Arsitektur Pesisir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TAR-452



ARSITEKTUR PESISIR



Laporan Kajian Materi Kuliah Arsitektur Pesisir



NAMA : TASHIA AMUDYA NPM : 2013420052 DOSEN : DR. BACHTIAR FAUZY, IR. , MT. KELAS : A / RABU / 07.00 – 10.00



FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2017



1. Sejarah dan Budaya Masuknya Budaya Pendatang (Cina, Arab, dan Kolonial), Budaya Lokal (Jawa), dan Budaya Pesisir 1. 1.



Pengertian Arsitektur, Pesisir, dan Arsitektur Pesisir Arsitektur adalah



seni yang dilakukan oleh setiap individual untuk



berimajinasikan diri mereka dan ilmu dalam merancang bangunan, mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Menurut Vitruvius, bangunan yang baik haruslah memiliki Keindahan/ Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan/ Fungsi (Utilitas). Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Arsitektur Pesisir merupakan hasil akulturasi dari budaya lokal Jawa yang terpengaruh oleh budaya pendatang seperti Cina terutama di daerah Lasem, budaya Arab di Gresik, dan budaya kolonial Belanda di Tuban. Hal ini melahirkan jenis arsitektur baru yang tetap mempertahankan kekentalan budaya lokal Jawa pada struktur dalamnya, namun sudah dipadukan dengan budaya pendatang pada struktur luar atau kulit bangunannya dan inilah yang sering disebut dengan arsitektur pesisir. Pengaruh budaya pendatang dalam arsitektur pesisir di jalur pantai utara Jawa juga dapat dilihat dari bentuk percampuran ragam arsitekturnya, pola ruang, dan tatanan bangunan. Tidak jarang juga ditemukan ornamentasi yang mencerminkan pengaruh budaya pendatang pada kawasan periferi tersebut contohnya seperti adanya patung atau ‘tempelan’ berbentuk flora dan fauna pada kulit bangunan yang menjadi ciri khas adanya pengaruh budaya Cina pada kawasan tersebut. Pengaruh budaya Belanda biasanya dapat diamati dari bentuk railing dan kolom yang memberi kesan kokoh dan kental dengan arsitektur kolonialnya.



1. 2.



Sejarah Masuknya Budaya Pendatang (Cina, Arab, dan Kolonial) Pendatang Cina di Lasem



Pendatang Belanda di Tuban



Pendatang Arab di Gresik



Gambar 1. Peta Jalur Pantai Utara Jawa sebagai Tempat Masuk Budaya Pendatang



Berdasarkan sejarah, masuknya pendatang di pesisir Jawa memiliki periode waktu tertentu dimana pendatang Cina terlebih dahulu masuk pada abad ke 13-14, kemudian pendatang Arab abad 15-16 dan pendatang Belanda pada abad 16-19 bersamaan dengan berdirinya VOC. Masa-masa tersebut merupakan bagian penting dari sejarah masuk dan bercampurnya budaya pendatang dengan budaya lokal Jawa dan merupakan asal usul dari munculnya budaya dan arsitektur pesisir.



2. Arsitektur Pesisir, Arsitektur Lokal (Jawa), Arsitektur Pendatang (Cina, Arab, dan Kolonial) 2. 1.



Akulturasi Budaya dan Arsitektur Pesisir Akulturasi budaya Cina, Arab, dan Kolonial Belanda yang masuk ke daerah pesisir utara Jawa meninggalkan banyak jejak salah satunya dari karya seni termasuk arsitektur. Akulturasi Budaya Cina ditandai dengan beberapa tipe bangunan seperti rumah toko, kelenteng/ vihara, dan adanya daerah pecinan di kawasan tersebut. Pecinan merupakan ciri yang paling menandakan budaya Cina karena sesuai dengan mata pencaharian masyarakat Cina itu sendiri yang sebagian besar merupakan kaum pedagang. Artefak lain yang dapat diamati yaitu melalui ornamentasi pada kulit bangunan yang berbau Cina seperti tulisan Cina maupun ragam dengan bentuk flora fauna.



Gambar 2. Contoh pengaruh budaya Cina di Lasem



Gambar 3. Contoh ornamentasi pada arsitektur Cina- Jawa



Akulturasi Budaya Arab tidak secara langsung diamati pada arsitekturnya tetapi lebih kepada nilai dan konsep yang dianut masyarakatnya. Arsitektur Arab lebih dipengaruhi pada budaya dan iklim di tempat asalnya,sehingga arsitekturnya lebih berkesan tertutup dan menggunakan inner court / patio untuk menyikapi iklim yang panas terik. Pada prinsipnya, arsitektur rumah tinggal Arab terdiri dari satu atau dua lantai yang dipisahkan berdasarkan ruang publik dan privat melalui pembatas dinding massif pada bagian dalam rumah. Ruang publik merupakan ruang untuk laki-laki dan berdekatan dengan lobby, sehingga tamu tidak dapat berbincang dengan penghuni wanita. Ruang ini juga merupakan simbol status ekonomi sang pemilik rumah. Gaya arsitektur arab yang paling dapat diamati adalah dari pengaruh gaya hidup masyarakat arab yang tertutup dan kurang senang bersosialisasi sehingga tercermin pada arsitekturnya yang juga cenderung tertutup dan berdinding massif dengan tidak banyak bukaan.



Gambar 4. Contoh arsitektur arab di kampung Kemasan



Akulturasi Budaya Kolonial Belanda terutama pada kawasan Tuban, dapat diamati dari cerminan bentuk arsitektur yang sesuai gaya hidup masyarakatnya yang cenderung mewah dan boros akibat dari keberhasilan masyarakat indis di Batavia. Arsitektur yang mempengaruhi daerah ini adalah arsitektur indis. Bentuk bangunan rumah tempat tinggal yang cenderung besar dan luas, dan mewah dengan ragam hias seperti kolom-kolom yang kokoh dan megah.



Gambar 5. Tuban tempo dulu, terpengaruh budaya kolonial pada arsitekturnya



3. Relasi Konsep Fungsi, Bentuk, dan Makna Arsitektur Pesisir 3. 1.



Konsep Ruang Arsitektur Pesisir Ruang merupakan sesuatu yang berbeda dari tempat, ruang lebih abstrak daripada tempat dan mempunyai esensi dasar yang lebih konkrit. Ruang sendiri dapat merujuk pada nilai budaya setempat dimana seseorang dapat memberi nilai, pandangan, dan eksplorasi tersendiri terhadap sebuah ruang



secara bebas seperti pembagian antara ruang publik dan ruang privat. Pembagian ruang secara fungsi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu fisik, spasial, dan profan, fungsi sosial, dan fungsi simbolis – sakral. Fungsi ruang secara fisik – spasial – profan merupakan fungsi ruang yang didasari dari kegiatan dan aktivitas manusia sehari-hari sehingga memunculkan kebutuhan akan suatu ruang tertentu. Fungsi ruang secara sosial muncul karena adanya tatanan sosial yang berlaku dalam masyarakat seperti bagaimana hubungan sang pemilik rumah dengan tetangganya, dengan para tetua, dan dengan pemerintah. Ruang secara sosial juga mencakup tatanan privasi dan keterbukaan ruang dalam arsitektur terutama arsitektur hunian. Sedangkan fungsi ruang sebagai simbolis – sakral merupakan hasil ekspresi dan refleksi dari kehidupan sosial suatu komunitas masyarakat. Bagaimana hubungan antara Tuhan dan alam semester (makrokosmos) dengan lingkungan buatan manusia dan manusianya (mikrokosmos).



Gambar 6. Pembagian ruang pada rumah adat Jawa



Sebagai contoh adalah ruang pada arsitektur Jawa. Arsitektur Jawa mengedepankan hakikat penghayatan suatu ruang terhadap kehidupan dan kepercayaan, sehingga ruang merupakan hasil manifestasi dari dualisme antara manusia dan dewa. Fungsi simbolisasi – sakral dan sosial pada arsitektur jawa masih sangat kental baik pada bangunan pemerintahan, kekeratonan, maupun rakyat jelata. Arsitektur Jawa masih berorientasi terhadap sumbu kosmis Utara – Selatan dan hal ini muncul karena kepercayaaan masyarakat Jawa terhadap Gunung yang merupakan tempat tertinggi tempat para dewa, berada di sebelah



Utara. Jika ditarik garis lurus, maka arsitektur berorientasi ke Utara dan Selatan. Selatan berkaitan dengan mitos Ratu Laut Selatan atau Nyi Roro Kidul yang masih dipercaya dan dipuja oleh masyarakat Jawa.



Gambar 7. Perbedaan pembagian ruang rumah Jawa Selain arsitektur tradisional Jawa, arsitektur tradisional Jawa itu sendiri mengalami akulturasi budaya dari pendatang terutama pada arsitektur pesisir. Akulturasi budaya tersebut dipengaruhi oleh arsitektur Cina, Arab, dan Kolonial Belanda sebagai pendatang. Ruang arsitektur cina di Jawa dapat dibagi menjadi dua yaitu antara rumah toko dan rumah cina. Rumah cina didasarkan pada bentuk hirarki yang mengalami penyesuaian pada lokasi dan budaya setempat. Arsitektur cina di Jawa biasanya terdiri dari 1-2 massa utama dan 2 massa tambahan dimana hirarki ditentukan dari ruang milik kepala keluarga dan altar untuk persembahan bagi nenek moyang. Arsitektur ini juga masih kental dalam penekanan terhadap simbolisasi – sakral dan sosial sebagaimana halnya arsitektur tradisional jawa sendiri.



Gambar 8. Tata ruang rumah cina di Lasem



Gambar 9. Arsitektur tradisional rumah Lasem



4. Wujud Elemen, Komponen, dan Material Arsitektur Pesisir 4. 1.



Unsur Lokalitas Arsitektur Pesisir (Culture, Nature, Climate, Inhabitant) Elemen penyusun suatu arsitektur merupakan sumber pemahaman suatu objek arsitektur, contohnya rumah jawa yang terdiri dari halaman, pendopo, pringgitan, senthong, kandang, dan sebagainya. Pemahaman ini dapat terbentuk ketika elemen tersebut terintegrasi melalui tindakan terpola dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dari para pengguna rumah tersebut. Penggunaan elemen lokal dalam pengaplikasiannya memiliki teknik yang berbeda tergantung dari kondisi alam yang juga berberda. Elemen dapat dibedakan dari tata massa ruang, bentuk elemen structural dan non structural, cara pengolahan untuk finishing bangunan, serta penggunaan simbol dan warna yang memiliki makna tertentu.



Gambar 10. Elemen arsitektur cina di Lasem



Gambar 11. Elemen arsitektur arab di Gresik



Gambar 12. Elemen arsitektur kolonial di Tuban



5. Kearifan Lokal Arsitektur Pesisir 5. 1.



Bentuk Ragam Arsitektur Pesisir Ragam hias merupakan sesuatu yang terletak pada kulit / pelingkup bangunan, berfungsi memberikan estetika dan keindahan pada bangunan, contohnya pada bagian kepala, badan, kaki suatu rumah adat. Ragam hias



dapat memberikan suatu nilai tersendiri dan jika dilihat dari segi filosofisnya, ragam hias tidak dapat ditaruh di sembarang tempat walaupun ragam hias tersebut dapat hanya sebagai elemen yang ditempel ataupun memang menjadi bagian (integral) dari suatu bangunan. Pada dasarnya ragam hias menampilkan bentuk-bentuk dari unsur budaya lokal dan memberikan karakter dan identitas yang khas pada suatu kawasan tertentu seperti pada arsitektur pesisir yaitu akulturasi antara budaya lokal dengan budaya pendatang. Ragam hias biasanya dibuat



dari



material



alami



dan



bernuansa



monokromatis



sehingga



memunculkan keindahan (estetika) tersendiri sekaligus memunculkan status sosial dari wilayah tertentu. Ragam hias memiliki pola / motif berulang yang memiliki makna dan simbol dari budaya lokal setempat dan dapat dikelompokkan berdasarkan warna, motif, dan polanya. Ragam hias merupakan pesan simbolis dari suatu budaya pada daerah tertentu yang diteruskan secara turun temurun berdasarkan tradisi dan merupakan ciri khas dari suatu daerah yang berdasarkan pada budaya lokal.



Gambar 13. Ragam hias cina – arab – kolonial di Jawa



Unsur, elemen, dan komponen pada suatu arsitektur termasuk ragam hias merupakan bagian penting dari suatu objek yang lebih besar, elemen dasar membentuk suatu wujud arsitektur elemen pembentuk arsitektur yang harus saling mendukung dan tidak bisa berdiri sendiri, contohnya suatu material pasti dihubungkan dengan bagaimana sistem konstruksinya.



Menurut Vitruvius, dasar berpikir dalam melihat dan membaca arsitektur adalah melalui elemen dasarnya, yaitu relasi antar elemen dasar yang membentuk arsitekturnya. Utilitas (fungsi), firmitas (struktur / kekuatan), venustas (keindahan) merupakan segitiga arsitektur yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.



5. 2.



Kearifan Lokal Arsitektur Pesisir Local / localis / locus berarti tempat, segala sesuatu tentang tempat, ketempatan atau eksis dalam tempat, secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai terbatas. Kelokalan sebagai ruang interaksi bagi pola hubungan antara manusia dengan manusia atau dengan lingkungan fisiknya. Kearifan lokal merupakan hasil proses alami individu dengan lingkungan, proses pemikiran individu, nilai yang dianggap paling tepat, sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas dalam mengelola lingkungan, daya tahan / tumbuh dalam lingkungan komunitas, jawaban kreatif kondisi geografis, historis, dan situasional (lokal). Sedangkan apa yang dimaksud dengan local wisdom adalah usaha manusia menggunakan akal budi untuk bertindak dan bersikap, kemampuan dalam menggunakan akal pikiran dalam bertindak. Ciri arsitektur lokal yang terbentuk dalam komunitas antara lain: 1. menggunakan bahan bangunan lokal dengan teknologi sederhana maupun modern 2. tanggap dalam mengatasi kondisi iklim 3. mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat 4. mencari makna dan substansi kultural Unsur lokal tercermin dalam wujud arsitektur lokal dan merupakan hasil pemahaman masyarakat dalam mewujudkan lingkungan binaan. Pada kampung, rumah merupakan bagian dari wujud lingkungan binaan, bagaimana hubungan sakral antara penghuni dengan lingkungan tercermin pada rumah. Manusia akan selalu mempengaruhi dan dipengaruhi dan memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan lingkungannya.