiatan ini dilakukan oleh alat berat bulldozer.



2. Perataan/Penataan. Perataan atau penataan sampah yang sudah berada dilokasi penimbunan dilakukan oleh alat berat bulldozer. 3. Pemadatan. Alat yang digunakan untuk pekerjaan pemadatan sampah yaitu Bulldozer dengan cara sebagai berikut: -



Lapisan timbunan sampah dipadatkan dengan cara digiling sebanyak 5-7 kali sehingga didapatkan kepadatan optimum 600-650 kg/m3.



-



Operasi kerja bulldozer harus diatur dengan baik agar tidak mengganggu lalu lintas operasi pengangkutan.



4. Penutupan lapisan sampah Penutupan lapisan sampah dilakukan setiap akhir operasi pada sel harian yaitu sebagai berikut: -



Pada akhir penimbunan sampah harus dilakukan penutupan timbunan tersebut dengan tanah urugan yang sudah disiapkan sebelumnya.



-



Tanah penutup disiapkan dan diambil dari bukit sebagai quarry (sumber material) dari lokasi TPA. Pengangkutan tanah penutup dilakukan dengan menggunakan Dump truck .



-



Penggalian dan penumpukan tanah penutup menggunakan excavator.



-



Setelah lapisan tanah penutup dihamparkan kemudian langsung dipadatkan kembali dengan Roller 2 – 3 sehingga diperoleh kepadatan dan ketebalan.



Didalam



pekerjaan



pengelolaan



sampah



bulldozer



sangat



diperlukan



keberadaanya karena dapat bekerja secara fleksibel, digunakan pada pekerjaan galian tanah, pengurugan, perataan dan pemadatan sampah. Alat ini efisien untuk pekerjaan lahan Sanitary Landfill. Penggerak bulldozer dikonstruksi sebagai berikut: poros belakang tetap, poros muka bebas, sehingga dapat berjalan lebih mudah pada keadaan jalan yang 9



kurang baik, perlengkapan ini mengakibatkan gerakan tarik/maju (traksi) yang keras. Penggerak ban ( tracling ) gigi aus dengan cepat dan karena itu pemeliharaanya penting sekali. Langkah-langkah pemeliharaan yaitu : - Pelumasan dilakukan secara teratur menurut daftar pemeliharaan. - Jangan menjalankan bulldozer dengan ban gigi yang tidak direntangkan. - Roda penggerak dan rol-rol ban gigi diperiksa setiap hari. Dalam pemilihan pemakaian alat-alat berat harus memperhatikan hal berikut: kemudahan, kecepatan, pembiayaan, kesehatan, estetika, serta kondisi setempat. Dari segi kemudahan, peralatan tersebut harus dapat dioperasikan dengan mudah dan tepat sehingga biaya operasi menjadi murah.



Pemilihan Penggunaan Jenis Alat Berat. Sesuai dengan tahapan pada pekerjaan pengelolaan sampah di lokasi TPA pada umumnya, termasuk TPA Leuiwigajah Bandung maka beberapa peralatan yang diperlukan adalah : 1. Bulldozer merupakan peralatan yang sangat baik untuk operasi penghamparan perataan/penata, pemadatan serta penimbunan. 2. Backhoe dipergunakan untuk operasi penggalian dan penimbunan. 3. Dump truck digunakan untuk mengangkut tanah urugan sebagai penutup. 4. Roller ( Landfill Compactor ) digunakan untuk pemadatan tanah diatas timbunan sampah pada lokas TPA. Tabel 1: Matrik Fungsi Alat-Alat Berat yang dipergunakan dalam pengelolaan sampah untuk pekerjaan system Sanitary Landfill TPA. Jenis Alat Berat Jenis Pekerjaan Bulldozer Backhoe Roller Dump truck Galian Tanah X2 Penataan Sampah X1 Perataan Sampah X1 Pemadatan Sampah X1 Penutupan Sampah X4 Pemadatan Tanah X3 -



10



Tidak semua jenis alat-alat berat dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan diatas. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan tentang teknik pemilihan dan penggunaan alat berat agar dalam suatu pekerjaan diperoleh jenis alat berat yang tepat sesuai dengan kondisi pekerjaan, dan mampu berproduksi tinggi dengan biaya yang relatif rendah. Kesalahan dalam memilih alat akan sangat berpengaruh terhadap biaya pekerjaan. Untuk itu, sebelum memilih jenis alat yang akan dipakai harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat teknis dan kapasitas produksinya dari alat-alat berat tersebut. PEMBAHASAN PENELITIAN



Perhitungan dan Perancangan Volume Pekerjaan Untuk Sistem Sanitary Landfill TPA Leuwigajah. Di dalam perhitungan dan perencanaan volume pekerjaan sistem sanitary landfill TPA ini akan diuraikan beberapa kegiatan pelaksanaan detail desain perbaikan operasi TPA. Pekerjaan yang dimaksud yaitu perbaikan operasi yang diarahkan menuju sistem sanitary landfill, meliputi penyiapan lahan, perencanaan lahan sel harian, pelaksanaan operasi, pengelolaan leachate dan gas serta penggunaan alat berat yang digunakan sesuai umur layanan TPA. a. Pemilihan Sistem Lokasi TPA Leuwigajah terletak di kampung Kihapit kelurahan Leuwigajah, kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. TPA ini mempunyai luas total kurang lebih 17 Ha. Disebelah barat daya dari lokasi TPA pada jarak kurang lebih 400 meter terdapat perkampungan penduduk yang termasuk dalam kelurahan Batujajar. Pada awal operasinya tahun1987 TPA Leuwigajah memiliki luas lahan ± 8 ha. Sampai saat ini TPA Leuwigajah telah mengalami dua kali perluasan lahan. Perkerjaan pertama adalah seluas ± 2,5 Ha pada tahun 1992 dan terakhir dengan kejadian longgsor pada saat musim hujan di awal bulan Pebruari 1999 ditambah lagi seluas ± 6,6 Ha sehingga total luas menjadi ± 17 Ha. Dalam penentuan metode operasi yang akan diterapkan, tidak akan terlepas dari kondisi lahan eksisting. Berdasarkan kondisi topografi tanah asli di 11



TPA Leuwigajah memiliki kemiringan lereng 30–60% yang rawan resiko longsor akibat operasional sistem open dumping yang ditandai tumpukan sampah menggunung. Kondisi ini dipengaruhi oleh dua faktor lain yang mungkin menjadi penyebab utama terjadinya longsor, yaitu terjal dan licinnya tanah asli. Kelicinan tanah asli disebabkan oleh terakumulasinya kandungan air hujan dan leachate (lindi) di atas permukaan tanah asli. Lokasi TPA yang memiliki topografi miring akan menyebabkan permukaannya menjadi licin serta menyulitkan operasional peralatan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, metoda operasi lahan urug saniter (sanitary landfill) yang tepat diterapkan di TPA Leuwigajah yaitu ‘Metoda Area dengan Modifikasi ‘. Modifikasi bentuk dilakukan sesuai dengan kondisi topografi setempat. Permukaan timbunan sampah kini berderajat kemiringan sekitar 7 – 9%. Metoda operasi seperti diuraikan diatas tersebut sebagai Metode Canyon/Depression Methode (Tchobanoglous, et.al,376, edisi tahun 1990). b. Kriteria desain Dengan kondisi tersebut dia atas, maka ditentukan kriteria desain sesuai dimensi sel yang derencanakan sebagai berikut : Pada kondisi ini, TPA Leuwigajah akan menerima volume sampah kota, yang merupakan pengurangan volume timbulan sampah kota yang dibuang TPA Jelekong pada tahun 2004 (data diambil dari Tabel 5.14). Beban sampah TPA Leuwigajah (th.2004)



= 4.410,96 m3/hari



Tingkat pemadatan



= 70%



Volume sampah setelah dipadatkan



= 30 % * 4.410,96 = 1.323,29 m3/hari



Tanah penutup setelah dipadatkan



= 1/3 volume sampah padat



Volume tanah penutup



= 1/3 * 1.323,29m3/hari = 441,10 m3 / hari



Volume sampah+tanah harian



= 1.764,38 m3/hari



Volume lahan zona 4 sel 1



= 4.800 m3



12



Tinggi sel harian



= 2,4 m



Luas sel harian



= 2.000 m2



Daya tampung lahan zona 4 sel 1



= 4.800 m3 / 1.764,38 m3/hari = 2,72 hari ~ 3 hari



Dalam perencanaan Lahan Urug Saniter (sanitary landfill) di TPA Leuwigajah setiap sel terdiri dari tiga lapis, dimana masing-masing lapis meliputi sampah (60 cm) dan tanah penutup (20 cm) dalam keadaan padat. Dengan demikian maka luas yang dibutuhkan untuk menampung volume sampah satu hari adalah 1.764,38 m3/ 0,8 m = 2.205,48 m2.



Mengacu pada lebar alat berat yang umum dioperasikan di TPA, yaitu sekitar 2 meter, maka panjang dan lebar dimensi sel dianjurkan merupakan kelipatan 2. Bila luas lahan sel harian yaitu 2.000 m2, maka proporsi antara panjang dan lebar 40 x 50 m dan tinggi 2,40 m. Dimensi tersebut diperoleh berdasarkan kondisi optimum berkelipatan 2, disamping ukuran lebar alat berat yang biasa dioperasikan. Untuk memudahkan operasi di lapangan diperlukan pengukuran dan rencana topografi terperinci dan teliti.



Perkiraan Umur Lahan Berdasarkan hasil pengukuran terakhir, setelah ada perluasan lahan akibat longsor bulan Februari 1994, luas area penimbunan sampah saat ini yang masih belum terisi adalah sekitar 6 Ha (2004). Faktor yang lain juga mempengaruhi umur layanan TPA, adalah Ketinggian Maksimum timbunan sampah. Ketinggian maksimum ini akan menentukan langkah akhir dari TPA tersebut kelak. Namun demikian berkaitan dengan kondisi yang ada, ketinggian maksimum timbunan sampah di TPA Leuwigajah ini perlu diperhitungkan dengan baik. Rencana penimbunan dimulai dari elevasi 720 m sampai elevasi 756 m dengan ketinggian lapisal sel harian setinggi 2,40 meter termasuk tanah penutup. Sehingga diperoleh jumlah total lapisan sel untuk seluruh area yang ada 36 zone masing-masing adalah 2 hingga 15 sel. Rencana lay-out operasi alat berat pekerjaan sanitary lanfill di TPA Leuwigajah 13



Mempertimbangkan resiko longsor sering terjadi dan berdasarkan pengamatan kondisi topografi tanah asli. Maka umur layanan TPA Leuwigajah tidak optimal (>10 th) sesuai standart bila sistem penimbunan sampahnya masih tetap secara open dumping. Untuk itu, bila upaya perbaikan operasi di TPA perlu dilakukan pendayagunaan lahan secara maksimal dengan pemanfaatan lahan sedemikian rupa dengan memperhatikan keterbatasannya, serta sistem penimbunannya. Rencana penimbunan dimulai dari elevasi 720 m sampai elevasi 756 m dengan ketinggian lapisal sel harian setinggi 2,40 meter termasuk tanah penutup. Sehingga diperoleh jumlah total lapisan sel untuk seluruh area yang ada 36 zone masing-masing adalah 2 hingga 15 sel. Rencana lay-out operasi alat berat pekerjaan sanitary lanfill di TPA Leuwigajah Selanjutnya perhitungan kapasitas lahan penimbunan dalam satuan volume dilakukan sebagai berikut : Volume total ruang untuk penimbunan sampah dan tanah setelah dipadatkan adalah: Volume daya tampung = 1.042.378,85 m3 Volume sel harian



= 1.764,38 m3 (2004) dan 1.862,73 m3 (2005).



Umur layanan TPA



= 472 hari.



Selengkapnya hasil perhitungan prediksi umur layanan lokasi TPA leuwigajah sebagaimana pada tabel 2 Bila



dilakukan operasional secara open dumping, perhitungan umur



lahan yang



diperoleh lebih kecil dari pada metode sanitary landfill adalah



sebagai berikut : Volume sampah setelah dipadatkan (30%) per hari = 3.087,67 m3 /hari Volume daya tampung lahan



= 673.330,31 m3



Umur layanan TPA



= 218 hari



14



Tabel 2 : Prediksi Umur Layanan sistem Sanitary landfill No. Tahun



Volume Terkelola



3



Volume dipadatkan [m /hari]



[m /hr]



Sampah 70%



3



Tanah (25%)



Sel Harian



[5]=1/3x[4] [6]=[4]+[5]



Volume padat



Daya Tampung



[m /tahun]



Kumulatif



Rencana



Sisa



Umur Layan - an



[7]=[6]x360



[m3]



[m3]



[m3]



(hari)



407.200,89



360



3



[1]



[2]



[3]



[4]=[3]x0.3



1



2004



4.410,96



1.323,29



441,10



1.764,38 635.177,95



635.177,95



1.042.378,85



2



2005



4.656,82



1.397,05



465,68



1.862,73 670.582,22



1.305.76,.18



1.042.378,85



3



2006



4.915,31



1.474,59



491,53



1.966,12 707.804,64



2.013.56,.82



1.042.378,85



4



2007



5.187,06



1.556,12



518,71



2.074,83 746.937,07



2.760.50,.89



1.042.378,85



5



2008



5.472,74



1.641,82



547,27



2.189,10 788.075,71



3.548.57,.60



1.042.378,85



6



2009



5.773,07



1.731,92



577,31



2.309,23 831.322,08



4.379.89,.68



1.042.378,85



7



2010



6.088,76



1.826,63



608,88



2.435,51 876.782,30



5.256.68,.98



1.042.378,85



8



2011



6.420,61



1.926,18



642,06



2.568,24 924.568,13



6.181.25,.11



1.042.378,85



9



2012



6.769,42



2.030,83



676,94



2.707,77 974.797,06



7.156.047,17 1.042.378,85



112



Total



Sumber: Hasil Perhitungan



Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Untuk mendapatkan harga satuan pekerjaan dalam pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah terlebih dahulu dilakukan perhitungan kapasitas dan produktivitas masing-masing alat berat sesuai dengan jenis dan tipe alat berat yang digunakan. a. Perhitungan Biaya Alat Berat 1. Biaya Pemilikan (Eow) Dalam menghitung biaya pemilikan, harus diketahui terlebih dahulu besarnya harga awal alat (original initial cost) dan investasi tahunan rata-rata (annual investment cost). Investasi tahunan rata-rata merupakan biaya yang dikeluarkan karena memiliki peralatan yaitu meliputi: Interest, Pajak atas pemilikan, Asuransi, Gudang/storage, Perbaikan (major repair dan overhaul), dan Depresiasi. Dalam penelitian ini, biaya tersebut diambil prosentase dari harga alat, yaitu sebagai berikut: -



-



Interest



= 18 %



Pajak atas pemilikan = 5% 15



472



-



Asuransi



=1%



-



Gudang



=1%



-



Perbaikan (major repair dan overhaul) = 75% dibagi usia pakai (10000 jam)



-



Depresiasi



= 85% dibagi usia pakai (10000 jam).



Hasil perhitungan biaya tersebut di atas dapat dilihat pada Lampiran 10. 2. Biaya Operasi (BO) Biaya operasi alat-alat berat merupakan biaya yang secara langsung dikeluarkan apabila alat beroperasi, biaya-biaya tersebut antara lain meliputi: bahan bakar, pelumas, gemuk, filter, reparasi. Besarnya biaya operasional bervariasi sesuai dengan jenis dan tipe alat yang dipakai, yaitu meliputi biaya : bahan bakar, gemuk, pelumas, filter, perbaikan, dan upah kerja operator. Berdasarkan hasil perhitungan biaya kepemilikan dan biaya operasional alat yang dipakai diperoleh harga per-unit sebagai berikut : - Bulldozer tipe D6D



Rp. 337.163,75/jam



- Backhoe



Rp. 478.290,31/jam



- Roller tipe 815



Rp. 283.167,50/jam



- Dumptruck



Rp. 65.363,38/jam



b. Perhitungan Produktivitas Alat Berat Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas alat berat per-unit diperoleh hasil sebagai berikut : - Bulldozer tipe D6D



= 131,65 Lm3/jam (keadaan gembur)



- Backhoe



= 101,27 Bm3/jam (keadaan asli/padat) = 77,50 Lm3/jam = 54,19 Bm3/jam



- Roller tipe 815



= 508,48 Cm3/jam



- Dumptruck



= 76,96 Lm3/jam



Hasil perhitungan biaya tersebut di atas dapat dilihat pada Lampiran 7. c. Harga Satuan Pekerjaan Untuk menghitung satuan biaya pekerjaan adalah Biaya alat rupiah per16



jam dibagi produktivitas alat m3 per-jam Dari kedua analisis di atas maka diperoleh satuan biaya pekerjaan untuk masing-masing



alat



berat



sebagai



berikut :



(Hasil



perhitungan



biaya



selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7) = Rp. 2.561,09/m3 (keadaan gembur)



- Bulldozer tipe D6D



= Rp. 3.329,41/m3 (keadaan padat) = Rp. 6.171,94/m3



- Backhoe



= Rp. 8.825,87/m3 - Roller tipe 815



= Rp. 556,89/m3



- Dumptruck



= Rp. 849,28/m3



Berdasarkan harga satuan pekerjaan alat berat tersebut selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam menghitung biaya seluruh pekerjaan.



Perkiraan Biaya Pekerjaan TPA Yang direncanakan. a. Untuk Pekerjaan dengan Sanitary Landfill Hasil perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan sanitary landfill di TPA Leuwigajah yang direncanakan



adalah sebesar Rp.



12.801.518.322 dengan data selengkapnya seperti pada tabel 3. berikut. Tabel 3.: Rekapitulasi Biaya Pekerjaan Sanitary landfill No



Jenis Pekerjaan



Volume



Satuan



[1]



[2]



[3]



[4]



1 Galian Tanah



Harga Jumlah Biaya Satuan (Rp.) (Rp.) [5] [6]=[3]x[5]



369.048,540



m3



8.825,87



3.257.174.443



2



Pembuatan Jalan Akses (Mac Adam tebal 5cm)



6.984,250



m2



24.078,13



168.167.645



3



Pembuatan Jalan Operasi (Sub Base Patu Belah)



2.385,151



m2



28.943,33



69.034.220



4



Sanitary landfill (Penimbunan dan Pemadatan)



1.042.378,847



m3



8.928,75



9.307.142.014



Total



12.801.518.322



3



Catatan: Biaya per m = [total biaya]/[volume timbunan] = Rp. 12.281,06 Sumber: Hasil Perhitungan



b. Untuk Pekerjaan dengan Open Dumping Hasil perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan open dumping di TPA Leuwigajah yang direncanakan adalah sebesar Rp. 6.096.648.780 dengan



17



data selengkapnya seperti pada tabel 4 berikut. Tabel 4: Rekapitulasi Biaya Pekerjaan Open Dumping yang direncanakan No



Jenis Pekerjaan



[1] [2] A Timbunan Sampah 1



Bulldozer



2



Backhoe Pembuatan Jalan Operasi (Sub Base Patu Belah) Biaya Eksternal



3 B



Volume



Satuan



[3]



[4]



Harga Satuan (Rp.) [5]



Jumlah Biaya (Rp.) [6]=[3]x[5]



673.330,31



m3



2.561,09



1.724.457.340



673.330,31



3



m



6.171,94



4.155.752.283



6.984,25



m2



24.078,13



168,167.645



1.931



org



25.000,00 48.271.513 Total 6.096.648.780 3 Catatan: Biaya per m = [total biaya]/[volume timbunan] = Rp. 9.054,47 Sumber: Hasil Perhitungan



Berdasarkan hasil perhitungan dari kedua sistem pelaksanaan pekerjaan pengelolaan sampah, seperti yang pada table 3 dan tabel 4 di atas, menunjukkan adanya perbedaan dalam biaya harga satuan. Bila digunakan sistem sanitary landfill, biaya yang dibutuhkan untuk setiap m3 sampah adalah sebesar Rp. 10.794,35, sedangkan dengan sistem open dumping biaya yang dibutuhkan untuk setiap m3 sampah adalah sebesar Rp. 9.054,47. Ini berarti biaya sistem sanitary landfill lebih mahal daripada sistem open dumping. Sementara itu perhitungan terhadap biaya existing TPA Leuwigajah yang telah dikerjakan dengan sistem open dumping sejak tahun 1990 sampai tahun 2004, diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 5. Tabel 5.: Rekapitulasi Biaya Pekerjaan Open Dumping yang sudah dilaksanakan dari tahun 1990 - 2004 No



Jenis Pekerjaan



[1] [2] A Timbunan Sampah



Volume



Sat.



Harga Satuan (Rp.)



Jumlah Biaya (Rp.)



[3]



[4]



[5]



[6]=[3]x[5]



1



Bulldozer



22.038.092,00



m3



2.561,09



56.441.465.836



2



Backhoe



22.038.092,00



m3



6.171,94



13.017.717.028



3



Pembuatan Jalan Operasi



1.220,00



m2



24.078,13



29.375.313



B



Biaya Eksternal



436.600.000 192.925.158.177 3 Catatan: Biaya per m = [total biaya]/[volume timbunan] = Rp. 8.754,17 Sumber: Hasil Perhitungan 17.464



18



org



25.000,00 Total



b. Prediksi Pertumbuhan PDRB Kota Bandung Jumlah PDRB (Produk Domestik Regional Brutto) Kota Bandung berdasarkan harga konstan dari BPS Kota Bandung tercatat pada tahun 1993 sebesar Rp. 4.719.952,85



meningkat pada tahun 2002 menjadi Rp.



6.694.331,06. Sedangkan besarnya PDRB perkapita pada tahun 1993 sebesar Rp. 2,618 juta, meningkat pada tahun 2002 menjadi Rp. 3,127 juta. Dalam hal ini untuk perhitungan prediksi dipergunakan atas dasar harga konstan. Berdasarkan PDRB perkapita tahun 1993 sampai dengan tahun 2002, dapat dicari besarnya tingkat pertumbuhan PDRB perkapita rerata. Tabel 7 memperlihatkan hasil perhitungan tingkat pertumbuhan PDRB perkapita, dimana tingkat pertumbuhan PDRB rerata adalah sebesar 1,893%. Tabel 7: Pertumbuhan PDRB Kota Bandung. No.



Tahun



Jumlah PDRB (Jutaan rupiah)



Jumlah Penduduk (Jiwa)



1



1993



4.719.952,85



1.802.993



2,618



2



1994



5.196.500,50



1.816.385



2,861



3



1995



5.443.350,84



1.814.885



2,999



PDRB Perkapita (Jutaan rupiah)



Tingkat Pertumbuhan PDRB (%)



9,285 4,837 5,236 4



1996



5.738.002,63



1.817.939



3,156 2,605



5



1997



5.772.580,00



1.782.466



3,239 -1,310



6



1998



5.773.490,00



1.806.409



3,196



7



1999



6.266.628,44



1.868.913



3,353



8



2000



6.311.150,00



2.036.260



3,099



9



2001



6.612.700,00



2.087.777



3,167



4,911 -7,566 2,193 -1,264 10



2002



6.694.331,06



2.140.598



3,127 Rerata



1,893



Sumber: Hasil Perhitungan Dengan tingkat pertumbuhan PDRB rerata perkapita 1,893% dapat dicari prediksi PDRB perkapita mulai tahun 2003 sampai dengan 2012. Tabel 8 dan Jumlah PDRB Perkapita Tahun 2002 = 3,127



19



Tingkat Pertumbuhan Rerata (r)



= 1,893 % = 0,01893 Ft = Po * (1 + r)t



Pertumbuhan Eksponensial :



Ft = Po * (1,01893)t Keterangan: Ft = jumlah PDRB pada tahun ke n (Rp) Fo = jumlah PDRB pada tahun ke 0 (Rp) r = rerata tingkat pertumbuhan (%) t = tahun Tabel 8: Prediksi PDRB Per Kapita) (dari file data analisa sheet proy.pdrb) Proyeksi PDRB Perkapita No. Tahun (Jutaan Rupiah) 1 2003 3,187 2 2004 3,247 3 2005 3,308 4 2006 3,371 5 2007 3,435 6 2008 3,500 7 2009 3,566 8 2010 3,633 9 2011 3,702 10 2012 3,772 Sumber: Hasil Perhitungan



Hasil perhitungan prediksi memperlihatkan dimana pada tahun 2003 besarnya



PDRB perkapita penduduk kota Bandung adalah Rp. 3,187 juta



meningkat menjadi Rp. 3,772 juta pada tahun 2012.



2 Data Komposisi Sampah Data komposisi sampah diperlukan untuk mengetahui besarnya komposisi sampah yang dapat didaur ulang dan yang dapat dijadikan kompos, makanan ternak dan sisanya sampah terkelola merupakan beban dari TPA. Adapun data yang tersedia rentang 10 (sepuluh) tahun kebelakang, adalah mulai tahun 1993 sampai dengan tahun 2002. Sebagai contoh komposisi sampah terpilah tahun 2002 seperti pada Tabel 9, data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.



20



Tabel 9: Volume Komposisi Sampah Terpilah Eksisting Tahun 2002 Banyaknya Persentase No. Jenis Sampah 3 (m /hari) (%) (1) (2) (3) 1 Organik (Organic) 4.915,22 57,11 2 Kertas (Paper) 958,53 11,14 3 Kaca (Glass) 142,68 1,66 4 Plastik (Plastic) 732,46 8,51 5 Karet (Rubber) 523,19 6,08 6 Logam (Metal) 213,12 2,48 7 Kain (Cloth) 100,72 1,17 8 Lain-lain (Others) 1.020,64 11,86 Jumlah (Total) 8.606,56 100,00 Sumber: PD. Kebersihan Kota Bandung (2002)



Berdasarkan data komposisi sampah tersebut selanjutnya dihitung rerata tingkat pertumbuhan komposisi sampah dari tahun 1993 sampai 2002. Hasil perhitungan tersebut disusun pada Tabel 10 berikut, Tabel 10. Pertumbuhan Komposisi Sampah Rerata Tingkat No. Jenis Sampah Pertumbuhan (%) 1 Organik (Organic) 2,361 2 Kertas (Paper) 4,098 3 Kaca (Glass) 6,574 4 Plastik(Plastic) 13,386 5 Karet (Rubber) 28,335 6 Logam (Metal) 47,979 7 Kain (Cloth) 3,654 8 Lain-lain (Others) 9,836 Sumber: PD. Kebersihan Kota Bandung (2002)



Tabel 10 memperlihatkan bahwa dalam rentang waktu selama 10 tahun sampah organik kecenderungannya turun, sementara jenis sampah lainnya cenderung meningkat.



3 Prediksi volume timbulan sampah Untuk mengetahui besarnya volume timbulan sampah terlebih dahulu dicari prediksi tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun dan prediksi pertumbuhan timbulan sampah perkapita.



21



a. Prediksi tingkat pertumbuhan timbulan sampah Tingkat pertumbuhan timbulan sampah dapat dicari dengan persamaan regresi berganda:



Y = a + b1X1 +b2X2



Keterangan : Y = Tingkat pertumbuhan timbulan sampah perkapita a = Konstanta b1 dan b2 = Koefisien X X1= Tingkat pertumbuhan penduduk per tahun (%) X2= Tingkat pertumbuhan PDRB per tahun (%) Tabel 11: Rerata Jumlah Penduduk, PDRB dan Sampah No



Tahun



Jml. Penduduk (jiwa) 1 1993 1.802.993 2 1994 1.816.385 3 1995 1.814.885 4 1996 1.817.939 5 1997 1.782.466 6 1998 1.806.409 7 1999 1.868.913 8 2000 2.036.260 9 2001 2.087.777 10 2002 2.140.598 Sumber: Hasil Perhitungan



Jml. Penduduk (dalam ribuan) 1.803 1.816 1.815 1.818 1.782 1.806 1.869 2.036 2.088 2.141



PDRB Perkapita (dalam ribuan) 2.618 2.861 2.999 3.156 3.239 3.196 3.353 3.099 3.167 3.127



Volume sampah (m3/hari) 6.469,00 6.760,98 7.022,44 6.890,00 7.034,68 7.689,99 7.775,28 7.930,02 8.011,68 8.606,56



Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan program SPSS diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0, 751X1 + 0.428X2 – 3960,622 Adapun besarnya koefisien korelasi ganda (R) = 0,942 dan koefisien determinasi (R2) = 0,888 atau sebesar 88,8%. Hal ini menunjukkan bahwa timbulan sampah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan PDRB. Dari persamaan regresi Y = 0, 751X1 + 0.428X2 – 3960,622, dengan X1 = 1,966% (tingkat pertumbuhan penduduk per tahun) dan X2 = 1,893% (tingkat pertumbuhan PDRB), maka dapat dihitung besarnya tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun, yaitu sebesar 1,89%.



22



b. Prediksi timbulan sampah perkapita Besarnya timbulan sampah perkapita yang ada diperoleh dari hasil penelitian PD. Kebersihan bekerjasama dengan LIPI dan ITB tahun 2002, yaitu 3,021 l/or/hr. Tabel 12 memperlihatkan hasil prediksi timbulan sampah perkapita. Dimana pada tahun 2003 besarnya timbulan sampah perkapita 3,224 l/or/hr, naik menjadi 3,377 l/or/hr pada tahun 2012. Pertumbuhan Eksponensial : PSt = PSo (1 + i)n i = 1,89% PSo = 3,021 lt/or/hr PSt = Po (1 +0,0189)n = 3,021 (1,0189)n Keterangan: PSt = Besarnya timbulan sampah pada tahun ke t (lt/org/hari) PSo = Besarnya timbulan sampah pada tahun ke 0 (lt/org/hari) i



= Rerata tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun (%)



n



= Tahun Tabel 12: Prediksi Timbulan Sampah Per Kapita



No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Tahun



Timbulan (lt/or/hr)



Sampah



Per



Kapita



2003 3,224 2004 3,279 2005 3,335 2006 3,392 2007 3,450 2008 3,509 2009 3,569 2010 3,630 2011 3,692 2012 3,755 Sumber: Hasil Perhitungan



Selanjutnya prediksi volume timbulan sampah dapat dicari. Tabel 13 memperlihatkan hasil perhitungan prediksi



volume timbulan sampah Kota



Bandung. Dimana tahun 2003 besarnya volume timbulan sampah 7.035,977 m3/hari, naik menjadi 9.765,250 m3/hari pada tahun 2012.



23



Tabel 13: Prediksi Volume Timbulan Sampah Kota Bandung Timbulan Sampah Jumlah Timbulan Sampah Jumlah No. Tahun Kapita Penduduk (org) Per (lt/hr) (m3/hr) (lt/org/hr) (1) (2) (3) (4) (5)=(3)x(4) (6)=(5)/1000 1 2003 2.303.226 7.035.977 7.035,977 3,224 2 2004 2.362.203 7.296.962 7.296,962 3,279 3 2005 2.422.690 7.567.627 7.567,627 3,335 4 2006 2.484.726 7.848.333 7.848,333 3,392 5 2007 2.548.350 8.139.450 8.139,450 3,450 6 2008 2.613.603 8.441.366 8.441,366 3,509 7 2009 2.680.527 8.754.481 8.754,481 3,569 8 2010 2.749.165 9.079.210 9.079,210 3,630 9 2011 2.819.561 9.415.984 9.415,984 3,692 10 2012 2,891,759 9.765.250 9.765,250 3,755 Sumber: Hasil Perhitungan



4 Volume Sampah Masuk Material Recovery Facilities (MRF) Besarnya volume sampah masuk MRF dapat dicari yaitu dengan terlebih dahulu mengetahui besarnya tingkat pelayanan pengelolaan sampah. Besarnya tingkat pelayanan saat sekarang untuk Kota Bandung dapat dilihat pada Tabel 14 antara 72% - 74.7% (PD.Kebersihan, 2002). Tabel 14: Pertumbuhan Tingkat Pelayanan Pengelolaan Sampah Kota Bandung No. Tahun Tingkat Pelayanan (%) Tingkat Pertumbuhan (%) 1



2003



74,70 2,71



2



2002



72,73



3



2001



72,00



4



2000



1,01 0,08 71,94 Rerata Sumber: Hasil Perhitungan



1,259



5 Prediksi Volume Sampah Terkelola di TPA Sampah terkelola adalah sampah yang masuk MRF dikurangi sampah terpilah, yang dibuang ke TPA. Untuk maksud tersebut maka perlu dihitung dulu prediksi sampah terpilah, dalam hal ini prediksi didasarkan data hasil survey



24



lapangan yang dilakukan oleh PD Kebersiah Kota Bandung pada tahun 2002 Dari data terpilah ini dapat diprediksikan untuk waktu 10 tahun kedepan. Tabel 15. memperlihatkan hasil prediksi sampah terpilah. PSt = PSo (1 + i)n Keterangan: PSt = besarnya timbulan sampah pada tahun ke t (lt/org/hari) PSo = besarnya timbulan sampah pada tahun ke 0 (lt/org/hari) i



= rerata tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun (%)



n



= tahun i



= 0,0189 ; Po = 673,77 m3/hr



Po (kering)



= 654,00 m3/hr



Po (basah)



= 19,77 m3/hr



Ft = 673,77 (1 + 0,0189)n Ft = 673,77 (1,0189)n Tabel 15: Prediksi Sampah Terpilah Sampah Terpilah Sampah Kering Sampah Basah No. Tahun (m3/hr) Terpilah (m3/hr) Terpilah (m3/hr) 1 2003 681,32 661,33 19,40 2 2004 688,95 668,73 19,62 3 2005 696,66 676,22 19,84 4 2006 704,7 683,80 20,06 5 2007 712,6 691,46 20,29 6 2008 720,3 699,20 20,51 7 2009 728,0 707,03 20,74 8 2010 736,6 714,95 20,98 9 2011 744,1 722,6 21,21 10 2012 753,5 731,05 21,45 Sumber: Hasil Perhitungan



Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa TPA yang masih menampung sampah Kota Bandung tinggal 2 lokasi, yaitu TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong. TPA Leuwigajah menampung 90 % timbulan sampah Kota Bandung, sisanya 10 % ditampung oleh TPA Jelekong. Tabel



16



memperlihatkan hasil perhitungan prediksi sampah terkelola di TPA Leuwigajah.



25



Tabel 16: Prediksi Sampah Terkelola di TPA Leuwigajah Jumlah Sampah Jumlah No. Tahun Sampah MRF Terpilah (m3/hr) (m3/hr) (m3/hr) (1) (2) (3) (4) (5) 1 2003 7.035,98 5.255,88 681,32 2 2004 7.296,96 5.590,01 688,95 3 2005 7.567,63 5.870,91 696,66 4 2006 7.848,33 6.165,92 704,47 5 2007 8.139,45 6.475,76 712,36 6 2008 8.441,37 6.801,17 720,33 7 2009 8.754,48 7.142,92 728,40 8 2010 9.079,21 7.501,86 736,56 9 2011 9.415,98 7.878,82 744,81 10 2012 9.765,25 8.274,73 753,15



Terkelola (m3/hr) (6)= [(4)-(5)]x0.9 4.117,10 4.410,96 4.656,82 4.915,31 5.187,06 5.472,75 5.773,07 6.088,77 6.420,61 6.769,42



Sumber: Hasil Perhitungan



Tabel 16 memperlihatkan jumlah sampah terkelola yang masuk ke TPA Leuwigajah pada tahun 2003 sebanyak 4.117,102 m3 per hari diprediksi meningkat menjadi 6.769,424 m3 per hari pada tahun 2012.



26



KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Persamaan tingkat pertumbuhan timbulan sampah Y = 0, 751X1 + 0.428X2 – 3960,622, dengan koefisien korelasi ganda (R) = 0,942 dan koefisien determinasi (R2) = 0,888. Dengan besarnya tingkat pertumbuhan penduduk X1 = 1,966% dan tingkat pertumbuhan PDRB X2 = 1,893%, dari persamaan regresi tersebut diperoleh tingkat pertumbuhan timbulan sampah per tahun sebesar 1,89%. Prediksi pertumbuhan timbulan sampah per kapita sebesar 3,224 l/or/hr pada tahun 2003 naik menjadi 3,755 l/or/hr pada tahun 2012. 2. Sampah terkelola yang masuk ke TPA Leuwigajah pada tahun 2004 rata-rata sebesar 4.411 m3/hari, setelah dipadatkan dengan tingkat pemadatan 70% maka volume sampah menjadi 1.323,29 m3/hari sedangkan tanah penutup harian 1/3 dari volume sampah setelah dipadatkan, yaitu sebesar 441,10 m3 /hari. Sehingga volume sel harian menjadi 1.764,38 m3 /hari. 3. Daya tampung lahan TPA Leuwigajah yang belum terkelola seluas 6 Ha, pada tahun 2004, dirancang dengan sistem penimbunan sampah secara sanitary landfill, penimbunan diawali dari elevasi 720 m sampai elevasi 756 m dengan ketinggian lapisan sel harian 2,40 m termasuk tanah penutup. Dimensi lahan sel harian direncanakan seluruh area adalah 36 zone, dengan masing-masing zone mempunyai ukuran berkisar panjang 50 m, lebar 40 m, dan mempunyai sel antara 1 sampai 15 sel, sehingga diperoleh volume daya tampung sebesar 1.042.378,847 m3 dengan umur layanan TPA selama 472 hari. Sedangkan apabila operasional dilakukan secara sistem open dumping, volume daya tampung lahan sebesar 673.330,310 m3 dengan volume sampah setelah dipadatkan 30% sebesar 3.087,670 m3 /hari umur layan TPA menjadi 218 hari. 4. Berdasarkan hasil perhitungan rencana biaya satuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan sanitary landfill setiap m3 sebesar Rp. 12.281,06 sedangkan untuk pekerjaan open dumping sebesar Rp. 9.054,47. Kedua sistem pelaksanaan pengelolaan sampah diatas menunjukan adanya perbedaan yang signifikan dalam biaya harga satuan.



27



DAFTAR PUSTAKA Anas Aly Moch.,1978,Pengenalan Dan Perencanaan Alat-Alat Besar, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta. Apriadji, Wied Harry, 1989,Memproses Sampah, Penebar Swadaya, Jakarta. Arikunto, Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian,Rineka Cipta, Jakarta Badan Pusat Statistik Kota Bandung, 2002, Kota Bandung dalam Angka ( Bandung City in Figures ). Bapeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung,1994, Laporan Akhir Design TPA Lewigajah Damahuri,Enri,1994,Teknik Pembuangan akhir Sampah, Jurusan Teknik Lingkunganj ITB Dimitiou HT,1989,An Integrated Approach to Urban Infranstracture Development, Ohio. Grigg,Neil,1986, Urban Water Infarstructure(Planing, Management and Operations ), John Willey & Sons,Inc,Canada Kodoatie, Robert J., 1995, Analisis Ekonomi Teknik, Andi, Yogyakarta. 2003, Manajemen dan Rekayasa Infrastuktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung , 2000, Laporan Bulanan Pengelolaan Sampah kota Bandung PT United Tractors, 1984, Teknik Dasar Pemilihan Alat-Alat Besar, Jakarta Rochmanhadi, 1992, Alat-Alat Berat Dan Penggunaannya, Dunia Grafika Indonesia. Soemerdi,Tresna,Muslim,Erlinda, Mutia,Sri,2002, Penentuan Lokasi Terbaik Penanganan Sampah di DKI Jakarta dengan Metode Analisis Hierchy Process, Jurusan Teknik Industri FT UI Sudjana, 1996, Metode Statistik,Tarsito, Bandung Syafrudin, 1997, Model Linear Peramalan Kebutuhan Lahan TPA Kota Brebes, Jurusan Teknik Sipil – FT- UNDIP, Semarang



28



29