Analisis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM BAHAN MAKANAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI A. Tujuan Untuk memahami dan dapat melakukan penetapan kadar protein secara spektrofotometri. B. Dasar Teori Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber protein yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. (Budianto, 2009) Protein adalah suatu kelompok senyawa yang sangat kompleks biopolimernya dalam fisika dan biologi. Protein dapat berfungsi sebagai enzim, biokatalis enzim dan hormon, sebagai agen transportasi oksigen dan kode genetik (Triyono, 2010). Protein merupakan makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Asam amino yang menyusun protein ada 20 macam. Protein terdapat dalam sistem hidup semua organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat tinggi. Protein mempunyai fungsi utama yang kompleks di dalam semua proses biologi. Peran dan aktivitas protein dalam proses biologis antara lain sebagai katalis enzimatik, bahwa hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalis oleh makromolekul yang disebut enzim yang merupakan satu jenis protein. Sebagian besar reaksi seperti hidrasi karbondioksida bersifat sederhana, sedangkan reaksi lainnya seperti replikasi kromosom sangat rumit (Katili, 2009). Protein mempunyai beberapa fungsi, lima diantaranya ialah sebagai biokatalisator (enzim), protein cadangan, biomol pentransport bahan, struktur dan protektif. Tetapi pada umumnya protein dikenal sebagai bahan hasil makanan yang digunakan sebagai pengganti sel (Martoharsono, 2006).



1



Struktur protein terdiri dari satu atau lebih rantai poleptida yang masingmasing terdiri dari satuan asam amino, komposisi dan ukuran tiap protein tergantung dari jenis dan jumlah sub unit asam amino, namun sebagian protein tumbuhan mempunyai bobot molekul lebih dari 40.000 Daltons, misal protein teredoksin yang terlibat dalam fotosintesis (Parman, 2007). Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein hewani sama dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai, semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah dibandingkan hewani (Budianto, 2009). Kekurangan protein dapat menyebabkan Kwashioskor, pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Cecily Wiliams pada tahun 1993 di Ghana, Afrika. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang komposisi gizi makanannya tidak seimbang terutama dalam hal protein. Jika terlalu berlebihan mengkomsumsi protein juga akan sangat membebani kerja ginjal. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi proteinnya biasanya tinggi lemak sehingga menyebabkan obesitas. (Yuniastuti, 2008) Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi xantoprotein, reaksi Hopskin-Cole, reaksi Millon dan reaksi nitroptusida. Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode Kjehdal, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri dan metode spektrofotometri UV (Yuliani, 2010).



Beberapa metode standar analisis protein secara kuantitatif yaitu: 1. Metode Kjehdal Metode ini merupakan metode tertua yang digunakan untuk penentuan nitrogen organik. Proses dasarnya adalah dengan mencampurkan sampel



2



dengan asam sulfat panas untuk mengoksidasi karbon dan hidrogen serta mereduksi protein nitrogen dan mengubahnya menjadi ammonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan NaOH terkonsentrasi. Asam yang tidak bereaksi kemudian ditentukan dengan titrasi alkali. Total nitrogen organik sebanding dengan persentase jumlah protein yang diukur (Otles, 2009). 2. Metode Biuret Metode biuret lebih sederhana dan lebih murah untuk dilakukan. Metode biuret dipercaya lebih mudah dibandingkan dengan metode Kjehdal karena prosedur biuret melibatkan reaksi antara rantai peptida, sementara prosedur Kjehdal lebih menentukan total nitrogen dan tidak membedakan antara protein dan non protein (Otles, 2009). Prinsip metode biuret adalah dalam larutan basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida (–CO–NH) dari suatu protein yang membentuk warna ungu dengan absorbans 540 nm. Besarnya absorbansi tersebut berbanding langsung dengan konsentrasi protein dan tidak tergantung pada jenis protein karena semua protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat. Prosedur analisis dengan metode biuret ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: a. Jumlah sampel harus mengandung protein sekitar 1-10 mg/dl. b. Ada senyawa pengganggu yang perlu diantisipasi yaitu urea karena mengandung gugus –CO–NH gula pereduksi yang akan bereaksi dengan ion Cu2+, metode biuret mempunyai ketetapan lebih besar dibanding Kjehdal. (Anang, 2004) 3. Metode Lowry Metode Lowry merupakan salah satu metode penentuan konsentrasi protein dalam larutan dengan tingkat sensitivitas tinggi. Metode ini mengkombinasikan reaksi biuret dengan reduksi dari reagen fenol folinCiocalteuh oleh asam amino triptofan dan tirosin dari protein. (Oltes, 2009).



3



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang pengaduk b. Cawan porselin c. Corong d. Gelas kimia 25 mL; 50 mL e. Hot plate f. Kuvet



4



g. Labu ukur 10 mL; 25 mL; 100 mL h. Pipet tetes i. Pipet ukur 5 mL j. Propipet k. Rak tabung l. Spektrofotometer UV-Vis m. Tabung reaksi n. Timbangan analitik 2. Bahan a. Albumin standar b. Aquadest c. NaOH 0,5 M d. Pereaksi Biuret e. Sampel susu Beruang f. Sampel susu kedelai g. Sampel susu Ultra Milk h. Sampel telur ayam kampung i. Sampel telur ayam petelur j. Sampel telur bebek



D. Prosedur Kerja 1. Penentuan Kurva Kalibrasi Protein Total a. Dipipet 1 mL albumin standar kemudian dimasukkan pada labu takar 25 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas. b. Diambil dari larutan induk kemudian dibuat seri konsentrasi larutan standar dengan cara diambil 1,25 mL, 2,5 mL, 3,75 mL, 5 mL, 6,25 mL. Masing–masing dilarutkan dalam labu takar 10 mL dengan menggunakan aquadest hingga tanda batas.



5



c. Diambil 1 mL dari setiap larutan seri, tambahkan 6 mL pereaksi Biuret dan 3 mL aquadest, dihomogenkan. Untuk blanko sampel diganti dengan aquadest. d. Diambil salah satu seri konsentrasi kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang 540-560 nm. 2. Penentuan Protein Total pada Sampel a. Ditimbang 1 g sampel. b. Diencerkan dengan aquades, ditambahkan NaOH jika tidak larut. c. Dimasukkan labu ukur 100 mL. d. Diambil 1 mL larutan sampel, ditambah dengan 6 mL pereaksi Biuret dan 3 mL aquades, dihomogenkan. e. Didiamkan selama 10 menit. f. Diukur absorbansi. g. Ditentukan kadar protein total pada sampel.



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Hasil Pengamatan a. Penentuan kurva kalibrasi protein total Konsentrasi (ppm) 250 500 750 1000 a = 0,0162 b = 1,728 x 10-4



Absorbansi 0,063 0,127 0,151 0,172



6



r = 0,97 y = 0,0162 + 1,728 x 10-4 b. Penentuan kadar protein total Sampel Susu Sapi Telur ayam Telur Bebek Susu Sapi (Bear Brand) Telur ayam kampung Susu Kedelai



Pengenceran



Absorbansi



1 g/100 mL 1 g/100 mL 1 g/100 mL 1 g/100 mL



0,030 0,036 0,013 0,101



Kadar (ppm) (%) 7541,07 0,75 111,80 1,1189 1697 0,1697 49383,67 4,94



1 g/100 mL



0,129



6527,78



6,52778



1 g/100 mL



0,0027



62,79



0,6279



2. Perhitungan a. Konsentrasi Larutan Induk



albumin standar



=



= 5000 mg/dL



=



50.000 ppm



=



M2.V2



50.000 . 1 mL



=



M2 . 25 mL



M2



=



2000 ppm



M1.V1



b. Perhitungan Seri Konsentrasi 1) Volume 1,25 mL M1.V1 = 2000 ppm. 1,25 mL = M2



=



2) Volume 2,5 mL M1.V1 2000 ppm. 2,5 mL



= =



M2



=



M2.V2 M2. 10 Ml = 250 ppm M2.V2 M2. 10 mL = 500 ppm



7



3) Volume 3,75 mL M1.V1 2000 ppm. 3,75 mL M2 4) Volume 5 mL M1.V1 2000 ppm. 5 mL M2



= =



M2.V2 M2. 10 mL



= = =



= 750 ppm M2.V2 M2 . 10 mL



=



= 1000 ppm



c. Penentuan Kadar Protein dalam Sampel 1) Sampel Susu Sapi X



=



=



=



2) Sampel Telur ayam X



=



3) Sampel Telur Bebek X



=



8



4) Sampel Bear Brand X



=



=



5) Sampel telur ayam kampung X



=



6) Sampel Susu Kedelai X



=



9



10



3. Reaksi



R N CH



O



R



CH2



N CH C



N



H



H



H



N



R



O



CH



CH2



N



CH C



O + CuSO4 + NaOH



CH C



O



R N



R



O



R



O



CH



C



H



+ Na2SO4 + H2O



Cu2+



N H



R



O



CH



C



H N



C



C



R



O



N



R



O



CH



C



11



4. Kurva Kalibrasi



5. Diagram Batang Sampel



12



F. Pembahasan Protein merupakan unit penyusun utama tubuh. Protein juga merupakan suatu polimer yang mempunyai monomer suatu asam amino. Asam amino sendiri merupakan senyawa kimia yang mengandung dua gugus fungsi yang berbeda. Sehingga reaksi identifikasi suatu protein tidak jauh dari reaksi kedua gugus fungsi tersebut. Salah satu identifikasi protein adalah dengan cara denaturasi protein (perubahan struktur protein). Adapun fungsi protein dalam tubuh secara umum yaitu untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan, pembentukan senyawa tubuh yang esensial. Protein juga mampu membentuk antibody, sebagai transport nutrient dan regulasi keseimbangan air. Fungsi protein yang tidak kalah penting yakni sebagai katalik (memepercepat laju reaksi). Protein dalam bahan pangan umumnya ditemukan pada kacang-kacangan, produk daging, telur, susu dan makanan laut. Asam amino adalah hasil dari blok protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Ada banyak kesamaan antara asam amino dan molekul biuret dan keduanya beraksi dengan cara yang sama. Reagent Biuret adalah larutan berwarna biru muda, yang berubah menjadi ungu bila bercampur dengan larutan yang mengandung protein. Sebuah kompleks berwarna ungu terbentuk ketika ion tembaga dari reagent Biuret bereaksi dengan ikatan peptida pada rantai polipeptida. Percobaan ini mengenai penentuan kadar protein dalam bahan makanan secara spektrofotometri yang bertujuan untuk dapat melakukan penetapan kada protein seara spektrofotometri. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah susu kedelai, susu sapi merek Beard Bean, susu sapi merek Ultramilk, telur ayam kampung, telur ayam potong dan telur bebek. Pemilihan sampel tersebut berdasarkan pada perbedaan merek susu dan perbedaan jenis telur yang sering dikonsumsi dan dijual dipasaran untuk mengetahui kadar protein pada masing-masing sampel tersebut.



13



Tahap pertama yaitu penentuan panjang gelombang maksimum untuk pembuatan kurva kalibrasi. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana didapatkan absorbansi maksimum pada sampel. Pemilihan panjang gelombang maksimum ini, ditentukan dengan maksud untuk mendapatkan absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu sehingga didapatkan kepekaan yang tinggi untuk dapat ditentukan kurva kalibrasinya. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan, dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu sinar yang digunakan dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut, tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi, dan indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara konsentrasi baku dan absorbansi sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini digunakan untuk menghitung kadar protein didalam sampel. Larutan baku (standar) yang digunakan dalam percobaan ini adalah albumin standar. Albumin standar ini berfungsi sebagai pembanding dengan protein yang ada pada sampel uji. Albumin standar digunakan bertujuan sebagai pembanding antara sampel yang akan diuji. Larutan stok adalah larutan yang dibuat diawal dengan konsentrasi tinggi untuk mempermudah pembuatan larutan seri konsentrasi dengan pengenceran. Tujuan dibuatnya larutan stok adalah untuk menghindari penimbangan atau penakaran yang berulang-ulang dalam setiap kali pembuatan larutan. Selain itu, kadang kali timbangan untuk menimbang bahan-bahan dalam jumlah yang sangat kecil tidak tersedia di laboratorium. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan membuat seri konsentrasi dengan menggunakan albumin standar yang diencerkan dengan aquadest. Tujuan dari pengenceran ini yaitu untuk menurunkan konsentrasi albumin, karena jika terlalu tinggi maka, albumin yang akan bereaksi dengan biuret akan terlalu pekat sehingga akan susah cahaya menembus larutan seri konsentrasi sehingga mengganggu proses



14



pembacaan absorbansi oleh spektrofotometer. Setelah larutan seri jadi, maka masing-masing disiapkan tabung reaksi yang diisi dengan larutan seri dan ditambahkan satu tabung lagi sebagai blanko. Blanko dalam percobaan ini berisi pereaksi biuret dan aquadest tanpa adanya sampel. Fungsi dari blanko yaitu untuk mengukur serapan pereaksi yang digunakan sehingga jumlah serapan protein sendiri adalah nilai absorbansi larutan standar atau sampel (mengandung pereaksi) dikurang dengan serapan pereaksinya. Sedangkan larutan seri konsentrasi berfungsi untuk menentukan kurva kalibrasi dimana masing-masing larutan seri konsentrasi tersebut akan dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer sehingga dapat ditentukan panjang gelombang maksimum dan kurva kalibrasinya. Pada penentuan kurva kalibrasi ini didapatkan nilai a = 0,16; b = 1,728 x 10-4; y = 0,0612 + (1,728 x 10-4)x dan nilai r = 0,9696. Koefisien korelasi menunjukkan



adanya



hubungan



proporsional



antara



absorbansi



dan



konsentrasi larutan. Nilai r positif menunjukkan korelasi yang berbanding lurus antara konsentrasi terhadap absorbansinya pada rentang konsentrasi larutan standar tersebut. Koefisien korelasi (r) dikatakan baik apabila mendekati 1. Nilai r yang diperoleh pada percobaan berada dalam rentang nilai antara -1 ≤ R ≤ 1 dan mendekati 1, sehingga dapat dikatakan linearitas data yang diperoleh antara konsentrasi dan absorbansi cukup baik dan metode tersebut dapat digunakan untuk analisis kadar protein. Prinsip dari spektofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer adalah apabila cahaya monokromatik melalui suatu media maka serapan cahaya tersebut diserap dan sebagian dipancarkan. Energy cahaya yang diserap kemudian akan diubah menjadi listrik dan fotosel yang akan dicatat, dimana besarnya energy listrik sebanding dengan sinar atau cahaya yang masuk sehingga semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap. Metode biuret merupakan metode yang digunakan untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji biuret merupakan jenis pengujian untuk identifikasi protein secara umum. Berarti uji Biuret akan selalu memberikan



15



hasil positif untuk semua jenis protein. Keuntungan dari metode biuret ini adalah bahan yang digunakan relatif murah akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah sensitivitas terhadap bahan yang diidentifikasi rendah sehingga diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak sedikit. Reagen biuret terdiri dari CuSO4 dalam aquadest, KI dalam aquadest, Nasitrat, Na2CO3 dan NaOH. CuSO4 sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Na-sitrat dan Na2CO3 berfungsi sebagai buffer dan NaOH berfungsi sebagai penyedia suasana basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Hal ini membantu untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari karbon dari ikatan peptida dalam larutan basa. Perubahan pada warna sampel uji akan memberikan hasil yang positif atau negatif. Prinsipnya adalah pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa. Terjadinya warna ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa. Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin pekat. Asam amino adalah hasil dari blok protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Ada banyak kesamaan antara asam amino dan molekul biuret dan keduanya beraksi dengan cara yang sama. Reagent Biuret adalah larutan berwarna biru muda, yang berubah menjadi ungu bila bercampur dengan larutan yang mengandung protein. Sebuah kompleks berwarna ungu terbentuk ketika ion tembaga dari reagent biuret bereaksi dengan ikatan peptida pada rantai polipeptida. Uji biuret ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai untuk menunjukan adanya senyawa protein. Langkah pengujian yang dapat dilakukan adalah larutan sampel yang diduga mengandung protein diencerkan dengan aquadest. Fungsi penambahan aquadest ini adalah sebagai pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel. Sampel yang tidak larut ditetesi dengan



16



larutan NaOH, Hal ini dilakukan karena NaOH menyebabkan hidrolisis ikatan peptida dari polimer protein sehingga sampel dapat larut dalam aquadest. Setelah itu, dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diisi dengan pereaksi biuret kemudian ditambahkan aquadest dan dihomogenkan. Tujuan dari penambahan biuret adalah agar Cu2+ yang terdapat pada biuret dapat membentuk ikatan kompleks ungu dengan protein pada sampel. Tujuan penghomogenan adalah untuk mempercepat reaksi antara protein dengan pereaksi biuret dengan cara meningkatkan kontak antara protein dengan ion Cu2+ yang terdapat pada pereaksi biuret. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC sampai 38oC selama 10 menit. Tujuannya adalah untuk memberi waktu bagi pereaksi biuret untuk bereaksi dengan protein dalam sampel. Diinkubasi pada suhu 37oC sampai 38oC dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya denaturasi protein. Denaturasi adalah kerusakan yang terjadi pada struktur protein, yaitu dari struktur tersier kemudian menjadi struktur primer. Denaturasi protein terjadi pada suhu 60oC. Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan kemudian ditentukan kadar protein total. Dari hasil pengukuran kadar protein total pada sampel, didapatkan absorbansi pada masing-masing konsentrasi yaitu konsentrasi 250 ppm, 500 ppm, dan 750 ppm serta 1000 ppm berturut-turut adalah 0,083; 0,127; 0,151 dan 0,172. Nilai-nilai absorbansi ini berbanding lurus dengan konsentrasi sampel dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin pekat warnanya sehingga semakin tinggi pula absorbansinya yang diartikan sebagai peningkatan kadar protein dalam sampel, begitupun sebaliknya semakin rendah konsentrasi maka semakin pudar warnanya sehingga semakin rendah pula absorbansinya yang diartikan sebagai penurunan kadar protein dalam sampel. Nilai absorbansi sampel yang didapat dari spektrofotometer sebanding dengan kadar protein pada sampel. Kadar protein total pada susu sapi ultramilk, telur ayam kampung, susu kedelai, susu beruang, telur bebek dan telur ayam kota yang didapat dari perhitungan berturut-turut adalah 0,75%; 6,5278%; 0,62%; 4,94%; 1,1189%; 5,27%.



17



G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kadar protein total pada susu sapi ultramilk yang didapat dari hasil perhitungan adalah 0,75%. 2. Kadar protein total pada telur ayam kampung yang didapat dari hasil perhitungan adalah 6,5278% 3. Kadar protein total pada susu kedelai yang didapat dari hasil perhitungan adalah 0,62%. 4. Kadar protein total pada susu beruang yang didapat dari hasil perhitungan adalah 0,73%. 5. Kadar protein total pada telur bebek yang didapat dari hasil perhitungan adalah 1,1189%. 6. Kadar protein total pada telur ayam kota yang didapat dari hasil perhitungan adalah 5,27%.



18



PERCOBAAN II PENENTUAN KADAR NITRIT PADA SEDIAAN MAKANAN A. Tujuan Menentukan kadar nitrit atau senyawa sejenisnya dengan metode spektrofotometri. B. Dasar Teori 1. Nitrit Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (curing) selama berabad-abad (Silalahi, 2005). Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas karna manfaat nitrit dalam pengolahan daging (seperti sosis, beef, cornet, dan burger). Selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet, nitrit berfungsi sebagai antimikroba yang berfungsi sebagai pemberi aroma dan cita rasa. (Cahyadi, 2006) Nitrit juga mrerupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF (Warmed Over Flavor), yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak menyenangkan pada produk daging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif untuk menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA (Thio Barbiturat Acid) pada produk daging. TBA adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid membentuk warna merah yang dapat diukur dengan spektrofotometer. Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanya ketengikan dari senyawa aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Rohaman, 2007). Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan, ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat membentuk turunan nitrosamine yang bersifa ttoksik. Nitrosamine merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Nitrosamine dapat menyebabkan tumor pada berbagai macam organ, termasuk hati, ginjal, kantung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas, dan lain-lain (Muchtadi, 2008).



19



Senyawa nitrosamine yang dihasailkan dari reaksi nitrit dengan amin sekunder merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Amin-amin sekunder yang paling banyak ditemukan didalam daging adalah piperidin, dietilamin, pirolidin, dan dimetilamin (Lawrine, 2003). 2. Pemeriksaan kualitatif nitrit Pemerikasaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan beberapa cara, yaitu menggunakan asam sulfanilat dan larutan NED, serbuk antipirin dan serbuk kalium iodide. Larutan yang mengandung nitrit apabila ditambahkan beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NED, dibiarkan selama beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah (Vogel, 1990). Larutan yang mengandung nitrit, dipekatkan diatas penangas air, kemudian pada sisa larutan diteteskan beberapa tetes asam klorida encer dan ditambahkan sedikit serbuk antipirin kemudian diaduk akan memberikan hasi lwarna hijau Larutan yang mengandung nitrit, ditambahkan sedikit serbuk kalium iodide lalu diasamkan dengan asam klorida encer, iod akan dibebaskan yang dapat diidentifikasi dengan pasta kanji memberikan hasil warnabiru. (Roth, 1988) 3. Penetapan kadar nitrit Penetapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain



spektrofotometri



sinar



tampak



dan



volumetri.



Metode



spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang membentuk warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maksimum 540nm (Lestari, 2011). Metode ini didasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan N-(1-naftil) etilendiamin dihidroksida (NED). Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna



ungu



kemerahan



yang



dapat



diukur



dengan



secara



spektrofotometri sinar tampak (Rohaman, 2007). Penetapan kadar nitrit dengan metode volumetrik dilakukan secara permanganometri dan serimetri. Permanganometri adalah suatu cara titrasi menggunakan



kalium



permanganat



sebagai



pentiter.



Serimetri



20



menggunakan serum (IV) sulfat dititrasi dengan ammonium besi (II) sulfat dan asam N-fenilantranilat sebagai indikator (Vogel, 1994).



21



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang pengaduk b. Cawan porselin c. Corong d. Erlenmeyer 100 mL e. Gelas kimia 100 mL f. Hot Plate g. Kaca arloji h. Kuvet i. Labu ukur 25 mL; 100 mL j. Mortir dan stamper k. Penjepit tabung l. Pipet tetes m. Pipet ukur 5 mL n. Propipet o. Rak tabung p. Sendok tanduk q. Spektrofotometer UV-Vis r. Tabung reaksi s. Timbangan analitik 2. Bahan a. Alkohol 96% b. Alumunium foil c. Aquades d. Asam borat e. HCl Pekat f. Naftiletilendiamin (NED.2HCl) g. Natrium Nitrit Standar h. Sampel Bakso 22



i. Sampel Nugget j. Sampel Sosis k. Sulfanilamida 0,1 % D. Prosedur Kerja 1. Pembutan Reagen Naftiletilendiamin (NED) a. Ditimbang NED.2HCl 0,05 g lalu dimasukkan ke gelas kimia. b. Dimasukkan aquades dan diaduk hingga homogen. c. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. d. Ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan. 2. Pembutan Reagen Sulfanilamida 0,1% a. Ditimbang Sulfanilamida 0,1 g dan dimasukkan ke gelas kimia. b. Dimasukkan aquades dan diaduk hingga homogen. c. Dimasukkan HCl pekat 1 mL dan diaduk hingga homogen d. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. e. Ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan. 3. Pembuatan Larutan Baku a. Ditimbang natrium nitrit standar sebanyak 25 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. b. Ditambahkan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan. c. Dibuat larutan seri konsentrasi 0 mL; 1 mL; 2 mL; 4 mL; 6 mL; 8 mL. d. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan Sulfanilamida sebanyak 1 mL lalu dikocok. e. Dimasukkan NED sebanyak 1 mL dan didiamkan selama 1 menit. f. Dimasukkan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan. g. Diukur absorbansi dan dibuat kurva baku. 4. Penentuan Kadar Nitrit Sampel a. Ditimbang sampel sebanyak 10 mg dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. b. Dimasukkan borat jenuh sebanyak 5 mL. c. Ditambahkan aquades panas sebanyak 100 mL lalu dipanaskan sambil diaduk dan disaring. d. Diambil 5 mL larutan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. e. Dimasukkan sulfanilamida dan NED masing-masing sebanyak 2,5 mL. f. Didiamkan sampai berubah warna. 5. Uji Kualitatif



23



a. Ditimbang sampel halus sebanyak 5 g. b. Ditambahkan aquades sampai tanda batas lalu diukur absorbansi. c. Dimasukkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan aquades lalu d. e. f. g. h.



diaduk hingga homogen. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan aquades sampai tanda batas. Diambil larutan uji dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan asam sulfanilamida dan NED. Didiamkan sampai berubah warna menjadi ungu merah.



24



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel hasil pengamatan a. Pembuatan kurva baku Konsentrasi



Absorbansi



Blanko 10 ppm 20 ppm 40 ppm 60 ppm 80 ppm



0 1,637 0,693 0,267 0,066 0,041



a = 1,508 b = - 0,021 r



= - 0,900



r 2 = - 0,810 y = a + bx = 1,508 + ( -0,021 ) x b. Uji kuantitatif Sampel Bakso Sosis Nugget c. Uji kualitatif Sampel Bakso Sosis Nugget



Absorbansi 0,346 0,822 0,251



Kadar (%) 0,0551 0,032 0,0059



Hasil (+) (+) (+)



Keterangan Terdapat nitrit Terdapat nitrit Terdapat nitrit



2. Perhitungan a. Pembuatan kurva baku 1). Konsentrasi 1



25



M 1 x V1 = M2 x V2 250 ppm x 1 mL = M2 x 25 mL M2 = 10 ppm 2). Konsentrasi 2 M 1 x V1 = M2 x V2 250 ppm x 2 mL = M2 x 25 mL M2 = 20 ppm 3). Konsentrasi 3 M 1 x V1 = M2 x V2 250 ppm x 4 mL = M2 x 25 mL M2 = 40 ppm 4). Konsentrasi 4 M 1 x V1 = M2 x V2 250 ppm x 6 mL = M2 x 25 mL M2 = 60 ppm 5). Konsentrasi 5 M 1 x V1 = M2 x V2 250 ppm x 8 mL = M2 x 25 mL M2 = 80 ppm Berdasarkan hasil konsentrasi yang diperoleh, maka persamaan regresi linier



y = a + bx y = 1, 508 + ( -0,021 ) x y = 1,508 - 0,021 x r = -0, 900



b. Penentuan kadar nitrit 1). Sampel bakso y



= 1,508 - 0,021 x



0,346 = 1,508 - 0,021 x x



= 55,33



26



x



=



x



=



x



x



= 551,68 ppm %



x 100 % = 0,0551 %



=



2). Sampel sosis y



= 1,508 - 0,021 x



x



=



x



=



x



x



= 326,34 ppm %



=



x 100 % = 0,032 %



3). Sampel nugget y



= 1,508 - 0,021 x



x



=



x



=



x



x



= 59,86 ppm



27



%



3.



=



x 100 % = 0,0059 %



Kurva



28



29



Kadar Nitrit (ppm)



F. Pembahasan Percobaan kali ini mengenai penentuan kadar nitrit pada sediaan makanan yang bertujuan untuk menentukan kadar nitrit atau senyawa sejenisnya dengan metode spektrofotometri. Nitrit merupakan salah satu senyawa zat kimia yang sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan yaitu bahan pengawet. Nitrit digunakan sebagai pengawet dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Nitrit sebagai pengawet diizinkan penggunaannya, akan tetapi perlu diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas. Pengukuran kadar nitrit dalam sediaan makanan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Prinsip spektrofotometri yaitu berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatis melalui suatu medium maka sebagian cahaya tersebut dipantulkan, sebagian diserap oleh



30



medium dan sisanya diteruskan. Nilai serapan yang didapat dinyatakan dengan fungsi absorbansi. Adapun prinsip penentuan kadar nitrit yaitu berdasarkan reaksi diazotasi antara nitrit yang berasal dari natrium nitrit dengan amin aromatik primer yaitu sulfanilamida yang akan menghasilkan garam diazonium



yang



selanjutnya



direaksikan



dengan



naftiletilendiamin



hidroklorida membentuk senyawa azo yang berwarna. Pada uji kuantitatif diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Sampel yang digunakan dalam pengujian ini adalah bakso, sosis dan nugget. Percobaan pertama ialah pembuatan reagen yaitu reagen naftiletilendiamin dengan cara melarutkan naftiletilendiamin hidroklorida dengan aquades secukupnya kemudian dihomogenkan. Setelah itu, disimpan dalam botol reagen. Percobaan kedua adalah pembuatan reagen sulfanilamida dengan cara melarutkannya dengan aquades secukupnya kemudian ditambahkan pula HCl pekat. Adapun fungsi HCl pekat adalah untuk mempermudah proses pelarutan sulfanilamida dilihat dari sifat kelarutan sulfanilamida yaitu larut dalam asam klorida P. Setelah itu, dihomogenkan dan disimpan dalam botol reagen. Percobaan ketiga ialah pembuatan kurva baku dari larutan baku natrium nitrit standar. Larutan natrium nitrit standar dibuat dengan melarutkan sejumlah natrium nitrit standar hingga diperoleh konsentrasi 250 ppm. Dari larutan standar tersebut, dibuat larutan blanko dan larutan induk dengan variasi konsentrasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm. Fungsi natrium nitrit standar ialah sebagai larutan yang mengandung analit yakni nitrit yang akan dicari konsentrasinya, namun natrium nitrit standar disini telah diketahui konsentrasinya. Dari pengukuran absorbansi senyawa natrium nitrit standar ini maka dapat diperoleh panjang gelombang maksimum yang juga cocok untuk mengukur absorbansi senyawa nitrit yang terdapat di dalam produk pangan yang akan dianalisis. Sedangkan larutan blanko merupakan larutan yang tidak mengandung natrium nitrit. Adapun fungsi dari larutan blanko yaitu sebagai pembanding dengan mengetahui absorbansi dari pelarut saja untuk memastikan agar pelarut tidak mengganggu absorbansi dari sampel. Larutan induk dibuat dengan variasi konsentrasi bertujuan untuk



31



mengurangi kesalahan pada hasil akhir pengukuran. Fungsi dari larutan seri konsentrasi ini adalah untuk membuat kurva yang menghubungkan antara absorbansi dengan konsentrasi dimana bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus sehingga dapat dicari persamaan regresi liniernya dan persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadar senyawa dalam sampel uji. Berdasarkan hasil pengukuran, maka didapatkan persamaan regresi linier yaitu y = 1,506 – 0,0217x dimana r 2 = -0,8072. Nilai r disini menunjukkan hubungan linieritas antara absorbansi dengan konsentrasi dimana nilai r berkisar antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1, menandakan hubungan linieritas yang tinggi, sedangkan nilai r yang didapatkan bernilai negatif. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kontaminasi pada bagian bening kuvet sehingga menyebabkan cahaya yang melewati kuvet tidak dapat diserap dengan maksimal dan memberikan absorbansi yang kurang optimal. Pengukuran absorbansi harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum agar pengukuran menjadi lebih akurat dan presisi. Hal ini dikarenakan panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena adanya perubahan absorbansi yang besar. Penetapan kadar nitrit dalam sampel dilakukan dengan menghaluskan sampel terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan memperbesar luas permukaan dari sampel. Luas permukaan yang besar akan mempermudah proses analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sampel yang telah dihaluskan ditambahkan dengan asam borat dan air panas lalu dipanaskan dan diaduk. Fungsi penambahan asam borat jenuh adalah untuk mendenaturasikan protein yang terdapat dalam sampel dengan adanya penambahan air panas. Denaturasi perlu dilakukan karena protein dapat mengganggu proses pembacaan pada spektrofotometer. Selain itu, protein mengandung gugus –NH2 yang dapat bereaksi dengan nitrit sehingga nitrit dalam sampel akan bereaksi dengan gugus dari protein bukan bereaksi dengan reagen. Adapun fungsi pemanasan dan pengadukan, yaitu untuk membantu mempercepat denaturasi protein dengan mekanisme memutus ikatan-ikatan peptida pada struktur sekunder, tersier dan kuartener pada protein. Dengan



32



adanya pengadukan, mengakibatkan kontak antar partikel menjadi lebih sering sehingga protein yang terdenaturasi akhirnya mengendap atau terkoagulasi. Setelah itu, larutan sampel didinginkan dan disaring untuk memisahkan protein lalu diencerkan dan ditambahkan reagen sulfanilamida, sampel diencerkan agar tidak terlalu pekat dan dapat diukur absorbansinya. Selanjutnya larutan sampel didiamkan hingga berubah warna lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Tujuan dari pendiaman ini adalah untuk memberikan kesempatan pada nitrit bereaksi dengan reagen hingga terbentuk warna. Perubahan warna yang terjadi dihasilkan oleh reaksi antara garam diazonium yang merupakan hasil reaksi natrum nitrit dan reagen sulfanilamida, dengan reagen naftiletilendiamin menghasilkan suatu senyawa azo yang berwarna. Senyawa azo ini memiliki gugus kromofor yakni gugus yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi sehingga menghasilkan serapan warna. Absorbansinya diukur dengan panjang gelombang maksimum, dimana panjang gelombang maksimum digunakan sesuai hukum Lambert-Beer. Panjang gelombang berbanding lurus dengan besar konsentrasi sehingga digunakan panjang gelombang maksimum agar konsentrasi nitrit dalam sampel yang didapatkan maksimal. Berdasarkan hasil pengukuran, maka diperoleh kadar nitrit dalam sampel bakso sebesar 0.053%, sampel sosis sebesar 0,031% dan sampel nugget sebesar 0,006%. Batas penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet dalam produk pangan sebesar 200 ppm (0,02%). Dari sampel yang telah dianalisis, maka sampel yang mengandung nitrit dengan batasan yang diperbolehkan adalah sampel nugget sedangkan sampel bakso dan sosis mengandung nitrit dengan kadar yang melebihi batas yang diperbolehkan. Berdasarkan hasil uji kualitatif terhadap produk pangan yang dianalisis, maka didapatkan bahwa semua sampel mengandung bahan pengawet berupa nitrit yang ditandai dengan perubahan warna menjadi ungu kemerahan setelah penambahan reagen sulfanilamida dan reagen



naftiletilendiamin. Analisis



senyawa nitrit baik secara kualitatif maupun kuantitatif sangat diperlukan untuk mengetahui apakah di dalam produk pangan terutama produk olahan



33



daging yang diperjualbelikan mengandung bahan pengawet nitrit serta apakah kadar nitrit yang terkandung di dalam produk tersebut berada dalam batasan yang diperbolehkan sehingga masyarakat dapat mengetahui produk tersebut aman untuk dikonsumsi atau tidak. Hal ini dikarenakan penggunaan nitrit dalam pangan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan. Nitrit dapat membentuk turunan senyawa nitrosamin yang bersifat toksik. Nitrosamin merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Nitrosamin dapat menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati, ginjal, kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pencernaan, pankreas dan lain-lain.



G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sampel bakso terbentuk warna ungu kemerahan pada uji kualitatif. Kadar nitrit sebesar 0,053% pada uji kuantitatif. 2. Sampel sosis terbentuk warna ungu kemerahan pada uji kualitatif. Kadar nitrit sebesar 0,032% pada uji kuantitatif. 3. Sampel nugget terbentuk warna ungu kemerahan pada uji kualitatif. Kadar nitrit sebesar 0,006% pada uji kuantitatif.



34



PERCOBAAN III PENENTUAN KADAR ASAM BENZOAT PADA MINUMAN TEH KEMASAN A.



Tujuan Untuk mengetahui, memahami dan menentukan kadar asam benzoate pada bahan minuman secara kualitatif dan kuantitatif



B.



Dasar Teori Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan sebagai produsen bahan makanan diolah sedemikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen, salah satunya yaitu dengan menambahkan bahan kimia sebagai bahan tambahan makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan (Yuliarti, 2007). Salah satu faktor yang dapat membuat suatu produk bahan makanan bertahan lebih lama yaitu menambahkan bahan pengawet makanan ke dalam bahan makanan, seperti senyawa benzoat. Bahan pengawet benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan dan membunuh berbagai



35



mikroorganisme seperti kapang, khamir dan bakteri. Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam seperti saus tomat. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membrane sel, struktur sistem genetic mikroba dan mengganggu enzim intraseluler (Branen, 1993). Pengawet adalah zat (biasanya bahan kimia) yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur dan rasa makanan. Pada prinsipnya, pengawetan makanan dikelompokkan menjadi beberapa cara yaitu



pengaturan



suhu,



pengeringan



atau



dehidrasi,



pengasaman,



penggaraman, pemberian gas, pemberian antibioktik, serta antioksidan. Asam dan natrium benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri pada jus buah, pengawet yang termasuk dalam golongan ini, yaitu asam benzoat, natrium benzoat dan kalium benzoat (Arisman, 2003). Pengawetan alami merupakan cara pengawetan sederhana dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan makanan dan minuman. Pengawetan biologi merupakan cara memperpanjang umur simpan produk dengan fermentasi atau penggunaan enzim tertentu. Pengawetan kimia adalah proses pengawetan makanan dan minuman dengan menambahkan bahan kimia atau bahan tambahan lain pada takaran tertentu. Beberapa bahan yang sering ditambahkan antara lain garam, gula, asam benzoat, asam propionat dan asam sorbet (Gunarsa, 2011). Benzoat yang umumnya digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding dengan asamnya. Dalam bahan pangan, garam benzoat terurainya menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Hal ini dapat diproduksi dengan mereaksikan sodium hidroklorida dengan asam benzoat. Pengawet ini banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan makanan. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain.



36



(Cahyadi, 2008) Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jikan direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral (Vogel, 1985). Asam benzoat lebih dikenal sebagai natrium benzoat. Bentuknya kristal, bubuk putih halus dan sedikit asin. Benzoate tidak tahan terhadap suhu panas. Pengawet ini cocok untuk mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri. Asam benzoat sering dicampurkan ke dalam produk yang berkadar asam tinggi seperti saus tomat, selai, kecap, jus buah dan jeli. (Gunarsa, 2011) Asam benzoat sering digunakan sebagai pengawet bahan makanan olahan, seperti sari buah dan minuman ringan. Garam sodium dari asam benzoat lebih sering digunakan karena bersifat mudah larut dalam air, daripada bentuk asamnya. Asam benzoat lebih potensial terhadap ragi dan bakteri dan paling efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang. Penggunaan asam benzoat yang dikombinasikan dengan asam sorbet, dan ditambahkan dalam jumlah sekitar 0,05%-0,1% per berat bahan. (Saparinto, 2006) Batas maksimum penggunaan natrium benzoat sebesar 600mg/L untuk minuman ringan dan 1 g/kg untuk makanan lainnya. Konsumsi natrium benzoat diatas batas maksimum dapat menyebabkan kejang-kejang, hiperaktif serta penurunan berat badan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian (Senta, 2013). Analisis kuantitatif asam benzoat dilakukan dengan penambahan NaOH yang bersifat basa sehingga terjadi penambahan kertas lakmus merah menjadi biru. Asam benzoat merupakan senyawa yang kurang larut dalam air karena merupakan asam lemah. Dengan adanya NaOH menyebabkan molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi menjadi garam benzoat yang merupakan senyawa ion yang mudah larut dalam air. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl hingga larutan bersifat asam. Selanjutnya, diekstraksi dengan dietil eter dan ditambahkan beberapa tetes NH 4OH pekat hingga



37



larutan bersifat alkalis kemudian larutan ditambah dengan beberapa tetes larutan FeCl3. Adanya endapan cokelat kemerahan menunjukkan terdapat asam benzoat dalam sampel (Taib, 2014). Alkalimetri merupakan metode yang berdasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion hidrogen (berasal dari asam) dengan ion hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air karenanya alkalimetri dapat didefinisikan sebagai metode untuk menetapkan kadar asam dari suatu bahan dengan menggunakan larutan basa yang sesuai (Andari, 2013).



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang Pengaduk b. Buret 50 mL



38



c. Cawan porselin d. Corong pisah 250 mL e. Erlenmeyer 100 mL f. Gelas kimia 50 dan 100 mL g. Hot Plate h. Labu Takar i. Penjepit tabung j. Pipet tetes k. Pipet volume 1 dan 10 mL l. Propipet m. Rak tabung reaksi n. Statif dan klem o. Tabung reaksi 2. Bahan a. Etanol b. FeCl3 0,5% c. HCl 4 M d. H2C204 0,05 M e. Indikator PP f. NaOH 0,1 M g. Protelium eter h. Sampel Freshtea i. Sampel Teh Gelas j. Sampel Teh Kotak k. Sampel Teh Original 2 Daun l. Sampel Teh Pucuk D. Prosedur Kerja 1. Uji Kualitatif Asam Benzoat a. Diambil 1 mL sampel dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. b. Ditambahkan dengan 1 mL HCl.



39



c. Ditambahkan dengan 3 mL FeCl3. d. Diperoleh hasil positif mengandung asam benzoat jika terbentuk endapan coklat 2. Uji Kuantitatif Asam Benzoat a. Standarisasi NaOH dengan Menggunakan H2C204 Standar. 1) Disiapkan statif, buret dan erlenmeyer. 2) Diisi buret dengan larutan NaOH 0,1 M. 3) Diambil 10 mL H2C204 0,05 M dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. 4) Ditambahkan 3 tetes indikator PP. 5) Dititrasi dengan NaOH hingga berwarna ungu lembayung. 6) Diulangi sebanyak 3 x dan diukur volume titrasi yang digunakan. 7) Dihitung konsentrasi dari NaOH. b. Preparasi Sampel 1) Dimasukkan 50 mL larutan sampel ke dalam corong pisah dan ditambahkan 10 mL HCl 10%, dan digojok corong pisah. 2) Ditambahkan 20 mL petroleum eter ke dalam corong pisah, digojok kembali dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. 3) Diambil lapisan atas dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. 4) Diuapkan diatas penangas air hingga residu kering. 5) Ditambahkan etanol hingga larut. 6) Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan etanol hingga tanda batas. c. Penetapan Kadar Natrium Benzoat dengan Metode Asidi Alkalimetri 1) Dimasukkan 10 mL sampel yang telah dipreparasi ke dalam erlenmeyer. 2) Ditambahkan 3 tetes indikator PP. 3) Dititrasi dengan NaOH hingga berwarna ungu lembayung. 4) Dihitung volume NaOH yang digunakan. 5) Dihitung kadar asam benzoat.



40



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Hasil Pengamatan a. Penentuan secara kualitatif No. 1.



Sampel Teh gelas



Warna Coklat kekuningan



Hasil Uji (-) 41



2.



Teh kotak



Coklat kekuningan



(-)



3.



Teh pucuk



Coklat kekuningan



(-)



4.



Teh dua daun



Coklat kekuningan



(-)



5. Frestea Coklat kekuningan Keterangan: ( + ) mengandung asam benzoat ( - ) tidak mengandung asam benzoat b. Pengujian secara kuantitatif 1) Penentuan kadar asam benzoat No.



Sampel



Volume Titran



Titran



(-)



Kadar asam benzoat



1.



Teh gelas



5,25 mL



10 mL



0,06 %



2.



Teh kotak



0,3 mL



10 mL



0,036 %



3.



Teh pucuk



2,4 mL



10 mL



0,29 %



4.



Teh dua daun



0,2 mL



10 mL



0,024 %



5. Frestea 0,125 mL 10 mL 2. Perhitungan a. Penentuan kadar asam benzoat 1) Sampel teh gelas a) Konsentrasi asam benzoat mol NaOH = mol asam benzoat M1.V1 = M2.V2 0,1 M × 5,25 mL = M2 × 10 mL M2 = 0,00525 M



0,03 %



b) Massa asam benzoat



gram c) Kadar asam benzoat



42



2) Teh kotak a) Konsentrasi asam benzoat mol NaOH = mol asam benzoat M1.V1 =M2.V2 0,1 M × 0,3 mL = M2 × 10 mL M2 = 0,003 M b) Massa asam benzoat



gram c) Kadar asam benzoat



3) Teh pucuk a) Konsentrasi asam benzoat mol NaOH = mol asam benzoat M1.V1 = M2.V2 0,1 M × 2,4 mL = M2 × 10 mL M2 = 0,024 M b) Massa asam benzoat



gram c) Kadar asam benzoat



43



4) Teh dua daun a) Konsentrasi asam benzoat mol NaOH = mol asam benzoat M1.V1 = M2.V2 0,1 M × 0,2 mL = M2 × 10 mL M2 = 0,002 M b) Massa asam benzoat



gram c) Kadar asam benzoat



5) Frestea a) Konsentrasi asam benzoat mol NaOH = mol asam benzoat M1.V1 = M2.V2 0,1 M × 0,125 mL = M2 × 10 mL M2 = 0,0025 M b) Massa asam benzoat



gram c) Kadar asam benzoat



44



3. Reaksi a. Natrium benzoat + HCl NaO



HO



O



O



C



C



+H



+ NaCl



Cl



b. Asam benzoat + FeCl O



HO C 3



O



O



+ FeCl3



Fe O



O



C



+ 3HCl



O



O



c. Asam benzoat + NaOH COOH + NaOH



COONa + H2 O



4. Diagram Batang Kadar Asam Benzoat pada Sampel



45



F. Pembahasan 46



Asam benzoat merupakan salah satu pengawet sintetik yang berupa padatan kristal berwarna putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Asam benzoat memiliki aktivitas optimum pada pH 2,5-4 dan larut dalam air (21 g/L). Pengawet dan senyawa benzoat selain digunakan dalam bentuk asam, juga digunakan dalam bentuk garamnya seperti natrium benzoat dan kalium benzoat. Natrium benzoat lebih sering digunakan daripada asam benzoat karena kelarutan natrium benzoat 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Kelarutan natrium benzoat dalam air adalah 660 g/L. Penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,1 % atau 1 gram asam benzoat setiap 1 kg bahan makanan. Asam benzoat dan natrium benzoat biasanya digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Adapun mekanisme asam benzoat dan natrium benzoat sebagai pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Molekul-molekul asam benzoat tersebut mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel terhadap molekul-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunya pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sel mati. Sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapat efektivitas yang tingga sebaiknya asam tersebut digunakan dalam lingkungan asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam organik terurai menjadi ion-ionnya. Penggunaan asam dan garam benzoat dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan dan terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh. Fungsi utama dari pengawet makanan adalah untuk memperpanjang umur atau masa simpan makanan, serta mencegah terjadinya kerusakan makanan dalam rentan waktu yang singkat, yang seringnya disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam bahan makanan. Penggunaan pengawet makanan dalam bahan makanan



47



akan mencegah dan mematikan pertumbuhan mikroba penyebab rusaknya bahan makanan. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan kadar asam benzoat dalam suatu minuman kemasan secara kualitatif dan kuantitatif. Sampel yang digunakan adalah teh-teh kemasan, seperti teh gelas, teh kotak, teh pucuk, teh original dua daun dan frestea. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar asam benzoat dalam percobaan ini adalah asidi-alkalimetri. Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan baku primer asam seperti asam asetat dan asam oksalat untuk menentukan larutan baku sekunder yang bersifat basa. Sedangkan alkalimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan baku primer basa untuk menentukan larutan baku sekunder yang bersifat asam. Metode asidi-alkalimetri merupakan uji kuantitatif dalam percobaan ini, sedangkan uji kualitatif untuk mengetahui kandungan asam benzoat dalam suatu sampel dilakukan dengan penambahan pelarut-pelarut seperti HCl dan FeCl3 yang akan menghasilkan warna atau endapan yang menandakan adanya asam benzoat dalam sampel tersebut. Pengujian pertama adalah uji kualitatif adanya kandungan asam benzoat dalam sampel dilakukan dengan menambahkan larutan HCl dan FeCl 3 ke dalam sampel yang akan menghasilkan endapan cokelat dan menandakan adanya asam benzoat dalam sampel. HCl berfungsi meningkatkan suasana asam karena sifat asam benzoat yaitu asam lemah sehingga perlu ditingkatkan keasamannya agar mudah bereaksi dengan FeCl3 dan memutuskan ikatan natrium benzoat pada sampel agar mudah ereaksi dengan FeCl 3. Kemudian asam benzoat akan bereaksi dengan FeCl3 membentuk senyawa kompleks Fe (III) benzoat yang menghasilkan endapan cokelat kemerahan. Hasil percobaan didapatkan semua sampel negatif mengandung asam benzoat karena tidak terbentuk endapan cokelat kemerahan dari penambahan HCl dan FeCl3. Percobaan kedua yaitu standarisasi NaOH dengan menggunakan H 2C2O4 standar dengan cara menambahkan indikator PP ke dalam larutan H2C2O4



48



kemudian dititrasi dengan NaOH hingga warna larutan berwarna ungu lembayung. Standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan yang tergolong baku sekunder. Larutan baku primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimbangan, pelarutan, dan penyimpanan. Adapun syarat-syarat larutan baku primer yaitu mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-120⁰ C) dan disimpan dalam keadaan murni, tidak bersifat higroskopik dan berubah berat dalam penimbangan, sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang besar. Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan proses standarisasi dengan larutan baku primer karena secara langsung tidak dapat diketahui kadarnya dan tidak stabil di dalam proses penimbangan, pelarutan dan penyimpanan karena biasanya larutan baku sekunder tidak murni dan bersifat higroskopis. Adapun syarat-syarat larutan baku sekunder yaitu, derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku sekunder, berat ekivalennya rendah sehingga rentan untuk terjadi kesalahan saat penimbangan, dan larutan relative tidak stabil di dalam penyimpanan. H2C2O4 digunakan sebagai larutan baku primer karena memenuhi syarat larutan baku primer, sedangkan NaOH sebelum digunakan dalam penentuan kadar asam benzoat perlu distandarisasi karena bersifat higroskopis sehingga dalam penyimpanan mudah menarik CO2 dan uap air sehingga konsentrasinya selalu berubah-ubah. Titik ekuivalen adalah kondisi dimana mol H2C2O4 sama dengan mol NaOH. Titik ekuivalen tidak dapat terlihat sehingga digunakan penambahan indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah kondisi dimana mol NaOH sedikit berlebih dari mol H2C2O4 yang ditandai dengan terbentuknya ungu lembayung. Karena adanya penambahan indikator PP. Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi yang terjadi antara H2C2O4 dengan NaOH yang membentuk larutan garam. Garam yang dihasilkan bersifat basa karena berasal dari reaksi antara asam lemah dan basa kuat. Hal tersebut menyebabkan titik ekuivalen pada kisaran pH >7, sehingga digunakan indikator PP karena range



49



pH 8,3-10. Indikator PP pada kondisi asam tak berwarna dan basa berwarna merah. Alasan tidak dilakukan standarisasi adalah karena NaOH yang digunakan dibuat pada saat praktikum berlangsung dan tidak melewati masa penyimpanan sehingga konsentrasi NaOH tepat karena tidak dipengaruhi oleh CO2. Percobaan ketiga yaitu preparasi sampel dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Preparasi sampel adalah proses yang harus dilakukan untuk menyiapkan



sampel



sehingga



siap



untuk



dianalisis



menggunakan



instrumentasi yang sesuai. Perlu dilakukan preparasi sampel karena dalam bentuk sampel masih banyak senyawa pengganggu seperti bahan tambahan yang dapat mengganggu jalannya reaksi. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair dan komponen kimia akan terpisah. Prinsip kerja dari corong pisah yaitu pemisahan berdasarkan berat jenis larutan, dimana larutan yang memiliki berat jenis yang besar akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan yang berat jenisnya kecil akan berada di lapisan atas. Sampel dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan dengan HCl kemudian digojog dan ditambahkan petroleum eter, digojog kembali. Cara menggojognya adalah dengan memegang corong pisah secara horizontal, dimana ujung corong pisah dipegang dengan tangan kiri dan tutup corong pisah ditangan kanan, setelah itu diputar kearah dalam. Penggojokan dilakukan sebanyak 3 kali, agar petroleum eter dapat menarik asam benzoat yang terdapat pada sampel secara optimal. Setelah penggojokan tutup dari corong pisah harus dibuka agar corong pisah tidak pecah akibat tekanan dari gas yang ada dalam corong pisah. Digunakan pelarut petroleum eter karena asam benzoat larut dalam 3 bagian eter P. Penambahan HCl guna mencegah terjadinya disosiasi dari asam benzoat sampel dan untuk



50



memutuskan ikatan natrium benzoat. Penggojokan berfungsi agar pelarut dapat melakukan kontak yang maksimal dengan sampel agar lebih banyak asam benzoat ditarik oleh petroleum eter. Petroleum eter berfungsi sebagai pelarut yang akan menarik asam benzoat yang ikatannnya telah diputuskan oleh HCl. Didiamkan selama 15 menit sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah merupakan air yang berasal dari sampel teh, sedangkan lapisan atas merupakan petroleum eter yang telah mengandung asam benzoat. Hal tersebut karena berat jenis air lebih besar dari petroleum eter. Berat jenis air adalah 1 g/cm3 dan berat jenis petroleum eter adalah 0,6-0,8 g/cm3. Diulangi perlakuan sebanyak 2 kali yang bertujuan untuk memaksimalkan penarikan asam benzoat oleh petroleum eter. Ditampung lapisan atas dalam cawan porselin dan dipanaskan di atas hot plate yang bertujuan untuk menguapkan pelarut petroleum eter, agar tidak mengganggu saat proses titrasi pada penentuan kadar asam benzoat dalam sampel. Kemudian ditambahkan etanol untuk melarutkan residu asam benzoat. Dilarutkan residu dengan etanol karena asam benzoat larut dalam 3 bagian etanol (95 %) P. Percobaan keempat adalah penetapan kadar asam benzoat dengan metode alkalimetri. Sampel yang telah dipreparasi ditambahkan dengan indikator PP kemudian dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi. Titik ekuivalen adalah kondisi dimana mol NaOH sama dengan mol asam benzoat. Titik ekuivalen tidak dapat terlihat sehingga digunakan penambahan indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah kondisi dimana mol NaOH sedikit berlebih dari mol asam benzoat yang ditandai dengan terbentuknya ungu lembayung, karena adanya penambahan indikator PP. Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi yang terjadi antara asam benzoat dengan NaOH yang membentuk larutan garam. Garam yang dihasilkan bersifat basa karena berasal dari reaksi antara asam lemah dan basa kuat. Hal tersebut menyebabkan titik ekuivalen pada kisaran pH > 7, sehingga digunakan indikator PP karena range pH 8,3-10. Indikator PP pada kondisi asam tak berwarna dan basa berwarna merah. Pengulangan titrasi berfungsi untuk mengoptimalkan hasil dari titrasi. Kadar asam benzoat dalam masing-



51



masing sampel setelah dilakukan tiga kali pengulangan titrasi yaitu sampel Teh Gelas 0,06 %, Teh Kotak 0,036 %, teh original Dua Daun 0,024 %, Teh Pucuk 0,3 %, dan Frestea 0,03 %. Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar dari 0.06 %-0.1 %. Berdasarkan SNI, hanya sampel Teh Pucuk yang melewati batas kadar penggunaan asam benzoat. Hasil uji kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Hal tersebut karena pada uji kualitatif tidak terdapat proses ekstraksi sampel sehingga hasil negatif palsu dapat terjadi karena pada sampel uji masih terdapat bahan tambahan lain yang dapat mengganggu reaksi FeCl3 dengan asam benzoat. Tujuan penentuan kadar asam benzoat pada sediaan minuman teh kemasan dalam bidang farmasi adalah untuk memantau penggunaan asam benzoat pada minuman teh kemasan. Agar kadar asam benzoat tidak melampaui batas yaitu berkisar antara 0,06 %-0,1 %.



52



G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada sampel Frestea tidak terdapat endapan cokelat kemerahan pada uji kualitatif. Sedangkan kadar asam benzoat 0,03 % pada uji kuantitatif. 2. Pada sampel Teh Gelas tidak terdapat endapan cokelat kemerahan pada uji kualitatif. Sedangkan kadar asam benzoat 0,06 % pada uji kuantitatif. 3. Pada sampel Teh Kotak tidak terdapat endapan cokelat kemerahan pada uji kualitatif. Sedangkan kadar asam benzoat 0,036 % pada uji kuantitatif. 4. Pada sampel teh original Dua Daun tidak terdapat endapan cokelat kemerahan pada uji kualitatif. Sedangkan kadar asam benzoat 0,024 % pada uji kuantitatif. 5. Pada sampel Teh Pucuk tidak terdapat endapan cokelat kemerahan pada uji kualitatif. Sedangkan kadar asam benzoat 0,3 % pada uji kuantitatif.



53



PERCOBAAN IV ANALISIS KADAR NIKOTIN A. Tujuan Menentukan secara kuantitatif kadar nikotin yang terdapat pada tembakau. B. DasarTeori Lebih dari satu milyar perokok aktif di dunia akan mengalami kematian karena berbagai penyakit yang berhubungan dengan tembakau. Merokok tembakau merupakan penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat dicegah. Merokok memberikan konstribusi efek samping pada kesehatan, termasuk penyakit jantung, paru serta berbagai penyakit lain baik di Negara industri maupun Negara sedang berkembang (Artana, 2009). Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabaccum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin ialah senyawa kimia berminyak yang tidak berwarna merupakan salah satu racun yang paling keras yang kita kenal. Nikotin merupakan sejenis obat yang dalam jumlah kecil sudah cukup untuk merangsang atau penenang. Dosis yang lebih besar bisa membahayakan manusia. Nikotin paling banyak berada di sepertiga terakhir pada bagian rokok. Nikotin merupakan racun yang sangat kuat, sehingga digunakan untuk membunuh serangga. Pada tembakau jenis Nicotiana tabaccum mengandung nikotin sebesar 1-3 % digunakan sebagai bahan kenikmatan seperti cerutu, cigarette dan susur. Selain itu digunakan pula untuk pembuatan-pembuatan preparat insektisida (Amstrong, 1992;Sitepae, 2000 ). Daun tembakau kering mengandung kadar nikotin 2-8 %, yang terikat dengan asam nitrat dan malat. Berbentuk cairan seperti minyak tak berwarna sampai warna kuning pucat dan akan berubah menjadi coklat apabila terkena udara atau sinar, sangat higroskopis dan mudah membentuk garam dengan semua asam, sangat mudah larut dalam alkohol, kloroform, eter, petroleum eter, minyak tanah dan minyak nabati (Sudarmadji, 2003). 54



Kadar nikotin tembakau dapat berkisar antara 0,5 % sampai 0,8 %. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap kadar nikotin pada tembakau antara lain tipe tanah, ketinggian, tempat, kerapatan, populasi tanaman dan jenis lahan tanah. (Leffingwell, 1999) Merokok pada dasarnya adalah menikmat asap nikotin yang dibakar. Merokok tanpa nikotin belum dibuktikan nampaknya tidak akan terjadi. Pada saat ini dengan teknologi modern, usaha menekan bahan berbahaya dapat dilakukan melalui system pabrikan dalam industri rokok (Tirtosastro, 2010). Metode yang paling sederhana



dalam penentuan kadar nikotin dalam



tembakau dengan cara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm, dimana ekstrak nikotin diperoleh dari merendam daun tembakau dalam air, dengan penambahan HCl 0,1 N. Struktur nikotin akan terprotonisasi pada cincin pirolidinnya. Dalam keadaan terprotonisasi, nikotin dapat dihidrolisa dengan basa. Kadar nikotin yang diperoleh diuji kestabilannya dengan penambahan HCl 0,1 N untuk melihat pengaruh pH, dengan penyimpanan dalam beberapa hari. Perubahan kadar terjadi diukur dengan cara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm. (Clarke, 1996) Nikotin mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat dengan mengubah kadar neurotransmitter dan bahan kimia yang mengatur temperamen, belajar dan kemampuan berkonsentrasi. Nikotin dapat bekerja secara sedatif, bergantung pada kadar nikotin dalam tubuh dan lamanya. Merokok juga menyebabkan pelepasan endorfin yang membentuk efek tranquilizer. Nikotin merupakan racun dan bila digunakan dalam dosis besar dapat mematikan karena efek yang ditimbulkannya pada otot pernafasan. Nikotin berperan penting dalam meningkatkan penyakit jantung dan pendarahan pada otak. (Sudiono, 2008) Nikotin memproduksi sebuah perasaan senang yang membuat para perokok merasa ingin terus-menerus merokok. Setelah sistem saraf beradaptasi dengan nikotin, perokok cenderung menambah jumlah batang



55



rokok yang dihisap. Akibatnya kadar nikotin dalam darah ikut meningkat. Dosis 30-60 mg dari nikotin dianggap sebagai dosis yang mematikan pada manusia. Nikotin merupakan salah satu racun yang bekerja sangat cepat. Saat menghirup asap rokok, nikotin tersebut turut masuk ke dalam paruparu. Kemudian di absorbsi secara cepat kedalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Nikotin dapat ditemukan pada air susu ibu yang merokok bahkan pada lendir selama kehamilan. Terpapar nikotin dalam waktu yang lama ditambah dengan karbondioksida akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Meskipun nikotin bukan pencetus langsung dari aktivitas pembentukan sel-sel kanker, tetapi nikotin memungkinkan terbentuknya senyawa nitrosamine dan tembakau. Nitrosamine adalah senyawa yang dapat menyebabkan kanker. (Sugito, 2007) Bahan berbahaya dalam rokok tidak hanya dapat mengakibatkan bahaya pada kesehatan penggunanya tetapi juga orang-orang yang tidak merokok. Perokok pasif memiliki resiko yang lebih besar menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung iskemia (Nurmala, 2008).



56



C. Alat dan bahan 1. Alat a. Batang Pengaduk b. Buret 50 Ml c. Cawan Porselin d. Corong e. Gelas Kimia 50 mL f. Hot Plate g. Labu Erlenmeyer 100 mL h. Labu Erlenmeyer Bertutup 250 mL i. Pipet Tetes j. Pipet Ukur 1 mL; 10 mL k. Propipet l. Sendok Tanduk m. Statif dan Klem n. Timbangan Analitik 2. Bahan a. Aluminium Foil b. Aquades c. HCl 0,01N d. Indikator Metil Merah e. NaOH 20% f. Petroleum Eter g. Sampel Rokok Filter Wismilak h. Sampel Rokok Filter Sampoerna i. Sampel Rokok Filter Marlboro j. Sampel Rokok Kretek Djarum 76 k. Sampel Rokok Kretek Dji Sam Soe l. Sampel Rokok Kretek Gudang Garam Merah



D. Prosedur kerja 1. Ditimbang 1 g sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL bertutup. 2. Ditambahkan 1 mL NaOH 20% dan diaduk rata. 3. Ditambahkan 10 mL petroleum eter dan dihomogenkan. 4. Didiamkan 1 jam sehingga diperoleh lapisan eter bagian atas yang jernih. 5. Diambil 10 mL lapisan eter dan diuapkan pada hot plate sehingga volume tinggal 2 mL. 6. Ditambahkan aquades 10 ml dan 2 tetes indikator metil merah.



57



7. Dititrasi dengan HCl 0,01 N sehingga warna hijau kekuningan berubah merah. 8. Dihitung kadar nikotin sampel.



58



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel hasil pengamatan a. Kadar nikotin dalam kemasan Sampel



Kadar nikotin (mg)



Dji Sam Soe



2,3



Gudang garam merah



2,5



3.



Djarum 76



2,6



4.



Wismilak 16



1,7



Sampoerna Mild



1,0



Marlboro



1,0



No.



Jenis rokok



1. 2.



Kretek



5.



Filter



6. b. Penentuan kadar nikotin



Volume Kadar Kada HCl nikotin r (mL) (mg) nikoti n (%)



Sampel



Berat sampel (g)



Dji Sam Soe



1,0007



6,6



11,00



1,10



Gudang garam merah



1,0051



5,7



9,05



0,90



3.



Djarum 76



1,0027



9,0



14,54



1,45



4.



Wismilak 16



1,0030



7,4



12,04



1,20



Sampoerna Mild



1,0010



6,2



10,04



1,00



Marlboro



1,0010



9,8



15,92



1,59



No.



Jenis Rokok



1.



2.



5. 6.



Kretek



Filter



2. Perhitungan Rumus :



59



% nikotin =



x 100%



a. Kadar nikotin sampel rokok Dji Sam Soe % nikotin



=



=



x 100%



x 100%



= 1,1% = % nikotin x berat sampel (mg) = 1,1% x 1000,7 mg = 11 mg b. Kadar nikotin sampel rokok gudang garam merah mg nikotin



% nikotin



=



=



x 100%



x 100%



= 0,9% = % nikotin x berat sampel (mg) = 0,9% x 1005,1 mg = 9,05 mg c. Kadar nikotin sampel rokok Djarum 76 mg nikotin



% nikotin



=



=



x 100%



x 100%



= 1,45% = % nikotin x berat sampel (mg) = 1,45% x 1002,7 mg = 14,54 mg d. Kadar nikotin sampel rokok Wismilak 16 mg nikotin



% nikotin



=



x 100%



60



=



x 100%



= 1,2% = % nikotin x berat sampel (mg) = 1,2% x 1003 mg = 12,04 mg e. Kadar nikotin sampel rokok Sampoerna Mild mg nikotin



% nikotin



=



=



x 100%



x 100%



= 1,003% = % nikotin x berat sampel (mg) = 1,003% x 1001 mg = 10,04 mg f. Kadar nikotin sampel rokok Marlboro mg nikotin



% nikotin



=



= mg nikotin



x 100%



x 100%



= 1,59% = % nikotin x berat sampel (mg) = 1,59% x 1001 mg = 15,9 mg



3. Reaksi



Nikotin



61



F. Pembahasan Percobaan mengenai analisis kadar nikotin pada rokok yang bertujuan untuk menentukan secara kuantitatif kadar nikotin yang terdapat pada tembakau. Sampel rokok yang digunakan ada 2 jenis yaitu rokok kretek dan rokok filter. Rokok kretek ialah rokok yang memiliki ciri khas adanya campuran cengkeh pada tembakau rajangan yang menghasilkan bunyi kretekkretek ketika dihisap dan tidak memiliki filter. Rokok filter adalah rokok filter menggunakan tembakau Virginia iris atau tembakau lainnya tanpa menggunakan cengkeh dan pada bagian pangkalnya terdapat gabus sebagai filter. Rokok kretek yang digunakanya itu rokok kretek Djarum 76, rokok kretek Dji Sam Soe dan rokok kretek Gudang Garam Merah. Sedangkan rokok filter yang digunakan yaitu rokok filter Marlboro, rokok filter Sampoerna dan rokok filter Wismilak. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabaccum, Nikotiana rustica dan spesies lainnya. Nikotin merupakan suatu alkaloid berwarna kuning pucat hingga coklat tua. Kadar nikotin merupakan kunci untuk menentukan kualitas tembakau. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar nikotin yaitu jenis tembakau, jenis tanah, kadar nitrogen tanah, tingkat kematangan tembakau dan masa penguningan. Nikotin bersifat higroskopis dapat bercampur dengan air pada suhu dibawah 60°C, sangat larut dalam alkohol, kloroform, petroleum eter, eter, kerosin dan sejenisnya. Senyawa nikotin ini terdapat sekitar 0,6–3% dalam tembakau kering. Konsentrasi nikotin biasanya sekitar 5% dari per 100 gram berat tembakau. Sebatang rokok biasanya mengandung 8-20 mg nikotin. Pengujian kali ini dilakukan menggunakan metode titrasi. Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan untuk mengukur kadar suatu unsur atau sampel. Penetapan kadar nikotin dilakukan dengan metode asidi-alkalimetri. Metode ini merupakan metode titrasi asam basa yang digunakan untuk menentukan kadar asam maupun basa. Dalam pengujian ini, kadar senyawa yang ingin ditentukan bersifat basa maka



62



dititrasi dengan menggunakan asam (HCl). Sebelum melakukan titrasi, ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu menghaluskan sampel yang bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga nikotin pada sampel dapat tertarik secara maksimal. Setelah dihaluskan sampel dilakukan penimbangan sampel. Setelah itu memasukkan sampel ke dalam labu Erlenmeyer bertutup karena nikotin memiliki sifat mudah menguap sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu hasil yang diperoleh. Lalu ditambah NaOH 20% dan diaduk. Tujuan penambahan basa untuk meningkatkan sifat basa dari nikotin agar mudah diekstraksi dengan pertroleum eter dan untuk membuat nikotin berada dalam bentuk alkaloid bebasnya sehingga mudah ditarik oleh petroleum eter. Tujuan diaduk untuk meratakan campuran NaOH dengan ekstrak. Lalu dilanjutkan dengan penambahan petroleum eter dan digojog. Tujuan penambahan petroleum eter untuk menarik atau mengekstrak senyawa nikotin dari tembakau kering karena nikotin dapat larut dengan petroleum eter. Fungsi digojog ialah untuk mempercepat proses penarikan sampel. Setelah itu didiamkan selama 1 jam sehingga diperoleh lapisan eter bagian atas. Fungsi didiamkan selama 1 jam agar pelarut dan sampel dapat bercampur dengan sempurna sehingga diperoleh lapisan eter bagian atas yang telah bercampur dengan nikotin. Selanjutnya lapisan eter diambil dan diuapkan di atas hotplate sehingga volumenya berkurang dari 10 mL menjadi 2 mL. Fungsi diuapkan untuk menguapkan pelarut eter tersebut. Kemudian ditambahkan aquadest untuk melarutkan nikotin pada larutan yang telah diuapkan karena nikotin dapat bercampur dengan aquadest pada suhu dibawah 60°C. Kemudian dititrasi dengan HCl yang sebelumya ditambahkan indikator metil merah. Indikator metil merah akan berwarna merah pada kondisi pH yang rendah sedangkan pada kondisi pH yang tinggi akan berwarna kuning. Fungsi indikator ialah untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna hijau kekuningan menjadi warna merah. Indikator metil merah digunakan karena indikator metil merah merupakan indikator untuk larutan bersifat asam (HCl) dengan menunjukkan warna merah, jika larutan bersifat basa atau netral maka akan berwarna kuning. Prinsip



63



penetapan kadar nikotin ialah reaksi penetralan asam basa, nikotin (C 10H14N2) yang merupakan alkaloid yang bersifat basa lemah bereaksi dengan HCl akan mengikat satu atom H+ dan melepaskan ion Cl-. Reaksi ini terjadi pada kisaran pH 6,0-6,2 sehingga digunakan indikator metil merah dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna hijau kekuningan menjadi warna merah yang konstan. Berdasarkan hasil penentuan kadar nikotin pada sampel rokok kretek Djarum 76, Dji SamSoe dan Gudang Garam Merah berturut-turut sebesar 1,45% ; 1,1% dan 0,9%. Kadar dalam mg berturut-turut sebesar 14,45 mg ; 11 mg dan 9,05 mg. Sedangkan kadar nikotin pada sampel rokok filter Marlboro, Sampoerna dan Wismilak berturut-turut sebesar 1,59% ; 1,003% dan 1,2%. Kadar dalam mg berturut-turut sebesar 15, 92 mg ; 10,04 mg dan 12,04 mg. Jika dibandingkan dengan SNI 0766-1989-A standar kadar nikotin untuk rokok kretek filter adalah maksimum 2,0% maka pada semua sampel rokok menunjukkan bahwa nikotin yang terkandung masih dalam batas normal.



64



G. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kadar nikotin pada sampel rokok kretek Djarum 76 sebesar 1,45% atau 14,54 mg. 2. Kadar nikotin pada sampel rokok kretek Dji Sam Soe sebesar 1,1% atau 11 mg. 3. Kadar nikotin pada sampel rokok kretek Gudang Garam Merah sebesar 0,9% atau 9,05 mg. 4. Kadar nikotin pada sampel rokok filter Marlboro sebesar 1,59% atau 15,92 mg. 5. Kadar nikotin pada sampel rokok filter Sampoerna sebesar 1,003% atau 10,04 mg. 6. Kadar nikotin pada sampel rokok filter Wismilak sebesar 1,2% atau 12,04 mg.



PERCOBAAN V PENENTUAN KADAR LEMAK DALAM BAHAN DAN SEDIAAN



65



MAKANAN A. Tujuan Mengetahui serta memahami metode yang dapat digunakan untuk penetapan kualitas lemak dalam satu bahan atau sediaan makanan. B. Dasar Teori 1. Pengertian Lemak Lemak adalah kelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat pelarut tertentu. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak apabila dihidrolisis akan memghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang yang berbeda dan 1 molekul gliserol (Rizky, 2008). Perbedaan antara lemak dan minyak hanya pada wujud fisiknya. Jika pada suhu kamar berupa padat disebut sebagai lemak, sedangkan pada suhu kamar berupa cair disebut sebagai minyak. Padat atau cairnya suatu lemak tergantung pada beberapa faktor yaitu panjang atau pendeknya rantai asam, lemak penyusunnya dan perbedaan iklim (Sumardjo, 2006). Lemak dan minyak dapat bersumber dari bahan nabati atau bahan hewani. Perbedaan umum antara lemak nabati dan lemak hewani adalah : a. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol. b. Kadar asam lemak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati. c. Lemak hewani memiliki bilangan Reichert-Meiss I lebih besar dan bilangan Polenske lebih kecil dibanding dengan minyak nabati. Proses pembentukan lemak dalam tanaman terdiri dari 3 tahap, yaitu sintesa gliserol, sintesa asam lemak dan kondensasi gliserol dan asam lemak sehingga membentuk lemak (O’Brien, 2009). Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dibagi menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.



66



a. Asam lemak jenuh (saturated) merupakan asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap. Contoh: Asam palmitat. b. Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap dalam struktur kimianya. Contoh: Tripalmitolen. (Rizky, 2008) 2. Fungsi Lemak Selain berperan sebagai media penyimpanan energi, beberapa jenis lemak tertentu melapisi dan melindungi organ-organ internal tubuh, sementara jenis lemak lainnya dalam bentuk lapisan lemak tepat dibawah kulit. Pada banyak jenis mamalia yang dapat menyediakan isolasi panas untuk dapat melawan temperatur lingkungan yang rendah. Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memiliki titik didih yang tinggi (lebih dari 105°C) sehingga bisa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik. (Sudarmadji, 2003) 3. Analisis Lemak dan Minyak a. Bilangan asam Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari hidrolisis minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Semakin tinggi angka asam maka makin rendah kualitasnya., sebaliknya apabila kualitas minyak tersebut bagus dan layak untuk dikonsumsi (Wijayanti, 2012).



b. Bilangan iod Bilangan iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat



67



oleh 100 gram minyak. Bilangan iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyak iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap (Abdullah, 2007). c. Bilangan peroksida Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk dapat menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat dengan oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk



peroksida.



Adanya



peroksida



menunjukkan



telah



terjadinya proses oksidasi pada minyak. Semakin tinggi kadar peroksida di dalam minyak maka semakin luas proses oksidasi yang terjadi artinya kerusakan minyak semakin berlanjut dan minyak akan semakin berbau tengik (Wijayanti, 2012). d. Bilangan penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Biasanya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Penurunan bilangan penyabunan disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi dan polimerisasi. (Abdullah, 2007)



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang pengaduk 68



b. Buret c. Cawan porselin 100 mL d. Corong e. Gelas kimia 100 mL f. Hot plate g. Labu Erlenmeyer 500 mL h. Labu takar 50 mL; 100 mL i. Pipet tetes j. Pipet ukur 10 mL k. Pro-pipet l. Sendok tanduk m. Statif dan klem n. Timbangan analitik 2. Bahan Alkohol 96% a. Asetat b. Aquadest c. CHCl3 d. HCl 0,1 N e. Indikator amilum f. Indikator pp g. KI h. KOH alkoholis i. Na2S2O3 j. Minyak goreng curah k. Minyak jelantah l. Minyak VCO m. D. Prosedur Kerja 1. Penentuan Angka Asam a. Ditimbang 1 gram sampel, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Ditambahkan 10 mL alkohol 96 %. c. Dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih dan didinginkan. d. Ditambahkan 3 tetes indikator PP. e. Dititrasi dengan KOH 0,1 N. f. Dihitung angka asam. 2. Penentuan Angka Penyabunan a. Ditimbang 1 gram sampel, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. b. Ditambahkan 10 mL KOH alkoholis. c. Dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih dan didinginkan. d. Ditambahkan 3 tetes indikator PP. e. Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga bening. f. Dihitung angka penyabunan.



69



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Hasil Pengamatan a. Sampel VCO Uji Angka asam Angka Penyabunan b. Sampel minyak goreng Uji Angka asam Angka Penyabunan c. Sampel minyak jelantah Uji Angka asam Angka Penyabunan



Volume titrat (mL) 0,3 3,7



Hasil (gram)



Volume titrat (mL) 0,2 3,7



Hasil (gram)



Volume titrat (mL) 0,2 9,2



Hasil (gram)



1,16 35,60



1,10 35,20



1,11 35,51



2. Perhitungan a. Angka asam Angka asam = 1) Minyak VCO Angka asam



=



= 1,16 g 2) Minyak goreng Angka asam



=



= 1,10 g 3) Minyak jelantah



70



Angka asam



=



= 1,11 g b. Angka penyabunan Angka penyabunan =



1) Minyak VCO



Angka penyabunan



=



= = 35,60 g 2) Minyak goreng



Angka penyabunan



=



= = 35,20 g 3) Minyak jelantah



Angka penyabunan



=



= = 35,51 g 3.



Reaksi a. Angka asam



71



O



b.



CH2-O-C (CH2)16 + CHCOOH O



CH2- OH



CH- O-C (CH2)16 + CHCOOH + 3CH3CH2OH O



CH- OH + 3(CH2)16 + CH(COO)3CH2CH3



CH- O-C (CH2)16 + CHCOOH



CH2- OH



Angka penyabunan O



H2C - OH CH2- O- C -R O CH- O- C- R O CH2- O- C- R



c.



+ 3 KOH



Ca- OH- 3COOH



CH2 - OH



Trigliserida Angka Peroksida R – OOH + 2KI R – COOH + H2O + I2 + 2K+ Peroksida Asam karboksilat I2 + 2Na2S2O3 2NoI + Na2S4O6 Iodin Na. Thiosulfat Natrium tetratrionat



72



F. Pembahasan Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam golongan lipid yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil eter, kloroform, benzena, dan hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama. Minyak merupakan senyawa trigliserida yang berarti “triester dari gliserol”. Hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisa yaitu penentuan kuantitatif seperti penentuan kadar lemak dan minyak yang terhadap bahan makanan. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya atau ada pemurnian lanjutan misalnya penjernihan dan penghilangan bau. Penentuan tingkat kemurnian minyak sangat erat kaitannya dengan daya tahan selama penyimpanan dimana tolak ukur kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya, angka peroksida dan tingkat ketengikan. Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data ini dapat diperoleh dari angka iodinnya, angka penyabunan, angka polaske, angka kekentalan dan sebagainya. Percobaan kali ini adalah penentuan kadar lemak dalam bahan makanan yang



bertujuan untuk mengetahui serta memahami metode yang dapat



digunakan untuk penetapan kualitas lemak dalam suatu bahan atau sediaan makanan. Penentuan kualitas minyak atau lemak pada percobaan tersebut adalah menggunakan angka asam dan angka penyabunan, sampel yang digunakan yaitu adalah minyak jelantah, VCO, dan minyak goreng curah. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang digunakan berulangulang untuk menggoreng. Minyak VCO merupakan minyak kelapa murni yang diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama sekali dan tanpa bahan kimia. Sedangkan minyak goreng curah merupakan minyak goreng yang dijual di pasaran tanpa merek yang berwarna kuning dan hanya mengalami satu kali penyaringan. Percobaan pertama adalah penentuan angka asam dari ketiga sampel. Sebelum itu dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan KOH yang akan 73



digunakan sebagai titrat untuk dapat menentukan angka asam dari sampel. Penentuan angka asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk dapat menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar. Semakin tinggi angka atau billangan asam maka semakin rendah kualitas dari minyak. Setelah dibuat larutan KOH kemudian ditentukan angka asam. Penentuan angka asam ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel yang telah ditimbang dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan alkohol yang berfungsi sebagai pelarut netral agar tidak mempengaruhi pH karena titrasi ini merupakan titrasi asam basa kemudian alkohol dari sampel dipanaskan untuk dapat meningkatkan kelarutan asam lemak lalu ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan KOH. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa. Digunakan indikator PP karena indikator ini yang biasa digunakan pada reaksi alkalimetri. Indikator PP memiliki trayek pH 8,3-10,0. Ketika indikator ini berada pada kondisi asam maka tidak akan menunjukkan perubahan warna dan jika terdapat basa berlebih akan menghasilkan warna ungu lembayung. Percobaan selanjutnya adalah penentuan angka atau bilangan penyabunan. Angka penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Semakin besar angka penyabunan maka asam lemak akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin bagus. Sebelum dilakukan pengujian angka penyabunan, dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan HCl kemudian dilakukan pengujian penentuan angka penyabunan yang dapat dilakukan dengan cara memasukkan sampel yang telah dihitung ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan KOH alkoholis, KOH digunakan untuk pembentukan sabun dengan cara menghidrolisis lemak pada sampel dan alkohol berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar mempermudah reaksi dengan basa dalam



74



pembentukan sabun lalu dilakukan pemanasan agar dapat bereaksi secara optimal. Sampel yang disabunkan dengan KOH dalam alkohol akan bereaksi dengan trigliserida. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi menggunakan HCl. Setelah dipanaskan lalu didinginkan dan ditambahkan dengan indikator PP kemudian dititrasi dengan HCl. KOH akan bereaksi dengan HCl dengan reaksi alkalimetri. Alkalimetri adalah salah satu metode penetapan kadar dengan larutan standar basa sebagai titrannya. Titrannya adalah larutan KOH. Berdasarkan hasil percobaan dari ketiga sampel yaitu minyak VCO memiliki angka asam sebesar 1,1678 g, minyak jelantah sebesar 1,114 g dan minyak goreng curah sebesar 1,105 g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka asam terbesar adalah pada sampel minyak VCO dimana semakin besar nilai asam maka semakin rendah kualitas minyak tersebut karena angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar. Angka asam berdasarkan SNI adalah 0,6-1,0 g. Dari hasil percobaan angka penyabunan untuk sampel minyak VCO sebesar 36,604 g, sampel minyak goreng curah sebesar 35,2 g dan minyak jelantah sebesar 35,53 g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka penyabunan terbesar terdapat pada minyak VCO dimana semakin besar angka penyabunan maka asam lemak bebas akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin baik. Angka penyabunan berdasarkan SNI adalah 205-207 g.



G. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :



75



1. Minyak VCO memiliki nilai angka asam sebesar 1,1678 g dan angka penyabunan sebesar 35,604 g. 2. Minyak goreng curah memiliki nilai angka asam sebesar 1,108 g dan angka penyabunan sebesar 35,2 g. 3. Minyak jelantah memiliki nilai angka asam sebesar 1,1144 g dan angka penyabunan sebesar 35,53 g.



76



PRATIKUM VI ANALISIS ZAT PEWARNA SINTESIS RHODAMIN B PADA BAHAN MAKANAN A. Tujuan Untuk menentukan secara kualitatif zat pewarna sintesis rhodamin B yang terdapat pada makanan dengan metode KLT. B. Dasar Teori Makanan tradisional indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar biasa. Baik macam, bentuk, warna serta aroma sesuai dengan budaya masyarakat indonesia. Seperti gethuk, geplak, klepon dan jajanan lain yang ada di pasar saat ini telah dimodifikasi dan dikemas menjadi paket buah tangan dengan warna yang menarik (Utami, 2009). Warna sama halnya dengan cita rasa, juga merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan, minuman serta bumbu masak. Penambahan zat warna dalam makanan , minuman, serta bumbu masak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen. Penambahan zat warna dalam bahan makanan yang berasal dari alam maupun buatan telah memberikan masalah tersendiri, masalah ini perlu mendapat perhatian karena hal tersebut berkaitan dengan kepentingan produsen yang ingin memperoleh keuntungan lebih besar dengan mengorbankan keselamatan konsumen. (Djarismawati, 2004) Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain, warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena itu, warna memberikan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. Pada awalnya, makanan diwarnai dengan warna zat alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya serta harganya mahal (Utami, 2009).



77



Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik



sehingga



dalam



penggunaan



jangka



panjang



dapat



menyebabkan kanker. Uji toksisitas rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan atau secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarkoma total. Sedangkan secara intravena didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ (Merck, 2006). Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil, dan kertas. Rhodamin B merupakan zat warna sintesis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang (berflouresensi). Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Kromatografi adalah teknik pemisahan diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (air atau gas). Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisi kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran kromatografi lapis tipis. (Khopkar, 1990) Penggunaan



rhodamin



B



tentunya



berbahaya



bagi



kesehatan.



Penumpukan rhodamin B di lemak dalam jangka waktu yang lama jumlahnya terus menerus bertambah di dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh sampai mengakibatkan kematian (Mamoto, 2013).



78



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang Pengaduk b. Chamber c. Cawan Porselin d. Corong e. Gelas Kimia 100 mL f. Hot Plate g. Kaca Penutup h. Labu ukur 25 mL i. Lampu UV 254 dan 366 nm j. Penyemprot noda k. Pipa kapiler l. Pipet tetes m. Pipet ukur 10 mL n. Pinset o. Propipet p. Sendok tanduk q. Timbangan analitik 2. Bahan a. Air asam b. Air panas c. Amonia 1 %, 10 % d. Asam asetat glasial e. Aquadest f. Benang wol g. Eluen (n-butanol : asam asetat glasial : air) 40 : 10 : 24 h. Etanol 70 % i. H2S04 10 % j. Kertas saring k. Petroleum eter l. Plat KLT m. Rhodamin B Standar n. Sampel saos o. Sampel setrup D. Prosedur Kerja 1. Persiapan Benang Wol a. Disiapkan benang wol yang telah dipotong b. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi petroleum eter c. Direndam selama 1 x 24 jam d. Diangkat benang wol yang sudah direndam dan diangin-anginkan 2.



hingga kering Pembuatan eluen a. Disiapkan n-butanol, asam asetat glasial dan air 79



3.



b.



Dibuat eluen dengan perbandingan 40: 10: 24 n-butanol : asam



c.



asetat glasial : air dalam 10 mL Dimasukkan n-butanol, air dan asam asetat glasial ke dalam gelas



d.



kimia, dan dihomogenkan Dipindahkan eluen ke dalam chamber, dan dijenuhkan dengan



kertas saring, lalu ditutup dengan kaca penutup Analisis KLT a. Ditimbang 1 gram sampel saos dan sirup merah b. Dimasukkan kedalam cawan porselin c. Ditambah 10 mL amonia 2 % dalam etanol 70 %, lalu diuapkan di d. e.



hot plate Kemudian residu yang didapat dilarutkan dengan 10 mL air asam Dimasukkan benang wol kedalam sampel yang telah dipersiapkan,



f. g.



kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 10 menit Diambil benang wol, kemudian dicuci dengan air mengalir Dimasukkan benang wol yang telah dicuci dengan air ke dalam gelas kimia yang berisi amonia 10 % dan dipanaskan di hot plate



h. i.



selama 10 menit Diangkat benang wol, lalu disaring larutan Ditotolkan sampel pada plat KLT dan ditotolkan larutan pembanding



j.



rhodamin B standar Dimasukkan plat KLT yang telah ditotolkan ke dalam chamber yang



k.



berisi eluen yang telah dijenuhkan Diangkat plat KLT , diamati penampakan noda di sinar UV 254 nm



dan 366 nm l. Disemprot plat KLT dengan H2S04 10 % m. Dikeringkan di hot plate dan diamati penampakan noda pada plat n.



KLT Dibandingkan Rf sampel dengan Rf rhodamin B standar



80



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel hasil pengamatan No 1



2



3



2.



Sampel



Visual



Rhodamin B standar Sampel saos Rhodamin B standar Sampel sirup + rhodamin b standar Rhodamin B standar Sampel sirup



Merah muda Merah muda Merah muda Merah muda -



UV 254 nm



Tinggi UV 366 Bercak nm (cm)



Harga Rf



Jingga



Jingga



3,7



0,822



-



-



-



-



Jingga



Jingga



4,1



0,911



Jingga



Jingga



4



0,899



Jingga



Jingga



4,6



0,8363



-



-



-



-



Perhitungan a. Eluen n-butanol : asam asetat glasial : air (40 : 10 : 24)



b.



1)



N-Butanol =



2)



Asam asetat glasial =



3)



Air =



Perhitungan Rf



81



Rf = 1)



Sampel saos a) Rhodamin B standar Rf =



= 0,822 cm



b) Sampel saos Rf =



2)



=0



Sampel sirup + Rhodamin B standar a) Rhodamin B standar Rf =



= 0,911 cm



b) Sampel sirup + Rhodamin B standar Rf = 3)



= 0,889 cm



Sampel sirup a) Rhodamin B standar Rf = b)



= 0,8363 cm



Sampel sirup Rf =



= 0 cm



82



3.



+ H2 N



CH-CH2-COO-



C



Reaksi asam aspartat a. Rhodamin B + asam aspartat + arginin



H3C



O



N



N



H2 H2 C C CH



arginin



NH



+



H3C



H N



CH3 CH3



C COOH



Rhodamin B



CH-CH2-COOH



+ COO- H2N C



H3C H3C



N



O



C



H N



H2 H2 C C CH



NH N



CH3 CH3



83



b.



Rhodamin B + Amonia CH3 CH3



N



O



N



CH3 CH3 + NH4OH



N



CH3 + + CH3 + NH4 +OH +H



N



CH3 + H2O CH3



COOH



CH3 N CH3



O



COO-



CH3 N CH3



O



COONa



84



F.



Pembahasan Praktikum ini akan membahas mengenai analisis zat pewarna sintetis rhodamin B pada bahan makanan dengan tujuan menentukan secara kualitatif zat pewarna sintetis rhodamin B yang terdapat pada bahan makanan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Rhodamin B merupakan bahan pewarna tekstil yang dilarang penggunaannya dalam makanan atau produkproduk pangan. Rhodamin B sering disalah gunakan sebaga izat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai negara. Zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengonsumsi makanan yang mengandung rhodamin B, akan terjadi penumpukan lemak dalam tubuh sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Dampaknya akan terlihat setelah puluhan tahun dan bisa bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88, rhodamin B merupakan salah satu bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan. 85



Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau serta mudah larut membentuk larutan berwarna merah terang berfluoresen. Rhodamin B umumnya digunakan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak dijumpai dan dicampurkan dengan rhodamin B antara lain cendol, cincau, sirup dan kue-kue. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah saus, sirup dan sirup yang ditambahkan rhodamin B. Saus dan sirup dipilih karena saus dan sirup mempunyai warna merah yang cerah dan mencolok sehingga diduga pewarnaan saus dan sirup yang biasa dijual di pasaran menggunakan pewarna tekstil rhodamin B. Metode yang digunakan untuk pengujian rhodamin B ini adalah analisis dengan KLT. KLT (Kromatografi Lapis Tipis) merupakan salah satu analisa kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan tingkat kepolaran. Analisa kualitatif adalah suatu analisa yang hanya digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan suatu zat atau senyawa dalam sampel saja tanpa menganalisa kadar zat atau senyawa tersebut. Kromatografi lapis tipis menggunakan suatu plat tipis silika atau logam, dimana gel silika bertindak sebagai fase diam sedangkan pelarut organik bertindak sebagai fase gerak. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah suatu pelarut yang bersifat relatif polar akan cenderung melepaskan ikatan pelarut non polar dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa tersebut akan semakin terbawa oleh fase gerak (eluen) sesuai dengan prinsip like dissolves like, yaitu senyawa polar akan larut dengan senyawa polar dan senyawa non polar akan larut dengan senyawa non polar. Percobaan ini diawali dengan persiapan benang wol bebas lemak yang dilakukan dengan cara perendaman benang wol putih dalam gelas kimia yang telah berisi pelarut petroleum eter. Perendaman ini dilakukan selama 1x24 jam. Tujuan dari perendaman benang wol dalam petroleum eter adalah untuk



86



menghilangkan lemak yang terdapat pada benang wol. Perendaman dilakukan selama 24 jam bertujuan untuk benar-benar menghilangkan lemak pada benang wol sehingga benang wol bebas dari lemak. Petroleum eter berfungsi untuk menarik lemak pada benang wol karena petroleum eter bersifat non polar sehingga dapat menarik senyawa atau zat yang bersifat non polar juga seperti lemak. Digunakan benang wol bebas lemak agar pewarna rhodamin B yang akan dianalisis mudah melekat pada benang wol. Lemak dapat menghalangi pengikatan rhodamin B oleh asam aspartat dan arginin yang terdapat pada benang wol terutama lemak yang terdapat pada permukaan benang wol. Lemak yang bersifat non polar akan mengahalangi pengikatan tersebut sedangkan rhodamin B sendiri bersifat polar. Setelah direndam, benang wol diangkat dan dikeringkan. Alasan digunakan benang wol pada percobaan ini agar didapatkan rhodamin B murni. Hal ini disebabkan karena dikhawatirkan amonia dapat juga menarik zat-zat lain selain rhodamin B sehingga pada saat proses KLT tidak dapat teridentifikasi rhodamin B tunggal dan juga dapat mengganggu proses penampakan noda pada saat KLT. Sedangkan dengan menggunakan asam aspartat dan arginin yang terkandung dalam benang wol hanya dapat berikatan dengan rhodamin B sehingga didapatkan rhodamin B yang murni tanpa zat-zat pengotornya yang masih terlarut di dalam amonia. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan eluen. Eluen adalah pelarut yang digunakan dalam proses elusi. Elusi sendiri merupakan proses migrasi atau pergerakan pelarut dalam membawa komponen-komponen zat sampel melalui fase diam dan membawa komponen-komponensenyawa yang akan dipisahkan. Eluen yang akan digunakan pada praktikum ini adalah n-butanol : asam asetat glasial : air dengan perbandingan 40 : 10 : 24. Pembuatan eluen ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu dimasukkan pelarut yang bersifat polar yaitu air kemudian n-butanol dan yang terakhir adalah asam asetat glasial. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah tidak tercampurnya pelarut yang kepolarannya lebih rendah denga pelarut yang kepolarannya lebih tinggi. Pelarut dengan bersifat polar akan cenderung dapat melarutkan



87



semua zat baik yang bersifat polar maupun non polar. Kepolaran suatu senyawa berhubungan dengan konstanta dieletrik senyawa itu sendiri, dimana apabila konstanta dieletrik semakin tinggi maka semakin tinggi tingkat kepolaran senyawa tersebut. Konstanta dieletrik asam asetat, n-butanol dan air berturut-turut adalah 6,2, 18 dan 80. Hal ini berarti pelarut yang paling polar adalah air kemudian n-butanol dan terakhir adalah asam asetat. Konstanta dieletrik merupakan kerapatan fluks nelektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik. Setelah eluen tercampur homogen kemudian dimasukkan ke dalam chamber dan dijenuhkan dengan kertas saring. Tanda bahwa suasana dalam chamber telah jenuh adalah kertas saring yang berada dalam chamber telah menjadi basah secara keseluruhan. Tujuan dari penjenuhan ini adalah untuk menjadikan eluen memenuhi chamber dalam bentuk gas sehingga kromatografi berjalan dengan baik. Jika eluen tidak memenuhi chamber, maka distribusi daripada fase diam tidak akan dapat berjalan sehingga kromatografi gagal dan hasil yang diperoleh tidak teliti. Padahal dalam kromatografi bertujuan untuk menentukan senyawa apa yang terdapat dalam sampel dengan ditandai adanya bercak/noda yang menunjukkan suatu senyawa. Tiap senyawa memiliki distribusi yang berbeda-beda dalam suatu fase gerak. Digunakan kertas saring agar diketahui apakah eluen sudah jenuh atau belum yang ditandai dengan basahnya kertas saring sebagai tanda bahwa eluen telah jenuh. Selama proses penjenuhan, chamber harus ditutup rapat untuk mencegah adanya kontak eluen dengan udara. Selain itu posisi kertas saring di dalam chamber tidak boleh bersentuhan langsung dengan eluen. Hal ini dilakukan karena apabila kertas saring menyentuh eluen maka dikhawatirkan konsentrasi eluen dapat berubah. Langkah selanjutnya adalah analisis rhodamin B dalam sampel dengan menggunakan metode KLT. Pertama-tama sampel ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan dengan amonia 2 % dalam etanol 70 %. Tujuan dari penambahan amonia 2 % dalam pelarut etanol 70 % adalah untuk memisahkan rhodamin B dari sampel. Alasan



88



amonia dilarutkan dengan etanol karena etanol sendiri bersifat semi polar sehingga dapat melarutkan baik zat non polar maupun polar. Amonia yang bersifat polar akan dapat larut dalam etanol. Amonia akan melarutkan dan mengikat rhodamin B sedangkan etanol sebagai pelarut amonia berfungsi untuk melarutkan dan mengikat zat-zat lain yang ada dalam sampel selain rhodamin B yang nantinya dapat mengganggu pengujian. Dengan menggunakan etanol, maka rhodamin B hanya akan dapat larut dalam amonia saja. Tahap selanjutnya yaitu menguapkan larutan tersebut diatas hot plate dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut yang membawa pengotor dalam larutan. Residu hasil penguapan kemudian ditambahkan dengan air asam yang terbuat dari asam asetat yang dilarutkan dengan air. Selanjutnya dimasukkan benang wol bebas lemak ke dalam campuran residu dan air asam. Setelah itu larutan diaduk dan dipanaskan kembali diatas hot plate. Tujuan penambahan air asam adalah untuk menyebabkan denaturasi pada protein yang terdapat pada benang wol dengan cara perombakan dari rantai tersier menjadi rantai primer. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses pengikatan rhodamin B pada benang wol. Benang wol tersusun atas ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan sistina, asam glutarnat, asam aspartat dan arginin. Rhodamin B dapat melewati lapisan kutikula melalui perombakan sistina menjadi sistein atau dari tersier menjadi primer dalam kondisi asam. Sistein dapat terbentuk melalui pecahnya ikatan S-S dari sistina karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut terbuka, maka rhodamin B dapat masuk ke dalam benang wol dan berikatan dengan COO- dari asam aspartat dan juga berikatan dengan –NH3 dari arginin. Setelah dipanaskan, diangkat benang wol dan kemudian dibilas dengan aquadest yang mengalir untuk menghilangkan pengotor-pengotor dari benang wol maupun dari residu yang masih menempel pada benang wol. Setelah itu dimasukkan benang wol ke dalam cawan porselin dan ditambahkan dengan amonia 10 % kemudian dipanaskan kembali. Tujuan dari penambahan amonia ini adalah agar rhodamin B pada benang wol dapat berpindah ke larutan amonia. Amonia 10 % dapat menarik rhodamin B dari benang wol karena rhodamin B akan



89



berpindah dari awalnya berada pada amonia 2 % yang konsentrasinya lebih rendah menuju ke amonia 10 % yang konsentrasinya lebih tinggi sehingga lebih kuat menarik dan melarutkan rhodamin B. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mempercepat proses pelunturan rhodamin B dari benang wol. Setelah itu, benang wol diangkat dan larutannya disaring menggunakan kertas saring agar pengotor-pengotornya dapat tertahan dan tidak tercampur ke dalam larutan yang akan diuji sehingga didapatkan rhodamin B murni dalam larutan amonia 10 %. Setelah itu larutan sampel yang telah dibuat maupun larutan rhodamin B standar ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Pipa kapiler digunakan agar totolan yang terbentuk tidak terlalu besar dan dapat mengganggu hasil identifikasi. Setelah ditotol pada plat, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen jenuh dan ditutup chamber dengan kaca setelah itu ditunggu hingga proses elusi selesai. Sebelum ditotol pada plat KLT, plat KLT yang digunakan harus terlebih dahulu diaktifkan dengan cara dimasukkan dalam oven pada suhu 110 o C selama 30 menit, tujuannya adalah untuk menghilangkan kandungan air pada plat agar pada saat proses elusi berlangsung lempeng silika gel dapat menyerap dan berikatan dengan sampel maupun eluen. Eluen yang digunakan bersifat polar, tujuannya adalah agar dapat menarik rhodamin B yang sifatnya cenderung polar karena dapat larut dalam air dan alkohol. Oleh karena itu digunakan eluen n-butanol : asam asetat glasial : air dengan perbandingan 40 : 10 : 24. Setelah eluen naik hingga mencapai batas atas, plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Kemudian diamati penampakan bercak pada sinar UV 254 nm dan 366 nm. Mekanisme penampakan noda pada sinar UV yaitu suatu molekul yang mengabsorbsi cahaya ultraviolet akan mencapai keadaan terkesitasi dan kemudian memancarkan cahaya tampak pada saat kembali ke tingkat dasar (emisi). Emisi inilah yang digambarkan sebagai fluoresensi (cahaya berwarna). Pada UV 254 nm, plat akan berfluoresensi sedangkan noda akan tampak berwarna gelap karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada plat. Pada UV 366 nm noda akan berfluoresensi dan plat



90



berwarna gelap karena adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus auksokrom yang ada pada noda tersebut. Gugus auksokrom mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti –OH, -NH2, -NHR dan –NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan menggeser maksimum absorpsi kearah panjang gelombang yang lebih panjang. Setelah diamati dengan sinar UV, dilanjutkan dengan penyemprotan noda denga H2SO4 10 % dengan tujuan untuk memunculkan noda pada plat KLT. Penyemprotan H2SO4 akan menyebabkan warna noda akan berubah menjadi jingga. Hal ini dikarenakan adanya sumbangan H+ yang menyebabkan panjang gelombang rhodamin B bergeser lebih pendek. Setelah itu dihitung nilai Rf dari rhodamin B standar dan sampel. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan, nilai Rf dari rhodamin B standar yang didapatkan dari perhitungan jarak yang ditempuh noda dibagi jarak yang ditempuh eluen adalah 0,83 dan nilai Rf dari sirup dengan rhodamin B adalah 0,81. Sedangkan untuk sampel saus dan sampel sirup tidak menampakkan noda pada saat diamati dengan UV 254 nm dan 366 nm serta setelah disemprot H2SO4 10 %. Hal ini dapat terjadi karena pada sampel saus dan sirup tidak mengandung zat pewarna rhodamin B.



91



G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. 2.



Rhodamin B standar memiliki nilai Rf 0,83. Sampel sirup dengan rhodamin B teridentifikasi mengandung rhodamin



3.



B dengan nilai Rf 0,81. Sampel saus dan sampel sirup tidak mengandung rhodamin B.



92



DAFTAR PUSTAKA Djarismawati, dkk. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 3 No. 1 Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta Mamoto, L.V dan Fatimawati. 2013. Analisis Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon. Vol. 2 No. 2. Merck. 2006. Chemistry Constant Companion Ed 14. Merck and Co Station. New Jersey



93



Utami, Wahyu dan Andi Suhedi. 2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol. 10 No. 3.



LAMPIRAN No. Sampel 1. Baku rhodamin B - Saos



Keterangan UV 254 nm



Gambar



UV 366 nm



Setelah disemprot H2SO4 2.



Baku rhodamin B - sirup



UV 254 nm



94



UV 366 nm



Setelah disemprot H2SO4 3.



Baku rhodamin B - ,Sirup + Rhodamin B



UV 254 nm



UV 366 nm



Setelah disemprot H2SO4



PERCOBAAN VII ANALISIS HIDROKUINON DALAM SEDIAAN PEMUTIH KULIT A. Tujuan Menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon yang terdapat pada sediaan pemutih kulit. B. Dasar Teori Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rogga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan, melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Iswari, 2007) Kosmetik berbentuk krim yang mengandung hidrokuinon banyak digunakan untuk menghilangkan bercak-bercak hitam pada wajah. Daya kerja pemucatan hidrokuinon sangat lambat dan akan lebih cepat dengan kadar yang lebih tinggi akan memberikan efek samping yang tidak diinginkan.



95



Hidrokuinon merupakan senyawa kimia berupa kristal putih berbentuk jarum. tidak berbau, memiliki struktur kimia C6H6O2 dengan nama kimia 1,4 benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara. Senyawa ini digunakan sebagai bahan pemutih dan pencegahan pigmentasi yang bekerja menghambat enzim tirosinase yang berperan dalam penggelapan kulit. (Syatnir, 2011) Hidrokuinon banyak digunakan pada produk kosmetik karena sifatnya sebagai antioksidan dan sebagai depigmenting agent (zat yang mengurangi warna gelap pada kulit). Dalam kosmetik, selain sebagai pemutih atau pencerah kulit hidrokuinon juga digunakan sebagai bahan pengoksidasi pewarna rambut dan penghambat polimerisasi dalamlem untuk kuku artifisial (kuku palsu) (WHO, 2011) Hidrokuinon adalah bahan aktif yang dapat mengendalikan produksi pigmen yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk mengurangi atau menghambat pembentukan melanin kulit. Melanin adalah pigmen kulit yang memberikan warna gelap kecoklatan sehingga muncul semacam bercak atau bintik coklat atau hitam pada kulit. Banyaknya produksi melanin menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi. Hidrokuinon digunakan untuk mencerahkan kulit yang kelihatan gelap akibat bintik, melasma titik-titik penuaan dan chloasma (Prabawati, 2013). Hidrokuinon lebih dari 2% merupakan golongan obat kerad yang penggunaannya berdasarkan resep dokter. Kadar hidrokuinon yang melebihi 5 % dapat menimbulakan kemerahan dan rasa terbakar, kelainan ginjal, kanker darah dan kanker hati. Pemakaian yang berlebih dapat menyebabkaniritasi kulit namun jika dihentikan seketika akan berefek lebih buruk. Kadar hidrokuion dalam krim yang beredar dipasaran hanya diperbolehkan sebanyak 2% (WHO, 2011) Penetapan kadar hidrokuinon ada beberapa metode yangdapat digunakan, dintaranya : 1. Titrasi Redoks Hidrokuinon



merupakan



suatu



reduktor



dengan



potensial



elektrokimia E0 = 268 mV. Pada titrasi oksidasi reduksi, hidrokuinin akan



96



melepaskan elektron (mengalami oksidasi) sementara titran akan 2.



mengalami reduksi karena mengikat elektron (Akaosicho,2003). Spektrofotometri UV-VIS Hidrokuinon memiliki gugus kromofor sehingga dapat dianalisa dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS, diukur panjang gelombang secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang



3.



200-400 nm (Sardi, 2011). Kromatografi Lapis Tipis Analisis hidrokuinon menggunakan fase diam yang bersifat polar dan fase diam yang bersifat non polar. Kuantitas hidrokuinon dihitung dengan membandingkan luas puncak bercak sampel terhadap bercak standar menggunakan alat densitometry yang diukur pada panjang



gelombang maksimumnya. 4. Kolorimetri Metode ini menggunakan pereaksi floroglusin untuk penentuan kadar hidrokuinon dalam krim pemucat. Kondisi pengukuran dioptimumkan berdasarakan penentuan pengaruh lama pemanasan dan suhu optimum serta penentuan pengaruh jumlah pereaksi floroglusin. (Siddique, 2014)



97



C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang pengaduk b. Corong pisah c. Gelas chamber d. Gelas kimia 100 mL e. Hot plate f. Kuvet g. Labu ukur 10 mL ; 25 mL ; 100 mL h. Lampu UV 254 nm dan 366 nm i. Pipa kapiler j. Pipet tetes k. Pipet ukur 1 mL ; 10 mL l. Plat KLT m. Propipet n. Sendok tanduk o. Spektrofotometer UV-VIS p. Statif & klem q. Tabung reaksi 2. Bahan AgNO3 a. Aquadest b. Aseton c. Etanol 96 % d. Floroglusinol 1 % e. HCl 4 N f. Hidrokuinon standar g. Kertas saring h. NaOH 0,5 N i. N-Heksana j. Padatan Na2SO4 k. Petroleum eter l. Sampel pemutih kulit m. D. Prosedur Kerja 1. Analisis Kualitatif Hidrokuinon dengan KLT a. Larutan Uji 1) Ditimbang 50 mg sampel krim pemutih, dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. 2) Ditambahkan 10 tetes HCl 4 N. 3) Ditambahkan 5 mL etanol, dipanaskan sambil diaduk. 4) Disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, di dalam kertas saring ditambahkan 0,5 g Na2SO4 untuk mengikat lemak. 5) Ditambahkan etanol sampai tanda batas. b. Larutan Baku 98



1) Ditimbang sebanyak 0,25 mg hidrokuinon standar. 2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. 3) Ditambahkan 1 mL HCl 4 N. 4) Ditambahkan etanol sampai tanda batas, dihomogenkan. c. Uji KLT 1) Diatas plat KLT ditotolkan larutan baku dan larutan uji dengan jarak 10 cm dari bagian bawah. 2) Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi fase gerak n-heksana : aseton (3:2) yang telah jenuh. 3) Dibiarkan fase gerak (pelarut) naik ke atas. 4) Diangkat plat KLT dan dikeringkan, kemudian digunakan lampu UV 254 dan 366 nm untuk mengetahui noda. 5) Disemprot AgNO3. 6) Dihitung Rf dari larutan uji dan sampel. 2. Analisis Kuantitatif Hidrokuinon secara Spektrofotometri a. Larutan Standar Hidrokuinon 1) Ditimbang 50 mg standar hidrokuinon, dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. 2) Dilarutkan dengan etanol 96 % secukupnya dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. 3) Ditambahkan etanol 96 % sampai tanda batas, dihomogenkan. 4) Larutan induk yang telah dibuat, diencerkan dan dibuat seri konsentrasi hidrokuinon dengan konsentrasi 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; 4 ppm; 5 ppm. b. Penentuan Panjang gelombang maksimum 1) Diambil 3 mL larutan standar hidrokuinon 2 ppm dalam tabung reaksi. 2) Ditambahkan 1 mL florogusinol 1 % dan 0,5 mL NaOH 0,5 N. 3) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70 oC sampai terbentuk warna merah. 4) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25 oC, Kemudian ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas. 5) Diukur serapan larutan tersebut dari panjang gelombang 500-550 nm dengan selang 2 nm. 6) Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum digunakan untuk penentuan kurva kalibrasi dan sampel. c. Penentuan kurva kalibrasi standar hidrokuinon 1) Diambil sebanyak 2 mL masing-masing larutan seri hidrokuinon. 2) Ditambahkan 1 mL florogusinol 1 % dan 0,5 mL NaOH 0,5 N.



99



3) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70 oC sampai terbentuk warna merah. 4) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25 oC, Kemudian ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas. 5) Diukur serapan larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum. 6) Dibuat persamaan regresi linier dari larutan standar hidrokuinon. d. Penentuan hidrokuinon dalam sampel 1) Diambil 3 g sampel krim pemutih, disuspensikan dengan air secukupnya. 2) Dipindahkan suspensi kedalam corong pisah, ekstraksi dengan 15 mL petroleum eter sebanyak 1 kali. 3) Kumpulan ekstrak petroleum eter diuapkan di udara sampai kering. 4) Sisa penguapan ditambahkan etanol secukupnya dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL. 5) Ditambahkan etanol sampai tanda batas. 6) Diambil 5 mL larutan tersebut kemudian ditambahkan 1 mL floroglusinol 1 % dan 0,5 mL NaOH 0,5 N. 7) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70 oC sampai terbentuk warna merah. 8) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25 oC, Kemudian ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas. 9) Diukur serapan larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum. 10) Dihitung kadar hidrokuinon dalam sampel.



100



E. Hasil Pengamatan 1. Tabel hasil pengamatan a. Penentuan kurva kalibrasi standar hidrokuinon Konsentrasi(ppm) Absorbansi 1 0,031 2 0,049 3 0,046 4 0.071 5 0,161 b. Penentuan Hidrokuinon pada sampel krim pemutih Sampel Sampel Diamond cream Sampel Dokter white Sampel Super Dokter c. Penentuan Nilai Rf Sampel Hidrokuinon standar Sampel Diamond Cream Sampel Dokter White Sampel Super Dokter 2. Perhitungan



Absorbansi 0,007



Kadar(ppm) 2,320



Kadar (%) 2.32×10-4



0,009



2,599



2,59×10-4



0,005



7,443



7,44×10-4



n-Heksan : aseton 3:2 3:2



Jarak noda -



Jarak eluen -



Nilai Rf -



3:2



-



-



-



3:2



-



-



-



a. Larutan standar dan seri konsentrasi =



500 ppm



1) Konsentrasi 1 ppm M1 . VI



=



M2 . V2



1 ppm. 10 mL = 500 ppm . x x



= 0,02 mL



2) Konsentrasi 2 ppm



101



M1 . VI



=



M2 . V2



2 ppm. 10 mL = 500 ppm . x x



= 0,04 mL



3) Konsentrasi 3 ppm M1 . VI



=



M2 . V2



3 ppm. 10 mL = 500 ppm . x x



= 0,06 mL



4) Konsentrasi 4 ppm M1 . VI



=



M2 . V2



4 ppm. 10 mL = 500 ppm . x x



= 0,08 mL



5) Konsentrasi 5 ppm M1 . VI



=



M2 . V2



5 ppm. 10 mL = 500 ppm . x x



= 0,1mL



b. Penentuan kadar 1) Sampel Diamond Cream x



=



= 0,0709



×



1



3,273



= 2,320 ppm %



=



= 2,32



100 % 10-4 %



2) Sampel Dokter White x=



×



1



102



= 0,0780



3,332



= 2,599 ppm %=



100 % = 2,59



10-4 %



3) Sampel Super Dokter x=



×



= 2,234



1



3,32



= 7,443 ppm %=



100 %



= 7,44



10-4 %



103



F. Pembahasan Percobaan kali akan membahas mengenai analisis hidrokuinon dalam sediaan pemutih kulit. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon yang terdapat pada sediaan pemutih kulit. Hidrokuinon adalah bahan aktif yang dapat mengendalikan produksi pigmen yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk mengurangi atau menghambat pembentukan melanin kulit. Melanin adalah pigmen kulit yang memberikan warna gelap kecoklatan sehingga muncul semacam bercak atau bintik coklat atau hitam pada kulit. Bahan aktif hidrokuinon ini bekerja dengan menghambat total enzim tironase sehingga menghambat konversi DOPA menjadi melanin. Tidak hanya menghambat, tetapi hidrokuinon juga mendestruksi melanin yang baru terbentuk. Banyaknya produksi melanin menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi. Hidrokuinon ini digunakan untuk mencerahkan kulit yang kelihatan gelap akibat bintik, malesma titik-titik permanen dan chloasma. Kadar yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 2 %, jika lebih dari 2 % maka, dapat dikatakan sebagai golongan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter. Kadar hidrokuinon yang melebihi 5 % dapat menimbulkan kemerahan dan rasa terbakar pada kulit. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, rasa terbakar, kelainan ginjal dan kanker, khususnya kanker hati dan kanker darah. Percobaan ini menggunakan dua metode, yaitu analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Analisisi secara kuantitatif hanya dapat mengamati ada atau tidaknya senyawa yang diinginkan berdasarkan perubahan warna yang terbentuk. Sedangkan, analisis secara kuantitatif dapat mengetahui jumlah dari senyawa yang diinginkan secara terperinci. Analisis kualitatif disini menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Metode ini didasarkan atas perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan sehingga sampel dapat dipisahkan. Metode ini terdiri atas fase



104



diam berupa plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang diinginkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka, sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Sedangkan, analisis secara kuantitatif disini menggunakan metode spektrofotometri. Metode ini digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut sebagai kuvet. Sebagian dair cahaya akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan dalam kuvet. Perlakuan pertama, yaitu analisis secara kualitatif menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Mula-mula dibuat terlebih dahulu larutan uji dan larutan baku yang akan dianalisis. Pada larutan uji, digunakan sampel pemutih kulit dengan



merk Diamond Cream, Dokter White, dan Super



Dokter. Sampel ini ditambahkan dengan HCl 4 N dan etanol, kemudian dipanaskan dan disaring yang dalam kertas saring tersebut telah terdapat padatan Na2SO4. Lalu dienderkan dengan etanol lagi. HCl berfungsi untuk memberikan suasana asam dan etanol digunakan untuk melarutkan hidrokuinon sebab hidrokuinon memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut etanol dilihat dari konstanta dielektriknya. Padatan Na2SO4 berfungsi untuk mengikat lemak pada sampel yang mana sifatnya sebagai pendonor proton sehingga dapat mengikat gugus -COOH pada lemak melalui proses saponifikasi. Langkah selanjutnya, yaitu membuat larutan baku dengan cara melarutkan hdrokuinon standar dengan HCL 4 N dan etanol. HCl berfungsi sebagai pemberi suasana asam dan etanol berfungsi untuk melarutkan hidrokuinon. Kemudian dilakukan uji KLT dengan cara menotolkan larutan baku dan larutan uji pada plat KLT yang berbeda. Fase gerak yang digunakan disini adalah n-heksan:aseton (3:2) sebab diharapkan hidrokuinon itu lebih mengikuti fase geraknya yang sifatnya lebih non-polar daripada fase diamnya, yaitu plat silika gel, lalu plat KLT direndam dalam eluen sampai fase geraknya naik ke batas atas plat. Lalu diamati plat KLT dibawah sinar UV 254 nm dan



105



366 nm. Agar noda tampak jelas dibawah sinar UV maka, disemprotkan AgNO3 sebagai penampak nodanya dan dihitung nilai Rf-nya. Rf (Retension Factor) merupakan jarak yang ditempuh noda dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen, yang mana jarak Rf yang baik berkisar 0,2-0,8. Pada sinar UV 254 nm, terjadi interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi pada lempeng sehingga plat KLT menjadi berpendar. Sedangkan, pada sinar UV 366 nm, terjadi interaksi antara sinat UV dengan gugus kromofor yang terikat ausokrom pada noda sehingga noda menjadi berpendar. Beradasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa nilai Rf pada larutan baku dan larutan uji tidak dapat diukur dikarenakan tidak adanya noda yang tampak. Hal ini mungkin dikarenakan larutan yang dibuat terlalu encer. Perlakuan kedua, yaitu analisis secara kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri.



Mula-mula



dibuat



terlebih



dahulu



larutan



standar



hidrokuinon dengan cara melarutkan hidrokuinon standar dengan etanol 95 % yang berfungsi untuk melarutkan hidrokuinon sebab kelarutan hidrokuinon yang tinggi dalam pelarut ini. Lalu dibuat seri konsentrasi sebanyak 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Kemudian ditentukan panjang gelombang maksimum dari larutan standar pada seri konsentrasi 2 ppm dan ditentukan juga nilai absorbansi dari tiap seri konsentrasi menggunakan panjang gelombang maksimum tersebut. Mula-mula larutan standar hidrokuinon dari masing-masing larutan seri ditambahkan dengan floroglusinol 1 % dan NaOH 0,5 N. Lalu dipanaskan pada suhu 70°C sampai berwarna merah dan didinginkan dengan air mengalir, lalu diencerkan dengan etanol. Floroglusinol ini akan bereaksi dengan molekul hidrokuinon sehingga floroglusinon ini berfungsi sebagai pemberi gugus kromofor yang akan membentuk kompleks berwarna. NaOH berfungsi sebagai pemberi suasana basa untuk membantu pembentukan senyawa kompleks tersebut. Sedangkan, pemanasan berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi kompleks, dan pendinginan berfungsi untuk menurunkan suhu larutan dan mencega penguapan etanol sebab etanol dapat menguap pada suhu 78°C.



106



Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa panjang gelombang maksimum yang diukur pada konsentrasi 2 ppm adalah 514 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dari masing-masing seri konsentrasi secara berturut-turut adalah 0,031; 0,049; 0,046; 0,071; 0,061 sehingga dapat diketahui persamaan regresi liniernya yakni y = -0,013 + 0,0282x. nilai r (korelasi linier) yang diperoleh sebesar 0,85. Nilai r yang baik adalah yang mendekati angka 1 sehingga dapat dikatakan bahwa persamaan regersi yang didapat cukup baik. Langkah selanjutnya, yaitu menentukan hidrokuinon dalam sampel. Mulamula krim disuspensikan dengan air secukupnya agar dapat melarutkan krimnya. Lalu dimasukkan larutan kedalam corong pisah dan diekstraksi dengan petroleum eter sebanyak 1 kali pengenceran. Prinsip dari corong pisah adalah memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan berat jenis antara sampel dengan pelarutnya. Petroleum eter berfungsi untuk mengekstraksi senyawa non-polar atau pengotor-pengotor lain yang ada dalam larutan sampel. Lalu akan terbentuk dua lapisan yang mana lapisan atas berwarna bening sedangkan, lapisan bawah berwarna putih (warna pada krim). Larutan yang diuapkan adalah larutan lapisan atas yang mengandung hidrokuinon dan etanol sebab berat jenis hidrokuinon dan etanol lebih kecil daripada petroleum eter dan pengotornya. Fungsi penguapan ini adalah untuk menguapkan etanol dan pengotor lain yang terikat dengan etanol. Residu yang diperoleh diencerkan dengan etanol lagi agar hidrokuinon yang diperoleh dapat larut. Lalu larutan tersebut ditambahkan dengan floroglusinol dan dipanaskan sampai berwarna merah, lalu didinginkan dengan air mengalir. Floroglusinol berfungsi sebagai pemberi gugus kromofor yang akan membentuk kompleks berwarna dengan hidrokuinon dan pemanasan berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi kompleks tersebut. Proses pendinginan ini berfungsi untuk menurunkan suhu larutan dan mencegah penguapan etanol. Kemudian diukur absorbansi dari tiap sampel dengan panjang gelombang maksimum 514 nm dan diukur kadar hidrokuinon dalam sampel tersebut.



107



Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa sampel Diamond Cream memiliki nilai absorbansi sebesar 0,007 sehingga diketahui kadar hidrokuinonnya sebesar 2,320 ppm atau 2,32 × 10-4 %. Sampel Dokter White memiliki



nilai



absorbansi



sebesar



0,009



sehingga



diketahui



kadar



hidrokuinonnya sebesar 2,599 ppm atau 2,59 × 10-4 %. Sampel Super Dokter memiliki



nilai



absorbansi



sebesar



0,005



sehingga



diperoleh



kadar



hidrokuinonnya sebesar 7,443 ppm atau 7,44 × 10 -4 %. Dari data tersebut diketahui bahwa semua sampel memiliki kadar hidrokuinon diatas rata-rata sedangkan, kadar yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 2 %.



108



G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kadar hidrokuinon dalam sampel Diamond Ceram sebesar 2,320 ppm atau 2,32 × 10-4 %. 2. Kadar hidrokuinon dalam sampel Dokter White sebesar 2,599 ppm atau 2,59 × 10-4 %. 3. Kadar hidrokuinon dalam sampel Super Dokter sebesar 7,443 ppm atau 7,44 × 10-4 %.



109