Anggita Novariyanti 314221012 HUBUNGAN ANEMIA, PARITAS, DAN USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSIA KARTINI PADALARANG [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN ANEMIA, PARITAS, DAN USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSIA KARTINI PADALARANG



SKRIPSI



Oleh: Anggita Novariyanti 314221012



PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S.1) FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2022



HUBUNGAN ANEMIA, PARITAS, DAN USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSIA KARTINI PADALARANG



SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Kebidanan



Oleh: Anggita Novariyanti 314221012



PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S.1) FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2022



PENGESAHAN Skrispsi ini telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Kebidanan (S1) Lintas Jalur Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan Jenderal Achmad Yani Pada Tanggal 22 Agustus 2022 Nama Mahasiwa NPM Judul Hamil



: Anggita Novariyanti : 314221012 : Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rsia Kartini Padalarang



Mengesahkan Programstudi Kebidanan (S1) Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan Jenderal Achmad Yani Pembimbing I



Pembimbing II



Dini Marlina, SKM., SST., M.Kes. NID.0427127902



Lina Haryani, SST., M.Keb. NID.412126283



Penguji I



Penguji II



Yeni Rosyeni, SST., M.Keb. NID.412123379



Fitri Nurhayati, SST., M.Keb. NID.412127286



Mengetahui, Program Studi Kebidanan (S1) Ketua,



Sri Yuniarti, S.Psi., SST., M.Kes. NID.412119062



iii



LEMBAR PENGESAHAN HUBUNGAN ANEMIA, PARITAS, DAN USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSIA KARTINI PADALARANG Oleh ANGGITA NOVARIYANTI 314221012



Setelah membaca tugas akhir dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai tugas akhir. Cimahi, 22 Agustus 2022 Pembimbing I



Pembimbing II



Dini Marlina, SKM., SST., M.Kes. NID.0427127902



Lina Haryani, SST., M.Keb. NID.412126283



Penguji I



Penguji II



Yeni Rosyeni, SST., M.Keb. NID.412123379



Fitri Nurhayati, SST., M.Keb. NID.412127286



Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan



Gunawan Irianto, dr., M.Kes (MARS) NID. 412118960



iv



PERNYATAAN



Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSIA Kartini Padalarang“, sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.



Cimahi, 22 Agustus 2022 Yang membuat pernyataan



Anggita Novariyanti



v



PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Nama Mahasiwa NPM Program Studi Judul



: Anggita Novariyanti : 314221012 : Kebidanan S1 : Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSIA Kartini Padalarang



Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Jenderal Achmad Yani Hak Bebas Royaliti Nonsekslusif (Nonexlusive Royaliti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul. Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSIA Kartini Padalarang Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti Nonsekslusif ini Universitas Jenderal Achmad Yani berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Cimahi, 22 Agustus 2022



Mengetahui, Pembimbing Utama



Mahasiswa,



Dini Marlina, SKM., SST., M.Kes. NID.0427127902



Anggita Novariyanti NPM: 314221012



iv



PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1) FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2022 ANGGITA NOVARIYANTI HUBUNGAN ANEMIA, PARITAS, DAN USIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSIA KARTINI PADALARANG TAHUN 2022 ABSTRAK Latar Belakang: KPD merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada proses persalinan. Adanya angka kematian ibu disebabkan oleh anemia dalam kehamilan 40%, eklampsia 34%, karena penyakit 26%, dan infeksi 12%. Salah satu penyebab infeksi adalah KPD yang tidak segera mendapatkan penanganan. Depkes RI melaporkan presentase kejadian KPD di Indonesia sebesar 4,4-7,6. Berdasarkan survei pendahuluan penelitian terdapat ibu hamil yang mengalami KPD sebanyak 3,1% diantara semua komplikasi penyebab langsung dari komplikasi ibu bersalin di RSIA Kartini Padalarang. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan anemia, paritas, dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Kartini Padalarang. Metode Penelitian: Survei analitik Cross Sectional dengan pengumpulan data sekunder, teknik pengambilan sampel Random Sampling dengan jumlah 64 sampel. Hasil: Berdasarkan hasil perhitungan analisis chi square, anemia memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian KPD p-value = 0,03. Paritas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian KPD p-value = 0,15. Usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian KPD p-value = 0,29. Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian KPD, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dan usia dengan kejadian KPD. Saran: Bidan dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi terhadap ibu hamil sehingga dapat meningkatkan kesehatan selama menjalani kehamilan. Kata Kunci: Hubungan, Anemia, Paritas, Usia, Ketuban Pecah Dini Kepustakaan: 26, 2016-2022.



v



MIDWIFERY STUDY PROGRAM (S-1) FACULTY OF HEALTH SCIENCES AND TECHNOLOGY UNIVERSITY OF GENERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2022 ANGGITA NOVARIYANTI THE RELATIONSHIP OF ANEMIA, PARITY, AND AGE OF PREGNANT MOTHERS WITH PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES IN RSIA KARTINI IN 2022 ABSTRACT Background: PROM is one of the complications that occur during childbirth. Maternal mortality due to anemia in pregnancy is 40%, eclampsia is 34%, the disease is 26%, and infection is 12%. One of the causes of infection is PROM which does not get treatment immediately. The Indonesian Ministry of Health reports that the percentage of PROM in Indonesia is 4.4-7.6. Based on the preliminary survey of the study, there were 3.1% of pregnant women who experienced PROM among all complications were the direct cause of maternal complications at RSIA Kartini Padalarang. Objective: To determine the relationship between anemia, parity, and age of pregnant women with the incidence of premature rupture of membranes at RSIA Kartini Padalarang. Research Methods: Cross-sectional analytic survey with secondary data collection, random sampling technique with a sample size of 64. Results: Based on the calculation results of chi-square analysis, anemia has a significant relationship with the incidence of PROM p-value = 0.03. Parity has no significant relationship with the incidence of PROM p-value = 0.15. Age did not have a significant relationship with the incidence of PROM p-value = 0.29. Conclusion: There is a significant relationship between anemia and the incidence of PROM, there is no significant relationship between parity and age with the incidence of PROM. Suggestion: Midwife can provide knowledge and information to pregnant women so that they can improve health during pregnancy. Keywords: Relationship, anemia, parity, age, premature rupture of membranes Bibliography: 26, 2016-2022.



vi



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rsia Kartini Padalarang” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjunan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D., selaku Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi 2. Gunawan Irianto, dr., M.Kes., M.A.R.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan Unjani 3. Sri Yuniarti, SST., S,Psi. MKM. selaku Ketua Program Studi Kebidanan (S-1) yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian. 4. Dini Marlina, SKM., SST., M.Kes. selaku Pembimbing I dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam proses penyusunan Skripsi ini sampai selesai. 5. Lina Haryani, SST., M.Keb selaku Pembimbing II yang selalu sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sampai penyusunan Skripsi ini selesai dengan lancar. 6. Yeni Rosyeni., SST., M.Keb selaku Penguji I yang telah memberikan arahan dan masukan dalam Skripsi ini. 7. Fitri Nurhayati, SST., M.Keb, selaku Penguji II yang telah memberikan arahan dan masukan dalam Skripsi ini.



vii



8. Lilis Rohayani., S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing tutor yang telah meluangkan waktu dan sabar selama proses pengolahan dan analisis data sampai penyusunan Skripsi ini selesai. 9. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Kebidanan (S-1) Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi yang telah memberikan dukungan selama penulisan Skripsi ini. 10. HRD RSIA Kartini, yang telah memberikan izin dan memfasilitasi dalam melakukan penelitian. 11. Kepala Ruangan IGD, VK, RANAP 1 dan 3 yang telah membantu dalam pencarian data. 12. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Sugeng Raharjo dan Ibu Atik, S.Pd, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, yang selalu menjadi penyemangat dan acuan bahwa saya harus menyelesaikan studi ini tepat waktu. 13. Teman terdekat saya Ery Dwimulya Rachman yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi dan studi ini tepat waktu. Dalam hal ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan berikutnya. Atas bantuan dari seluruh pihak saya ucapkan terima kasih. Cimahi, 04 Agustus 2022



Anggita Novariyanti



viii



DAFTAR ISI Halaman PENGESAHAN......................................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii PERNYATAAN.....................................................................................................ii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...............iv ABSTRAK.............................................................................................................iv KATA PENGANTAR...........................................................................................vi DAFTAR ISI...........................................................................................................x DAFTAR TABEL................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii BAB I.......................................................................................................................2 PENDAHULUAN...................................................................................................2 A. Latar Belakang...........................................................................................2 B. Rumusan masalah......................................................................................4 C. Tujuan.........................................................................................................5 D. Manfaat.......................................................................................................5 BAB II.....................................................................................................................8 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................8 A. Ketuban Pecah Dini...................................................................................8 1.



Definisi Ketuban Pecah Dini.................................................................8



2.



Klasifikasi.............................................................................................8



3.



Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban...............................................8



4.



Etiologi................................................................................................10



5.



Patofisiologi........................................................................................15



6.



Gejala Klinis........................................................................................16



7.



Pengaruh Ketuban Pecah Dini............................................................17



8.



Diagnosis.............................................................................................18



9.



Komplikasi..........................................................................................19



10. Penatalaksanaan..................................................................................19 11. Pencegahan..........................................................................................21 B. Anemia Dalam Kehamilan......................................................................22 1.



Definisi Anemia..................................................................................22



2.



Faktor Risiko Anemia pada Kehamilan..............................................23



3.



Jenis Anemia Pada Kehamilan............................................................24



4.



Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan29 ix



5.



Hubungan Anemia dengan Kejadian KPD.........................................31



C. Paritas........................................................................................................34 1.



Definisi Paritas....................................................................................34



2.



Klasifikasi...........................................................................................37



3.



Hubungan Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini..................39



D. Usia Ibu.....................................................................................................42 1.



Faktor Risiko dalam Kehamilan..........................................................42



2.



Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini...............45



METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................50 A. Metode Penelitian.....................................................................................50 1. Paradigma Penelitian.............................................................................50 2. Rancangan Penelitian............................................................................50 3. Hipotesis Penelitian...............................................................................50 4. Variabel Penelitian................................................................................51 5. Definisi Operasional..............................................................................52 B. Pengumpulan Data...................................................................................53 C. Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................53 D. Prosedur Penelitian..................................................................................56 E. Pengolahan dan Analisis Data.................................................................57 F. Etika Penelitian........................................................................................60 G. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................62 BAB IV..................................................................................................................62 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................................62 A. Hasil Penelitian.........................................................................................62 B. Pembahasan..............................................................................................67 BAB V....................................................................................................................80 SIMPULAN DAN SARAN..................................................................................80 A. Simpulan...................................................................................................80 B. Saran..........................................................................................................80 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................82



x



DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Nilai Normal Hb....................................................................................22 Tabel 2.2 Pemberian Suplementasi Besi...............................................................31 Tabel 3.1 Definisi Operasional..............................................................................52 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia di RSIA Kartini Padalarang....63 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas di RSIA Kartini Padalarang.....................64 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Usia di RSIA Kartini Padalarang.........................64 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang 65 Tabel 4.5 Hubungan Anemia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang................................................................................65 Tabel 4.6 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang.............................................................................................66 Tabel 4.7 Hubungan Usia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang.............................................................................................66



xi



DAFTAR GAMBAR



Halaman



Gambar 2.2 Kerangka Teori..................................................................................48 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................50



xii



DAFTAR LAMPIRAN



Halaman



Lampiran 1 Surat Permohonan Pengambilan Data Awal......................................80 Lampiran 2 Surat Persetujuan Etik........................................................................81 Lampiran 3 Lembar Bimbingan............................................................................82 Lampiran 4 Lembar Keterangan Pengolahan Dan Analisis Dta...........................83 Lampiran 5 Lembar Cheklist.................................................................................84 Lampiran 6 Tabel Hubungan Anemia, Paritas, dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang................85 Lampiran 7 Hasil Uji Statistik Analisis Univariat dan Bivariat............................86 Lampiran 8 Riwayat Hidup...................................................................................91



xiii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data dari WHO (World Health Organization), Sekitar 810 wanita meninggal dunia karena komplikasi kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap harinya. Antara tahun 2000 dan 2017, rasio kematian ibu turun sekitar 38% diseluruh dunia. Pada tahun 2017 kematian ibu diperkirakan 295.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu dinegara berkembang pada tahun 2017 adalah 462/100.000 kelahiran hidup dibanding 11/100.000 kelahiran hidup dinegara maju, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) diperkirakan mencapai 11/1.000 kelahiran hidup. Data WHO menyebutkan bahwa kematian ibu di negara berkembang disebabkan oleh anemia dalam kehamilan 40%, eklampsia 34%, karena penyakit 26%, dan infeksi 12% (WHO, 2019) Berdasarkan Supas tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305/100.000 kelahiran hidup. Sementara pada tahun 2019 kematian ibu di Indonesia sebanyak 4221 orang dari 4.778.621 kelahiran hidup atau angka kematian ibu 88,33/100.000 kelahiran hidup. Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu yaitu perdarahan yang merupakan penyebab kematian ibu terbanyak yaitu 1280 kasus (30,32%), hipertensi dalam kehamilan 1066 kasus (25,2%) dan 207



1



1



kasus (4,9%) disebabkan oleh karena infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah kejadian ketuban pecah dini yang tidak segera mendapatkan penanganan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan presentase kejadian KPD di Indonesia sebesar 4,4-7,6% dari seluruh kehamilan yang terbagi pada 3-18% kehamilan preterm dan 8-10% kehamilan aterm (Kemenkes RI, 2019) Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat Rasio Kematian Ibu Provinsi Jawa Barat tahun 2020 yaitu 85,77/100.000 KH di atas target yang ditetapkan sebesar 85/100.000 KH. hal ini dikarenakan adanya peningkatan kasus kematian ibu di Jawa Barat yaitu dari 684 kasus pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2020 yaitu 745 kasus. Penyebab kematian Ibu antara lain pendarahan sebanyak 27,65%, Hipertensi dalam kehamilan sebanyak 28,72%, gangguan darah sebanyak 9,80%, Gangguan Metabolik sebanyak 3,49% dan 26,58% disebabkan lain-lain. Sedangkan AKI di Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih 127/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2018, jumlah kematian ibu di KBB sebanyak 38 kasus dari 29.828 kelahiran hidup. (DinKes Jawa Barat, 2021) Penyebab pasti KPD belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa faktor penyebab tidak langsung dari kejadian KPD diantaranya adalah masa gestasi, usia ibu, paritas, kehamilan ganda, peningkatan tekanan intrauterin dan faktor keturunan dimana penyebab tersebut disebabkan oleh infeksi intra uterin pada usia gestasi awal, status sosial ekonomi yang rendah, perawatan prenatal yang tidak memadai dan nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan (Kharismawati & Pane, 2021)



2



Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya KPD. Pada ibu dengan anemia, kadar hemoglobin sebagai pembawa zat besi dalam darah berkurang, yang mengakibatkan rapuhnya beberapa daerah dari selaput ketuban, sehingga terjadi kebocoran pada daerah tersebut. Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat anemia pada masa kehamilan dapat meningkatkan angka kesakitan meliputi perdarahan, ketuban pecah dini, risiko terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR), dan merupakan salah satu penyebab utama kematian meternal yang bersumber pada anemia. (Aisyah & Lestari, 2021) Selain anemia, faktor paritas dan usia telah digunakan sebagai penanda risiko kehamilan. Untuk wanita yang pernah hamil sekali bisa mengalami ketuban pecah dini karena berkaitan dengan kondisi psikologis, sedangkan ibu dengan paritas tinggi memiliki resiko pendarahan antepartum, diabetes mellitus gestational, kehamilan terkait hipertensi, ketuban pecah dini, persalinan prematur dan perdarahan postpartum. Faktor lain penyebab tidak langsung dari kejadian ketuban pecah dini adalah usia. Usia mempunyai pengaruh pada perkembangan reproduksi wanita, seperti umur yang terlalu muda ≤20 tahun atau terlalu tua ≥35 tahun berisiko terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD). Ibu hamil dan bersalin pada usia muda kondisi organ reproduksi belum matang dan siap dilewati janin, sedangkan pada usia tua lebih dari 35 tahun, organ reproduksi sudah mengalami kemunduran. Sama halnya dengan paritas, dimana wanita paritas tinggi mempunyai risiko terkena KPD lebih



3



tinggi. Karena lapisan-lapisan otot rahim telah mengalami kelemahan. (Alghanni, 2021) Ketuban Pecah Dini merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada proses persalinan, untuk mengurangi terjadinya infeksi maternal ataupun neonatal maka ibu bersalin harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut di fasilitas yang memadai. Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini Padalarang menangani kasus Ketuban Pecah Dini yang merupakan Rumah Sakit Swasta tipe C juga menampung pelayanan rujukan dari fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Praktik Mandiri Bidan. Berdasarkan survei pendahuluan penelitian yang dilakukan dengan melihat data rekam medis periode Januari-Desember 2021 terdapat 1600 persalinan dengan ibu hamil yang mengalami KPD sebanyak 3,1% diantara semua komplikasi penyebab langsung dari komplikasi ibu bersalin. Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Anemia, Paritas, Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSIA Kartini Padalarang. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut. “Apakah ada hubungan anemia, paritas, dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Kartini Padalarang?”



4



C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan anemia, paritas, dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Kartini Padalarang. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi anemia, paritas dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Kartini Padalarang. b. Untuk mengetahui hubungan anemia, paritas dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Kartini Padalarang. D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan mengenai hubungan anemia, paritas, dan usia pada ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar informasi dan wawasan tentang hubungan anemia, paritas dan usia pada ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini yang dapat dijadikan evaluasi dan pengambilan kebijakan dalam rangka menurunkan angka ketuban pecah dini.



5



b. Bagi Peneliti Diharapkan dapat membuka wawasan dan pengetahuan serta memberikan



pengalaman



dalam



menerapkan



ilmu



yang



diterapkan selama pendidikan. c. Bagi Institusi Diharapkan hasil penelitian ini menjadi dukungan, referensi dan masukan tentang hubungan anemia, paritas dan usia pada ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini bagi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan dan Progam Studi Kebidanan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi. d. Bagi Lahan Diharapkan



hasil



penelitian



ini



menjadi



masukan



guna



meningkatkan pelayanan kepada ibu hamil terhadap anemia, paritas dan usia dengan kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketuban Pecah Dini 1. Definisi Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. (Tahir, 2021) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses



inpartu



menyatakan



sebagaimana



KPD



adalah



mestinya. pecahnya



Menurut ketuban



Nugroho (2012)



sebelum



waktunya



melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). (Tahir, 2021) Ketuban pecah dini (KPD) adalah masalah yang penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. (Tahir, 2021) Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput



7



7



ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dangerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta. (Tahir, 2021) 2. Klasifikasi Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu: a. Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane atau Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput ketuban pada saat usia kehamilan aterm. Normalnya, pecahnya ketuban terjadi saat menjelang persalinan, yaitu ketika kehamilan mencapai usia 37 – 40 minggu. b. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik sebelum usia kehamilan ≤ 37 atau disebut juga Preterm Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of Membrane (PPROM). 3. Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban Amniotic sac atau selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tapi kuat. Bagian dalam pada selaput ketuban berhubungan dengan cairan amnion yang merupakan



9



jaringan sel epitel kuboid dan berasal dari ektoderm embrionik. Epitel ini melekat erat ke sebuah membran basal yang berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III, dan V. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1); zat ini memiliki fungsi untuk melawan bakteri. Lapisan amnion ini berhubungan dengan chorion leave. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. (Tahir, 2021) Jumlah cairan masuk dan cairan keluar sekitar 200- 500 mL/ hari pindah dari rongga amnion melintasi selaput amnion saat usia kehamilan diserap oleh darah fetus pada bagian permukaan fetus dari plasenta. Daya dorong



bagi



kedua



perpindahan



cairan



intramembranosa



dan



transmembranosa terjadi karena cairan amnion normal mempunyai osmolaritas lebih rendah dari darah janin atau ibu setelah terbentuk kulit janin.



Studi



eksperimental



menggambarkan



bahwa



penyerapan



intramembranosa bervariasi pada rentang osmolalitas yang besar dari gradien osmotik amnion dan darah janin. Tetapi pada gradien osmotik normal, hanya 35% dari perpindahan intramembranosa tergantung dengan gradien osmosis, sehingga mekanisme non pasif lain berpengaruh pada penyerapan intramembranosa. Ini sesuai dengan observasi bahwa albumin



10



yang ditandai secara cepat berpindah dari cairan amnion ke darah janin pada sapi hamil, dan tidak ada perpindahan baik dari darah janin ke cairan amnion. (Tahir, 2021) 4. Etiologi Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor- faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut Rukiyah adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu. (Tahir, 2021) Adapun faktor risiko pada ketuban pecah dini adalah: a. Faktor umum Faktor umum yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini yaitu: 1) Usia Umur ibu yang 35 tahun tergolong umur yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan berisiko tinggi mengalami ketuban pecah. Umur ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko



11



kehamilan dan persalinan. Umur yang dianggap berisiko adalah umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Faktor yang mempunyai pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-35 tahun, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan melahirkan adalah 20-30 tahun. (Tahir, 2021) Sedangkan umur ibu pada saat melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun berisiko untuk melahirkan anak yang tidak sehat. Umur dibawah 20 tahun alat-alat reproduksinya belum begitu sempurna untuk menerima keadaan janin, sementara umur yang lebih dari 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi alat reproduksinya telah mengalami kemunduran. (Tahir, 2021) KPD sendiri secara patobiologi dari kehamilan dengan ketuban pecah dini masih belum banyak diketahui. Banyak faktor dan jalur yang dapat menyebabkan degradasi dari matriks selaput membran ekstrasellular antara lain: jumlah kolagen diselaput membran ekstrasellular, keseimbangan antara degradasi dan aktifitas perbaikan dari komponen matriks, enzim spesifik yang berfungsi sebagai pengendali dan pengatur aktifitas biofisik matriks



membran



ekstraseluler,



infeksi



terkait



dengan



keseimbangan enzim yang dihasilkan pada selaput membran



12



ekstrasellular, aktivitas adanya peningkatan apoptosis pada daerah robekan selaput amnion.(Tahir, 2021) 2) Infeksi lokal pada saluran kelamin 3) Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik. (Tahir, 2021) 4) Faktor sosial seperti: perokok, peminum dan keadaan sosial ekonomi rendah. b. Faktor keturunan 1) Faktor keturunan yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini yaitu kelainan genetik. 2) Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum karena asupan nutrisi makanan ibu yang kurang. c. Faktor obstetrik Faktor obsetrik yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini yaitu: 1) Overdistensi uterus seperti kehamilan kembar dan hidramnion



13



Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion 10 kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsurangsur. Pada Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tibatiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja. (Tahir, 2021) 2) Paritas 3) Serviks inkompeten Ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada serviks. (Tahir, 2021) Menurut Manuaba inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal



14



trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil 9 konsepsi. (Tahir, 2021) 4) Serviks konisasi atau menjadi pendek 5) Terdapat sefalopelvik disproporsi yaitu, kepala janin belum masuk pintu atas panggul dan kelainan Ietak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan. 6) Tekanan intrauterin berlebihan Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya: Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Tahir, 2021) 7) Makrosomia Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram sehingga menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah



15



sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi



teregang,tipis,



dan



kekuatan



membran



menjadi



berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Tahir, 2021) d. Faktor lainnya Kejadian ketuban pecah dini sekitar 5-8%. 5% diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam. Sekitar 95% diikuti oleh persalinan 72-95 jam, selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif. (Tahir, 2021) 5. Patofisiologi Menurut Manuaba, Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. (Tahir, 2021) Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP-1). Mendekati waktu persalinan,



16



keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini. (Tahir, 2021) Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trisemester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.



Ketuban



pecah



dini



prematur



sering



terjadi



pada



polihidramnion, inkompetens serviks dan solusio plasenta. Selain itu, faktor yang paling sering menyebabkan ketuban pecah dini adalah faktor ekstemal misalnya infeksi. (Tahir, 2021) Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ektraseluler amnion, kotion dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas "matriks degrading enzyme". (Tahir, 2021) 6. Gejala Klinis Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis, berbeda dengan urin yang berbau pesing



17



seperti bau amoniak, dengan ciri pucat. Cairan ini tidak akan habis atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Cairan ketuban berwama jemih, kadang-kadang bercampur lendir darah. Apabila telah terjadi infeksi, maka dapat terjadi demam, keluamya bercak vagina yang banyak, nyeri perut, dan denyut jantung janin bertambah cepat. Secara garis besar tanda dan gejala yang timbul pada ketuban pecah dini yaitu: a. Tanda maternal Tanda pada ibu yang timbul antara lain, demam, takikardi, kontraksi uterus, keluamya cairan ketuban melalui vagina, cairan amnion yang keruh dan berbau serta Leukositosis. b. Tanda Fetal: Tanda pada janin setelah dilahirkan antara lain, takikardi. c. Tanda Cairan amnion: Tanda pada cairan amnion antara lain, volume cairan ketuban berkurang. (Tahir, 2021) 7. Pengaruh Ketuban Pecah Dini a. Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (aminionitis,vaginitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan, jadi akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi, malpresentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal. (Tahir, 2021)



18



Menurut Mochtar, Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. (Tahir, 2021) Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan yang disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. (Tahir, 2021) b. Terhadap Ibu Pada ibu terjadi korioamnionitis. Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi intrapartum,apalagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi peurpuralis (nifas), peritonitis dan seftikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama maka suhu tubuh naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas. (Tahir, 2021)



19



8. Diagnosis Menurut Prawirohardjo, cara menentukan terjadinya KPD dengan: a. Memeriksa



adanya



cairan



yang



berisi



mekoneum,



verniks



kaseosa,rambut lanugo atau berbau bila telah terinfeksi. b. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah c. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine) d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD, pH adalah basa (air ketuban) e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban. (Tahir, 2021) 9. Komplikasi Menurut Mochtar, Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal. (Tahir, 2021) 10. Penatalaksanaan Asuhan kebidanan pada ibu dengan kejadian Ketuban Pecah Dini: a. Konseling pada ibu dan/suami dan keluarga b. Berikan Eritromisin 4 x 250 mg selama 10 hari (Kemenkes RI, 2013) c. Melakukan rujukan pasien ke fasilitas yang memadai (Setyarini, 2016)



20



Menurut Prawirohardjo, Penanganan ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan 2 hal yaitu: a. Konservatif 1) Rawat di Rumah Sakit 2) Berikan Antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan ampisilin) dan metrodinazol 2 x 500 mg selama 7 hari 3) Jika umur kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin. bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 gg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. 2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan anlibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri: a) Bila skor pelvik 5, induksi persalinan, partus pervaginam. (Tahir, 2021) 11. Pencegahan Menurut Morgan G, Pencegahan ketuban pecah dini terbagi 2 yaitu: a. Pencegahan primer Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini. dianjurkan bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke 3, serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihatkan supaya berhenti merokok dan minum alkohol. Berat badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikuti Indeks



22



Massa Tubuh (IMT) supaya tidak berisiko timbul komplikasi. Selain itu, pasangan juga dinasihatkan supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi. (Tahir, 2021) b. Pencegahan sekunder Mencegah infeksi intrapartum dengan anlibiotika spektrum luas: gentamicin iv 2 x 80 mg. ampicillin iv 4 x I mg, amoxicillin iv 3 x I mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IIJ. metronidazol drip. Pemberian kortikosteroid pada ibu bisa menimbulkan konlroversi, karena di satu pihak dapat memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan). (Tahir, 2021) B. Anemia Dalam Kehamilan 1. Definisi Anemia Anemia merupakan keadaan tidak mencukupinya eritrosit untuk mengantarkan kebutuhan oksigen jaringan. Karena hal ini sulit diukur, maka anemia didefinisikan sebagai rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb), hitung eritrosit, dan hematokrit (Hct) dari nilai normal (Tabel 2.1). Berdasarkan WHO, anemia pada kehamilan ditegakkan apabila kadar hemoglobin (Hb) (Wibowo, 2021) Tabel 2.1 Nilai Normal Hb Hb (g/dL) Wanita dewasa



11,7–15,7



Wanita hamil



>11



Wanita pasca salin



>10



23



(Wibowo, dkk, 2021)



2. Faktor Risiko Anemia pada Kehamilan Menurut (Wibowo, 2021) Pada kehamilan terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko anemia, di antaranya: a. Asupan Nutrisi Asupan nutrisi sangat berpengaruh terhadap risiko anemia pada ibu hamil. Perubahan fisiologis maternal yang membutuhkan banyak nutrien perlu diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup. Selain kekurangan zat besi, kurangnya kadar asam folat dan vitamin B12 masih sering terjadi pada ibu hamil. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki komposisi nutrisi bervariasi, khususnya besi, asam folat, dan vitamin B12 untuk mencegah anemia. b. Diabetes Gestasional Pada kondisi hiperglikemi, transferin yang mengakomodasi peningkatan kebutuhan besi janin mengalami hiperglikosilasi sehingga tidak dapat berfungsi optimal. Akibatnya transpor besi ke janin berkurang, dan besi terutama digunakan untuk memproduksi eritrosit, sehingga tidak mencukupi kebutuhan perkembangan organ janin. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 40–90% kadar besi berkurang pada organ neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes c. Kehamilan multipel



24



Kebutuhan besi pada kehamilan multipel lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Ibu dengan kehamilan multipel cenderung mengalami peningkatan berat badan berlebih dibandingkan kehamilan tunggal, yang dapat meningkatkan mediator inflamasi sistemik seperti IL-6, sehingga meningkatkan kebutuhan besi. Hal ini menyebabkan ibu dengan kehamilan multipel memiliki risiko yang lebih besar mengalami defisiensi besi d. Kehamilan remaja Anemia pada kehamilan remaja disebabkan oleh multifaktorial, seperti akibat penyakit infeksi, genetik, atau belum tercukupinya status nutrisi yang optimal. Masa remaja telah dibuktikan sebagai fase yang rentan defisiensi nutrisi. Peningkatan risiko anemia pada remaja disebabkan masih diperlukannya besi pada fase tumbuh kembang yang belum selesai. Sebuah studi di Amerika menyatakan bahwa sebanyak 9–13% remaja menderita anemia pada trimester 1, dan meningkat menjadi 57–66% pada trimester 3. e. Inflamasi dan infeksi dalam kehamilan Kondisi infeksi dan inflamasi dapat memicu keadaan defisiensi besi. Infeksi seperti cacing, tuberculosis, HIV, malaria, maupun penyakit lain seperti inflammatory bowel disease atau keganasan akan memperburuk keadaan anemia, dan anemia pun akan memperburuk kondisi inflamasi dan/atau infeksi tersebut.



25



3. Jenis Anemia Pada Kehamilan a. Anemia karena Perdarahan Anemia akibat perdarahan dapat terjadi selama masa kehamilan (perdarahan antepartum), namun lebih sering terjadi pada pasca salin (perdarahan



postpartum/pasca



salin).



Etiologi



dari



perdarahan



antepartum tersering adalah plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan saluran cerna akibat inflamasi (Crohn’s disease, kolitis ulseratif). Kehilangan darah selama kehamilan dapat menyebabkan anemia berat, hingga terjadi peningkatan angka kelahiran preterm. Selain itu, anemia berat juga dapat meningkatkan risiko anemia pasca salin dan kebutuhan transfusi pada maternal saat peripartum. (Wibowo, 2021) b. Anemia Hipoproliferatif 1) Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi saat kehamilan, yang dipicu oleh perubahan fisiologis maternal. 2) Anemia Defisiensi Asam Folat, Vitamin B12, dan B6 a) Defisiensi Asam Folat Anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat jarang terjadi di negara industrial, namun dapat terjadi pada wanita dengan diet tidak seimbang, malabsorpsi dan penyalahgunaan alkohol. Gejala yang muncul diawal kehamilan (disamping gejala umum anemia) meliputi mual, muntah serta anoreksia yang



26



memburuk seiring terjadinya anemia. Trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi pada beberapa kasus. (Wibowo, 2021) b) Defisiensi Vitamin B12 Anemia pada kehamilan jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Anemia ini dapat disebabkan oleh defisiensi faktorintrinsik seperti riwayat operasi lambung, akibat sekunder dari malabsorpsi, serta inflamasisaluran cerna kronis. Selain adanya anemia makrositik, gejala lain dari defisiensi vitamin B12 lainnya adalah gejala defisit neuropsikiatri seperti paraesthesia, rasa kebas, depresi, mudah marah, dan otot yang lemah. Ibu dengan kadar vitamin B12 yang rendah, memiliki risiko berbagai komplikasi kehamilan di antaranya defek tabung saraf (neural tube defect), abortus spontan, PJT, dan berat bayi lahir rendah. Anak yang lahir pada ibu dengan defisiensi vitamin B12 memiliki berbagai risiko abnormalitas kognitif, anemia, serta diabetes tipe 2 di kemudian hari. (Wibowo, 2021) c) Defisiensi Vitamin B6 Pada ibu hamil dengan anemia yang tidak responsif terhadap pemberian zat besi, perlu dipertimbangkan adanya defisiensi vitamin B6. Kadar vitamin B6 pada kehamilan dipengaruhi oleh alkaline phosphatase (ALP) yang diproduksi oleh plasenta. Defisiensi vitamin B6 dapat menginisiasi proses enzimatik sintesis heme dan penggunaan zat besi di sel



27



eritropoeisis. Defisiensi dari kedua mikronutrien ini menyebabkan anemia mikrositik hipokrom dan gambaran darah tepi yang sulit dibedakan. Karena itu diperlukan pemeriksaan kadar keduanya untuk dapat menegakkan diagnosis yang tepat. (Wibowo, 2021)



c. Anemia Akibat Proses Inflamasi Anemia dapat terjadi akibat infeksi parasit maupun bakteri (contoh: pielonefritis akut), infeksi virus kronis (contoh: HIV), dan penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi pencernaan (Crohn’s disease, kolitis



ulseratif).



Anemia



disebabkan



akibat



adanya



inhibisi



hematopoeisis yang dimediasi oleh sitokin, dan menurunnya pelepasan zat besi kedalam eritrosit dari sistem retikuloendotelial. Beberapa bakteri (contoh: Staphylococcus) menggunakan zat besi untuk reaksi enzimatiknya. Zat besi diambil tidak hanya dari penghancuran



transferin,



namun



juga



dari



eritrosit



setelah



penghancurannya dari molekul heme.( Wibowo, 2021) d. Anemia karena Penyakit Ginjal Pasien dengan gagal ginjal atau dengan transplantasi ginjal dapat terjadi anemia sedang hingga berat selama kehamilan. Pada wanita dengan kondisi ini terjadi defisiensi eritropoietin, anemia normositik, dan anemia hipoproliferatif. Secara umum, wanita dengan riwayat terapi substitusi eritropoietin rekombinan, memiliki kebutuhan rhEPO yang meningkat selama kehamilan. Penambahan volume darah



28



pun lebih sedikit dibanding kehamilan normal terutama dengan pada keadaan gagal ginjal. Meskipun demikian, peningkatan volume darah tetap terjadi sehingga kondisi anemia yang telah ada sebelumnya semakin memberat. Angka kejadian kelahiran preterm lebih tinggi pada anemia karena penyakit ginjal. (Wibowo, 2021) e. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang ditemukan pada ibu hamil dengan defisiensi besi mirip dengan gejala anemia pada umumnya, yaitu akibat penurunan penghantaran oksigen ke jaringan. Pada kondisi awal, pasien akan memiliki toleransi yang rendah untuk melakukan aktivitas fisik, sesak saat beraktifitas ringan, serta mudah lelah. Bila derajat anemia makin parah, tanda dan gejala klinis pun menjadi lebih jelas, seperti penurunan kinerja dan daya tahan, apatis, gelisah, gangguan kognitif dan konsentrasi, sesak, berdebar, pusing berputar, hipotensi ortostatik, serta ditemukan pucat seluruh tubuh, dan murmur sistolik pada katup mitral jantung. Keparahan derajat gejala yang diderita pasien juga berkaitan dengan komorbiditas yang ada pada pasien. Misalnya, pasien dengan kelainan jantung dan paru, manifestasinya akan menjadi lebih jelas. Gejala anemia dapat dibedakan menjadi akut dan kronis. Anemia akut akan menyebabkan sesak yang tiba-tiba, pusing, dan kelelahan yang mendadak. Pada kondisi anemia kronis seperti defisiensi besi,



29



gejala yang muncul bersifat gradual, dan baru disadari oleh pasien saat kondisi eritrosit sudah sangat rendah. Khusus pada anemia defisiensi besi, kondisi defisiensi besi yang parah akan merusak enzim yang memerlukan besi, seperti sitokrom di banyak jaringan pada tubuh. Hal ini akan terlihat paling signifikan pada kulit yang menjadi sangat tidak sehat. Di antaranya adalah: a) Koilonikia: Kuku berbentuk cekung dan sangat rapuh b) Angular stomatitis: Luka atau ulkus pada ujung mulut c) Glositis: Peradangan pada mulut d) Antropik gastritis: Inflamasi pada gaster e) Achlorydria: Kekurangan asam hialuronat pada gaster f) Disfagia: Sulit menelan (akibat plummer-vinson syndrome atau PetersonBrown-Kelly syndrome). (Wibowo, 2021) 4. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan a. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan Berdasarkan WHO, anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana tubuh kekurangan besi, yang terbukti dengan tanda kekurangan besi pada jaringan dan tidak tercukupnya cadangan besi dalam tubuh, disertai dengan penurunan kadar hemoglobin lebih dari 2 standar deviasi dari nilai referensi pada populasi yang sama. Kehamilan mengakibatkan perubahan fisiologis ibu sehingga meningkatkan risiko anemia, dimana paling rentan dimulai pada usia kehamilan sekitar 2024 minggu. Dari berbagai tipe anemia dalam kehamilan yang telah



30



dijelaskan di bab sebelumnya, anemia defisiensi besi adalah yang sampai saat ini merupakan penyebab anemia yang paling sering terjadi dalam kehamilan. (Wibowo, 2021) b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan skrining anemia pada kehamilan disarankan untuk dilakukan pada saat trimester 1, saat usia 24–28 minggu, serta dalam 24–48 jam pascasalin (sesuai indikasi).Untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi (ADB) dapat dilakukan beberapa parameter pemeriksaan berikut ini: Konsentrasi hemoglobin (Hb)Hemoglobin merupakan protein dalam darah yang dapat merepresentasikan kadar besi di sirkulasi. WHO mengklasifikasikan derajat keparahan anemia sebagai berikut: 1) Ringan



: Kadar Hb 0,05) yang dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kejadian KPD dengan usia ibu. Hasil penelitian diperoleh terdapat usia ibu berisiko tetapi tidak mengalami KPD sebanyak 172 (81,9%), ini berarti tidak selamanya usia berisiko mengalami KPD. Hal ini dikarenakan perkembangan atau



48



kematangan organ reproduksi setiap wanita tidak sama. Kehamilan dipengaruhi juga oleh plasenta. Penurunan fungsi plasenta dapat diketahui dari kematangan dan lapisan plasenta yang terjadi pada umur kehamilan 34 – 36 minggu. Dalam hal ini apoptosis atau kematian sel terprogram juga merupakan proses penting selama perkembangan janin, sehingga apoptosis ini berperan dalam proses penuaan plasenta dan akhirnya akan mempengaruhi jumlah dan intensitas cairan tubuh (Rahayu, 2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ikrawanty, A. W., Febrianti, M., & Octaviani, A. (2019) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini. Namun lain dari penelitian Shabrawy Ali, et all. (2021) bahwa terdapat adanya hubungan antara usia dengan kejadian KPD dan sejalan dengan beberapa teori yang sudah dibahas sebelumnya. Pada penelitian ini kasus yang diteliti (n=69) memiliki usia rata-rata 26,55 ±6.15 dengan rentang 17-43 dan median 26 (24-31) tahun, ada 34 kasus memiliki usia kurang dari atau sama dengan 25 tahun (49,3%) dan 35 kasus memiliki usia lebih dari 25 tahun tahun (50,7%). Hasil kami sesuai dengan penelitian dari Negara dkk (2017) karena mereka melaporkan bahwa usia rata-rata kelompok kasus adalah 26,59 ± 6,49 tahun. Dalam studi tentang Brian dan Mercer (2003), mereka menemukan bahwa insiden KPD paling sering terjadi pada kelompok usia 21-30 tahun. E. Kerangka Teori Ketuban Pecah Dini



Faktor Resiko



49



Etiologi Faktor Umum Usia Ibu, Infeksi lokal pada saluran kemih Faktor Sosial: Perokok, peminum dan keadaan sosial ekonomi rendah Degradasi dari matriks selaput membran ekstrasellular 35 tahun (Resiko Tinggi)



Faktor Obstetri



Faktor Lainnya



Kelainan genetik



Overdistensi Uterus



Anemia



Faktor nutrisi ibu yang kurang



Paritas, Serviks Inkompeten, Serviks menjadi pendek, Tekanan intrauterine berlebihan, sefalopelvik disproporsi, Makrosomia



Faktor Keturunan



Vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh.



Kekurangan zat besi meningkatkan kerusakan oksidatif pada eritrosit dan unit fetoplasenta Kadar Hemoglobin ɑ (0.05) berarti Ho gagal di tolak. Uji statistic menunjukan tidak ada perbedaan/ hubungan yang signifikan antara kelompok data satu dengan kelompok data lainnya. 2) P-Value ≤ ɑ (0.05) berarti Ho ditolak. Uji statistic menunjukan ada perbedaan/ hubungan yang signifikan antara kelompok satu dengan kelompok data lainnya. (Riyanto, 2018) F. Etika Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sumber data sekunder yang tidak dilakukan dengan perlakuan terhadap responden atau subjek penelitian, sehingga tidak ada kemungkinan adanya risiko yang merugikan atau dapat membahayakan responden.



Berdasarkan



persetujuan



Komite



Etik



dengan



Nomor



87/KEPK/FITKES-UNJANI/VI/2022. Namun demikian, untuk memperhatikan etika profesional dalam penelitian, hal-hal berikut harus diperhatikan: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. Sebagai ungkapan, peneliti menghormati



harkat



dan



martabat



responden,



peneliti



seyogianya



mempersiapkan formulir persetujuan menjadi responden (inform concent) yang mencangkup:



61



a. Penjelasan manfaat penelitian b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan c. Persetujuan responden dapat mengundurkan diri sebagai obyek penelitian kapan saja d. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh responden 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan responden. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua responden memperoleh perlakukan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan bagi responden khusunya.



62



G. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini Padalarang. Waktu pengambilan data penelitian ini akan dilakukan di bagian rekam medis ADM, IGD dan VK dan RSIA Kartini Padalarang dari satu tahun kebelakang yaitu Januari-Desember 2021. RSIA Kartini Padalarang dipilih karena Rumah Sakit ini sebagai sentral rujukan sehingga banyak kasus yang dapat diperhitungkan dan dapat mewakili kasus ibu hamil yang mengalami kejadian Ketuban Pecah Dini.



BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini Padalarang berdasarkan persetujuan Komite Etik dengan Nomor 87/KEPK/FITKES-UNJANI/VI/2022. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan juli 2022. Pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan metode random sampling dari data rekam medik berjumlah 320 ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang, pengambilan data random sampling menggunakan nomor urut kelipatan lima sehingga didapatkan 64 ibu hamil yang diteliti. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional karena berdasarkan hipotesis mencari hubungan anemia, paritas, dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini. 2. Analisa Data a. Analisis Univariat 1) Anemia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia di RSIA Kartini Padalarang Kejadian Anemia



Frekuensi (n)



Persentase (%)



Ya



20



31,3



Tidak



44



68,8



Total



64



100



63



63



Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang termasuk dalam kelompok tidak anemia, yaitu 44 dari 64 ibu hamil yang bersalin (68,8%). 2) Paritas Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas di RSIA Kartini Padalarang Paritas



Frekuensi (n)



Persentase (%)



Risiko tinggi 1 dan >3



43



67,2



Tidak risiko 2-3



21



32,8



Total



64



100



Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang termasuk dalam kelompok paritas risiko tinggi, yaitu 43 dari 64 ibu hamil yang bersalin (67,2%). 3) Usia Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Usia di RSIA Kartini Padalarang Usia Ibu



Frekuensi (n)



Persentase (%)



Risiko tinggi (35 thn) Tidak risiko 20-35 thn



20



31,3



44



68,8



Total



64



100



Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang termasuk dalam kelompok Usia tidak risiko, yaitu 44 dari 64 ibu hamil yang bersalin (68,8%).



4) Ketuban Pecah Dini



64



Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang Ketuban Pecah Dini



Frekuensi (n)



Presentase (%)



KPD



37



57,8



Tidak KPD



27



42,2



Total



64



100



Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang termasuk dalam kelompok KPD, yaitu 37 dari 64 ibu hamil yang bersalin (57,8%). b. Analisis Bivariat 1) Hubungan Anemia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.5 Hubungan Anemia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang Anemia KPD Tidak KPD Total P value Ya Tidak Total



n 16 21 37



% 80,0 47,7 57,8



N 4 23 27



% 20,0 52,3 42,2



N 20 44 64



% 100 100 100



0,03



Tabel 4.5 menunjukan bahwa pada 20 ibu hamil yang bersalin dengan anemia sebagian besar mengalami KPD, yaitu sebanyak 16 ibu hamil yang bersalin (80,0%) dan dari 44 ibu hamil yang bersalin tidak anemia sebagian besar tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 23 ibu hamil yang bersalin (52,3%). Hasil uji chi-square continuity correction pada variable anemia didapatkan p value = 0,03 (nilai



65



p>0,05, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang. 2) Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.6 Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang Paritas KPD Tidak KPD Total P value Risiko tinggi 1 dan >3 Tidak risiko 2-3 Total



n 28



% 65,1



n 15



% 34,9



n 43



% 100



9



42,9



12



57,1



21



100



43



100



21



100



64



100



0,15



Tabel 4.6 menunjukan bahwa pada 43 ibu hamil yang bersalin dengan paritas risiko tinggi mengalami KPD, yaitu sebanyak 28 ibu hamil yang bersalin (65, 1%) dan dari 21 ibu hamil yang bersalin dengan paritas tidak risiko tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 12 ibu hamil yang bersalin (57,1%). Hasil uji chi-square continuity correction pada variable paritas didapatkan p value = 0,15 (nilai p>0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang. 3) Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.7 Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang Usia KPD Tidak KPD Total P value Risiko tinggi (35 thn) Tidak risiko 20-35 thn Total



n 14



% 70,0



n 6



% 30



n 20



% 100



23



52,3



27



47,7



44



100



37



57,8



27



42,4



64



100



0,29



66



Tabel 4.7 menunjukan bahwa 20 ibu hamil yang bersalin dengan usia risiko tinggi mengalami KPD, sebanyak 14 ibu hamil yang bersalin (70,0%) dan dari 44 ibu hamil yang bersalin dengan usia tidak risiko tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 27 ibu hamil yang bersalin (47,7%). Hasil uji chi-square continuity correction pada variable paritas didapatkan p value = 0,29 (nilai p>0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang. B. Pembahasan 1. Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini Hasil pengumpulan data yang dilakukan pada 64 ibu hamil yang bersalin di RSIA Kartini Padalarang pada Juni 2022 didapatkan 37 orang (57,8%) mengalami KPD. Hasil penelitian menunjukan bahwa Sebagian besar ibu hamil yang tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 27 orang (42,2%), sehingga dapat diketahui bahwa angka kejadian KPD pada ibu hamil yang bersalin sebanyak 37 orang (57,8%), angka tersebut menunjukan masih tinggi dan mendekati komplikasi pada ibu bersalin di wilayah tersebut. Ketuban pecah dini (KPD) adalah masalah yang penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. (Tahir, 2021)



67



Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor- faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut Rukiyah adalah: infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor keturunan, paritas, usia, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu (Tahir, 2021). Pencegahan dan pengobatan tetap harus diperhatikan oleh pihak yang berkaitan terutama tenaga kesehatan di RSIA Kartini Padalarang agar dapat menurunkan persentasi ibu hamil yang bersalin dengan kejadian Ketuban Pecah Dini. 2. Hubungan Anemia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukan bahwa pada 20 ibu hamil yang bersalin dengan anemia sebagian besar mengalami KPD, yaitu sebanyak 16 ibu hamil yang bersalin (80,0%) dan dari 44 ibu hamil yang bersalin tidak anemia sebagian besar tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 23 ibu hamil yang bersalin (52,3%). Hasil uji chi-square continuity correction pada variabel anemia didapatkan p value = 0,03 (nilai p>0,05, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian Ketuban Pecah Dini di RSIA Kartini Padalarang.



68



Hasil penelitian (Mahjabeen, et. al. 2021) Anemia pada kehamilan



juga



cenderung



menyebabkan



terjadinya



premature.



Menunjukkan bahwa, ada 26% kemungkinan PROM prematur. Sekitar 59% ibu hamil yang anemia menderita PROM. Studi ini menunjukkan bahwa ada signifikan hubungan antara anemia dan KPD. Terdapat 64% ibu hamil anemia mengalami KPD. Ibu hamil yang kekurangan akan zat besi



akan



mempengaruhi



fungsi



kekebalan



tubuh,



dan



dapat



menyebabkan perubahan dalam modulasi sel imun sebagai sel T dan sel B. Akibatnya, proliferasi aktivitas fagositosis dan bakterisida dapat dikurangi. Kehadiran infeksi meningkat kemungkinan KPD dan kelahiran prematur dengan melepaskan lebih banyak sitokin dalam cairan ketuban dan membran, dan sitokin ini menyebabkan kerusakan pada membran. Anemia defisiensi besi juga menyebabkan peningkatan pelepasan hormon stres. Kecemasan dan stres juga menyebabkan stimulasi hormon pelepas kortikotropin (CRH). Efek gabungan dari peningkatan epinefrin, norepinefrin dan CRH menyebabkan hipertensi gestasional, preeklamsia, eklampsia, persalinan prematur, dan KPD. Tingkat hemoglobin yang rendah juga menyebabkan hipoksia pada tingkat jaringan dan sel. Kejadian ini mengakibatkan cedera sel radikal bebas dan pada akhirnya meningkatkan risiko KPD. Hasil penelitian menunjukan adanya kesesuaian dengan teori yang dikemukanan oleh Prawirohardjo (2016) yang mengatakan bahwa anemia dapat menyebabkan hipoksia dan defisiensi besi sehingga dapat



69



meningkatkan konsentrasi norepinefrin serum yang dapat menginduksi stres ibu dan janin, yang merangsang sintesis corticotropin releasing hormone (CRH). Konsentrasi CRH merupakan peningkatan faktor risiko utama untuk persalinan dengan ketuban pecah sebelum waktunya. CRH juga meningkatkan produksi kortisol janin, dan kortisol dapat menghambat pertumbuhan longitudinal janin. Mekanisme alternatif bisa jadi bahwa kekurangan zat besi meningkatkan kerusakan oksidatif pada eritrosit dan unit fetoplasenta. Kekurangan zat besi juga dapat meningkatkan risiko infeksi ibu yang mengakibatkan pecahnya ketuban terlalu dini. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Asfri & Hayat, 2022) dari hasil uji statistic



p value 0,05 yang artinya tidak ada hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini dan ini tidak terbukti secara statistic. Penelitian sejalan dengan penelitian (Maharrani & Nugrahini, 2017) menyatakan bahwa paritas 2-3 merupakan paritas paling aman bila ditinjau dari sudut kematian maternal. Lebih tinggi paritas maka resiko kematian maternal juga tinggi. Pada ibu multipara dan grandemultipara sering terjadi komplikasi karena berkaitan dengan fungsi organ reproduksi yang mengalami penurunan yang mengakibatkan kelainan dalam proses



72



persalinan, tetapi ini relatif karena tidak seluruhnya ibu dengan kehamilan paritas tinggi beresiko mengalami komplikasi karena penyebab ketuban pecah dini (KPD) belum diketahui secara pasti. Sedangkan hasil penelitian (Barokah & Agustina, 2021) didapatkan distribusi frekuensi karakteristik responden pada paritas mayoritas berisiko (1 dan >3) sebesar (51,2%) hasil uji chi-square diantara semua variabel yang mempunyai nilai p>0,05 termasuk paritas sehingga diartikan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian KPD. Menurut teori ibu primipara adalah kondisi ibu yang pertama kali melahirkan, terjadianya KPD bisa disebabkan karena faktor psikologi ibu hamil seperti emosi, termasuk kecemasan dalam kehamilan. Pada ibu yang mengalami kecemasan, emosi saat hamil akan mengganggu kondisi ibu karena kelenjar adrenal akan menghasilkan hormon kortisol dan akan menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini. Untuk ibu hamil multipara juga cenderung mengalami kejadian KPD. Multipara adalah kondisi ibu yang mengalami kehamilan beberapa kali, sekitar 2-4 kali. konsistensi serviks yang tipis dialami oleh ibu hamil multipara sehingga memungkinkan terjadi KPD lebih besar akibat adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan karena mempercepat pembukaan serviks yang menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap. Multipara dapat mempengaruhi kekuatan otot uterus abdomen dan kekuatan membran



73



untuk menahan cairan ketuban sehingga menyebabkan selaput cairan ketuban lebih rentan untuk pecah. Riwayat persalinan yang lalu pada muitipara mengakibatkan keadaan jaringan ikatnya lebih longgar dari pada nulipara. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang sehingga multipara lebih berisiko terjadi ketuban pecah dini dibandingkan nullipara. (Rahayu, 2018) Cunningham (2018) juga menyatakan paritas rendah (3) memiliki risiko ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada grandemulti yang sudah melahirkan banyak anak cenderung alat-alat dasar panggul bekerja tidak efesien dalam persalinan. Ibu yang sudah melahirkan beberapa kali lebih beresiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi di uterus terjadi gangguan yang berakibat jaringan ikat selaput ketuban rentan rapuh dan akhirnya pecah spontan. Paritas 1 hingga 3 dianggap paritas yang aman dan berisiko kecil mengalami KPD padahal faktor KPD ialah multifaktor yang saling berkaitan. Ibu hamil dengan paritas >3 lebih baik tidak hamil lagi namun bila tetap terjadi kehamilan, ibu harus lebih menjaga kehamilannya dengan rajin memeriksakan kehamilan untuk mengantisipasi terjadinya ketuban pecah dini. Kesenjangan teori dengan hasil yang diperoleh faktor resiko paritas tidak menjadi faktor utama pada kejadian KPD dan kemungkinan ada beberapa faktor penyebab lain yang lebih kuat yang menyebabkan KPD,



74



Iini terjadi karena dipengaruhi beberapa alasan yang lain seperti metode



penelitian yang digunakan sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah variable, dan kemungkinan ada beberapa faktor penyebab lain yang lebih kuat yang menyebabkan KPD. (Rahayu, 2018) Kejadian ketuban pecah dini sampai saat ini belum diketuhi pasti faktor penyebabnya, perkiraan yang dapat diduga atau faktor predisposisi yaitu infeksi terjadi pada selaput ketuban atau asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologis selaput ketuban yang abnormal, kelainan letak janin, serviks inkompeten, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, merokok, faktor multigravida atau paritas, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askrobat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan dalam ibu bekerja, serta trauma yang didapatnya misalnya dalam hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amnionitis. Adanya penerapan ANC yang dilakukan secara baik selama kehamilan dan dapat mengetahui kondisi kesehatan kehamilan ibu sehingga dapat mempersiapkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan agar tidak



terjadi



komplikasi



yang



mengakibatkan



terjadinya



KPD.



(Nurkhayati & Hasanah, 2020) 4. Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Tabel 4.7 menunjukan bahwa 20 ibu hamil yang bersalin dengan usia risiko tinggi mengalami KPD, sebanyak 14 ibu hamil yang bersalin



75



(70,0%) dan dari 44 ibu hamil yang bersalin dengan usia tidak risiko tidak mengalami KPD, yaitu sebanyak 27 ibu hamil yang bersalin (47,7%). Hasil uji chi-square continuity correction pada variabel paritas didapatkan p value = 0,29 nilai p>0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan (M & Rahmawati, 2021) distribusi frekuensi menurut kelompok usia ibu hamil terhadap kejadian KPD di RSUD Salewangang Maros terdapat kelompok usia tidak berisiko 20-35 sebanyak 50 ibu hamil dari 60. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor risiko usia 35thn setelah dilakukan pengujian hipotesis menggunakan chi square tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan nilai p value=0,299 OR=0,365:CI (0,0852-1,576). Hal ini berarti tidak ada hubungan faktor risiko usia dengan kejadian KPD. Sama halnya dengan peneltian (Rahayu, 2018) menyatakan bahwa usia tidak ada hubungannya dengan kejadian ketuban pecah dini di RS Yogyakarta karena nilai p value =0,671 OR=1,062: CI (0,8059-1,401). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ikrawanty & Ayu, 2019) diperoleh terdapat umur ibu beresiko mengalami KPD sebanyak 12 (4,4%) ini menunjukkan usia ibu yang 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan berisiko tinggi mengalami KPD. Dari hasil penelitian diperoleh terdapat umur ibu



76



berisiko tetapi tidak mengalami KPD sebanyak 43 (15,6%), ini berarti tidak selamanya umur berisiko mengalami KPD. Hal ini dikarenakan perkembangan atau kematangan organ reproduksi setiap wanita tidak sama. Banyak faktor yang mempengaruhi kematangan organ reproduksi. Jadi ibu bisa mencegah sebelum terjadinya KPD dengan cara pemeriksaan ANC secara teratur, pentingnya menjaga pola hidup sehat seperti



mengonsumsi



makanan



bergizi,



istirahat



yang



cukup,



membiasakan diri menjaga personal hygiene sehingga nantinya dapat menurunkan resiko terjadinya ketuban pecah dini. Dari hasil uji statistic dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p (0,503) > (0,05), maka bisa diambil kesimpulan bahwa pada penelitian hubungan antara umur ibu dengan kejadian KPD ini berarti Ha ditolak, jadi kesimpulannya adalah dengan demikian tidak ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Sitti Khadijah I Makassar. Umur ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur yang dianggap berisiko adalah umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Faktor yang mempunyai pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-35 tahun, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan melahirkan adalah 20-30 tahun. Sedangkan umur ibu pada



77



saat melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun berisiko untuk melahirkan anak yang tidak sehat. Umur dibawah 20 tahun alat-alat reproduksinya belum begitu sempurna untuk menerima keadaan janin dan belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional dari segi psikisnya. Sementara umur yang lebih dari 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi alat reproduksinya telah mengalami kemunduran. (Fiandi 2020) Hal ini bisa menyebabkan terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama ketuban pecah dini. Meningkatnya usia ibu hamil membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur. Padahal dinding Rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, risiko KPD dan komplikasi lainnya juga meningkat. (Yanti et al., 2022) Kesenjangan teori dengan hasil yang diperoleh ini terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu persalinan dilokasi penelitian paling banyak terjadi pada ibu hamil dengan usia tidak berisiko yaitu 20-35thn dan tidak mengalami KPD dan beberapa alasan seperti lokasi dan metode



78



penelitian yang digunakan sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah risiko. Selain itu asupan gizi yang baik yang dikonsumsi ibu hamil di usia muda maupun lanjut akan berpengaruh terhadap jumlah faktor risiko karena diketahui bahwa ibu hamil dengan usia tersebut mengalami ganguan kesehatan seperti anemia. Kecilnya kasus KPD pada ibu hamil dengan usia 35 tahun kemungkinan juga disebabkan karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tidak menikah dan hamil di usia muda maupun tua, mengetahui bahwa hamil atau bersalin di usia muda maupun lanjut dapat menimbulkan penyulit yang dapat membahayakan ibu dan bayi. (Wahyuni et al., 2020) Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian KPD harus melihat segala aspek. Penyebab KPD ini pada sebagian besar kasus sampai saat ini masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor utama kejadian KPD. Menurut (Maharrani & Nugrahini, 2017) ibu hamil yang memiliki faktor predisposisi terjadinya KPD diperlukan pelaksanaan dan pendeteksian sedini mungkin dan juga sebagai langkah preventif hendaknya tenaga kesehatan lebih meningkatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan motivasi pada ibu hamil agar melakukan pemeriksaan kehamilan antenatal care secara rutin untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan dan persalinan serta memberikan informasi tentang tanda-tanda bahaya kehamilan dan tanda-tanda bahaya persalinan.



79



BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar ibu hamil yang bersalin tidak anemia (68,8%), paritas risiko tinggi (67,2%), usia tidak risiko (68,8%), dan KPD (57,8%). 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang didapatkan (p value 0,03). 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang didapatkan (p value 0,15). 4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian KPD di RSIA Kartini Padalarang didapatkan (p value 0,29). B. Saran 1.



Bagi Ibu Hamil Dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai hubungan anemia, paritas dan usia ibu hamil dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga dapat memperbaiki kesehatan selama kehamilan.



2.



Bagi Rumah Sakit Selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dalam pelayanan kebidanan Antenatal Care agar dapat mengupayakan untuk mencegah terjadinya anemia dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal dalam komplikasi kehamilan yaitu ketuban pecah dini.



80



3.



Bagi Institusi Pendidikan



81



Dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan dalam menjalin kerja sama dengan petugas kesehatan untuk mengurangi angka kejadian ketuban pecah dini. 4.



Bagi Peneliti Selanjutnya Tenaga kesehatan, khususnya Bidan perlu menggali lebih dalam mengenai hubungan anemia dengan kejadian ketuban pecah dini agar lebih terperinci sehingga akan didapatkan hasil dari penelitian yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA Aisyah, P., & Lestari, N. C. A. (2021). ZONA KEBIDANAN – Vol. 11 No. 1 DESEMBER 2020. Hubungan Anemia Pada Ibu Melahirkan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini, 12(1), 1–7. Alghanni, et. al. (2021). Hubungan antara Usia Ibu dan Paritas dengan Ketuban Pecah Dini (di Rumah Sakit Umum Daerah X Periode April-Desember 2019). Bandung Conference Series: Medical Science, 1(1), 6–12. https://doi.org/10.29313/bcsms.v1i1.69 Asfri, R., & Hayat, N. (2022). Hubungan Anemia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil Di RSUD Embung Fatimah. 7(1), 3–6. Barokah, L., & Agustina, S. A. (2021). Faktor Internal Kejadian Ketuban Pecah Dini di Kabupaten Kulonprogo. Window of Health: Jurnal Kesehatan, 04(02), 108–115. Dewi, et. al. (2020). Hubungan Paritas Dan Anemia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Bangkinang. Jurnal Kesehatan Tambusai, 1(2), 10–15. Dina, G. D., Berhanu, A., & Erena, M. M. (2022). Prevalence of Preterm Premature Rupture of Membrane and Associated Factors Among Pregnant Women Admitted To Health Facilities in. Ambo University. DinKes Jawa Barat. (2021). Pemerintah provinsi jawa barat dinas kesehatan provinsi jawa barat. Dinkes Jabar, 25, 0–227. Fiandi. (2021). HUBUNGAN USIA IBU PARITAS DAN KADAR HEMOGLOBIN TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI. In Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents. Hafidah. (2018). The Analysis of the Determinant Factor of Premature Rupture of Membrane on the Inpartu Mother in the IRNA 1 RSU Moh. Noer Pamekasan. Journal for Quality in Public Health, 2(1), 59–67. https://doi.org/10.30994/jqph.v2i1.28 Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. In Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6 Kharismawati, & Pane, A. H. (2021). Hubungan Usia Kehamilan Dan Kadar Hemoglobin Pada Penderita Ketuban Pecah Dini Di RSU Sylvani Binjai Tahun 2019. Ibnu Sina : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan FK UISU, 20(1), 1–8. M, S., & Rahmawati, R. (2021). Faktor Risiko Usia Dan Paritas Ibu Hamil Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini. Nursing Arts, 14(2), 90–97. https://doi.org/10.36741/jna.v14i2.114 Maharrani, T., & Nugrahini, E. (2017). Hubungan Usia, Paritas Dengan Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas Jagir Surabay. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, VIII(2), 102–108. Marinda, et. al. (2020). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Ketuban ( Prom / Kpd ) At Pamanukan Medical Center , Subang Regency , West Java. 82



Jurnal Ilmiah Kesehatan & Kebidanan, 9(2), 2. Natsir, et. al. (2021). Hubungan Paritas Dan Anemia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Citizen-Based Marine Debris Collection Training: Study case in Pangandaran, 2(1), 56–61. Nurkhayati, E., & Hasanah, R. (2020). Gambaran Faktor Penyebab Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin. Oksitosin : Jurnal Ilmiah Kebidanan, 7(1), 18–24. https://doi.org/10.35316/oksitosin.v7i1.558 Nusrat Mahjabeen, Shaikh Zinnat Ara Nasreen, and S. S. (2021). The Prevalence of Premature Rupture of Membranes (PROM) in Anemic and Non-anemic Pregnant Women at a Tertiary Level Hospital. European Journal of Medical and Health Sciences, 3(4), 25–27. https://doi.org/10.24018/ejmed.2021.3.4.934 Pratiwi, P. I., Emilia, O., & Kartini, F. (2018). THE EFFECT OF ANEMIA ON THE INCIDENCE OF PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE (PROM) IN KERTHA USADA HOSPITAL, SINGARAJA, BALI. Belitung Nursing Journal, 4(3), 336–342. https://doi.org/10.33546/bnj.391 Puspita, D. F., Novianty, K., & Rhamadini, A. F. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu bersalin Di BPM Sri Puspa Kencana.Amd,Keb di Kabupaten Bogor. Journal of Midwifery Care, 2(01), 1–10. https://doi.org/10.34305/jmc.v2i01.364 Rahayu, B. (2018). Hubungan Faktor-Faktor Usia Ibu, Paritas, Umur Kehamilan, Dan Over Distensi Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Yogyakarta. Media Ilmu Kesehatan, 7(2), 137–142. https://doi.org/10.30989/mik.v7i2.282 Setyarini, et. al. (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Tahir. (2021). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini. CV. Media Sains Indonesia. Bandung. Wahyuni, R., Windari, A. P., & Putra, H. (2020). FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUMBAWA BESAR. 3(2), 26–33. WHO. (2019). Maternal Mortality The Sustainable Development Goals and the Global Strategy for Women’s, Children’s and Adolescent’s Health. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality. Wibowo, et. al. (2021). Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan. Ui Publishing Yanti, F., Rohaya, & Rahmawati, E. (2022). Hubungan Umur, Anemia, dan Usia Kehamilan dengan Kejadian KPSW Di Rumah Sakit TK. IV DR. Noesmir Baturaja Tahun 2021. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(2),



82



720–725.



82



LAMPIRAN