Askep Hiv Pada Remaja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN HIV – AIDS PADA REMAJA ( Disususn untuk memenuhi tugas mata kuliah HIV-AIDS )



Oleh : Ajeng



C.0105.20.1



Putri



C.0105.20.1



Aldi



C.0105.20.1



Rukmini



C.0105.20.1



Alin Y



C.0105.20.1



Suci R



C.0105.20.1



Apri H



C.0105.20.1



Susi



C.0105.20.1



Caesar



C.0105.20.1



Tapip



C.0105.20.1



Elsa JR



C.0105.20.115



Utari



C.0105.20.1



Jain M



C.0105.20.1



Veronika D



C.0105.20.1



M. Ikhsan Eza



C.0105.20.1



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI 2021



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “Asuhan Keperawatan HIV-AIDS Pada Remaja” tepat pada waktunya. Tugas ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar HIV-AIDS program S1 keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi. Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan, baik dalam tata bahasa maupun penulisan. Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi menyempurnakan tugas asuhan keperawatan ini.



Cimahi,



Juli 2021



Penulis



DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR ............................................................................................... DAFTAR ISI.............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ........................................................................................... B. Rumusan masalah ...................................................................................... C. Tujuan penelitian ....................................................................................... BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi AIDS …………………………………………………………. B. Etiologi ………………………………………………………………… C. Patofisiologi …………………………………………………………… D. Tanda dan Gejala ……………………………………………………… E. Manifestasi Klinis ……………………………………………………… F. Komplikasi …………………………………………………………….. G. Pemeriksaan Diagnostik ……………………………………………….. H. Penatalaksanaan Medis ……………………………………………….... I. Dampak HIV pada Remaja …………………………………………….. J. Diagnosis dini infeksi HIV pada Remaja ……………………………… BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA REMAJA DENGAN HIV A. Pengkajian ................................................................................................. B. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... C. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................... D. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. E. Intervensi ................................................................................................... BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................... B. Saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ LAMPIRAN SAP dan LEFLEAT ............................................................................. LAMPIRAN JULNA dan ANALISA JURNAL .......................................................



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Penyakit HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin pencegahan, penyakit ini juga memiliki fase asimptomatik (tanpa gejala) perjalanan penyakitnya yang menyebabkan orang yang terinfeksi penyakit HIV/AIDS tidak terlihat gejala penyakitnya pada 5 - 10 tahun pertama. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena) dimana kasus yang ditemukan sedikit tetapi kenyataannya lebih banyak jumlah yang menderita (Masriadi, 2014). Menurut catatan dari UNICEF pada tahun 2017, kematian terkait dengan AIDS di kalangan remaja telah meningkat selama dekade terakhir (UNICEF, 2017). Di Indonesia, berbagai upaya penanggulangan HIV/AIDS sudah dilakukan oleh Pemerintah baik bekerjasama dengan berbagai lembaga di dalam negeri maupun diluar negeri. Namun, kasus HIV masih memiliki kecenderungan mengalami peningkatan sejak pertama kali dilaporan (Kemenkes, 2014). Meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS pada remaja terjadi salah satunya karena perilaku remaja yang sudah mengindikasi kearah perilaku berisiko. Hal tersebut terlihat berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi remaja (SKRR) tahun 2012 yang dilakukan oleh BKKBN. Beberapa perilaku berpacaran remaja yang belum menikah sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 34,7% remaja putri dan 30,9% remaja putra usia 14-19 tahun pernah melakukan hubungan seks pranikah (Kemenkes, 2014). Seks pra nikah pada remaja berisiko terhadap penularan penyakit menular seksual, salah satunya HIV/AIDS, penyimpangan perilaku seksual, dan kehamilan di luar nikah (Magdalena, 2010). Survei yang dilakukan oleh SDKI dan BPS menunjukkan bahwa alasan hubungan seksual pranikah tersebut sebagian besar karena remaja penasaran atau ingin tahu (57,5% pria), seks pra nikah terjadi begitu saja pada remaja (38% perempuan), dan seks pra nikah dilakukan karena dipaksa oleh pasangan (12,6% perempuan). Hal ini mencerminkan kurangnya pengetahuan remaja tentang hal-hal yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS seperti keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seks, dan



kemampuan menolak hubungan yang tidak mereka inginkan (Kemenkes, 2017). Hasil SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa hanya 35,5% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Begitu pula gejala PMS kurang diketahui oleh remaja. Hanya 9,9% remaja perempuan dan 10,6% laki-laki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS (Kemenkes, 2017). Pengetahuan tentang HIV/AIDS yang komprehensif dapat membantu remaja agar memahami dan menyadari seberapa berbahayanya HIV/AIDS sehingga remaja bisa memiliki sikap dan perilaku yang sehat untuk menghindari HIV/AIDS (Lestari, 2014). Apabila pengetahuan tentang remaja tentang HIV/AIDS rendah, maka yang beredar di kalangan remaja adalah informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk mitos-mitos yang menyesatkan (Taukhit, 2014). HIV/AIDS jika terjadi pada remaja tidak hanya berpengaruh secara fisik, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, keadaan ekonomi, dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Hal tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat, dan bangsa pada akhirnya. Hal ini karena remaja adalah bagian dari komponen sumber daya manusia yang menjadi aset yang sangat berharga bagi bangsa pada masa yang akan datang (Hidayangsih, 2014). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep medis dari HIV AIDS pada remaja? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS pada remaja ?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep medis dari HIV AIDS pada remaja. 2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari HIV AIDS pada remaja.



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain : 3. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar(sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.(Anwar Hafis,2014) 4. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Anwar Hafis,2014)



B. Etiologi HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati(LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrivirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksirilbonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV -2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.(Anwar Hafis,2014) Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dri protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV2,yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat(Warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1. (Anwar Hafis,2014) Cara penularan AIDS antara lain sebagai berikut : a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual. (Anwar Hafis,2014 b. Melalui darah,yaitu : • Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%.



• Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,003% 3 • Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051% • Transmisi dari ibu ke anak : a. Selama kehamilan b. Saat persalinan,risiko penularan 50% c. Melalui air susu ibu (ASI) 14%. (Anwar Hafis,2014)



C. Patofisiologi Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. (Anwar Hafis,2014) Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan tubuh (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong., sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. (Anwar Hafis,2014) Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 4050%, selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melaw virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikal virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.



Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit pada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika keduanya mencapai 200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi. (Anwar Hafis,2014) Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan Produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. (Anwar Hafis,2014) Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif . fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten). Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Anwar Hafis,2014)



D. Tanda dan Gejala Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderitaan AIDS : 1. Panas lebih dari 1 bulan, 2. Batuk-batuk 3. Sariawan dan nyeri menelan, 4. Badan menjadi kurus sekali, 5. Diare,



6. Sesak napas, 7. Pembesaran kelenjar getah bening, 8. Kesadaran menurun, 9. Penurunan ketajaman penglihatan, 10. Bercak ungu kehitaman di kulit. (Anwar Hafis,2014) Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tifoid atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka orang tersebut dianjurkan untuk tes darah HIV. (Anwar Hafis,2014) Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Human Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Anwar Hafis,2014) 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Akut Gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu,mengantuk, nyeri sendi,sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh. 2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif. 3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Anwar Hafis,2014)



E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi opurtunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4. (Anwar Hafis,2014) 1. Infeksi retroviral akut Frekuensi gejala infeksi netroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili,ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik, sindrom Gillian Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Anwar Hafis,2014) 2. Masa Asimtomatik Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela(window period). (Anwar Hafis,2014) 3. Masa gejala dini Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herpez zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkulosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC). (Anwar Hafis,2014) 4. Masa gejala lanjut Pada masa ini jumlah CD4, di bawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan resiko tinggi rendahnya infeksi opurtunistik berat atau keganasan. (Anwar Hafis,2014)



F. Komplikasi Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS. (Anwar Hafis,2014) antara lain : 1. Pneumonia pneumocystis(PCP) 2. Tuberculosis(TBC) 3. Esofagitis 4. Diare 5. Toksoplasmositis 6. Leukoensefalopati multifocal prigesif



7. Sarcoma kaposi 8. Kanker getah bening 9. Kanker leher rahim(pada wanita yang terkena HIV). (Anwar Hafis,2014)



G. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS. (Anwar Hafis,2014)adalah : a. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS. b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan. c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi. d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV, dan pemeriksaan rontgen. (Anwar Hafis,2014) Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD),serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,hepatitis, dan papsmear. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila < 200 diberikan profilaksi pneumonia ( pneumocystis carinii ). Pemberian profolaksis INH tidak tergantung pada jumlah CD4 .( Anwar Hafis, 2014 ) Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. (Anwar Hafis,2014) Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensis atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8. (Anwar Hafis,2014)



H. Penatalaksanaan Medis 1. Apabila terinfeksi Human Immunodefeciency Virus(HIV), maka terapinya yaitu (Anwar Hafis,2014) : a. Pengendalian infeksi oportunistik b. Terapi AZT(Azidotimidin) c. Terapi antiviral baru



d. Vaksin dan rekonstruksi(Anwar Hafis,2014) 2. Diet Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS adalah : a. Tujuan umum diet penyakit HIV/AIDS adalah: • Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV. b. Tujuan khusus diet penyakit HIV/AIDS adalah : • Mengatasi gejala diare, intoleransi, laktosa, mual dan muntah. c. Syarat-syarat diet HIV/AIDS adalah : • Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 1oC. (Anwar Hafis,2014) 8 d. Jenis diet dan indikasi pemberian Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan : a. Infeksi HIV positif tanpa gejala b. Infeksi HIV dengan gejala(misalnya panas lama, batuk) c. Infeksi HIV dengan TBC Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin, bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu diet AIDS I, II, dan III. (Anwar Hafis,2014) I. Pencegahan Usaha-usaha yang dapat dilakukan terhadap AIDS adalah tindakan pencegahan agar tidak terjangkit penyakit AIDS. Sebenarnya HIV mudah mati bila dipanaskan atau bila terkena antiseptik seperti alkohol, fenol. Oleh karena itu semua cairan tubuh dan darah penderita AIDS yang tercecer harus didisinfeksi secara sempurna(Koes Irianto,2012)



Jarum atau jarum suntik sebaiknya satu kali pakai saja atau bila akan digunakan kembali harus betul-betul dipanaskan hingga steril. (Koes Irianto,2012) Hindari hubungan seks dengan partner bila partner tersebut sering berganti pasangan.hindari hubungan homoseksual atau anak seks(melalui anus) karena resiko lecet atau terluka lebih besar sehngga memudahkan terinfeksi HIV. Gunakanlah kondom bila ragu-ragu. (Koes Irianto,2012) Wanita yang terken HIV sebaiknya jangan mengandung karena HIV dapat ditularkan ke janin melalui plasenta. Orang-orang yang di duga terkena HIV tidak diperkenankan menymbang darah dan organ-organ tubuhnya untuk transplantasi. (Koes Irianto,2012). Telah diupayakan pembuatan vaksin tetapi masih dalam taraf penelitian dan percobaan yang belum selesai. (Koes Irianto,2012)



J. Insiden penularan HIV Pada Remaja Kalangan remaja berusia 15-24 tahun merupakan kelompok yang rentan terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga September 2015 menunjukkan, remaja yang terinfeksi HIV berjumlah 28.060 orang (15,2 persen). Sebanyak 2089 orang (3 persen) di antaranya sudah dengan AIDS. Penularan HIV tertinggi karena perilaku seks berisiko penularan HIV terjadi karena kurangnya pengetahuan di kalangan remaja. Remaja menjadi kelompok yang rentan terinfeksi karena pada saat remaja, yakni sudah memasuki masa pubertas akan muncul ketertarikan terhadap lawan jenis. Remaja merasakan jatuh cinta, berpacaran, dan muncul gairah seksual (Ratih, 2015). penyebab adalah kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengawasan dan pendampingan kepada para remajapenaruh-pengaruh dari luar, seperti penyalah gunaan narkoba, salah memilih teman dalam pergaulan yang berujung pada pergaulan bebas. Masih banyak remaja zaman sekarang yang belum mengetahui bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat melakukan seks diluar nikah atau melakukan seks secara tidak sehat. HIV/AIDS dapat menular kepada siapa saja. Maka dari itu, banyak orang yang salah persepsi atau menganggap bahwa seseorang yang terkena penyakit HIV/AIDS sangat berbahaya. Bahkan mereka tidak segan-segan untuk mencaci maki, mengolok-olok, menghina bahkan mengusir penderita HIV/AIDS dari tempat tinggalnya.



K. Dampak HIV pada Remaja 1. Menurunnya fungsi kekebalan tubuh manusia. 2. Mudah terkena tumor. 3. Pemberlakuan hukum sosial bagi penderita HIV/AIDS ,seperti tindakan penghindaran, pengasingan, penolakan, dan dikriminasi. 4. Banyak penderita HIV/AIDS pada usia produktif yang meninggal pada usia muda. 5. Kehilangan teman



L. Diagnosis dini Infeksi HIV pada Remaja Diagnosis infeksi HIV virologis secara dini pada anak dan remaja: 1. Memungkinkan ditentukan secara dini mereka yang terinfeksi HIV, sebagai langkah pertama dalam menyediakan pengobatan dan perawatan untuk mereka. 2. Memungkinkan ditentukan mereka yang terpajan HIV tetapi tidak terinfeksi, untuk memudahkan tindak lanjut dengan perawatan dan langkah pencegahan untuk membantu memastikan mereka tetap tidak tertular. 3. Membantu penggunaan sumber daya esensial secara efektif dengan mengutamakan ketersediaan ART pada anak yang membutuhkannya. 4. Memperbaiki kesejahteraan psiko-sosial keluarga dan anak, mengurangi kemungkinan timbulnya stigma, diskriminasi dan kesukaran psikologis untuk anak yang tidak terinfeksi HIV dan meningkatan kemungkinan mereka diasuh sebagai anak yatim-piatu 5. Memudahkan perencanaan kehidupan untuk orang tua dan/atau anak yang terinfeksi HIV.



PATHWAY



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA



A. Pengkajian Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS rata-rata dimasa perinatal sekitar usia 9 –17 tahun. Keluhan utama dapat berupa : • Demam dan diare yang berkepanjangan • Tachipnae • Batuk • Sesak nafas • Hipoksia Kemudian diikuti dengan adanya perubahan : • Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik • Diare lebih dan satu bulan • Demam lebih dan satu bulan • Mulut dan faring dijumpai bercak putih • Limfadenopati yang menyeluruh • Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis ) • Batuk yang menetap ( > 1 bulan ) • Dermatitis yang menyeluruh



Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan : • Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat • Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV • Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan • Adanya penularan pada proses melahirkan • Terjadinya kontak darah dan bayi. • Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI • Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )



Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya : • Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual • Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti • Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena • Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang • Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril • Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan



Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti : • Gagal tumbuh • Berat badan menurun • Anemia • Panas berulang • Limpadenopati • Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit, jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru, encelofati dll



B. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Mata • Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina • Retinitis sitomegalovirus • Khoroiditis toksoplasma • Infeksi pada tepi kelopak mata. • Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak • Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple 2. Pemeriksaan Mulut • Adanya stomatitis gangrenosa



• Peridontitis • Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi biru dan sering pada platum (Bates Barbara 1998) 3. Pemeriksaan Telinga • Adanya otitis media • Adanya nyeri • Kehilangan pendengaran 4. Sistem pernafasan • Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum • Sesak nafas • Tachipnea • Hipoksia • Nyeri dada • Nafas pendek waktu istirahat • Gagal nafas 5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan • Berat badan menurun • Anoreksia • Nyeri pada saat menelan • Kesulitan menelan • Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut • Faringitis • Kandidiasis esophagus • Kandidiasis mulut • Selaput lendir kering • Hepatomegali • Mual dan muntah • Pembesaran limfa 6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular • Suhu tubuh meningkat • Nadi cepat, tekanan darah meningkat



• Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV



7. Pemeriksaan Sistem Integumen • Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar ) • Haemorargie • Nyeri panas serta malaise 8.



Pemeriksaan sistem perkemihan • Didapatkan air seni yang berkurang • Annuria • Proteinuria • Adanya pembesaran kelenjar parotis • Limfadenopati



9. Pemeriksaan Sistem Neurologi • Adanya sakit kepala • Somnolen • Sukar berkonsentrasi • Perubahan perilaku • Nyeri otot • Kejang-kejang • Encelopati • Gangguan psikomotor • Penururnan kesadaran • Delirium • Keterlambatan perkembangan 10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal • Nyeri persendian • Letih, gangguan gerak • Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 ) C. Pemeriksaan Laboratorium Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200,



fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).



D. Diagnosa Keperawatan Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV / AIDS antara lain : 1. Resiko infeksi 2. Defisit nutrisi 3. Difisiensi pengetahuan



E. Intervensi No



1.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



SDKI



SLKI



SIKI



Resiko infeksi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Infeksi :



Ds:



... x 24 jam, resiko infeksi hilang, dengan



a. Observasi



kriteria hasil:



-



Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan



Do :



-



Demam menurun



sistemik



-



Demam



-



Nyeri menurun



b. Terapeutik



-



Nyeri



-



Periode malaise menurun



-



Batasi pengunjung



-



Periode malaise



-



Berikan perawatan kulit pada edema



-



Batuk



-



Pertahankan teknik aseptik pada psien berisiko tinggi



c. Edukasi -



Jelaskan tanda gejala infeksi



-



Ajarkan etika batuk



-



Anjurkan meningkatkan nutrisi



-



Anjurkan meningkatkan cairan



d. Kolaborasi -



Kolaborasi pemberin imunisasi, jika perlu



2.



Defisit Nutrisi :



Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Nutrisi :



Gejala dan tanda mayor



selama ... x 24 jam, defisit nutrisi teratasi



a. Observasi



Ds :



dengan kriteria hasil:



-



Identifikasi nutrisi



-



-



Berat badan membaik



-



Identifikasi alergi dan intolerasi makanan



Do :



-



Perasaan cepat kenyak menurun



-



Identifikasi makanan yang disukai



menurun



-



Nyeri abdomen menurun



-



Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis



dibawah



-



Nafsu makan membaik



-



Bising usus membaik



-



Kekuatan otot pengunyah meningkat



Gejala dan tanda minor :



-



Kekuatan otot menelan meningkat



-



Monitor asupan makanan



Ds :



-



Membran mukosa membaik



-



Monitor berat badan



-



Sariawan menurun



-



Monitor hasil pemeriksaan lboratorium



makan



-



Serum albumin meningkat



b. Terapeutik



-



Kram/ nyeri abdomen



-



Rambut rontok menurun



-



Lakukan oral hygien sebelum makan



-



Nafsu makan menurun



-



Diare menurun



-



Fasilitasi pedoman diet (mis. Piramida



-



Berat minimal



badan 10%



rentang ideal



-



Cepat



kenyak



setelah



nutrien -



Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik



makanan) Do : -



Bising usus hiperaktif



-



Otot pengunyah lemah



-



Otot menelan lemah



-



Membran mukosa pucat



-



Sajikan makanan secara menarik



-



Berikan makana tinggi serat untuk mencegah konstipasi



-



Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein



-



Sariawan



-



Berikan suplemen makanan, jika perlu



-



Serum albumin turun



-



Hentikan pemberian makanan melalui



-



Rambut rontok berlebihan



selang nasogastrik jika asupan oral dapat



-



Diare



ditoleransi c. Edukasi -



Anjurkan posisi duduk jika mampu



-



Ajarkan diet yang diprogramkan



d. Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan



-



Kolaborasi



dengan



ahli



gizi



untuk



menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu 3.



Defisit pengetahuan



Gejala dan tanda mayor Ds: -



selama ... x 24 jam, difisit pengetahuan



a. Observasi



teratasi dengan kriteria hasil :



-



Menanyakan masalah yang terjadi



Do :



Setelah dilakukan tindakan keperawtan Edukasi Kesehatan



Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun



Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi



-



Ientifikasi



faktor-faktor



yang



dapat



-



Perilaku sesuai anjuran meningkat



meningkatkan dan menurunkan motivasi



-



Persepsi yang keliru menurun



perilaku hidup bersih dan sehat b. Terapeutik



-



Menunjukan perilaku tidak



-



sesuai anjuran -



Menjalani pemeriksaan yang tidak



-



tepat menurun



Menunjukan persepsi yang



-



Perilaku membaik



Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan



-



keliru terhadap masalah



Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan



-



Berikan kesempatan bertanya



Gejala dan tanda minor



c. Edukasi



Ds :



-



Do : -



faktor



resiko



yang



dapat



dipengaruhi kesehatan Menjalani



pemeriksaan



yang tidak tepat -



Jelaskan



Menunjukan berlebih



(mis.



bermusuhan, agitasi,histeria)



perilaku Apatis,



-



Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat



-



Ajarkan strategi yang apat digunakan untuk



meningkatkan



bersih dan sehat d. kolaborasi



perilaku



hidup



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Penyakit AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Usaha-usaha yang dapat dilakukan terhadap AIDS adalah tindakan pencegahan agar tidak terjangkit penyakit AIDS. Telah diupayakan pembuatan vaksin tetapi masih dalam taraf penelitian dan percobaan yang belum selesai. (Koes Irianto,2012)



B. Saran Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing apabila terdapat kesalahan pada makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA



Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.30 WIB (access online) Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.00 WIB (access online) Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Lamongan, 10 Desember 2010. 13.10 WIB (access online)



LAMPIRAN SAP DAN LEAFLET



SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV / AIDS



Pokok Bahasan



: HIV AIDS



Sub Pokok Bahasan : 1.



Pengertian HIV dan AIDS



2.



Penularan HIV/AIDS



3.



Yang tidak dapat menularkan HIV/AIDS



4.



Cara mencegah penularan HIV/AIDS



5.



Tanda dan gejala HIV/AIDS



6.



Cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS



Waktu : Hari, Tanggal : Senin, 12 Juli 2021 Waktu



: 1 x 20 menit, dari pukul 13.00 – 13.20



Tempat



: SMAN Cisarua



Sasaran



: Siswa – siswi SMA



Tujuan : 1.



Tujuan Penyuluhan Umum : Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 20 menit, pasien dapat mengetahui tentang HIV/AIDS



2.



Tujuan Penyuluhan Khusus : a) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien



mampu



menjelaskan pengertian HIV/ AIDS b) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien



mampu



menjelaskan penularan HIV / AIDS c) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien mampu menyebutkan apa saja yang tidak dapat menularkan HIV / AIDS d) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien mampu menjelaskan cara mencegah penularan HIV / AIDS



e) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien



mampu



menjelaskan tanda dan gejala HIV / AIDS f) Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan pasien mampu menjelaskan cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV /AIDS



Materi Penyuluhan : 1.



Pengertian HIV dan AIDS



2.



Penularan HIV/AIDS



3.



Yang tidak dapat menularkan HIV/AIDS



4.



Cara mencegah penularan HIV/AIDS



5.



Tanda dan gejala HIV/AIDS



6.



Cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS



Proses Kegiatan Penyuluhan : No



Kegiatan Penyuluh



1



Pendahuluan



Kegiatan audiens



Waktu 5



menit



a) Mengucapkan salam a) Menjawab salam b) Perkenalan c) Menjelaskan



b) Memperhatikan topik



penyuluhan



penyuluh c) Menjawab



d) Menjelaskan tujuan



pertanyaan penyuluh



penyuluhan e) Menjelaskan waktu penyuluhan f) Apersepsi 2



Penyampaian materi 1) Materi a) Pengertian dan AIDS b) Penularan HIV/AIDS



10 menit a) Memperhatikan



HIV



penjelasan materi b) Bertanya c) Memperhatikan jawaban penyuluh



dari



c) Yang tidak dapat menularkan HIV / AIDS d) Cara



mencegah



penularaN HIV / AIDS e) Tanda



dan



gejalan



HIV



/



AIDS f) Cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV / AIDS 2) Memberikan kesempatan



untuk



bertanya 3) Menjawab pertanyaan peserta 3



Penutup



5 menit



1) Memberikan pertanyaan



1) Menjawab kepada



audiens



pertanyaan



dari



penyuluh



2) Menyimpulkan hasil 2) Memperhatikan penyuluhan



penyuluh



3) Mengakhiri dengan 3) Menjawab salam



salam



penutup



Media



: Leaflet



Metode



: Ceramah dan Tanya jawab



Evaluasi : 1.



Sebutkan pengertian Pengertian HIV dan AIDS ?



2.



Sebutkan cara penularan HIV/AIDS ?



3.



Sebutkan apa saja yang tidak dapat menularkan HIV/AIDS ?



4.



Bagaimana cara mencegah penularan HIV/AIDS ?



5.



Sebutkan tanda dan gejala HIV/AIDS ?



6.



Bagaimana cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS ?



Jawaban : 1.



HIV (Human Immuno-deficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menimbulkan AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV.



2.



Cara penularan HIV /AIDS • Seks bebas dengan orang yang terinfeksi virus HIV • Menggunakan jarum suntik secara bersamaan • Transfusi darah • Melalui ibu hamil pengidap HIV pada janin yang dikandung atau bayi yang dilahirkan



3. Apa saja yang tidak dapat menularkan HIV/AIDS • Melalui gigitan nyamuk • Menggunakan toilet • Ciuman • Makan bersama • Berjabat tangan atau bersentuhan



4.



Cara mencegah penularan HIV/AIDS • Anda jauhi seks bebas • Bersikap saling setia pada satu pasangan • Cegah dengan menggunakan kondom • Dihindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril • Edukasi dan pelatihan



5.



Tanda dan gejala HIV/AIDS • Kehilangan berat badan secara drastis •



Diare yang berkelanjutan







Pembengkakan pada leher dan atau ketiak







Batuk terus menerus



6. Cara mengetahui orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS Kita tidak akan tahu orang yang sudah terinfeksi HIV termasuk diri kita sendiri hanya melalui penglihatan saja, karena pada kenyataannya pengidap HIV terlihat sangat sehat. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah melalui tes darah.



Bila ada orang yangmenunjukkan salah satu gejala diatas, bukan berarti orang tersebut telah terinfeksi HIV. Untuk memastikannya, sebaiknya segera hubungi



layanan



kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan tes darah.



BAGAIMANA MENGETAHUI ORANG YANG SUDAH TERINFEKSI HIV/AIDS? Kita tidak akan tahu orang yang



sudah terinfeksi HIV



termasuk diri kitasendiri hanya melalui penglihatan saja, karena pada kenyataannya pengidap HIV terlihat sangat sehat. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah melalui tes darah.



APA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN BILA DISEKITAR KITA ADA ORANG YANG TERINFEKSI VIRUS HIV/AIDS?  Jangan mengucilkan mereka yang sudah positif terkena HIV-AIDS.  Berikan dukungan kepada penderita HIV -AIDS



BAGAIMANA CARA MENCEGAH



APA ITU HIV? 3. Transfusi darah



Anda jauhi seks bebas



HIV (Human Immuno-deficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan 4. Melalui ibu hamil pengidap



menimbulkan AIDS.



HIV pada janin yang dikandung atau bayi yang



APA ITU AIDS? AIDS



(Acquired



Immuno



Deficiency



merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV.



Bersikap saling setia pada satu pasangan Cegah denganmenggunakan kondom Dihindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril



dilahirkan Syndrome)



PENULARAN HIV/AIDS?



APA SAJA YANG TIDAK DAPAT



Edukasi dan pelatihan



MENULARKAN HIV/AIDS?



APA SAJA YANG DAPAT MENULARKAN HIV/AIDS? APA TANDA DAN GEJALA HIV/AIDS? Biasanya tidak ada gejala khusus pada orang-orang yang 1. Seks bebas dengan orang



terinfeksi oleh HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah



yang terinfeksi virus HIV 1. Melalui gigitan nyamuk 2. Menggunakan toilet 2. Menggunakan jarum suntik secara bergantian



3. Ciuman 4. Makan bersama 5. Berjabat tangan atau bersentuhan



itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejalagejala seperti berikut :  Kehilangan berat badan secara drastis  Diare yang berkelanjutan  Pembengkakan pada leher dan atau ketiak  Batuk terus menerus



LAMPIRAN JURNAL DAN ANALISA JURNAL JURNAL 1



Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK) Vol 3, No 1, Januari 2021 Doi: 10.36565/jak.v3i1.161 p-ISSN: 2655-9226 e-ISSN: 2655-9218 87 Peer Education sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS Safitri Prodi D III Kebidanan STIKes Baiturrahim Jambi Email: [email protected] Submitted : 08/12/2020 Accepted: 31/12/2020 Published: 11/01/2021 Abstrak Remaja menjadi pusat endemi HIV/AIDS di seluruh dunia, sekitar 50% dari semua kasus HIV baru terjadi pada remaja antara usia 15 dan 24 tahun. Di Indonesia, berdasarkan Ditjen P2P jumlah kasus HIV positif dari tahun ketahun cenderung meningkat dan pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 46.659 kasus. Begitu juga Kota Jambi, berdasarkan data dinas kesehatan ditemukan jumlah kasus penderita HIV/AIDS pada remaja 24 kasus (2017) dan 13 kasus (2018). Peer education dianggap sebagai pilar inti dari upaya pencegahan HIV secara umum dan telah terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mempromosikan perubahan sikap dan perilaku. Peer education masuk dalam program Pelayanan Kesehatan Peduli



Remaja



(PKPR)



yang



memiliki



pendekatan



komprehensif



berupa



upaya



promotif/preventif salah satunya pembekalan kesehatan tentang HIV dan AIDS. Target luaran yang diharapkan peningkatan pengetahuan antara sebelum dan setelah peer education. Metode yang digunakan adalah peer education. Hasil pengabdian terdapat peningkatan pengetahuan HIV/AIDS untuk membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS Kata Kunci: peer education, pencegahan, HIV/AIDS. PENDAHULUAN Remaja menjadi pusat endemi HIV/AIDS di seluruh dunia, sekitar 50% dari semua kasus HIV baru terjadi pada remaja antara usia 15 dan 24 tahun. Studi di berbagai negara bagian Afrika menunjukkan bahwa baik di luar sekolah maupun di sekolah, remaja berisiko terlibat dalam perilaku seksual. Tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja di negara bagian Afrika rendah, yaitu remaja putri (36%) dan remaja putra (28%). Meskipun remaja memiliki



pengetahuan tentang langkah-langkah pencegahan AIDS, tidak banyak dari mereka yang melakukan pencegahan. Sebuah penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa hanya 58% remajayang tidak melakukan hubungan seksual sebagai salah satu cara mencegah HIV. Remaja yang melakukan hubungan seksual dengan teman laki-laki/perempuan, hanya 58,5% yang menggunakan kondom dan 32,6% yang di tes HIV (Menna dkk, 2015). Estimasi jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 641.675 orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian sebanyak 38.734 orang. Jumlah kasus HIV positif yang dilaporkan dari tahun ketahun cenderung meningkat dan pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 46.659 kasus. Sampai dengan tahun 2018 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 327.282 kasus. Persentase kasus HIV positif dan AIDS tahun 2018 pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Penderita HIV positif pada laki-laki sebesar 63,8% dan pada perempuan sebesar 36,2%. Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 67,2% dan pada perempuan sebesar 32,8%. Proporsi terbesar kasus HIV dan AIDS masih pada penduduk usia produktif (15-49 tahun), dimana kemungkinan penularan terjadi pada usia remaja. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seks, tranfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian dan penularan dari ibu ke anak (perinatal) (Kemenkes, 2019). Jumlah kasus penderita HIV/AIDS pada remaja di Kota Jambi tahun 2017, dari 1.088 orang yang berkunjung, penderita HIV positif pada laki-laki sebanyak 14 kasus (usia 20-24 tahun) dan pada perempuan sebayak 10 kasus (1 kasus usia 5-14, 1 kasus usia 15-19 dan 8 kasus usia 2024 tahun). Sedangkan pada tahun 2018, dari 386 orang yang berkunjung, penderita HIV positif pada laki-laki sebanyak 11 kasus (4 kasus usia 15-19 tahun dan 7 kasus usia 20-24 tahun) dan pada perempuan sebayak 2 kasus (usia 20-24 tahun) (Dinkes Kota, 2019) HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan kekebalan sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yaitu sekumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV. Program pengendalian HIV di Indonesia bertujuan untuk: 1.) Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru; 2.) Menurunkan hingga meniadakan kematian terkait AIDS; 3.) Menurunkan stigma dan diskriminasi (Kemenkes, 2019). Peer education dianggap sebagai pilar inti dari upaya pencegahan HIV secara umum dan telah terbukti efektif dalam meningkatkan.



Pengetahuan dan mempromosikan perubahan sikap dan perilaku. Peer education dengan dukungan para guru didorong melakukan pendekatan inovatif untuk mengatasi kebutuhan kesehatan produktif rekan sebayanya, terutama tentang HIV/AIDS. Remaja yang percaya pada teman sebaya tidak cenderung tidak akan terlibat dalam hubungan seksual. Peer education sangat efektif sebagai sumber informasi, keterampilan dan memotivasi untuk melakukan perilaku yang baik (Adeomi, 2014). Peer education adalah salah satu strategi efektif untuk mengubah perilaku pada remaja, memberikan kesempatan belajar yang unik untuk mempromosikan perilaku kesehatan (Ghasemi, 2019). Peer education adalah strategi dimana individu dari kelompok sasaran memberikan informasi, pelatihan, atau sumber daya kepada rekan-rekan mereka. Ini telah menjadi metode pendidikan kesehatan yang populer untuk pencegahan HIV sejak 1980-an, mungkin karena interaksi positif yang ditimbulkan antara teman sebaya. Intervensi peer education secara signifikan terkait dengan peningkatan pengetahuan HIV, berkurangnya pengguna narkoba suntikan dan penggunaan kondom, serta mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan dan mengatasi pandemi HIV/AIDS (Menna, 2015). Di indonesia, peer education masuk dalam program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang memiliki pendekatan komprehensif berupa upaya promotif/preventif melalui pembinaan peer education salah satunya pembekalan kesehatan tentang HIV dan AIDS (Kemenkes RI, 2014). Penerapan peer education di sekolah menengah dapat memainkan peran penting untuk membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi mematikan, HIV/AIDS (Menna, 2015). Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Jambi, SMA Negeri 8 memiliki jumlah siswa terbanyak pada tahun akademik 2018/2019 yaitu 1.726 siswa (14,9%) dari seluruh SMA Negeri di Kota Jambi. Survey pendahuluan terhadap 10 siswa, menunjukkan bahwa 70% siswa memiliki pengetahuan kurang dan 30% siswa memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS. 60% siswa mengaku sudah pernah pacaran, pernah melakukan ciuman pipi, pelukan dan 40% siswa memiliki perilaku baik dalam pencegahan HIV/AIDS. Serta program peer education yang ada di SMA tersebut sudah terbentuk tetapi belum berjalan secara optimal. Berdasarkan paparan diatas maka penulis tertarik mengangkat judul “peer education sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 8 Kota Jambi” untuk membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS.



TARGET DAN LUARAN Target dalam kegiatan pengabdiaan kepada masyarakat ini adalah melakukan peer education tentang HIV/AIDS pada siswa SMA N 8 Kota Jambi. Adapun luaran dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah publikasi pada jurnal ilmiah dan meningkatkan pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS dengan harapan membawa perubahan positif dalam perilaku yang berhubungan dengan kesehatan seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS. METODE PELAKSANAAN Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada bulan November 2019 di SMA N 8 Kota Jambi. Sasaran kegiatan ini adalah siswa di SMA Negeri 8 Kota Jambi. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, mendapat rekomendasi dari Kepala Sekolah dan Guru Bimbingan Konseling untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS melalui metode peer education kepada siswa yang telah terpilih menjadi konselor sebaya menggunakan media leaflet. Peer education yang telah dilakukan merupakan kegiatan untuk menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS meliputi pengertian AIDS, penularan HIV, tanda dan gejala HIV-AIDS, kelompok perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV, pencegahan HIV, dan hal-hal yang perlu diperhatikan bila disekitar kita ada yang positif HIV-AIDS. Tahapan kegiatan pengabdian kepada masyarakat meliputi: 1. Mengkaji dan menganalisis data 2. Mengidentifikasi masalah 3. Menyusun rencana kegiatan 4. Menyusun SAP, materi, instrumen preposttest serta mendesain leaflet 5. Mengurus izin lokasi kegiatan 6. Melakukan pretest 7. Melakukan peer education meliputi memberikan materi tentang HIV/AIDS 8. Melakukan posttest 9. Melakukan monitoring dan evaluasi HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berjalan sesuai dengan rencana yang disusun. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan jadwal classmeeting semester ganjil di SMA Negeri 8 Kota Jambi. Dalam pelaksanaan kegiatan ini Tim difasilitasi oleh guru bimbingan konseling untuk mengumpulkan dan memilih siswa setiap kelas untuk dijadikan konselor sebaya dalam satu ruangan kelas di SMA tersebut. Sebelum kegiatan peer education tentang HIV/AIDS, 50% siswa tidak mengetahui pengertian AIDS dengan benar, 60% siswa tidak dapat menginformasikan penularan HIV, 65% siswa tidak dapat menyebutkan tanda dan



gejala HIV-AIDS, 60% siswa tidak dapat menerangkan kelompok perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV, 60% siswa tidak dapat menjabarkan pencegahan HIV, dan 55% siswa tidak dapat menginformasikan hal-hal yang perlu diperhatikan bila disekitar kita ada yang positif HIV-AIDS. Peer eduation sebagai strategi perubahan perilaku yang efektif diharapkan dapat memberikan dampak pada perubahan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Setelah dilakukan peer education tentang HIV/AIDS, 85% siswa mampu menjelaskan pengertian AIDS dengan benar, 75% siswa menginformasikan transfusi darah, hubungan seksual dan benda-benda tajam yang tidak disterilkan sebagai penularan HIV, 70% siswa mampu menyebutkan tanda dan gejala HIVAIDS, 75% siswa mampu menerangkan kelompok perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV, 75% siswa mampu menjabarkan pencegahan HIV, dan 80% mampu menginformasikan halhal yang perlu diperhatikan bila disekitar kita ada yang positif HIV-AIDS. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan peer education tentang HIV/AIDS. Siswa yang memiliki pengetahuan baik akan membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan peer education, hal ini karena pada peer education penyampai informasi adalah teman sebaya, yang mampu berkomunikasi, mampu mempengaruhi teman sebayanya, punya hubungan pribadi yang baik dengan teman sebayanya, punya pemahaman lingkungan sosial dan budaya teman yang baik, punya pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga informasi dapat dengan mudah diterima, mereka mampu mengajak dan mengubah sikap teman sebayanya untuk berperilaku secara positif mengenai masalah-masalah yang terjadi sekitar penyakit HIV/AIDS. Selain itu, informasi tentang HIV/AIDS yang dimiliki siswa juga berasal dari sumber lain seperti, media massa dan situs web. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adeomi dkk (2014) berjudul Evaluation of the Effectiveness of Peer Education inImproving HIV Knowledge, Attitude, and Sexual Behaviours among In School Adolescents in Osun State, Nigeria, terhadap 48 siswa SMA yang berusia 10-19 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja setelah dilakukan peer education (P



0,05



yang



5%



menunjukkan P-



menunjukan sumber informasi tidak dipengaruhi oleh



karakteristik responden.Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Poerwanti Widodo bahwa peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan



mentransfer



ilmu



pengetahuan



ke



peserta



didik,



guru



juga



dituntut



memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya(Poerwanti, 2012). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leni A Manafe, dkk yang dalam salah satu variabel yang dikajinya meneliti tentang pengaruh peran guru terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Negeri 4 Manado yang menyebutkan bahwa peran guru mempunyai nilai yang signifikan dengan p value = 0,012(Manafe, 2014). Sehingga diharapkan sekolah melalui peran guru dapat meningkatkan pemahaman remaja tentang seks bebas, kesehatan reproduksi dan memotivasi remaja agar aktif



terlibat



dalam



kegiatan pemberdayaan. Hal ini akan memacu timbulnyaminat



dankemandirian dalam diri remaja akan pentingnya kesehatan reproduksi demi masa



depan diri dan keluarganya.Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru tentu tidak lepas dari mendidik dan membimbing siswa, sehingga sebagai sorang pendidik danpembimbing diharapkan guru dapat menjadi inisiator yang baik, menciptakan suasana belajar yang kondusif, memiliki ide-idekreatif terkait pemberdayaan remaja, dan mampu menumbuhkan motivasi remaja dalam hal-hal postif. 3.Pengaruh Peran Teman Sebaya Terhadap PemberdayaanRemaja dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPR Variabel peran teman sebaya berpengaruh terhadap pemberdayaan remaja, hal ini dapat dilihat dari hasil uji terhadap koefisien parameter antara Peran teman sebaya terhadap pemberdayaan remaja menunjukkan ada pengaruh positif, sedangkan nilai T-statistiksebesar 4,538 dan signifikan pada alpha 5%, menunjukan terdapat pengaruh langsung terhadap pemberdayaan remaja sebesar 0.180 atau 13,71%, sedangkan



untuk



pengaruh



tidak



langsung



antara



peran



teman sebaya terhadap



pemberdayaan remaja dalam upaya mencegah seks sebesar 4,76%.Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa variabel peran teman sebaya tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden, karena



hasil



uji Chi



Squaredengan tingkat signifikansi 5% menunjukkan p-value>



0,05.Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leni A Manafe, dkk yang dalam salah satu variabel yang dikajinya meneliti tentang pengaruh teman sebaya terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Negeri 4 Manado yang menyebutkan bahwa peran teman sebaya mempunyai nilai yang signifikan dengan p value = 0,001(Manafe, 2014).Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri. Hasil penelitian diperkuat oleh teori Agustiani yang menyatakan bahwa remaja memiliki kecenderungan bahwa teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari orang dewasa, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar berbagi rasa, bersikap sportif, belajarmenerima dan melaksanakan tanggung jawab(Kehidupan, 2011).Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat



membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai



adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai 4.PengaruhMotivasi Remaja Terhadap Pemberdayaan Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPRPeran motivasi remaja berpengaruh positif terhadap pemberdaya



remaja dalam upaya mencegah seks bebas menunjukan hasil uji



T



satistikdiperoleh 3,017 maka nilai t lebih besar dari ttabel yaitu 5% atau nilai t 0,05.Hasil penelitian sejalan dengan teori lain yang menyatakanbahwa motivasi berpengaruh terhadap pemberdayaan remaja dalam upaya mencegah seks bebas(Notoatmodjo, 2003). Kondisi remaja menggambarkan kesiapan remaja dalam menerima pemberdayaan, keadaan remaja, kemauan untuk berubah, patisipasi masyarakat/kelompok, serta motivasi diri sendiri dalam menjalankan proses pemberdayaan. Jika tidakada motivasi atau dorongan dalam diri remaja untuk mensukseskan program pemberdayaan maka kegiatan pemberdayaan tidak akan berjalan dengan baik, bahkan jika tidak ada motivasi dalam diri remaja terkait dengan pencegahan seks bebas, maka menurut asumsi peneliti remaja tersebut tidak dapat menjaga diri dan bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya sendiri(Santrock, 2007) 5.Pengaruh Variabel Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Teman Sebaya pada Program PKPR Variabel peran tenaga kesehatan berpengaruh terhadap teman sebaya, hal ini dapat dilihat darihasil uji terhadap koefisien parameter antara peran tenaga kesehatan terhadap teman sebaya menunjukkan ada pengaruh positif antara peran Maesaroh dan Roni Iryadi104Syntax Literate,Vol. 5, No. 4April2020tenaga kesehatan terhadap teman sebaya pada program PKPR di Wilayah Kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon tahun 2017 sebesar 11,50%, dan nilai T-Statistik2,079 signifikan pada α=5%.Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurfarida Kusumawati dengan judul rumah remaja sebagai model pemberdayaan kesehatan reproduksi remaja, mengungkapkan bahwa faktor yang berperan dalam pemberdayaan remaja adalah peranpeer educator(Pendidik Sebaya/Remaja). Hal ini dapat terjadi karena sebagai seorang dengan tingkat usia dan kedewasaan yang sama dapat memberikan konseling, KIE tentang kespro dan mendampingi dalam berobat ke



pelayanan kesehatan. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja



melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri(Perry dan Potter, 2015).Hal ini membuktikan bahwa remaja lebih merasa nyaman ketika berbagi dengan



teman sebaya nya dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Sehingga diharapkan di wilayah kerja Puskesmas Kesambi, tenaga kesehatan dapat meningkatkan peran teman sebaya sehingga banyak remaja yang dapat menangani kesehatannya secara lebih leluasa dengan berbagi pada temannya, hal ini secara tidak langsung membantu peran tenaga kesehatan untuk dapat memantau kesehatan remaja. 6.Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPR Variabel peran tenaga kesehatan terhadap motivasi remaja menunjukkan terdapat pengaruh langsungantara peran tenaga kesehatan terhadap motivasi remaja pada program PKPR sebesar 15,65% dan nilai T-statistic3,358 signifikan pada α=5%.Salah satu peran petugas kesehatan adalah sebagai motivator(Perry dan Potter, 2015).Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberdayaan salah satunya adalah kesediaan suatu komunitas/kelompok untuk dapat menerima pemberdayaan. Kesedian remaja



dalam



sendiri(Sumaryadi,



menerima



pemberdayaan



2005).Motivasi



salah



satunya adalah dari remaja itu



merupakanpersyaratan



sehingga



remaja



dapat



berpartisipasi, tanpa motivasi remaja sulit untuk berpartisipasi di semua program. Timbulnya motivasi harus dari dalam diri remaja sendiri dan pihak luar hanya memberikan dukungan saja (Notoatmodjo, 2003). Cara selanjutnya adalah memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement, yaitu cara memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar melakukan sesuatu harapan yang memberikan motivasi. Hal ini dapat dilakukan tenaga kesehatan pada forum-forum kegiatan, misalkan pemberian apresiasi pada remaja yang mampu menjadi teladan bagi rekan-rekanya, pemberian penghargaan bagi kader remaja berprestasi, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk dapat meningktkan motivasi remaja.Selanjutnya



adalah memotivasi dengan identifikasi (motivating by



identification on egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran. Hal ini paling efektif dan efisien karena dengan menumbuhkan kesadaran dalam diri remaja tentu akanlebih bermanfaat bagi remaja itu sendiri(Sumaryadi, 2005). Tenaga kesehatan dapat melakukan penyuluhan, promosi kesehatan, kerjasama jejaring dengan sekolah dan pihak kepoilisian dalam memaparkan materi seputar remaja, menjelaskan efek negative, dan postif dari setiap kegiatan, sehingga remaja tahu dan menyadari pentingnya Kesehatan reproduksi, pencegahan seks bebas, dan lain sebagainya melalui kegiatan pemberdayaan ini.



7.Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Guru Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPR Variabel peran tenaga kesehatan terhadap peran guru menunjukkan terdapat pengaruh langsung antara tenaga kesehatan terhadap peran guru pada program PKPR sebesar 61,45% dan nilai T-statistic12,420 dan signifikan pada α=5%.Menurut Cece Wijaya seorang guru bukan satu-satunya penyampai informasi dan satu-satunya sumber pengetahuan bagi peserta didik, guru hanya bertugas sebagai pembangkit motivasi belajar siswa(Wijaya, Djadjuri, & Rusyan, 1991).Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan peningkatan pengetahuan guru seputar remaja, dan peningkatan keterampilan guru dalam membimbing dan mendidik siswa, seputar kesehatan maka dibutuhkan narasumber dan pelatih, yaitu tenaga kesehatan, yang memami betul seputar kesehatan remaja, sehingga di sekolah pun guru dapat terlibat aktif dan membimbing mahasiswa agar dapat mencegah seks bebas, dan aktif dalam kegiatan pemberdayaan baik di sekolah melalu PIK R, UKS atau dilingkungan tempat tinggalnya.Sebagaimana



fungsi



puskesmas



sebagai



pusat penggerak



pembangunan



berwawasan kesehatan, pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama dan pelayanan kesehatan masyarakat, puskesmas memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, karena itu tenaga kesehatan harus dapat melakukan tugas dan kewajibannnya agar setiap fungsi puskesmas berjalan dengan baik, termasuk melakukan pembinaan terhadap UKS yang berada di sekolah. Hal ini perlu kerja sama antara tenaga kesehatan dan guru, maka semakin baik peran tenaga kesehatan akan semakin baik pula peran guru dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya terhadap peserta didik. 8.Pengaruh Peran Guru Terhadap Peran Teman Sebaya Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada Program PKPR Variabel peran guru terhadap peran teman sebaya menunjukan terdapat pengaruh langsung antara variabel peran guru terhadap teman sebaya pada program PKPR sebesar 44,22% dan nilai T statistic7,194. Sebagaimana penelitian A. Saifah memperlihatkan adanya pengaruh antara guru terhadap teman sebaya(Saifah, 2011). Guru tidak semata-mata hanya bertugas sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagaipendidik yang melakukan transfer of values sekaligus sebagai pembimbing yang bertugas memberikan arahan dan tuntunan bagi peserta didiknya. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Peserta didik memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam proses perkembangan diri dan pengoptimalan



bakat dan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Tanpa adanya seorang guru, mustahil seorang peserta didik dapat mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Hal ini berdasar pada



pemikiran manusia sebagai



mahluk



sosial



yang



selalu



memerlukan



bantuan orang lain untuk mencukupi semua kebutuhannya. Remaja akan lebih nyaman dengan teman sebayanya. Laursenmenyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-pandangan baru. Lebih lanjut Laursen menegaskan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memberikan kesempatan



kepada



remajauntuk membantu orang lain, dan mendorong remaja untuk



mengembangkan jaringan kerja untuk saling memberikan dorongan positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan untuk membentuk makna dan persepsi serta solusi-solusi baru(Laursen, 2005).Dengan guru membimbing dan mendidik diharapkan remaja juga dapat belajar dari temannya yang telah mendapatkan arahan atau bimbingan dari seorang guru, karena tidak sedikit remaja yang lebih mendengarkan temannya dibandingkan guru atau orang tuanya. 9.Pengaruh Peran Guru Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPRVariabel



peran



guru



terhadap



motivasi



remaja



menunjukkan



terdapat pengaruh langsung antara peran guru terhadap motivasiremaja pada program PKPR di wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon Tahun 2017 sebesar 40% dan nilai T statistic 7,347.Menurut



Prey



Katz



dalam Sardimanada



beberapa



pendapat



yang



menyatakan peranan guru sebagai kommunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihatnasihat,



motivator



sebagai



pemberi



inspirasi



dan



motivasi,



pembimbing dalam



pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai serta seseorang bahan/materi



yang



diajarkan(AM,



2011). Peranan



guru



yang menguasai



sebagai motivator ini sangat



penting dalam interaksi belajar mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut penampilan dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri. Bukan hanya dalam proses belajar di kelas tetapi juga pembelajaran di masyarakat, guru harus bisa memotivasi peserta didik, termasuk dalam proses pemberdayaan remaja dalam mencegah seks bebas.Guru memberikan motivasi agar peserta didik mempunyai keinginan untuk menambah pengetahuan atau keterampilannya mengenai hak-hak reproduksi melalui kegiatan pemberdayaan. 10.Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Motivasi Remaja Dalam Upaya Mencegah Seks Bebas Pada Program PKPRVariabel teman sebaya berpengaruh teradap variabel motivasi remaja



pada program PKPR di wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon Tahun 2017 sebesar 22,32% dan nilai T statistic 5,585.Teman sebaya juga memiliki peran yang sangat penting bagi pencegahan kehamilan dikalangan remaja. Hubungan yang positif antara remaja dengan orang tua dan juga dengan teman sebayanya merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi kehamilan pada usia dini. Kaum remaja sering menyatakan bahwa teman sebaya mereka merupakan salah satu sumber utama mengenai kesehatan seksual, walaupun mereka mengetahui bahwa informasi tersebut tidak selalu akurat. Para remaja lebih merasa nyaman membahas masalah-masalah seks dengan teman mereka daripada guru atau tenaga



kesehatan.



Beberapa



petugas



kesehatan melaporkan keberhasilan proyek



pendidikan seks yang melibatkan teman sebaya dan tipe pendekatan ini sebaiknya disertakan dalam program.Memperhatikan pentingnya peran teman sebaya, pengembangan lingkungan teman sebaya yang positif merupakan cara efektif yang dapat ditempuh untuk mendukung perkembangan remaja. Dalam kaitannya dengan keuntungan remaja memiliki kelompok teman sebaya yang positif, Laursen menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta



memungkinkan



remaja



menguji nilai-nilai



baru



dan



pandangan-pandangan



baru(Laursen, 2005). Dalam penelitian lain, mengungkapkan bahwa faktor yang berperan dalam pemberdayaan remaja adalah peran peer educator(pendidik sebaya/remaja), dimana sebagai seorang dengan tingkat usia dankedewasaan yang sama dapat memberikan konseling, KIE tentang kespro, mendampingi dalam berobat ke pelayanan kesehatan(Kusumawati, 2013). Hal ini membuktikan bahwa remaja lebih merasa nyaman ketika berbagi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Sehingga diharapkan di wilayah kerja Puskesmas lebih meningkatkan kegiatan pelatihan untuk



teman



sebaya (peer



educator), sehingga banyak remaja yang dapat menangani kesehatannya secara lebih leluasa dengan berbagi pada temannya.



Kesimpulan Hasil pengujian hipotesis dengan



Structural Equation Model (SEM) dengan metode smart PLS didapat temuan bahwa variabel pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas pada program PKPR dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan peran guru, peran teman sebaya dan motivasi remaja. Pengaruh langsung pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas sebesar 80,68% dan pengaruh tidak langsung sebesar 6,13%, dengan variabel peran guru sebagai faktor dominan



yang



sangat



mempengaruhi



pemberdayaan



remaja



dalam



upaya pencegahan seks bebas pada program PKPR di wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon. DAFTAR PUSTAKA S. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Anwas, M. (2014). Oos. Pemberdayaan Masyarakat Di Era Global. Bandung: Alfabeta.Bappenas. (2010). Kerentanan Remaja terhadap Penyakit HIV and AIDS. BKKBN. (2011). Program Keluarga Berencana di Indonesia Tahun 2008-2011. Jakarta: BKKBN.Depkes.



(2016).



Cirebon.Fashihullisan,



Laporan



M.



(2014).



Tahunan MODEL



Departemen



Kesehatan



PEMBERDAYAAN



Kota



DALAM



PENANGGULANAN PERILAKU SEKS BEBAS PELAJAR DI PACITAN. Jurnal Penelitian Pendidikan, 6(2), 994–1005.Ghozali,



I.



(2011). Structural



Equation



Modeling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS) Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.Hurlock, E. B., Istiwidayanti, Sijabat, R. M., & Soedjarwo. (1990). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Erlangga, Jakarta.Indonesia, D. S. (2014). Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi dan Kabupaten/Kota, 2005. Diakses Tanggal, 30.Kehidupan, R. (2011). Agustiani,



Hendriati.(2006).



Psikologi



Perkembangan “Pendekatan Ekologi kaitannya



dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja”. Bandung: PT Refika Aditama. Jurnal Psikologi Undip. Vol, 10(2). Kusumawati, N. F. (2013). Rumah Remaja Sebagai Model Pemberdayaan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Promkes, 1(2), 153–163.Laursen, E. K. (2005). Rather than fixing kids-build positive peer cultures. Reclaiming Children and Youth, 14(3), 137.Manafe, L. A. (2014). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, Peran Guru, Media Informasi (Internet) dan Peran Teman Sebaya dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa di SMA Negeri 4 Manado. JIKMU, 4(4).Notoatmodjo, S. (2003).



Pendidikan dan perilaku kesehatan.Nova Susana, Fitria Kasih, N. (2013). Pengaruh Perilaku Teman Sebaya Terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik di SMP Negeri 01 Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat. Perry dan Potter. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses,dan Praktik.Poerwanti, E. dan W. N. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Malang.RI, D. K. (2005). Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia. Jakarta.RI, K. kesehatan. (2015). INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Remaja. Jakarta.Sahrudin, S. (2017). PERAN KONSEP DIRI, RELIGIUSITAS, DAN POLA



ASUH ISLAMI



TERHADAP



KECENDERUNGAN



PERILAKU



NAKAL



REMAJA DI CIREBON. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 50–62.Saifah, A. (2011). HubunganPeran keluarga, guru,teman sebaya dan media massa dengan perilaku gizi anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Mabelopura Kota Palu. Universitas Indonesia.Santrock, J. W. (2007). Perkembangan remaja.Jakarta: Erlangga.Solimun. (2008). Memahami Metode Kuantitatif Mutakhir



Structural



Equation Modeling dan Partial Least Square. Program Studi



Statistika Fmipa, Universitas Brawijaya Malang.Sumaryadi, Perencanaan



pembangunan



daerah



otonom



I.



N.



(2005).



dan pemberdayaan masyarakat. Citra



Utama.Wijaya, C., Djadjuri, D.,& Rusyan, A. T. (1991). Upaya pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran. PT Remaja Rosdakarya.



ANALISA JURNAL



ANALISA JURNAL 1



JUDUL



: Peer Education sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS



PENULIS



: Safitri



TAHUN PENERBIT : Januari 2021 SUMBER



: Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK) Vol 3, No 1,



KATA KUNCI



: peer education, pencegahan, HIV/AIDS



ISI JURNAL



:



1. Latar Belakang Penelitian Remaja menjadi pusat endemi HIV/AIDS di seluruh dunia, sekitar 50% dari semua kasus HIV baru terjadi pada remaja antara usia 15 dan 24 tahun. Di Indonesia, berdasarkan Ditjen P2P jumlah kasus HIV positif dari tahun ketahun cenderung meningkat dan pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 46.659 kasus. Begitu juga Kota Jambi, berdasarkan data dinas kesehatan ditemukan jumlah kasus penderita HIV/AIDS pada remaja 24 kasus (2017) dan 13 kasus (2018). Peer education dianggap sebagai pilar inti dari upaya pencegahan HIV secara umum dan telah terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mempromosikan perubahan sikap dan perilaku. Peer education masuk dalam program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang memiliki pendekatan komprehensif berupa upaya promotif/preventif salah satunya pembekalan kesehatan tentang HIV dan AIDS 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah peer education. Hasil pengabdian terdapat peningkatan pengetahuan HIV/AIDS untuk membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berjalan sesuai dengan rencana yang disusun. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan jadwal classmeeting semester ganjil di SMA Negeri 8 Kota Jambi. Dalam pelaksanaan kegiatan ini Tim difasilitasi oleh guru bimbingan konseling untuk mengumpulkan dan memilih siswa setiap kelas untuk dijadikan konselor sebaya dalam satu ruangan kelas di SMA tersebut.



Sebelum kegiatan peer education tentang HIV/AIDS, 50% siswa tidak mengetahui pengertian AIDS dengan benar, 60% siswa tidak dapat menginformasikan penularan HIV, 65% siswa tidak dapat menyebutkan tanda dan gejala HIV-AIDS, 60% siswa tidak dapat menerangkan kelompok perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV, 60% siswa tidak dapat menjabarkan pencegahan HIV, dan 55% siswa tidak dapat menginformasikan hal-hal yang perlu diperhatikan bila disekitar kita ada yang positif HIV-AIDS. Peer eduation sebagai strategi perubahan perilaku yang efektif diharapkan dapat memberikan dampak pada perubahan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Setelah dilakukan peer education tentang HIV/AIDS, 85% siswa mampu menjelaskan pengertian AIDS dengan benar, 75% siswa menginformasikan transfusi darah, hubungan seksual dan benda-benda tajam yang tidak disterilkan sebagai penularan HIV, 70% siswa mampu menyebutkan tanda dan gejala HIVAIDS, 75% siswa mampu menerangkan kelompok perilaku resiko tinggi terinfeksi HIV, 75% siswa mampu menjabarkan pencegahan HIV, dan 80% mampu menginformasikan hal-hal yang perlu diperhatikan bila disekitar kita ada yang positif HIV-AIDS. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan peer education tentang HIV/AIDS. Siswa yang memiliki pengetahuan baik akan membawa perubahan positif dalam perilaku seksual remaja sekolah dan mencegah mereka dari epidemi HIV/AIDS. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan peer education, hal ini karena pada peer education penyampai informasi adalah teman sebaya, yang mampu berkomunikasi, mampu mempengaruhi teman sebayanya, punya hubungan pribadi yang baik dengan teman sebayanya, punya pemahaman lingkungan sosial dan budaya teman yang baik, punya pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga informasi dapat dengan mudah diterima, mereka mampu mengajak dan mengubah sikap teman sebayanya untuk berperilaku secara positif mengenai masalah-masalah yang terjadi sekitar penyakit HIV/AIDS. Selain itu, informasi tentang HIV/AIDS yang dimiliki siswa juga berasal dari sumber lain seperti, media massa dan situs web. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adeomi dkk (2014) berjudul Evaluation of the Effectiveness of Peer Education inImproving HIV Knowledge, Attitude, and Sexual Behaviours among In School Adolescents in Osun State, Nigeria, terhadap 48 siswa SMA yang berusia 1019 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang



bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja setelah dilakukan peer education (P