Anam + PF + PP Venerologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularnnya terutama melalui hubungan seksual, kontak langsung dengan alat-alat yang tercemar. Cara hubungan seksual tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, ano-genital, sehingga kelainan yang timbul ini tidak terbatas hanya pada daerah genital, tetapi juga pada daerah ekstra genital. Cara penularan IMS melalui alatalat yang tercemar seperti: handuk, thermometer, jarum suntik, atau melalui cairan tubuh, dan penularan dari ibu hamil kepada janin yang dikandungnya atau pada saat inpartu (proses kelahiran).1 Istilah yang dahulu digunakan sebelum IMS adalah penyakit kelamin atau Venereal Diseases (V.D) dan hanya terdiri atas 5 penyakit, yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum, dan granuloma inguinale. Namun, dengan semakin berkembangnya sarana diagnostic dan teknik labortorium serta ditemukan berbagai penyakit lain yang dapat timbul akibat hubungan seksual, seperti jenis pnyakit epidemic contohnya herpes genitalis dan hepatitis B, istilah V.D makin lama makin ditinggalkan dan diperkenalkan istilah Sexually Transmitted Infection (S.T.I).1 Peningkatan insidensi IMS dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah perubahan demografik, perubahan sikap dan perilaku akibat faktor demografi di atas, terutama dalam bidang agama dan moral, pemberian pendidikan kesehatan khususnya kesehatan genitalia belum, pemakaian obat antibiotik tanpa resep dokter, maka timbul resistensi kuman terhadap antibiotik tersebut, fasilitas layanan kesehatan yang kurang memadai dan banyak kasus IMS asimtomatik, pasien merasa tidak sakit, tetapi dapat menulari pasangan seksualnya.1 Dengan kemampuan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik bisa menyingkirkan diagnosis banding yang kemudian menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang dokter memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. 1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANAMNESIS Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis, bertujuan untuk :  



Menentukan faktor risiko pasien Membantu menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik







maupun pemeriksaan penunjang lainnya Membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan keterampilan melakukan komunikasi verbal (cara kita berbicara dan mengajukan pertanyaan kepada pasien) maupun keterampilan komunikasi non verbal (keterampilan bahasa tubuh saat menghadapi pasien).2



Sikap saat melakukan anamnesis pada pasien IMS perlu diperhatikan, yaitu :  



Sikap sopan dan menghargai pasien yang tengah dihadapi Menciptakan suasana yang menjamin privasi dan kerahasian, sehingga sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup dan tidak terganggu oleh keluar







masuk petugas Dengan penuh perhatian mendengarkan dan menyimak perkataan pasien, jangan sambil menulis saat pasien berbicara dan jangan memutuskan







pembicaraan Gunakan keterampilan verbal anda dengan memulai rangkaian anamnesis menggunakan pertanyaan terbuka, dan mengakhiri dengan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka memungkinkan pasien untuk memberikan gambaran lebih jelas, sedangkan pertanyaan tertutup adaalah salah satu bentuk pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat, sering dengan perkataan “ya” atau “tidak”, yang biasanya digunakan untuk lebih memastikan hal yang dianggap belum jelas.



2







Gunakan keterampilan verbal secara lebih mendalam, misalnya dengan memfasilitasi, mengarahkan, memeriksa, dan menyimpulkan, sambil menunjukkan empati, meyakinkan dan kemitraan.2



Untuk menggali faktor risiko perlu ditanyakan beberapa hal tersebut dibawah ini. Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health Organization) di beberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien akan dianggap berperilaku berisiko tingi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebih pertanyaan di bawah ini :2 Tabel : informasi yang perlu ditanyakan kepada pasien Informasi yang perlu di tanyakan kepada pasien



B. PEMERIKSAAN FISIK 3



Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yang dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang. Lampu sorot tambahan diperlukan untuk pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan pada pemeriksaan pasien laki-laki, dapat didampingi oleh tenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan :2 



Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan, jangan lupa mencuci tangan







sebelum dan sesudah memeriksa. Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genitalia (pada keadaan tertentu, kadang-kadang pasien harus membuka seluruh pakainnya secara bertahap). o Pasien perempuan, diperiksa



dengan



berbaring



pada



meja



ginekologik dalam posisi litotomi.  Pemeriksa duduk dengan nyaman sambil melakukan inspeksi dan palpasi mons pubis, labia, dan perineum.  Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia, perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh tubuh. o Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/berdiri,  Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta dan daerah skrotum  Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau 



daerah lain Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan







sekitarnya. Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran







kelenjar getah bening setempat (regional) Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan.



4







Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.



Pasien dengan gejala ulkus genitalis (laki-laki dan perempuan) 1. Untuk semua pasien dengan gejala ulkus genital, sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologi untuk sifilis dari bahan darah vena (RPR=rapid plasma reagin, syphilis rapid test). 2. Untuk pemeriksaan Treponema pallidum pada ulkus yang dicurigai karena sifilis : a. Ulkus dibersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi b. c.



larutan salin fisiologis (NaCl 0,9%). Ulkus ditekan di antara ibu jari dan telunjuk sampai keluar cairan serum Serum dioleskan ke atas kaca obyek untuk pemeriksaan Burry atau mikroskop lapangan gelap bila ada.2



Pemeriksaan Lain : - Pemeriksaan bimanual 1. 2.



Gunakan sarung tangan dan dapat digunakan pelumas Masukkan jari tengah dan telunjuk tangan kanan ke dalam vagina, ibu jari harus dalam posisi abduksi, sedangkan jari manis dan kelingking ditekuk



3.



ke arah telapak tangan Untuk palpasi uterus; letakkan tangan kiri di antara umbilikus dan tulang



4.



simfisis pubis, tekan ke arah tangan yang berada di dalam pelvik Dengan telapak jari tangan, raba funduk unteri sambil mendorong serviks ke anterior dengan jari-jari yang berada di pelvik. Perhatikan ukuran, posisi, konsistensi, mobilitas uterus, dan kemungkinan rasa nyeri saat



5.



menggoyangkan serviks Dengan perlahan, geser jari-jari yang berada di vagina menuju forniks lateral sambil tangan yang berada di atas perut menekan ke arah inferior.



- Pemeriksaan anoskopi •



Indikasi : Bila terdapat keluhan atau gejala pada anus dan rektum, pasien dianjurkan untuk diperiksa dengan anoskopi bila tersedia alat tersebut. 5



Pemeriksaan ini sekaligus dapat melihat keadaan mukosa rektum atau pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium bila tersedia fasilitas.2 •



Kontra indikasi : Anus imperforata merupakan kontra indikasi absolut untuk tindakan anoskopi, namun bila pasien mengeluh mengenai nyeri hebat pada rektum, may preclude awake anoscopic examination in anxious patients in pain. Posisi pasien pasien berbaring dalam posisi Sim atau miring dengan lutut ditekuk serta pinggul ditekuk 45%. Posisi di sebelah kiri pemeriksa.2



C.



CARA MENENTUKAN DIAGNOSIS PENYAKIT KELAMIN Infeksi Menular Seksual mempunyai beberapa ciri, yaitu : 1. Penularan infeksi tidak selalu harus melalui hubungan seksual 2. Infeksi dapat terjadi pada orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual atau orang yang tidak berganti-ganti pasangan 3. Sebagian penderita adalah akibat keadaan di luar kemampuan mereka, dalam arti mereka sudah berusaha untuk tidak mendapat penyakit, tetapi kenyataan masih juga terjangkit.



Penyebab dari IMS dapat dikelompokkan sebagai berikut : No



Penyebab



Penyakit



6



1. BAKTERI Neisseri gonorrhoeae



Uretritis, epididimis, servisitis, proktitis, faringitis, konjuntivitis,



Chlamydia trachomatis Mycoplasma hominis Ureaplasma urealyticum Treponema pallidum Gardberella vaginalis Donovania granulomatis 2. VIRUS Herpes simplex virus Herpes B virus Human papilloma virus



Batholinitis Uretritis, epididimitis, servisitis, proktitis, Salpingitis, limfogranuloma venerum (hanya C.Trachomatis) Sifilis Vaginitis Granuloma inguinale Herpes genitalis Hepatitis fulminan akut dan kronik Kandiloma akuminata, papiloma



Molloscum contagiosum virus Human immunodeficiency virus 3. PROTOZOA Trichomonas vaginalis 4. FUNGUS Candida albicans 5. EKTOPARASIT Phthirus pubis Sarcoples scabei var.hominis



laring pada bayi Moloskum kontagiosum A.I.D.S Vaginitis, uretritis Vulvovaginitis, balanitis, balanopostitis Pedikulosis pubis Skabies



D. Diagnosa Banding a. DUH TUBUH Duh tubuh genital adalah cairan yang keluar dari genital bukan urin bukan darah. Pada pria : duh tubuh uretra. Pada wanita : duh tubuh serviks, duh tubuh vagina dan duh tubuh uretra. Secara umum duh tubuh uretra ini bisa bersifat fisiologis misalnya pada prostaturia dan spermaturia dan bisa bersifat patologis misalnya pada uretritis gonore dan uretritis nonspesifik (uretritis non gonore).



7



Duh tubuh genital pria – penyebab



8



Duh tubuh genital wanita – penyebab



1. GONORE Definisi Gonore adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar cairan putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin.1 Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, sebuah Diplococcus gram ngatif yang



reservoirnya adalah



manusia. infeksi ini hampir selalu dikontrak selama aktifitas seksual.1



9



Menurut kamus saku dorlan gonore adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrheae yang sebagian besar kasus ditularkan melalui hubungan seksual.5 Epidemiologi  Demografi Demografi di seluruh dunia. Di Afrika, prevalensi rata-rata gonore pada wanita hamil adalah 10%. Insiden disseminated gonococcal infection (DGI) bervariasi dengan kejadian lokal strain gonococcus dari DGI. Insidensi Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Prevalensi DGI pada wanita hamil: 10% di Afrika, 5% di Amerika Latin, 4% di Asia.6 Epidemi diintensifkan, pertama, dengan faktor perilaku, termasuk aktivitas seksual meningkat, perubahan dalam metode pengendalian kelahiran, mobilitas penduduk yang tinggi, dan peningkatan infeksi berulang, dan, kedua, dengan



pelaporan



meningkat



ketika



upaya



gonore



Federal



skrining



diperkenalkan pada tahun 1972 . Penurunan berikutnya dalam insiden di Amerika Serikat dihasilkan dari upaya Hercules dari Dinas Kesehatan AS melalui program pengendalian nasional untuk mendeteksi dan mengobati infeksi gonokokal tanpa gejala. Praktek seks yang aman di era acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memiliki dampak tambahan pada penurunan kejadian semua penyakit menular seksual. Pada tahun 1998, jumlah kasus yang dilaporkan naik sedikit dari 327.000 ke 360.000, di mana ia tetap hingga tahun 2000. Skrining meningkat dan sensitivitas tes yang ikut bertanggung jawab atas peningkatan ini, tetapi peningkatan benar dalam populasi tertentu tampaknya telah terjadi.6 Etiologi penyebab penyakit gonore adalah Gonokokus yang ditemukan oleh Neissr pada tahun 1879, dan kemudian baru ditemukan pada tahun 1982. Setelah ditemukan kemudian kuman tersebut dimasukka dalam grup Neisseria dan pada grup ini dikenal 4 spesies dan diantaranya adalah N. gonorrhoeae, N. 10



meningitidis dimana kedua spesies ini bersifat patogen. Kemudian 2 spesies lainnya yang bersifat komensel diantaranya adalah N. catarrhalis dan N. pharyngis sicca. Keempat spesies dari grup neisseria ini sukar untuk dibedakan kecuai dengan menggunakan tes fermentasi. Gonokokus termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk seperti biji kopi yang bersifat tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran lebar 0,8µ dan mempunyai panjang 1,6µ. dalam sediaan langsung yang diwarnai dengan pewarnaan gram, kuman tersebut bersifat gram negatif, tampak diluar dan didalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan terhadap suhu diatas 39oc, dan kuman ini tidak tahan terhadap zat desinfektan.6 Secara morfologik Gonokokus ini terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili tersebut akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan suatu peradangan.1 Patofsiologi Bakteri Neisseria honorhoeae merupakan bakteri diplokokus aerobic gram negatif, intraseluler yang dapat mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner host. Beberapa faktor yang mempengaruhi cara Gonokokus memediasi virulensi dan patogenisitasnya. Pili dapat membantu pergerakan Gonokokus ke permukaan mukosa. Membran protein luar seperti protein opacity-associated (opa) dapat meningkatkan perlekatan antara Gonokokus dan juga dapat meningkatkan perlekatan fagosit. Produksi yang dimediasi plasmid tipe TEM-1 beta laktamase (penisilinase) juga berperan pada virulensinya. Dengan bantuan pili dan protein opa Gonokokus dapat melekat pada sel mukosa host dan kemudian terjadi penetrasi seluruhnya diantara sel dalam ruang subepitel. Karakteristik respon host oleh invasi dengan netrofil, diikuti dengan pengelupasan epitel, kemudian pebentukan mikroanses submukosal dan discharge puruen. Apabila tidak dilakukan pengobatan infiltrasi makrofag dan



11



limfosit akan digantikan oleh netrofil. Beberapa stran menyebabkan infeksi asimptomatik.7 Patogenesis Gonococcus memiliki afinitas untuk epitel kolumnar; epitel skuamosa bertingkat dan lebih tahan terhadap serangan. Epitel ditembus antara sel-sel epitel, menyebabkan radang submukosa dengan polimorfonuklear (PMN) reaksi leukosit dengan keluarnya cairan purulen yang dihasilkan. Strain gonococcus yang menyebabkan DGI cenderung menyebabkan peradangan genital sedikit dan dengan demikian menghindari deteksi. Sebagian tanda-tanda dan gejala DGI adalah manifestasi dari kekebalan kompleks pembentukan dan pengendapan. Beberapa episode dari DGI mungkin berhubungan dengan kelainan faktor komponen komplemen terminal.6 Gambaran Klinis Penularan gonore dapat terjadi malalui kontak seksual dengan penderita gonoroe. Masa tunas penyakit ini terutama pada laki laki bevariasi berkisar antara 2-5 hari. Biasanya bisa lebih lama berkisar 1-14 hari, hal ini disebabkan karena penderita sudah mengobati diri sendiri. Pada wanita sulit ditemukan masa tunasnya karena pada umumnya asimtomatik. Gejala yang paling sering ditemukan pada pria adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar ke proksimal, keluhan subyektif yang dirasakan adalah rasa gatal dan panas dibagian distal uretra, terutama disekitar orifisium uretra eksternum, kemudia disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh yang kadang kadang disertai dengan darah dari jung uretra dan disertai rasa nyeri pada saat ereksi. Pada saat pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa dan ektropion. Pada wanita baik penyakitnya akut ataupun kronik gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati adapun gejala yang didapatkan adalah berupa keputihan atau duh tubuh yang mukopurulen, disuria, bisa juga uretritis, servisitis, bartholinitis dan proktitis. Biasanya pada wanita gejala yang dikeluhkan timbul setelah terjadi komplikasi.6



12



Diagnosis Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar anamnesis, dari anamnesis didapatkan keluhan rasa gatal dan panas dibagian distal uretra, terutama disekitar orifisium uretra eksternum, kemudia disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh yang kadang kadang disertai dengan darah dari jung uretra dan disertai rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan fisik tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa dan ektropion. Pemeriksaan penunjang : sediaan langsung didapatkan Bakteri Neisseria gonorrhoe, Kultur media yang digunakan tumbuh kolono Neisseria gonorrhoe, Tes Thomson terjadi kekeruhan pada gelas yang berisi urin, test definitif pada tes toksidasi terjadi perubahan wana dari jernih ke merah muda, test fermentasi bakteri memfermentasi glukosa, test beta-laktamase terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.1 1. Sediaan Langsung Pada sediaan langsung bahan sediaan yang digunakan diambil pada pasien pria dari pus di uretra yang keluar spontan atau melalui pijatan, sedimrn urin, masase prostat. Sedangkan pada wanita muara uretra, muara kelenjar bartolini, servic, rektum. Bahan yang diambil setelah dibuat sediaan kemudian dilakukan pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman diplococcus gram negatif berbentuk seperti biji kopi yang terletak intra dan ekstra seluler.1,6 2. Percobaan dua gelas (tes Thomson) Digunakan untuk mengetahui infeksi sudah sampai uretra bagian anterior atau posterior.



13



Bahyan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah urin pagi pada saat kandung kencing masih penuh. Gelas 1 diisi dengan urin sebanyak 80cc gelas 2 sisanya. Bila gelas 1 keruh dan gelas 2 jernih berarti infeksi pada uretra anterior, dan bila kedua gelas keruh berarti infeksi sudah memasuki uretra posterior.1,6 3. Kultur Pada pemeriksaan kultur digunakan media selektif berupa: 1. Thayer Martin Media ini selektif untuk megisolasi gonokokus. media ini mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram, kolestimeta untuk menekan pertumbuhan gakteri negatif-Gram, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. 2. Mdifikasi Thayer Martin Isi media ini adalah media thayer martin ditambah dengan trimethoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman proteus spp. 3. Agar coklat McLeod Media ini berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman gonokokus bakteri lain juga dapat tumbuh pada media ini. 4. Tes Definitif (dari hasil kultur yang positif) a. Tes oksidasi Coloni Gonokokus tersangka + laruan tetrametil-p-fenilendiamin hiroklorida 1 % hasil positif bila warna koloni berubah dari jernih ke erah muda atau merah lembayung b. Tes fermentasi Menggunakan glukosa, maltosa dan sukrosa. Kuman Gonokokus hanya memfermentasi glukosa c. Tes beta-laktamase Menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung chromogenic chepalosporin. Bila kuman megandung beta-laktamase akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.1,6 Diagnosis Banding 1. Non gonore Uretritis : Ditandai dengan disuria, sering dengan keluarnya cairan dari uretra atau frekuensi kencing, dan dengan tidak adanya N. gonorrhoeae, masa inkubasi lebih lama, onset yang kurang akut, dan 14



keluarnya cairan dari uretra hanya sedikit sekali kali, cairan tidak jelas, rasa 2.



tidak nyaman atau nyeri hanya pada uretra.1 Trichomonas vaginalis infeksi. Pada wanita biasanya muncul sebagai eksudat, warna kekuning kunigan, berbusa, bau tidak enak, dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Pada laki laki gejalanya berpa disuria, poliuria dan sekret uretra mukoid dan mukopurulen, urin biasanya jernih dan kadang kadang ada benang benang halus.1



Komplikasi Komplikasi pada pria : 



Uretritis Uretritis yang sering dijumpai adalah uretitis anterior akut dan apat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens, dan diseminata. Keluhan subyektif biasanya berupa rasa gtal, panas dibagia distal uretra disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, duh tubuh yang kluar dari ujung uretra dan biasanya disertai dengan darah dan disetai juga dengan perasaan nyeri pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan yang dilakukan terlihat orifisium uretra ekstrnum eritematosa,







edematosa dan ekstropion1 Tysonitis Kelenjar tyson adalah kelenjar yang menghasilkan segmen, dimana infeksi biasany dapat terjadi pada penderita yang mempunyai proputium sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik, pada komplikasi ini biasanya diagnosis dibuat derdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan.1







Parauretritis Biasanya terjadi pada penderita denga orifisium uretra eksternum yang terbuka atau hipospadia. Infeksi ini dapat ditandai dengan adanya buti pus yang ditemukan pada kedua muara parauretra.1







Cowperitis



15



Jika infeksi hanya mengenai duktus biasanya tanpa disertai gejala. Akan tetapi jika yang terkena pada kelenjar cowper dapat ditandai dengan terjadinya abses. Keluhan yang dirasakan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah perinium disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati maka abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra atau rektum dan mengakibatkan proktitis.1 



Prostatitis Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot uretra sehingga dapat terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan obstipasi. Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekandan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Pada pemeriksaan prostat didapatkan prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan terasa nyeri pada penekanan dan biasanya didapatkan fluktuasi jika terdapat abses..1







Vesikulitis Vesikulitis merupakan suatu radang akut yang mengenai bagian vesikula seminalis dan duktus ejakulatoris, dapat juga timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut. Gejala subyektif yang timbul hampir menyerupai gejala prostatitis akut berupa demam, polakisuri, hematuria termina, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah. Pada pemeriksaan yang dilakukan melalui rektum dapat teraba vesikula seminalis yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang diatas prostat.1







Epididimitis Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai oleh deferenitis ( infeksi duktus deferen). Keadaan yang dapat menimbulkan epididimitis biasanya adalah treuma pada uretra posterior, biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan atau kelalaian yang dilakukan oleh 16



penderita sendiri. Faktor yang dapat mempengaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau pekat, instrumentasi yang kasar, pengurutan prostat yang terlalu berlebihan. aktivitas seksual dan jasmani yang terlalu berlebihan. Epididimis teraba panas dan membengkak, juga testis, menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididirmis dapat mengakibatkan sterilitas.1 



Trigonitis Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala berupa poli uria, disuria terminal, dan hematuria.1



Komplikasi pada wanita : 



Uretritis Gejala uama yang ditimbulkan berupa disuria, biasanya juga bisa terjadi poliuria. Gejalanya biasanya bervariasi, nanah dapat terlihat dipancarkan dari meatus, urin berwarna merah di luar. Pada pemeriksaan yang dilakukan didapatkan orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa, dan terdapat sekret yang mukopurulen.1,6







Servisitis Pada infeksi ini dapat berupa asimtomatok biasanya menimbulkan rasanyeri pada punggung bawah. Kasus ini tidak terdeteksi atau diterima sebagai veriation normal. Pada pemeriksaan leher rahim bisa terlihat normal, atau mungkin menunjukkan perubahan inflamasi ditandai dengan erosi serviks dan nanah memancar dan sekret mukopurulen, duh tubuh terlihat lebih banyak.1,6







Bartholinitis Pada infeksi ini labia mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartolini membengkak dan terasa nyeri sekali apabila penderita berjalan dan selain itu juga penderita sukar untuk duduk. Bartholin yang bengkak dapat teraba sebagai massa membengkak jauh di setengah bagian 17



belakang labia majora jika saluran kelenjar tersebut timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau kulit. kalo tidak diobati dapat menjadi rekuren dan menjadi kusta. 1,6 



Salpingitis Pada peradangan yang terjadi dapat bersifat akut, subakut, ataupun kronik. Ada beberapa faktor sebagai predis posisi diantaranya masa puerperium (nifas), dilatasi setelah kuretase, dan pemakaian AIU, tindakan AKDR. Cara infeksi dapat langsung melalui tuba falopi sampai pada daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul. Kurang lebih 10% wanita dengan mengalami penyakit gonore akan berakhir dengan penyakit radang panggul. Gejala yang dirasakan berupa nyeri yang dirasakan pada daerah abdomen bawah, duh tubuh vagina, disuri, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.1 Penyakit gonore selain menginfeksi genetalia dapat juga menginfeksi organ lain non-genitalia.



1. Proktitis Proktitis yang terjadi pada pria dan wanita pada umumnya asimtomatik. Pada wanita biasanya terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang kadang terjadi karena hubungan seksual genetoanal seperti pada pria. Keluhan yang dirasakan pada wanita biasanya lebih ringan dari pada pria, terasa panas seperti terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan yang dilakukan tampak mukosa eritematosa, edematosa, dan tertutup pus mukopurulen.1 2. Orofaringitis Cara infeksi pada penyakit ini melalui kontak langsung secara orogenital. Faringitis gonore dan tonsilitis gonore lebih sering daripada gingivitis, stomatis, atau laringitis. Keluhan yang dirasakan biasanya bersifat asimtomatik. Pada pemeriksaan yang dilakukan di daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen.1 3. Konjungtivitis 18



Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore. Gejala pada bayi ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularang konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhan yang dirasakan pada penderita berupa fotofobia, konjungtiva bengkak, konjungtiva merah dan keluar eksudat mukopurulen.1



Konjungtiva gonore pada bayi 4. Gonore diseminata Penyakit gonore akan berkelanjutan menjadi penyakit gonore diseminata kurang lebih 1% kasus gonore. DGI adalah infeksi sistemik yang mengikuti penyebaran hematogen dari gonococcus dari situs mukosa yang terinfeksi ke kulit, tenosynovium, dan sendi. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada penderita dengan gonore asimtomatik sebelumnya terutama terjadi pada wanita. gejala yang timbul pada penyakit ini dapat berupa demam, lesi acral petechial atau berjerawat, arthralgias asimetris, tenosynovitis, atau arthritis septik, Kadangkadang rumit oleh miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.1,6 19



A. Penatalaksanaan pada tahun 1989, maka pola penatalaksanaan uretritis gonore mengalami beberapa perubahan yang disebabkan oleh: 1. Tingginya insidensi klamidia bersamaan dengan gonore (25-50%) 2. Tingginya insiden infeksi klamidia dan gonore disertai komplikasi 3. Kesukaran teknik pemeriksaan klamidia 4. Makin banyaknya laporan galur gonore yang resisten terhadap tetrasiklin 5. Makin tingginya laporan galur NGPP `



Mengingat hal trsebut diatas, Maka CDC (1989) menganjurkan agar pada



pengobatan uretritis gonore tidak digunakan lagi penisilin atau derivatnya, dan disamping itu diberikan juga obat untuk uretritis non gonore (klamida) secara bersamaan.1 Obat anjuran: 1,13 Seftriakson 250 mg i.m., dosis tunggal., atau *Levofloksasin 500 mg oral, dosis tunggal atau anjuran lain: Kanamisin 2g, i.m, dosis tunggal, atau tiamfenikol 3,5g oral, dosis tunggal, atau seftriakson 250mg i.m, dosis tunggal. *tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 12 tahun



2. URETRITIS NON GONORE Uretritis merupakan kondisi urologis dimana terjadi inflamasi pada uretra yang dapat disebabkan oleh proses infeksi atau noninfeksi dengan manifestasi keluarnya sekret, disuria, atau pruritus pada ujung uretra. Uretritis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, namun sebagian pasien dengan uretritis tidak ditemukan penyebab yang pasti.1 Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui penyebabnya, sedangkan 10% sudah diketahui penyebabnya, yaitu Neisseria gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Dengan semakin majunya fasilitas diagnostik sesudah tahun 20



1970, penyebab uretritis sudah diketahui 75%, sedangkan sisanya 25% lagi masih dalam taraf penelitian.1 Uretritis diklasifikasikan menjadi uretritis gonokokkus dan uretritis nongonokokkus (atau uretritis non gonore, disingkat UNG).1 Uretritis gonokokkus didiagnosis bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Neisseria gonorrhoeae, sebaliknya jika tidak ditemukan N. gonorrhoeae disebut sebagai uretritis non gonokokkus atau uretritis non gonore. Kedua klasifikasi di atas termasuk dalam kategori penyakit dengan transmisi secara seksual.1 Etiologi UNG tersering adalah Chlamydia trachomatis. Laporan WHO tahun 2001 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang per tahun di seluruh dunia.1 Manifestasi klinis UNG biasanya antara 1-3 minggu setelah berhubungan intim dengan penderita. Gejala pada pria berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di uretra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh seropurulen.1 Meskipun kebanyakan penderita wanita tidak menunjukkan gejala, beberapa diantaranya mengalami urgensi (desakan) berkemih yang lebih sering, disuria ringan, nyeri di daerah pelvis, disparenia dan keluarnya duh tubuh dari vagina.1 I. EPIDEMIOLOGI Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria juga ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual.1 Yang dimaksud dengan kuman spesifik adalah kuman yang dengan fasilitas laboratorium sederhana dapat ditemukan seketika, misal: Gonococcus, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Gardnerella vaginalis.1 Yang dimaksud kuman non spesifik 75% penyebabnya, misal: Chlamidia Trachomatis, Ureaplsama urealyticum dan Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, virus, bakteri.1 ETIOPATOGENESIS Uretritis non gonore adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual yang paling banyak mengenai pria, tapi dalam proporsi kasus yang signifikan (20%50%), patogennya tidak teridentifikasi. 21



Ada banyak penyebab terjadinya UNG. Berikut ini akan dijabarkan mengenai etiologi dan patogenesis dari UNG.



a. Bakteri Bakteri yang paling sering menyebabkan UNG adalah



Chlamydia



trachomatis, tapi juga dapat disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma



hominis,



dan



Mycoplasma



genitalium.(2,3,6,8,11)



Ureaplasma



urealyticum telah terdeteksi lebih sering dan jumlah yang banyak pada laki-laki dengan uretritis non gonokokkus nonchlamydia, khususnya laki-laki dengan UNG nonchlamydia episode pertama.1 -



Chlamydia trachomatis Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, nonmotil, dan bersifat obligat intraselular. Chlamydia trachomatis penyebab UNG ini termasuk subgrup A dan mempunyai tipe serologic D-K.1 Spesies C. trachomatis mempunyai 15 serotipe, dimana serovar A, B, dan C menyebabkan konjungtivitis kronik, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). Bakteri ini memasuki sel dengan mekanisme endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam sel.1 Traktus urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan 50% pada pria. Koinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering kali terjadi terutama gonore.1 Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase, yaitu:1



22



a. Fase 1: disebut fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru. -



Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab UNG dan sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering bersamasama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu. Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif, dan sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku.1



-



Mycoplasma genitalium Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang dapat berkoloni di traktur respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki 13 spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum. Sekitar 40-80% wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital dari ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus UNG.1 Pasien dengan infeksi mycoplasma genitalium sering tidak terdiagnosis, karena gejala yang timbul biasanya dikaitkan dengan patogen lain yang lebih umum seperti Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia, infeksi mycoplasma genital mengakibatkan uretritis, servisitis, PID, endometritis, salpingitis, dan korioamnionitis. Spesies lainnya dapat menyebabkan infeksi pernapasan, artritis septik, pneumonia neonatal, dan meningitis.1



b. Virus



23



Virus yang dapat menyebabkan UNG antara lain Herpes simplex virus dan Adenovirus. Virus Herpes Simplex dan adenovirus hanya berperan kecil dalam kejadian kasus UNG.1 c. Parasit Golongan parasit yang bisa menjadi penyebab adalah Trichomonas vaginalis. Parasit ini merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang dinamakan trikomoniasis. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya keputihan yang berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema, dan dispareunia. Pada pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul berupa sekret uretra, nyeri berkemih yang terasa panas, dan frekuensi berkemih yang lebih sering.1 Manusia adalah satu-satunya natural host untuk T. vaginalis. Trofozoitnya bertransmisi dari orang ke orang melalui hubungan seksual. Transmisi nonseksual penyakit ini jarang. Kejadian infeksi asimtomatis setinggi 50% pada perempuan. Laki-laki yang terinfeksi biasanya asimtomatis dan juga self-limiting; karenanya diagnosis sering susah ditegakkan.1 Trichomonas vaginalis akan menginfeksi vagina dan epitel uretra dan menyebabkan mikroulserasi. Pada wanita, organisme ini dapat diisolasi dari vagina, uretra, serviks, kelenjar Bartholin, dan kelenjar Skene serta buli-buli. Pada pria, organisme ini dapat ditemukan di area genital eksterna, uretra anterior, epididimis, prostat, dan semen. Masa inkubasi biasanya berlangsung 4-28 hari. Pada wanita, manifestasi infeksi bervariasi mulai dari carrier asimtomatik sampai vaginitis inflamatorik. Karena peningkatan keasaman dari vagina, gejala cenderung muncul selama atau setelah menstruasi. Kebanyakan pria merupakan carrier asimtomatik.1 d. Alergi Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit.1



24



GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis pada laki-laki Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering dijumpai, berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum ialah waktu pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam. Disuria merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan sangat bervariasi dari rasa terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing waktu mengeluarkan urin. Tetapi keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi gonore. Keluhan gatal pada saluran uretra mulai dari gatal yang sangat ringan dan terasa hanya pada ujung kemaluan. Sebagai akibat terjadinya uretritis, timbul perasaan ingin buang air kecil. Selain itu timbul perasaan ingin buang air kecil pada malam hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang ialah adanya perasaan demam dan pembesaran kelenjar getah bening inguinal yang terasa nyeri.1 Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau sedikit sekali atau kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita. Sekret umumnya serosa, seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan pus. Kalau tidak ditemukan sekret bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang dimulai dari daerah proksimal sampai distal sehingga mulai nampak keluar sekret. Kelainan yang nampak pada UNG umumnya tidak sehebat pada uretritis gonore.1



Uretritis non gonore. Gambaran klinis pada wanita Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Bila ada keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan, sering ditemukan pada 25



pemeriksaan wanita yang menjadi pasangan pria dengan UNG. Pada pemeriksaan klinik genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks mukopurulen atau erosi serviks.1



Servisitis karena Chlamydia dengan ektopi, sekret, dan perdarahan DIAGNOSIS A. Anamnesis Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda adanya keluhan pengeluaran cairan yang mucopurulen dari uretra dan dengan kemungkinan banyak atau sedikit, tetapi pada umumnya cairan tersebut encer. Kadang-kadang disertai disuria, perasaan gatal pada bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan mikturasi yang lebih sering. Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga dapat menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada umumnya waktu inkubasi antara 1 — 3 minggu. Ada kalanya penderita dengan pengeluaran cairan (duh tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis dengan Uretritis gonore. 1 Uretritis non gonore pada wanita pada umumnya tanpa keluhan. Hasil penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para wanita sebagai "teman berhubungan" dari pria yang menderita Uretritis non gonore maka bila dilakukan pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital yang bersangkutan. Bila terjadi pengeluaran cairan dari Vagina (vaginal disharge) maka hal tersebut pada umumnya disertai dengan trichomoniasis dan terutama disebabkan oleh Cervitis. 1 B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan “banyak” (mengalir secara spontan 26



dari uretra), “sedikit” (keluar hanya jika uretra di ekspos), “sedang” (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender “mukoid”. Jika hanya lendir bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus uretra, edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan. 1 C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium secara langsung Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan. Untuk program skrining lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen noninvasif. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis UNG adalah sebagai berikut:1 1.



Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat untuk mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi gonokokus. Dianggap positif UNG bila terdapat lebih dari 4 leukosit dengan pembesaran 1000 kali.



2.



Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra dan terdapat 20 leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang dengan pembesaran 400x dari pemeriksaan sedimen 10-15 ml urine tampung pertama yang dikeluarkan sebelum 4 jam atau lebih.



3.



Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram didapatkan >30 lekosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali.



4.



Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel lebih dari 4/LP (400x) dilakukan dengan pewarnaan gram.



5.



Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas vaginalis.



Kultur Sebagai patogen intraseluler, Chlamydia trachomatis membutuhkan sistem kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur sel merupakan tes standar 27



untuk



mendeteksi



Chlamydia



trachomatis



selama



bertahun-tahun,



dengan



sensitivitas 40–85% pada spesimen genital. Untuk kultur, spesimen dapat diambil dengan swab berujung kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport spesifik dan didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur sel. (17)



Kultur Trichomonas vaginalis dalam bentuk tropozoit. Tampak 4 buah flagella dan satu nucleus.



Badan inklusi Chlamydia trachomatis (coklat) pada media kultur McCoy. Metode serologi Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum. Dengan alasan berikut:(17) 28



1. Prevalensi basal antibodi yang tinggi dalam populasi individu aktif secara seksual yang berisiko terinfeksi C. Trachomatis, berkisar 45–65% dari individu yang diperiksa. Tingginya prevalensi seropotif pada pasien-pasien yang asimptomatis dengan kultur-negatif diduga menggambarkan infeksi sebelumnya sukar dideteksi dengan teknik kultur. 2. Tidak terdapat gejala permulaan pada banyak pasien dengan infeksi Chlamydia yang menunjukan bahwa pasien lebih sering berada pada periode ketika tak terdapat antibodi IgM atau tidak menunjukan peningkatan maupun penurunan titer antibodi IgG sehingga parameter ini sering tak terdapat pada awal infeksi, hal ini terutama pada wanita. Awal gejala lebih jelas pada pria UNG, dan serokonversi atau antibodi IgM didapatkan pada sebagian besar pria. 3. Infeksi traktus genitalia superfisial (uretritis) umumnya menghasilkan titer antibodi mikro-IF berkisar antara 1:8 hingga 1:256, tetapi jarang lebih tinggi. Pada pria UNG yang awalnya seronegatif, tetapi kemudian terdapat antibodi IgG terhadap Chlamydia, 60% memiliki titer 1:8 dan 1:32, sedangkan 40% antara 1:64 dan 1:2. Saat ini terdapat metode otomatis untuk mendeteksi DNA atau RNA C. Trachomatis yang diamplifikasi. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah ligase chain reaction (LCR) dan polymerase chain reaction (PCR). Metode yang lainnya adalah transcription-mediated amplification (TMA).1 PENATALAKSANAAN a. Penanganan pasangan seksualnya b. Farmakologi Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkan tanpa menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea. Azitromisin dan doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat baik terhadap azitromisin.1,13 -



Regimen yang direkomendasikan:



29



Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari.1,13 Azitromisin merupakan golongan makrolid dengan aktivitas lebih rendah terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Azitromisin diindikasikan untuk infeksi klamidia daerah genital tanpa komplikasi.1,13 Doksisiklin adalah golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum).1,13 - Regimen alternatif: Eritromisin 500 mg diberikan dua kali sehari selama 14 hari atau ofloksasin 200 mg diberikan dua kali sehari atau 400 mg diberi sekali sehari selama 7 hari.1,13 Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif penisilin. Eritromisin bekerja aktif terhadap Chlamydia dan Micoplasma.1,13 Ofloksasin



merupakan



golongan



kuinolon



yang



bekerja



dengan



menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu. Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah, gonore, uretritis, dan servisitis non gonokokkus.1,13 -



Untuk pasien dengan UNG persisten/rekuren terapi yang diberikan berupa: Metronidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Tinidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal.1,13 Penyebab UNG persisten/rekuren adalah multifaktorial. M. genitalium terlibat dalam 20-40% kasus dan terapi UNG tidak selalu mengeradikasi kuman ini. Karena kemungkinan risiko resistensi pada dosis tunggal azitromisin, para ahli merekomendasikan pemberian azitromisin selama 5 hari untuk terapi M. genitalium.1,13 Metronidazol merupakan antimikroba dengan aktivitas sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup Trichomonas vaginalis, vaginosis bakterial (terutama Gardnerella vaginalis).1 30



Pasien dengan infeksi Chlamydia harus dimonitor selama 2 minggu. Pemberian informasi kepada pasangan, pencegahan hubungan seksual sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus diperiksa. Dalam hal ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapat terapi serupa.1,13 KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus UNG antara lain: 1. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai vas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epidimitis adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah pengelolaan pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan teraba nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas. 2. Striktur uretra atau penyempitan pada lumen uretra, insidennya rendah pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotik untuk gonore. 3. Proktitis, terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita sedikit tetapi dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi. 4. Servisitis. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. 5. Endometriosis. Chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrial pada kasus endometriosis dengan atau tanpa tanda-tanda salfingitis. 6. Salfingitis. Peradangan pada salping yang banyak disebabkan oleh C. trachomatis. 7. Perihepatitis. Chlamydia dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba dan kemudian ke diafragma kanan. Beberapa penyebaran menghasilkan perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal.



31



8. Reiter syndrome, dikenal juga sebagai artritis reaktif, adalah kumpulan dari tiga gejala yaitu konjungtivitis, uretritis, dan arthritis. Terjadi setelah sebuah infeksi khususnya infeksi pada saluran urogenital atau gastrointestinal. Patofisiologinya belum diketahui, tetapi faktor infeksi dan imun kemungkinan terlibat. PROGNOSIS Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah pengobatan ±10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens.1 3. BAKTERIAL VAGINOSIS PENDAHULUAN Bacterial vaginosis (BV) adalah penyakit disebabkan oleh Gardnerella Vaginalis. BV juga adalah penyakit vaginitis non-spesifik yang ditegakkan diagnosa berdasarkan bau flour albus hamis disertai dengan keputihan yang homogen dan encer yang menyelaputi mukosa vagina. Dalam sebuah observasi dikatakan penyakit BV meningkat pada wanita muda dengan infeksi Human Papillomavirus (HPV), adapun antara penyebab lainnya aalah karena penderita sering berganti pasangan seksual atau baru berganti pasangan seksual yang baru. 11



Pada keputihan penderita dengan BV didapatkan adanya peningkatan jumlah dan konsentrasi mikroorganisme G.vaginalis, Mycoplasma hominis,dan mikroorganisme



anaerob



seperti



Mobillincus



spp.,Prevotella



spp.,dan



peptostreptococcus spp. Biasanya, keputihan penderita BV kurang bakteri Lactobacillus yang memproduksi hidrogen peroksida untuk melindungi dari penyakit infeksi serviks dan vagina.11 EPIDEMIOLOGI Bacterial vaginosis (BV) biasa terkena wanita pada usia reproduktif. Sebanyak 16% wanita yang hamil di Amerika Serikat terkena penyakit BV. BV juga sering didapatkan pada wanita berkulit hitam dibanding wanita berkulit 32



putih, wanita homoseksual (lesbian) dan wanita yang merokok. Prevalensi BV meningkat karena kurangnya skrining dan infeksi ini berlaku asimptomatik.12 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS a. Secara fisiologis Koloni flora normal yang terdapat pada dinding vagina berperan sebagai pertahanan serta meindungi dari infeksi. Bakteri Lactobacillus spp. adalah sejenis bakteri yang normal di dapatkan pada dinding vaginaa, bakteri ini berfungsi mengekalkan keasaman vagina diantara pH 3,8 hingga 4,4. Kualitas dan kuantiti keputihan yang keluar dari vagina boleh berubah-ubah pada seorang wanita dan tergantung kondisinya pada waktu itu mengikut apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya.11 b. Secara patologis BV adalah penyakit yang banyak ditemukan pada kasus IMS dan 50% kasusnya adalah asimptomatik. Etiologi BV adalah polimikribial dan terjadinya penyakit ini adalah akibat dari ketidakstabilan flora normal dalam vagina. Penggantian fungsi hydrogen-peroxide lactobacilli pada Gardnerella vaginalis, Mobilincus sp.,M.hominis, bakteri Gram-negatif anaerob



(Prevotella,Porphyromonas,dan



Bacteroides,



dan



Peptostreptococcus sp.). Faktor resiko terjadinya BV adalah pasangan seksual baru atau sering berganti pasangan seksual, menjalin hubungan seksual pada usia muda, pemakaian intrauterine Devices, Douching dan wanita yang merokok.11 DIAGNOSIS Sebanyak 75% kasus BV adalah asimptomatik dan kebanyakan penderita datang adalah dengan keluhan keputihan yang berbau dan kelainan warna serta tekstur keputihannya. Penyakit ini harus dicurigai pada wanita yang datang dengan keluhan keputihan berbau “fishy odour”. Diagnosa boleh ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinisnya, pemeriksaan spekulum, kriteria “Amsel”, pemeriksaan penunjang dan mikroskopi. Setiap pemeriksaan dijelaskan seperti di bawah12 33



1. Gejala klinis Penderita datang dengan keluhan keputihan yang keluar dari vagina berbau “fishy odour” dan berwarna putih keabu-abuan, encer dan terdapat juga keluhan rasa pruritus serta nyeri. 12 2. Pemeriksaan spekulum Pemeriksaan spekulum dilakukan pada wanita yang sudah menikah atau pernah melakukan hubungan seksual dan pada pemeriksaan disapatkan keputihan yang homogen, putih keabu-abuan atau kuning yang menempel pada dinding vagina. 12 3. Kriteria Amsel Kriteria Amsel dipakai dalam bagian genitourinaria untuk mendiagnosa BV. Kriteria ini diilhamkan oleh Gardner dan Dukes pada tahun 1955 dalam penemuan mereka tentang “clue cells”. Mereka mendiskripsikan bahawa sel-sel epitelial yang di kelilingi oleh bakteri-bakteri kecil sehingga memberikan gambaran batas yang tidak tegas. Perkataan “clue cells” dipakai karena memberi kata kunci untuk mendiagnosa penyakit BV. Pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat sel-sel ini



adalah “wet amount examination”, satu tetes



cairan saline di campurkan dengan keputihan tadi dan kemudian di periksa di bawah mikroskop dengan kuasa tinggi (x800) serta menggunakan “immersion oil”. Kriteria amsel boleh berubah jika 12  sekresi vagina diambil dari penderita yang baru melakukan 







coitus dan Douching. Candida dan trichomonas memberikan gambaran yang sama secara klinisnya. Reaksi KOH 10% positif dan pH vagina meningkat serta menjadi asam pada keputihan yang bercampur dengan



 



semen. pH vaginal boleh menjadai asam semasa menstruasi. Interpretasi salah dari mikroskopi boleh terjadi karena debris dan degerasi sel yang di salah anggap sebagai “clue cells”dan lactobacilli yang sedikit jumlahnya pada vagina.



4. Pemeriksaan penunjang 34











Whiff test Pemeriksaan bau, bau yang hamis seperti bau ikan memberikan hasil positif. 12 Pemeriksaan Gram-staining Pemerisaan ini adalah mudah untuk menkorfirmasi BV. Pada vagina yang normal jumlah lactobacilli banyak dan bentuknya adalah rod, Gram-positif dan ujungnya yang tumpul. Gardnerella bersifat Gram-negatif, dan berbentuk kokus. Pada BV didapatkan banyak bakteri Gram-negatif dan rod-rod







kecil. 12 Pemeriksaan kultur Jarang dilakukan pemeriksaan ini karena kurang sensitivitas







dan spesifitas. 12 BV Blue dan FemExam Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan lanjutan jika diagnosanya masih dicurigai, tes ini mendeteksi perubahan biokimia cairan vagina. Ada juga yang menggunakan kertas pH untuk menilai keasaman cairan vagina karena tes penunjang BV blue dan



FemExam agak mahal biayanya.12 5. Mikroskopi Pada pemeriksaan mikroskopi, “clue cell” adalah gambaran yang akan didapatkan.12



Gambar 3: Gambaran clue cells pada pemeriksaan mikroskopi.11 DIAGNOSIS BANDING Penyakit BV di diagnosa banding dengan Vulvovaginal candidiasis, Cervicitis dan Trichomonal vaginitis. Pada serviksitis, selalu adanya perdarahan akibat kontak dan keputihan yang purulen. Candida memberikan 35



gambaran keputihan yang lebih putih dan seperti keju serta ada gejala gatal. Pada trichomonas, keputihannya lebih purulen lagi, ada nyeri dan eritema pada permukaan vagina serta serviks.12



Gambar 4: Diagnosa banding untuk Bacterial Vaginosis. PENATALAKSANAAN Pentalaksanaan pada wanita yang tidak hamil: 1. Metronidazole, 500 mg dua kali sehari selama 7 hari atau 2. Gel Metronidazole 0,75 %, 5 g di pakai intravagina satu kali 3.



sehari selama 5 hari atau Krem Clindamycin 5 %, 5 g di pakai intravagina selama 7 hari.11



Pentalaksanaan pada wanita yang sedang hamil: 1. 2.



3. 4.



Metronidazole, 250 mg tiga kali sehari selam 7 hari atau Clindamycin, 300mg dua kali sehari selama 7 hari atau pengobatan alternatif: Metronidazole, 2 g dosis tunggal atau Ovulasi Clindamycin, 100g intravagina selam 3 hari.11



KOMPLIKASI  Kelahiran bayi prematur dan kurang berat badan. 11,12  Transmisi HIV. 11,12  Neoplasia serviks intraepitelial. 11,12  Demam pascapartus. 11,12  Abortus. 11,12  Infeksi bakteri anaerob menyebabkan endometritis dan salpingitis.11,12 PROGNOSIS



36



Prognosa pada penderita dengan BV secara keseluruhannya adalah baik dengan pengobatan yang cepat dan tepat. Sesetengah infeksi sekunder bisa membaik sendiri tanpa memerlukan terapi. BV juga adalah penyakit yang boleh membaik sendiri.11



4. ULKUS GENITAL Ulkus Mole (Chancroid) Definisi Ulkus mole atau sering disebut chancroid, ialah penyakit infeksi genitalia akut, setempat, dapat inokulasi sendiri (auto-inoculable), disebabkan oleh Haemophilus ducreyi, dengan gejala klinis yang khas beruba ulkus pada nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.8 Epidemiologi Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar di daerah tropik dan subtropik, terutama di kota dan pelabuhan. Selain penularan melalui hubungan seeksual, secara kebetulan juga dapat megenai jari dokter atau perawat. Frekuensi penyaki ini berkuurang di negara maju akibat perbaikan tingkat ekonomi.8



Etiologi Penyebab ulkus mole adalah Haemophilus ducreyi, yang ditemukan oleh Ducrey pada tahun 1889, merupakan bakteri negatif Gram, anaerob fakultatif, perlu faktor hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya, berbentuk batang kecil atau pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.8 Pada bahan apusan dari ulkus dengan pengecatan Gram, menunjukkan susunan sejajar, sehingga memberi gambaran seperti rel kereta api atau sekawanan ikan. Sifat lainnya yang khas adalah dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit,



37



memberikan hasil positif pada tes oksidase, negatif katalase, dan menghasilkan fosfatase alkali.8 Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang diamil dengan cara spirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiak.8 Patofisiologi Belum diselidiki secara mendalam. Adanya trauma penting untuk organisme melakukan penetrasi epidermis. Jumlah inokulum untuk menimbulkan infeksi tidak diketahui.8 H ducreyi dapat masuk ke dalam kulit melalui mikroabrasi yang terjadi ketika coitus. Reaksi jarainggan lokal mengakibatkan terjadinyay papul eritematosa yang kemudian dapat menjadi pustul. Lesi tersebut makin lama menjadi nekrosis sentral sampai menjadi ulserasi. Pemeriksaan histologi dari lesi didapatkan ulserasi nekrotik yang dalam dikelilingi oleh infiltrasi eutrofil, makrofag, sel Langerhans, CD4, dan CD8. Pada lesi didapatkan H ducreyi hidup, namun hanya sedikit organisme yang ditemukan dalam fagosit. Penemuan ini menunjukkan bahwa H ducreyi



merupakan organisme ekstraseluler yang memiliki kemampuan untuk



menahan fagositosis dan celluar uptake



yang mekanismenya balum diketahui



seecara pasti .8



Gejala Klinis Masa inkubasi pada pria berkisar antara 7-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Sedangkan pada wanita sukar ditentutkan, oleh karena sering ditemukan kasus asimtomatik. Lesi kebanyakan multipel, jarang soliter, biasanya pada daerah genital, jarang pada daerah ekstragenital. Tidak ada gejala prodromal sebelum timbulnya ulkus.8



38



Keluhan pada pria biasanya berhubungn dengan adeopati ingunail dan ulkus. Lesi awal berupa papul kcil dengan eritema ringan disekitarnya kemudian bagian tengah papul akan berpustulasi, dan cepat mejadi erosi. Lesi akan menjadi ulkus dalam waktu 48 jam setelah timbulnya lesi awal, dan segera diliputi oleh eksudat nekrotik kuning keabu-abuan.8



(a)



(b)



Gambar. a. Ulkus yang nyeri yang dikelilingi dengan eritema dan edema. b. Ulkus multipel, nyeri, punch out dengan batas tidak jelas di vulva setelah autoinokulasi. Ulkus yang terjadi kecil, multipel, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung, dan dikelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah,dan pada perabaan terasa nyeri.8 Pada wanita, ulkus mole memberikan gambaran bervariasi. Keluhan pada wanita seringkali tidak berhubungan dengan ulkus, misalnya disuria, nyeri waktu defekasi, dispareunia, atau duh vagina. Ulkus tidak senyeri pada pria. Pada wanita, ulkus dapat lebih banyak dan dalam.8 Tempat predileksi : -



Pada laki-laki : permukaan mukos preputium, sulkus koronarius, frenulum penis, meatus uretr eksternum, dan batang penis 39



-



Wanita



: labia minor, klitoris, fourchette,vestibuli, anus, dan



serviks. -



Ekstragenital : lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilikus, dan konjungtiva.



Pada tempat predileksi tersebut, selain lembab dan basah, daerah ini paling mudah luka pada waktu melakukan aktivitas seksual, dan kerusakan kecil pada epitelnya akan memudahkan bakteri tersebut masuk.10 Beberapa variasi klinis ulkus mole telah dilaporkan, diantaranya :8 a. Giant chanchroid Beberapa ulkus dapat bergabung membentuk lesi tunggal yang dapat meluas ke tepinya dengan cepat. Sering mengikuti abses ingunal yang pecah, dan dapat meluas ke daerah suprapubis bahkan daerah paha dengan cara autoinokulis.



b. Ulkus mole serpiginosum Lesi-lesi yang berkonfluens, membesar akibat akibat perluasan dan inokulasi sendiri, dan bersifat destruktif. Ulkus jarang menyembuh, dapat menetap berbulan-bulan c. Transient chancroid Ulkus kecil yang sembuh spontan dalam waktu beberapa hari. Dapat diikuti oleh limfadenitis regional akut 2-3 minggu kemudian. d. Ulkus mole folikularis (follicular chancroid) 40



Timbul pada folikel rambut, terdiri atas ulkus kecil multipel. Lesi ini isa terjadi di vulva atau pada daerah genitalia yang berambut. Lesi ini sangat superfisial. e. Ulkus mole papular (ulcus molle elevatum) Terdiri atas papul yang berulserasi dan granulomatosa (ulkus yang kemudian mendimul terutama pada tepinya), dan dapat menyerupai kondiloma lata pada sifilis stadium II. f. Ulkus mole gangrenosum (phagedenic chancroid) Satu



varian



yang



fusopirokhetosis,



disebabkan



sehingga



oleh



super-infeksi



menimbulkan



ulkus



dengan



bakteri



fagedenik.



Dapat



menyebabkan destruksi jaringan yang cepat dan dalam. Diagnosis Diagnosis ulkus mole ditegakkan berdasarkan riwayat pasien, keluhan dan gejala klinis, serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya.8 Diagnosis Banding 1. Herpes genitalis Pada herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan jika memecah menjadi erosi, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus mole. Tanda-tanda radang akut lebih mencolok ada ulkus mole.8 Pada sedaan hapus ulkus mole, bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel raksasa berinti banyak. 2. Sifilis stadium 1



41



Pada sifilis stadium 1 (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat indurasii, dan tanda radang akut tidak terdapat. Jika terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional tidak disertai tanda-tanda radang akut kecuali tumor. 8 Pemeriksaan Penunjang 1.



Pemeriksaan sediaan hapus Diambil bahan pemeriksaan dari tepi ulkus yang tergaung, dibuat hapusan pada gelas alas, kemudian dibuat pewarnaan Gram, Wright atau Giemsa. Hanya pada 30-50% kasus ditemukan basil berkelompok atau berderet seperti rantai. 8



2.



Biakan kuman Bahan diambil dari pus bulbo atau lesi kemudian ditanam pada perbenihan agar khusus (Mueller Hinton) yang ditambahkan darah kelinci yang sudah didefibrinasi. Inkubasi memerlukan waktu 48 jam. Medium yang



mengandung



gonococcal



medium



base,



ditambah



dengan



hemoglobin 1%, Iso-Witalex 1%, dan vankomisin 3 mcg/ml akan mengurangi kontaminasi yang timbul. Koloni yang khas tampak kecil, nonmukoid, kuning abu-abu, dan tetap utuh bila diangkat ke permukaan agar. 8 3.



Teknik imunofluoresens untuk menemukan antibodi. 8



4.



Tes kulit ito-Reenstierna dan Autoinokulasi Tes kulit ito-Reenstiernaa merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen H.ducreyi. Pada tes ini disuntikkan 0,1 ml intradermal vaksin yang terdiri atas 225 juta kuman mati/ml di lengan bawah bagian fleksor, dan sebagai kontrol di lengan lain. Kemudian



42



dibaca 48 jam kemudian, tes ini menjadi positif 6-11 hari setelah timbul ulkus mole. Tes ini sudah tiak dipakai lagi karena tidak spesifik. 9,10 Tes autoinokulasi ini bahan diambil dari lesi yang tersangka, kemudian diinokulasikan pada kulit sehat daerah lengan bawah atau paha penderita yang digores lebih dahulu. 8 Penatalaksanaan 1. Sistemik Obat pilihan tergantung atas beberapa faktor, misalnya tersedianya fasilitas kultur H.ducreyi, hasil tes resistensi antimikrobial terhadap isolat H.ducreyi setempat, ketersediaan obat, dan harga obat. Rejimen yang optimal untuk pengobatan ulkus mole harus dapat menyebuhkan ulkus genital dan bubo disertai dengan eradikasi cepat H.ducreyi. 8 Berdasarkan CDC, terapi yang dianjurkan adalah :9 1. Azitromisin 1 gram peroral dosis tunggal 2. Ceftriaxone 250 mg intramuskular, dosis tunggal 3. Ciprofloxacin 500 mg peroral, 2x1 selama 3 hari. Obat ini dikotraindikasi untuk ibu hamil dan ibu menyusui. 4. Eritromisin 500 mg peroral 3x1 selama 7 hari. 2. Lokal Lesi dini yang kecil dapat sembuh setelah diberi NaCl fisiologik untuk membantu



menghilangkan



debris



nekrotik



dan



mempercepat



penyembuhan ulkus. Antiseptik lokal merupakan kontraidikasi, karena dapat mengganggu pemeriksaan untuk diagnosis dini sifilis dengan mikroskop lapangan gelap.8



43



Penderita ulkus mole harus di follow up 3-7 setelah terapi inisiasi. Apabila terapi berhasil, ulkus biasanya akan menghilang dalam waktu 3 hari dan ulkus akan membaik dalam waktu 7 hari. Bila tidak ada perbaikan, klinisi harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan, apakah diagnosis sudah tepat, terjadi konfeksi dengan IMS lain, penderita terinfeksi HIV, obat tidak diminum sesuai petunjuk, atau telah terjadi resistensi H ducreyi terhadap antimikroba. Lamanya pengobatan tergantung besarnya ulkus, semakin besar semakin lama dapat sampai lebih dari 2 minggu.8 Komplikasi -



Adenitis inguinal Komplikasi ini paling sering, didapatkan pada separuh kasus. Timbul beberapa hari sampai 3 minggu setelah lesi primer, biasanya unilateral. Bila tidak diobati, abses akan memecah ke kulit, sehingga membentuk sinus tunggal yang kemudian menjadi ulkus chancroid8



-



Fimosis atau parafimosis Dapat terjadi akibat sikatrisasi pada lesi yang mengenai preputium, perlu sirkumsisi untuk penanganannya.8



-



Fistula uretra Sebagai akibat ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif. Bila mengenai uretra akan menimbulkan nyeri hebat pada waktu miksi. Dapat diikuti oleh striktura uretra.8



-



Fistel rektovagina Komplikasi yang dapat terjadi pada wanita. 44



-



Infeksi campuran Dengan organisme Vincent, sehinga ukus semakin parah dan destruuktif. Keadaan ini dapat meyebabkan ulkus mole yang sukar diobati.98 Infeksi campuran dengan Treponema pallidum, disebut ulkus mikstum, pada mulanya menunjukkan gambaran ulkus mole tetapi semakin berkurang nyerinya dan lebih berindurasi.8



Prognosis Terapi antibiotik yang efektik baik untuk kesembuhan chancroid, resolusi dari gejala klinis, dan pemutusan rantai penularan. Prognosis penyakit ini sangat baik, namun karena pada pasien dapat terjadi reinfeksi, sebaiknya pasangan seksual penderita juga diobati, meskipun tidak ada gejala.8 4.SIFILIS Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah. Epidemiologi Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama. 10 Definisi/etiologi Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan 45



penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan. 10 Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. 10 Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan. 10



Patogenesis Stadium dini T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S1. 10 Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahanlahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian 46



terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang. 10 Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. 10 Stadium lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyongkonyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain. 1 Gambaran klinis Sifilis primer (SI) Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus. 10 Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. 10 47



Lesi sifilis primer Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan. 10 Sifilis sekunder (SII) Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia. 10 Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis, papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. 10 Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the .great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. 10



48



Sifilis sekunder di daerah sekitar mulut dan genital Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut alopesia areolaris. 10 Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut. 10 Sifilis laten Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis



lanjut,



berbentuk



gumma,



kelainan



susunan



syaraf



pusat



dan



kardiovaskuler. 10 Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA. 10



Sifilis lanjut Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut:3 1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan pada wanita hamil. 2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan Tpallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan.



49



3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang. 4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif 5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah, sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.  Sifilis laten lanjut Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis. 10  Sifilis tersier (S III) Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif. 10 Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik. 10



50



Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggiryang polisiklik. Jikatelah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam. 10 Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata). Warnanya merah kecoklatan. 10



Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar. 10 S III pada mukosa Guma jugs ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia. 10 S III pada tulang



51



Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X. 10 S III pada alat dalam Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.2 Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadangkadang memecah ke bagian anterior skrotum. 10  Sifilis kardiovaskuler Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita. 10  Neurosifilis Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan. 10 1. Neurosifilis asimtomatik Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis. Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis. 10 52



2. Sifilis meningovaskular Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, dan fibroblas. 10 Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu jugs dapat terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel. 10 Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan sarafsaraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak. 10 3. Sifilis parenkim Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika. 10 Tabes dorsalis Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torakolumbalis. Selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis. 10 53



Demensia paralitika Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika. Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2 Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsurangsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif atau maniakal. 10 Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal. 10 4. Guma Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak. Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak. 10 Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia. 10 Sifilis kongenital Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk



54



secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass kehamilan 10 minggu. 10 Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.10 Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz. 10 Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap. Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologi reaksi bayi terhadap infeksi. 10 Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut berbentuk gums dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua stadium tersebut. 10  Sifilis kongenital dini Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika. 10 Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu 55



dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papuloskuamosa yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus; bentuknya memancar (radiating).2 Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku yang bare akan kabur dan ben tuknya berubah. 10 Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11. Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosis yang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadangkadang terdapat infiltrasi yang disebut "pneumonia putih".10 Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu. Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi sebelum berumur enam bulan dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolaholah terjadi paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. 56



Tanda osteokondritis menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi. 10



Gambar 3. Sifilis kongenital pada telapak kaki bayi



57



Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T. pallidum pada otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk neurosifilis meningovaskular yang lebih umum pada bayi muds menyebabkan konvulsi dan defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat korioditis atau akibat meningitis karena guma. Destruksi serabut traktus piramidalis akan menyebabkan hemiplegia/ diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta. 10



 Sifilis kongenital lanjut Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum. 10 Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal. 10 Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang biasanya bilateral. 10 Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasanya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan kerusakan.2 Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes dorsalis. Neurosifilis meningovaskular jarang, dapat menyebabkan palsi nervus kranial, hemianopia, hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilia 58



biasanya terjadi antara umur sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia umumnya terjadi kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muds. Aortitis sangat jarang terjadi. 10 Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan



diagnosis



sifilis,



diagnosis



klinis



harus



dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa : 10 1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat digunakan. 10 b. Mikroskop fluoresensi Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap. 10 2. Penentuan antibodi di dalam serum. Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah : 10 Diagnosis banding Diagnosis banding SI Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional



59



dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah. 10 Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit. 1. Herpes simpleks Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri, lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2 2. Ulkus piogenik Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi. 10 3. Skabies Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna, terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita penyakit yang sama. 10 4. Balanitis Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi. 10 5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.) Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia. 10 6. Karsinoma sel skuamosa Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu biopsi. 10 7. Penyakit Behcet Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi pada mulct dan lesi pada mata. 10 8. Ulkus mole Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika 60



terjadi limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak. 10 Diagnosis banding S II Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I) yang tidak nyeri. 10 Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II lambat terdapat kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut. 10 Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan. 10 1. Erupsi obat alergik Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal. 10 2. Morbili Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar. 10 3. Pitiriasis roses Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II. 10 4. Psoriasis



61



Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat 5.



tanda tetesan lilin dan Auspitz. 10 Dermatitis seboroika Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis



6.



generalisata. 10 Kondiloma akuminatum Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcingruncing, sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta



5.



eksudatif. 10 Alopesia areata Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II. Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa, sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit ngengat. 10 Diagnosis banding S III Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik. 10 Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel; pada pusnya tampak butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan akan tumbuh Actinomyces. 10 62



Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik. 10 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik. 10 Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah. 10 Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan antibodi. 10 Penatalaksanaan Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut. 10 Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain. 10 PENISILIN Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2 Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak. 10 Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin: 10 a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat.



63



b.



a.



Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama. Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak



dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan. Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya setiap minggu. 10 Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan. 10



Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari. 10



Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari. 10 Reaksi Jarish-Herxheimer Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi JarishHerxheimer.6 Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis 64



dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam pada suntikan penisilin yang pertama. 10 Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I. 10 Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat. 10 Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian. 10 ANTIBIOTIK LAIN Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin. 10 Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.10 Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari. 10 Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg



65



sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya mencapai 84,4%.2 tunggal. Lama pengobatan 10 hari.



Menurut



laporan



Verdun



dkk.,



penyembuhannya mencapai 84,4%.10



BAB III KESIMPULAN Penyakit menular seksual masih merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Penyakit menular seksual tidak selalu penyakit yang menular melaui genato-genital saja tetapi oro-genital atau ano-genital juga masuk didalamnya. Maka dari itu perlu analisa lebih dalam secara anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang pasti untuk mengetahui etiologi dari setiap masing masing gejala dan penyakit.



66



DAFTAR PUSTAKA 1. Daili SF, Nilasari H. Tinjauan infeksi menular seksual, Infeksi Genital NonSpesifik, Gonore, Trikomoniasis. in: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI; 2015. p. 436-77 2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2011. p. 3-108 3. Centers   for   Disease   Control   and   Prevention.   Sexually   Transmitted   Diseases Treatment Guidelines, 2015. MMWR Recomm Rep 2015;64(No. RR­3): 1­137. 4. Indriatmi, Wresti. Duh Tubuh Genital. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. FKUI – RSCM. p. 2-77 5. Kamus Saku Kedokteran Dorlan. Ed.25.EGC. Jakarta. p. 933 6. Wolff K, Johnson RA, Johnson RA, eds. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. P. 1993-996 7. Larry I, Lutwick. 2009. Gonococcal Infection. diakses 31 agustus 2016 dari http://emedicine.medscape.com/article/218059-treatment 8. Judanarsono J. Ulkus Mole. in: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI; 2015. p. 418-22 9. CDC. Diseases Charcterized by Genital, Anal, or Perianal Ulcers. Sexually Transmitted Disease Treatment Guidelines. 2011. 10. Natahusada EC, Djuanda A. Sifilis. in: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2015. P. 39313 11. Kasper M, Braunwald E, Fauci AS, Hansen SL. Harrison's Principle of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill ; 2008. p. 766-67 12. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE, Gonorrhea and other Venereal diseaes. In: Wolff KG, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffeld DJ, eds. Fitzpatrick’s Deramatology In General Medicine. 6th ed. New York: McGraw Hill; 2009. p. 1886-98



67



13. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman nasional Penanganan IMS 2011. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Lingkungan; 2011. p.



68