Aplikasi Survei Hidrografi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME APLIKASI SURVEI HIDROGRAFI Disusun oleh:



BRIAN PURNAMA PUTRA



03311740000080



Kelas : Survei Hidrografi B



Dosen:



Khomsin, ST, MT



DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2019



A. Pendahuluan Hidrografi merupakan suatu cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran dan deskripsi sifat serta bentuk dasar perairan dan dinamika badan air (Kelompok Keahlian Hidrografi, 2004). Adapun yang dimaksud dengan dasar perairan meliputi topografi dasar laut, jenis material dasar laut dan morfologi dasar laut, sedangkan yang dimaksud dengan dinamika badan air meliputi pasut dan arus. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika badan air tersebut diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei hidrografi. Informasi yang diperoleh dari kegiatan ini untuk pengelolaan sumber daya laut dan pembangunan industri kelautan. Informasi yang diperoleh dari kegiatan ini untuk pengelolaan sumberdaya laut dan pembangunan industri kelautan Negara Indonesia sendiri terdiri atas beribu pulau. Dan antara pulau satu dengan yang lain dibatasi oleh perairan laut yang sangat luas. Potensi negara Indonesia akan kekayaan lautnya sangat melimpah, dan berkembang juga dalam industri maritim. Wilayah pantai di kepulauan Indonesia memiliki potensi pembangunan yang sangat bagus. Kawasan laut memiliki dimensi pengembangan yang lebih luas dari daratan karena mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Potensi kelautan di republik ini sungguh sangat berlimpah baik di nearshore maupun di offshore. Beberapa sektor kelautan seperti perikanan, perhubungan laut, pertambangan sudah mulai dikembangkan walaupun masih jauh dari potensi yang ada. Salah satu kegunaan manfaat dari luasnya perairan di Indonesia ini adalah banyaknya transportasi maritim. Terciptanya sistem transportasi maritim Indonesia yang efisien dapat membantu dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai poros maritim dunia. Efisiensi dalam sistem ini diharapkan tercipta melalui pengembangan konsep tol laut. Tol laut yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi bertujuan menghubungkan jalur pelayaran secara rutin dari wilayah timur ke wilayah barat Indonesia. Dengan adanya pelayaran yang terjadwal, biaya logistik pelayaran dapat diminimalisasi. Pengembangan tol laut mencakup: perencanaan trayek dan subsidi angkutan laut, revitalisasi pelayaran rakyat dan pengembangan industri komoditi wilayah (Bappenas, 2015). Kesuksesan berjalannya tol laut bergantung pada ketersedian elemen-elemen pengembangan tol laut. Berdasarkan peruntukkannya, pengembangan tol laut terbagi atas dua bagian: tol laut bagi peti kemas dan tol laut penumpang dan kapal pesiar (Bappenas, 2015).



Elemen-elemen tol laut untuk pelayaran peti kemas seperti penyusunan rute pelayaran terjadwal, pengembangan pelabuhan dan sarana serta prasarana navigasi sangat terkait erat dengan survei hidrografi. Peta kedalaman laut (batimetri) adalah hasil utama dari survei hidrografi. Data batimetri tersebut sangat diperlukan dalam pengembangan dermaga baru ataupun pemeliharaan dermaga yang telah ada. Ketersediaan dan pemeliharaan data menjadi sangat penting. Sebagai contoh, suatu dermaga dirancang dengan kondisi batimetri tertentu, berdasarkan jenis kapal yang dilayani. Dikarenakan operasional keluar-masuk kapal di pelabuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi batimetri, maka kedalaman laut di sekitar pelabuhan mesti terjaga. Selain itu, batimetri juga dibutuhkan dalam menentukan rute pelayaran kapal dan lokasi pemasangan rambu-rambu laut. Optimasi rute dan tersedianya rambu-rambu laut akan melancarkan kapal yang melakukan pelayaran dan mengurangi bahaya terjadinya kecelakaan B. Pengertian Survei Hidrografi Hidrografi adalah ilmu yang mempelajari dan menggambarkan bentuk fisik bagian permukaan bumi yang dilingkupi air, termasuk daratan yang berbatasan dengan perairan (Poerbandono & Djunarsjah, 2005; International Hydrographic Organization, 1994, 2009). Permukaan bumi yang dilingkupi air mencakup: permukaan dan kolom air, juga dasar perairan, serta perubahan parameter tersebut terhadap waktu. Definisi hidrografi adalah cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran sifat dan bentuk dasar perairan dan dinamika badan air. Fenomena dasar perairan yang disebut dalam definisi tersebut di atas meliputi: bathimetri atau ‘topografi’ dasar laut, jenis material dasar laut, dan morfologi dasar laut. Sementara itu, dinamika badan air yang disebut dalam definisi tersebut di atas meliputi: pasang-surut muka air dan arus. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika badan air diperoleh dari pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei hidrografi. Data yang diperoleh dari survei hidrografi kemudian diolah dan disajikan sebagai informasi geospasial atau informasi yang terkait dengan posisi di muka bumi. Sehubungan dengan hal itu, maka seluruh informasi yang disajikan harus memiliki data posisi dalam ruang yang mengacu pada suatu sistem referensi tertentu. Oleh karenanya, posisi suatu obyek, di dalam dan di dasar perairan merupakan titik perhatian utama dalam hidrografi.



Hidrografi menurut IHO adalah cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran dan deskripsi dari fitur-fitur yang ada pada laut dan daerah pantai yang memiliki tujuan untuk navigasi dan semua aktifitas di laut, termasuk aktifitas lepas pantai, penelitian, perlindungan lingkungan. Survei hidrografi menurut International Hydrographic organization (IHO) adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran parameter-parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut secara tepat, hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik dan dinamika-dinamika lautan. Dalam survei hidrografi ini, termasuk pula dengan pengukuran batimetri. Survei batimetri merupakan survei pemeruman, yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan dasar perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada permukaannya saja, tidak sampai pada kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh di atasnya, semata-mata bentuk atau topografi (Poerbandono dan Djunarsah, 2005). Survei hidrografi



menurut IHO memiliki tujuan untuk mengumpulkan data



georeferensi yang berkaitan dengan konfigurasi garis pantai (termasuk infrastruktur buatan untuk navigasi maritim yang akan digunakan untuk navigasi), kedalaman di daerah pelayaran (termasuk semua potensi bahaya navigasi dan kegiatan laut lainnya), eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan, perlindungan lingkungan dan pertahanan maritim. Sebelum melakukan kegiatan survei hidrografi ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan seperti penentuan batas area survei; resolusi dan ketelitian dari data yang akan dihasilkan; sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam survei seperti kapal yang akan digunakan, tipe echosounder, dan data pendukung lainnya; dan dana. Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Adapun aktivitas Utama survey hidrografi meliputi: a. penentuan posisi dan penggunaan sistem referensi, b. pengukuran kedalaman (pemeruman), c. pengukuran arus, d. pengukuran (pengambilan contoh dan e. analisis) sedimen, f. pengamatan pasut, dan



g. pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir). Melalui bidang keilmuan Hidrografi dapat ditambahkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu penambahan parameter bahaya dan pemilihan metode pengukuran parameter yang lebih efektif dan efisien. Parameter bahaya yang akan ditambahkan di antaranya informasi batimetri atau kedalaman laut, objek perairan, dan batas wilayah C. Aplikasi Survei Hidrorafi Penggunaan atau pemanfaatan survey hidrografi banyak digunakan di dunia ini, terutama dalam bidang kelautan. Adapun beberapa pemanfaatan atau aplikasi survey hidrografi, antara lain: 1. Mengetahui Bentuk Topografi Dasar Laut Dalam Journal “Aplikasi Echosounder Hi-Target HD 370 Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal” (Al Kautsar Muhammad, Sasmito Bandi, Hani’ah Haniah), Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk topografi dasar perariran (seabed surface). Proses penggambaran dasar perairan tersebut (pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya) disebut sebagai survei batimetri. Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau model permukaan digital. Garis-garis kontur kedalaman atau model batimetri diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman yang tersebar pada lokasi yang dikaji. Kerapatan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang akan dibuat. Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang menurut prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode mekanik, optik dan akustik a. Metode Mekanik Metode mekanik merupakan metode yang paling awal yang pernah dilakukan manusia untuk melakukan pengukuran kedalaman. Metode ini sering disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara langsung. Pada beberapa kondisi lapangan tertentu, misalnya daerah perairan yang sangat dangkal atau rawa, cara ini masih cukup efektif untuk digunakan. Instrumen yang dipakai untuk melakukan pengukuran kedalaman dengan metode ini adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukandengan bantuan wahana apung. Bentuk dan penampilan tongkat ukur mirip



seperti rambuukur yang dipakai untuk pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karenafleksibilitas bentuknya, biasanya dipakai untuk melakukan pengukuran kedalamanperairan yang rata-rata lebih dalam dibanding tongkat ukur. b. Metode Optik Pengukuran kedalaman dengan metode optik merupakan cara terbaru yang digunakan untuk pemeruman. Metode ini memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Teknologi ini dikenal dengan sebutan Laser Airborne Bathymetry (LAB) dan telah dikembangkan menjadi suatu sistem pemeruman oleh beberapa negara di Amerika dan Australia. Di Kanada dikenal sistem Light Detecting and Ranging (LIDAR), di Amerika Serikat dikenal sistem Airborne Oceanographic LIDAR (AOL) dan Hydrographic Airborne Laser Sounder (HALS), sedangkan di Australia dikenal sistem Laser Airborne Depth Sounder (LADS). Teknologi LADS MILIK Royal Australian Navy pernah dicobakan untuk digunakan di Indonesia pada pertengahan tahun 90-an dengan mengambil daerah survei di perairan sekitar Pulau Enggano, Bengkulu, bekerja sama dengan BPPT dan Dishidros TNI-AL. c. Metode Akustik Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air merupakan teknik yang paling populer dalam hidrografi saat ini. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Secara khusus, teknik ini dipelajari dalam hidro-akustik. Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton, 2002). Alat ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan ge lombang akustik yang dipancarkan dari transducer. Transducer adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui



atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dapat dipantulkan kembali ke transducer. Hasil pengukuran kedalaman akan direkam dan ditampilkan secara digital. Tampilannya adalah profil kedalaman perairan sepanjang jalur survei kapal (lajur perum). Jika pada titik-titik tertentu ditandai saat pengukurannya dan pengukuran untuk penentuan posisi dilakukan secara kontinyu dengan saat yang tercatat, maka hasil pencatatan waktu tersebut dapat digunakan untuk merekonstruksi posisi kapal saat melakukan pengukuran kedalaman dilakukan 2. Optimasi Data Hidrografi Dalam jurnal “Optimasi hidrografi data dengan memanfaatkan model laut dalam upaya mendukung program tol laut” yang ditulis oleh Dian N Handiani. Pengembangan tol laut yang menghubungkan laut Indonesia timur dan barat diharapkan bias mendukung terciptanya sistem transportasi maritim Indonesia yang efisien. Kesuksesan tol laut sendiri dapat dicapai dengan menyediakan elemen-elemen pendukung secara maksimal. Pengembangan pelabuhan, penyediaan sarana dan prasarana navigasi berhubungan erat dengan survei hidrografi. Salah satu kendala terkait pemenuhan data hidrografi saat ini adalah belum terlengkapinya prediksi data seperti pasang surut, arus dan gelombang laut yang memudahkan user. Beberapa negara maju telah memiliki sistem yang mengintegrasikan antara hasil survei dan model laut untuk memenuhi kebutuhan data hidrografi. Negara-negara yang dicontohkan adalah Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, dan Kanada. Umumnya negara tersebut sudah mengintegrasikan antara data hasil observasi dengan model laut. Data hasil integrasi dibentuk menjadi suatu sistem prediksi data hidrografi yang bisa dengan mudah dimanfaatkan oleh user. Sistem prediksi di Amerika Serikat dibagi menjadi dua: nowcast (saat ini) and forecast (masa datang). Di lokasi-lokasi perairan yang aktif, dua kondisi tersebut dimodelkan secara terinci untuk membantu user dan memperlancar proses pelayaran. Sistem yang ada di Jepang dan Jerman, tidak jauh berbeda dengan Amerika, hanya jumlah alat observasi realtime yang tersedia relatif lebih banyak. Bahkan di Jepang terdapat dua lembaga pemerintah yang menyediakan data pasang surut realtime: the Japan Meteorological Agency (JMA) dan Japan coast guard (JCG). Untuk kasus di Inggris, sistem yang dikembangkan telah mengintegrasikan secara global, antara satelit, alat observasi yang dipasang di domain kajian, dan hasil simulasi



model. Saat ini juga sedang dikembangkan EU project untuk memberikan pelayanan data yang berasal dari satelit dan teknologi angkasa lainnya bagi user secara global (http://marine.copernicus.eu). Salah satu data yang disediakan adalah data oseanografi. Pendukung program ini adalah negara-negara Eropa, yang secara teknologi telah maju. 3. Keamanan Laut Dalam jurnal “Kontribusi Hidrografi Untuk Memperkuat Early Warning System Keamanan Laut” yang ditulis oleh Dicky R. Munaf dan Demo Putra, Early warning system (sistem peringatan dini) keamanan laut merupakan suatu sistem yang berfungsi mengintegrasikan parameter bahaya laut yang ditujukan untuk memberikan panduan dan peringatan dalam menjaga keamanan di laut serta keamanan pelayaran. Sistem peringatan Dini keamanan laut yang sudah dibangun oleh Bakamla melibatkan gelombang dan angin sebagai parameter bahaya. Data gelombang dan angina diperoleh dari data satelit NOAA. Data tersebut ditampilkan dalam suatu sistem informasi geografis. Pada sistem informasi geografis tersebut dapat dilihat data gelombang dan angina yang divisualkan dengan warna yang menunjukkan tinggi gelombang dan anak panah yang menunjukkan arah angin. Melalui informasi tersebut, kapal yang berlayar dapat menentukan rute pelayaran yang aman dengan mempertimbangkan gelombang dan angin. Dalam penguatan sistem peringatan dini, bidang keilmuan hidrografi berkontribusi pada pendefinisian parameter dan penentuan metode pengukuran. Adapun kajian dari parameter tersebut di antaranya sebagai berikut. Gelombang merupakan perpindahan energy pada air laut. Gelombang terjadi karena adanya transfer energi dari angin ke massa air. Adapun yang dimaksud dengan parameter gelombang adalah kecepatan gelombang, panjang gelombang, periode gelombang, frekuensi gelombang dan tinggi gelombang/amplitudo. Bila dikaji dari dampaknya, energy yang dibawa oleh gelombang dapat menghempaskan kapal sehingga dapat membahayakan kapal. Oleh karena itu, gelombang merupakan salah satu parameter bahaya pelayaran. Parameter bahaya lainnya yaitu batimetri atau yang dikenal sebagai kedalaman laut merupakan topografi bawah laut yang memberikan nilai kedalaman. Nilai kedalaman ini berfungsi untuk menghindarkan kapal karam akibat menumbuk topografi laut dangkal, LTE (low tide elevation), atau terumbu karang



Daftar Pustaka



Dicky R. Munaf, Demo Putra. 2015. Kontribusi Hidrografi Untuk Memperkuat Early Warning System Keamanan Laut. Jurnal Sosioteknologi. Vol 14. Handiani Dian N. 2015. Optimasi hidrografi data dengan memanfaatkan model laut dalam upaya mendukung program tol laut. Al Kautsar Muhammad, Sasmito Bandi. 2013. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal. Jurnal Geodesi Undip. Putra Sediarma Alfian, Sasmito Bandi, Janu Arrohman Fauzi. 2019. Analisis Pengaruh Data Svp (Sound Velocity Profiler) Pada Hasil Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan Perangkat Lunak Eiva. Jurnal Geodesi Undip Hidayat A, Sudarsono B, Sasmito Bandi. 2014. Survei Batimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal. Universitas Diponegoro.