Analisis Kelayakan Usaha Penangkaran Burung Jalak Bali [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)



Oleh: Nela Resta Felayati E34150016



Dosen Pengajar: Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS



DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018



PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakan satwaliar yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian genetik sehingga kelestarian dan keberadaan jenis satwa dapat dipertahankan di habitat alamnya (Thohari et al. 1991). Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi dan ekonomi. Penangkaran juga merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan atas permintaan terhadap suatu jenis satwa ( Priyono 1998). Burung jalak Bali (Leucopsar rotschildi) adalah salah satu jenis satwa liar yang hampir punah. Penyebab utama terancamnya keberadaan burung ini adalah kerusakan hutan yang merupakan habitatnya dan meningkatnya intensitas perburuan terhadap burung tersebut (Harteti dan Kusumoantono 2017). Menurut Kemenhut (2008), jalak Bali merupakan satwa endemik Bali (khususnya daerah bagian barat-utara) dan memiliki sebaran terbatas dengan jumlah populasi alami yang sangat kecil. Habitat mengalami penyusutan drastis baik kualitas maupun kuantitas. Ancaman utama terhadap populasi berasal dari perburuan. Jalak Bali dimasukkan kedalam kategori Kritis oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan terdaftar dalam Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Beberapa kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi penurunan populasi burung jalak Bali. Kebijakan tersebut diantaranya adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/MenhutII/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018, dan Rencana Induk (Grand Design) Pelestarian Curik Bali di Taman Nasional Bali Barat 2013 – 2017. Oleh karena Jalak Bali merupakan jenis burung yang di lindungi, perburuan liar burung ini sangat tidak dibenarkan. Sehingga, sebagai upaya implemenasi dari



kebijakan pemerintah serta upaya untuk meningkatkan populasi Jalak Bali, maka usaha penangkaran burung Jalak Bali perlu dilakukan. Penangkaran burung ini memerlukan perencanaan yang matang serta pengetahuan dalam usaha penangkaran. Adanya perencanaan usaha penangkaran akan menekan resiko buruk yang mungkin akan dihadapi, sehingga adanya analisis kelayakan usaha penangkaran burung Jalak Bali ini menjadi sangat penting. Masalah yang akan dikaji yaitu bagaimana kelayakan investasi usaha penangkaran burung parkit ditinjau dari aspek kelayakan teknis, manajemen ekologi (lingungan), hukum, lingkungan sosial dan finansial. 2. Tujuan Mengetahui kelayakan usaha penangkaran burung Jalak Bali melalui aspek aspek dalam studi kelayakan proyek yaitu aspek kelayakan teknis, manajemen ekologi (lingungan), hukum, lingkungan sosial dan finansial.



METODOLOGI 1. Lokasi dan Waktu Analisis dilakukan pada tanggal 3 Juli 2018 di Kampus Institut Pertanian Bogor 2. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam melakukan analisi ini bersumber dari data sekunder yaitu dari hasil penelitian yang telah dilakukan orang lain dan internet. 3. Metode Analisis Data Data dianalisis dengan metode kualitatfi dan kuantitatif. Analisis dilakukan terhadap aspek-aspek dalam studi kelayakan proyek yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknis, manajemen operasional, finansial, hukum, dan lingkungan sosial.



HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kelayakan Teknis Kelayakan teknis dalam penangkaran satwa berkaitan dengan pengelolaan habitat, teknologi reproduksi, pengelolaan penyakit dan kesehatan satwa, pengelolaan pasca panen, teknologi imobilisasi, pencatatan studbook, penanganan gangguan dan lain-lain. Habitat adalah kawasan yang terbagi menjadi kawasan fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwaliar . Habitat terdiri atas komponen fisik dan komponen biotik yang membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi. Komponen fisik dari suatu habitat tersusun dari air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang, sedangkan komponen biotik suatu habitat tersusun atas vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia. Menurut Harteti dan Kusumoantono (2017) penangkaran Jalak Bali sebaiknya merupakan bentuk penangkaran yang perkembangbiakannya dalam lingkungan terkontrol (captive breeding). Pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol merupakan kegiatan memperbanyak individu anakan melalui cara-cara reproduksi dari spesimen induk baik kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) di dalam lingkungan terkontrol. Lingkungan terkontrol merupakan lingkungan buatan di luar habitat alaminya, yang dikelola untuk tujuan memproduksi jenis-jenis satwa tertentu dengan membuat batas-batas yang jelas untuk mencegah keluar masuknya satwa, telur atau gamet, baik berupa kandang, kolam dan sangkar maupun lingkungan semi alam. Lingkungan terkontrol berupa kandang, kolam dan sangkar. Syarat lingkungan terkontrol untuk pengembangbiakan satwa adalah: 1) Adanya fasilitas yang berbeda untuk penempatan induk dan keturunannya serta penempatan spesimen yang sakit. 2) Adanya pembuangan limbah, fasilitas kesehatan, perlindungan dari predator dan penyediaan pakan. 3) Memberikan kenyamanan, keamanan dan kebersihan lingkungan sesuai dengan kebutuhan spesimen yang ditangkarkan.



Pakan burung yang baik di dalam usaha penangkaran harus memenuhi kebutuhan gizi seimbang yang diperlukan oleh burung seperti di alam. Pemberian pakan juga sebaiknya merupakan pakan yang disukai oleh burung tersebut. Menurut Mas’ud (2010) pakan merupakan faktor penting lain yang harus diperhatikan, karena pakan merupakan unsur penting bahkan sebagai faktor pembatas bagi usaha penangkaran. Jenis-jenis pakan burung jalak Bali adalah pisang kepok, pepaya, pur, dan jangkrik (Harteti dan Kusumoantono 2017). Untuk induk burung jalak Bali di kandang kawin diberikan 1 buah pisang kepok dan 1 potong pepaya, serta 30-40 ekor jangkrik setiap hari. Sesuai dengan pernyataan Dimitra dkk (2013), Pakan nabati yang diberikan yaitu pisang atau pepaya diberikan setiap hari pada pagi hari setelah kandang dibersihkan. Untuk piyik diberikan pur yang dicampur dengan air panas. Pemberian makanan kepada piyik dilakukan dengan menyedokkan makanan tersebut ke mulutnya.



Gambar 1. Pakan Jalak Bali



Kegiatan membersihkan kandang dilakukan setiap hari mulai jam 07.0011.00 WIB. Kandang kawin disemprot 1 bulan 1 kali dengan obat agar kandang dalam kondisi steril. Tempat minum dan mandi burung jalak Bali dapat dibuat dari bahan keramik dilakukan pergantian air setiap pagi hari. Selain itu, fasilitas kesehatan harus selalu disediakan. Fasilitas kesehatan yang perlu ada dalam sebuah penangkaran contohnya adalah obat-obatan dan vitamin. Usaha penangkaran burung atau satwa lainnya tidak terlepas dari limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan penangkaran Jalak Bali umunya berasal kotoran burung dan sisa pakan. Limbah ini sebaiknya dikumpulkan dan ditampung ke dalam sebuah tempat untuk dijadikan pupuk. Menurut Alikodra (1987) dan Mas’ud (2010), jalak bali merupakan satwa monogamus yang hanya memiliki satu pasangan dalam satu musim kawin,



sehingga sex rasionya adalah 1:1 dan umur mulai proses perkawinan Jalak Bali ialah 7-9 bulan dengan jumlah telur maksimum sebanyak 3 butir dalam sekali proses bertelur. Menurut Alikodra (1987), perkawinan jalak bali di alam terjadi pada bulan September-Desember, sedangkan menurut Kurniasih (1997) perkawinan jalak bali terjadi pada bulan Januari-Maret. Hal ini berdasarkan ditemukannya jalak bali dengan sayap dan ekor yang belum sempurna pada bulan Juni. Perkawinan jalak bali di dalam penangkaran terjadi sepanjang tahun. Biasanya jalak bali yang telah bertelur dan menetaskan anaknya selama 14 hari akan bertelur kembali setelah anaknya berusia sekitar 4-5 minggu atau jarak waktu bertelur sekitar dua bulan (Mas’ud 2010). Keberhasilan suatu penangkaran mengembangbiakan pasangan jalak yang ditangkarkan harus diikuti dengan keberhasilan merawat dan membesarkan anak. Masa perawatan anak oleh induk paling cepat berkisar antara 12-16 hari dan pemisahan anak lebih baik dilakukan lebih awal agar mencegah kematian anak akibat dipatuk oleh induknya (Mas’ud 2010). Menurut Prasetyo (2017) fasilitas dalam kandang harus tersedia untuk kenyamanan indukan seperti sarang, air untuk mandi dan minum, tempat bertengger, dan tanaman. Konstruksi kandang harus terbuka agar cahaya matahari dapat masuk. Cahaya matahari yang cukup dapat menjaga keindahan bulu dan mencegah kandang menjadi lembab. 2. Kelayakan Sosial Budaya Menurut Masy’ud dan Ginoga (2016) salah satu indikator keberhasilan dari sebuah penangkaran ialah mampu memberikan manfaat sosial dan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat disekitar penangkaran. Manfaat langsung yang mampu diberikan kepada masyarakat dengan adanya suatu penangkaran diantaranya ialah menyerap tenaga kerja dari masyarakat. Sedangkan manfaat tidak langsung dari penangkaran kepada masyarakat diantaranya ialah dengan pemesanan pakan dari masyarakat untuk penangkaran dan mengikuti berbagai kegiatan perkumpulan penangkar yang dapat memberikan pengalaman kepada masyarakat terkait pengelolaan penangkaran yang baik.



3. Kelayakan Ekologis Menurut Mas’ud (2010), dalam menangkarkan jalak bali diperlukan lingkungan tempat penangkaran yang harus cocok secara teknis biologis serta harus nyaman dan aman dari berbagai faktor pengganggu termasuk dari gangguan aktivitas manusia dan terhindar dari kemungkinan banjir atau tergenangnya air pada waktu musim hujan. Selain itu, perlu diperhatikan dalam beberapa sarana dan prasarana, seperti kandang atau sangkar beserta sarana pendukungnya. 4. Kelayakan Legal (Hukum) Kelayakan



hukum



suatu



penangkaran



meliputi



izin



pengelolaan



penangkaran burung yang juga harus disertai dengan Izin Mendirikan Bangunan. Setelah izin keluar maka penangkar berhak dan wajib untuk membuat tulisan bahwa bangunan tersebut diperuntukkan untuk pengelolaan dan pengusahaan sesuai dengan izin yang diberikan. Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa langka dan endemik yang ada di Indonesia yaitu hanya terdapat di Pulau Bali dan termasuk dalam katagori secara global terancam punah atau status critically endangered berdasarkan lembaga konservasi dunia atau IUCN (Gondo dan Sugiarto, 2009). Burung Jalak Bali juga terdaftar dalam CITES sebagai satwa appendix I. Sehingga, Jalak Bali dilarang untuk diperdagangkan. Penandaan pada hasil penangkaran merupakan pemberian tanda bersifat permanen pada bagian tumbuhan dan satwa dengan menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan huruf. Tujuan penandaan adalah untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil penangkaran dengan spesimen dari alam. Pemberian tanda ini merupakan kartu identitas bagi status satwa yang dikoleksi. Mengingat pentingnya kepastian status hukum Tumbuhan Satwa Liar, maka kegiatan penandaan menjadi salah satu prioritas bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang di wilayahnya terdapat individu, lembaga konservasi, penangkar, dan pusat



penyelamatan satwa (PPS) yang mengoleksi satwa liar. Pasal 59 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan “tanda untuk jenis-jenis burung hidup berbentuk cincin tertutup”. Sertifikasi hasil penangkaran dilaksanakan oleh unit penangkaran dan disahkan oleh Kepala BKSDA. Kegiatan sertifikasi hasil penangkaran adalah: pemeriksaan



asal



usul,



pemeriksaan



identitas



individu



spesimen



dan



pendokumentasian dalam sertifikat. 5. Kelayakan Ekonomi Finansial A. Kelayakan Ekonomi Finansial dianalisis dengan asumsi : 1. Indukan yang dipelihara terdiri dari 5 pasang induk jantan/betina 2. Tenaga kerja juga di abaikan karena sifat usaha ini adalah sampingan/tambahan bukan usaha pokok 3. Indukan yang dipelihara mulai dari anakan sehingga masa tunggu sampai menghasilkan anak kurang lebih 9 bulan 4. Perhitungan dihitung selama 3 tahun 5. Kematian ternak dan Penyusutan kandang juga diabaikan 6. Suku bunga bank yang berlaku ialah 4,75% B. Biaya/modal usaha: 1. Harga anakan perpasang (harga pasar) Rp 4.500.000,-/pasang, sehingga diperlukan modal untuk induk yaitu : Rp 4.500.000 x 10 ekor = Rp 45.000.000,2. Biaya pakan Rp 1000/psg/hari, sehingga biaya pakan untuk penangkaran 5 pasang Jalak Bali adalah: Rp 1000 x 10 ekor x 365 hari = Rp 3.650.000 3. Vitamin dan obat-obatan Rp 20.000/ekor sehingga total untuk semua Rp 20.000 x 10 ekor = Rp 200.000 4. Biaya pembuatan kandang Rp. 2.000.000



5. Total modal usaha Rp 50.850.000,C. Pendapatan usaha : 1. Harga Jalak Bali ialah Rp 8.000.000/pasang dan jumlah produksi anakan Jalak Bali (tahun pertama 2 kali masa produksi satu pasang menghasilkan anak rata-rata 3 ekor; sehingga 2x3=6 ekor). Berarti 5 pasang indukan dapat menghasilkan anakan (pada tahun pertama) 6x5 = 30 ekor (asumsikan 15 pasang) dan harga sepasang Rp. 8.000.000,- , berarti Rp. 8.000.000 x 15 = Rp. 120.000.000,2. kita dapat menghasilkan anakan lagi selama 2 tahun dengan keuntungan yang berlipat (dirata-rata pertahun sepasang parkit sekali produksi dihasilkan 3 psg anakan dengan masa produksi 5 kali jadi 3 x 5 x 5 x Rp. 8.000.000 = Rp. 600.000.000 dikalikan 2 tahun = Rp. 1.200.000.000,3. Pakan selama 2 tahun (satu tahun Rp. 3.650.000) 2 x 3.650.00 = Rp 7.300.000 4. Vitamin dan obat-obatan (satu tahun 200.000) untuk 2 tahun: 2 x Rp. 200.000 = Rp. 400.000,5. Total pendapatan usaha selama 3 tahun ialah Rp. 120.000.000 + Rp. 1.200.000.000 – (Rp 7.300.000 + Rp. 400.000)= Rp. 1.312.300.000,D. Laba Usaha: Total pendapatan tahun pertama Rp. 120.000.000- Rp. 50.850.000= Rp. 69.150.000,Total pendapatan tahun ke 2 dan ke 3, Rp. 1.200.000.000 – (Rp 7.300.000 + Rp. 400.000)= Rp. 1.192.300.000,Total pendapatan yang di hasilkan satu periode = (pendapatan tahun pertama + pendapatan tahun ke 2 dan ke 3) = Rp. 69.150.000+ Rp. 1.192.300.000 = Rp. 1.261.450.000,E. Analisa Kelayakan Usaha: Menggunakan Parameter Net Present Value



Maka, berdasarkan perhitungan menggunakan parameter tersebut, NPVnya untuk tahun pertama, kedua dan ketiga berturut ialah 66.014.319,81; 1.086.619.466; 1.037.345.552. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha penangkaran ini layak, sebab nilai NPVnya >0.



KESIMPULAN Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi dan ekonomi. Penangkaran juga merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan atas permintaan terhadap suatu jenis satwa. Burung jalak Bali (Leucopsar rotschildi) adalah salah satu jenis satwa liar yang hampir punah. Penyebab utama terancamnya keberadaan burung ini adalah kerusakan hutan yang merupakan habitatnya dan meningkatnya intensitas perburuan terhadap burung tersebut. Analisi kelayakan usaha penangkaran burung Jalak Bali dapat dilakukan melalui kajian aspek aspek dalam studi kelayakan proyek yaitu aspek kelayakan teknis, manajemen ekologi (lingungan), hukum, lingkungan sosial dan finansial. Kelayakan teknis dalam penangkaran satwa berkaitan dengan pengelolaan habitat, teknologi reproduksi, pengelolaan penyakit dan kesehatan satwa, pengelolaan pasca panen, teknologi imobilisasi, pencatatan studbook, penanganan gangguan dan lain-lain. Suatu penangkaran dikatakan layak secara sosial salah satu indikator keberhasilannya ialah mampu memberikan manfaat sosial dan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat disekitar penangkaran. Secara ekologis, dalam menangkarkan jalak bali diperlukan lingkungan tempat penangkaran yang harus cocok secara teknis biologis serta harus nyaman dan aman dari berbagai faktor pengganggu. Kelayakan hukum suatu penangkaran meliputi izin pengelolaan penangkaran burung yang juga harus disertai dengan Izin Mendirikan Bangunan. Sertifikasi hasil penangkaran dilaksanakan oleh unit penangkaran dan disahkan oleh Kepala BKSDA. Secara finansial, suatu usaha penangkaran dikatakan layak jika menggunakan parameter Net Present Value ialah jika nilai NPVnya lebih besar dari 0.



DAFTAR PUSTAKA Alikodra, HS. 1987. Masalah pelestarian jalak bali. Media Konservasi . Volume 3(4). Dimitra A, Mustofa I, Kusnoto, Legowo D, Kusumawati D, Setiawan B. 2013. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada Kandang Breeding di Kebun Binatang Surabaya. Jurnal Veterinaria Medika. 6(1):61-67. Gondo dan Sugiarto. 2009. Dinamika Populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Habitatnya. Bali [ID]: Taman Nasional Bali Barat Harteti S, Kusumoantono. 2017. Implementasi kebijakan penangkaran burung jalak bali (Leucopsar rotschildi). Bogor [ID]: Balai Diklat LHK Bogor Kementerian Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Kurniasih, L. 1997. Jalak Bali (Leucopsar rotschildi stresmann) spesies yang makin langka di habitat aslinya. Makalah Ilmiah Biosfer No. 9: 3-7. Masy’ud B. 2010. Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor [ID]: IPB Press. Masy’ud B, Ginoga LN. 2016. Penangkaran Satwa Liar. Bogor [ID]: IPB Press Prasetyo HN. 2017. Sejarah Perkembangan dan Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Jawa Barat [Skripsi] Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Priyono A. 1998. Penentuan ukuran populasi optimal monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles) dalam penangkaran dengan sistem pemeliharaan di alam bebas. Studi kasus di PT Musi Hutan Persada. Thohari M, Haryanto, Masy’ud B, Rinaldi D, Arief H, Djatmiko WA, Mardiah SN, Kosmaryandi N, Sudjatnika. 1991. Studi kelayakan dan perancangan tapak penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Bogor [ID]: Direksi Perum Perhutani-Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor