Analisis Subjek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS INDIVIDU “Pengindeksan Subjek & Analisis Subjek” Diajukan untuk Memenuhi Mata kuliah Kosa Kata Indeks



Dosen Pengampu: Dr. Raudhoh, S.Ag, SS, M.Pd.I 5 IPT B Firman Nofeki (IPT. 404190056)



JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITA ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019



PENGINDEKSAN SUBJEK & ANALISIS SUBJEK



Indeks merupakan panduan sistematis yang dirancang untuk menunjukkan topik atau fitur dokumen dalam rangka memfasilitasi pengambilan dokumen atau bagian dari dokumen. Proses penyusunan panduan inilah yang dikenal dengan istilah Pengindeksan. Indeks Subjek, berisi daftar istilah-istilah dalam buku; proses pembuatan indeks inilah yang dikenal dengan istilah Pengindeksan subjek. Untuk menghasilkan indeks subjek dilakukan kegiatan pengindeksan subjek. Pengindeksan subjek menghasilkan deskripsi indeks yang merupakan wakil ringkas isi dokumen. Pengindeksan subjek dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengindeksan secara manual dan otomatis. Tahapan Pengindeksan Subjek A. Pengindeksan Subjek Secara Manual



Kegiatan pengindeksan subjek secara manual mencakup : 1. Memahami isi bahan pustaka



Dalam pengindeksan subjek harus terlebih dahulu memahami isi dari bahan pustaka dan mengetahui subjek atau topik yang dibahas. Pengatalogan subjek bertujuan menggunakan kata-kata (istilah) yang seragam untuk bahan pustaka perpustakaan mengenai subyek tertentu. Subyek adalah topik yang merupakan kandungan informasi (content) dalam bahan pustaka. 2. Analisis subjek Pada tahap analisis subyek pengindeks mempelajari isi dokumen lalu memilih konsepkonsep (subyek) yang paling penting, yang kemudian akan diterjemahkan ke dalam bahasa indeks (kosa kata terkendali), jadi berupa nomor kelas, tajuk subyek. Pada waktu memilih subyek-subyek ini, pengindeks harus berpedoman



pada



kebijaksanaan



pengindeksan (indexing policy) yang berlaku di perpustakaan tempat ia bekerja. Dalam penentuan subyek buku atau bahan pustaka lainnya diperlukan analisis subyek. Kegiatan analisis subyek memerlukan kemampuan yang memadai, sebab di sinilah pengindeks dituntut kemampuannya untuk menentukan subyek apa yang dikandung dalam bahan pustaka yang diolah.



Ada



beberapa



hal



yang



mendasar



perlu



dikenali



pengindeks



dalam



menganalisis subyek : a. Jenis konsep Dokumen 1) Disiplin ilmu, yaitu istilah yang digunakan untuk satu bidang atau cabang ilmu pengetahuan. Disiplin ilmu dapat dibedakan menjadi 2 kategori: a) Disiplin fundamental, yang meliputi bagian-bagian utama ilmu pengetahuan. Oleh para ahli disiplin fundamental dikelompokkan menjadi tiga yakni ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu pengetahuan alam, dan ilmu-ilmu kemanusiaan. b) Sub disiplin, merupakan bidang spesial dalam satu disiplin fundamental. Misalnya dalam disiplin ilmu fundamental alam, sub disiplinnya terdiri atas fisika, kimia, biologi, dsb. 2) Fenomena (topik yang dibahas), merupakan wujud/benda yang menjadi objek kajian dari disiplin ilmu atau Sub-Disiplin Ilmu.



Contoh judul buku ―Perpustakaan Sekolah di Bogor― Analisis subjek sbb: Disiplin Ilmu = Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fenomena = Perpustakaan Sekolah : Bogor



Adakalanya fenomena terdari dari beberapa faset. Dalam pengindeksan mendalam semua faste tersebut diindeks. Agar diperoleh suatu urutan yang baku dan taat azas/konsistensi dalam penentuan subyek dan (nomor kelas) maka Ranganathan menggunakan konsep yang dikenal dengan Formula Faset. Menurutnya ada 5 (lima) faset yang mendasar yang dikenal dengan akronim P-ME-S-T Ranganathan yaitu: P - Personality (Wujud) M - Matter (Benda) E - Energy (Kegiatan) S - Space (Tempat) T - Time (Waktu)



Penelitian tentang perdagangan kerupuk kulit Bekasi tahun 90-an P = Kerupuk M = Kulit



Disiplin Ilmi = Ilmu Ekonomi/ Ilmu Perdagangan



E = Perdagangan



Bentuk = Penelitian



S = Bekasi T = 90-an 3) Bentuk ialah cara bagaimana suatu subyek dasajikan. Dibedakan menjadi tiga jenis: a) Bentuk fisik, yakni medium atau sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek. Misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, dan sebagainya. b) Bentuk penyajian, yang menunjukkan pengaturan atau organisasi isi bahan pustaka. Ada tiga bentuk penyajian, yaitu: menggunakan lambanglambang dalam penyajiannya seperti bahasa, gambar, dll, memperhatikan tata susunan tertentu misalnya abjad, kronologis, sistematis, dsb, serta menyajikannya untuk kelompok tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk pemula. c)



Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan dalam pembahasan suatu subyek. Misalnya Filsafat Sejarah disini yang menjadi subyeknya adalah sejarah sedangkan filsafat adalah bentuk intelektual.



b. Jenis Subjek Dokumen Kegiatan analisis subyek dokumen terdapat dalam bermacam-macam jenis subyek. Secara umum digolongkan dalam 4 kelompok yaitu: 1) Subyek dasar, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu disiplin ilmu atau sub disiplin ilmu saja. Misalnya, Pengantar Ekonomi, yaitu menjadi subyek dasaranya Ekonomi. 2) Subyek sederhana, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu faset yang berasal dari satu subyek dasar (Faset ialah sub kelompok klas yang terjadi disebabkan oleh satu ciri pembagian. Tiap bidang ilmu mempunyai faset yang khas sedangkan fokus ialah anggota dari satu faset). Misalnya, Pengantar ekonomi Pancasila terdiri dari subyek dasar ekonomi dan faset Pancasila. 3) Subyek majemuk, yaitu subyek yang terdiri dari subyek dasar disertai fokus dari dua atau lebih faset. Misalnya, Hukum adat di Indonesia. Subyek dasarnya yaitu Hukum dan dua fasetnya yaitu Hukum Adat (faset jenis) dan Indonesia (faset tempat).



4) Subyek kompleks, yaitu subyek yang terdiri dari dua atau lebih subyek dasar dan saling berinteraksi antara satu sama lain. Misalnya, Pengaruh Agama Hindu Terhadap Agama Islam. Disini terdapat dua subyek dasar yaitu Agama Hindu dan Agama Islam. Untuk menentukan subyek yang diutamakan dalam subyek kompleks terdapat 4 (empat) fase, yaitu: a) Fase bias, yaitu suatu subyek yang disajikan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini subyek yang diutamakan ialah subyek yang disajikan. Misalnya, Statistik Untuk Wartawan subyek yang diutamakan ialah Statistik bukan Wartawan. b) Fase pengaruh, yaitu bila dua atau lebih subyek dasar saling mempengaruhi antara satu sama lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Misalnya, Pengaruh Abu Merapi Terhadap Pertanian di D.I Yogyakarta. Disini subyek yang diutamakan ialah Pertanian bukan Abu Merapi. c) Fase alat, yaitu subyek yang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek lain. Disini subyek yang diutamakan ialah subyek yang dibahas atau dijelaskan. Misalnya, Penggunaan Alat Kimia Dalam Analisis Darah. Disini yang diutamakan adalah Darahbukan Kimia. d) Fase perbandingan, yaitu dalam satu dokumen/bahan pustaka terdapat berbagai subyek tanpa ada hubungannya antara satu sama lain. 3. Penerjemahan Setelah mengetahui subyek suatu bahan pustaka melalui analisis subyek, selanjutnya menerjemahkan ke dalam kata-kata atau lambanglambang yang terdapat dalam bahasa indeks(index language). Bahasa Indeks merupakan bahasa yang terawasi (control language).



B. Pengindeksan Subjek secara otomatis Pengindeksan subjek secara otomatis identik dengan penggunaan komputer. Pengindeksan subjek secara otomatis dapat memperkecil beban kerja indekser. Dalam hal ini, indekser dituntut memiliki keahlian di bidang komputer. ―Menurut Anderson dan Perez dalam Shield (2005: 1 pengindeksan subjek secara otomatis sering mengacu kepada alogaritma atau statistika komputer. Secara jelas, manusia dilibatkan dalam penciptaan program



komputer, dan pengaturan tolak ukur, tetapi pekerjaan tetap diselesaikan dengan komputer. Berdasarkan



uraian



di



atas,



maka



dapat



dinyatakan



bahwa



pengindeksan subjek secara otomatis diselesaikan dengan komputer serta penerapan algoritma dan statistika komputer. Menurut Diakoft (2004: 85) dalam (Shield 2005: 3) pengindeksan secara automatis memiliki ciri-ciri antara lain adalah : lebih canggih, sangat baik untuk materi yang sama, sangat murah serta mampu untuk menyaring istilah seperti halnya pengelompokan kata.



Kebijakan Pengindeksan Subjek Pengindeks harus berpedoman pada kebijaksanaan pengindeksan (indexing policy) yang berlaku di perpustakaan tempat ia bekerja. Kebijaksanaan ini mengatur banyaknya konsep yang bisa dipilih dan jenis konsep yang dipilih, yaitu konsep yang umum (luas) atau konsep yang khusus (spesifik). Kebijaksanaan ini akan mempengaruhi kinerja (performance) dan efisiensi dari sistem simpan dan temu kembali. 1) Kelengkapan atau ketuntasan (exhaustivity) yaitu kebijaksanaan berkenaan dengan banyaknya konsep yang dipilih pada tahap analisis subyek, yang dapat berupa: a. Pengindeksan mendalam (depth indexing), yaitu kebijaksanaan untuk memilih sebanyak mungkin konsep dari dokumen, baik yang penting, maupun yang tidak begitu penting. Pengindeksan Mendalam akan mengarah kepada Pencarian Kembali Informasi (PKI) b. Pengindeksan



yang



bersifat



rangkuman



(summarization),



yaitu



kebijaksanaan yang membatasi pilihan konsep pada tema dokumen yang dominan (yang paling utama), jadi dibatasi pada hanya (beberapa) konsep utama. Pengindeksan Rangkuman akan mengarah



Pencarian Kembali



Dokumen (PKD)



2) Kekhususan (specificity) yaitu kebijaksanaan yang berkenaan dengan tingkatan generik konsep, yaitu: genus, species, sub-species, atau lebih khusus lagi. Pengindeksan dapat berupa: a. Pengindeksan dengan memilih konsep pada tingkat genus. Ini berarti bahwa yang dipilih adalah konsep yang umum/luas, jadi tingkat kekhususan rendah.



b. Pengindeksan dengan memilih konsep pada tingkat species (atau lebih khusus lagi). Ini berarti bahwa yang dipilih adalah konsep yang spesifik, jadi tingkat kekhususan adalah tinggi. Kebijaksanaan pengindeksan menentukan kinerja (performance) sistem simpan dan temu kembali informasi. Untuk menilai kinerja suatu sistem ada 2 parameter yang diteliti: a. Perolehan (recall), yaitu berapa banyak dokumen yang ditemukan sebagai hasil penelusuran b. Ketelitian (precision), yaitu berapa dokumen dari keseluruhan dokumen yang ditemukan benar-benar relevan (sesuai dengan kebutuhan) Contoh: Jika misalnya pada suatu sistem simpan dan temu kembali informasi berlaku kebijaksanaan pengindeksan dengan mengindeks pada tingkat konsep umum (genus), maka semua dokumen tentang berbagai jenis sekolah (TK, SD, SLTP, SLTA, SMU, Sekolah Kejuruan, dlsb.) akan diwakili oleh konsep umum ―Sekolah‖. Nomor klasifikasi adalah nomor klasifikasi untuk subyek sekolah. Tajuk subyek adalah SEKOLAH, bukan tajuk subyek yang spesifik seperti SEKOLAH DASAR, TAMAN KANAK-KANAK, SEKOLAH LANJUTAN, SEKOLAH KEJURUAN. Pengindeksan dengan kebijaksanaan seperti contoh di atas adalah pengindeksan dengan tingkat kekhususan yang rendah. Apabila kita menelusur dalam sistem ini, maka kita harus menelusur lewat tajuk subyek umum SEKOLAH. Padahal kita mungkin hanya ingin mencari dokumen tentang Sekolah Dasar. Penelusuran akan menghasilkan sejumlah besar dokumen, tetapi yang benar-benar relevan (jadi yang betul tentang Sekolah Dasar), hanya sebagian kecil saja. Sistem seperti ini memberikan perolehan tinggi, tetapi ketelitian rendah. Kita memang mendapatkan banyak dokumen, tapi kita terpaksa memilah-milah lagi untuk mencari yang benar-benar relevan. Contoh ini dengan jelas menunjukkan pengaruh kebijaksanaan pengindeksan pada kinerja sistem.