Analisis Kasus Bisnis Internasional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KASUS EKSPOR MOBIL INDONESIA KE VIETNAM



UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH BISNIS INTERNASIONAL PENGASUH :Dr. ENDANG E. GIRI, MBM



OLEH : PETRUS YOSEPHIANUS RONALDO MOSA NIM : 1 7 1 1 0 2 0 0 5 0



KONSENTRASI ADMINISTRASI BISNIS PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA KUPANG 2018



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan, serta tuntunan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Analisis Kasus Ekspor Mobil Indonesia ke Vietnam”ini disusun secara sistematis dan komprehensif. Penyusunan makalah ini pun didasarkan pada kajian teoritis terhadap kasus ekspor mobil yang dilakukan Indonesia ke Vietnam. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca akan memperoleh pengetahuan serta pemahaman tentang kasus tersebut dalam lingkup mata kuliah Bisnis Internasional. Komitmen penulis adalah menyusun suatu tulisan berupa makalah yang dapat bermanfaat bagi para pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna tercapainya suatu tulisan yang lebih baik lagi.



Kupang, 29 April 2018



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------------------- i DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------------------------------- ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------------ 1 1.2 Rumusan Masalah -------------------------------------------------------------------------------- 2 1.3 Sistematika Penulisan---------------------------------------------------------------------------- 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sekilas tentang Vietnam dan Industri Otomotifnya ----------------------------------------- 3 2.2 Implikasi Decree 116 ---------------------------------------------------------------------------- 3 2.3 Decree 116 sebagai Suatu Hambatan Perdagangan ----------------------------------------- 4 2.4 Decree 116 : Suatu Bentuk Proteksi ----------------------------------------------------------- 4 2.5 Eksistensi AFTA dan Relevansinya dgn Hambatan Perdagangan Vietnam ------------- 6 2.6 Peningkatan Standar VTA dan Implikasinya------------------------------------------------- 7 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan -------------------------------------------------------------------------------------- 8 3.2 Saran --------------------------------------------------------------------------------------------- 8



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor merupakan kegiatan yang dinilai memiliki kontribusi baik itu dilihat dari perspektif negara maupun pelaku bisnis internasional. Dilihat dari perspektif negara, ekspor adalah salah satu komponen daya saing ekonomi suatu negara untuk menjadi negara maju. Ekspor dapat mencerminkan kemampuan inovasi dan produktivitas suatu negara sehingga penting untuk mendorongnya. Sementara itu, dilihat dari perspektif pelaku bisnis internasional, ekspor menjadi salah satu cara pelaku bisnis atau perusahaan untuk dapat terlibat dalam perdagangan internasional. Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh setiap negara atau perusahaan pun tidak luput dari hambatan. Hambatan yang dimaksud dapat berupa hambatan tarif maupun non tarif. Faktor-faktor penghambat tersebut kemudian perlu diperhitungkan oleh masingmasing negara/perusahaan ketika mengekspor barang dan jasa ke negara lain. Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan kegiatan ekspor. Kegiatan ini tengah gencar dilakukan oleh negara tersebut. Hal ini relevan, seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, yang dikutip dari laman tirto.co.id bahwa dengan ekspor Indonesia dapat menurunkan posisi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Akan tetapi, saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah ekspor, khususnya ekspor mobil ke Vietnam. Hal ini terjadi setelah dikeluarkannya peraturan Decree No. 116/2017/ND-CP (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services) yang mengatur sejumlah persyaratan untuk kelayakan kendaraan termasuk emisi dan keselamatan oleh Vietnam. Hal ini tentu saja menimbulkan persoalan, baik itu untuk negara Republik Indonesia maupun pelaku bisnis internasional di Indonesia yang melakukan ekspor ke negara Vietnam. Pemberlakuan peraturan tersebut berdampak pada defisit neraca perdagangan ekspor Indonesia. Hal tersebut pun bisa terjadi mengingat Vietnam 1



merupakan pasar ekspor yang menjanjikan. Dampak lain yang dirasakan oleh para pelaku bisnis internasional dari Indonesia, khsusnya di bidang otomotif, adalah bahwa mereka berhenti melakukan ekspor mobil ke negeri Paman Ho tersebut. Tentu saja, hal ini merugikan perusahaan otomotif tersebut. Lebih lanjut, masalah ini tentunya menjadi urgent serta menarik untuk dikaji dalam sudut pandang bisnis internasional. Adapun makalah ini dibuat guna mengkaji kasus ekspor mobil Indonesia ke Vietnam dari perspektif bisnis internasional. 1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini tentang bagaimana analisis kasus ekspor mobil Indonesia ke Vietnam dilihat dari perpektif bisnis internasional? 1.3 TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini yakni untuk menganalisis kasus ekspor mobil Indonesia ke Vietnam dilihat dari perpektif bisnis internasional.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 SEKILAS TENTANG VIETNAM DAN INDUSTRI OTOMOTIFNYA Vietnam atau yang bernama resmi Republik Sosialis Vietnam (Cộng Hòa Xã Hội Chủ Nghĩa Việt Nam) merupakan negara paling timur di Semenanjung Indochina di Asia Tenggara. Dengan populasi sekitar 84 juta jiwa, Vietnam adalah negara terpadat nomor 13 di dunia. Vietnam juga termasuk di dalam grup ekonomi "Next Eleven". Negara ini pun telah bergabung dalam lembaga internasional di kawasan Asia Tenggara atau yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 28 Juli 1995. Salah satu industry yang menjadi perhatian negara ini adalah industry otomotif. Bentuk perhatian Vietnam dalam industry otomotif yakni dengan mengeluarkan peraturan Decree 116 yang mengatur tentang ekspor di bidang otomotif. Selain itu, bentuk perhatian lain negara ini dalam bidang otomotif yakni dengan memproduksi mobil dalam negeri. Seperti yang dikutip dari laman tirto.co.id, sebuah perusahaan lokal Vietnam Vingroup JSC berinvestasi US$3,5 miliar untuk membangun pabrik dan pusat penelitian-pengembangan mobil sedan, SUV, dan mobil listrik. 2.2 IMPLIKASI DECREE 116 TERHADAP INDONESIA DAN PELAKU BISNIS INTERNASIONAL (EKSPORTIR MOBIL) DI INDONESIA. Vietnam merupakan negara yang mengimpor mobil dari berbagai negara, yang salah satunya berasal dari Indonesia. Bagi Indonesia sendiri, Vietnam merupakan pasar ekspor otomotif yang menjanjikan. Berdasarkan data BPS, ekspor mobil penumpang asal Indonesia ke Vietnam pada bulan Januari–November 2017 tercatat sebesar USD 241,2 juta. Nilai ini meningkat 1.256,5 persen (YoY) dibandingkan tahun 2016 yang sebesar US$ 17,782 juta. Kondisi ini pun telah menjadikan Indonesia menempati peringkat ke-3 negara pengekspor mobil penumpang ke Vietnam setelah Thailand dan China dengan pangsa pasar 13,12 persen. Peraturan Decree 116 yang dikeluarkan pemerintah Vietnam tentu saja menimbulkan persoalan bagi negara Indonesia pada umumnya dan bagi pelaku bisnis internasional (eksportir mobil) khususnya. Decree 116 mengakibatkan pelaku bisnis internasional (eksportir mobil) menghentikan ekspor ke Vietnam. Oleh karena ekspor dihentikan, tentu saja tingkat penjualan mobil menurun dan berakibat pada penurunan laba perusahaan otomotif yang bersangkutan. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka perusahaan akan kehilangan pangsa pasarnya sehingga menuntut perusahaan untuk



3



berpikir lebih keras untuk mencari pangsa pasar lain di luar negeri demi menjaga tingkat pendapatan perusahaan. Implikasi lanjutan bagi negara Indonesia adalah bahwa ketika pihak eksportir berhenti melakukan ekspor, maka akan berdampak neraca perdagangan Indonesia. Pemberhentian ekspor bisa saja menyebabkan defisit neraca perdagangan. Hal ini tentu saja tidak baik untuk negara Indonesia. 2.3 DECREE 116 SEBAGAI SUATU BENTUK HAMBATAN PERDAGANGAN Lancar tidaknya suatu bentuk perdagangan internasional turut dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya kekuatan hukum, kekuatan politik, kekuatan sosio-kultural, ekonomi dan sosioekonomi. Kekuatan-kekuatan tersebut berpengaruh signifikan terhadap perusahaan baik di tingkat operasional maupun tingkat manajemen. Hal ini pun turut dirasakan oleh perusahaan atau pelaku bisnis internasional (eksportir mobil) di Indonesia. Adapun faktor yang berpengaruh signifikan terhadap mereka adalah faktor politik dan hukum (khususnya hambatan perdagangan). Decree 116 yang dibuat oleh pemerintah Vietnam merupakan bukti empiric pengaruh kekuatan hukum dan politik terhadap bisnis internasional. Bukti empiric tersebut secara jelas menunjukkan bahwa adanya hambatan perdagangan yang dibuat oleh pemerintah Vietnam. Hambatan perdagangan yang paling relevan di sini yakni hambatan non tariff, khususnya non kuantitatif. Seperti yang dikatakan oleh Bill, dkk (2014) bahwa hambatan nontariff adalah segala bentuk diskriminasi terhadap barang impor selain bea impor. Adapun klasifikasi atau kelompok hambatan non tariff non kuantitatif yang relevan dengan kasus ini, seperti yang dikatakan Bill dkk (2014), yakni menyangkut standar. Lalu, sebuah pertanyaan muncul dengan diciptakannnya hambatan perdagangan tersebut. Pertanyaannya adalah apakah hambatan perdagangan yang dibuat Vietnam murni merupakan proteksi atau tidak? Penjelasan terkait hal tersebut akan disampaikan pada bagian berikut. 2.4 DECREE 116 : SUATU BENTUK PROTEKSI? Decree 116 yang dibuat oleh pemerintah Vietnam jelas merupakan hambatan perdagangan, khususnya hambatan non-tarif non kuantitatif. Namun, apakah itu bertujuan untuk proteksi atau tidak?



4



Jawaban atas pernyataan tersebut adalah memang Vietnam diindikasi melakukan proteksi. Beberapa alasan yang relevan untuk menjelaskan hal tersebut di antaranya: a) Secara teoritis, hambatan non tariff non kuantitatif merupakan hambatan yang paling signifikan. Pemerintah menetapkan hambatan non tariff untuk memperoleh proteksi yang sebelumnya didapatkan dari bea impor (Bill, dkk., 2014). Pernyataan teori tersebut dapat dikatakan relevan apabila dikaitkan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) yakni Oke Nurwan seperti yang dilansir dari tirto.co.id. “Oke mengaku tak mengetahui secara jelas mengapa Vietnam menerbitkan kebijakan baru tersebut. Padahal ketentuan standardisasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia terhadap mobil penumpang utuh untuk ekspor sudah mendukung dan lengkap. Selain itu, sertifikasi yang dilakukan otoritas di Vietnam dan Indonesia menggunakan proses dan peralatan uji yang sama. Jika melihat situasi itu, tentunya tidak menutup kemungkinan, Vietnam memang sengaja mengeluarkan hambatan nontarif.” b) Pemerintah Vietnam ingin memproduksi mobil sendiri. Seperti yang dikutip dari laman tirto.co.id, sebuah perusahaan lokal Vietnam Vingroup JSC berinvestasi US$3,5 miliar untuk membangun pabrik dan pusat penelitian-pengembangan mobil sedan, SUV, dan mobil listrik. Kebijakan ini muncul karena Vietnam masih tertinggal dalam hal kandungan lokal dan biaya produksi mobil yang masih tinggi. Tentu saja langkah proteksi diperlukan agar rencana tersebut dapat terlaksana dengan baik. Salah satunya adalah dengan dikeluarkan Decree 116. c) Penetapan standar VTA terbaru yang dikeluarkan oleh Vietnam melalui peraturan Decree 116 merupakan bentuk proteksi terhadap penduduk negara tersebut. Isi peraturan Decree 116 yakni mensyaratkan peningkatan standar VTA. Jelas hal tersebut merupakan bentuk proteksi apabila dikaitkan dengan penjelasan teoritis. Seperi yang dikatakan Bill, dkk (2014) bahwa salah satu kelompok hambatan non tariff non kuantitatif adalah standar. Baik standar pemerintah maupun swasta ditujukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan penduduk di sebuah negara.



5



d) Pembatasan



perdagangan



sebagai



bentuk



proteksi



bertujuan



untuk



meningkatkan neraca perdagangan. Bill, dkk. (2014) menyatakan bahwa argument lain termasuk penggunaan proteksi atas impor untuk meningkatkan neraca perdagangan. Pernyataan tersebut relevan apabila dikaitkan dengan aktivitas impor di bidang otomotif di negara Vietnam. Artinya, Vietnam membatasi impor demi menjaga neraca perdagangan negara tersebut agar tidak mengalami defisit, yang diakibatkan tingginya aktivitas impor khususnya di bidang otomotif. e) Seperti yang dikutip dari laman tirto.co.id, sikap proteksionis Vietnam tersebut merupakan bentuk reaksi oleh karena tariff impor atau bea masuk mobil utuh di negara-negara ASEAN diturunkan dari 40% menjadi 30% pada awal Januari 2018. f) Ideologi negara dapat menjadi faktor lain yang menyebabkan adanya proteksi, meskipun tidak begitu signifikan. Vietnam merupakan negara sosialis. Sosialisme yakni paham yang mendukung kepemilikan dan pengawasan pemerintah terhadap faktor produksi mendasar, distribusi, dan juga pertukarannya (Bill, dkk., 2014). Diberlakukannya peraturan Decree 116 dapat dikatakan sebagai wujud konkret pelaksanaan ideology negara tersebut. 2.5 EKSISTENSI



AFTA



DAN



RELEVANSINYA



DENGAN



HAMBATAN



PERDAGANGAN VIETNAM AFTA (ASEAN Free Trade Area) merupakan salah satu lembaga internasional yang mendukung terciptanya iklim kondusif bagi bisnis internasional di wilayah Asia Tenggara. Namun, eksistensi lembaga tersebut dapat dikatakan belum signifikan dalam berbagai aspek. Eksistensi AFTA memang memberikan kontribusi dalam hal mengurangi hambatan perdagangan, khususnya hambatan tariff. Akan tetapi, dampak signifikan lain dalam hal hambatan non tariff belum dirasakan. Hambatan arus barang dan perdagangan antarnegara ASEAN lainnya masih terjadi. Hal ini seperti yang terjadi di Vietnam mengeluarkan kebijakan terkait mobil impor, dan membuat ekspor mobil Indonesia terancam terhenti ke Negeri Paman Ho (dikutip dari laman tirto.co.id).



6



Dengan adanya persoalan tersebut, tentu saja peran lembaga internasional seperti AFTA sangat diperlukan. Sebab, hal tersebut akan berdampak pada terciptanya iklim yang kondusif bagi perdagangan internasional. 2.6 PENINGKATAN



STANDAR



VTA



(VEHIVLE



TYPE



APPROVAL)



DAN



IMPLIKASINYA BAGI PELAKU BISNIS INTERNASIONAL INDONESIA Hambatan perdagangan yang diciptakan oleh Vietnam tentu menuntut adanya adaptasi yang perlu dilakukan oleh tiap negara mitra bisnis, salah satunya Indonesia. Langkah yang diambil Indonesia adalah dengan meningkatkan standar VTA. Cara tersebut memang positif untuk beberapa alasan. Pertama, dengan cara itu menyelamatkan aktivitas ekspor yang sebelumnya terhenti. Kedua, daya saing nasional dapat meningkat. Daya saing nasional menyangkut kemampuan relative sebuah negara untuk merancang, memproduksi, mendistribusikan, atau memberikan pelayanan produk dalam konteks perdagangan internasional seraya mendapatkan kenaikan tingkat pengembalian pada sumber dayanya. Daya saing dalam hal ini lebih focus pada kualitas mobil yang diekspor. Akan tetapi, peningkatan standar tersebut memiliki dampak berbeda bagi pelaku bisnis internasional. Peningkatan standar berarti peningkatan biaya. Sebab, peningkatan kapasitas produk yang dihasilkan tentu saja membutuhkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, khsususnya biaya produksi. Biaya yang meningkat tentu berpengaruh pada pendapatan perusahaan. Lebih lanjut, kebijakan peningkatan standar VTA membutuhkan pertimbangan maupun perundingan baik dari pemerintah maupun perusahaan yang dalam hal ini tergabung dalam Gaikindo. Kebijakan yang dihasilkan haruslah menguntungkan berbagai pihak.



7



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN 1. Decree 116 menyebabkan ekspor mobil dari Indonesia terhenti. 2. Decree 116 merupakan hambatan perdagangan non tariff non kuantitatif yang ditetapkan oleh pemerintah Vietnam untuk tujuan proteksi. 3. Eksistensi AFTA terbatas pada mengatasi hambatan tariff, sehingga hambatan non tariff masih terjadi. 4. Peningkatan kapasitas VTA memerlukan pertimbangan dan perundingan pemerintah dan pelaku bisnis yang bersangkutan.



3.2 SARAN Makalah ini berisikan pokok bahasan “Analisis Kasus Ekspor Mobil Indonesia ke Vietnam” dalam perspektif Bisnis Internasional. Para pembaca yang ingin memperoleh informasi pokok bahasan tersebut disarankan untuk menjadikan makalah ini sebagai salah satu sumber referensi sebagai bahan rujukan guna menambah wawasan.



8



DAFTAR PUSTAKA Bill, dkk. 2014. Bisnis Internasional. Penerbit Salemba Empat : Jakarta Http://www.kompas.co.id-ekspor mobil dari Indonesia ke Vietnam hilang Http://www.kompas.co.id-ekspor mobil mobil ke Vietnam terancam terhenti, Indonesia lakukan lobi Http://www.liputan6.com-RI terancam tak bisa ekspor mobil ke Vietnam Http://www.tirto.co.id-mengapa Vietnam ngotot menghambat ekspor mobil Indonesia? Http://www.wikipedia.org-Vietnam



9