ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA MAGGOT 45 (AutoRecovered) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA MAGGOT ( Hermetia illucens) STUDI KASUS RUMAH MAGGOT TPA BLONDO KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG



PROPOSAL SKRIPSI



Oleh : Sholicha Choirunnisa 19104011082



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2023



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk 275,77 juta jiwa berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2022. Jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Saat populasi meningkat, tingkat konsumsi manusia juga meningkat. Hal ini menyebabkan sampah yang dihasilkan juga bertambah. Sampah memiliki banyak dampak negatif apabila sampah tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan. sampah yang dibuang sembarangan dapat mencemari tanah, air dan udara. Jika terus menerus kebiasaan tersebut dilanjutkan akan merusak ekosistem serta menyebabkan berbagai penyakit yang menganggu kesehatan. Menurut Wolkd Healt Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi tau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan senderinya (Chandra,2006). Berdasarkan data dari Sistem Informatika Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2022 jumlah timbunan sampah di Indonesia sebanyak 20.298.74,21 ton. Pada timbunan sampah tersebut komposisi sampah berdasarkan jenis sampah terbanyak yaitu sampah sisa makanan dengan presentase 41,1% , sedangkan komposisi sampah berdasarkan sumber sampah paling banyak bersumber dari rumah tangga sebesar 39,9% . Sampah sisa makanan ini merupakan sampah organic dan dapat didaur ulang dan dimanfaatkan agar penumpukan sampah di TPA dapat ditanggulangi. Salah satu cara penagnggulangan yang dilakukan yaitu dengan budidaya maggot. Maggot marupakan lalat jenis Black Soldier Fly yang mempunyain ukuran lebih besar dari lalat lainnya, jenis lalat ini tidak menimbulkan penyakit karena masa hidupnya hanya untuk kawin dan bereproduksi. Larfa BSF atau Maggot sangat cocok digunakan sebagai teknologi pengolahan berbagai sambah organic berbasis serangga. Teknologi ini adalah salah satu bentuk pengelolaan sampah melalui konsep 3R (Reduce, Reusem Recycle” penanganan sampah yang terdiri dari 3 unsur yaitu menggurangi, menggunakan ukang, dan mendaur ulang.



1



2



Maggot mampu mendekomposisikan sampah organic selama 10-11 hari dengan menghasilkan nilai tambah beupa pupuk kompos, biomassa larva atau prepupa berpotensi sebagai bakan yang bernutrisi baik. Maggot BSF memiliki kandungan protein 31,44-33,88% dan lemak 30,07-34,39% dapat digunakan sebagai pakan hewan ternak seperti ikan, unggas, dan hewan ternak lain (Monita et al., 2017). Timbunan sampah di Kabupaten Semarang pada tahun 2022 sebanyak 193.421,53 ton sampah dengan volume timbunan sampah harian sebanyak 529.92 ton (SIPSN, 2022). Sampah tersebut merupakan kiriman dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang kemudian di buang di TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Salah satu upaya untuk menangani sampah yang ada di TPA Blondo Kabupaten Semarang mendirikan Rumah Maggot pada tahun 2019 yang bekerja sama dengan Relawan Lintas Komunitas Kabupaten Semarang sebagai tempat budidaya maggot dengan mengolah sampah-sampah organik menjadi pakan maggot. Maggot adalah larva lalat BSF (Black Soldier Fly) larva ini dapat dimanfaatkan sebagai pengurai sampah yang ada di TPS Blondo selain itu dapat dijadikan pakan alternative ternak baik itu unggas maupun ikan. Budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo diharapkan dapat membantu umur teknis TPA Blondo. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Inonesie tenteng Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pada pasal 36 ayat 2 mengatakan bahwa umur tenis TPA paling sedikit 10 (sepuluh) tahun. Budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang sebanyak 500-1000 kg sampah organik yang digunakan sebagai pakan maggot dalam satu hari. Dalam satu hari Rumah Maggot TPA Blondo dapat menghasilkan 500 kg maggot. Penelitian ini ditujukan untuk meninjau bagaimana usaha budidaya maggot di TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang sebagai peluang bisnis dan tingkat kelayakan usaha budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.



3



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Berapakah besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan dari budidaya maggot (Hermetia illucens) di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang? 2. Bagaimana kelayakan usaha budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang (Hermetia illucens) di tinjau dari BEP unit, BEP rupiah, dan R/C? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan dari budidaya maggot (Hermetia illucens) di TPA Blondo Kecamatan Bawan Kabupaten Semarang 2. Mengetahui kelayakan usaha budidaya maggot (Hermetia illucens) di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang ditinjau dari BEP unit, BEP rupiah, dan tingkat R/C 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan oleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pngetahuan baru khususnya dalam budidaya maggot dan mlatih kemampuan dalam analisis data. 2. Bagi pemerintah dan Lembaga Terkait Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan usaha budidaya maggot. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mngenai topik penelitian dan referensi/rujukan selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Black Soldier Fly Maggot BSF atau black soldier fly merupakan jenis lalat yang cukup efektif digunakan sebagai agen dalam dekomposisi sampah organik (Nurhayati et al., 2020). Lalat black soldier fly (BSF) berasal dari daerah subtropis di benua Amerika. Maggot dapat dijadikan pakan ternak kandungan protein maggot mencapai 40%. Kadar protein tersebut lebih tinggi dibangingkan dengan kadar protein pelet untuk ikan sebesar 20-25%. Protein pada pakan ternak mempunyai fungsi untuk mempercepat pertumbuhan dan menjaga imunitas ternak dari berbagai penyakit. Maggot juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan (Dewantoro & Efendi, 2018) Menurut Wahyuni et al. (2021) Maggot Black Soldier Fly memiliki klasifikasi sebagai berikut :



Hermetia



Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthopoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Stratiomydae



Family



: Stratiomydae



Subfamilly



: Hermetiinae



Genus



: Hermetia



Spesies



: Hermetia illucens



illucens



merupakan



serangga



homometapola



atau



metamorphosis sempurna yaitu hewan yang melalui fase telur, larva, pupa dan imago atau dewasa. Larva BSF terdiri dari 11 segen yang ditutupi bulu. Warna larva BSF yaitu putih krem atau coklat muda setelah berubah menjadi kepompong warna tersebut akan berubah menjadi coklat tua. Lalat dewasa berwarna hitam panjangnya mencapai 13-20 mm, memiliki dua antenna Panjang, satu pasang sayap , tiga pasang kaki. Lalat jantan



4



5



lebih keil dari pada lalat betina. Selain itu lalat betina memiliki saluran berbentuk seperti tabung yang dapat ditarik (Tomberlin et al., 2002) 2.1.1. Siklus Hidup Maggot BSF Menurtut lalat BSF (Black Soldier Fly) merupakan serangga yang mempunyai silus hidup dengan cara bermetamorfosa. BSF memiliki fase lalat yang lebih pendek dibandingkan fase maggotnya, hal ini berbeda dari lalat hijau yang mempunyai fase hidup lalat lebih lama. Berikut adalah siklus hidup Black Soldier Fly : Gambar 2.1 Siklus Hidup Black Soldier Fly Lalat BSF



pupa



telur BSF



Prepupa



Larva



Larva dewasa Sumber : Wahyu et al., 2021 Silus hidup BSF dari telur hingga lalat dewasa membutuhkan waktu 40-43 hari, tergantung pada kondisi lingkungan dan pakan. Fase lalat merupakan fase yang sangat singkat. Lalat BSF tidak makan melainkan hanya minum sehingga lalat jenis ini tidak berbahasa seperti lalat hijau. Lalat BSF akan menghasilkan telur setelah 2 sampai dengan 3 hari masa kawin. Lalat betina akan mati setelah bertelur, sedangkan lalat jantan mati setelah kawin. Jumlah terlu yang dapat diproduksi kurang lebih 546-1.505 butir dalam bentuk masa telur. Berat massa telur brkisar 15,8-19 mg dengan berat individu telur 0,025-0,030 mg. Mmbutuhkan waktu 3-4 hari



6



untuk telur menetas, warna telur berwarna putih. Telur yang menetas akan berwarna putih kekuningan (Tomberlin & Sheppard, 2002). Setelah menetas telur akan menjadi larva/maggot instar satu dan berkembang sampai larva instar enam membutuhkan waktu 22-24 hari dengan rata-rata 18-21 hari (Barros-Cordeiro et al., 2014). Maggot yang baru menetas berukuran 2 mm, akan terus berkembang hingga 5 mm. Maggot akan mengalami ganti kulit dan berkembang hingga panjamgnya ± 20-25 mm. Selanjutnya adalah fase prepupa dimana maggot yang berumur 18-21 hari akan berhenti makan, mencari area kering dan berwarna hitam untuk menuju fase pupa. Fase pupa membutuhkan waktu 7 hari sebelum menjadi lalat BSF. 2.2. Budidaya Maggot 2.2.1. Unit-unit Budidaya Maggot BSF Sebelum melakukan budidaya maggot menurut Dortmans et al (2017) untuk melakukan budidaya diperlukan sarana dan prasarana sebagai berikut : a. Unit Pembiakan Masal BSF Unit pembiakan masal ini digunakan untuk memelihara karva-larva kecil agar selalu tersedia dengan jumlah yang konsistn dan dapat digunakan untuk mengolah sampah organic yang dating setiap harinya. Dalam unit pembiakan masal ini, jumlah larva yag menetas dibatasi dalam jumlah tertentu untuk menjamin kestabilan pembiakan populasinya. b. Unit Penerimaan Sampah dan Pra-pengolahan Unit penerimaan dan pra-pengolahan ini bertujuan untuk mmengontrol sampah dari material berbahaya dan bahan non-orgaik. Pada unit ini sampah yang diterima akan diproses dengan memperkecil ukuran partikel sampah, mengurangi kadar air jika tingkat kelembabannya terlalu tinggi, dan/atau mencampur beragam jenis sampah organik untuk menghasilkan pakan yang seimbang nutrisinya.



7



c. Unit Pengolahan Sampah dengan BSF Unit pengolahan sampah dengan BSF merupakan tempat dimana larva/maggotdari unit pembiakan diberi makan sampah organik sampai masuk pada fase maggot dewas d. Unit Panen Produk Unit panen produk digunakan untuk panen maggot yang sudah cukup untuk dipanen atau tepat sebelum menjadi prepupa, maggot ini diambil dar unit pengolahan sampah dengan BSF. Residu sampah yang tertinggal di unit pengolahan sampah dengan BSF juga merupakan salah satu produk yang bernilai ekonomi. e. Unit Pasca Pengolahan Unit pasca pengolahan merupakan sarana yang dapat ditambah apabila diperlukan untuk pengolahan lanjutan dari maggot dan residu sampah tersebut. 2.2.2. Budidaya Maggot BSF a. Koleksi Telur BSF Koleksi telur di lakukan di kendang BSF dengan mempersiapan bak berdiameter 33 cm yang sudah diisi dengan media koleksi berupa bungkil kelapa sawit 0,5 – 1 kg yang sudah difermentasi dengan 1 – 2 liter air. Media koleksi ditutup dengan kawat peyangga. Setiap bak akan diletakkan 5 – 6 susun papan kayu berukuran 20 cm x 2 x 0,5 cm yang diikat dengan karet gelang yang diberi paku payung untuk menciptakan celah sehingga BSF dapat menyimpan telur. Setelah dua hari telur-telur maggot bisa diambil untuk ditetaskan (Melta, 2018). b. Penetasan Telur BSF Penetasan



telur



dilakukan



dengan



memanen



telur



dngan



menggunakan pisau dengan cara menggoreskan ujung pisau ke dasar kayu yang ada telur BSF. Media tetas yang digunakan berupa pakan ayam broiler fase starter atau tipe 511 dengan takaran (1000 gr) dituangkan ke bak penetasan ditambah air sampai kondisi lembek. Kemudian telur Hermrtia illuens diletakan diatasmya dengan diberi



8



alas kertas kecil. Larva yang menetas akan gidup pada media penetas selama 6 hari, setelah ini dipindahkan pada media (Wahyuni et al., 2021). c. Pengolahan Sampah Pakan Larva Larva atau maggot pada umumnya sangat toleran terhadap jenis makanannya, berikut adalah macam-majam jenis sampah organik sebagai pakan maggot BSF :



Tabel 2.2.2 Macam-macam Jenis Sampah Organik sebagai Pakan Maggot BSF



Sampah



Sampah



Perkotaan



Agro-industri



Pupuk dan feses



Sampah



Sampah pengolahan



Kotoran Unggas



organik perkotaan



makanan



Kotoran babi



Sampah makanan



Biji-bijian



Kotoran manusia



dan restoran



bekas pakai



Lumpur tinja



Sampah pasar



Sampah rumah potong hewan



Sumber : Dortmans et al (2017) Setelah menerima sampah sampah dipilah untuk memastikan tidak ada material berbahaya dan bahan non-organik yang terkandung didalamnya. Selanjutnya mengecilkan ukuran sampah dengan mesin pencacah atau mesin palu pabrik (hammer mill). Sampah dihancurkan hingga ukuran diameter ± 1 – 2 cm. jika sampah yang dihancurkan memiliki kandungan air diatas 80% maka sampah harus dikurangi kadar airnya atau dicampurkan dengan sumber sampah lain. Jika kandungan air dibawah 70% maka perlu ditambah air (Dortmans et al., 2017). d. Pembesaran Maggot BSF



9



Sampah yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam bak/rak pembesaran dengan ketebalan sampai melebihi 10 cm. Memindahkan maggot ke dalam bak/rak pembesaran atau biopond. Maggot ditebar pada bak/rak pembesaran secara merata. Sampah-sampah organik ditambahkan satu atau dua hari sekali, kondisi media pertumbuhan perlu diperhatikan seperti tidak terlalu basah, tidak terlalu kering dn tidak terlalu tebal. Suhu ideal pembesaran maggot yaitu kisaran suhu 28 – 30ºC. Maggot BSF dipelihara hingga 10-18 hari untuk siap dipanen, 10 – 15% maggot disisakan untuk dijadikan prepupa dan pupa. kondisi prepupa ditandai dengan maggot mulai menghitam (Nugroho et al., 2022). e. Pemanenan Maggot Pemanenan adalah proses pemisaham maggot dengan resdiu. Hal ini dilakukan dengam shaking sieve (ayakan bergetar) manual maupun otomatis sehingga maggot dapat dengan mudah dipisahkan dari residu (Dortmans et al., 2017) f. Pemanenan Prepupa dan Pupa Pemanenan prepupa dan pupa sama dengan pemanenan maggot dengan memisahkan sampah-sampah organik dan anorganik dengan menggunakan ayakan besar. Selanjutnya melakukan pemeliharaan maggot tahap kedua, yaitu penambahan nutrient maggot untuk memasuki tahap prepupa. Prepupa akan meninggalkan sumber makanan dengan sendirinya sesaat setelah menjadi prepupa (selfharvest). Prepupa yang telah meninggalkan sumber pakan ditandai dengan warna tubuh yang kecoklatan dan prepupa dapat dipanen untuk dipindahkan ke wadah pupa (Fahmi, 2018). g. Penanganan Pupa Penanganan pupa yaitu dengan memasukkan bak yang sudah terisi pupa kedalam kendang indukan dan didalamnya dijaga suhu dan kelembapanya media (Wahyuni et al., 2021).



10



h. Penanganan Lalat BSF Pupa akan dimasukan ke kendang lalat untuk bermetamorfosis menjadi lalat. Setelah bermetamorfosis lalat tidak makan hanya memerlukan air, cahaya, serta substrat/media untuk bertengger. Serangga yang berumur 3 – 5 hari akan melakukan proses kawin dibawah intensitas cahaya yang tinggi. Serangga betina akan meletakkan telurnya pada wadah yang dilengkapi dengan substrat. Tingkat kelembapan harus dipertahamkan antara 60 – 70% (Fahmi, 2018). 2.3. Usahatani Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya. Usahatani dilaksanakan agar petani memperoleh keuntungan secara terus menerus dan bersifat komersial. kegiatan usahatani bisanya berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang apa, kapan, dimana, dan berapa besar usahatani itu dijalankan (suratiyah, 2015). 2.4. Biaya Usahatani Biaya usahatani adalah nilai dari seluruh sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Biaya eksplisit merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan dari petani untuk membeli atau menyewa input yang dibutuhkan dalam produksi seperti biaya bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya implisit mengau pada nilai input yang dimiliki petani dan dipergunakan untuk proses produksinya sendiri seperti biaya penyusutan alat, tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan. Menurut Soekartawi (2016) biaya usahatani diklasifikasikan menjadi: 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya yang dalam periode waktu tertentu jumlahnya tetap, tidak bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Contohmya, penyusutan peralatan, sewa lahan, dan pajak tanah.



11



2. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar pula jumlah biaya variablenya. Contohnya, biaya pupuk, bibit, pestisida, dan upah tenaga kerja yang harus dibayar berdasarkan jumlah produkasi yang dihasilkan. 3. Biaya Total (Total Cost) Jumlah seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani untuk menghasilkan sejumlah produksi dalam suatu periode tertentu. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:



TC = FC + VC Keterangan : TC = Biaya Total FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel 2.5. Penerimaan Peberimaan adalah jumlah produksi yang diperoleh dikalikan dengan harga produksi dengan satuan rupiah. Semakin besar jumlah produk yang dihasilkan dan berhasil dijual maka semakin besar pula penerimaannya (suratiyah, 2015). Secara sitematis dapat dirumuskan sebagai berikut :



TR = Y .Py Keterangan : TR



= Total Penerimaan



Y



= Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani



Py



= Harga produksi



2.6. Pendapatan



12



Menurut Soekartawi (2016) pendapatan adalah selisih dari seluruh penerimaan dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan di rumuskan sebagai beriku : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Biaya total 2.7. Analisis Kelayakan Usahatani Analisis kelayakan usahatani adalah upaya untuk mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis usaha, dengan melihat beberapa parameter atau kriteria kelayakan tertentu. Dengan demikian suatu usaha dikatakan layak kalua keuntungan yang diperoleh dapat menutup seluruh biaya yang dikeluakan, baik biaya langsung maupun biaya yang tidak langsung (Waldi,2017). 2.8. BEP (Break Event Point) BEP (Break Event Point) merupakan suatu kondisi dimana dalam suatu udsaha tidak mendapat keuntungan dan juga tidak menderita kerugian. dengan kata lain, antara pendapatan dan biaya pada kondisi yang sama, sehingga labanya adalah nol (Mahuho et al., 2021). Secara matematis, BEP dapat dihitung dengan dua cara : a. BEP Unit BEP unit =



𝑭𝑪 𝑷−𝑽



Keterangan : FC = Biaya tetap P = Harga jual VC = Biaya variabel b. BEP Rupiah BEP rupiah =



𝑭𝑪 𝑽𝑪



𝟏− 𝑷



13



Keterangan : FC = Biaya tetap P = Harga jual VC = Biaya variable 2.9. R/C Ratio Revenue Cost Ratio (R/C) merupakan perbandingan antara pererimaan dan total biaya per usahatani (Suratiyah,2015). R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :



R/C =



𝐓𝐑 𝐓𝐂



Keterangan : R/C = Revenue Cost Ratio TR = Total penerimaan TC = Biaya total Kriteria Kelayakan usaha :



R/C > 1 = Usaha layak R/C < 1 = Usaha belum layak R/C = 1 = Impas



2.10. Penelitian Terdahulu Berdasarkan pada penelitian Satria (2021) yang berjudul Analisis Keuntungan Usaha Budidaya Maggot BSF Sebagai Pakan Alternatif Unggas Pada Usaha Bapak Endy di Pauh Duo, Solok Selatan, menyatakan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan selama 3 bulan produksi sebesar Rp. 5.653.400 dan penerimaan yang diterima sebesar Rp. 10.740.000. Total keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 5.086.600. Usaha budidaya maggot BSF tersebut memiliki R/C ratio sebesar 1,9 artinya apabila R/C ratio > 1 maka usaha tersbut menguntungkan atau layak. Dalam Penelitian Ulya dan Dewi (2022) yang berjudul Analisis Profitabilitas Budidaya Maggot di TPS 3R Barokah Nglanggeren Patuk Gunung Kidul Jogjakarta, menyatakan bahwa total biaya yang dibutuhkan dalam satu bulan atau dua kali produksi adalah sebesar Rp. 2. 687.666. total



14



penerimaan dalam satu bulan sebesar Rp. 5.550.000, kegiatan usaha budidaya maggot di TPS 3R Barokah Nglaangren merupakan usaha yang menguntungkan dengan rata-rata pndapatan atas biaya produksi sebesai Rp. 2.862.333 per bulan dalam dua kali produksi. Tingkat profitabilitas yang diperoleh dari usaha budidaya maggot tersebut sebesar 51,57%. 2.11. Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian yang kebenarannta masih diuji (Sugiyono, 2013). Berdasarkan tinjauan Pustaka dan landasan teori, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut : 1. Diduga usaha budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang memperoleh penerimaan dan pendapatan yang positif. 2. Diduga usaha budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo kecamatan Bawen Kabupaten Semarang layak diusahakan ditinjau dari R/C ratio.



15



2.12. Kerangka Berpikir



Gambar 2. Kerangka Pikiran



BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitaif yaitu suatu metode dalam penelitian yang dilakukan untuk memberikan jawaban terhadap suatu masalah dan mendapatkan informasi yang lebih luas tentang suatu fenomena dengan tahapan-tahapan pendekatan kuantitatif (Paramita et al.,2021). 3.2. Metode Pengambilan Sampel Lokasi Penelitian Pengambilan sampel lokasi dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel atas dasar penilaian atau pertimbangan peneliti, dimana sampel dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian (Sugiyono, 2013). Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan, lokasi tersebut sesuai dengan topik penelitian dimana Rumah Maggot TPA Blondo merupakan unit usaha dalam penangulangan sampah dengan maggot BSF. Peneliti tertarik untuk mengambil komoditas maggot BSF karena sebagai pengurai sampah dan menjadi pakan alternative ternak. 3.3. Metode Pengambilan Sampel Responden Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling atau pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan berdasarkan ugas dan tanggung jawab pada Rumah Maggot serta dianggap mampu memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Responden berjumlah () pengurus yang terdiri dari Ketua, Pengawas 3.4. Jenis Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan sebagai bahan analisis penelitian adalah data primer dan data sekunder :



16



17



1. Data primer Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti secara langsung dari sumber datanya (Siyoto dan Sodik, 2015). Data Primer ini diperoleh dari pengurus Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbegai sumber yang telah ada (Siyoto dan Sodik, 2015). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, BPS, dan kajian pustaka lainnya. 3.5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaanya diajukan oleh peneliti kepada subyek atau sekelompok subyek penelitian untuk dijawab . 2. Observasi Observasi merupakan Teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung dan secara cermat terhdap perilaku subyek, baik dalam suasana formal maupun santai untuk mendapatkan informs data yang mendalam. 3. Kuisioner Kuisioner adakah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden. Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuisioner kemudian direkam atau dicatat. 4. Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang lain.



18



5. Kajian pustaka Kajian pustaka yaitu mengumpulkan data-data dari sumber pusataka atau penelitian. 3.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini akan digunakan definisi dan pengukuran variable sebagai berikut : 1. Usaha budidaya Maggot adalah salah satu usaha untuk penanggulangan sampah terutama sampah organik. 2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses budidaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kuantitas produksi maggot. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat produksi, pajak dan tagihan listrik yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 3. Biaya variable biaya yang dikeluarkandalam proses budidaya yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap jumlah maggot. 4. Biaya total adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya maggot selama satu periode 3 minggu. Diukur dalam satuan rupiah (Rp). 5. Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari penjualan maggot atau perkalian antara produksi maggot dengan harga jual maggot diukur dalam satuan rupiah (Rp). 6. Pendapatan adalah selisih dari penerimaan dan total biaya dari usaha budidaya maggot diukur dalam satuan rupiah (Rp). 7. Kelayakan usaha adalah analisis yang dilakukan untuk membandingkan antara penerimaan dan biaya untuk mengetahui suatu usaha tersebut layak atau tidak layak untuk dikrmbangkan dengan menggunakan analisi R/C. 8. R/C adalah perbandingan antara peneirmaan dengan total biaya. 9. BEP adalah analisis untuk memperlajari hubungan antara volume penjualan dan pendapatan.



19



3.7. Metode Analisi Data 3.7.1. Metode Analisi Data Hipotesis Pertama Dalam menganalisis hipotesis pertama dalam penelitian ini menggunakan analisis biaya usaha, pendapatan dan penerimaan, secara sitematis dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Biaya Usaha . Pada perhitungan biaya usaha yang terdapat di TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang dapat dirumuskan sebagai berikut : TC = FC + VC Keterangan : TC = Biaya Total FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel b. Penerimaan Besarnya penerimaan yang diterima dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TR = Y .Py Keterangan : TR



= Total Penerimaan



Y



= Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani



Py



= Harga produksi



c. Pendapatan Total pendapatan budidaya maggot dapat dirumuskan sebagai berikut : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Biaya total



20



3.7.2. Metode Analisis Hipotesis Kedua Dalam menganalisis hipotesis kedua penelitian ini menggunakan analisis kelayakan usaha yaitu BEP dan R/C ratio, secara matematis di rumuskan sebagai berikut : a. BEP Unit BEP unit =



𝑭𝑪 𝑷−𝑽



Keterangan : FC = Biaya tetap P



= Harga jual



VC = Biaya variabel b. BEP Rupiah BEP rupiah =



𝑭𝑪 𝑽𝑪



𝟏− 𝑷



Keterangan : FC = Biaya tetap P = Harga jual VC = Biaya variable c. R/C Ratio R/C =



𝐓𝐑 𝐓𝐂



Keterangan : R/C = Revenue Cost Ratio TR = Total penerimaan TC = Biaya total Kriteria Kelayakan usaha : R/C > 1 = Usaha layak R/C < 1 = Usaha belum layak R/C = 1 = Impas



21



3.8. Batasan Masalah Pada penelitian ini berlaku batasan-batasan masalah yaitu sebagai berikut : 1. Objek dalam penelitian ini adalah kelayakan usaha pada usaha budidaya maggot di Rumah Maggot TPA Blondo Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. 2.



DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistika. (2022). Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (RIBU Jiwa), 2020-2022. Jakarta : Badan Pusat Statistika Barros-Cordeiro, K, B., Pujo-Luz, R, J., & Báo, S, N. (2016). Intra-puparial Development of the Black Soldier-fly, Hermetia illucens. Journal of Insect Science. Vol. 14 (1). 1-10. Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC,2007 Dewantoro, K., & Efendi , M. (2018). Beternak Maggot Black Soldier Fly. Jakarta : Agro Media Pustaka. Dortmans, B, M, A., Diener, S., & Verstappen, B, M., & Zurbrügg. (2017). Black Soldier Fly Biowaste Processing – A Step-by-Step Guide. Switzerland : Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Tecnology. Indonesia. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Sekretariat Negara. Jakarta. Manuho, P., Makalare, Z., Mamangkey, T., & Budiarso, N, S. (2021). Analisis Break event point (BEP). Jurnal Ipteks Akutansi. Vo;. 5 (1). 21-28. Melta, Rini Fahmi. (2018). Maggot Pakan Ikan Protein Tinggi dan Biomesin Pengolah Sampah Organik. Jakarta : Penebar Swadaya. Monita, L., Sutjahjo, H, S., Amin, A, A., & Fah,I, M, R. (2017). Pengelolaan Sampah Organik Perkotaan Menggunkanan Larva Black Sakdier Fly (Hermetia illucens) manucipal Organic Waste Recycling Using Black Sakdier Fly (Hermetia illucens). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Lingkungan. Vol 7 (3). 227-234. Nugroho, R, A., et al. (2022). Maggot dan Lalat Tentara Hitam. Solok : PT Insan Cendekia Mandiri Group. Nurhayati, S., Kuswanto., & Yuniarto, S. (2020). Studi Dekomposisi Limbah Organik Rumah Tangga Menggunakan Larfa BSF (Black Soldier Fly). Paramita, R, W., Rizal, N., & Sulistyan, R, B., (2021). Metode Pene;itian Kuantitatif. Lumajang : Widya Gama Press. Satria. Muhtaromi Afsa. (2021). Analisis Keunrungan Usaha Budidaya Maggot BSF Sebagai Pakan Alternatif Unggas Pada Usaha Bapak Edy Di Pauh Duo, Solok Selatan. Diploma Thesis. Universitas Andalas : Padang Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. (2022). Komposisi Sampah 2022. Jakarta : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional



22



23



Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. (2022). Komposisi Sumber sampah 2022. Jakarta : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. (2022). Timbunan Sampah 2022. Jakarta : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. Siyoto, S., & Sodik, M, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogjakarta : Literasi Media Publishing. Soekartawi. (2016). Analisis Usahatani. Jakarta : UI-Press Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, kualitatif dan R & D). Bandung : Alfabeta. Suratiyah, Ken. (2015). Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Tomberline. J. K., & D. C. Sheppard. (2002). Factors Influencing Mating and Oviposition of Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomydae) In a Colony. Journal of Entomological Sience. Vol.34 (4). 345-352. Tomberline. J. K., Adler. P. H., Myers. H. M. (2009). Development of the Black Soldier Fly (Diptera; Stratiomydae) in Relation to Temperature. Environmental Entomology. Vol.38 (3). 390-394 Ulya, N, R., & Dewi, M, P. (2022). Analisis Profitabilitas Budidaya Maggot di TPS 3R Barokah Nglanggeren Patuk Gunung Kidul Yogjakarta. Jurnal Surya Agritama. Vol. 11 (1). 166-178. Wahyuni, Dewi. K. R., Ardiansyah. F., & Fadhill. R.C.C. 2021. Maggot BSF Kualitas Fisik dan Kimiannya. Lamongan : Litbang Pemas Unisla Waldi, W. (2017). Analisis Kelayakan Usaha Tani CAbai Merag di Lahan Pasir Pantai Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Ilmiah Agritas. Vol. 1 (1). 2-8.