Askep Hipersensitivitas PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SISTEM IMUNOLOGI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS (STEVEN JHONSON)



DISUSUN OLEH: SAFERINUS LAGU



C1814201039



SAKA AGUNG LAKSONO



C1814201040



SHEILLA HATTU



C1814201041



SHERYN



C1814201042 TINGKAT 2A



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2020/2021 MAKASSAR



KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul



“ASUHAN



KEPERAWATAN



PADA



KLIEN



DENGAN



GANGGUAN



HIPERSENSITIVITAS (STEVEN JOHNSON) ” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah II oleh ibu Yunita Carolina S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya: Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.



Makassar 6 april 2020



penyusun Kelompok 4



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………



i



DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang…………………………………………………………………………………. B. Rumusan masalah……………………………………………………………………………… C. Tujuan penulisan……………………………………………………………………….………. D. Manfaat penulisan……………………………………………………………………….….….. BAB II KONSEP DASAR MEDIS A. Defenisi…………………………………………………………………………………..…… B. Anatomi dan fisiologi………………………………………………………………………… C. Klasifikasi…………………………………………………………………………………….. D. Etiologi…………………………………………………………………………………..…… E. Manifestasi klinis…………………………………………………………………………….. F.



Komplikasi……………………………………………………………………………………



G. Patofisiologi………………………………………………………………………………….. H. Patways…………………………………………………………………………………..…… I.



Pemeriksaan penunjang……………………………………………………………………….



J.



Penatalaksanaan……………………………………………………………………………….



K. Pendidikan kesehatan…………………………………………………………………………. L. Peran dan fungsi perawat……………………………………………………………………… BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian……………………………………………………………………………………. B. Diagnosa…………………………………………………………………………………..…. C. Intervensi dan perencanaan keperawatan …………………………………………………… BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………………………………….. B. Saran…………………………………………………………………………………..…….. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stevens Johnson Syndrome (SJS) pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya Stevens Johnson Syndrome dijelaskan pertama kali pada tahun1922, Stevens Johnson Syndrome merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang merupakan ekspresi berat dari eritema multiforme. Stevens Johnson Syndrome (SJS) (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai Sindrom Stevens-Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti dari Sindrom Stevens Johnson saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens Johnson seperti obat-obatan atau infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens Johnson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya. Stevens Johnson Syndrome muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan langsung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang tidak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika Stevens



Johnson Syndrome akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik. Oleh karena itu, beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme mayor tetapi terjadi ketika setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan ahli berpendapat bahwa Stevens Johnson Syndrome dan nekrolisis epidermal toksik (NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda. Dengan alasan tersebut, banyak yang menyebutkan Stevens Johnson Syndrome /Nekrolisis Epidermal Toksik. Stevens Johnson Syndrome secara khas mengenai kulit dan membran mukosa. 2Di Indonesia sendiri tidak terdapat data pasti mengenai morbiditas terjadinya Stevens Johnson Syndrome. Namun, berdasarkan data oleh Djuanda beberapa obat yang sering menyebabkan SJS di Indonesia adalah obat golongan analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%), jamu (13.3%) dan sisanya merupakan golongan obat lain seperti amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan seftriakson. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa konsep dasar medis dari sindrom steven jhonson? 2. Apa konsep dasar keperawatan dari sindrom steven jhonson?



C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana : 1. Tujuan umum



Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom steven johnson.. 2. tujuan khusus a). Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.



b). Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan sindrom steven johnson yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.



BAB II KONSEP DASAR MEDIS



A. DEFENISI Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obatobatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner ; Suddarth, 2013) Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan reaksi mukokutaneus akut yang mengancam jiwa berupa nekrosis yang ekstensif dan lepasnya epidermis. SSJ ditandai dengan adanya makula eritem yang luas atau lesi target atipikal dan erosi membran mukosa yang berat. (Rahayu , Amelia ; rina gustia rahmatini . 2011) Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immunecomplex-mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III, di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi, maupun akibat paparan fisik lain kepada pasien. (Fitriany Julia ; Fajri Alratisda.2019 )



B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai 2,3 m3 area dan



merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea



Ketiga lapisan kulit, diantaranya : a) Epidermis atau Kutikula



Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar, dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel berduri dan sel basal. Epidermis tidak berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini berbeda=beda; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan



b) Dermis atau Korium



Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranitngranting pembuluh darah kapiler Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang keluar melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu kelenjar serumen Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit. Bentuknya seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut. Kelenjar ini paling banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel. Perubahan di dalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum c) Hipodermis atau Subkutan



Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori.



2. Fisiologi a) Kulit sebagai organ pengatur panas Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran).



Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara, yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar, kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh darah dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh. b) Kulit sebagai indra peraba Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas, dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka) terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan lain lagi terhadap sakit Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda, timbul pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi c) Tempat penyimpanan Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh.



d) Beberapa kemapuan melindungi dari kulit Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai



derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi, yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah



C. KLASIFIKASI Terdapat 3 derajat klasifikasi sindrom stevens johnsons : 1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10% 2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30% 3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%



D. ETIOLOGI sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat. Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015): 1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya). 2. Factor fisik : sinar matahari, sinar radiasi, sinar x 3. Sindrom steven johnson juga disebabkan oleh karena penggunaan kokain.



4. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal



toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative),



lamotrigin



(antikonvulsan),



fenitoin-dilantin



(antikonvulsan).



Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.



E. MANIFESTASI KLINIS Tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi. Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).



pada sindroma ini terlihat adanya kelainan berupa :



1. Kelainan kulit Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga



terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.



2. Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengan pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.



3. Kelainan mata Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.



F. KOMPLIKASI 1. Infeksi kulit sekunder (selulitis) Selulitis adalah infeksi pada kulit dan jaringgan lunak di bawahnya yang sering ditemukan. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri yang masuk dan menyebar ke dalam kulit sehingga menyebabkan munculnya tanda-tanda peradangan, sperti



pembengkakan, warna kemerahan, rasa nyeri, atau terasa hangat. Penyebab utama selulitis adalah infeksi bakteri. Bakteri dapat menginfeksi lapisan kulit yang lebih dalam melalui kulit yang luka, misalnya karena gigitan serangga, area bekas operasi, trauma, atau luka (ulkus). Selulitis bukanlah penyakit menular karena bakteri tersebut menginfeksi lapisan kulita yang lebih dalam.



2. Infeksi darah (sepsis) Sepsis adalah komlikasi serius dan berbahaya dari suatu infeksi. Sepsis muncul ketika senyawa kimia yang disalurkan ke dalam aliran darah untuk melawan infeksi menyebabkan radang dan pembengkakan diberbagai bagian tubuh. Peradangan ini dapat menyebabkan efek berkelanjutan yang berpotensi membahayakan sistem organ, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kegagalan fungsi organ.



3. Gangguan mata. Ruam disebabkan oleh sindrom stevens johnson dapat mengakibatkan peradangan mata dan kering, bahkan kebutaan



4. Ganguan fungsi paru, seperti gagal pernapasan akut.



5. Kerusakan kulit permanen. Setelah mengalami ssj, kulit yang mengelupas dapat tumbuh kembali, akan tetapi dapat disertai dengan jaringan parut, benjolan, atau warna yang abnormal. Salin itu dapat juga menyebabkan kerontokan rambut serta gangguan pertumbuhan kuku.



G. PATOFISIOLOGI Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali



dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).



H. PATWAYS (Terlampir)



I. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu : 1. Laboratorium



: Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.



2. Histopatologi



: Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.



3. Imunologi



:Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.



J. PENATALAKSAAN Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif, diantaranya yaitu: 1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera. 2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar. 3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk mengangkat kulit yang rusak. 4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen. 5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. 6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin. 7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.



8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit. 9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi digunakan untuk mencegah sepsis pada luka. 10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik semipermeabel (vigilon) dapat digunakan. 11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.



K. PENDIDIKAN KESEHATAN 1. Terapkan kebersihan personal 2. Mandilah setidaknya sekali sehari dan keringkan kulit hingga benar-benar kering 3. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena dapat menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang mengakibatkan kebutaan. 4. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi. Rasional: menentukan garis dasar dimana pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat. 5. Gunakan pakaian dan alat tenun yang lembut. Rasional: Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi. 6. Perbanyak minum air putih. 7. Jaga kebersihan alat tenun. Rasional: Untuk menghindari infeksi.



BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN 1. Identitas Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.



2. Riwayat Kesehatan a) Keluhan Utama Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan



b) Riwayat Kesehatan Sekarang Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.



c) Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.



d) Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.



e) Riwayat Psikososial Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.



3. Pengkajian 11 pola gordon a) Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?



-



Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?



-



Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?



-



pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.



b) Pola nutrisi metabolik pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?



-



Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?



-



Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?



-



Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?



-



Apakah klien mengalami mual dan muntah?



-



Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?



-



pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.



c) Pola eliminasi pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?



-



Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?



-



Kaji konsistensi BAB dan BAK klien



-



Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?



-



Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.



d) Pola aktivitas - latihan pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?



-



Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri



-



Kaji tingkat ketergantungan klien 0 = mandiri 1 = membutuhkan alat bantu 2 = membutuhkan pengawasan 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain 4



= ketergantungan



-



Apakah klien mengeluh mudah lelah?



-



Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.



e) Pola istirahat - tidur pada pola ini kita mengkaji: -



Apakah klien mengalami gangguang tidur?



-



Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?



-



Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?



-



Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.



f) Pola kognitif - persepsi pada pola ini kita mengkaji: -



Kaji tingkat kesadaran klien



-



Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?



-



Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?



-



Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?



-



Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya



g) Pola persepsi diri - konsep diri Pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?



-



Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?



-



Apakah klien merasa rendah diri?



-



Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.



h) Pola peran - hubungan pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?



-



Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?



-



Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?



i) Pola reproduksi dan seksualitas Pada pola ini kita mengkaji: -



Bagaimanakah status reproduksi klien?



-



Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?



j) Pola koping dan toleransi stress Pada pola ini kita mengkaji: -



Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?



-



Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?



-



Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?



k) Pola nilai dan kepercayaan Pada pola ini kita mengakaji: -



Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien?



-



Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?



4. Pemeriksaan Fisik a) Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan b) Palpasi: Turgor kulit, edema DS : gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.



5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang a) Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia b) Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis. c) Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan integritas kulit b/d agens farmaseutika 2. resiko infeksi dengan factor resiko gangguan integritas kulit 3. nyeri akut b/d agen cedera Biologi



C. INTERVENSI DAN PERECANAAN KEPERAWATAN



No



Diagnosa



NOC



1



Kerusakan integritas



Setelah



kulit b/d agens



tindakan



farmaseutika



selama



NIC dilakukan Perawatan luka



keperawatan 1. Monitor 3x24



diharapkan



jam,



karakteristik luka,



dapat



termasuk drainase,



mempertahankan/mening



warna , ukuran, dan



katkan integritas jaringan



bau



: kulit dan membrane 2. Dorong cairan, mukosa. Kriteria hasil : 1. Lesi pada kulit



yang sesuai 3. Ganti balutan sesuai dengan



dipertahankan pada



jumlah eksudat dan



skala deviasi (1)



drainase



ditingkatkan ke skala 4. Oleskan saleb yang deviasi (3) 2. Lesi mukosa membrane



sesuai dengan kulit/lesi 5. Anjurkan pasien



dipertahankan pada



dan keluarga untuk



skala deviasi (1) di



mengenal tanda



tingkatkan ke skala



dan gejala infeksi



deviasi (3) 3. Hidrasi



6. Bersihkan dengan normal saline atau



dipertahankan pada



pembersih yang



skala deviasi (2)



tidak beracun,



ditingkatkan ke skala



dengan tepat



deviasi (3) 4. Sensasi dipertahankan pada skala deviasi (2)



ditingkatkan ke skala deviasi (3)



2.



resiko infeksi dengan



Setelah dilakukan



Perlindungan infeksi



factor resiko



tindakan keperawatan



1. Monitor



gangguan integritas



selama 3x24 jam,



tanda dan gejala



kulit



diharapkan dapat



infeksi sistemik dan



mengontrol keparahan



local



infeksi dengan kriteria hasil: 1. Kemerahan



adanya



2. Monitor kerentanan terhadap infeksi 3. Periksa kulit dan



dipertahankan pada



selaput



skala deviasi (2)



untuk



ditingkatkan pada



kemerahan,



skala deviasi (3)



kehangatan



2. Nyeri dipertahankan



ekstrim,



pada skala deviasi



drainase



(1) ditingkatkan



lender adanya



,



atau



4. Berikan



ruangan



pada skala deviasi



pribadi,



yang



(3)



diperlukan



3. Malaise dipertahankan pada skala deviasi (2)



5. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup 6. Konsultasikan



ditingkatkan pada



dengan



skala deviasi (3)



pemberian



4. Hilang nafsu makan



antibiotik



dipertahankan pada skala deviasi (2) ditingkatkan pada skala deviasi (3)



dokter



3



nyeri akut b/d agen



Setelah dilakukan



Manajement nyeri



cedera biologi



tindakan keperawatan



1. Monitor



selama 3x24 jam,



kemungkinan



diharapkan dapat



alergi terhadap



mengontrol nyeri.



obat, interaksi dan



Dengan kriteria hasil ;



kontraindikasi,



1. Menggambarkan



termasuk obat



factor penyebab di



obatan diluar



pertahankan pada



konter dan obat



skala deviasi (2)



obatan herbal



ditingkatkan pada skala (3) 2. Menggunakan



2. Kurangi atau eliminasi factor factor yang dapat



tindakan pengurangan



mencetuskan atau



(nyeri) tanpa



meningkatkan



analgesic



nyeri (misalnya



dipertahankan pada



,ketakutan,



skala (2) ditingkatkan



kelelahan, keadaan



pada skala (4)



monoton dan



3. Menggunakan analgesic yang di rekomendasikan



kurang pengetahuan ) 3. Ajarkan metode



dipertahankan pada



farmakologi untuk



skala deviasi (2) di



menurunkan nyeri



tingkatkan pada skala deviasi (3) 4. Mengenali apa yang



4. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi



terkait dengan gejala



(seperti, relaksasi,



dipertahankan pada



bimbingan



skala deviasi (2)



antisipatif, terapi music)



ditingkatkan pada skala deviasi (3)



5. Konsultasikan dengan dokter pemberian analgesic sesuai resep



D. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT 1. Peran Perawat Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari:



a) Pemberi Asuhan Keperawatan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan



melalui



pemberian



pelayanan



keperawatan



dengan



menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.



b) Advokat Klien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas



pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.



c) Edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.



d) Koordinator peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.



e) Kolaborator Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f) Konsultan Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.



g) Peneliti / Pembaharu



Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.



2.



Fungsi Perawat Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya: a) Fungsi Independent Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.



b) Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.



c) Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyapenyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat



diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.



BAB IV PENUTUPAN



A. KESIMPULAN Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.



Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi. sasaran penanganan



antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.



B. SARAN



Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC Fitriany Julia ; Fajri Alratisda.2019. Steven Jhonson Syndrome.Aceh.



Journal



Averrous Vol 5 No 1 Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing Rahayu , Amelia ; rina gustia rahmatini . 2011. Profil Sindrom Stevens Johnson pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2010 sampai Desember 2011. Padang. Jurnal Penelitian Andalas