Analisis Novel Di Kaki Bukit Cibalak [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ririm
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK A. Sinopsis Novel ini menceritakan mengenai sebuah Desa Tanggir yang terletak di kaki Bukit Cibalak. Desa yang dulunya sangat berkaitan dengan alam, kini berubah menjadi jalan setapak modern. Para penduduk Desa Tanggir sangat menjunjung tinggi kedudukan lurah mereka. Meskipun begitu, lurah yang terpilih selalu tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan semestinya. Banyak dari mereka yang menggunakan bantuan kekuatan mistis untuk memenangkan diri mereka sebagai lurah. Pak Dirga yang populer terpilih menjadi lurah. Suatu hari, Pambudi, pengurus lumbung Desa Tanggir, kedatangan Mbok Ralem, salah satu penduduk Desa Tanggir yang sakit-sakitan. Mbok Ralem meminta pinjaman padi, namun Pak Dirga tidak mengizinkannya. Singkat cerita, Pambudi mengundurkan diri dari pekerjaannya dan membawa Mbok Ralem ke Yogya untuk berobat dengan biayanya sendiri. Pambudi rela menggunakan uang tabungannya, bahkan ia membuat iklan “Dompet Mbok Ralem” pada harian Kalawarta dengan bantuan kepala redaksinya, Pak Barkah. Mbok Ralem dapat sembuh dari penyakitnya. Namun, berita itu meresahkan Pak Dirga yang merasa dirinya menjadi pihak yang disalahkan. Pak Dirga pun meminta bantuan mistis Eyang Wira untuk membunuh Pambudi. Di situlah ia tahu bahwa Pambudi menyukai seorang gadis bernama Sanis. Pada malam harinya, Bagol, maling ulung di Desa Tanggir, gagal melaksanakan tugas yang diberikan Pak Dirga untuk melancarkan niatnya. Di situlah keluarga Pambudi tahu bahwa lurah mereka memusuhi Pambudi. Pambudi kemudian pergi ke Yogya demi menuruti permintaan ayahnya untuk meninggalkan desa dan mencari pekerjaan baru. Di sana, ia bertemu Topo, teman lamanya yang menyarankan untuk melanjutkan studinya sekaligus mencari pekerjaan untuk membiayai studinya. Saat itulah ia bertemu dan menjadi dekat dengan Mulyani, anak majikannya. Namun,



1



ketika masa kontraknya habis, maka ia harus berhenti bekerja pada Nyonya Wibawa, ibu Mulyani. Pambudi memutuskan untuk kembali ke Desa Tanggir setelah beberapa bulan menempuh studi. Di sanalah ia mengetahui berita buruk tentang dirinya yang dikatakan melarikan uang milik lumbung desa. Pambudi menemui Sanis yang tampak ogah-ogahan padanya karena ia sudah lebih menyukai Bambang Sumbodo, anak Pak Camat. Setelah itu, Pambudi kembali ke Yogya dan mendapatkan tawaran bekerja di harian Kalawarta. Ia menerimanya dan menjadi sukses. Ia menulis rubrik-rubrik yang berkaitan dengan desanya. Hal ini sampai ke Desa Tanggir. Saat itulah Pak Camat mengetahui masalah yang terjadi di Desa Tanggir dan memutuskan untuk memecat Pak Dirga. Suatu hari, Pambudi mendapat kabar kematian ayahnya dan memutuskan untuk kembali ke desanya. Desa Tanggir telah memiliki lurah baru bernama Hadi yang masih muda. Saat itulah Pambudi mengetahui Sanis yang dulu disukainya telah menjadi janda di usianya yang masih belia setelah menikah dengan Pak Dirga. Beberapa hari setelahnya, Mulyani menyusul ke Desa Tanggir untuk menemui dan menyampaikan bela sungkawanya kepada Pambudi. Setelah mengungkapkan perasaannya, Pambudi akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kaki Bukit Cibalak menuju Yogya bersama Mulyani, pilihannya.



B. Tema 1) Tema utama dalam novel ini adalah kehidupan sosial. Hal ini ditunjukkan dengan penjelasan dalam novel mengenai berbagai masalah pada masyarakat di Desa Tanggir. Sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, pasti kita membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupan. Hal ini disampaikan melalui peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam novel ini. 2) Tema bawahan dalam novel ini ada beberapa, yaitu:



2







Romansa, yaitu kisah kasih yang terjadi antara tokoh dalam cerita. Di dalam novel ini diceritakan kisah percintaan Pambudi. Awalnya, ia menyukai Sanis. Namun lambat laun ia menjadi menyukai Mulyani. Dan akhirnya ia memilih Mulyani sebagai pasangannya.







Kebudayaan dan adat istiadat, yaitu hal-hal yang telah menjadi kebiasaan di suatu kalangan masyarakat tertentu. Di dalam novel ditunjukkan dengan adanya kekuatan ghaib atau mistis yang kerap dipercayai oleh masyarakat Desa Tanggir. Selain itu, kebudayaan juga ditunjukkan pada bagian Bu Runtah yang merias Sanis sesuai dengan adat istiadat setempat.







Moral, yaitu suatu hal yang berharga, bermutu, dan berguna bagi manusia. Dalam hal ini, moral menyangkut tingkah laku manusia yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri. Di dalam novel ini ditunjukkan pada tingkah laku Pambudi yang tulus membantu Mbok Ralem untuk berobat.



C. Tokoh dan Penokohan 1) Tokoh protagonis: 



Pambudi, tokoh ini merupakan tokoh utama yang berwatak berbelas kasih (Sebuah batu besar terasa jatuh menimpa hati anak muda itu Sebuah batu besar terasa jatuh menimpa hati anak muda itu), jujur (Ia merasa telah menuruti suara hati nuraninya untuk tidak turut melakukan kecurangan bersama Pak Dirga), suka menolong (Adalah pantas bila aku berbuat sesuatu untuk menolong perempuan yang sakit itu,…).







Mulyani, tokoh ini merupakan tokoh utama yang berwatak pendiam (Mulyani belum pernah sekali pun berbicara dengan Pambudi), manja dan suka merajuk (Secara samar Pambudi telah mengetahui adat Mulyani yang selalu merajuk bila kehendaknya 3



tidak dituruti), agresif (Aku benci, benci pada orang yang tidak bisa menghargai perasaan). 



Sanis, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak pemalu (...Sanis yang sejak tadi selalu diam dan menunduk), labil (ditunjukkan dengan perasaan Sanis yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat).



2) Tokoh antagonis: 



Pak Dirga, tokoh ini merupakan tokoh utama yang berwatak licik (Senyumnya terkembang, ramah tetapi jelas licik), tidak berbelas kasih (Pokoknya aku tak bisa memberi pinjaman sebesar yang ia perlukan), serakah (Jadi apabila uang ganti rugi yang dijanjikan Pemerintah keluar, kitalah pemiliknya).







Poyo, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak ceplasceplos (“Bapak membela diri, bukan” tanya Poyo), patuh pada atasannya (…Pak Dirga menghendaki perombakan total pada tata pembukuan koperasi itu,), licik (watak ini tergambarkan dengan tingkah laku Poyo yang terus mengikuti rencana Pak Dirga).







Eyang Wira, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak mengintimidasi (Eyang Wira mendekatkan muka, dekat sekali, sehingga istri Lurah Tanggir itu dapat mencium bau busuk yang tersebar melalui mulut Kakek Dukun) dan mesum (He-he, wong ayu, upah yang kuminta itu sudah kaubawa).



3) Tokoh tritagonis: 



Topo, tokoh ini merupakan tokoh pembantu, atau lebih tepatnya tokoh andalan yang berwatak optimis (Jadi aku yakin, kau pun akan bisa memperoleh apa yang telah kudapat), suka menolong (Bahkan hanya dengan susah payah, atas bantuan Topo, Pambudi dapat mengingat kembali kaidah-kaidah bahasa Inggris).







Mbok Ralem, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak penyabar dan pantang menyerah (Aku ingin segera sembuh, Nak), 4



penyayang (Mas Ajeng, saya teringat pada kedua orang anak saya). 



Pak Barkah, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak antusias dan penuh perhatian (Namun kemudian sikapnya berubah menjadi



penuh



perhatian



setelah



Pambudi



menerangkan



maksudnya dengan jelas). 



Bambang Sumbodo, tokoh ini merupakan tokoh pembantu yang berwatak bijaksana (Ia tidak merasa kecewa atas sikap yang ditunjukkan oleh kedua orangtua Pambudi).



Selain itu, tokoh-tokoh figuran lainnya antara lain : 



Pak Danu yang berwatak sombong.







Jirah yang berwatak kolot.







Mbok Sum yang berwatak dermawan dan labil.







Pak Badi yang berwatak berbudi pekerti dan pekerja keras.







Bu Runtah yang berwatak egois, pencemburu, dan mudah dibohongi.



Terdapat beberapa tokoh lataran juga (tokoh yang berfungsi sebagai pelengkap atau penjelas latar cerita saja), seperti Pak Camat, Nyonya Wibawa, Kakek, Germo, Si Sopan, Haji X, Bagol, dan Pendi Toba. D. Alur I. Tahapan: 1) Pembuka/perkenalan: Menceritakan mengenai kehidupan Bukit Cibalak pada tahun 1970-an. Di mana tempat tersebut dahulunya merupakan jalan kerbau yang penuh dengan suara kicauan burung. Seiring berjalannya waktu, daerah itu berubah menjadi jalan setapak menuju Desa Tanggir. Di dalam desa tersebut, terdapat seorang pemuda yang bersikap kritis dan mengutamakan kejujuran bernama Pambudi. 5



2) Permasalahan : Permasalahan di dalam cerita diawali dengan keperluan Mbok Ralem untuk berobat. Pambudi menolongnya dan menimbulkan rasa tidak suka dari Pak Dirga, sehingga ia merencanakan penyingkiran Pambudi. Kemudian, Pambudi memutuskan untuk keluar dari Desa Tanggir dan pindah ke Yogya. Masalah tidak berhenti sampai di situ, beberapa saat setelahnya, Pambudi dituduh melarikan uang milik lumbung desa. 3) Menuju klimaks : Segala permasalahan yang berada di Desa Tanggir dibahas Pambudi dalam rubriknya di harian Kalawarta. Hal itu sampai kepada



Pak



Camat



yang



akhirnya



mulai



mencari



cara



menindaklanjuti masalah ini. 4) Klimaks : Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya Pak Camat memutuskan untuk memecat Pak Dirga sebagai lurah Desa Tanggir. Ia tidak secara terang-terangan memecatnya, melainkan dengan cara yang sudah ia pikirkan matang-matang. 5) Penutup : Di akhir cerita, setelah pemecatan Pak Dirga, Pambudi kembali ke Desa Tanggir untuk mendatangi pengurusan mayat ayahnya. Mulyani



menyusulnya



dan



kemudian



mengajak



Pambudi



bersamanya meninggalkan Bukit Cibalak dan segala cerita yang telah dilaluinya.



II. Jenis Jenis alur pada novel ini adalah alur maju. Hal ini dikarenakan penjelasan peristiwa yang terdapat di dalam cerita tersebut runtut dari awal hingga akhir. Tidak terdapat kilas balik apapun di tengah-tengah atau akhir cerita. Bukti lainnya yaitu penggunaan konjungsi yang menyatakan waktu seperti „sebulan setelahnya‟ dan „hari berikutnya‟.



6



E. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view dalam cerita ini adalah orang ketiga serba tahu. Sudut pandang orang ketiga dapat dilihat dari penggunaan kata ganti orang ketiga seperti „ia‟, „dia‟, dan „mereka‟. Sudut pandang orang ketiga ada dua, yaitu serba tahu dan pengamat. Pada novel ini, jelas bahwa sudut pandangnya merupakan orang ketiga serba tahu karena penulis dapat mengetahui apa yang tidak nampak mata dan yang dirasakan oleh tokohtokoh yang ada di dalam cerita.



F. Amanat 1) Menegakkan kejujuran di atas kebohongan. Hal ini ditunjukkan dengan tindakan Pambudi sebagai tokoh utama yang mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dengan tetap mengutamakan kejujuran, meskipun ia dipandang buruk oleh penduduk desa karena rumor yang beredar. 2) Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada, kesempatan tidak srlalu datang dua kali. Hal ini ditunjukkan dengan Sanis yang menyianyiakan cinta Pambudi dan lebih memilih Bambang yang nyatanya tidak mencintainya. Sayangnya, Sanis sudah terlebih dahulu dinikahi Pak Dirga. Saat ia sudah menjanda dan ingin kembali pada Pambudi, ia sudah terlambat karena Pambudi sudah memiliki Mulyani. 3) Usaha dan kerja yang keras tidak akan mengkhianati. Hal ini sesuai dengan Pambudi yang merupakan seorang pekerja keras. Ia terus menerus berjuang untuk memperjuangkan kejujuran dan melanjutkan studinya dengan berusaha keras bekerja demi memenuhi biaya studinya. Pada akhirnya, ia berhasil meraih kesuksesan dan mendapat kebahagiaan yang tentu diinginkannya. 4) Kita harus percaya diri dan optimis dalam menjalani kehidupan kita. Hal ini ditunjukkan dengan dialog dari tokoh Topo yang terus-menerus memberi semangat pada Pambudi untuk menghadapi masalahnya.



7



Dengan semangat yang diberikan oleh Topo, Pambudi berhasil melewati segala rintangan dalam hidupnya dengan baik.



G. Nilai-nilai 1) Nilai sosial Melalui novel ini, penulis ingin menyampaikan nilai-nilai sosial seperti peduli terhadap orang-orang yang berada di sekitar kita. Manusia tidak bisa hidup tanpa memberi dan menerima bantuan dari orang lain. Hal ini sesuai dengan perilaku Pambudi dalam kutipan “Adalah pantas bila aku berbuat sesuatu untuk menolong perempuan yang sakit itu, tapi apa pikirnya.” 2) Nilai politik Melalui novel ini, penulis ingin menyampaikan mengenai bagaimana politik yang seharusnya. Di dalam novel digambarkan bahwa keadaan politik yang berada di negara ini masih belum benar karena adanya kecurangan dan kebohongan dimana-mana. Sebagaimana penulis menuliskannya dalam kutipan “Setiap calon berusaha menjamu seluruh warga Desa Tanggir dengan makan-minum yang hampir tanpa batas… Kecurangan para lurah biasanya bermula dari titik ini.” dimana para calon lurah sudah melakukan kecurangan semenjak masa pemilihannya. 3) Nilai religius (ketuhanan) Penulis novel menyampaikan nilai religius secara tersirat atau tidak secara langsung. Meskipun hanya sedikit, penulis tetap berusaha menyampaikan perlunya bantuan tuhan dalam segala urusan kehidupan. Kutipan yang menunjukkan nilai religius antara lain “Setelah bersembahyang di atas sehelai koran, Pambudi merebahkan diri hendak tidur. “ dan “Ia hendak bersembahyang Jumat di surau ayah Sanis.”.



8



4) Nilai budaya Melalui novel ini, penulis berusaha menyampaikan betapa pentingnya budaya dalam kehidupan ini. Terutama budaya yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar. Karena dengan adanya budaya tersebut, manusia dapat memahami lebih lanjut mengenai leluhur yang sebelumnya. Kutipan yang sesuai antara lain “Untaian melati dijuraikan dari sanggul sampai jatuh ke dada. Selop kulit dikenakan.” dan “Di halaman samping rumah, Sanis sedang menata ikan asin di atas tampah.”.



H. Majas atau Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam novel ini mudah dipahami dan menggunakan beberapa bahasa ilmiah. Majas yang terdapat dalam novel ini antara lain: 1) Hiperbola : “Pak Dirga sebaliknya, kulit mukanya terasa seperti dijerang di atas api.”, “Sulit juga memahami kembali pelajaran yang telah lama membeku di otaknya.” 2) Litotes : “Ada urusan kecil yang harus kami selesaikan lebih dulu.” Urusan „kecil‟ yang disebutkan dalam kutipan tersebut tidak benarbenar kecil. Hal ini dikatakan untuk menyangkal lawan dari hal yang sebenarnya terjadi. 3) Sinekdoke Pars Pro Toto : “Tetapi Pak Barkah boleh kecewa, karena Pendi Toba angkat kaki ke Jakarta.” Kata “angkat kaki” mewakili keseluruhan anggota tubuh yang berarti pergi atau meninggalkan rumah tersebut. 4) Personifikasi : “Sejuk, seolah-olah angin dari Bukit Cibalak meniup hati Pambudi.” 5) Ironi : “tampunglah aku di kamarmu yang mewah ini… Bilik yang sempit itu kini dijejali lagi dengan sebuah ransel.” 6) Simile : “kata Sanis yang terdengar bagaikan suara getaran dawai di telinga Pambudi.”



9



7) Alegori : “Perdagangan suara ini acap kali membuat suasana seperti dalam perang dingin.”



I. Latar 1) Latar tempat: 



Bukit Cibalak, latar tempat ini dijelaskan pada episode 1 (Para pemilik



kerbau



di



sekitar



kaki



Bukit



Cibalak



tidak



menggembalakan ternak mereka). 



Desa Tanggir, latar tempat ini dijelaskan pada episode 1 (Di Desa Tanggir kicau burung telah diganti dengan suara motor dan mobil, radio dan kaset, atau disel penggerak gilingan padi).







Yogya, latar tempat ini dijelaskan pada episode 6 (Sebuah bus bermesin disel membawa kedua orang itu ke Yogya).







Kantor harian Kalawarta, latar tempat ini dijelaskan pada episode 7 (Pambudi segera mengetahui alamat harian yang bernama Kalawarta itu).







Pedukuhan Eyang Wira, latar tempat ini dijelaskan pada episode 31 (Begitulah, di pedukuhan kecil sana, pada suatu malam pedupaan Eyang Wira kembali mengepul).



2) Latar waktu 



Transisi zaman tradisional menuju zaman modern. Latar waktu ini dijelaskan pada episode 1 (Sekarang terowongan di bawah belukar puyengan itu lenyap, berubah menjadi jalan setapak. Tak terdengar lagi suara korakan kerbau karena binatang itu telah banyak diangkut ke kota, dan di sana akan diolah menjadi daging goreng atau makanan anjing. Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktor-traktor tangan.).







Pagi hari Kutipan : “Pagi hari pada musim tanam ladang. Tegalan yang telah tercangkul dan berbongkah-bongkah kering, tersiram hujan. Wanginya tanah. Pada masa yang silam, burung srigunting yang 10



hitam dan berekor panjang akan muncul. Biasanya burung-burung itu terbang di antara pohon-pohon randu dan baru hinggap bila sudah ada laron atau belalang di paruhnya. Musim seperti saat itu amat disukai oleh burung-burung srigunting untuk memamerkan kicaunya yang khas. Sering kali mereka terbang hanya beberapa jengkal dari para petani yang sedang menanam bibit.” 



Siang hari Kutipan : “Suatu siang Pak Danu pulang dari rumah taukenya. Ia sengaja singgah beberapa kali ke rumah orang-orang yang dikenalnya.”







Malam hari Kutipan : “Malam itu Pambudi menginap di sebuah losmen lainnya di depan pasar. Para penyewa kamar kebanyakan pedagang di pasar itu. Dari pembicaraan mereka Pambudi tahu, mereka adalah penyewa-penyewa tetap. Kalau aku menghendaki suasana yang tertib, mestinya tak kupilih losmen ini, pikir Pambudi. Benar, memang keadaan di losmen itu mirip suasana pasar.”



3) Latar suasana 



Suasana peralihan dari masa tradisional ke masa modern Kutipan : “Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktor-traktor tangan. Burung-burung kucica yang telah turun-temurun mendaulat belukar puyengan itu terpaksa hijrah ke semak-semak kerontang yang menjadi batas antara Bukit Cibalak dan Desa Tanggir di kakinya.”







Mencekam, suasana ini digambarkan pada episode 14 ketika Pak Dirga menghampiri kuburan. Kutipan : “Suaranya halus, membuat kelengangan makin mencekam. Ketika laki-laki itu memasuki gerbang pekuburan, angin bertiup dari selatan. Kembang puring dan dahan kemboja bergoyang. Di tepi Kuburan Ampeljajar itu, sebuah pelepah 11



pinang yang kering luruh ke tanah. Kekuatan terakhir yang menahannya dikalahkan oleh tiupan angin. Sebutir buah beringin jatuh ke pundak laki-laki itu. Ia terkejut dan langsung terjungkal karena kakinya terbentur pada sebuah nisan.” 



Mengharukan, suasana ini digambarkan pada episode 29 ketika Sanis dilamar oleh Pak Dirga. Kutipan : “Rasa haru merasuk ke hati Pak Modin ketika memandang wajah Sanis. Dia berusia lima belas, pantas baginya menerima lamaran seorang laki-laki, pikir Pak Modin. Aku sering mendengar kata orang bahwa anakku cantik, tetapi aku tak mau mengatakan apa-apa karena aku ayahnya.”







Menyenangkan, suasana ini digambarkan pada episode 34 ketika Pambudi berhasil menyelesaikan studinya. Kutipan : “Tahun ketiga, Pambudi lulus ujian sarjana muda. Ia merasa senang dan bersyukur. Tetapi ia diam saja ketika Mulyani menciumnya.



Pambudi



bersiap-siap



hendak



menengok



orangtuanya di Tanggir sambil menyampaikan kabar bahwa ia sudah lulus ujian.” 



Menyedihkan, suasana ini digambarkan pada episode 34 ketika ayah Pambudi meninggal dunia. Kutipan : “Sampai di rumah, kakak perempuan dan ibunya menyambutnya dengan tangis. Tetapi Pambudi tetap tenang. Ia sangat yakin bahwa kematian adalah sekadar proses alami yang langsung dikendalikan oleh Tuhan dari arasy. Pemuda itu segera pergi ke sumur lalu bersembahyang di samping jenazah ayahnya.”



J. Keterkaitan Isi Cerita dengan Kehidupan Sehari-hari Isi cerita novel Di Kaki Bukit Cibalak menceritakan mengenai seorang pemuda bernama Pambudi yang mengutamakan kejujuran di atas segalanya, ia juga merupakan seorang pekerja keras. Sifat-sifat yang dimiliki oleh Pambudi ini sangat cocok bila diterapkan pada seluruh



12



masyarakat. Jika seluruh masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas memiliki sifat-sifat ini, tentunya kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan lebih baik. Seperti contoh, para pejabat yang mengutamakan kejujuran tentunya tidak akan serta merta melakukan korupsi terhadap uang rakyat karena mereka tahu bahwa hal tersebut merupakan hal yang salah. Contoh lain dapat diambil dari dunia perdagangan. Para penjual atau para pembeli terkadang belum bisa jujur dalam melakukan transaksi jual beli. Jika baik penjual maupun pembeli sudah mengutamakan kejujuran, maka tentunya perdagangan



dapat



berjalan



dengan



lebih



baik



tanpa



adanya



kesalahpahaman atau hal-hal buruk lainnya yang tidak diinginkan. Sifat lainnya yaitu pekerja keras. Seperti yang kita ketahui bahwa usaha yang keras akan membuahkan hasil pada akhirnya. Sifat pekerja keras tentunya akan lebih membuahkan hasil yang baik apabila dibarengi dengan sifat tidak pantang menyerah dan berani mengambil resiko. Masyarakat perlu memiliki sifat ini guna memajukan kesejahteraan umum.



13