Askep Gangguan Pendengaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II KONSEP DASAR A. PROSES MENUA PADA SISTEM PENDENGARAN Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara dan gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerahdaerah bertekanan tinggi karena kompresi molekul yang berselang-seling dengan daerah bertekanan rendah (Sherwood, 2011). Miller (2012) menyatakan fungsi pendengaran bergantung pada rangkaian proses yang diawali dari tiga bagian dari telinga dan diakhiri dengan memproses informasi dalam korteks auditori dari otak. Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut usia adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan nada frekuensi yang tinggi seperti beberapa konsonan (misalnya f, s, sk, sh, dan l). Perubahanperubahan ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga (Stanley & Beare, 2002).



B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA SISTEM PENDENGARAN Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik yang berbeda yaitu koklea, yang mengandung reseptor-reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, sehingga suara dapat terdengar, dan apparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi keseimbangan (Sherwood, 2011).



C. PENGERTIAN Presbikusis merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh proses degenerasi, diduga menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor herediter, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, atau bersifat multifaktor. Presbikusis umumnya terjadi pada frekuensi tinggi dengan pemeriksaan audiometri nada murni terlihat penurunan pendengaran tipe sensorineural bilateral yang simetris. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur dari koklea dan N.VIII. Adanya atrofi dan degenerasi dari sel-sel rambut penunjang pada organ corti merupakan perubahan yang terjadi pada koklea. Stria vaskularis juga mengalami atrofi disertai perubahan vaskular. Selain itu, sel ganglion, sel saraf, dan myelin akson saraf mengalami penurunan jumlah dan ukuran dari sel-selnya. Schuknecht, dkk mengklasifikasikan presbikusis berdasarkan perubahan patologik yang terjadi sebagai berikut: sensorik, neural metabolik dan mekanik (Sarah. 2019 p:235-236).



D. KLASIFIKASI



Tabel : Klasifikasi gangguan pendengaran menurut WHO berdasarkan Nilai Ambang Batas (Zahnert, 2011)



E. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI Adams-Wendling



&



Pimple



(2008)



dalam



Miller



(2012)



mengidentifikasi faktor resiko dari gangguan pendengaran, yaitu dapat terjadi pada usia 65 tahun atau lebih, residen pada fasilitas keperawatan, gangguan kognitif atau penglihatan, paparan suara bising, penggunaan obat-obatan ototoksik, jenis kelamin laki-laki. Stanley & Beare (2002) mengemukakan



berdasarkan hasil penelitian yang ada bahwa faktor resiko yang terkait dengan gangguan pendengaran yaitu nutrisi, faktor genetika, suara bising, hipertensi, stress emosional, dan arteriosklerosis. Miller (2012) menyimpulkan empat faktor resiko yang terjadi pada gangguan pendengaran yaitu gaya hidup dan lingkungan, impaksi serumen, obat-obatan ototoksik, dan proses penyakit. Faktor resiko yang paling umum terjadi pada gangguan pendengaran yaitu paparan suara bising yang dapat terlihat dari pilihan gaya hidup dan faktor lingkungan. Terdapat batas bising yang dapat dinilai dengan decibel (dB). Desibel (dB) yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan ambang pendengaran (Sherwood, 2011). Hubungan desibel yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan kepekaan sepuluh kali lipat. Sherwood (2011) menyatakan suara yang lebih kuat dari 100 dB dapat secara permanen merusak pendengaran, namun batas dB yang dapat berbahaya bagi pendengaran adalah 80 dB (Miller, 2012). Faktor resiko selain paparan suara bising yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran pada lansia yaitu impaksi serumen. Perubahan pada lansia dimana serumen lebih kering, keras, dan kasar menambah resiko dari impaksi. Penggunaan dari alat bantu pendengaran juga menambah kemungkinan dari impaksi serumen yang dapat memperburuk fungsi pendengaran. Impaksi serumen juga menyebabkan nyeri, infeksi, tinnitus, pusing, batuk yang kronis karena stimulasi dari cabang saraf pusat yang samar (Miller, 2012). Penggunaan obat-obatan yang memiliki efek ototoksik juga dapat berperan dalam gangguan pendengaran. Obat-obatan merupakan faktor yang dapat berkontribusi menyebabkan gangguan pendengaran dengan merusak koklear dan bagian vestibular saraf auditori (Miller, 2012). Obat-obatan ototoksik atau yang dapat meracuni telinga yaitu aminoglycoside, aspirin dan jenis lain dari salicylate, cisplatin ,erythromycin, ibuprofen, imipramine, indometachin, diuretik, quinidine, quinine. Meskipun usia tidak menambah resiko dari ototoksik,



lansia lebih sering menggunakan obat-obatan ototoksik seperti aspirin dan furosemid. Faktor lain yang berkontribusi terjadi pada lansia dan menambah resiko dari ototoksik yaitu gagal ginjal, penggunaan obat ototoksik dalam waktu lama, dan penggunaan dua obat ototoksik secara bersamaan seperti penggunaan furosemid dan obat-obatan aminoglycoside. Selain obat-obatan, gangguan pendengaran juga dapat disebabkan oleh beberapa proses penyakit. Miller (2012) menyebutkan proses penyakit yang dapat menjadi faktor resiko dari gangguan pendengaran yaitu otosklerosis, diabetes, syphilis, myxedema, meningitis, trauma kepala, demam tinggi, dan kondisi lain pada penyakit sistemik, salah satunya yaitu hipertensi. Santoso & Muyossaroh (2012) menemukan bahwa seseorang dengan hipertensi memiliki resiko lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran daripada yang tidak memiliki hipertensi. Hal tersebut disebabkan hipertensi yang dapat menyebabkan spasme pembuluh darah sehingga lumen pembuluh darah menjadi sempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan serta penurunan kemampuan sel otot untuk beraktivitas yang selanjutnya terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan kerusakan sel-sel rambut koklea yang berakibat pada gangguan pendengaran. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya perubahan pada lansia memerlukan waktu untuk mulai dirasakan oleh lansia sebagai hal yang mengganggu. Bahkan, seringkali lansia tidak menyadari bahwa dirinya mengalami penurunan pendengaran (Stanley & Beare, 2002).



F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY Pada telinga dalam getaran di transmisikan ke koklea yang nantinya akan mengubah ke impuls saraf dan diberi kode dalam intensitas dan frekuensi. Intensitas atau amplitude menggambarkan keras atau lembutnya suara dan dinilai dalam desibel (dB). Frekuensi dinilai dalam siklus per detik atau Hertz (Hz) menentukan apakah nada tinggi atau rendah. Intensitas suara



dan frekuensi mungkin dapat diubah jika terdapat faktor resiko. Meskipun dengan ketiadaan dari faktor resiko, perubahan normal mempengaruhi frekuensi dan menyebabkan masalah pendengaran (Miller, 2012). Gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tuli konduktif (hantaran) dan tuli sensorineural (saraf) bergantung pada bagian mekanisme pendengaran yang kurang berfungsi secara adekuat. Sherwood (2011) menerangkan tuli konduktif terjadi apabila gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga luar dan telinga tengah untuk menggetarkan cairan di telinga dalam. Tuli konduktif mungkin disebabkan oleh sumbatan fisik saluran telinga oleh kotoran telinga, rupture gendang telinga, atau infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan. Tuli sensorineural terjadi saat gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi gelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Kehilangan struktur normal mungkin terjadi pada organ corti, pada saraf auditorius, jalur auditorius asendens, atau pada korteks auditorius (Sherwood, 2011). Perubahan karena penuaan di telinga dalam diantaranya yaitu karena hilangnya rambut sel, penurunan suplai darah, penurunan produksi endolymph, menurunnya fleksibilitas dari membrane basilar, degenerasi spiral sel ganglion, dan hilangnya neuron di nekleus koklear (Miller, 2012). Perubahan pada telinga dalam ini menghasilkan gangguan pendengaran degeneratif yang disebut presbikusis. Stanley & Beare (2002) menyatakan kehilangan pendengaran pada lansia disebut dengan presbikusis yaitu suatu gangguan pada pendengaran yang berkembang secara progresif lambat terutama mempengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan penuaan. Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis. Miller (2012) mengklasifikasikan presbikusis berdasarkan



sumber struktural spesifik dari gangguan, yaitu terdiri dari sensori presbikusis, neural presbikusis, dan presbikusis metabolik Miller (2012) menyatakan sensori presbikusis berhubungan dengan perubahan degeneratif dari sel rambut dan organ Corti serta dikarakteristikkan oleh penurunan pendengaran yang meningkat tajam pada frekuensi tinggi. Neural presbikusis disebabkan oleh degenerasi serabut neural dalam koklea dan spiral ganglion yang dikarakteristikkan dengan berkurangnya kemampuan bicara. Sedangkan presbikusis metabolik disebabkan oleh perubahan degeneratif pada striae vaskularis dan akibat dari terhambatnya suplai nutrisi esensial. Pada awalnya, perubahan ini mengurangi sensititivitas terhadap semua frekuensi suara yang pada akhirnya turut mengganggu kemampuan bicara. Penyebab dari berbagai perubahan pendengaran ini tidak diketahui secara pasti, namun dari penelitian terdapat faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran.



G. MANISFESTASI KLINIS Gejala yang timbul adalah penurunan pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitive. Dang-kadang disertai dengan tinnitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala (Suwento dan Hendarmin, 2007)



H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Penurunan yang tajam (slooping) pada tahap awal setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensori dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometric tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusus jenis neural dan koklear. Variasi nilai ambang audiogram anatara telinga satu dengan lainnya pada presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. (Gates and Mills, 2005) I. PENATALAKSANAAN Terapi presbikusis dipilih sesuai dengan tipe presbikusis dan pilihan penderita, yaitu bisa dengan menggunakan alat bantu dengar, Cochlear implant (suatu alat elektronik ditanam melalui operasi untuk menstimulasi saraf pendengaran), assistive listening deviceslip reading atau physiologic counseling. (Rikha. 2016 p: 205). Pada pasien prebikusis cenderung sulit untuk memahami konsep dari sesuatu yang abstrak, maka media komunikasi yang paling sering dilakukan menggunakan media visual. Pasien lebih mudah menangkap pesan yang bukan berasal dari suara yang dikeluarkan melainkan dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Oleh sebab itu komunikasi



haruslah lebih banyak menggunakan bersifat non verbal melalui gerakan tubuh, gerakan visual atau gerakan membuka mulut. Strategi perawat dalam melakukan komunikasi keperawatan dengan pasien gangguan pendengaran menurut Herri Zan (2017 p:255), yakni: a. Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh pasien atau memosisikan anda didepannya. b. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan pasien membaca gerak bibir anda. c. Usahan berbicara dengan posisi tepat di depan pasien, pertahankan sikap tubuh dan ekspresi wajah yang lazim. d. Jangan melakukan pembicaraan saaat anda sedang mengunyah sesuatu. e. Bila mungkin gunakan bahasa pantonim dengan gerakan sederhana dan wajar f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari yang standar.



J. PENGKAJIAN FOKUS Keluhan utama dari presbikusis adalah penurunan pendengaran secara perlahan, progresif dan simetris pada kedua telinga. Gejala prebikusis meliputi: a. Telinga sering berdengung b. Tidak mampu mendengar volume tinggi c. Sering meminta orang lain untuk mengulang perkataan, sulit memahami perkataan orang lain. d. Penurunan interaksi dengan masyarakat, perasaan terisolasi, depresi, menarik diri.



e. Menghindari perkataan dengan orang lain akibat terganggunya proses komunikasi. f. Perawat mengkaji apakah lansia perlu menggunakan alat pendengaran dan memastikan alat tersebut dapat tersedia. (Sarah Nabila. 2019 p:236)



K. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran



L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. Menilai ketajaman pendengaran, cerumen di telinga, respons terhadap suara dan efek pada pendengaran, kemampuan untuk berkomunikasi, jumlah kerugian dan efek, dan kesulitan dalam menemukan dan mengidentifikasi suara. Rasional : Presbycusis umum terjadi pada orang tua. Kehilangan pendengaran konduktif menghasilkan interpretasi kata yang salah dan menciptakan komunikasi yang buruk, isolasi dan depresi. 2. Berikan zat pelembut ke telinga dan siram dengan spuit bulb atau pik air rendah. Rasional : Lembutkan dan emulsifying cerumen untuk memudahkan pemindahan untuk memudahkan pendengaran.



3. Promosikan penggunaan alat bantu: alat bantu dengar, kacamata korektif, atau lensa kontak. Rasional : Menyediakan untuk koreksi defisit. 4. Menyediakan penguat telepon pada penerima dan nada lonceng, lampu berkedip di telepon, pengeras suara untuk TV, radio, dll. Rasional : Meningkatkan persepsi pendengaran dan ketajaman. 5. Tentukan jenis gangguan pendengaran jika kepala menoleh untuk mendengar, meminta untuk mengulangi percakapan secara sering, atau tidak mampu mengikuti percakapan verbal. Rasional : Orang tua dengan kehilangan konduktif kehilangan pendengaran semua frekuensi dan akan mendengar kata-kata yang diucapkan dengan keras. Kehilangan sensorineural kehilangan pendengaran bahkan ketika pidato cukup keras untuk didengar. 6. Hilangkan kebisingan latar belakang. Rasional : Mengganggu pendengaran. 7. Menghadapi pasien, menggunakan kontak mata dan berbicara cukup keras untuk didengar, berbicara perlahan dan jelas dengan nada yang tepat, gunakan kalimat dan gestur yang jelas singkat, pertahankan posisi bahkan dengan pasien untuk memungkinkan pandangan bibir, dan gunakan sentuhan untuk menahan perhatian. Rasional : Meningkatkan komunikasi jika pendengaran terganggu dan meningkatkan perasaan hangat dan peduli.



8. Berikan waktu untuk jawaban dan bersabar. Tulis ulang pesan menggunakan kata-kata yang berbeda jika pasien bingung, bingung atau memberikan respons yang tidak pantas. Rasional : Mungkin perlu waktu untuk memilah dan mengidentifikasi suara atau mungkin tidak memahami suara frekuensi tertentu. 9. Gunakan perangkat genggam jika sesuai. Rasional : Mendengar dan berbicara menggunakan perangkat genggam meningkatkan komunikasi. 10. Dorong partisipasi dalam interaksi fisik atau sosial. Rasional : Mencegah isolasi dan defisit sensorik. 11. Instruksikan pasien dan / atau keluarga dalam aplikasi obat mata dan / atau telinga. Rasional : Tekankan pentingnya kepatuhan obat. Mempertahankan ketajaman visual dan mencegah kehilangan penglihatan, dan solusi otic meningkatkan ketajaman pendengaran. 12. Instruksikan pasien dan / atau keluarga dalam aplikasi alat bantu dengar, pencabutan 2 kali per minggu, dan bersihkan telinga dan perangkat. Rasional : Instruksikan tentang perangkat pemecahan masalah sesuai dengan rekomendasi pabrikan. Mencegah penumpukan cerumen dan meningkatkan pendengaran.



BAB III KESIMPULAN Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara dan gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi molekul yang berselang-seling dengan daerah bertekanan rendah. Presbikusis merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh proses degenerasi, diduga menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor herediter, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, atau bersifat multifaktor. Presbikusis umumnya terjadi pada frekuensi tinggi dengan pemeriksaan audiometri nada murni terlihat penurunan pendengaran tipe sensorineural bilateral yang simetris. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur dari koklea dan N.VIII. Terapi presbikusis dipilih sesuai dengan tipe presbikusis dan pilihan penderita, yaitu bisa dengan menggunakan alat bantu dengar, Cochlear implant (suatu alat elektronik ditanam melalui operasi untuk menstimulasi saraf pendengaran), assistive listening deviceslip reading atau physiologic counseling. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada asuhan keperawatan gangguan pendengaran pada lansia yaitu gangguan persepsi sendori dengan intervensi mulai dari pengkajian, hingga berbagai teknik komunikasi pada lansia dengan gangguan pendengaran/presbikusis.



DAFTAR PUSTAKA Fatmawati, Rikha. 2016.Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012 - Desember 2014.JSK, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2016 Gates GA, Mills JH. 2005. Presbycusis. Lancet : 366: 1111-20 Istiqomah, Sarah Nabila. 2019.Hubungan Gangguan Pendengaran dengan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Majority,Volume 8, Nomor 2 Miller, Carol A. 2012. Nursing for wellness in older adult Ed 6th . Lippincott: Williams & Wilkins Pieter, Herri Zan. 2017. Dasar-dasar Komunikasi Bagi Perawat. Jakarta: Kencana Santoso, S., & Muyossaroh. (2012). Kurang pendengaran sensori neural pada lansia dengan dan tanpa hipertensi. Medica Hospitalia, vol 1 no 1. Sherwood, Lauralee. (2011). Human physiology: From cells to systems (Terj. Brahm U. Pendit). Jakarta : EGC Stanley, Mickey & Beare, Patricia G. (2002). Buku Ajar keperawatan Gerontik (Penerjemah: Nety Juniarsih dan Sari Kurnianingsih). Jakarta: EGC Suwento R, Hendarmin H. 2007. Gangguan pendengaran pada geriatric. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI: p10-43