Analisis Permintaan Dan Penawaran Susu Segar Di Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN SUSU SAPI INDONESIA Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan aplikasi mikro ekonomi. DISUSUN OLEH : Dita Maharani Suwardi 1907311 Murniati 1907566 DOSEN PENGAMPU : Dr. Amir Machmud, S.E., M.Si. Prof. Dr. H. Eeng Ahman, M.S.



ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengkaji dan menganalisis mengenai permintaan dan penawaran susu sapi di Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan asosiatif dan survey. Jenis data penelitian ini ialah data cross section, dan data panel. Sumber data diperoleh dari hasil survei BPS dan Dittjen PKH dari tahun 1988 hingga 2017. Teknik analisis yang digunakan menggunakan pendekatan model Ordinary Least Square (OLS). Hasil yang diperoleh ialah harga yang menentukan tingkat penjualan susu sapi yang sehingga dapat menentukan tingkat konsumsi akan susu sapi. Hasil analisis yang diperoleh ialah nilai elastisitas permintaan konsumsi rumah tangga sebesar 0,440 dapat dinyatakan bahwa elastis, sedangkan penawaran susu sapi dari perusahaaan peternakaan sapi perah memiliki hubungan positif dengan jumlah sapi yang sedang berproduksi/berlaktasi, dan hubungan negatif dengan lama periode laktasi. Kata Kunci : Permintaan, Penawaran, Susu Sapi. PENDAHULUAN Tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia pada tahun 2017 sekitar 0,31 liter/kapita. Akan tetapi pada tahun 2009, 2010, dan 2013 tingkat konsumsi susu sapi berada pada kisaran 0,10 liter/kapita (Kementrian Pertanian, 2017). Ketersediaan akan susu sapi nasional tidak dapat memenuhi tingkat konsumsi, sehingga pemerintah melakukan impor susu sapi. Produksi susu sapi di Indonesia pada tahun 2017 baru bisa memasok tidak lebih dari 26% dari konsumsi nasional sisa nya 74% berasal dari impor. Produksi susu sapi tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, dalam data BPS Pertanian pada tahun 2017 hanya terdapat 22 provinsi dari 34 provinsi yang memproduksi susu sapi. Tingkat produksi susu sapi yang paling tinggi berada di provinsi Jawa Timur dengan persentase sebesar 54,25%, posisi kedua berada di



provinsi Jawa Barat sebesar 31,97%, posisi ke tiga berada di provinsi Jawa Tengah, dan sisanya berada di provinsi DI Yogyakarta, DKI. Jakarta dan lainnya. (Kementrian Pertanian, 2017) Salah satu untuk mengembangkan produksi susu sapi di Indonesia ialah dengan mengembangkan sapi perah yang baik dari segi kuantitas dan kualitas. Kendala di Indonesia ialah jumlah sentra populasi sapi perah yang masih dikatakan jauh untuk menutupi tingkat konsumsi akan susu sapi, walau pun perkembangan sapi perah mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini memberikan peluang untuk lebih mengembangkan usaha pertenakan sapi perah dengan memberikan kekuatan dari sisi penawaran. Penelitian mengenai permintaan dan pernawaran akan susu sapi pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985 & 2010), Suryani dkk. (2016), dan Zuhriyah (2010). C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985) dalam penelitiannya mengatakan bahwa meningkatnya elastisitas permintaan susu sapi menggambarkan bahwa konsumsi menjadi lebih sensitif dari waktu ke waktu dalam meningkatnya harga (atau menurun), artinya bahwa penerapan harga hal yang paling penting dalam penjualan susu sapi. Sedangkan dalam hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa kebijakan diskriminasi harga dan kontrol harga yang kaku dipandang sebagai penyebab pasar distorsi. Harga harus diizinkan berfluktuasi masuk simpati dengan permintaan dan penawaran. Zuhriyah (2010) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa permintaan dipengaruhi oleh harga, tingkat konsumsi, dan pendapatan. Sedangkan penawaran dipengeruhi oleh jumlah produksi dan impor susu. Penelitian lainnya dilakukan oleh Suryani dkk. (2016) dimana jumlah produksi dan tingkat konsumsi per kapita hanya berpengaruh pada permintaan daerah, sedangkan produksi susu tergantung pada produktivitas sapi, dan periode laktasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis permintaan dan penawaran mengenai susu sapi segar yang ada di Indonesia, dikarenakan melihat tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia yang berubah tiap tahunya, maka akan mengakibatkan tingkat permintaan akan susu sapi juga. Akan tetapi perubahan tingkat permintaan tersebut tidak diikuti oleh tingkat penawaran, yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi keduanya. Dari fenomena tersebut, perlu dilakukan analisis mengenai permintaan dan penawaran akan susu sapi dengan mengukur variabel-variabel tertentu yang mempengaruhi keduanya.



PERMINTAAN SUSU SAPI SEGAR Permintaan susu sapi segar dapat dilihat dari tingkat konsumsi susu sapi tersebut. Menurut data Ditjen Pertanian (2017), tingkat konsumsi akan susu sapi di Indonesia masih rendah hanya berkisar di 11,8 liter/kapita/tahun termasuk produk olahan yang mengandung susu. Dibandingkan negara-negara lainnya, kondisi persusuan Indonesia masih perlu perhatian lebih intens lagi. Negara tetangga seperti Malaysia konsumsi susunya mencapai 36,2 liter/kapita/tahun, Myanmar mencapai 26,7 liter/kapita/tahun, Thailand mencapai 22,2 liter/kapita/tahun dan Filipina mencapai 17,8 liter/kapita/tahun.



Hal ini terjadi dikarenakan masih rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi susu terutama masyarakat pedesaan. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya tingkat konsumsi susu sapi segar rumah tangga meningkat sebesar 0,16 liter/kapita/tahun.



Sumber : Kementrian Pertanian, 2017



Grafik 1. Perkembangan Konsumsi Susu Murni di Indonesia, 1993 – 2017 Konsumsi susu sapi segar di Indonesia juga terbagi menjadi dua, yaitu konsumsi rumah tangga dan di luar rumah tangga. Konsumsi di luar rumah tangga meliputi, hotel, industri, rumah makan, dan jasa kesehatan. Elastisitas Pendapatan Terhadap Permintaan Elastisitas pendapatan untuk susu sapi menggunakan data cross sectional, dengan menggunakan data 34 provinsi di Indonesia serta merupakan data yang diperoleh dari hasil survei BPS dan Setjen Pertanian tahun 2017. Elastisitas pendapatan dalam penelitian ini dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan dan pendapatan. Dimana analisis elastisitas pendapatan mengikuti C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985), yaitu menggunakan fungsi dari konsumsi, dimana konsumsi memiliki hubungan dengan pendapatan. Fungsi konsumsi rumah tangga diperoleh sebagai berikut : Ct = 1,403 + 0,000198 Yt thitung = (6,239) 2 R = 0,549 d = 1,37 Ey = 0,440 Elastisitas pendapatan (Ey) susu sapi pada konsumsi rumah tangga diperoleh sebesar 0,440. Hal ini serupa dengan hasil penelitian C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985), dimana elastisitas penapatan pada konsumsi susu rumah tangga ialah 0,438. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh hanya sebesar 0,549, dikarenakan data



yang digunakan adalah data cross section. Dimana jika menggunakan data cross section memperoleh nilai koefisien determinasi (R2) diatas 0,200 dianggap baik. Konsumsi untuk produk olahan susu, seperti kental manis dan susu bubuk dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 2. Fungsi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Produk Olahan d-w Produk Koef. Pendapatan R2 Ey Susu kental manis 0,289 0,002 0,194 1,555 0,51 t = (2,776) Susu bubuk 0,048 0,000 0,051 1,679 0,44 t = (1,305) Sumber : hasil olah data, 2019.



Estimasi pada elastisitas pendapatan konsumsi produk olahan susu diperoleh sebesar 0,51 untuk susu kental manis dan 0,44 untuk susu bubuk. Sedangkan hasil penelitian C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (p.28) tingkat elastisitas pendapatan rumha tangga berkulit hitam pada produk susu kental manis dan susu bubuk ialah 0,67 dan 0,39. Elatisitas Permintaan Susu Sapi Analisis elastisitas permintaan susu sapi menggunkan data time series dari tahun 1988 hingga 2017. Data diperoleh dari hasil survei BPS dan Setjen Pertanian dari tahun ke tahun. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa nilai KSKMnB (konsumsi susu ketal manis dan bubuk per kapita) menunjukan negatif pada nilai koefisiennya. Penggunaan variabel dummy pada model 1 untuk menghitung pergeseran dalam perubahaan signifikan. Hasil yang diperoleh pada model 1 bahwa hanya harga saja lah yang mempengaruhi tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia dengan tingkat elastisitas permintaannya ialah 0,590. Sedangkan pada model 2 dan 3, kedua variabel tidak mempengaruhi pada tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia. Tabel 2. Hasil Analisi Permintaan Susu Sapi Model Koef Harga KSKMnB 1



KSP



0,295



2



KSP



0,289



3



KSP + 1,53E-6*



0,290



4,09E-6 (3,023) 1,45E-5* (1,600) -3,6E-6* (-0,258)



-0,053* (1,899) -0,028* (-1,554) -0,030* (-1,247)



D1



D2



-0,027 (-3,25) 6,21E-6 (-4,653)



R2



d-w



Ed



0,542



1,38



0,590



0,597 0,272



Sumber : hasil olah data, 2019. Ket : *tidak signifkan pada level 5%. Nilai koef. pada baris pertama dan t-hitung pada baris kedua yang diberi tanda kurung.



0,845 0,598



0,578 0,580



Analisis pada model 3 menggunakan variabel tambahan yaitu pendapatan. Elastisitas yang diperoleh pada model 3 ialah 0,580. Ketiga model dari hasil analisis elastisitas permintaan berada diatas 0,50, artinya bahwa permintaan terhadap susu sapi dinyataan elastis. Walaupun perubahaan saat adanya variabel dummy ataupun vaiabel kontrol. Tetapi dapat disimpulkan bahwa harga berdampak efek pada permintaan susu sapi.



PENAWARAN SUSU SAPI SEGAR Penawaran terhadap susu sapi lebih dilihat pada jumlah produksi susu sapi. Sampai saat ini sentra produksi susu sapi terbanyak di Indonesia yaitu Jawa Timur, diposisi kedua yaitu Jawa Barat, dan ketiga yaitu Jawa Tengah.



Sumber : Kementrian Pertanian, 2017



Gambar 1. Sentra Produksi Susu Sapi Perah Indonesia, 2013-2017 Jumlah produksi susu sapi segar di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 920.093 ton. Produksi susu mengalami peningkatan berkisar 0,81% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi jumlah produksi susu sapi di Indonesia tidak menutupi tingkat konsumsi susu. Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor susu sapi untuk mencukupi konsumsi susu.



Sumber : Kementrian Pertanian, 2017



Grafik 2. Perkembangan Ketersediaan Susu Indonesia, 1990 – 2017



Berdasarkan grafik di atas dapat simpulkan bahwa perkembangan ketersediaan susu sapi nasional masih dikatakan cukup memperhatinkan, sangat berbeda jauh dengan ketersediaan susu yang diimpor. Hal ini dapat dikatakan bahwa penawaran susu sapi nasional di Indonesia sangat rendah, yang menyebabkan hal tersebut terjadi dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya. Elastisitas Penawaran Susu Sapi Data yang digunakan ialah data panel dari tahun 2010 hingga 2018, dengan menganalisis data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dari hasil survei pada perusahaan peternakan sapi perah di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, DI Yogyakarta, NTT, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Analisis penawaran susu sapi segar mengikuti Suryani dkk. (2010), dimana penawaran susu sapi dilihat dari periode laktasi sapi dan jumlah sapi yang berlaktasi. Fungsi penawaaran susu sapi ditulis dalam ekonometri sebagai berikut. Qsit = α0 + β1LCit + β2CPit Dimana i (= 1,2,..., I), dan t (= 1,2,..., N)) dilihat dari provinsi ke-i pada waktu ke-t. I menunjukan nomor provinsi dan N menunjukan nomor waktu. Pada fungsi ini jumlah produksi susu (Qs) tergantung pada lama produktivitas sapi (CP) dan sapi yang sedang berproduksi/laktasi (LC). Hasil yang diperoleh, yaitu: Qsit = 3703,283 + 4,521LCit - 0,603CPit (10,876) (-0,030) 2 R = 0,783 d-w = 0,622 Es = -0,265 Hasil analisis pernawaran susu sapi diperoleh bahwa hubungan antara jumlah produksi dengan lama periode laktasi menunjukan negatif, sebaliknya dengan jumlah sapi yang sedang berproduksi atau lakasi menunjukan positif. Elastisitas penawaran pada perusahaan peternakan susu sapi diperoleh sebesar -0,265.



KESIMPULAN Permintaan susu sapi dari hasil analisis menunjukan bahwa harga yang menentukan tingkat penjualan susu sapi yang sehingga dapat menentukan tingkat konsumsi akan susu sapi. Hasil analisis elastisitas permintaan konsumsi rumah tangga sebesar 0,440 dapat dinyatakan bahwa elastis. Sedangkan penawaran susu sapi dari perusahaaan peternakaan sapi perah memiliki hubungan positif dengan jumlah sapi yang sedang berproduksi/berlaktasi, dan hubungan negatif dengan lama periode laktasi.



DAFTAR PUSTAKA BPS (2017). Kajian Konsumsi Bahan Pokok tahun 2017. Jakarta : Badan Pusat Statistik. BPS (2010-2018). Statistik Perusahaan Peternakaan Sapi Perah. Jakarta : Badan Pusat Statistik. C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985). Estimation Of Demand And Supply Functions For Fresh And Industrial Milk In South Africa. Journal Agricultural Economics, p. 27-33 C.C. McKenzie and W.L. Nieuwoudt (1985). An economic analysis of the effects of the fresh milk scheme. Journal Agricultural Economics, p. 34-40. Ditjen PKH (2017). Outlook Susu. Jakarta : Kementrian Pertanian. Ditjen PKH (2017). Buku Statistik Harga. Jakarta : Kementrian Pertanian. Suryani dkk. (2016). Dynamic Simulation Model of Cow's Milk Demand and Supply to Determine the National Fulfillment Ratio. Vol. 4, 400–407. Zuhriyah, A (2010). Analisis Permintaan-Penawaran Susu Segar di Jawa Timur. Universitas Trunojoyo, ISSN 0216-0188.