Analisis Berita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA



: RAMADHANI PUTRA S.



KELAS



: HUKUM III A



NIM



: 2074201001500



ANALISIS BERITA 5W + 1 H “Masih Ada Wetonan, Masih Ada Jaran Kepang” Sumber : Jawa Pos, 15 Maret 2021



1. WHAT Berita berjudul “Masih Ada Wetonan, Masih Ada Jaran Kepang”membahas terkait Desa Wonomulyo . Wartawan Jawa Pos SEPTINDA AYU PRAMITASARI sempat menjajal mi ayam Jawa Tengahan di sana dan bertemu dengan tokoh setempat yang mengeluhkan kian sulitnya mencari anak-anak muda yang mau bermain ludruk atau wayang orang.



2. WHEN Awal Februari >> Tapi, persoalannya, siang itu, awal Februari lalu, saya berada di Ponorogo, yang masuk wilayah Polewali Mandar (Polman), kabupaten yang merupakan bagian dari Sulawesi Barat (Sulbar).



3. WHO  Wartawan Jawa Pos SEPTINDA AYU PRAMITASARI >> Wartawan Jawa Pos SEPTINDA AYU PRAMITASARI sempat menjajal mi ayam Jawa Tengahan di sana dan bertemu dengan tokoh setempat yang mengeluhkan kian sulitnya mencari anak-anak muda yang mau bermain ludruk atau wayang orang.  Edy >> ”Itu Masjid Nurut Taubah, masjid tertua Polewali Mandar. Tempatnya guru besar Imam Lapeo,” kata Edy, driver yang mengantarkan saya, menunjuk masjid megah di sisi kiri jalan saat sudah memasuki Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Polman.



 Tusi >> Generasi pertama orang Jawa di sini sudah tidak ada lagi. Generasi kedua juga bisa dibilang demikian. ”Saya ini merantau, Mbak. Tapi, memang banyak orang Jawa di sini,” tutur Tusi Rahayu, si pemilik warung mi ayam yang berasal dari Semarang.  Raharjo >> Wonomulyo, kata Suharjiman, mantan sekretaris desa Bumiayu, dulu merupakan kawedanan. Kemudian, terjadi pemekaran dan berubah menjadi kecamatan. Mayoritas nama desa di kecamatan itu pun masih bernuansa Jawa. Selain Sidorejo, Sidodadi, dan Bumiayu, ada pula, di antaranya, Bumimulyo, Campurjo, dan Kebunsari.”Di sini (Bumiayu) kebanyakan (penduduknya) dari Tulungagung,” ujar pria 67 tahun itu.



4. WHERE Desa Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar. >> saya berada di Ponorogo, yang masuk wilayah Polewali Mandar (Polman), kabupaten yang merupakan bagian dari Sulawesi Barat (Sulbar). 5. WHY Untuk mendatangi Desa Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar yang masih kental dengan tradisi-tradisinya serta bertemu dengan tokoh setempat,yang mengeluhkan kian sulitnya mencari anak-anak muda yang mau bermain ludruk atau wayang orang. 6. HOW >> Awal Februari lalu, saya berada di Ponorogo, yang masuk wilayah Polewali Mandar (Polman), kabupaten yang merupakan bagian dari Sulawesi Barat (Sulbar). Perjalanan saya mulai dari Pelabuhan Palipi, Kecamatan Sendana, Majene, Sulbar. Tidak banyak transportasi menuju Polman dari tempat itu. Perjalanan saya mulai dari Pelabuhan Palipi, Kecamatan Sendana, Majene, Sulbar. Tidak banyak transportasi menuju Polman dari tempat itu. Satu-satunya transportasi umum yang biasa digunakan adalah petepete (angkutan umum). Dari Sidorejo, Edy dan Marham membawa saya menuju Desa Bumiayu. Melewati Desa Sidodadi, apa yang saya lihat di Sidorejo masih tampak. Tapi, memasuki Bumiayu, tak terlihat lagi rumah-rumah panggung. Semua rumah berupa bangunan modern dengan khas pekarangan. Meski dikenal sebagai Kampung Jawa, penduduk Wonomulyo kini umumnya sudah heterogen. Selain Mandar, ada orang atau keturunan Bugis, Flores, dan Toraja.



Adat dan tradisi Jawa memang masih ada. Tapi, penutur bahasa Jawa makin berkurang. Generasi anak-anak Suharjiman, misalnya, rata-rata menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari.



Semakin heterogennya Wonomulyo yang menjadi penyebab. Bahasa Indonesia tentu lingua franca yang paling gampang diterima berbagai suku di sana.



KESIMPULAN Wartawan Jawa Pos SEPTINDA AYU PRAMITASARI melakukan wawancara terkait tengtang Desa Wonomulyo yang masih memiliki adat dan tradisi yang jawa yang kental. Ia sempat menjajal mi ayam Jawa Tengahan di sana bertemu dan mewawancarai Tusi, Edy serta tokoh setempat yakni Pak Raharjo yang mengeluhkan kian sulitnya mencari anak-anak muda yang mau bermain ludruk atau wayang orang.