Asal Mula Pohon Pisang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Asal Mula Pohon Pisang, Dongeng Atisura



Rimanews - Dahulu kala, seorang janda tua memiliki anak lelaki yang sangat berbakti. Anak ini adalah buah hati yang sudah bertahun-tahun dinantikannya. Namun, sayang, suaminya keburu meninggal saat usia sang anak masih dalam gendongan. Untuk membantu hidup ibunya yang miskin, anak yatim ini mengumpulkan kayu bakar dan daun jati untuk ditukar dengan makanan.  Baca Juga 



Lebih dari separuh mahasiswa Australia pernah alami pelecehan seksual







Menyongsong bengkaknya jumlah jemaah haji 2017







Budayakan olahraga pada anak sejak dini Kini kehidupan mereka bertambah sulit karena musim kemarau panjang. Warga banyak yang mencari kayu bakar sendiri di hutan untuk mengurangi pengeluaran. Sehingga, andalan satu-satunya untuk bertahan hidup adalah dari daun jati.



Namun, di musim kemarau seperti ini, pohon jati menggugurkan daunnya bagai ayam brondol. Daun jati untuk pembungkus nasi dan aneka makanan itu hanya tersisa jauh di tengah rimba, di tepi sebuah telaga. Untuk mengambilnya, sang anak terpaksa harus berangkat pagi dan baru sampai rumah menjelang gelap. Di sebuah hari yang nahas, sepasang macan menghadangnya. Kedua macan tampak kurus dan kelaparan. “Macan, aku tahu kamu lapar. Jika aku melawan, salah satu di antara kalian pasti terluka atau bahkan mati oleh sabitku. Bagaimana jika kalian kuizinkan memangsa tubuhku tapi sisahkan jantung untuk ibuku?” Kata anak tersebut. Sepasang macan setuju. Bocah tersebut lalu berbaring dengan tenang. Matanya meneteskan air mata mengingat kesulitan hidup yang dialami ibunya. Setelah kenyang, salah satu macan membawa jantung anak tersebut untuk diserahkan ke ibunya. Karena takut diburu warga, si macan hanya meletakkan jantung anak baik tersebut di halaman belakang rumah ibunya. Gelap datang dan anaknya belum pulang, sang ibu cemas bukan kepalang. Dia meminta bantuan warga kampung untuk mencari anaknya. Mereka semua menjanjikan akan mencarinya keesokan hari, ketika mentari sudah terang. Semalam suntuk sang ibu tak tidur memikirkan nasib anaknya. Matanya yang mulai rabun menyaksikan fajar telah menyingsing, ibu tua ini segera bersiap untuk mencari anaknya bersama warga. Ketika keluar rumah, didapatinya sebuah pohon baru dengan daun yang panjang dan lebar, lebih bagus untuk membungkus makanan ketimbang daun jati. Pohon ini pun tumbuh tak mengenal musim. Sebelum menampakkan buah, terlebih dulu pohon itu mengeluarkan kuncup yang warna dan bentuknya mirip jantung. Pohon ini jua hanya berbuah sekali seumur hidup. Keadaan



ini mengingatkan jumlah jantung yang hanya satu dan jika berhenti berfungsi, berakhir pula umur seseorang. Orang lalu menyebut pohon ini dengan pisang. Meski tak pernah menemukan anaknya, hidup sang ibu menjadi terbantu karena pohon tersebut. Buahnya manis dan daunnya sangat berharga. Cara merawatnya pun sangat mudah, seperti mengasuh anak baik yang dimiliki sang janda tua tersebut.   Penulis:  Atisura, penulis dongeng dan pemerhati pendidikan anak.