Apakah Yesus Sungguh Bangkit? [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APAKAH YESUS SUNGGUH BANGKIT? Artikel berikut ini diterjemahkan dari artikel asli yang dapat diakses pada tautan berikut ini: http://y-jesus.com/pdf_c/6-1871.php



K



ita semua penasaran apa yang akan terjadi setelah kita meninggal. Ketika orang yang kita sayangi meninggal, kita rindu melihat dia lagi setelah ajal kita datang. Apakah kita akan berkumpul dalam sukacita dengan orang yang kita sayangi atau apakah kematian adalah akhir semua kesadaran kita?



Yesus mengajarkan bahwa hidup tidak berakhir setelah tubuh kita mati. Dia menyatakan klaim yang menakjubkan ini: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh. 11:25). Menurut para saksi yang paling dekat dengan-Nya, Yesus memeragakan kuasa-Nya atas kematian dengan bangkit dari kematian setelah disalibkan dan dikubur selama tiga hari. Keyakinan inilah yang memberi harapan bagi kaum Kristen selama hampir 2000 tahun. Tapi sebagian orang tidak memiliki harapan akan hidup setelah kematian. Filsuf atheis Bertrand Russell menulis, “Saya yakin bila saya mati saya akan membusuk, dan tidak ada ego saya yang tersisa.”[1] Russel jelas tidak percaya perkataan Yesus. Para pengikut Yesus menulis bahwa Dia menampakkan diri-Nya hidup setelah penyaliban dan pemakaman-Nya. Mereka mengklaim bukan hanya melihat-Nya tetapi juga telah makan bersama-sama Dia, menyentuh Dia, dan menjalani 40 hari bersama dengan Dia. Apakah ini hanya sekedar cerita yang berkembang sepanjang masa, atau apakah ini berdasarkan bukti kuat? Jawaban atas pertanyaan ini sangat fundamental bagi kekristenan. Karena jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, ini akan membuktikan segala yang Dia ucapkan tentang diri-Nya, tentang makna hidup, dan tentang tujuan kita setelah kematian. Jika Yesus sungguh bangkit dari kematian maka Dia sendiri akan menjawab apa arti hidup dan apa yang akan kita hadapi setelah kita mati. Di sisi lain, jika catatan kebangkitan Yesus tidak benar, maka kekristenan dibangun atas dasar kebohongan. Teolog R. C. Sproul mengatakan seperti ini: Klaim atas kebangkitan bersifat vital bagi kekristenan. Jika Kristus telah dibangkitkan dari maut oleh Allah, maka Dia memegang wewenang dan jaminan yang tidak dimiliki pemimpin keagamaan lainnya. Buddha mati. Muhammad mati. Musa mati. Konfusius mati. Tetapi, menurut iman Kristen, Kristus hidup![2]



Banyak kaum skeptik (yang menolak) telah mencoba membuktikan ketidak-benaran kebangkitan. Josh McDowell adalah salah seorang skeptik yang menghabiskan lebih dari tujuh ribu jam meneliti bukti kebangkitan. McDowell menandaskan demikian terkait pentingnya kebangkitan: Saya tiba pada kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah salah satu kebohongan paling jahat, kejam, tak berbelas-kasihan yang pernah dicekokkan ke dalam pikiran umat manusia, ATAU ia merupakan fakta sejarah paling mengagumkan.[3] McDowell kemudian menuliskan karya klasiknya, The New Evidence that Demands a Verdict, yang mendokumentasikan penemuannya.



Hal. 1 dari 11



Jadi, apakah kebangkitan Yesus adalah fakta fantastik atau mitos yang keji? Untuk menyelidikinya, kita perlu melihat bukti sejarah dan menarik kesimpulan kita sendiri. Mari kita amati apa yang ditemukan oleh kaum skeptik yang menyelidiki kebangkitan.



KAUM SINIK DAN SKEPTIK Sayangnya, tidak semua orang berkeinginan untuk memeriksa bukti-bukti dengan selayaknya. Bertrand Russell mengakui pandangannya tentang Yesus tidak “didasarkan” atas fakta-fakta sejarah.[4] Sejarawan Joseph Campbell, tanpa merujuk pada bukti, dengan mudah mengatakan pada pemirsa televisi PBS-nya bahwa kebangkitan Yesus bukanlah peristiwa faktual.[5] Para pakar yang lain, seperti John Dominic Crossan dari Jesus Seminar, setuju dengannya.[6] Tiada satupun kaum skeptik ini yang menyajikan bukti pandangan mereka. Kaum skeptik sejati, berkebalikan dengan kaum sinik, tertarik pada bukti-bukti. Dalam sebuah majalah skeptik editorial bertajuk “Apa itu Skeptik?” definisi berikut ini diberikan: “Skeptisisme adalah ... penerapan argumen pada setiap dan semua gagasan – tidak boleh ada pengultusan ide. Dengan kata lain... kaum skeptik tidak melakukan penyelidikan yang menutup kemungkinan apakah suatu fenomena mungkin terjadi atau suatu klaim mungkin benar. Bila kami berkata kami ini ‘skeptis,’ bermakna bahwa kami harus melihat bukti-bukti yang meyakinkan sebelum kami percaya.”[7] Tidak seperti Russell dan Crossan, banyak kaum skeptik sejati telah menyelidiki bukti atas kebangkitan Yesus. Kita akan mendengar beberapa dari mereka dan melihat bagaimana mereka menganalisis bukti atas apa yang mungkin merupakan pertanyaan paling penting dalam sejarah umat manusia: Apakah Yesus sungguh bangkit dari kematian?



NUBUATAN SENDIRI ( SELF-PR OPHECY ) Sebelum kematian-Nya, Yesus berkata pada murid-murid-Nya bahwa Ia akan dikhianati, ditahan, dan disalibkan dan Ia akan kembali hidup tiga hari kemudian. Ini rencana yang aneh! Apa yang melatarinya? Yesus bukan seorang penghibur yang rela menampilkan diri atas permintaan orang lain; alih-alih, Ia berjanji bahwa kematian dan kebangkitan-Nya akan membuktikan pada orang (jika pikiran dan hati mereka terbuka) bahwa Ia memang sang Mesias. Pakar Alkitab Wilbur Smith berpendapat tentang Yesus: Ketika Dia berkata bahwa Dia sendiri akan bangkit kembali dari kematian, pada hari ketiga setelah Dia disalibkan, Dia mengatakan sesuatu yang hanya orang bodoh yang berani ucapkan, jika Dia mengharapkan pengabdian yang lebih lama dari setiap pengikut-Nya – kecuali Dia yakin bahwa Dia akan bangkit. Tidak ada satupun pendiri agama dunia yang dikenal manusia berani mengatakan hal yang sedemikian.[8]



Dengan kata lain, karena Yesus telah secara gamblang mengatakan pada murid-murid-Nya bahwa Dia akan bangkit kembali setelah kematian-Nya, kegagalan untuk menepati janji akan menguak bahwa Dia adalah penipu. Tapi kita agak terlalu cepat. Bagaimana Yesus mati sebelum Dia (jika Dia benar-benar mati) bangkit kembali?



KEMATIAN YANG MENGERIKAN, KEMUDIAN...? Anda tahu seperti apa jam-jam terakhir kehidupan Yesus di bumi jika anda menonton film oleh satria jalanan/breaveheart Mel Gibson. Jika anda melewatkan adegan The Passion of the Christ karena anda Hal. 2 dari 11



menutupi mata anda (akan lebih mudah mengambil film ini kalo memakai filter merah pada kamera), silahkan buka bagian akhir kitab Injil mana saja dalam Perjanjian Baru anda untuk mencari tahu apa yang telah anda lewatkan. Seperti yang Yesus perkirakan, Dia dikhianati oleh salah satu murid-Nya, Yudas Iskariot, dan ditahan. Dalam pengadilan sesat oleh Gubernur Romawi, Pontius Pilatus, Dia dinyatakan berkhianat dan divonis mati di atas kayu salib. Sebelum dipaku ke salib, Yesus dipukuli secara brutal memakai Kucing-EkorSembilan Romawi, yakni cambuk dengan serpihan tulang dan logam yang akan mencabik daging. Dia ditinju berulang-ulang, ditendang, dan diludahi. Kemudian, dengan memakai palu kayu, algojo-algojo Romawi menancapkan paku besi tempa raksasa ke dalam pergelangan dan kaki Yesus. Akhirnya mereka menjatuhkan salib itu ke dalam lubang di tanah di antara dua salib lain yang memikul para penjahat yang dihukum. Yesus digantung di situ selama kurang-lebih enam jam. Lalu pada pukul 3:00 sore – yakni tepat pada waktu domba Paskah dikorbankan sebagai persembahan penghapus dosa (sedikit simbolisme, bukan?) – Yesus menjerit, “Sudah selesai” (dalam bahasa Aram), lalu mati.[9] Tiba-tiba langit menjadi gelap dan gempa mengguncang bumi.[10] Kegelapan yang lebih besar dari keputus-asaan memusnahkan impian dari mereka yang telah terpesona oleh kharisma dan semangat penuh sukacita yang dimiliki-Nya. Mantan pejabat tinggi Inggris, Lord Hailsham, menulis, “Tragedi penyaliban bukan menyalibkan seorang tokoh melankolis, penuh petuah moral, asketik (seperti petapa) dan muram... Yang mereka salibkan adalah seorang pemuda, enerjik, penuh semangat hidup dan sukacita, sang Tuhan sendiri... seseorang yang begitu menarik hingga orangorang mengikuti Dia karena sukacita yang dipancarkan-Nya.”[11] Pilatus ingin pembuktian bahwa Yesus telah mati sebelum mengizinkan mayat yang tersalib dikuburkan. Jadi seorang prajurit Romawi menusuk lembing ke dalam perut Yesus. Campuran darah dan air yang mengalir keluar adalah tanda jelas bahwa Yesus telah mati. “Orang mati tidak berdarah, lazimnya, tetapi bilik kanan jantung manusia menampung darah cair setelah kematian, dan rongga yang lebih keluar menampung serum yang disebut hydropericardium.”[12] Begitu kematian-Nya dipastikan oleh para prajurit, jenazah Yesus diturunkan dari salib dan dimakamkan di kuburan milik Yusuf dari Arimathea. Prajurit Romawi menjaga kuburan ini. Sementara itu, murid-murid Yesus terguncang. Dr. J. P. Moreland menjelaskan betapa hancur dan bingungnya mereka setelah kematian Yesus di salib. “Mereka tidak lagi yakin bahwa Yesus telah diutus Allah. Mereka juga telah diajarkan bahwa Allah tidak akan membiarkan Mesias-Nya mati. Jadi mereka tercerai-berai. Pergerakan Yesus telah berhenti sama sekali.”[13] Semua harapan musnah. Romawi dan para pemimpin Yahudi telah berhasil – atau sepertinya demikian.



SESUATU TERJADI Namun ini belum berakhir. Pergerakan Yesus tidak lenyap, dan bahkan kekristenan ada sampai sekarang sebagai agama terbesar di bumi. Karena itu, kita harus tahu apa yang terjadi setelah jenazah Yesus diturunkan dari salib dan dibaringkan dalam makam. Dalam artikel New York Times, Peter Steinfels mencuplik peristiwa mengejutkan yang terjadi tiga hari sesudah kematian Yesus: “Segera setelah Yesus dieksekusi, para pengikut-Nya tiba-tiba tersentak dari kelompok yang tadinya kebingungan dan ketakutan menjadi orang-orang yang membawa pesan tentang Yesus yang hidup dan Kerajaan yang sudah mendekat, berkhotbah dengan taruhan nyawa, dan akhirnya mengubah sebuah imperium (kekaisaran). Sesuatu telah terjadi... Tapi apa persisnya?”[14] Inilah pertanyaan yang harus kita jawab dengan penyelidikan fakta-fakta. Hanya ada lima penjelasan yang mungkin atas dugaan kebangkitan Yesus, seperti dilukiskan dalam Perjanjian Baru:



Hal. 3 dari 11



• • • • •



Yesus tidak sungguh-sungguh mati di kayu salib. “Kebangkitan” adalah sebuah konspirasi. Murid-murid berhalusinasi. Cerita ini hanya legenda. Ini sungguh-sungguh terjadi.



Mari kita telaah satu-persatu pilihan-pilihan ini dan lihat yang mana yang paling tepat sebagai fakta.



APAKAH YESUS MATI? “Marley benar-benar sudah mati, tidak diragukan lagi.” Demikian awal cerita A Christmas Carol oleh Charles Dickens, si penulis tidak ingin siapa saja keliru dengan karakter supernatural atas apa yang akan segera terjadi berikutnya. Dengan cara yang serupa, sebelum kita berperan seperti CSI dan merangkai bukti-bukti kebangkitan, mula-mula kita harus menetapkan bahwa, faktanya, ada jenazah. Lagipula, kadang-kadang surat kabar melaporkan beberapa “jenazah” di penyimpanan mayat didapati mengejutkan dan terpulihkan. Mungkinkah hal demikian yang terjadi pada Yesus? Beberapa orang menduga bahwa Yesus bertahan hidup pada penyaliban dan terpulihkan oleh udara sejuk dan lembab dalam kubur. Tetapi teori ini tidak cocok dengan bukti-bukti medis. Sebuah artikel dalam Journal of American Medical Association menjelaskan mengapa “teori pingsan” ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Jelaslah, bahwa bobot historis dan medis dari bukti-bukti menunjukkan bahwa Yesus memang mati. Tombak, yang ditusukkan ke sela rusuk kanan-Nya, kemungkinan menembus bukan hanya paru-paru kanan, tetapi juga pericardium dan jantung dan dengan demikian memastikan kematianNya.”[15] Tetapi pandangan skeptik atas bukti ini mungkin bisa diterima, karena kasus ini telah mendingin selama 2000 tahun. Jadi setidaknya, kita perlu pendapat kedua. Tempat lain untuk mencarinya adalah dalam laporan para sejarawan non-Kristen dari masa sekitar kehidupan Yesus. Tiga dari para sejarawan ini mencatat kematian Yesus. Lucian (M. 120 – M. 180) merujuk Yesus sebagai orang bijak (filsuf) yang disalibkan.[16] Josephus (M. 37 – M. 100) menulis, “Pada masa ini tampillah Yesus, seorang yang bijaksana, karena ia melakukan perbuatan yang mengagumkan. Ketika Pilatus menghukum-Nya di salib, para pemimpin kami, telah menyalahkan Dia, sedang mereka yang mengasihi Dia tidak berhenti melakukannya.”[17] Tacitus (M. 56 – M. 120) menulis, “Kristus, yang nama-Nya punya asal-usul, menderita hukuman ekstrim... di tangan penguasa kita, Pontius Pilatus.”[18] Ini seperti pergi ke pusat arsip dan menemukannya di satu hari musim semi pada abat pertama, The Jerusalem Post menulis berita halaman pertama tentang Yesus disalibkan dan mati. Kerja detektif yang lumayan bagus, dan cukup konklusif. Kenyataannya, tidak ada catatan sejarah dari kaum Kristen, Romawi, atau Yahudi yang membantah kematian maupun pemakaman Yesus. Bahkan sejarawan skeptis yang menolak kebangkitan sepakat bahwa Yesus memang mati. Skeptik ternama James Tabor menandaskan, “Kupikir kita tidak perlu ragu bahwa setelah eksekusi Yesus dengan penyaliban Romawi Dia benar-benar mati.”[19] John Dominic Crossan, pendiri skeptis terkemuka Jesus Seminar, setuju bahwa Yesus benar-benar hidup dan mati. Dia menyatakan, “Bahwa Dia telah disalibkan adalah sungguh terjadi seperti peristiwa historis lainnya.”[20] Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan medis demikian, sepertinya kita berdiri di atas dasar yang kokoh untuk menolak yang pertama dari lima opsi kita. Yesus jelas memang mati, “itu tidak diragukan.”



Hal. 4 dari 11



KASUS KUBUR YANG KOSONG Tidak ada sejarawan tangguh yang meragukan kematian Yesus ketika Dia diturunkan dari salib. Tetapi, banyak yang mempertanyakan bagaimana mayat Yesus menghilang dari makam. Jurnalis Inggris Dr. Frank Morison awalnya memandang kebangkitan sebagai mitos atau kebohongan (hoax), dan dia memulai riset untuk menulis buku yang membantah ini.[21] Buku tersebut menjadi terkenal tetapi karena alasan di luar maksud aslinya. Morison mulai dengan mencoba memecahkan kasus kubur yang kosong. Makam ini milik seorang anggota Dewan Sanhedrin, Yusuf dari Arimathea. Di Israel pada masa itu, menjadi anggota Dewan sama seperti bintang musik rock. Semua orang kenal siapa yang ada di Dewan. Yusuf pasti tokoh nyata. Kalau tidak, para pemimpin Yahudi akan menyingkap bahwa kisah mereka adalah penipuan untuk menolak kebangkitan. Juga, makam Yusuf pasti berada di lokasi yang diketahui umum dan mudah dikenali, jadi pandangan-pandangan bahwa Yesus “hilang di pemakaman” harus dijauhkan. Morison penasaran kenapa musuh-mush Yesus membiarkan “mitos kubur kosong” tetap ada jika ini tidak benar. Penemuan mayat Yesus akan menghabisi semua plot cerita. Dan yang diketahui secara historis dari musuh-musuh Yesus adalah mereka menuduh murid-murid telah mencuri jenazah Yesus, sebuah tuduhan yang jelas-jelas didasarkan atas keyakinan bahwa kuburan telah kosong. Dr. Paul L. Maier, professor sejarah purba di Western Michigan University, menandaskan hal serupa, “Jika semua bukti ditelaah dengan cermat dan jujur, maka dapat disimpulkan ... bahwa makam tempat Yesus dikuburkan benar-benar kosong pada pagi hari di Paskah pertama. Dan tidak ada secercah bukti yang pernah didapati ... yang akan membantah pernyataan ini.”[22] Para pemimpin Yahudi terkejut. Mereka menuduh murid-murid mencuri jenazah Yesus. Tetapi bangsa Romawi telah menugaskan penjagaan 24-jam terhadap makam dengan pasukan terlatih (sekitar 4 sampai 16 prajurit). Josh McDowell menulis bahwa mereka ini bukanlah pasukan biasa. “Bila satuan prajurit ini gagal dalam tugasnya – jika mereka tertidur, meninggalkan pos mereka, atau gagal dalam cara lainnya – ada banyak sumber sejarah yang melukiskan apa yang akan terjadi. Banyak dari mereka yang dilucuti pakaiannya, dibakar hidup-hidup dengan api yang diumpan dengan pakaian mereka sendiri atau mereka disalibkan terbalik. Satuan Penjaga Romawi sangat disiplin dan mereka takut gagal dengan cara apapun.”[23] Hampir mustahil bagi siapapun untuk lolos dari penjagaan Romawi lalu menggeser batu seberat dua ton. Namun batu itu memang bergeser dan jenazah Yesus menghilang. Jika mayat Yesus ada di suatu tempat, musuh-musuh-Nya akan dengan cepat menguak bahwa kebangkitan adalah penipuan. Tom Anderson, mantan presiden California Trial Lawyers Association (Asosiasi Pembela Hukum California), meringkas kekuatan argumen ini: Dengan peristiwa yang sedemikian tersiar, bukankah beralasan jika salah seorang sejarawan, seorang saksi, seorang antagonis akan mencatat sejarah bahwa dia telah melihat mayat Kristus? ... Sejarah yang membisu adalah pernyataan yang menulikan dalam hal kesaksian melawan kebangkitan.[24]



Jadi, berdasarkan bukti tidak ada mayat, dan dengan jelasnya kubur kosong, Morison menerima bukti kuat bahwa mayat Yesus telah menghilang dari makam.



Hal. 5 dari 11



PERAMPOKAN MAKAM? Seiring berlanjutnya penyelidikan Morison, dia mulai menguji motif-motif pengikut Yesus. Mungkin yang dikira kebangkitan sebenarnya adalah mayat yang dicuri. Namun jika demikian, bagaimana mungkin seseorang mencatat semua berita penampakan Yesus yang telah bangkit? Sejarawan Paul Johnson, dalam buku A History of the Jews, menulis, “Yang jadi soal bukanlah keadaan kematian-Nya tetapi kenyataan bahwa Dia dipercaya secara luas dan teguh, oleh selingkaran orang yang terus membesar, telah bangkit kembali.”[25] Makam itu jelas kosong. Tapi bukan hanya soal kekosongannya yang bisa menggairahkan para pengikut Yesus (apalagi kalau mereka yang telah mencurinya). Sesuatu yang luar biasa pasti telah terjadi, karena para pengikut Yesus berhenti meratap, berhenti bersembunyi, dan mulai dengan tanpa rasa takut memproklamirkan bahwa mereka telah melihat Yesus hidup. Semua saksi mencatat laporan bahwa Yesus tiba-tiba menampakkan diri kepada pengikut-Nya, mula-mula kaum wanita. Morison penasaran kenapa para konspirator akan membuat kaum wanita sebagai sentral dari kisah ini. Pada abad pertama, wanita hampir tidak punya hak, kepemilikan, atau status sosial. Jika kisah karangan ini hendak sukses, Morison berargumen, para konspirator akan memilih kaum pria, bukan wanita, sebagai yang pertama melihat Yesus hidup. Namun kita membaca bahwa para wanita menyentuh Dia, berbicara dengan Dia, dan yang pertama kali mendapati kubur kosong. Kemudian, menurut catatan saksi, semua murid melihat Yesus lebih dari sepuluh peristiwa terpisah. Mereka menulis bahwa Dia menunjukkan tangan dan kaki-Nya pada mereka dan menyilahkan mereka menyentuh-Nya. Dan Dia dicatat makan bersama-sama mereka dan kemudian menampakkan diri hidup kepada lebih dari 500 pengikut pada suatu kesempatan. Pakar hukum John Warwick Montgomery menandaskan, “Pada tahun 56 M. Rasul Paulus menulis bahwa lebih dari 500 orang telah melihat Yesus yang bangkit dan kebanyakan dari mereka masih hidup (1 Kor. 15:6). Ini melampaui batas-batas kredibilitas bahwa kaum Kristen mula-mula akan mereka-reka kisah sedemikian dan mengotbahkannya di antara orang banyak yang akan dengan mudah menolak dengan sekedar merekayasa mayat Yesus.”[26] Pakar Alkitab Geisler dan Turek sepakat. “Jika Kebangkitan tidak terjadi, mengapa Rasul Paulus akan memberi sedemikian daftar saksi-saksi? Dia akan segera kehilangan kredibilitas dari para pembacanya di Korintus dengan berbohong seberani itu.”[27] Petrus berkisah pada khalayak di Kaisarea kenapa dia dan murid-murid lain begitu yakin Yesus hidup. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuat-Nya di tanah Yudea maupun di Yerusalem; dan mereka telah membunuh Dia dan menggantung Dia pada kayu salib. Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga ... Kami yang telah makan dan minum bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati. (Kis. 10 39 – 41) Pakar Alkitab Inggris Michael Green mencatat, “Penampakan-penampakan Yesus adalah seotentik fakta lain di dalam sejarah ... Tidak ada keraguan yang rasional bahwa ini memang terjadi.”[28]



KONSISTEN HINGGA AKHIR Seolah laporan-laporan saksi tidak cukup untuk menantang skeptisisme Morison, ia juga dibingungkan oleh perilaku para murid. Fakta sejarah yang telah membungkam para sejarawan, psikolog, dan kaum skeptik juga adalah kesebelas mantan pengecut ini tiba-tiba dengan rela menderita hinaan, siksaan, dan kematian. Semua kecuali satu murid Yesus dibantai sebagai martir. Apa mungkin mereka akan berlaku demikian demi sebuah kebohongan, dengan mengetahui bahwa mereka telah mencuri jenazah Yesus? Para Teroris pada 11 September membuktikan bahwa beberapa orang akan rela mati demi alasan keliru yang mereka yakini. Tetapi untuk rela menjadi martir demi kebohongan yang sudah diketahui adalah Hal. 6 dari 11



ketidakwarasan. Sebagaimana diungkapkan Paul Little, “Manusia rela mati demi apa yang mereka yakin benar, meskipun itu sesungguhnya keliru. Tapi mereka tidak akan mau mati demi apa yang mereka ketahui sebagai kebohongan.”[29] Murid-murid Yesus berperilaku konsisten dengan keyakinan asli bahwa pemimpin mereka hidup. Tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan dengan memadai kenapa murid-murid rela mati demi kebohongan yang diketahui. Tapi sekalipun umpamanya mereka semua bermufakat untuk berbohong tentang kebangkitan Yesus, bagaimana mungkin mereka menjaga konspirasi itu berlangsung selama puluhan tahun tanpa setidaknya satu dari mereka membeberkan demi uang atau jabatan? Moreland menulis, “Mereka yang berbohong untuk keuntungan pribadi tidak dapat bertahan lama, khususnya bila kesukaran mengurangi keuntungan yang diraih.”[30] Chuck Colson, yang terlibat dalam skandal Watergate semasa pemerintahan Presiden Nixon, menyatakan sukarnya sekelompok orang mempertahankan kebohongan untuk beberapa masa. “Saya yakin kebangkitan Yesus adalah fakta, dan Watergate membuktikannya bagi saya. Bagaimana bisa? Karena 12 orang bersaksi mereka telah melihat Yesus bangkit dari kematian, dan mereka memproklamirkan kebenaran itu selama 40 tahun, tanpa sekalipun menyangkalinya. Semuanya dipukuli, disiksa, dirajam dan dijebloskan ke penjara. Mereka tidak akan bertahan seandainya itu tidak benar. Watergate melibatkan 12 orang paling kuat di dunia – dan mereka tidak dapat merahasiakan kebohongan selama tiga minggu. Kau mau bilang kalau 12 rasul dapat merahasiakan kebohongan selama 40 tahun? Sungguh mustahil!”[31]



Sesuatu telah terjadi dan mengubah segalanya bagi para pria dan wanita ini. Morison mengakui, “Siapapun yang menghadapi masalah ini cepat atau lambat akan berbenturan dengan fakta yang tidak dapat dijelaskan ... Faktanya yaitu ... suatu keyakinan yang begitu kuat hinggap pada sekelompok kecil orang – sebuah perubahan yang membuktikan bahwa Yesus telah bangkit dari kubur.”[32]



APAKAH PARA MURID BERHALUSINASI? Banyak orang masih mengira mereka melihat Elvis yang gemuk, berambut putih bergegas masuk ke Dunkin Donuts. Dan ada sejumlah orang yang percaya mereka menghabiskan malam bersama alien-alien dalam sebuah kapal induk serta dijadikan obyek pengujian. Terkadang orang-orang tertentu bisa “melihat” hal-hal yang mereka inginkan, hal-hal yang sebenarnya tidak ada. Dan itulah sebabnya beberapa orang menyatakan bahwa murid-murid sangat terguncang setelah penyaliban sehingga hasrat mereka untuk melihat Yesus menyebabkan halusinasi massal. Mungkinkah? Psikolog Gary Collins, mantan presiden American Association of Christian Counselors, pernah ditanyai tentang kemungkinan adanya halusinasi yang melatari perubahan perilaku radikal para murid. Collins menjawab, “Halusinasi merupakan peristiwa yang bersifat individu. Berdasarkan sifat alamiahnya, hanya satu orang yang melihat sebuah halusinasi pada suatu waktu. Halusinasi bukan sesuatu yang bisa dilihat oleh sekelompok orang.”[33] Halusinasi bahkan jauh dari kemungkinan, menurut psykolog Thomas J. Thorburn. “Mutlak tidak dapat diterima kalau ... lima ratus orang, dengan kewarasan pikiran ... mengalami semua kesan yang dikecap indera – visual, suara, sentuhan – dan semua ini ... pengalaman-pengalaman yang dijelaskan sebagai .. halusinasi.”[34] Lebih lanjut, dalam psikologi halusinasi, seseorang harus berada dalam kondisi pikiran di mana ia begitu berhasrat melihat orang hingga pikirannya mewujudkannya. Dua pemimpin utama gereja mula-mula, Yakobus dan Paulus, keduanya menyatakan dengan tegas bahwa mereka berjumpa dengan Yesus yang Hal. 7 dari 11



telah bangkit, tanpa mendambakan atau mengharapkannya untuk kesenangan. Rasul Paulus, kenyataannya, memimpin penganiayaan paling pertama terhadap kaum Kristen, dan perpindahan keyakinannya tetap tidak dapat dijelaskan kecuali atas kesaksiannya bahwa Yesus telah menampakkan diri padanya, setelah bangkit. Teori halusinasi, dengan demikian, tampaknya menemui jalan buntu. Apa lagi yang bisa menjelaskan kebangkitan ini?



DARI KEBOHONGAN MENJADI LEGENDA Beberapa kaum skeptik yang tidak yakin mengaitkan kisah kebangkitan dengan sebuah legenda yang diawali oleh satu atau lebih orang yang berbohong atau berpikir mereka telah melihat Yesus yang bangkit. Sepanjang sejarah, legenda akan bertumbuh dan terus dibumbui seiring perjalanannya. Kelihatannya ini seperti skenario yang mungkin. Tapi ada tiga masalah utama dengan teori ini. •



• •



Pertama, legenda tidak akan berkembang sementara ada banyak saksi hidup yang akan membantahnya. Seorang sejarawan Roma dan Yunani kuno, A. N. Sherwin-White, berargumen bahwa berita kebangkitan menyebar terlalu dini dan terlalu cepat untuk ukuran sebuah legenda.[35] Kedua, legenda berkembang lewat tradisi mulut-ke-mulut dan tidak dengan dokumen-dokumen historis yang bisa diverifikasi. Tapi Injil ditulis dalam rentang tiga dekade sejak kebangkitan.[36] Ketiga, teori legenda tidak dapat menjelaskan fakta kubur yang kosong atau bukti-bukti historis sahih dari para rasul bahwa Yesus hidup.[37]



Karena itu, teori legenda tampaknya tidak bisa bertahan lebih baik dari upaya penjelasan yang lain tentang klaim yang menakjubkan ini. Lebih lanjut, berita kebangkitan Yesus Kristus sesungguhnya mengubah sejarah, yang dimulai dengan Kekaisaran Roma. Bagaimana mungkin sebuah legenda menyebabkan dampak historis sedemikian besar dalam kurun waktu sesingkat itu?



MENGAPA KEKRISTENAN MENANG? Morison dibingungkan oleh kenyataan bahwa “sebuah pergerakan kecil berhasil menjungkalkan cengkeraman kokoh Yahudi, dan juga Romawi yang perkasa.” Bagaimana bisa menang, menghadapi semua rintangan raksasa ini? Morison menulis, “Dalam kurun dua puluh tahun, pernyataan petani-petani Galilea ini telah mengguncang gereja Yahudi ... Dalam kurun kurang dari lima puluh tahun ia mulai mengancam ketenteraman Kekaisaran Romawi. Setelah kita mengutarakan semua yang bisa diucapkan ... kita tetap dihadapkan pada misteri terbesar. Mengapa ia bisa menang?”[38] Demi segala kebenaran, jika tidak ada kebangkitan, Kekristenan pasti sudah mati di kayu salib ketika para murid kocar-kacir menyelamatkan hidup mereka. Tetapi para murid terus berkiprah untuk mendirikan gerakan Kekristenan yang terus bertumbuh. J. N. D. Anderson menulis, “Bayangkan kekonyolan psikologis dari sekelompok kecil pengecut yang dipecundangi sedang ketakutan dalam kamar atas sebuah rumah dan beberapa hari kemudian bertransformasi menjadi sebuah jemaat besar yang tidak dapat dibungkam oleh penganiayaan – lantas upaya mengaitkan perubahan dramatik ini dengan hal-hal yang tidak lebih meyakinkan daripada bualan menyedihkan ... Jelas-jelas tidak masuk akal.”[39]



Hal. 8 dari 11



KESIMPULAN KEJUTAN Dengan gugurnya argumen mitos, halusinasi, dan otopsi yang cacat, dengan bukti tak terbantahkan atas kubur yang kosong, dengan sedemikian besar saksi penampakan Yesus, dan dengan transformasi yang tak dapat dijelaskan dan dampak terhadap dunia dari orang-orang yang mengklaim telah melihat Dia, Morison menjadi yakin bahwa praduga bantahannya terhadap kebangkitan Yesus Kristus ternyata keliru. Dia mulai menulis buku yang berbeda – judulnya Who Moved the Stone? – untuk merinci kesimpulankesimpulan barunya. Morison sekedar mengikuti jejak bukti, petunjuk demi petunjuk, hingga kebenaran kasus ini menjadi jelas baginya. Kekagetannya adalah bukti-bukti yang ada menuntun pada keyakinan atas kebangkitan. Dalam bab pertama, “The Book that Refused to be Written,” mantan skeptik ini menjelaskan bagaimana bukti-bukti meyakinkan dia bahwa kebangkitan Yesus sungguh-sungguh peristiwa sejarah yang nyata. “Seumpama seorang pria yang menembus hutan dengan lintasan yang sudah akrab dan mudah dilewati dan tiba-tiba keluar di tempat yang tidak dia sangka-sangka.”[40] Morison tidak sendirian. Begitu banyak kaum skeptik lain yang telah menguji bukti kebangkitan Yesus, dan menerimanya sebagai fakta paling menakjubkan dalam sejarah manusia. C. S. Lewis, yang dulunya meragukan keberadaan Yesus, juga terubahkan oleh bukti kebangkitan Yesus. Dia menulis, “Sesuatu yang benar-benar baru dalam sejarah semesta telah terjadi. Yesus mengalahkan maut. Pintu yang sebelumnya selalu terkunci untuk pertama kalinya telah dipaksa membuka.”[41] Mari menyimak satu lagi skeptik yang terubahkan oleh bukti.



SEORANG PROFESSOR YANG TERCENGANG Salah seorang yang awalnya memandang kebangkitan sekedar mitos, hanya untuk membalik posisinya seperti Morison, adalah salah satu pakar hukum terkemuka di dunia, Dr. Simon Greenleaf. Greenleaf adalah pendiri Harvard Law School. Dia telah menulis tiga-jilid buku karya agung bidang hukum A Treatise on the Law of Evidence, yang disebut sebagai “penulisan tunggal terbesar sepanjang kepustakaan bidang prosedur legal.”[42] Sistem yudisial Amerika Serikat hingga kini masih mengandalkan prinsip-prinsip barang bukti yang ditetapkan oleh Greenleaf. Sembari mengajar hukum di Harvard, Professor Greenleaf menyatakan pada kelasnya bahwa kebangkitan Yesus Kristus hanyalah sebuah legenda. Sebagai atheis, ia memandang mujizat sebagai kemustahilan. Untuk membantahnya, tiga dari mahasiswa hukumnya menantang dia untuk menerapkan prinsip-prinsip barang bukti miliknya terhadap kisah kebangkitan ini. Setelah begitu banyak desakan, Greenleaf menerima tantangan mahasiswanya dan memulai penyelidikan terhadap bukti-bukti yang ada. Dengan memusatkan kecemerlangannya di bidang hukum atas fakta-fakta sejarah, Greenleaf berupaya untuk membuktikan bahwa kisah kebangkitan tidak benar. Namun semakin dalam penyelidikan Greenleaf atas catatan sejarah, semakin terperangah dia atas buktibukti kuat yang mendukung bahwa Yesus memang bangkit dari kubur. Skeptisisme Greenleaf ditantang oleh peristiwa yang telah mengubah alur sejarah umat manusia. Greenleaf tidak mampu menjelaskan beberapa perubahan dramatis yang terjadi segera setelah kematian Yesus, yang paling membingungkan yakni perilaku para murid. Bukan hanya satu atau dua orang murid yang semula menolak bahwa Yesus telah bangkit; semuanya. Dengan menerapkan prinsip barang bukti atas fakta-fakta ini, Greenleaf tiba pada kesimpulannya. Dalam pembalikan yang mengejutkan atas pendiriannya, Greenleaf menerima kebangkitan Yesus sebagai penjelasan terbaik atas peristiwa-peristiwa yang terjadi segera setelah penyaliban-Nya. Bagi pakar hukum brilian dan mantan atheis ini, tidak akan mungkin para murid bersikeras dengan pernyataan mereka bahwa Yesus telah bangkit jika mereka tidak benar-benar melihat Kristus yang bangkit itu.[43]



Hal. 9 dari 11



Dalam bukunya The Testimony of the Evangelists, Greenleaf membukukan bukti-bukti yang menyebabkan dia berubah pendirian. Dalam kesimpulannya ia menantang mereka yang mencari kebenaran tentang kebangkitanuntuk menguji bukti-bukti secara adil. Greenleaf begitu terpengaruh oleh bukti-bukti hingga ia menjadi seorang Kristen yang teguh. Dia yakin setiap orang yang tidak keliru dalam menguji bukti-bukti ini seperti dalam sidang pengadilan akan menyimpulkan hal yang sama dengannya – bahwa Yesus Kristus sungguh telah bangkit.[44] Tetapi kebangkitan Yesus Kristus menimbulkan pertanyaan: Apa gunanya fakta bahwa Yesus telah mengalahkan kematian dengan hidup saya? Jawaban atas pertanyaan ini adalah pokok pengajaran Perjanjian Baru orang Kristen.



APAKAH YESUS MEMBERITAHU APA YANG TERJADI SETELAH KITA MATI? Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, maka dia sendiri pasti tahu apa yang ada diseberang sana. Apa yang Yesus ucapkan tentang arti hidup dan masa depan kita? Adakah banyak jalan menuju Tuhan atau apakah Yesus mengklaim sebagai satu-satunya jalan? Silahkan baca jawaban-jawaban yang mencengangkan dalam “Why Jesus.” http://y-jesus.com/wwrj/7-jesus-relevant-today.php Bacalah “Why Jesus” dan temukan jawaban Yesus tentang hidup setelah kematian. http://yjesus.com/wwrj/7-jesus-relevant-today.php



CATATAN [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]



[11] [12] [13] [14] [15] [16]



Paul Edwards, “Great Minds: Bertrand Russell,” Free Inquiry, December 2004/January 2005, 46. R. C. Sproul, Reason to Believe (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1982), 44. Josh McDowell, The New Evidence That Demands a Verdict (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1999), 203. Bertrand Russell, Why I Am Not a Christian (New York: Simon & Schuster, 1957), 16. Joseph Campbell, wawancara bersama Bill Moyers, Joseph Campbell and the Power of Myth, PBS TV special, 1988. Michael J. Wilkins and J. P. Moreland, eds, Jesus Under Fire (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1995), 2. “What Is a Skeptic?” editorial in Skeptic, vol 11, no. 2), 5. Wilbur M. Smith, A Great Certainty in This Hour of World Crises (Wheaton, ILL: Van Kampen Press, 1951), 10, 11. Kata Aramaik yang diucapkan Yesus, “tetelestai”, adalah istilah akuntansi yang berarti “hutang terbayar lunas,” mengacu pada hutang dosa-dosa kita. Sejarawan Will Durant melaporkan, “Pada sekitar pertengahan abad pertama seorang pagan (agama suku) bernama Thallus ... berargumen bahwa kegelapan yang tidak lazim pada saat kematian Kristus adalah murni fenomena alami dan kebetulan; argumen ini mengakui keberadaan Kristus. Bantahan eksistensi Kristus tidak pernah terjadi bahkan dari kaum nonYahudi yang paling memusuhi atau dari kaum Yahudi yang menjadi lawan kekristenan.” Will Durant, “Caesar and Christ,” vol. 3 dari The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 555. Lord Hailsham, The Door Wherein I Went (London: Collins, 1975), 54. Jim Bishop, The Day Jesus Died (New York: Harper Collins, 1977), 257. Dikutip dalam wawancara J. P. Moreland, Lee Strobel, The Case for Christ (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1998), 246. Peter Steinfels, “Jesus Died – And Then What Happened?” New York Times, April 3, 1988, E9. William D. Edwards, M.D., et al., “On the Physical Death of Jesus Christ,”Journal of the American Medical Association 255:11, March 21, 1986. Lucian, Peregrinus Proteus. Hal. 10 dari 11



[17] [18] [19] [20] [21] [22] [23] [24] [25] [26] [27] [28] [29] [30] [31] [32] [33] [34] [35] [36] [37] [38] [39] [40] [41] [42] [43] [44]



Josephus, Flavius, Antiquities of the Jews, 18. 63, 64. [Meskipun sebagian tulisan Josephus tentang Yesus diperdebatkan, rujukan terhadap Pilatus ini yang menghukum Dia di salib dipandang otentik oleh para pakar kebanyakan]. Tacitus, Annals, 15, 44. Dalam Great Books of the Western World, ed. By Robert Maynard Hutchins, Vol. 15, The Annals and The Histories oleh Cornelius Tacitus (Chicago: William Benton, 1952). James D. Tabor, The Jesus Dynasty (New York: Simon & Schuster, 2006), 230. Gary R. Habermas and Michael R. Licona, The Case for the Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel, 2004), 49. Frank Morison, Who Moved the Stone? (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1958), 9. Paul L. Maier, Independent Press Telegram, Long Beach, CA: April 21, 1973. Josh McDowell, The Resurrection Factor Part 3, Josh McDowell Ministries, 2009, http://www.bethinking.org/bible-jesus/intermediate/the-resurrection-factor-part-3.htm. Dikutip dalam Josh McDowell, The Resurrection Factor (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1981), 66. Paul Johnson, A History of the Jews (New York: Harper & Row, 1988), 130. John W. Montgomery, History and Christianity (Downers Grove, ILL: InterVarsity Press, 1971), 78. Norman L. Geisler and Frank Turek, I Don’t Have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton, IL: Crossway, 2004), 243. Michael Green, The Empty Cross of Jesus (Downers Grove, IL: InterVarsity, 1984), 97, dikutip dalam John Ankerberg and John Weldon, Knowing the Truth about the Resurrection (Eugene, OR: Harvest House), 22. Paul Little, Know Why You Believe (Wheaton, IL: Victor, 1967), 44. J. P. Moreland, Scaling the Secular City, (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 2000), 172. Charles Colson, “The Paradox of Power,” Power to Change, www.powertochange.ie/changed/index_Leaders. Morison, 104. Gary Collins dikutip dalam Strobel, 238. Thomas James Thorburn, The Resurrection Narratives and Modern Criticism (London: Kegan Paul, Trench, Trubner & Co., Ltd., 1910.), 158, 159. Sherwin-White, Roman Society, 190. Habermas and Licona, 85. Habermas and Licona, 87. Morison, 115. J. N. D. Anderson, “The Resurrection of Jesus Christ,” Christianity Today,12. April, 1968. Morison, 9. C. S. Lewis, God in the Dock (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 2000 ), 159. Simon Greenleaf, The Testimony of the Evangelists Examined by the Rules of Evidence Administered in Courts of Justice (1874; reprint, Grand Rapids, MI: Kregel, 1995), back cover. Ibid., 32. Ibid., back cover.



ARTIKEL INI DITERJEMAHKAN DARI ARTIKEL ASLI YANG DAPAT DIAKSES PADA TAUTAN BERIKUT INI: http://y-jesus.com/pdf_c/6-1871.php SOLI DEO GLORIA [+-]



Hal. 11 dari 11