Analisis Pengoperasian Speed Droop Governor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah Dengan makin pentingnya peranan tenaga listrik dalam kehidupan sehari-hari, dengan menjaga kualitas tenaga listrik yang dibangkitkan khususnya bagi keperluan industri. Maka mutu tenaga listrik juga menjadi tuntutan yang makin besar dari pihak pemakai tenaga listrik. Tenaga listrik di Indonesia memiliki nilai standar frekuensi sebesar 50 Hz, nilai ini harus di jaga konstan supaya kualitas tenaga listrik dalam keadaan andal. Oleh karenanya respon pembangkit harus memiliki respon yang baik saat terjadi perubahan nilai frekuensi tersebut. Pada unit pembangkit tenaga listrik terdapat pengaturan frekuensi yang dilakukan oleh unit governor, berfungsi agar keluaran uap dari katel uap yang bertekanan untuk menggerakan turbin uap berada dalam putaran dengan frekuensi 50Hz, dan mengantifikasi terjadina penyimpangan terhadap frekuensi dalam sistem. Untuk melakukan fungsinya, governor mengukur frekuensi yang dihasilkan generator dengan cara mengukur kecepatan putar poros generator, karena frekuensi yang dihasilkan generator sebanding dengan kecepatan putar poros generator. Oleh karenanya dibutuhkan karakteristik speed droop untuk merespon terjadinya perubahan frekuensi pada pembangkit tenaga listrik. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka penulis bermaksud melakukan penelitian tentang “Analisis Pengoperasian Speed Droop Governor Dengan Respon Pembangkit Terhadap Perubahan Frekuensi Pada PLTGU Muara Tawar Blok 5”.



1



1.2



Permasalahan Penelitian 1.2.1



Identifikasi Masalah Pada pembangkit tenaga listrik sering mengalami penurunan



frekuensi saat terjadi penambahan beban listrik sedangkan frekuensi harus dijaga nominalnya. Sehingga PLTGU Muara Tawar diharapkan dapat merespon dengan baik untuk menjaga nominal frekuensi tersebut terutama pada saat terjadi penambaan beban listrik yang tiba--tiba. 1.2.2



Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik speed droop pada PLTGU Muara Tawar? 2. Bagaimana agar respon pembangkit menjadi lebih sensitif saat terjadi penurunan nilai frekuensi ? 3. Bagaimana cara mempertahankan nilai nominal frekuensi jika karakteristik speed droop sudah tidak dapat merespon ?



1.2.3



Batasan Masalah Pembahasan hanyalah mengenai karakteristik speed droop



governor terhadap respon pembangkit untuk menjaga nilai frekuensi pada sistem pembangkit tenaga listrik PLTGU Muara Tawar Blok 5.



1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1



Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik speed droop saat terjadi perubahan nilai frekuensi 2. Mengkaji respon pembangkit saat terjadi perubahan nilai frekuensi. 3. Mengkaji penyebab terjadinya perubahan nilai frekuensi pada PLTGU.



1.3.2



Manfaat Penelitian 1. Memperoleh cara yang tepat guna untuk mempertahankan nilai frekuensi.



2



2. Dapat memberikan informasi yang berguna untuk menjaga nilai frekuensi pada sistem pembangkit. 3. Dengan pembahasan ini PT.PLN dapat menyalurkan tenaga listrik dengan nilai frekuensi yang tidak mengalami penurunan terlalu jauh dari nilai nominalnya saat terjadi penambahan beban listrik yang tiba-tiba.



1.4



Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri atas lima bab, bab satu membahas mengenai latar belakang, batasan masalah, metode pembahasan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, bab dua membahas mengenai teori-teori speed droop, frekuensi, sistem pembangkit dan respon pembangkit saat terjadi perubahan nilai frekuensi, bab tiga membahas mengenai metode penelitian, bab empat menjelaskan mengenai pengolahan data dan perhitungan, kemudian hasilnya akan dianalisa, bab lima merupakan kesimpulan dari skripsi ini.



3



BAB II KARAKTERISTIK SPEED DROOP GOVERNOR TERHADAP FREKUENSI SISTEM 2.1



Tinjauan Pustaka Speed droop merupakan perbandingan beban dan frekeuensi. Semakin



kecil nilai presentasi speed droop, maka makin peka terhadap perubahan frekuensi. Demikian pula sebaiknya,semakin besar nilai frekuensi speed droop, maka semakin lambat merespon perubahan frekuensi. Dengan memvariasikan nilai speed droop governor maka akan diketahui seberapa besar presentasi speed droop yang paling baik untuk diterapkan dalam sebuah sistem. (Patriandari, 2011). Governor adalah sebuah peralatan mekanis yang berfungsi untuk mengatur putaran dari sebuah mesin (turbin, mesin diesel), yaitu dengan cara mengatur jumlah masuknya aliran fluida, baik itu gas, uap, maupun cair ke turbin ataupun ruang bakar. Pada dasarnya cara kerja sebuah governor ini sederhana. Hanya dengan mengandalkan kecepatan putaran mesin itu sendiri. Sebuah Governor



terhubung



dengan



poros



yang



berputar.



Sepasang



bandul



dihubungkan pada poros, bandul tersebut berputar seiring dengan adanya perputaran poros. Gaya sentrifugal yang terjadi akibat adanya putaran menyebabkan bandul terlempar. Bandul tersebut dihubungkan ke collar yang terdapat pada poros, collar akan naik sesuai dengan pergerakan keluar dari gaya berat pada bandul dan jika bandul bergerak turun maka collar akan bergerak turun. Pergerakkan collar ini digunakan untuk mengoperasikan atau mengatur tuas bahan bakar (pada mesin diesel) atau aliran fluida (pada turbin uap dan gas). (Sri Sadono, Sihana, Nazrul Effendy, 2013)



2.2



Landasan Teori 2.2.1



Pembangkit Listrik Tenaga Gas Dan Uap (PLTGU) PLTGU adalah gabungan antara PLTG dengan PLTU, dimana



panas dari gas buang dari PLTG digunakan untuk menghasilkan uap yang 4



digunakan sebagai fluida kerja di PLTU. Dan bagian yang digunakan untuk menghasilkan uap tersebut adalah HRSG (Heat Recovery Steam Generator). PLTGU merupakan suatu instalasi peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi panas (hasil pembakaran bahan bakar dan udara) menjadi energi listrik yang bermanfaat. Pada dasarnya, sistem PLTGU ini merupakan penggabungan antara PLTG dan PLTU. PLTU memanfaatkan energi panas dan uap dari gas buang hasil pembakaran di PLTG untuk memanaskan air di HRSG (Heat RecoverySteam Genarator), sehingga menjadi uap jenuh kering. Uap jenuh kering inilah yang akan digunakan untuk memutar sudu (baling-baling) Gas yang dihasilkan dalam ruang bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan menggerakkan turbin dan kemudian generator, yang akan mengubahnya menjadi energi listrik. Sama halnya dengan PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair (BBM) maupun gas (gas alam). Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya.



Gambar 2.1 Prinsip kerja PLTGU



2.2.2



Governor Governor adalah suatu alat yang sangat fital sebagai pengendali



pengoperasian pada suatu pembangkit (Turbin Generator atau Diesel) yang dapat diatur baik secara manual atau secara automatis dengan prinsip kerjanya adalah mengatur kecepatan pada putaran tetap (isochronous) dan pengaturan beban secara automatis melalui speed 5



droop, dengan mengatur jumlah bahan bakar yang masuk pada pemakaian bahan bakar unit pembangkit (primover). Oleh karenanya frekuensi yang dibangkitkan sama dengan yang digunakan oleh konsumen, dan frekuensi akan berkurang apabila kebutuhan daya yang digunakan oleh konsumen lebih besar dari yang dibangkitkan. Maka unit pembangkit (Governor) berfungsi sebagai menjaga putaran pada generator agar berada dalam frekuensi 50 Hz, terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada sistem dengan memberi tambahan gas bertekanan pada turbin gas dengan cara terangkatnya katup utama, di tandai dengan terjadinya frekuensi turun. Governor digunakan sebagai pertemuan antara turbin penggerak dan generator. Pengaturan putaran turbin sejak turbin mulai bergerak sampai keadaan stabil dilakukan oleh governor. Fungsi utama pengaturan putaran ini adalah untuk menjaga kestabilan sistem secara keseluruhan terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada sistem.



2.2.2.1 Respon Governor Ada hubungan yang kuat antara putaran generator dengan besarnya beban yang dipikul generator. Putaran generator akan menurun jika beban ditambah, sebaliknya putaran akan



naik



jika



beban



generator



dikurangi.



Governor



memanfaatkan naik atau turunnya putaran generator untuk menambah atau mengurangi pembukaan (mengontrol) katup ke prime mover generator. Mengatur kecepatan generator identik dengan mengatur frekuensi.



Gambar 2.2 Blok Diagram Pembangkit Listrik 6



Kecepatan generator diatur sedemikian rupa sehingga tetap konstan pada saat generator dibebani. Pada saat ada kenaikan beban yang berarti kecepatan generator turun, maka governor akan menambah bahan bakar atau uap ataupun gas yang masuk ke prime mover. Sedangkan bila ada penurunan beban yang berarti putaran generator akan naik, maka governor akan mengurangi bahan bakar atau uap ataupun gas yang masuk ke prime mover.



2.2.2.2 Mode Pengoperasian Governor Ada dua mode operasi governor, yaitu droop dan isochcronous. Pada mode droop, governor sudah memiliki “setting point” Pmech (daya mekanik) yang besarnya sesuai dengan nominal generator atau menurut kebutuhan. Dengan adanya “fixed setting” ini, keluaran daya listrik generator nilainya tetap dan adanya perubahan beban tidak akan mengakibatkan perubahan putaran turbin (daya berbanding lurus dengan putaran). Sedangkan pada mode isochronous, “set point” putaran governor ditentukan berdasarkan kebutuhan daya listrik sistem pada saat itu (real time). Kemudian melalui proses di dalam governor (sesuai dengan kontrol logik dari manufaktur), governor akan menyesuaikan nilai keluaran daya mekanik turbin supaya sesuai dengan daya listrik yang dibutuhkan sistem. Pada saat terjadi perubahan beban, governor akan menentukan setting point yang baru sesuai dengan aktual beban sehingga dengan pengaturan putaran ini diharapkan frekuensi listrik generator tetap berada di dalam nominalnya dan generator tidak mengalami “out of synchronization”.



7



Gambar 2.3 Perbandingan Sistem Droop dan Ishocronous



2.2.2.3 Klasifikasi Governor Sesuai Cara Kerja 1. Governor Mekanik Tipe ini menggunakan gaya sentrifugal dari dua buah pemberat, Governor jenis ini menggunakan badul yang yang dipasang pada lengan yang berpegas. Pada saat putaran tinggi maka gaya sentrifugal akan bekerja pada bandul bola sehingga lengan dalam posisi lebih membuka Posisi gerakan lengan ini dihubungkan dengan mekanisme yang dapat menyebabkan berkurangnya pasokan bahan bakar.



Gambar 2.4 Mekanik Governor 2. Pneumatic governor Pneumatic governor merupakan tipe all speed governor, dimana governor ini mengontrol kecepatan putar 8



dari kecepatan rendah hingga kecepatan tinggi. Cara kerja dari pneumatic governor ini menerapkan teori Bernoulli: “ketika udara mengalir dan melewati sebuah pipa dengan kecepatan dan tekanan yang tetap, kecepatannya akan meningkat dan tekanannya akan menurun bilamana udara tersebut melewati sebuah pipa yang berdiameter kecil”. Pada pneumatic governor memiliki sebuah venturi unit yang dipasang pada inlet manifold dan governor unit yang dipasang pada bagian belakang pompa injeksi bahan bakar. Antara venturi unit dan governor unit keduanya dihubungkan oleh sebuah pipa berlubang. Pada saat negative pressure di chamber meningkat (karena aliran udara pada venturi unit meningkat), maka control rack akan bergerak ke kiri yang menyebabkan penambahan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan ke ruang bakar. Sebaliknya, jika negative pressure di chamber menurun (karena aliran udara pada venturi unit menurun), maka control rack akan bergerak ke kanan dan menyebabkan suplai bahan bakar yang diinjeksikan menurun.



Gamar 2.5 Prinsip Kerja Pneumatic Governor



Dengan kata lain, governor beroperasi guna menjaga control rack selalu dalam posisi tetap (untuk menjaga 9



kecepatan putar generator selalu konstan) dengan cara mengatur keseimbangan antara negative pressure dan ketegangan pegas.



2.2.3



Pengaturan Speed Droop Governor Nilai Speed Droop didapat dari perjanjian antara pembangkit dan



pusat kontrol dalam hal ini PT PJB Unit Pembangkitan Muara Tawar dengan P2B. Speed Droop ini diketahui dengan cara :



SD =



𝑅1−𝑅2 𝑅



× 100%



(2.1)



Dimana, SD



: Speed droop (%)



R1



: Putaran tanpa beban (rpm)



R2



: Putaran beban penuh (rpm)



R



: Putaran nominal (rpm)



Speed droop adalah perbandingan antara perubahan kecepatan atau perubahan frekuensi terhadp perubahan posisi valve/gate. Speed droop didefinisikan sebagai besaran sudut kemiringan yang dibentuk oleh pembukaan langkah servomotor dengan perubahan putaran (n) yang terjadi. Untuk menghindari osilasi pada governor, perlu adanya umpan balik batang actuator guna menghentikan kerja governor. Osilasi adalah keadaan tidak stabil yang terjadi pada governor diakibatkan perubahan beban yang selanjutnya menyebabkan perbedaan torsi antara torsi generator dan torsi beban. Adanya umpan balik tersebut menyebabkan timbulnya speed droop. Cepat atau lambatnya osilasi ini teredam, tergantung kepada speed droop governor dan juga tergantung pada waktu peredam (dash pot time) dari governor untuk menghindari osilasi. Yang dapat dijelaskan pada gambar (2.3) perubahan frekuensi sebagai fungsi waktu. Pada saat t = t0 ada penambahan beban sehingga frekuensi menurun menurut garis I1. Apabila inersia sistem lebih kecil maka penurunan frekuensi akan lebih cepat misalnya menurut garis I 2. Pada 10



saat t = t1 governor mulai terasa kerjanya, mulai mengadakan pengaturan primer sampai t = t2 dan tercapai frekuensi kembali menjadi F0. Besarnya perubahan frekuensi



(∆𝑓) tergantung pada penyetelan speed droop



governor.



Gambar 2.6 Pengaturan Speed Droop



Penyetelan speed droop dari suatu governor berarti penyetelan kepekaan kerja governor dalam mengantisipasi perubahan frekuensi sistem yang terjadi. Hal ini berarti semakin kecil penyetelan speed droopnya berarti governor semakin peka terhadap perubahan frekuensi dan. Umpan balik yang diberikan untuk menghentikan isolasi tersebut adalah dengan cara mengatur posisi engsel yang terdapat pada governor.



2.2.4



Hubungan Antara Speed Droop dan Beban



Gambar 2.7 Pengaruh Speed Droop Terhadap Beban 11



Terdapat dua buah unit pembangkit yang bekerja secara paralel dan melayani beban sebesar P, hanya saja untuk pembangkit 2, garis beban berarah ke kiri dan sumbu frekuensinya ada di kanan untuk memudahkan penggambaran bahwa beban P selalu sama dengan jumlah daya yang dibangkitkan yakni P1 ditambah P2. Unit pembangkit 1 mempunyai speed droop S1 sedangkan pembangkit 2 mempunyai speed droop-nya S2, S1 memiliki speed droop yang lebih kecil daripada S2. Mula-mula Masing-masing unit mempunyai beban P1 dan P2 sedangkan frekuensi F1 dan jumlah beban adalah P. Kemudian terjadi kenaikan beban menjadi P1 sehingga beban masing-masing unit pembangkit menjadi P1’ dan P2’ dimana penjumlahan keduanya adalah P1 dan frekuensi turun menjadi F2. Telihat bahwa unit pembangkit 1 yang mempunyai Speed Droop S1 lebih kecil daripada S2 mengalami penambahan beban P1’ – P1 yang lebih besar daripada penambhan penambhan beban pada unit pembangkit 2 yang sebesar P2’ – P2, dengan perubahan frekuensi yang sama. Jadi dalam sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit apabila terjadi perubahan beban maka unit pembangkit yang mempunyai speed droop kecil akan mengalami penambahan beban yang lebih besar dari pada unit pembangkit yang mempunyai speed droop besar dalam artian P1 lebih peka dibandingkan P2.



2.2.5



Frekuensi Sistem Tenaga Listrik Energi listrik yang dibangkitkan (dihasilkan) tidak dapat disimpan



melainkan langsung habis digunakan oleh konsumen (beban). Oleh karena itu, daya yang dibangkitkan selalu sama dengan daya yang digunakan konsumen. Penyediaan daya aktif (Watt) harus mampu menyediakan tenaga listrik dengan nilai frekuensi yang praktis dan konstan, karena penyimpangan frekuensi dari batas nilai nominal selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan, yaitu dengan frekuensi 50Hz. Daya aktif



mempunyai hubungan erat dengan nilai frekuensi dalam



sistem, sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif maupun daya 12



reaktif selalu berubah sepanjang waktu. Sehubungan dengan hal itu maka untuk mempertahankan frekuensi dalam batas yang diperbolehkan daya aktif dalam sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas daya aktif. Besar standar frekuensi menurut Peraturan Menteri Sumber Daya Energi dan Mineral No. 3 Tahun 2007 tentang aturan jaringan (grid code)



sistem



tenaga



listrik



Jawa-Madura-Bali,



frekuensi



sistem



dipertahankan dalam kisaran ±0,2Hz di sekitar 50Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ±0,5Hz diizinkan, serta selama kondisi darurat. Penyimpangan frekuensi dalam sistem terjadi apabila kebutuhan daya yang digunakan oleh konsumen (beban) lebih besar dari daya aktif yang dibangkitkan yang artinya pembangkit daya listrik tidak mencukupi kebutuhan konsumen atau terjadinya gangguan pada sistem, maka frekuensi sistem turun. Sedangkan frekuensi dalam sistem naik apabila ada tambahan daya dari unit pembangkit. Untuk mempertahankan nilai frekuensi dalam sistem, pembangkit daya aktif disesuaikan dengan konsumen (beban). Penyebabnya sering disebut sebagai generation-load mismatch, yaitu apabila daya yang digunakan oleh konsumen telah melebihi demain yang dibangkitkan dalam waktu tertentu dan terjadinya gangguan atau pemadaman (trip) pada salah satu unit pembangkit. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem pengaturan prime mover yang dapat mengembalikan kesetimbangan antara beban - pembangkitan, dengan menggunakan perubahan frekuensi sebagai sinyal input. Sistem



pengaturan



prime



mover



memiliki



fasilitas



untuk



mengendalikan frekuensi daya listrik. Frekuensi sistem bergantung pada keseimbangan daya aktif. Fluktuasi permintaan daya aktif pada suatu titik direfleksikan oleh sistem sebagai fluktuasi frekuensi. Karena banyak generator penyalur daya listrik terhubung pada sistem, maka diharuskan menyediakan metode yang tepat untuk mengalokasikan fluktuasi permintaan daya tersebut.



13



Pengaturan



kecepatan



masing-masing



unit



pembangkit



memberikan fungsi kontrol kecepatan primer yang menyebabkan kontrol tambahan



pada



controler



central



(pusat)



untuk



mengalokasikan



pembangkit. Dalam sistem interkoneksi dengan dua atau lebih area yang terkontrol secara independen, pembangkitan pada masing-masing area harus dikendalikan untuk menjaga pertukaran daya yang terjadwal dalam mengontrol frekuensi.



2.2.6



Pengendalian Frekuensi Sistem Hubungan keseimbangan antara MW yang dikonsumsi oleh



beban, dengan MW yang dihasilkan oleh pembangkit dapat digambarkan secara real-time melalui perubahan frekuensi. Frekuensi nominal untuk sistem tenaga listrik Jawa-Bali adalah 50 Hz. Jika MW yang dihasilkan pembangkit lebih kecil dari MW yang diminta oleh beban maka frekuensi akan turun menjadi kurang dari 50 Hz. Namun jika MW yang dihasilkan oleh pembangkit lebih besar dari yang diminta oleh beban sistem, maka frekuensi akan naik menjadi lebih dari 50 Hz. Sesuai dengan grid code (aturan jaringan) rentang pengaturan frekuensi yang sempit diperlukan untuk menyediakan frekuensi pasokan yang stabil bagi semua Pemakai Jaringan dan pelanggan akhir. Frekuensi Sistem dipertahankan dalam kisaran ± 0,2 Hz di sekitar 50 Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ± 0,5 Hz diizinkan, serta selama kondisi darurat. Pengendalian frekuensi dicapai melalui: 1. Aksi governor unit pembangkit (pengendalian primer). 2. Unit pembangkit yang memiliki Load Freuency Control (pengendalian sekunder). 3. Perintah Pusat Pengatur Beban ke Pembangkit untuk menaikkan atau menurunkan titik seting governor dalam mengantisipasi perubahan beban. 4. Penurunan tegangan dalam rangka menurunkan beban Sistem. 5. Pengurangan beban secara manual. 14



6. Peralatan pelepasan beban otomatis dengan relai frekuensi rendah. 7. pelepasan generator oleh relai frekuensi lebih.



Namun jika pengaturan tidak berhasil maka akan muncul dead band. Deadband didefenisikan sebagai besarnya perubahan kecepatan dimana hasil perubahannya tidak bisa diukur pada posisi katup atau Gate di satu titik tertentu. Dead-band disebabkan oleh pergeseran Coulomb dan beberapa efek dari reaksi yang tidak baik dari governor, katup dan sistem relai hidrolik. Untuk pengendalian frekuensi terdapat dua regulasi yaitu regulasi primer dan regulasi sekunder, untuk pengendalian frekuensi regulasi primer (free governor) pembangkit merespon sendiri setiap perubahan (kapan/seberapa cepat/seberapa besar pembangkit harus merespon) hal ini dikaitkan dengan karakteristik speed droop pada governor. Sedangkan untuk pengendalian frekuensi sekunder dapat dilakukan dengan AGC (Automatic Genertaion Control) ini diatur langsung lewat pusat pengaturan beban Jawa-Bali. AGC ini terdiri dari LFC (Load Frequency Control) yang dilengkapi dengan penyaluran serta penjadwalan.



2.2.7 Load Frequency Control Fungsi utama dari Load Frequency Control adalah menggeser keluaran pembangkit antar unit untuk menjaga frekuensi ke pengaturan normalnya. Untuk perubahan frekuensi yg kecil karena fluktuasi beban. Pemilihan dan pengontrolan pada mode operasi ini dilakukan secara bersama dari unit pembangkit dan unit pengaturan beban (PLN P2B). Perusahaan Listrik Negara Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (PLN P2B) terlibat secara langsung dalam memberikan nilai atau pengaturan beban pada pembangkit melalui sistem scada, jadi PLN P2B dapat memonitor mode operasi LFC pembangkit secara real time. Pada regulasi sekunder :



15



𝑃𝑠𝑒𝑡 = 𝑃𝑜 + 𝑁 𝑃𝑟



(2.2)



Dimana : Pset



: Daya keluaran generator (MW)



Po



: Nilai tengah unit pembangkit yang bersangkutan (MW)



Pr



: Rentang regulasi (MW)



N



: Nilai sinyal LFC bernilai antara -1 sampai +1



Pengontrolan pada mode ini persis seperti governor free mode, hanya saja pengaturan sekundernya berupa usaha pengembalian frekuensi ke nilai nominalnya. Karena sesuai aturan jaringan (grid code) pembangkit yang 2,5% (diistilahkan sebagai cadangan putar) merupakan cadangan daya bila terjadi frekuensi rendah, jadi pembangkit yang beroperasi LFC tidak beroperasi dengan daya penuh saat frekuensi jaringan normal. Untuk mengembalikan frekuensi yang menyimpang menjadi normal kembali (50 Hz), diperlukan pengaturan frekuensi menggunakan regulasi primer dan regulasi sekunder. Ilustrasi di bawah ini menjelaskan apa yang terjadi ketika beban sistem tiba-tiba naik. Tanpa regulasi maka frekuensi akan terus turun. Dengan regulasi primer (free governor), dalam waktu sekitar lebih dari 20 detik frekuensi dapat ditahan. Namun selama permintaan lebih besar dari penawaran, maka akan tetap ada Δƒ. Hal tersebut dapat diatasi jika sistem punya regulasi sekunder (LFC). Dalam waktu 1-2 menit frekuensi akan kembali ke nominal ketika pembangkitpembangkit listrik yang mengaktifkan LFC-nya mulai berkontribusi menyumbang daya ke sistem. Kinerja kontrol waktu yang dibutuhkan lebih lambat untuk itu diperlukan semaikn banyak unit yang dikendalikan oleh regulasi sekunder akan meminimumkan durasi deviasi frekuensi.



16



Gambar 2.8 Perbandingan beban dan frekuensi Ilustrasi di atas menjelaskan apa yang terjadi ketika beban sistem tiba-tiba naik. Bila tanpa regulasi (load limit mode) frekuensi akan turun terus. Dengan regulasi primer (free governor), penurunan frekuensi dapat ditahan. Namun selama permintaan lebih besar dari penawaran akan tetap ada ∆𝑓. Hal ini dapat diatasi jika sistem juga punya regulasi sekunder LFC. Frekuensi akan kembali ke nominal ketika pembangkit-pembangkit listrik yang mengaktifkan LFC-nya mulai berkontribusi menyumbang daya ke sistem. LFC ini mempunyai sifat mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya.



2.2.8



Pengaturan Frekuensi Dan Daya Aktif Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik



bagi



para



pelanggan



dengan



frekuensi



yang



praktis



konstan.



Penyimpangan frekuensi dari nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Daya aktif mempunyai hubungan erat dengan nilai frekuensi dalam sistem, sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah sepanjang waktu. Sehubungan dengan hal ini, maka untuk mempertahankan frekuensi dalam batas toleransi yang diperbolehkan, penyediaan / pembangkitan daya aktif dalam sistem harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan atas daya aktif harus selalu disesuaikan dengan beban daya aktif. Penyesuaian daya aktif ini dilakukan dengan mengatur besarnya kopel 17



penggerak generator. Apabila kopel penggerak salah satu generator diperbesar, maka rotor (kutub) generator akan bergerak maju ke arah yang memperbesar komponen daya aktif. Penambahan kopel penggerak generator ini memerlukan bahan bakar unit pembangkit termis tergantung jenis pembangkitnya. Ditinjau dari segi beban sistem frekuensi akan turun apabila daya aktif yang dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya. Frekuensi akan naik apabila ada surplus daya aktif dalam sistem. Dalam sistem tenaga listrik umumnya digunakan generator sinkron 3 fasa untuk pembangkitan tenaga listrik yang utama, maka pengaturan frekuensi sistem praktis tergantung kepada putaran generator sinkron. Pada PLTGU pengaturan putaran generator sinkron ini dilakukan dengan mengatur besarnya bahan bakar yang dihasilkan sehingga mempengaruhi putaran pada generator. Apabila bahan bakar yang digunakan besar, maka putaran generator akan semakin kencang sehingga daya yang dibangkitkan akan lebih besar. Sebaliknya, jika bahan bakar yang digunakan lebih sedikit maka daya yang di dapat dibangkitkan akan lebih sedikit. Input bahan bakar ini diatur oleh katup keluaran bahan bakar dan udara agar komposisi pembakaran menjadi sempurna. Besar komposisi bahan bakar yang digunakan diatur oleh governor karena untuk menyesuaikan frekuensi yang dibutuhkan oleh jaringan. governor ini secara otomatis akan menyesuaikan daya yang akan dibangkitkan dengan kebutuhan konsumen. Governor berfungsi mengatur agar nilai frekuensi yang dihasilkan generator konstan dan berada pada batas-batas yang diperbolehkan. Karena pengaturan nilai frekuensi berkaitan dengan pengaturan kecepatan putaran mesin pemutar generator, maka kerja governor berkaitan dengan pengaturan pemberian uap pada PLTGU yang mempengaruhi kecepatan putar turbin uap pemutar generator, juga mempengaruhi nilai frekuensinya sesuai dengan rumus/persamaan :



18



𝑓=



𝑟𝑝𝑚 60



𝑝



×2=



𝑟𝑝𝑚×𝑝



(2.3)



120



Dimana : 𝑓



: Nilai Frekuensi yang dihasilkan generator



rpm



: Jumlah putaran permenit



p



: Jumlah kutub generator Perubahan beban daya aktif (MW) yang dihadapi generator



menyebabkan kecepatan putaran turbin berubah. Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanik penggerak generator dengan perputaran generator, yaitu : (𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 = 𝐻



𝛿𝑤 𝛿𝑡



(2.4)



Dimana : TG



: Kopel Penggerak generator



TB



: Kopel beban yang membebani generator



H



: Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya



w



: Kecepatan sudut perputaran generator Kecepatan sudut perputaran poros generator mempengaruhi nilai



frekuensi melalui persamaan : 𝑤 = 2𝜋. 𝑓



(2.5)



Dari persamaan (3.6) dapat terlihat bahwa frekuensi berbanding lurus dengan kecepatan putar poros generator. Frekuensi akan turun jika daya aktif yang dibangkitkan tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya frekuensi akan naik jika sistem kelebihan daya aktif dalam sistem. Secara mekanis apabila : (𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 < 0 𝑚𝑎𝑘𝑎 (𝑇𝐺 − 𝑇𝐵) = ∆𝑇 > 0 𝑚𝑎𝑘𝑎



𝛿𝑤 𝛿𝑡 𝛿𝑤 𝛿𝑡



< 0, sehingga frekuensi turun



(2.6)



> 0, sehingga frekuensi naik



(2.7)



19



Perubahan daya aktif (MW) yang dihadapi generator menimbulkan nilai ∆𝑇, selanjutnya akan menimbulkan perubahan nilai ƒ sesuai dengan persamaan (2.6) dan persamaan (2.7). Perubahan nilai frekuensi ini akan menyebabkan governor bekerja mengatur pemberian katub uap ke turbin untuk mempertahankan nilai frekuensi.



2.2.9 Hubungan Antara Perubahan Frekuensi Dengan Kerusakan Peralatan Listrik Pembangkit tenaga listrik diharapkan dapat menyalurkan tenaga listrik dengan frekuensi yang sudah ditetapkan. Jika peralatan listrik menggunakan tegangan yang sama dan frekuensi yang berbeda, maka peralatan listrik akan menjadi panas. Hal ini dikarenakan rasio tegangan (V) atau frekuensi (ƒ) akan meningkat seiring terjadi kenaikan arus sehingga memananskan peralatan listrik secara berlebihan. Hal ini Juga dapat dianalisis sebagai reaktansi induktif menurun karena frekuensi menurun. Dapat dilihat pada persamaan berikut: 𝑋˪ = 2. 𝜋. ƒ. 𝐿



(2.8)



Dimana: = Reaktansi Induktif dalam satuan Ohm (Ω)



XL



π (pi) = 3,142 (desimal) ƒ



= Frekuensi dalam satuan Hertz (Hz)



L



= Induktansi Induktor dalam satuan Henry (H)



𝐼=



𝑉 𝑋˪



(2.9)



Dimana: I



= Arus (Apere)



V



= Tegangan (Volt)



XL



= Reaktansi Induktif dalam satuan Ohm (Ω)



20



Dengan persamaan diatas jika frekuensi yang disalurkan oleh pembangkit turun maka reaktansi induktif pada peralatan listrik menurun, sehingga arus naik dan memanaskan peralatan listrik. Tetapi untuk alat listrik yang menggunakan elemen pemanas tidak terlalu berpengaruh, karena efek padanya hanya menyebabkan sedikit mengalami perubahan suhu. Sedangkan pada peralatan listrik yang menggunakan motor induksi bisa menyebabkan kerusakan karena selain terjadi perubahan suhu juga terjadi perubahan daya yang harus ditangani motor listrik. 𝑃 = 𝑉. 𝐼. 𝐶𝑜𝑠𝜑



(2.10)



Dimana : P



= Daya (Watt)



V



= Tegangan (Volt)



I



= Arus (Ampere)



Cosφ = Faktor Daya



21



BAB III PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR Penelitian di fokuskan terhadap Analisis Pengoperasian Speed Droop Governor Dengan Respon Pembangkit Terhadap Perubahan Frekuensi Pada PLTGU Muara Tawar Blok 5. Menganalisa perubahan frekuensi pada pembangkit tenaga listrik dan respon dari pembangkit tersebut apabila terjadi perubahan kecepatan putar gas turbin akibat beban yang di pasok ke generator bertambah. Dan menemukan solusi bagaimana cara mempertahankan nilai frekuensi sebesar 50Hz pada sistem pembangkit. 3.1



Metode Penelitian Untuk



mempermudah



pemahaman



yang



dilakukan



dalam



penelitian, maka digunakan Diagram Alir seperti ditunjukan oleh gambar 3.1 sebagai berikut.



Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22



3.2



Teknik Pengolahan Data Setelah melakukan pengambilan data, maka dilakukan tahap berikutnya, yaitu tahap pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis data-data yang ada kemudian diikuti dengan merumuskan kesimpulan dari penelitian, yang mengacu pada tujuan yang telah di rumuskan.



3.3



Teknik Analisis Data Analisis data digunakan untuk mengolah data yang telah di dapat, Sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang ada. Teknik analisis yang digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut.



3.3.1 Pengoperasian Free Governor Pengendali frekuensi secara regulasi primer, atau yang biasa disebut free governor, adalah pengendali utama yang cepat bereaksi. Free



governor



bertugas



mengatasi



dinamika



beban



suatu



unit



pembangkit. Free governor digunakan di pembangkit-pembangkit besar dengan kapasitas di atas 50 MW.



Prinsip Kerja free governor yaitu



pengaturan frekuensi sistem, harus dilakukan dengan melakukan pengaturan penyediaan daya aktif dalam sistem. Pengaturan penyediaan daya aktif dilakukan dengan pengaturan besarnya kopel mekanis yang diperlukan untuk memutar generator, hal ini berarti pengaturan pemberian uap pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas. Pengaturan pemberian uap atau bahan bakar atau uap tersebut diatas dilakukan oleh free governor unit pembangkit. Pengaturan frekuensi dilakukan dengan mengatur daya aktif yang dibangkitkan generator, maka governor harus mengatur kopel mekanis yang dihasilkan mesin penggerak generator. Pengaturan kopel mekanis dilakukan dengan cara mengatur pemberian bahan bakar dalam ruang bakar turbin PLTGU. Untuk melakukan fungsinya tersebut, governor mengukur frekuensi yang dihasilkan generator dengan cara mengukur kecepatan putar poros generator. 23



Gambar 3.2 Skema dan prinsip kerja governor



Pada governor mekanis, kecepatan putar poros generator yang sebanding dengan frekuensi yang dihasilkan generator didapat dengan menggunakan bola-bola berputar yang menghasilkan gaya sentrifugal. Gaya sentriugal ini dibandingkan dengan gaya mekanik yang didapat dari pegas referensi. Selisih besarnya gaya sentrifugal dengan gaya pegas ini menjadi sinyal penggerak sistem mekanik atau sistem hidrolik yang selanjutnya akan menambah uap, gas atau bahan bakar mesin penggerak generator. Gambar 3.2 menggambarkan skema dan prinsip kerja governor hidrolik di mana pengukuran frekuensi didapat melalui gaya sentrifugal dari bola-bola berputar. Dari gambar 3.2 tampak adanya sistem umpan balik melalui engsel E untuk menghentikan kerja governor. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya osilasi. Besarnya umpan balik dapat diatur melalui penyetelan posisi engsel E. Sedangkan pada governor elektronik, deteksi frekuensi dilakukan melalui generator kecil yang mempunyai magnet permanen sehingga tegangan jepitnya sebanding dengan putarannya, karena generator kecil ini dikopel secara mekanis dengan poros generator utama maka putarannya sebanding dengan putaran generator utama sehingga 24



tegangan jepit generator kecil ini sebanding dengan frekuensi generator utama. Selanjutnya tegangan jepit generator kecil ini dibandingkan dengan tegangan referensi dimana selisihnya menjadi sinyal penggerak system elektronik seperti halnya pada governor hidrolik.



3.3.2 Speed Droop Governor Speed droop menyatakan nilai proporsi perubahan keluaran MW generator terhadap perubahan frekuensi sistem, dapat dirumuskan sebagai berikut :



𝑆=



𝑑𝑓/𝑓𝑜 𝑑𝑃/𝑃𝑜



× 100%



(3.1)



Dimana : S



: 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)







: Deviasi frekuensi (Hz)



ƒo



: Nominal frekuensi (Hz)



Po



: Daya terpasang (MW)



dP



: Required power respon atau selisih daya (MW)



Speed droop sesungguhnya merupakan hasil umpan balik dari gerakan uap. Governor bersifat malas jika speed droopnya besar dan sebaliknya bersifat rajin jika speed droopnya kecil. Makin kecil speed droop governor maka makin peka governor tersebut terhadap perubahan beban untuk menjaga nilai frekuensi.



3.3.3 Speed Droop Governor Terhadap Beban Respon governor terhadap perubahan beban yang terjadi berdasarkan nilai speed droop-nya. ΔP =



∆freq (%) 𝑆𝐷 (%)



𝑥 𝑃𝑜 (𝑀𝑊)



(3.2)



Dimana : ΔP



: Required power respon (MW)



Po



: Daya terpasang (MW) 25



SD



: Speed droop (%)



Δfreq : Perubahan frekuensi (%)



Sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit sesungguhnya dapat dianalogikan dengan sebuah unit pembangkit besar yang mempunyai speed droop tertentu. Dalam hal ini sering digunakan istilah statisme dari sistem yaitu suatu angka yang menggambarkan berapa MW yang diperlukan untuk menaikkan frekuensi sistem 1 Hz tanpa adanya pengaturan sekunder. Statisme ini tergantung pada banyaknya unit pembangkit yang beroperasi dalam sistem serta penyetelan speed droopnya. 1 𝑃 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝐾 =( )×( ) 𝑠 𝑓𝑜



(3.3)



Dimana : K



: Faktor partisipasi (MW/Hz)



Pnom



: Daya nominal unit (MW)



ƒo



: Frekuensi (50Hz)



S



: Speed Droop



∆𝑃 = 𝑘∆𝑓



(3.4)



Dimana : ∆𝑃



: Governor action



k



: Faktor partisipasi (MW/Hz)



∆𝑓



: Deviasi frekuensi (ƒ-ƒo) (Hz)



3.3.4 Pengaturan Load Frequency Control Dalam pengaturan frekuensi sistem, hal utama yang dilakukan adalah menyetimbangkan daya aktif (MW) keluaran pembangkit dengan daya aktif yang dikonsumsi (beban). Keseimbangan daya aktif yang dibangkitkan dengan daya aktif yang di konsumsi beban dapat terlihat dari 26



pengaturan frekuensi yang telah ditetapkan menurut standar PLN 50 Hz beban seimbang berlaku untuk seluruh Indonesia dengan rentang nominal frekuensi 50 ± 0,2 Hz. Pada kondisi rentang ini terjadi dinamika beban sistem akan diimbangi oleh aksi regulasi primer governor pembangkit dan aksi regulasi sekunder (LFC). Regulasi pengaturan primer dilakukan oleh governor secara otomatis untuk mempertahankan frekuensi sedangkan regulasi pengaturan sekunder untuk mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya. Pengaturan sekunder sebenarnya adalah pengaturan tambahan yang hanya dilakukan apabila pengaturan primer sudah tidak dapat mengembalikan frekuensi ke nilai 50 Hz. Pengaturan regulasi sekunder dapat dijelaskan sebagai berikut:



Gambar 3.3 Unit pembangkit yang berpartisipasi dalam LFC



LFC bekerja berdasarkan permintaan beban untuk menghitung daya keluaran pembangkit yang dibutuhkan beban.



𝑃𝑠𝑒𝑡 = 𝑃𝑜 + 𝑁 Pr



(3.5)



Dimana : Pset



: Daya keluaran generator (MW)



Po



: Nilai tengah unit pembangkit yang bersangkutan (MW) 27



Pr



: Rentang regulasi (MW)



N



: Nilai sinyal LFC bernilai antara -1 sampai +1



Berdasarkan gambar dan rumus diatas dapat dijelaskan bahwa nilai Po terletak ditengah-tengah antara Pmax dan Pmin, nilai Pr adalah rentang daya yang berpertisipasi dalam program LFC sedangkan nilai N atau yang biasa disebut N Level dari keikut sertaan unit pembangkit dalam program LFC yang mempunya nilai +1 dan -1. Prinsip kerja Load Frequency Control (LFC) adalah sebagai berikut. Dari master station (pusat control beban P2B) mengirim sinyal N (level) ke RTU (Remote Terminal Unit) setiap unit pembangkit yang berpartisipasi dalam program LFC. Besarnya sinyal N level yang dikirim dihasilkan dari perhitungan computer di master station berdasarkan frekuensi sistem dan total bandwith dari masing-masing unit pembangkit yang telah ditentukan oleh operator (dispatcher). Langkah demi langkah proses pengiriman sinyal N level sampai dengan respon governor dan unit pembangkit beroperasi. 1. Master station mengirimkan sinyal N level ke RTU unit pembangkit 2. Dari RTU sinyal N level dikirim ke governor unit pembangkit 3. Governor menerima sinyal N level 4. Governor mengirimkan sinyal N level ke actuator 5. Selanjutnya actuator akan menggerakan katup bahan bakar untuk menambah atau mengurangi masukan gas atau uap ke turbin sesuai sinyal N level yang dikirim dari master station hingga daya output generator tercapai dan frekuensi sistem kembali ke nilai nominalnya.



3.3.5 Deadband Frekuensi Deadband frekuensi adalah nilai perubahan frekuensi dimana governor mulai merespon untuk merubah (menambah atau mengurangi) keluaran MW generator. Deadband frekueensi tergantung dari rentang frekuensi yang diizinkan dimana Turbin Generator dapat beroperasi sesuai dengan karakteristiknya. Efek deadband terhadap respon governor 28



tergantung pada nilai perubahan frekuensi (Δƒ). Jika nilai perubahan frekuensi lebih kecil dari deadband, governor tidak merespon.



Respon governor = 𝑓𝑜 × 𝑆



(3.6)



Dimana : ƒo



: Nominal frekuensi (Hz)



S



: Nilai Speed droop (%)



29



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Speed Droop Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai respon governor pada sistem pembangkit untuk mempertahankan nilai frekuensi yang dihasilkan oleh generator guna menyuplai permintaan beban, respon ini disebut dengan speed droop. Karena nilai frekuensi yang dihasilkan terus berubah-ubah dalam usahanya untuk mempertahankan nilai frekuensi dari generator tersebut. Maka perubahan frekuensi akan terus mengikuti nilai dari beban (MW) karena besar kecilnya nilai MW akan langsung mempengaruhi dari perubahan kecepatan putaran rotor generator yang dikopel dengan turbin, pengaturan kecepatan turbin ini diatur oleh katup governor yang memberikan seberapa banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk menggerakkan putaran turbin tersebut, maka dibutuhkan adanya karakteristik speed droop.



4.1.1



PLTGU Muara Tawar Blok 5 Pada PT.PJB Muara Tawar PLTGU Blok 5 memiliki kapasitas



terpasang sebesar 226 MW dengan menggunakan sistem kombinasi. Kombinasi yang terpasang adalah satu unit Gas Turbin Generator, satu HRSG dan satu unit Steam Turbin Generator dengan kapasitas 1 x 145 MW + 1 x 81 MW.



4.1.2 1.



Spesifikasi Peralatan Spesifikasi Gas Turbin Tipe



: GT 13E2 Dual (bahan bakar gas atau oil)



Manufacturer



: Alstom



Burner



: 72 buah (3 grup: 12,24,36)



NOx ReducOon



: Injeksi Air



Filter Inlet



: 900 buah (dibagi menjadi 3 stage) 30



2.



3.



4.



Compressor



: 21 stage



Turbine



: 5 stage



Spesifikasi Generator Gas Turbin : Manufactur



: Alstom



Kapasitas (S)



: 225 MVA



Daya Terpasang (P)



: 145 MW



Tegangan Nominal (Vn)



: 15 KV



Arus Nominal (In)



: 8660 A



Power Factor (PF)



: 0,80



Frekuensi (ƒ)



: 50 Hz



Reaktansi Substransient (Xd”)



: 14,1%



Reaktansi Transient (Xd’)



: 22,7%



Reaktansi Sinkron (Xd)



: 250%



Kecepatan Putaran Turbin



: 3000 Rpm



Jenis Pendingin



: Hidrogen



Spesifikasi Steam Turbin : Tipe



: VLB-MDG100K/1-NE33AA



Manufacturer



: Alstom



Live steam pressure



: 33 – 77 (bar)



Live steam temprature



: 520 ͦ C



Second steam pressure



: 4,2 – 6,26 (bar)



Second steam temperature



: 266,2 ͦ C



Condensor pressure



: 0,087 (bar)



Spesifikasi Generator Steam Turbin : Manufactur



: Alstom



Kapasitas (S)



: 287,87 MVA



Daya Terpasang (P)



: 81 MW



Tegangan Nominal (Vn)



: 16 KV



Arus Nominal (In)



: 10.388 A 31



4.1.3



Power Factor (PF)



: 0,80



Frekuensi



: 50Hz



Reaktansi Substransient (Xd”)



: 21,4%



Reaktansi Transient (Xd’)



: 29,9%



Reaktansi Sinkron (Xd)



: 179%



Kecepatan Putaran Turbin



: 3000 Rpm



Jenis Pendingin



: Hidrogen



Data Operasi Data operasi yang didapat yaitu data frekuensi pada penambahan



beban yang terjadi sesuai dengan kebutuhan, yang diambil pada tanggal 18 Juni 2015 pukul 12.43 WIB sampai dengan 13.06 WIB di PT.PJB Muara Tawar Blok 5.



Tabel 4.1 Data Operasi PLTGU Muara Tawar Waktu WIB 12.43 WIB 12.44 WIB 12.45 WIB 12.46 WIB 12.47 WIB 12.48 WIB 12.49 WIB 12.50 WIB 12.51 WIB 12.52 WIB 12.53 WIB 12.54 WIB 12.55 WIB 12.56 WIB 12.57 WIB 12.58 WIB 12.59 WIB 13.00 WIB 13.01 WIB 13.02 WIB



Daya Aktif Generator



Frekuensi Generator



Kecepatan Putar Generator



MW 114.56 114.596 114.596 114.81 114.81 114.81 114.81 114.846 114.846 114.846 114.846 114.775 114.596 117.136 129.265 141.823 144.649 144.614 145.079 144.614



Hz 49.966 49.966 49.941 49.941 49.941 49.966 49.964 49.964 50.033 49.908 49.856 49.784 49.759 49.717 49.694 49.766 49.817 49.817 49.867 49.891



RPM 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2997.357 2990.326 2990.326 2983.426 2983.426 2983.426 2983.426 2990.196 2990.196 2990.196



32



Waktu WIB 13.03 WIB 13.04 WIB 13.05 WIB 13.06 WIB



Daya Aktif Generator



Frekuensi Generator



Kecepatan Putar Generator



MW 144.578 144.578 144.578 145.079



Hz 49.892 49.917 49.991 49.991



RPM 2996.66 2996.66 2996.966 2996.966



Gambar 4.1 Grafik perubahan beban (MW)



Gambar 4.2 Grafik perubahan frekuensi



Berdasarkan data diatas didapat penambahan beban listrik yang tiba-tiba pada pukul 12.57 WIB, sehingga frekuensi mengalami penurunan 33



sekitar 0,5%. Penambahan beban ini dikarenakan sekitar pukul 13.00 WIB konsumen mulai aktif kembali menggunakan tenaga listrik setelah waktu istirahat terutama pada industri dan perkantoran.



4.2 Pembahasan Respon speed droop governor terhadap perubahan frekuensi akibat permintaan beban yang mengalami peningkatan Pada PLTGU Muara Tawar Blok 5.



4.2.1



Pengaturan Speed Droop PT.PJB Muara Tawar telah memiliki nilai speed droop tersendiri,



dimana nilai speed droop ini telah di sepakati oleh kontrol pusat (P2B) dengan pembangkit. Hal ini dapat dilihat dengan cara menagamati kemampuan putar gas turbin generator saat memiliki tanpa beban dan saat beban penuh. Dimana saat gas turbin generator tanpa beban memiliki putaran sebesar 3075 rpm dan untuk gas turbin generator dengan beban penuh memiliki putaran sebesar 2925 rpm dan putaran nominalnya adalah sebesar 3000 rpm. Dengan demikian nilai speed droop dapat diketahui dengan persamaan berikut :



S=



𝑅1−𝑅2 𝑅



× 100%



(4.1)



Keterangan : S



: 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)



R1



: Putaran tanpa beban (rpm)



R2



: Putaran beban penuh (rpm)



R



: Putaran nominal (rpm)



Perhitungan, S (%)



=



3075 𝑅𝑝𝑚 – 2925 𝑅𝑝𝑚 3000 𝑅𝑝𝑚



× 100%



150 𝑅𝑝𝑚



= 3000 𝑅𝑝𝑚 × 100% = 0.05 × 100% = 5% 34



Berdasarkan table 4.1 speed droop pada PLTGU Muara Tawar dapat diketahui dengan persamaan 3.1. Data yang dipakai mulai pukul 12.43 – 12.57 WIB, saat terjadi penaikan beban dan frekuensi mengalami perubahan terlihat pada gambar 4.1 dan 4.2 .



S=



d𝑓/𝑓o × 100% dP/Po



(4.2)



Dimana selisih daya (dp) : 𝑑𝑃 = p2 − p1 𝑑𝑃 = 129.265 MW − 114,56 MW 𝑑𝑃 = 14,705 MW Dan selisih frekuensi (df) adalah: 𝑑𝑓 = 𝑓2 − 𝑓1 𝑑𝑓 = 49.966 Hz − 49,694 Hz 𝑑𝑓 = 0,272 𝐻𝑧 Maka, S=



0,272Hz/50Hz × 100% 14,705MW/145MW



S = 5,3 %



Dari Perhitungan di atas didapatkan speed droop sebesar 5,3%, hal ini dapat dikatakan bahwa nilai speed droop PLTGU Muara Tawar sebesar 5%. Dengan demikian bahwa nilai speed droop pada PLTGU Muara Tawar sebesar 5% Ini berarti bahwa saat penurunan frekuensi sebesar 5% terjadi, maka governor akan mengeluarkan daya listrik maksimum yaitu sebesar 145 MW. Dan berdasarkan Peraturan Menteri Sumber Daya Energi dan Mineral No. 3 Tahun 2007 tentang aturan jaringan (grid code) sistem tenaga listrik Jawa-Madura-Bali, frekuensi sistem dipertahankan dalam kisaran ±0,2Hz di sekitar 50Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ±0,5Hz diizinkan, serta selama kondisi darurat. 35



Speed droop pada PLTGU Muara Tawar adalah sebesar 5% pada suatu sistem dalam merespon perubahan frekuensi, akan tetapi dengan nilai speed droop yang lebih rendah akan membuat sistem menjadi lebih rajin dalam merespon perubahan frekuensi yang terjadi pada sistem tersbut.



4.2.2



Perhitungan Speed Droop Terhadap Beban Gas Turbin Generator PLTGU Muara Tawar memiliki daya



terpasang sebesar 145 MW, dengan ini dapat dihitung seberapa besar gas turbin generator dapat merespon terjadinya perubahan frekuensi terhadap beban berdasarkan nilai speed droop yang sudah ditentukan sebelumnya. Dengan persamaan :



𝛥𝑃 =



∆freq (%)



𝑆𝐷 (%)



𝑥 𝑃𝑜 (𝑀𝑊)



(4.3)



Dimana : SD



: 𝑆𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (%)



𝛥𝑃



: Required power respon (MW)



Po



: Daya terpasang (MW)



SD



: Speed droop pembangkit (%)



Δfreq



: Perubahan frekuensi (%)



Pada perhitungan perubahan frekuensi dianggap terjadi perubahan sebesar 0,5% (0,25Hz) dan sesuai daya yang terpasang pada gas turbin generator dengan nilai speed droop sebesar 5%.



ΔP =



0,5 % x 145 MW 5%



ΔP = 14,5 MW



Sesuai perhitungan, pada gas turbin generator akan mengalami perubahan daya pembangkitan sebesar 14,5 MW dan akan menimbulkan perubaan frekuensi sebesar ±0,5% (49,75 Hz ± 50,25 Hz). 36



Selanjutnya diambil perbandingan apabila speed droop ditetapkan sebesar 2,5% dengan perubahan frekuensi yang sama yaitu sebesar 0,5%.



ΔP =



0,5 % x 145 MW 2,5 %



ΔP = 29 MW



Berdasarkan perhitungan diatas dengan nilai speed droop 2,5% dan perubahan frekuensi yang sama sebesar 0,5% (49,75Hz) didapat perubahan beban 29 MW yang lebih besar dari speed droop 5%. Walaupun dengan perubaan beban yang lebih besar frekuensi dapat dijaga sebesar 49,75Hz. Hal ini membuktikan bahwa speed droop dengan nilai prosentase yang lebih kecil akan merespon perubahan beban lebih rajin atau peka terhadap mempertahankan nilai frekuensi dengan perubahan beban yang lebih besar. Dengan demikian governor akan merespon dengan memasok bahan bakar lebih besar untuk speed droop 2,5% dibandingkan dengan speed droop 5%.



4.2.3



Perhitungan Load Frequency Control Load Freuency Control (LFC) bekerja berdasarkan permitaan



beban, dapat dilihat pada table 4.1 pada pukul 12.58 WIB terjadi penambahan beban yang cukuup signifikan dan mengakibatkan frekuensi menurun dari nilai nominalnya, dengan demikian PT.PJB Muara Tawar Blok 5 dapat menggunakan regulasi sekunder untuk mempertahankan nilai frekuensi tetap dalam nominalnya akibat respon free governor yang sudah tidak merespon perubahan frekuensi tersebut dengan cara pengaturan LFC. Perhitungan : Pset = Po + N Pr



(4.4)



Pset = 129,82 + (1 x 15,814) Pset = 145, ,634 MW (𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 16,369 𝑀𝑊) 37



Berdasarkan perhitungan dapat dikatakan saat terjadi penambaan beban yang signifikan pada pukul 12.58 WIB yang dapat menyebabkan penurunan frekuensi lewat batas nominalnya, maka perlu dilakuan pengaturan daya keluaran generator dengan memberikan daya aktif (MW) pada generator dengan cara regulasi sekunder (LFC) dengan selisih sekitar 16,369 MW, dengan pengaturan N level yang dikirim dari master station (pusat control beban P2B) pada perhitungan N level diatur +1 karena berdasarkan data yang didapat pada tabel bahwa terjadi penambahan beban maksimum dan terlihat pada table 4.1 frekuensi mulai kembali kenominalnya setelah dilakukan pengaturan Load Frequency Control. Hal ini sesuai dengan teori dimana tanpa regulasi maka frekuensi akan terus turun. Dan dengan regulasi primer (free governor), dalam waktu sekitar lebih dari 20 detik frekuensi dapat ditahan. Namun selama permintaan beban lebih besar dari pasokan, maka akan tetap ada defiasi frekuensi (Δƒ). Hal tersebut dapat diatasi jika sistem punya regulasi sekunder (LFC). Dalam waktu 1-2 menit frekuensi akan kembali ke nominal ketika pembangkitpembangkit listrik yang mengaktifkan LFC-nya mulai berkontribusi menyumbang daya ke sistem.



4.2.4



Respon Frekuensi Deadband Turbin Generator Frekuensi deadband adalah suatu rentang Frekuensi yang diijinkan



dimana Turbin Generator dapat beroperasi sesuai dengan karakteristiknya. Turbin gas atau uap yang beroperasi diluar Frekuensi Deadband akan menyebabkan terjadinya resonansi dan disharmoni Gaya pada sudu tingkat akhir. Respon frekuensi deadband didapat dari persamaan : Respon governor = 𝑓𝑜 × 𝑆



(4.5)



Dimana : ƒo



: Nominal frekuensi (Hz)



S



: Nilai Speed droop (%)



38



PLTGU Muara Tawar memiliki nilai toleransi speed droop sebesar 5%. Dapat diketahui bahwa PLTGU akan merespon perubahan frekuensi sebesar : 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (5%) = 50 𝐻𝑧 × 5% = 2,5 𝐻𝑧



Dari perhitungan di atas dapat diketahui besar range frekuensi dari speed droop 5% yaitu 2,5 Hz. Hal ini dapat diartikan bahwa saat terjadi perubahan frekuensi, maka frekuensi paling telat yang dapat direspon yaitu ± 2,5 Hz dari 50 Hz, jika lewat dari batas tersebut maka governor tidak akan merespon. Jadi range respon perubahan frekuensi dari speed droop 5% yaitu ∆𝑓 = −2,5𝐻𝑧 ≤ 50𝐻𝑧 ≤ +2,5𝐻𝑧, atau 47,5 Hz hingga 52,5 Hz dari frekuensi nominalnya yaitu 50Hz. Jika PLTGU Muara Tawar menggunakan speed droop sebesar 2,5%, maka dapat diketahui respon terhadap frekuensi sebesar : 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑 𝑑𝑟𝑜𝑜𝑝 (2,5%) = 50𝐻𝑧 × 2,5% = 1,25𝐻𝑧



Dari perhitungan di atas dapat diketahui besar range frekuensi dari speed droop 2,5% yaitu 1,25 Hz. Hal ini dapat diartikan bahwa saat terjadi perubahan frekuensi, maka frekuensi paling telat yang dapat direspon yaitu ± 1,25 Hz dari 50 Hz. Jadi range respon perubahan frekuensi dari speed droop 5% yaitu ∆𝑓 = −1,25𝐻𝑧 ≤ 50𝐻𝑧 ≤ +1,25𝐻𝑧, atau 48,75 Hz hingga 51,25 Hz dari frekuensi nominalnya yaitu 50Hz. Jika frekuensi sudah melewati batas maka terjadi efek deadband, dan harus dilakukan pengendalian menggunakan regulasi sekunder. Dari dua perbandingan di atas dapat diketahui bahwa rentang frekuensi yang diizinkan dari speed droop 2,5% lebih cepat dari respon speed droop 5%. Hal ini membuktikan bahwa semakin kecil nilai speed droop maka semakin baik kinerjanya terhadap perubahan frekuensi. Semakin kecil nilai toleransi yang diatur maka governor akan semakin peka dalam merespon perubahan MW yang terjadi dan sebaliknya semakin 39



besar batas toleransi frekuensi yang di tentukan maka governor semakin malas dalam merespon perubahan MW yang terjadi. Dengan demikian governor lebih sensitif dalam merespon perubahan MW, dengan speed droop 2,5%, governor akan cepat merespon kareana memiliki rentang penurunan frekuensi yang semakin mengecil. Dan governor akan mengatur pembukaan katup bahan bakar untuk digunakan memutar gas turbin yang terkopel oleh generator untuk menjaga nilai frekuensi sesuai standar yang telah ditetapkan (50Hz).



40



BAB V PENUTUP



5.1



Kesimpulan 1. Speed droop yang ditentukan pada PLTGU Muara Tawar Blok 5 sebesar 5% dengan daya terpasang sebesar 145 MW, artinya saat terjadi perubahan frekuensi sebesar 0,5% maka pembangkit mengalami perubahan beban 14,5 MW. 2. Dari hasil analisis, untuk menjaga kualitas frekuensi dalam nilai nominalnya, diperlukan prosentase speed droop yang lebih kecil maka hasilnya lebih baik dan governor lebih peka dalam merespon perubahan beban yag terjadi. 3. Bila dengan regulasi primer (speed droop) sudah tidak dapat mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya maka perlu dilakukan dengan cara regulasi sekunder (Load Frequency Control).



5.2



Saran Tidak semua pembangkit harus menggunakan LFC (Load Frequency Control), karena penggunaan LFC membutuhkan biaya yang mahal, dan dengan menggunakan LFC pada pembangkit tenaga listrik tidak selalu baik digunakan karena bisa terjadi ketidak sinkronan pada pembangkit tersebut.



41