Askep Copd [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP PENYAKIT Chronis Obstructive Pulmonary Disease (COPD)



A. Definisi COPD PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (PDPI, 2003). Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease), PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2011) Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (Sylvia Anderson Price, 2005). Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas (Kamangar, 2010). Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas, termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara (Suzanne C. Smeltzer, 2001) Penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK) atau Chronis Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah: Bronkhitis kronis, emfisema paru-paru, dan asma bronkhial. Sering juga penyakit ini disebut dengan chronic airflow limitation (CAL) dan chronic obstructive lung diseases (COLD) (Irman Somantri, 2008: 49).



B. ASMA BRONKHIAL 1.



Definisi Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.



2.



Tipe Asma Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik dan campuran. a.



Asma Alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung, sari makanan, dan lain-lain). Allergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (airborne) dan allergen yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ezkema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.



b. Idiopatik atau nonalergik asthma/intrinsik, merupakan jenis asma yang tidak berhubungan langsung dengan allergen spesifik. Faktorfaktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologis juga dapat menjadi faktor penvetus asma. Serangan asma ini dapat menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun). c.



Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi.



3.



Etiologi Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui secara pasti. Namun fenomena yang sering terjadi pada semua penderita asma adalah hiperaktivitas bronchus. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah: a.



Alergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan



4.



b.



Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan



c.



Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus



d.



Perubahan cuaca yang ekstrem



e.



Aktivitas fisik yang berlebihan



f.



Lingkungan kerja



g.



Obat-obatan



h.



Emosi



i.



Lain-lain: seperti refluks gastro esofagus



Gambaran Klinis Gejala asma terdiri atas triad: dispnea, batuk dan mengi (bengek atau sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (‘sine qua non’). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus wakin bahwa pasien bukan menderita asma. Gambaran klinis pasien yang menderita asma : a.



Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti dibawah ini : 1) Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing. 2) Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan. 3) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan. 4) Sianosis, tatikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus.



b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia. c.



Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.



5.



Patofisiologi Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen atau molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat aerborn. Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun dikasus lain terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem pernapasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh munculnya asma progresif. Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk agen anti inflamasi nonsteroid, mekanisme terjadinya bronkospasme pleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotriene yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Antagonis



beta-adrenergik



merupakan



hal



yang



biasanya



menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien



tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur. Faktor penyebab yang telah disebutkan diatas ditambah dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluakannya substansi histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekresi mukus seperti terlihat pada gambar berikut ini.



6.



Pathway



Pencetus serangan (alergen, emosi stress, obat-obatan dan infeksi)



Reaksi antigen dan antibodi



Dikeluarkannya substansi vasoaktif (histamin, bradikinin, dan anafilotoksin)



Kontraksi otot polos



Permeabilitas kapiler



Sekresi mukus meningkat



 Kontaksi otot polos  Edema mukosa  Hipersekresi



Bronchospasme



Produksi mukus bertambah



Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (risiko/aktual)



Obstruksi saluran napas Bersihan jalan napas tidak efektif



Hipoventilasi Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru-paru Gangguan difusi gas di alveoli



Kerusakan pertukaran gas Hipoksemia Hiperkapnia



Untuk



melihat



derajat



beratnya



asma



biasanya



dilakukan



pemeriksaan secara komprehensif dengan menggunakan alat ukur seperti pada tabel 4-2.



Tabel 4-1 pengkajian untuk menentukan derajat beratnya asma Menisfestasi Klinis a. Penurunan toleransi aktivitas b. Penggunaan



otot



napas



Skor 0



Skor 1



Ya



Tidak



tambahan, Tidak ada



Ada



c. Wheezing



Tidak ada



Ada



d. Respiratory per menit



25



e. Pulse rate per menit



120



f. Teraba pulsus paradoksus



Tidak ada



Ada



g. Puncak expiratory flow rate 1L/menit



>100



-



Diafragma letak rendah dan mendatar.



-



Ruang udara retrosternal > (foto lateral).



-



Jantung tampak memanjang dan menyempit.



Bronkogram menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.



h. EKG. Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. i.



Lain-lain perlu dikaji Berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.



B. Diagnosa Keperawatan Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat perawat. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan COPD adalah sebagai berikut : 1.



Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal dan kental.



2.



Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).



3.



Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.



4.



Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan atau kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia.



5.



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.



6.



Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif



7.



Cemas



berhubungan



dengan



kurangnya



pengetahuan



tentang



prognosis



penyakit



penyakitnya. 8.



Kurang



pengetahuan



mengenai



proses



dan



berhubungan dengan kurang informasi. ( Doenges, 1999. hal 156 ).



C. Perencanaan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ). Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil dari masing-masing masalah yang ditemukan. 1.



Tujuan Penatalaksanaan a.



Mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.



b.



Pemeliharaan fungsi paru yang optimal dalam waktu singkat dan panjang.



2.



c.



Pencegahan dan penanganan eksaserbasi.



d.



Mengurangi perburukan fungsi paru setiap tahunnya.



Kriteria Keberhasilan : a.



Berkurangnya gejala sesak nafas.



b.



Berkurangnya frekuensi dan lamanya eksaserbasi.



c.



Membaiknya faal paru.



d.



Menurunnya gejala psikologik (depresi, kecemasan).



e.



Memperbaiki kualitas hidup.



f.



Dapat melakukan aktifitas sehari-hari.



Intervensi dan rasional pada penyakit COPD disajikkan pada tabel 6-3 yang dibuat berdasarkan konsep nursing intervention clasification (NIC) dan nursing outcome clasification (NOC).



1.



DIAGNOSA KEPERAWATAN Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal dan kental.



TUJUAN Klien dapat meningkatkan bersihan jalan nafas



RENCANA TINDAKAN pernapasan,



RASIONAL



1.



Kaji/pantau frekuensi inspirasi/ekspirasi.



catat



rasio



1.



2.



Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.



2.



3.



Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak mampu : a. Ajarkan metode batuk terkontrol b. Gunakan suction (jika perlu untuk mengeluarkan sekret) c. Lakukan fisioterapi dada Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi dada untuk mengetahui bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.



3.



Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.



5.



Kriteria hasil 1. Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas. 2. Mampu mendemonstrasikan batuk terkontrol 3. Intake cairan adekuat



4.



5.



4.



Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan klien merawat diri / membersihkan/membebaskan jalan nafas



Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).Mengencerkan secret agar mudah dikeluarkan Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.



6.



Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.



6.



7.



Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.



7.



8.



Berikan obat sesuai dengan resep; mukolitik, ekspektorans Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).



8.



9.



10. Anjurkan minum kurang lebih 2 liter per hari bila tidak ada kontra indikasi



11. Anjurkan klien mencegah infeksi / stressor a. Cegah ruangan yang ramai pengunjung atau kontak dengan individu yang menderita influenza b. Mencegah iritasi : asap rokok c. Imunisasi : vaksinasi Influensa.



Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada. mengencerkan sekert



9.



Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. 10. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. 11. Menghindarkan bahan iritan yang menyebabkan kerusakan jalan nafas



2.



3.



Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).



Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paruparu.



Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi. Kriteria hasil 1. Gas arteri dalam batas normal 2. Warna kulit perifer membaik (tidak cianosis) 3. RR : 12 – 24 x /menit 4. Bunyi nafas bersih 5. Batuk (-) 6. Ketidaknyamanan dada (–) 7. Nadi 60 – 100 x/menit 8. Dyspnea (–)



1. Observasi status pernafasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri 2. Awasi perkembangan membran mukosa / kulit (warna)



1. 2.



Memantau perkembangan kegawatan pernafasan Gangguan Oksigenasi perifer tampak cianosis



3. Observasi tanda vital dan status kesdaran.



3.



Menentukan status pernafasan dan kesadaran



4. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien



4.



Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak Okigen



5. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan 5. Memenuhi kebutuhan oksiegen 6. Pertahankan posisi fowler dengan tangan abduksi 6. Meningkatkan kebebasan suplay oksigen dan disokong dengan bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan meja. 7. Kolaborasi untuk 7. Obat depresan akan mendepresi system a. Berikan obat yang telah diresepkan pernafasan dan menyebabkan gagal nafas b. Berikan obat depresan saraf dengan hati-hati (sedatif/narkotik). Rasa nyeri berkurang sampai 1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, 1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat konsisten, di tusuk, selidiki perubahan pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti hilang. karakter/intensitasnyeri/lokasi. perikarditis dan endokarditis. Kriteria hasil : 2. Pantau tanda-tanda vital. 2. Perubahan frekuensi jantung atau TD - Klien mengatakan rasa menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, nyeri berkurang/hilang. khususnya bila alasan lain untuk perubahan - Ekspresi wajah rileks. tanda-tanda vital. 3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan 3. Tindakan non-analgetik diberikan dengan punggung, perubahan posisi, musik sentuhan lembut dapat menghilangkan tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic. 4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. 4. Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.



4.



5.



Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan, kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.



5.



Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.



5.



6.



Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.



6.



Klien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan status nutrisi



1. Kaji kebiasaan diit. Catat makan/masukan. Evaluasi BB



Kriteria hasil b. Klien tidak mengalami kehilangan BB lebih lanjut c. Masukan makanan dan cairan meningkat d. Urine tidak pekat e. Output urine meningkat. f. Membran mukosa lembab g. Kulit tidak kering h. Tonus otot membaik



Perbaikan dalam pola pernapasan Kriteria Hasil: - Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya ketika sesak nafas dan saat melakukan aktivitas



derajat



kesulitan



Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.



1.



Pasien distress pernafasan sering anoreksia. Dan juga sering mempunyai pola makan yang buruk. Sehingga cenderung BB menurun



2. Berikan perawaatan oral



2.



3. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbont



3.



kebersihan oral menhilangkan bakteri penumbuh bau mulut dan eningkatkan rangsangan /nafsu makan menimbulkan distensi abdomen dan meningkatkan dispnea



4. Sajikan menu dalam keadaan hangat



4.



5. Anjurkan makan sedikit tapi sering



5.



6. Kolaborasi tim nutrisi untuk menentukan diit



6.



1.



Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan



1.



2.



Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan ( mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien. Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan



2.



3.



3.



Menu hangat mempenga-ruhi relaksasi spingkter / saluran pencrnaan shg respon mual/muntah berkurang menegah perut penuh dan menurunkan resiko mual Menentukan diit yang tepat sesuai perhitungan ahli gizi Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas dengan efisien dan lebih efektif Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan. Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.



- Memperlihatkan tandatanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas - Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan selama 10 menit setiap hari 6.



7.



Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif



Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.



perbaikan daalam toleransi aktivitas Kriteria Hasil: - Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit. - Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari - Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memprbaiki kondisi fisik



Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.







Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai seperti berjalan perlahan. a. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar b.



Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.



Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.



1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.



1.



Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.



2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. 3. Lakukan pendekatan kepada klien dengan tenang dan meyakinkan dan hindari pemberian informasi atau instruksi yang bertele-tele dan terus menerus.



2.



Dapat meringankan beban pikiran pasien.



3.



Agar terbina rasa saling percaya antar perawatpasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.



Kriteria Hasil : 1. Klien mengungkapkan bahwa ia tidak cemas. 2. Ekspresi wajah rileks. 3. RR : 12 – 24 X / menit.



4. N : 60 - 100 X / menit



8.



Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi.



Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan program pengobatannya. Kriteria hasil : A. Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan. B. Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD. C. Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.



4. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.



4.



5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. 6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. 7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.



5.



1. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan. 2. Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.



Penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan dapat mengurangi beban pikiran pasien. Sikap positif dari tim kesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.



6.



Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 7. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien. 1. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. 2.



3. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.



3.



4. Diskusikan faktor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ; udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, seprai aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol



4.



Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu meinimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan indivisu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat. Pasien sering mendapatkan obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping menganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin dihentikan/diganti). Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi hambatan jalan napas.



faktor ini dan sekitar rumah. 5. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok pada pasien dan/atau orang terdekat.



6. Diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan culture sputum.



Tabel 6-3. Intervensi dan rasional pada penyakit COPD



5.



Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan bahwa rokok “ side-streams “ atau “second hand’ dapat terganggu seperti halnya merokok nyata.



6.



Pengawasan proses penyakit untuk membuat program tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.



D. Implementasi (Pelaksanaan) Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. E. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi perencanaan.



keperawatan



dengan



tujuan



yang



diharapkan



dalam