Analisis Market Value Added [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



ANALISIS MARKET VALUE ADDED (MVA)



1.1 Pengertian Market Value Added (MVA) Tujuan



utama



manajemen



keuangan



perusahaan



adalah



memaksimumkan



kemakmuran bagi para pemegang sahamnya. Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa, dan itu juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara efesien. Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang dipasok oleh para investor kepada perusahaan. Perbedaan ini disebut sebagai nilai tambah pasar atau Market Value Added. MVA digunakan untuk mengukur seluruh pengaruh kinerja manajerial sejak perusahaan berdiri hingga sekarang. MVA yang dihasilkan oleh kinerja



manajerial



sepanjang



umur



perusahaan



yang



di-present



value-kan



(Mirza&Imbuh,1999). Menurut Sartono (2001: 103) tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi manfaat bagi pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya perusahaan yang langka dialokasikan secara efesien dan memberi manfaat ekonomi. Kemakmuran pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value Added (MVA). Young & O’Byrne (2001:26) menyatakan bahwa Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. MVA secara teknis diperoleh dengan cara mengalikan selisih antara harga pasar per lembar saham (stock price per share) dan nilai buku per lembar saham (book value per share). Nilai pasar adalah nilai perusahaan. Yakni jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal tertentu. MVA meningkat hanya jika modal yang diinvestasikan mendapatkan angka pengembalian lebih besar dari pada biaya modal. Semakin besar MVA, semakin baik. MVA yang positif berarti menunjukkan pihak manajemen telah mampu meningkatkan



kekakyaan pemegang saham dan MVA



yang negatif



mengakibatkan berkurangnya nilai modal pemegang saham, MVA yang negatif berarti nilai dari investasi yang dijalankan manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal, yang berarti bahwa kekayaan telah dimusnahkan. 1



Jika MVA sama dengan 0 maka perusahaan tidak meningkatkan kekayaan bagi pemegang saham. Sehingga memaksimalkan nilai MVA seharusnya menjadi tujuan utama perusahaan dalam meningkatkan kekayaan pemegang saham (Young, 2001:27).



1.2 Perhitungan Market Value Added (MVA) Menurut Brigham (Terjemahan, 2006 : 6) MVA



= nilai pasar dari saham – ekuitas modal yang diberikan pemegang saham. = (saham beredar) x (harga saham) – total ekuitas saham biasa.



Menurut Warsono (2003:47) MVA



= Nilai pasar ekuitas – Modal ekuitas yang dipasok



Menurut Zaky dan Ary (2002:143) MVA



= Market Value of Equity (MVE) – Book Value of Equity (BVE)



MVE



= Shares Outstanding x Stockprice



BE



= Shares Outstanding x nominal value of share



Kusnan



(2007:30),



MVA



diperoleh



dengan



menghitung



nilai



perusahaan



(company/enterprise value), penjumlahan harga pasar seluruh saham, surat utang dan surat berharga lainnya yang dimaksudkan untuk mobilitasi capital, dikurangi nilai buku (book value) atau modal yang diinvestaskan. MVA merupakan net present value dari seluruh EVA yang akan datang. Melani (2007:44) menerangkan MVA merupakan selisih antara nilai perusahaan (enterprise value) yang merupakan nilai saham beredar ditambah dengan utang dan jumlah modal (capital) yang ditanamkan. Capital merupakan modal sendiri dan utang setelah penyesuaian (adjustment) penyesuaian dilakukan untuk merefleksikan kondisi ekonomi baik atas hasil usaha (laba) maupun modal, penyesuaian yang dilakukan, misalnya kelebihan kas dikeluarkan dari modal, amortisasi goodwill ditambahkan dikeluarkan dari modal, biaya bunga dikeluarkan dalam menghitung laba usaha.\ Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka formula untuk mendapatkan nilai MVA dapat ditulis sebagai berikut :



2



MVA



= Nilai Pasar Equity – Modal Ekuitas yang Disetor Pemegang Saham = (Jumlah Saham Beredar) (Harga Saham) – Total Nilai Ekuitas



1.3 Manfaat Market Value Added (MVA) Manfaat dari Market Value Added yang dapat diaplikasikan pada perusahaan, yaitu: 1) Sebagai alat untuk mengukur seluruh pengaruh kinerja manajerial sejak perusahaan berdiri hingga sekarang. 2) Suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan mengalokasikan sumber-sumber yang sesuai. 3) Sebagai alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham. 4) Dengan MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum mengambil keputusan investasi. 5) indikator yang dapat mengukur seberapa besar kekayaan perusahaan yang telah diciptakan untuk investornya atau MVA menyatakan seberapa besar kemakmuran yang telah dicapai.



1.4 Kelebihan dan Kelemahan Market Value Added (MVA) Kelebihan Market Value Added (MVA) menurut Zaky dan Ary (2002:139), MVA merupakan ukuran tunggal dan dapat berdiri sendiri yang tidak membutuhkan analisis trend maupun norma industry sehingga bagi pihak manajemen dan penyedia dana akan lebih mudah dalam menilai kinerja perusahaan. Sedangakan kelemahan MVA adalah, MVA hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan yang sudah go public saja.



II.



ANALISIS ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)



2.1



Pengertian Economic Value Added (EVA) Menurut Young dan O’Byrne (2001: 18) EVA merupakan alat komukasi yang efektif



baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk menghubungkan dengan pasar modal. Ide dasar dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen perusahaan yang dapat dipercaya dan 3



prinsip keuangan yang pernah ada. Namun EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat teori keuangan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah mudah diakses oleh menejer perusahaan yang tidak terlatih dengan baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkannya. EVA membantu para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan. EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih menekankan pada penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA dibanding pendekatan akuntansi tradisional dalam mengukur kinerja perusahaan. (Widayanto, 1993:51) Economic Value Added (EVA) atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan-harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal yang ada. (Steward, 1997:10) Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasi setelah pajak dikurangi dengan biaya modal dari seluruh modal untuk menghasilkan laba. Laba operasional setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan nilai (value) didalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan nilai tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasional setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan unntuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan-harapan para pemegang saham dan kreditur. Economic Value Added (EVA) merupakan perangkat finansial untuk mengukur keuntungan nyata perusahaan. Hal ini membuat perhitungan Economic Value Added (EVA) lain dengan perhitungan analisis rasio keuangan lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan pada perhitungan dengan menggunakan pendekatan Economic Value Added (EVA) dilibatkannya biaya modal operasi setelah laba bersih, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam perhitungan konvensional.



4



2.2



Perhitungan Economic Value Added (EVA) EVA adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. EVA dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : EVA



= Laba Bersih Operasional Setelah Pajak (NOPAT) – Biaya Modal Setelah Pajak yang Diperlukan Untuk Mendukung Operasi = EBIT (1-Pajak Perusahaan) – (Biaya Operasi)(Biaya Modal Setelah Pajak



2.3



Manfaat Economic Value Added (EVA) (Utama, 1997; 12) Manfaat dari penerapan EVA antara lain: 1) Dapat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation). 2) Dapat meningkatkan kesadaran manajer bahwa tugas mereka adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta nilai pemegang saham. 3) Dapat membuat para manajer berfikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat



biaya



modal sehingga



nilai



perusahaan



dapat



dimaksimumkan. 4) EVA membuat para manajer agar memfokuskan perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan memungkinkan mereka untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan kriteria maksimum nilai perusahaan. 5) EVA sebagai motivator perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya. 6) EVA dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada biaya modal.



2.4



Kelebihan dan Kelemahan Economic Value Added (EVA) EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau



aktivitas manajemen selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan system pengukuran yang baik untuk menilai perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar 5



sebuah perusahaan. Pihak manajemen perusahaan dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut ini (Stewart 1991) : 1) Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal, bebarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. 2) Menginvestasikan modal baru ke dalam proyek yang mendapatakan return lebih besar dari pada biaya modal yang ada. 3) Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan. Govindarajan, penerjemah Kurniawan (2002), mengungkapkan keunggulan EVA sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan meliputi : 1) Dengan EVA, seluruh unit usaha memiliki sasaran laba untuk perbandingan investasi yang sama. Dengan meningkatnya EVA maka investasi-investasi akan menghasilkan laba diatas biaya modal sehingga akan lebih menarik para manajernya untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut. 2) Adanya tingkat suku bunya yang berbeda dapat digunakan untuk jenis asset yang berbeda pula. 3) EVA memiliki korelasi positif yang kuat terhadap perubahan-perubahan nilai pasar perusahaan. Keungguklan EVA menurut Teuku Mirza (1997) yaitu EVA memfokuskan penilainnya pada nilai tambah dengan memperhatikan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi. Dengan diperhitungkannya biaya modal maka dapat diketahui apakah perusahaan dapat menciptakan nilai tambah atau tidak. Kelebihan EVA adalah dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan datapembanding, Disamping beberapa keunggulan diatas, EVA juga memiliki kelemahan yaitu EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tahun tertentu. Padahal nilai perusahaan merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan. Sehingga suatu perusahaan mempunyai nilai EVA pada periode tertentu positif tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena nilai EVA dimasa lalunya negative. Selain EVA sebagai ukuran kinerja juga mempunyai beberapa keterbatasan antara lain:



6



1) Sebagai ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan. 2) Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang bersangkutan. Hal ini



bisa



mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan. 3) EVA mengabaikan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (2001), tanpa balanced scorecard, strategi value based management memang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva tetapi akan kehilangan kesempatan menciptakan tambahan nilai,yaitu strategi pertumbuhan pendapatan jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses, teknologi informasi dan kemampuan karyawan. 4) Tidak cocok diterapkan pada industry tertentu. Penggunaan EVA untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan, misalkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi seperti pada sector teknologi (Direks dan Patel 1997) 5) Tidak bisa diterapkan pada masa inflasi. De Villers (1997) mengidentifikasikan bagaimana inflasi akan mengakibatkan distorsi pada EVA dan menunjukkan bahwa EVA tidak dapat digunakan selama periode inflasi untuk mengestimasi profitabilitas actual. 6) Memerlukan tambahan biaya. Wood (200) untuk mengatakan bahwa penggunaan EVA mungkin akan meningkatkan auditing fees dan bisa menimbulkan potential litigation costs.



III.



MANAJEMEN MODAL KERJA Manajemen modal kerja berkitan dengan investasi pada aktiva lancar dan hutang



lancar, terutama mengenai bagaimana menggunakan dan komposisi keduanya akan mempengaruhi resiko. Manajemen mosal kerja yang efektif sangat penting untuk pertumbuhan dan kelangsung



perusahaan dalam jangka panjang. Apabila perusahaan 7



kekurangan modal kerja untuk meningkatkan volume penjualan dan volume produksinya, maka kemungkinan perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan. Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek pada waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas. Pada dasarnya modal kerja berbeda dengan aktiva tetap khususnya dalam waktu yang diperlukan untuk memperbaharui aktiva tersebut, atau dengan kata lain aktiva tetap aktiav tetap akan memerlukan waktu lebih dari satu periode atau satu tahun. Sedangkan investasi modal kerja biasanya akan berputar kurang dari satu periode normal operasi perusahaan.



3.1



Pengertian Modal Kerja Modal kerja diperlukan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan.



Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya maka besar kemungkinan akan kehilangan pendapatan dan kuntungan. Investasi modal kerja merupakan proses terus menerus selama perusahaan beroperasi. Bambang Riyanto (1995) mengemukakan modal kerja dapat dibagi menjadi 3 konsep pengertian yaitu konsep kuantitatif, kualitatif, dan fungsional. 1) Konsep Kuantitatif Modal kerja menurut konsep kuantitatif menggambarkan keseluruhan atau jumlah dari aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang persediaan atau keseluruhan daripada jumlah aktiva lancar dimana aktiva lancar ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau dana tersebut dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat. Konsep ini biasanya disebut modal kerja bruto (gross working capital). Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep tersebut hanya menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin, dengan tidak mempersoalkan dari mana diperoleh modal kerja tersebut, apakah dari pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek. Modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan batas keamanan atau margin of safety yang baik atau tingkat keamanan para kreditur jangka pendek yang tinggi. Jumlah modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan likuiditas perusahaan yang baik sekaligus 8



belum tentu menggambarkan jaminan kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya. 2)



Konsep Kualitatif Menurut konsep kualitatif modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Berdasarkan konsep ini modal kerja merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahan tanpa menunggu likuiditasnya. Konsep ini biasa disebut dengan modal kerja neto (net working capital). Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancar dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.



3)



Konsep Fungsional Modal kerja menurut konsep inimenitik beratkan pada fungsi dari pada dana dalam menghasilkan dana atau income dari usaha pokok perusahaan. Setiap dana yang digunakan dlam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada dana yang digunakan dalam satu periode akuntansi tertentu yang menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sementara itu, ada pula dan aynag dimaksudkan utuk menghasilkan pada periode2periode selanjutnya atau dimasa yang akan datang, misalnya bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor atau aktiva tetap lainnya yang disebut future income. Jadi modal kerja menurut konsep ini adalah dana digunakan untuk menghasilkan pendapata pada saat ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan, diantaranya kas, piutang dagang. Dan lain sebagainya. Sedangkan efek atau surat berharga dan marjin laba dari piutang merupakan modal kerja potensial yang akan menjadi modal kerja bila piutang sudah dibayar dan efek sudah dijual.



3.2 Klasifikasi Modal Kerja Menurut WB. Taylor da Bambang Rianto (1995) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa jenis yaitu : 9



1)



Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)



Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, modal kerja ini terdiri dari : (1) Modal kerja primer (Primary Working Capital) Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya atau modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kegiatan usahanya. (2) modal kerja normal Modal kerja normal adalah modal kerja dibutuhkan untuk proses produksi normal. 2)



Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)



Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, modal kerja ini terdiri dari : (1) Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim. (2)



Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital) Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.



(3) Modal



kerja darurat (Emergency Working Capital)



Modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan ekonomi yang mendadak).



3.3



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Modal Kerja Modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: 1) Volume Penjualan Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan. 2) Faktor Musim dan Siklus Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja. 10



3) Perubahan dalam teknologi Jika terjadi pengembangan teknologi maka akan berhubungan dengan proses produksi dan akan membawa dampak terhadap kebutuhan akan modal kerja. 4) Kebijakan Perusahaan Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan juga akan membawa dampak terhadap kebutuhan modal kerja.



3.4



Bagaimana Modal Kerja Dipenuhi Perusahaan tidak hanya berkepentingan mengenai tingkat aktiva lancar, tetapi juga



penentuan proporsi hutang janga pendek dan jangka panjang yang dipergunakan. Keputusan ini menyangkut trade-off antara profabilitas dan risiko. Hutang janga pendek biasanya jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun, sebaliknya hutang jangka panjang akan jatuh tempo lebih dari satu tahun. Kebutuhan dana perusahaan meliputi investasi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar itu sendiri dapat dibagi menjadi dua kategori taitu aktiva lancar permanen dan aktiva lancar berfluktuasi. Bagi manajer keuangan sangat penting untuk menganalisis berapa besar kebutuhan aktiva lancar yang sifatnya permanen dan yang berfluktuasi, untuk kemudian memilih sumber dana untuk membiayai investasi itu baik aktiva lancar maupun aktiva tetap. Rp Aktiva Lancar Berfluktuasi



Total Aktiva



Aktiva Lancar Permanen Aktiva Tetap



Waktu



Terdapat juga alternative pemenuhn kebutuhn dana dalam kaitannya dengan aktiva lancar yaitu :



11



1) Marching Approach, akan membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen dengan sumber jangka panjang, baik itu hutang jangka panjang maupun modal sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mnghindari resiko perusahaan apabila sumber dana yang digunakan adalah sumber dana jnagka pendek, maka saat jatuh tempo perusahaan tidak dapat membayar kembali. Rp



Aktiva Lancar Berfluktuasi



Total Aktiva



Aktiva Lancar Permanen



Hutang Jangka Pendek Hutang Jangka Panjang



Aktiva Tetap



Waktu



2) Conservative Approach, akan membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen serta sebagian aktiva lancar yang berfluktuasi dengan hutang jangka panjang atau modal sendiri. Proporsi hutang jangka pendek akan lebih kecil dibandingkan matching approach. Keputusan ini dimaksudkan untuk lebih memperkecil resiko meskipun akan memperkecil keuntungan yang diharapkan tersedia untuk pemegang saham karena biaya hutang jangka panjang pada umumnya lebih besar daripada biaya hutang jangka pendek. Rp



Aktiva Lancar Berfluktuasi



Total Aktiva



Aktiva Lancar Permanen



Hutang Jangka Pendek Hutang Jangka Panjang



Aktiva Tetap



Waktu



12



3) Agresive Approach, adalah pendekatan dalam pemenuhan kebutuhan dana dengan menggunakan proporsi hutang jangka pendek yang lebih besar, jika dibandingkan dengan pendekatan lain. Perusahaan yang menganut pendekatan ini akan memenuhi aktiva tetap dan sebagian aktiva lancar permanen dengan hutang jangka panjang. Sedangkan sebgaian aktiva lancar permanen dan semua aktiva lancar variable dengan hutang jangka pendek. Oleh karena itu perusahaan yang menggunakan pendekatan ini menanggung pengembalian hutang jangka pendek yang lebih besar, risiko fluktuasi bunga jangka pendek juga semakin besar tetapi dengan harapan bahwa laba yang diperoleh juga akan semakin besar dengan demikian akan memperkecil biaya hutang jnagka pendek. Rp



Aktiva Lancar Berfluktuasi



Total Aktiva



Aktiva Lancar Permanen



Hutang Jangka Pendek



Hutang Jangka Panjang



Aktiva Tetap



Waktu



3.5



Besarnya Modal Kerja Besar kecilnya kebutuhan modal kerja akan tergantung kepada dua factor yaitu



periode perputaran atau terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap hari. Dengan jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, tetapi dengan makin lamanya periode terikatnya dana maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalah semakin besar. Demikian pula halnya dengan periode terikatnya dana yang tetap, dengan makin besarnya umlah pengeluaran kas setiap harinya, kebutuhan modal kerjapun semakin besar. Periode perputaran atau terikatnya modal kerja adalahkeseluruhan atau jumlah dari periode-periode yang meliputi janka waktu pembelian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah digudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan digudang dan jangka waktu penerimaan piutang. Sedangkan pengeluaran kas setiap harinya merupakan 13



jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan baku, pembayaran upah buruh dan biaya-biaya lainnya. Apabila perusahaan hanya menjalankan usaha satu kali saja maka kebutuhan modal kerja cukup sebesar modal kerja yang dikeluarkan selama satu periode perputaran saja. Tetapi pada umumnya perusahaan didirikan tidak dimaksudkan untuk menjalankan usaha satu kali saja, melainkan untuk seterusnya dan dimana setiap harinya ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan inikebutuhan modal kerjanya cukup hanya sebesar apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja, melainkan sebesar jumlah pengeluaran setiap harinya dikalikan dengan periode perputaran.



3.6



Hubungan Antara MVA dan EVA Ada hubungan antara MVA dan EVA namun sifatnya tidak selalu searah. Jika suatu



perusahaan memiliki EVA negative, maka MVA mungkin saja akn bernilai negative atau sebaliknya jika perusahaan memiliki EVA positif makan MVA kan bernilai positif. Harga saham sebagai salah satu komponen MVA akan lebih banyak ditentukan oleh kinerja masa depan dan bukan kinerja masa lalunya. Sehingga perusahaan dengan EVA negative dapat saja memiliki MVA positif jika investor memiliki harapan akan perubahan yang lebih baik pada perusahaan di masa depan. EVA secara umum lebih bermanfaat disbanding MVA untuk mengevaluasi kinerja manajerial karena : 1) Eva menunjukkan value added yang terjadi pada tahun tertentu. 2) EVA data diterapkan pada tingkat divisi atau unit dari perusahaan besar secara individual , sedangkan MVA harus diterapkan untuk perusahaan secara keseluruhan. Karena alasan ini MVA lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi kinerja Top manajemen selama jangka waktu yang panjang.



14



Kasus PT Serba Jaya memiliki market value of equity sebesar Rp 250.000.000 dan nilai modal yang disetor adalah Rp 20.000.000. Maka MVA PT Serba Jaya adalah Rp 250.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp 230.000.000



Contoh lain perhitungan MVA adalah sebagai berikut : PT SERBA JAYA MARKET VALUE ADDED (MVA) (Rp.000.000) 2017



2018



Harga Per Lembar Saham



35



42



Jumlah Saham Beredar (juta)



55



55



1,925



2,310



25



27



1,375



1,485



550



825



Perhitungan MVA



Market Value of Equity Nilai Nominal Per Lembar Saham Book Value of Equity MVA



MVA PT SERBA JAYA tahun 2017 adalah Rp 550.000.000 dan tahun 2018 adalah sebesar Rp 825.000.000. hal tersebut menunjukkan bahwa dampak dari tindakan manajerial sejak perusahaan berdiri meningkat dari tahun 2017 sampai tahun 2018, masing masing sebesar Rp 550.000.000 dan Rp 825.000.000



15



PT SERBA JAYA ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) (Rp.000.000) Perhitungan EVA EBIT Pajak (t) NOPAT = EBIT (1-t) Total Investor Supplied Operating Working Capital Biaya Modal Setelah Pajak Biaya Modal (Rp) EVA= NOPAT- Biaya Modal



2017



2018



310 40% 186 1950 10.2% 198.9 -12.9



290 40% 174 1600 9.9% 158.4 15.6



EVA tahun 2018 positif yaitu Rp 15.6 juta sedangkan tahun 2017 negatif Rp 12.9 juta. NOPAT mengalami penurunan namun EVA mengalami peningkatan . Hal ini disebabkan karena penurunan NOPAT Lebih kecil daripada tingkat penurunan rupiah biaya modal sehingga penurunan biaya modal tersebut akan mengakibatkan EVA meningkat. Berdasarkan perhitungan MVA dan EVA yang telah diuraikan dapat dinyatakan pengamatan yaitu : 1) Berdasarkan perhitungan MVA dan EVA PT SERBA JAYA tahun 2017 dan 2018, terlihat terjadi kombinasi antara peningkatan harga saham Rp 35 juta ke Rp 42 juta, dan kenaikan nilai buku modal dari Rp 1.925 menjadi Rp 2.310 sehingga menyebabkan peningkatan MVA dan terjadi peningkatan nilai kemakmuran pemegang saham sebesar Rp 825 – Rp 550 = Rp 275 juta.



16



Kasus Ilustrasi tiga pendekatan dalam pemenuhan modal kerja. Misalkan sebuah perusahaan menggunakan ketiga alternative pendekatan PT MAKMUR JAYA Profitabilitas dan Risiko Alternatif Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan Dana (Rp.000) Agresive Moderat Pendekatan Aktiva Lancar Kas Surat-surat Berharga Piutang Dagang Cadangan Piutang Asuransi Dibayar Dimuka Sewa Dibayar Dimuka Persediaan Barang Dagangan Perlengkapan Toko Perlengkapan Kantor Total Aktiva Lancar Aktiva Tetap Tanah Gedung Akumulasi Depresiasi Gedung Peralatan Toko Akumulasi Depresiasi Peralatan Toko Peralatan Kantor Akumulasi Depresiasi Peralatan Kantor Kendaraan Akumulasi Depresiasi Kendaraan Total Aktiva Tetap Total Aktiva Pasiva Utang Lancar Utang Dagang Utang Gaji Beban yang Harus Dibayar Utang Bunga Utang Bank Utang Wesel Total Utang Lancar



Konservatif



24,000 12,000 4,000 1,500 2,700 3,600 7,200 2,300 2,700 60,000



24,000 12,000 4,000 1,500 2,700 3,600 7,200 2,300 2,700 60,000



24,000 12,000 4,000 1,500 2,700 3,600 7,200 2,300 2,700 60,000



60,000 25,000 (11,000) 15,000 (2,000) 9,000 (2,000) 18,000 (4,000)



60,000 25,000 (11,000) 15,000 (2,000) 9,000 (2,000) 18,000 (4,000)



60,000 25,000 (11,000) 15,000 (2,000) 9,000 (2,000) 18,000 (4,000)



108,000 168,000



108,000 168,000



108,000 168,000



20,000 4,000 5,500 3,500 13,000 4,000 50,000



15,000 3,000 4,500 2,500 12,000 3,000 40,000



10,000 2,000 3,500 1,500 11,000 2,000 30,000 17



Utang Jangka Panjang Obligasi Hipotik Total Utang Jangka Panjang Total Utang Modal Modal Saham Agio Saham Laba Ditahan Total Ekuitas Total Pasiva



35,000 10,000



42,000 13,000



48,000 17,000



45,000 95,000



55,000 95,000



65,000 95,000



40,000 18,000 15,000 73,000 168,000



40,000 18,000 15,000 73,000 168,000



40,000 18,000 15,000 73,000 168,000



18



PT MAKMUR JAYA Profitabilitas dan Risiko Alternatif Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan Dana (Rp.000) Agresive Moderat Pendekatan Aktiva Lancar 60000 60000 Aktiva Tetap 108000 108000 Total Aktiva 168000 168000 Hutang Lancar 50000 40000 Hutang Jangka Panjang 45000 55000 Total Hutang 95000 95000 Modal Saham 40,000 40,000 Agio Saham 18,000 18,000 Laba Ditahan 15,000 15,000 Total Hutang dan Modal 168,000 168,000 Perkiraan Penjualan Expected EBIT Dikurangi Bunga Hutang Lancar 8% 4,000 Hutang Jangka Panjang 10% 4,500 Pendapatan Kena Pajak Dikurangi Pajak 50% Pendapatan Setelah Pajak Expected Return on Equity Modal Kerja Bersih Current Ratio



200,000 40,000



Konservatif 60000 108,000 168000 30000 65000 95000 40,000 18,000 15,000 168,000



200,000 40,000



200,000 40,000



3,200 8,500 5,500 31,500 15,750 15,750



2,400 6,500



8,700 31,300 15,650 15,650



21,58%



21,44%



21,30%



10,000 1,20



20,000 1,50



30,000 2,00



8,900 31,100 15,550 15,550



Berdasarkan table diatas tampak bahwa pendekatan agresive ternyata memberikan return on equity yang paling besar yakni 21,58%. Sementara itu pendekatan konservatif sebesar 21,30%. Tetapi sebaliknya bahwa pendekaran agresive memiliki hutang jangka pendek yang lebih besar daripada pendekatan konservatif yang nantinya akan memperbesar resiko, begitu juga dengan net working capital pendekatan agresive adalah lebih rendah daripada pendekatan konservatif. Dengan demikian maka profitabilitas dan resiko apabila proporsi hutang jangka pendek juga meningkat.



19



Kasus Penentuan Besarnya Modal Kerja 1) Untuk memberi gambaran metode ini akan lebih mudah dengan suatu contoh yang sederhana ini : Misalnya Pak Budi bermaksud untuk mendirikan usaha untuk embuatan berbagi jenis permen di kotanya. Setiap harinya diperlukan uang tunai untuk membeli bahan baku, membayartenaga kerja dan pengeluaran tunai lainnya sebesar Rp 2.000.000. Permen hasil perusahaan dijual secara tunai dan dapat dijual seluruhnya hari itu juga dengan pendapatan Rp 2.400.000. Kemudian malam harinya ia belanja lagi untuk membuat roti yang akan dijual esok harinya dengan pengeluaran yang sama sebesar Rp 2.000.000 sedangkan lebinya sebesar Rp 400.000 dikonsumsinya untuk biaya hidup keluarganya. Apabila hal ini berlangsung terus maka dengan mudah dapat dikkatakan bahwa kebutuhan modal kerja Pak Budi adalah sebesar Rp 2.000.000 Sekarang misalnya penjualan dilakukan secara kredit selama 6 hari artinya penjualan tanggal 1 Januari baru akan diterima pembayarannya tanggal 7 Januari. Kemudian penjualan tanggal 2 Januari baru akan diterima pembayarannya tanggal 8 Januari dan seterusnya. Dengan demikian dari tanggal 1 Januari sampai dengan 7 Januari Pak Budi menerima pemayaran atas penjualan tanggal 1 Januari. Penerimaan akhir tanggal 7 Januari dapat dipergunakan untuk membiayai usaha tanggal 8 Januari. Demikian proses itu berlangsung seterusnya. Dalam keadaan seperti ini maka kebutuhan modal kerja adalah 7 x Rp 2.000.000 = Rp 14.000.000 tersebut akan tertanam dalam kas atau persediaan sebesar Rp 2.000.000 dan tertanam dalam piutang sebesar Rp 12.000.000



2)



Berikut ini contoh lain penentuan kebutuhan modal kerja yang lebih kompleks. Perusahaan Berkat memperoduksi produk X setiap harinya sebanyak 30 unit. Dalam satu bulan perusahaan bekerja selama 28 hari. Unsur-unsur biaya yang dibebankan untuk setiap unit produk tersebut adalah sebagai berikut a) Bahan Mentah A seharga Rp 200.000 b) Bahan Mentah B seharga Rp 35.000 c) Tenaga Kerja Langsung Rp 85.000 20



Biaya administrasi tiap bulannya sebanyak Rp 14.000.000 Gaji pimpinan dan staf setiap bulannya Rp 28.000.000. Untuk membeli bahan mentah A dan bahan mentah B perusahaan memberikan uang muka kepada supplier bahan mentah tersebut rata-rata 4 hari dan 3 hari sebelum bahan mentah diterima. Waktu yang diperlukan untuk membuat barang tersebut adalah 2 hari dan selanjutnya atas pertimbangan kualitas barang masih harus disimpan dulu selama 1 hari. Penjualan produk dilakukan dengan kredit dengan syarat pembayaran 4 hari sesudah barang diambil. Untuk menghadapi pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga pimpinan perusahaan menetapkan adanya persediaan minimal sebesar Rp 28.000.000 Berapa besarnya modal kerja yang diperlukan oleh perusahaan tersebut untuk membiayai secara kontinyu. Pertama-tama perlu diketahui periode perputaran atau waktu terikatnya dana dalam masing-masing unsur kerja tersebut yaitu : Bahan Mentah A Dana terikat dalam persekot bahan



4 hari



Proses Produksi



2 hari



Barang Jadi



3 hari



Piutang



4 hari 13 hari



Bahan Mentah B Dana terikat dalam persekot bahan



3 hari



Proses Produksi



2 hari



Barang Jadi



3 hari



Piutang



4 hari 12 hari



21



Tenaga Kerja Langsung, biaya administrasi dan gaji pemimpin Proses produksi



3 hari



Barang Jadi



3 hari



Piutang



4 hari 10 hari



Kebutuhan dana yang akan ditanamkan dalam masing-masing unsur modal kerja tersebut adalah sebagai berikut : a)



Bahan mentah A



(30 x Rp 200.000 x 13)



= Rp 78.000.000



b)



Bahan mentah B



(30 x Rp 35.000 x 12 )



= Rp 12.600.000



c)



Tenaga kerja langsung



(30 x Rp 85.000 x 10 )



= Rp 25.500.000



d)



Biaya administrasi



(Rp 14.000.000/28x10)



= Rp 5.000.000



e)



Gaji pimpinan&staf



(Rp 28.000.000/28x10)



= Rp 10.000.000



f)



Persediaan kas minimal



Rp 28.000.000



Jumlah modal kerja yang diperlukan



Rp 159.100.000



Berdasarkan hal tersebut dapat diuraikan bahwa besar kecilnya kebutuhan modal kerja akan tergantung kepada dua factor yaitu periode perputaran atau terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap hari.



22



Daftar Pustaka Wiagustini, Ni Luh Putu. 2014. Manajemen Keuangan. Bali: Udayanan University Press http://blog.stie-mce.ac.id/sriati/2012/12/24/eva-dan-mva/ (diakses tanggal 30 September 2016)



23