Analisis Penerapan Akuntansi Lingkungan Pada Badan Usaha Milik Desa Untuk Mewujudkan Green Accounting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017)



ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN PADA BADAN USAHA MILIK DESA UNTUK MEWUJUDKAN GREEN ACCOUNTING (Studi Pada BUMDes Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali) 1



I Dewa Gede Anom Jambe Adnyana, 1 Anantawikrama Tungga Atmadja, 2 Nyoman Trisna Herawati Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia



e-mail: {[email protected], [email protected], [email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak BUMDes merupakan salah satu bentukan badan usaha desa dalam meningkatkan kesejahteraan desa lewat optimalisasi sumber daya yang ada di desa. Pembentukan BUMDes sesuai dengan PMDN No.39 Tahun 2010 tentang Pembentukan BUMDes. BUMDes dalam operasinya diharapkan menunjukan tanggungjawab sosialnya dengan menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis penerapan akuntansi lingkungan pada BUMDes Desa Tajun terkait penciptaan Green Accounting. Metode penelitian yang digunakan yaituwawancara, observasi dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisa data deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, tidak terdapat perlakuan khusus terhadap biaya-biaya lingkungan di BUMDes Desa Tajun. BUMDes Desa Tajun melalui unit TPST hanya menerapkan akuntansi lingkungan secara normatif, sehingga dapat dikatakan BUMDes Desa Tajun belum menerapkan akuntansi lingkungan secara sempurna. Kata Kunci: Limbah, Biaya Lingkungan, Akuntansi Lingkungan Abstract BUMDes is one form of bussines entity in improving the welfare of rural villages through the optimization of existing resources in the village. BUMDes waa build according PMDN No.39 Tahun 2010 about BUMDes Building. BUMDes in operation well give best corporate social responsibility with implementation of environmental accounting. The purpose of this research to analyze the application of environmental accounting at BUMDes in Tajun Village toreliazed Green Accounting. The method of research make were obtained with interview, observation and documentation study. The data will analyze with method description komparatif analyzis. The result indicated that, there is not special treatment o\for environmental costs in BUMDes at Tajun Village. BUMDes in Tajun Village only implement environmental accounting with normative method, so that it can be said BUMDes in Tajun Village yet to implement environmental accounting with perfectly. Keywords: Waste, Environmental Costs, Environmental Accounting



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintahan di Indonesia kini sudah mengalami pergeseran dari yang sentralistik ke desentaralistik. Dari yang dahulunya segala urusan pemerintahan berada pada pusat kini sebagian sudah dilimpahkan ke daerah sesuai asas otonomi daerah. Otonomi daerah telah merubah pola pikir dan sistem pemerintahan menjadi lebih transparan dan demokratis. Selain itu, keberadaan asas pembantuan yang merujuk pada pengoptimalan potensi desa semakin diprioritaskan, sehingga semua desa mampu berkembang dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dijelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan menguruskepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian tersebut, desa berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, desa berhak untuk menggali potensi desa dan mengembangkannya dalam suatu badan usaha. Badan usaha yang dapat didirikan oleh desa adalah badan usaha milik desa (BUMDes) sesuai dengan yang diatur dalam Bab X Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal-hal mengenai Badan Usaha Milik Desa sendiri sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Regulasi-regulasi tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa Badan Usaha Milik Desa telah diakui secara hukum dalam pemerintahan Indonesia. Tidak seperti koperasi, usaha pribadi maupun kelompok usaha yang dibentuk di desa yang bersifat eksklusif dan hanya diperuntukkan untuk pribadi maupun anggota kelompok, Badan Usaha Milik Desa bersifat lebih inklusif karena diperuntukkan untuk seluruh masyarakat di



desa tersebut. Semua masyarakat di desa tersebut berhak untuk bergabung dan menerima manfaat dari adanya BUMDes. Masyarakat berhak untuk menanamkan modal (investor) sesuai dengan salah satu ciri utama BUMDes yaitu memiliki modal usaha yang bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui penyertaan modal (saham atau andil) (Bapemas Jatim). Selain menjadi investor, masyarakat juga berhak menjadi supplier tergantung bidang usaha yang dijalankan BUMDes. Oleh karena sifatnya yang inklusif, BUMDes harus dikelola oleh masyarakat desa yangbersangkutan dan kepengurusannya dilaksanakan secara terpisah dari pemerintah desa. Namun, sifat inklusif BUMDes dapat meluas sesuai dengan kebijakan desa yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah BUMDes Mandala Giri di desa Tajun yang bergerak dalam bidang simpan pinjam. Selain melayani simpan pinjam di desa Tajun, BUMDes Mandala Giri juga melayani jasa simpan pinjam dengan warga desa lain sesuai ketentuan yang berlaku (Mandira, 2014). Menurut Wijanarko (2012), BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). Sebagai lembaga sosial, BUMDes merupakan operative institution, yaitu institusi yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan masyarakat yang bersangkutan (Wikipedia, 2015). Sedangkan sebagai lembaga komersial, BUMDes merupakan intitusi yang menjalankan aktivitas komersial dan bertujuan untuk mencari keuntungan. Kehadiran BUMDes diharapkan mampu memacu perekonomian desa agar lebih bergairah dan lebih produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. (Wijanarko, 2012:1-2). Tentunya keberadaan BUMDes sebagai salah satu badan usaha desa tidak lepas dari segala bentuk operasional yang dilakukan terkait dengan dampak yang ditimbulkan, salah satunya dampak terhadap lingkungan. BUMDes tidak hanya memperhatikan pada manajemen dan laba yang diperoleh saja. Kini perusahaan khususnya BUMDe juga perlu memberikan



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) perhatian serius terhadap lingkungan tempat BUMDes itu beroperasi. Lanjut menurut Pratiwi (2013), semakin berkembangnya kegiatan perusahaan dalam menghasilkan laba secara otomatis menimbulkan konsekuensi lingkungan hidup sekitarnya. UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28H UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, sehingga dengan kata lain setiap perusahaan wajib melindungi segenap komponen kehidupan di sekitarnya dengan meminimalisir dampak lingkungan dari aktivitas operasinya. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang diamanatkan oleh BPLH Bandung yakni (1) terciptanya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya, (2) terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana, (3) terwujudnya manusia sebagai Pembina lingkungan hidup, (4) terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk generasi sekarang dan masa depan, dan (5) terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan lingkungan. BUMDes tentunya dalam mewujudkan visi utamanya selalu menimbulkan masalah akibat operasional kegiatannya. Maka dari itu menimbulkan dorongan bagi BUMDes untuk melestarikan lingkungan, salah satunya dengan menerapkan akuntansi lingkungan. Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, akuntansi berfungsi untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban. Selama ini penyusunan laporan keuangan hanya difokuskan pada kepentingan investor dan kreditor, tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukan, seperti polusi udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan lain-lain (Suaryana, 2011). Dengan adanya akuntansi lingkungan, diharapkan organisasi atau perusahaan lebih disiplin dalam mengelola limbah dari hasil



operasional yang dapat membahayakan lingkungan (Elyafei, 2013). Terkait hal tersebut, peneliti melakukan penelitian pada BUMDes Desa Tajun. BUMDes Desa Tajun yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali ini merupakan salah satu BUMDes yang bergerak dalam empat bidang operasional yakni Unit Pengelolaan Sarana Desa, Unit TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu), Unit Simpan Pinjam dan Unit Pengelolaan Pasar. Unit pengolahan sampah, yaitu dengan pembentukan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) merupakan unit yang paling besar konstribusinya terhadap kesejahteraan warga Desa Tajun. Nama TPST itu sendiri yakni TPST Mnadala Giri Amerta yang bernaungdalam pengelolaan sampah organik untuk dijadikan kompos. Tentunya dalam setiap aktivitasnya akanmenimbulkan beberapa dampak terkait lingkungan dan sosial, misalnya saja sampah non-organik yang dibiarkna menumpuk begitu saja, atau dikumpulkan sebagian untuk dijual atau diangkut ke TPA. Pastinya memerlukan dana dalam pengangkutan atau pembakaran sampah tersebut. Sebagai salah satu bentuk badan usaha desa yang diperuntukan untuk kesejahteraan desa, tentunya harus memperhatikan juga dampak lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas operasinya. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dalam BUMDes Desa Tajun ini mengolah sampah orgnik untuk dijadikan kompos bagi kesejahteraan warga sekitar. Tentunya limbah buangan berupa yang sampahsampah non-organik yang tidak diolah, seperti kaca, plastik, maupun bahan nonorganik lainnya yang memerlukan penanganan ke depannya. Baik penanganannya berupa pengangkutan untuk dijual, ataupun dibakar. Begitupun jika dibakar, akan mengeluarkandampak berupapolusi terhadap lingkungan sosial dan pada akhirnya menuntut perusahaan dalam hal ini BUMDes untuk mengeluarkan kebijakan dalam mengatasinya. BUMDes sebagai salah satu organisasi perusahaan, diharapkan mampu menunjukan tanggung jawab sosialnya atau Coporate Social Responsibility (CSR) dengan melakukan pelaporan yang



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) berhubungan dengan usaha mencegah pencemaran lingkungan, yaitu dengan menerapkan akuntansi lingkungan. Menurut Djogo dalam Rossje (2006) menyatakan bahwa akuntansi lingkungan atau Environmental Accounting merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukannya biaya lingkungan (environmental cost) ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempenbgaruhi kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Environmental Accounting Guidelines (2012), akuntansi lingkungan mencangkup pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan, penyediaan sarana untuk mendukung proses komunikasi agar tercapai pembangunan berkelanjutan, memelihara hubungan, serta meraik efektivitas dari kegiatan tersebut. Penelitian terkait penerapan akuntansi lingkungan sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti pada penelitian Haryanto (2003) yang bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi lingkungan dalam RSU Muhamadyah Jogjakarta menunjukan bahwa RSU Muhamadyah Jogjakarta menggunakan model normatif dalam perlakuan biaya lingkungan yaitu dengan menggabungkan rekening biaya-biaya dalam satu pos biaya. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014) yang bertujuan untuk mengjkaji penerapan akuntansi lingkungan pada RK Charitas Palembang menunjukan bahwa perlakuan akuntansi biaya yang dilakukan oleh RK Charitas Palembangdilakukan dengan pengakuan biaya lingkungan yang dicatat oleh Bagian Sanitasi Lingkungan yang diakui sebagai salah satu aset tetap.Dalam penelitian kami, sedikit berbedadengan penelitianpenelitian terdahulu tersebut diatas. Kami lebih mengkaji penerapan akuntansi lingkungan pada sektor perusahaan desa. Adapun beberapa alasan yang melandasi dipilihnya BUMDes dalam penelitian ini, khususnya BUMDes Desa Tajun sebagai berikut. Pertama, BUMDes sebagai perusahaan yang milik desa yang sedang



booming dan kegiatan operasionalnya terkait langsung dengan masyarakat dan lingkungan tempat BUMdes itu beroperasi. Dan dalam BUMDes Desa Tajun operasional utama yaitu TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) banyak menimbulkan permasalahan lingkungan sehingga perlu penangannya dan biayabiaya terkait penanganan tersebut.Kedua, sistem pelaporan keuangan BUMDes menarik untuk dikaji jika dikaitkan dengan pengklasifikasian biaya-biaya selama operasional, apalagi pada BUMDes Desa Tajun bergerak dalam pengolahan sampah terpadu, yang barang tentu ada dampak yang ditimbulkan kepada warga sekitar ataupun lingkungan. Ketiga, dikaitkan dengan peraturan BUMDes yaitu Permendagri No.37 Tahun 2007 yang mengharuskan BUMDes untuk transparan dalam pelaporan segala biaya-biaya yang dikeluarkan selama operasioanl, termasuk biaya lingkungan. Maka dari itu, penting untuk mengangkat fenomena akuntansi lingkungan yang ada pada laporan keuangan BUMDes. Hal ini menjadi bahan kajian penting untuk ke depannya bagi setiap BUMDes yang ada. Dengan sudah diterapkannya akuntansi lingkungan dalam segala aktivitas operasional yang ada di BUMDes maka secara tidak langusng Green Economy dapat tercipta dan akan berimplikasi pada ketercapaiannya Green Accounting, yang berorientasi pada kepentingan 3 P yakni profit (keuntungan), people (masayarakat sekitar) dan planet (kelestarian lingkungan). Menurut Wijanarko (2012), BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). Sebagai lembaga sosial, BUMDes merupakan operative institution, yaitu institusi yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan masyarakat yang bersangkutan (Wikipedia, 2016). Kehadiran BUMDes diharapkan mampu memacu perekonomian desa agar lebih bergairah dan lebih produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. (Wijanarko, 2012:1-2). Tidak seperti koperasi, usaha pribadi maupun kelompok usaha yang dibentuk di



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) desa yang bersifat eksklusif dan hanya diperuntukkan untuk pribadi maupun anggota kelompok, Badan Usaha Milik Desa bersifat lebih inklusif karena diperuntukkan untuk seluruh masyarakat di desa tersebut. Semua masyarakat di desa tersebut berhak untuk bergabung dan menerima manfaat dari adanya BUMDes. Oleh karena sifatnya yang inklusif, BUMDes harus dikelola oleh masyarakat desa yang bersangkutan dan kepengurusannya dilaksanakan secara terpisah dari pemerintah desa. Keberadaan BUMDes di setiap desa menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi yang ada di desa demi kesejahteraan warga desa bersangkutan. Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Hal ini terjadi akibat dari tekanan lembagalembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja karena pada saat itu perusahaan-perusahaan hanya berorientasi laba yang tinggi (Agustia, 2010). Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk mengelompokkan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melaukan konservasi lingkungan ke



dalam pos lingkungan dan praktik binis perusahaan (Suartana, 2010). Akuntansi lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja pengukuran yang kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan perusahaan (Suartana, 2010). Menurut Hamid (2010), pada tingkat mikro atau tingkat perusahaan, akuntansi lingkungan memiliki perananan penting dalam upaya perusahaan manufaktur untuk melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan. Akuntansi lingkungan memberikan peran dalam tiga perwujudan akuntansi, yaitu: Pertama, akuntansi keuangan, akuntansi lingkungan berperan untuk memberikan tambahan informasi melalui pengungkapan (disclosure) wajar atau dalam data kuantitatif pada komponen laporan keuangan yang diterbitkan secara berkala serta menunjukkan kegiatan dan hasil operasional perusahaan yang mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kedua, akuntansi biaya, akuntansi lingkungan digunakan untuk alokasi biaya yang wajar dan pengendalian segala aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan perusahaan. Ketiga, akuntansi manjemen, akuntansi lingkungan berperan dalam pengambilan keputusan manajemen Adapun beberapa penelitian terdahulu terkait akuntansi lingungan yang menjadi refrensi peneliti, seperti tabel di bawah ini.



Tabel 1. Penelitian Terdahulu No 1



Peneliti Haryanto (2003)



2



Susanti (2014)



Judul Penerapan Akuntansi Lingkungan pada RSU Muhamadyah Jogjakarta



Hasil RSU Muhamadyah Yogyakarta menggunakan model normatif dalam perlakuan biaya lingkungan yaitu dengan menggabungkan rekening biaya-biaya dalam satu pos biaya



Penerapan Akuntansi Perlakuan akuntansi lingkungan Lingkungan Pada RK dilakukan dengan pengakuan Caritas Palembang biaya lingkungan yang dicatat oleh bagian sanitasi lingkungan yang diakui sebagai salah satu asset tetap Sumber: Analisis sumber (2017)



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untukmemperoleh informasi saat ini terkait variabel-variabel yang diteliti (Susanti, 2014). Dalam penelitian ini, kami melakukan observasi pada BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun, dilanjutkan dengan wawancara mengenai pelaporan keuangan yang dikaitkan dengan lingkungan. Setelah itu, dilanjutkan dengan penggalian data lebih mendalam. Penelitian ini dilakukan pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali. Yang mana nama dari BUMDes itu adalah BUMDes Mandala Giri Amertha. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dipergunakan, yakni data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berhubungan dengan angka, atau jumlah yang terdapat dalam laporan keuangan BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun. Sedangkan data kualitatif yaitu berupa profil BUMDes, struktur organisasi, informasi terkait pengelolaan limbah dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yakni wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. a. Metode Wawancara yang digunakan dalam penelitain ini adalah wawancara mendalam, agar wawancara mendalam bisa berlangsung secara terarah, disusun pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pikiran yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dengan cara wawancara berlangsung secara fleksibel. Penentuan informan berdasarkan klasifikasi difokuskan pada informan kunci yaitu Kepala Desa Tajun dan akan menggunakan metode snow ball sehingga didapatkan informasi secara mendetail. b. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung mengenai proses penanganan limbah yang ada di BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun dan proses penyusunan laporan keuangannya.



c.



Studi Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan catatan-catatan akuntansi terkait laporan kuangan mengenai pengelolan limbah dari BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun dan dokumentasi terkait lainnya yang relevan seperti foto dokumentasi, refrensi dan lainnya.



HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisa terhadap laporan keuangan yang ada pada BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun ini, bahwa BUMDes Mandala Giri Amertha tidak membuat laporan keuangan secara lengkap, seperti laporan neraca, buku besar, jurnal, arus kas, dan laporan terkait lainnya. Namun, BUMDes Mandala Giri Amertha hanya membuat sejumlah laporan keuangan yang sederhana dan ringkas. laporan keuangan yang dibuat masih bersifat normatif atau dalam hal pelaporan atas akun-akun yang berkaitan dengan akuntansi lingkungan belum diklasifikasikan secara khusus. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut. 1. Analisis Laporan Arus Kas Menurut laporan keuangan dari BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun, Laporan Bulanan disamakan dengan laporan arus kas selama periode operasional BUMDes. Laporan arus kas merupakan laporan keuangan yang memberikan gambaran dan informasi terkait kas masuk dan kas keluar selama periode transaksi dalam suatu perusahaan (Suwardjono, 2009). Laporan arus kas BUMDes Desa Tajun, khsusnya dalam unit TPST terdiri atas kas awal desember 2015, kas dari hasil pendapatan, kas keluar sebagai biaya dan kas akhir oktober 2016. Periode ini berjalan satu tahun operasi, terhitung dari Januari 2015 hingga Oktober 2016. TPST dalam kegiatan operasionalnya juga telah melakukan pemeliharaan dan perbaikan beberapa kendaraan, baik pengangkut sampah organik maupun pengangkut sampah non-organik dalam penjuaalan nanti ke DKP. Berikut ini merupakan data Laporan Arus Kas dari BUMDes Desa Tajun dalam Unit TPST, sebagai berikut:



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) Tabel 2. Laporan Arus Kas BUMDes Mandala Giri AmerthaDesa Tajun Dalam Unit TPST Periode Januari-Oktober 2017 Uraian Kas akhir Desember 2015 Pendapatan operasional TPST Pengeluaran operasional TPST Kas akhir Oktober 2016 Sumber: Data diolah, 2017



Pemasukan Rp 10.778.100 Rp 43.892.500



Pihak BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun tidak mencatat secara spesifik mengenai alat-alat dalam penanganan limbah-limbah khususnya limbah nonorganik. Hanya mencatat alat-alat yang ada dalam operasional pengomposan saja. Selain itu, pendapatan BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun khususnya dalam unit TPST tidak dijelaskan secara spesifik mengenai hasil penjualan limbah non-organik hanya mencatat dalam bentuk pendapatan lainnya. Untuk biaya sendiri, yang diakui



Pengeluaran



Rp 51.291.200



Total Rp 10.778.100 Rp 54.670.600 Rp 3.379.400 Rp 3.379.400



sebagai pengeluaran diakui sebagai pengurangan kas BUMDes. Mengenai rincian mengenai biaya-biaya lingkungan lebih jelas pada laporan laba-rugi. Sedangkan untuk rincian alat pengelola yang digunakan oleh TPST Mandala Giri Amertha dicatat dan diakui sebagai mesin dan perlengkapan yang mendukung segala bentuk kegiatan operasional dalam laporan terpisah dalam laporan keuangannya, seperti pada tabel 4.2 berikut ini.



Tabel 3. Daftar Sarana Pengolahan Limbah Organik dan Non-organik di BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun Tahun 2017 Nama Barang Harga Perolehan Fungsi Mesin Pencacah Bantuan Penghancur sampah organik Mesin Ampad Bantuan Penghalus pupuk Motor tiga roda Bantuan Pengangkut sampah dari rumah tangga ke TPST Pick up Rp 65.800.000 Pengangkut sampah non-organik ke DKP Sumber: Data hasil wawancara dan observasi, Tahun 2017 2. Analisis Laporan Laba-Rugi Laporan laba-rugi (disebut laporan aktivitas oleh BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun) merupakan laporan ringkasan dari hasil kegiatan perusahaan selama satu periode akuntansi sehingga laporan ini dipandang sebagai laporan yang paling penting dalam laporan tahunan (Margareta, 2012). Laporan aktivitas atau laba-rugi BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun khususnya dalam unit TPST terdiri atas pendapatan operasional, biaya operasional dan biaya/rugi operasional. Pendapatan operasional berasal dari kegiatan operasional BUMDes Desa Tajun yang berfokus pada unit TPST yaitu penjualan sampah organik dan penerimaan dari masyarakat yang membayar iuran sampah langsung ke BUMDes Desa



Tajun. Sedangkan analisis operasional dan biaya/rugi operasional dan penerapan akuntansi lingkungan dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap pegawai bagian akuntansi di BUMDes Mandala Giri Amertha khususnya dalam unit TPST untuk mengetahui pencatatan biaya-biaya lingkungan pada laporan aktivitas BUMDes. Setelah dilakukan wawancara dan penelusuran dari bagian pembukuan bersama Kepala Desa Tajun, pengurus di TPST Mandala Giri Amertha BUMDes Desa Tajun, dan masyarakat, maka diperoleh informasi bahwa biaya-biaya lingkungan dicatat sebagai biaya operasional. Berikut adalah komponen biaya operasional BUMDes pada unit TPST Mandala Giri Amertha.



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) Tabel 4. Biaya Operasional BUMDes Desa Tajun Unit TPST Tahun 2017 Uraian Biaya Tenaga Kerja Biaya Operasional Kendaraan ATK Biaya Perjalanan Dinas Pemeliharaan & Perbaikan Mesin Barang dan Jasa pihak Ketiga Biaya Operasional Mesin Pencacah Biaya Operasional Mesin Ampad Biaya Operasional lainnya Jumlah Biaya Operasional Sumber: Data diolah, 2017 Dari komponen biaya operasional di atas, terdapat biaya-biaya lingkungan yang tidak diakui secara khusus oleh BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun. Adapun pencatatan biaya-biaya lingkungan dalam laporan aktivitas tersebut adalah sebagai berikut: a. Biaya tenaga kerja, merupakan biaya yang dikelurkan oleh pihak BUMDes dalam hal pengelolaan sampah organik menjadi kompos, biaya pengangkut sampah, biaya tenaga kerja pengelola, biaya tenaga pembakar sampah dan biaya bagi tukang yang mengatur tempat pengumpulan sampah. b. Biaya operasional kendaraan, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh BUMDes dalam mengoprasikan kendaraan seperti motor tiga roda dan pic-up. Biaya ini meliputi peembelian bahan bakar bagi kendaraan. c. Biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin & kendaraan, merupakan biaya yang dikeluarkan BUMDes dalm hal menjaga keberlanjutan mesin dan kendaraan operasi. Misalnya saja, jasa reparasi atau service mesin dan kendaraan operasi. d. Biaya operasional lain, merupakan biaya yang tidak dicatat oleh pihak BUMDes secara spesifik karena biaya ini terjadi secara incidental, misalnya saja biaya untuk pembakaran sampah/ limbah nonorganik yang tidak berdayaguna, serta biaya pengalihan asap



31 Oktober 2017 Rp 44.500.000 Rp 2.621.000 Rp 1.705.000 Rp 160.000 Rp 311.000 Rp 1.994.200 Rp 51.291.200



pembakaran agar tidak menyebabkan polusi. Informasi mengenai pencatatan tersebut diperoleh dari Bapak Ketut Latrayasa sebagai bendahara di TPST Mandala Giri Amertha BUMDes Desa Tajun, yang menyatakan bahwa: “biaya untuk membakar sampah itu, seperti membeli minyak tanah, itu masuk ke biaya operasional lainnya. Kalau biaya tenaga kerja itu ya,,tenaga kerja yang ada di TPST, kalau yang mengangkut atau tukang angkut sampah untuk dibawa ke DKP juga masuk disana.” Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, tidak terdapt pos-pos khusus yang menunjukan biaya yang terkait dengan pengelolaan limbah BUMDes. Tidak adanya standar baku yang mengatur nama-nama rekening untuk pelaporan biaya yang terkait dengan lingkungan, menyebabkan BUMDes Mandala Giri Amertha mencatat biayabiaya tersebut dalam rekening yang serumpun, dalam hal ini diakui sebagai biaya operasional. Tahap-tahap pelaporan akuntansi memiliki kaitan yang erat terhadap perjalanan sebuah rekening untuk diakui atau diungkapkan dalam laporan keuangan (Margareta, 2012). Akuntansi lingkungan sebagai sebuah metode untuk mengungkapan biaya-biaya lingkungan yang terjadi dalam suatu badan usaha memerlukan beberapa tahapan. Berikut ini



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) tahapan perlakuan akuntansi lingkungan di BUMDes Desa Tajun, yakni: 1. Pengidentifikasian BUMDes Desa Tajun mengidentifikasi biaya-biaya sehubungan dengan pengolahan sampah organik & nonorganik, biaya tenaga kerja dna biaya pemeliharaan mesin oprasi dalam hal menjaga kelestarian lingkungan yang teridentifikasi sebagai biaya lingkungan pada BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun sebesar Rp 51.291.200 2. Pengakuan Beban diakui dlaam laporan laba rugi sebagai penurun manfaat nilai ekonomi masa depan berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban yang telah terjadi dna dapat diukr. Dalam BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun mengakui elemen biaya tersebut saat biaya tersebut terjadi dalam upaya pengelolaan sampah di desa. Pembiayaannya dilakukan setiap bulan dan ditotalkan pada akhir periode akuntansi untuk dilaporkan dalam laporan keuangan. 3. Pengukuran Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan menyatakan bahwa pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. BUMDes mengukur dan menilai biaya yang dikeluarkan menggunakan satuan moneter rupiah dengan acuan realisasi biaya pada periode sebelumnya dan sebesar kos yang dikeluarkan. 4. Penyajian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap laporan aktivitas BUMDes, biaya lingkungan terjadi pada TPST Mandala Giri Amertha secara umum disajikan dalam biaya operasional. Tidak ada penyajian secara khusus pada biaya-biaya yang berhubungan dengan pengolahan limbah BUMDes. 5. Pengungkapan PSAK No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa entitas dapat pula menyajikan



terpisah dari laporan keuangan, laporan mengnai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun tidak membuat laporan khusus terkait biaya-biaya lingkungan dan menyajikan biaya-biaya tersebut dalam rekening yang serumpun di dalam laporan aktivitasnya. Berdasarkan model pengungkapan yang disampaikan oleh Haryanto (2003), maka BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun menggunakan model normatif dalam pelaporan biaya lingkungannya. Model normatif ini mengakui dan mencatat biayabiaya lingkungan secara keseluruhan yakni dalam lingkup satu ruang rekening secara umum bersama rekening lain yang serumpun. Secara umum berdasarkan teori yang ada, BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun belum menerapkan akuntansi lingkungan secara sempurna. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009, PSAK No. 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraph 07 mengenai Komponen Laporan Keuangan dalam Mulyani (2013) dinyatakan bahwa “laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: Neraca (Laporan Posisi Keuangan), Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan”. Kemudian pada paragraph 09 mengenai informasi tambahan dinyatakan bahwa, “perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi perusahaan industri dimana faktorfaktor lingkungan hidup ini memegang peranan penting dan bagi industri yang menanggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) keuangan yang memegang peranan penting.” Lalu paragraf 16 menyebutkan bahwa, “apabila belum ada peraturan oleh PSAK, maka pihak manajemen bisa menggunakan pertimbangannya untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan.” Dari pernyataan tersebut, PSAK tidak menutup kemungkinan bagi setiap BUMDes untuk membuat laporan tambahan terkait biaya lingkungan yang disajikan terpisah dari laporan keuangan utama. Laporan tersebut berada di luar lingkup Standar Akuntansi Keuangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyani (2013) yang menyatakan bahwa perusahaan diharuskan mengungkapkan aktivitas lingkungan yang terkait erat dengan limbah produkssi atau buangan sebagai laporan tambahan. BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun menerapkan model normatif sebagai model pelaporan biaya lingkungan terkait penanganan limbah dari kegiatan utama di TPST Mandala Giri Amertha, yang menyebabkan biaya-biaya tersebut masih sulit untuk dilihat bagi pengguna laporan keuangan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun merupakan salah satu badan usaha bentukan desa berdasarkanPeraturan Desa Tajun Nomor 4 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa yang bertujuan demi kesejahteraan masyarakat desa. Dalam menjalankan operasionalnya, BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun menghasilkan beberapa limbah/ sampah yang diantisipasi dengan beberapa upaya, seperti pembakaran limbah dan pengangkutan ke DKP. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa BUMDes Desa Tajun khususnya dalam unit TPST tidak menyajikan biaya



lingkungan secara spesifik pada laporan keuangannya. Biaya-biaya lingkungan yang terjadi dimasukan dalam rekening serumpun dalam laporan aktivitas operasi yaitu dalam biaya operasional. Maka dari itu, BUMDes Desa Tajun dapat dikatakan menerapkan model normatif dalam pengakuan biaya lingkungan dalam penyusunan laporan keuangannya. Saran Berdasarkan hasil simpulan di atas, maka diharapka BUMDes Mandala Giri Amertha Desa Tajun untuk membuat laporan keuangan terkait biaya lingkungan yang lebih spesifik dalam laporan keuangan terpisah dan sederhana. Hal ini diperlukan, sehingga lebih mudah untuk mengidentifikasi biaya-biaya yang terjadi terkait lingkungan tempat BUMDes itu beroperasi. Selain itu, pada saat pembakaran sampah mohon untuk lebih memperhatikan lokasi pembakaran, sehingga tidak merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat akibat polusi udara. DAFTAR PUSTAKA Agustia, Dian. 2010. Pelaporan Biaya Lingkungan Sebagai Alat Bantu Bagi Pengambilan Keputusan yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Lingkungan. Jurnal Akuntansi: Akrual, Vol.1, No.2, Hal: 80-100. Anggit, Daru. 2012. Pengukuran Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen. Tesis (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Bartolomea et al. 2000. The Enviromental Accounting. Oxford: OU BUMDes Mandala Giri Amertha. 2015. Laporan Keuangan TPST BUMDes Desa Tajun Tahun 2015. Desa Tajun: Kantor Kepala Desa Tajun Hamid. 2010. Akuntansi Lingkungan Dalam Ranah Kesehatan Masyarakat. Denpasar: Muda Jaya



e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017) Haryanto. 2003. Penerapan Akuntansi Lingkungan Dalam RSU Muhamadyah Jogjakarta. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: UMY Idris.



2012. Akuntansi Lingkungan Sebagai Instrumen Pengungkapan Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Lingkungan di Era Green Market. Jurnal Economac, Vol.2, No.2, Hal: 102-107



Margareta, Veny S. 2012. Penerapan Akuntansi Lingkungan di Rumah Sakit Umum Medika Sari. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Bina Nusantara Pemerintah Desa Tajun. 2006. Awig-awig Desa Tajun. Desa Tajun: Kantor Kepala Desa Tajun Strauss and Corbin. 1990. Basic of Qualitative Research: Grounded TheoryProcedures and Techique. Newsbury Park: Sage Publication Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Lingkungan dan Tripple Bottom Line Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah. Jurnal Bumi Lestari, Vol.10, No.1, Hal: 105 - 112. Suaryana, Agung. 2011. Implementasi Akuntansi Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol 6 No.1, Hal: 33 Sukrisno, Agus dan I Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Susanti. 2014. Penerapan Akuntansi Lingkungan Pada RK CHaritas Palembang. Skripsi (Tidak diterbitkan). Palembang: Universitas Truna Merdeka Suwardjono. 2009. Akuntansi Pengantar, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Wijanarko. 2012. Analisis Penerapan Akuntansi Sosial dan Lingkungan Pada Usaha Krupuk Sukun Di Desa Tegalwajo, Banyuwangi. Jurnal Akuntansi, Vol.1, No.2, Hal: 1-2



Wulandari, Agnes. 2010. Pengukuran dan Pelaporan Biaya Lingkungan (Studi Kasus PT Indonesia Power UBP Mrica). Tesis (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yakhou, Mehenna & Vernon P. Dorweiler. 2004. Environmental Accounting: An Essential Component of Business Strategy. Bus. Strat. Env., Vol.13.2004:65.Hal:77. [Online]. Tersedia di: http://www.ebtekarnovin.com/Editor/ UploadFiles/PDF%20Articles /accounting1.pdf.[diakses pada 1 November 2017.]