Askep Jiwa Abk Kel 3-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS KEPERAWATAN JIWA II Dosen Pengampu :Meti Agustini Ns., M. Kep



Di susun oleh : Kelompok 3 Anggi Adhela



1714201110068



Nadya Nailil Ghina



1714201110081



Widia Rusmayanti



1714201110091



Yuni



1714201110093



Rusmiati



1714201110094



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN BANJARMASIN 2019



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullah wabarokatuh Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “AsuhanKeperawatan Anak Dengan Kebutuhan Khusus”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang diampu oleh Ibu Meti Agustini, Ns., M. Kep selaku dosen di Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu Ibu Meti Agustini, Ns., M.Kep yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar.Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Dengan demikian makalah ini kami buat, tentunya dengan besar harapan dapat bermanfaat. Namun tidak menutup kemungkinan, makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kepentingan proses peningkatan ilmu pengetahuan kesehatan. Wassalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh



Banjarmasin, 10 Desember 2019 Penyusun



Kelompok 3



i



DAFTAR ISI



ii



2



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ABK (anak berkebutuhan khusus) adalah anak yang memiliki gangguan fungsi yang berlangsung lama. Hal ini sesuai dengan kesepakatan negara - negara di dunia dalam Convention On The Right Of Person With Disabilitiestahun 2017 di New York, Amerika Serikat, bahwa disabilitas atau ABK adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif (Yusi dkk, 2019).Disabilitas menurut WHO (2011) merupakan istilah umum yang meliputi gangguan, keterbatasan dalam beraktivitas, dan keterbatasan partisipasi. Gangguan yang dimaksud adalah adanya masalah dalam struktur dan fungsi tubuh, keterbatasan beraktivitas adalah kesulitan yang dihadapi oleh seseorang dalam melaksanakan suatu tindakan, sementara keterbatasan partisipasi adalah adalah masalah yang dialami oleh seseorang dalam keterlibatannya dengan situasi kehidupan. Orang tua yang memiliki anak berperan untuk membesarkan, mengasuh, dan mendidik anaknya. Peran tersebut menjadi berubah ketika dihadapkan dengan kondisi anak yang memiliki fungsi terbatas dan ketergantungan yang akan berlangsung seumur hidup. Anak dengan disabilitas tidak mampu melakukan kegiatan secara mandiri sehingga memiliki ketergantungan yang lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Hal tersebut dapat menjadi beban tersendiri bagi keluarga, khususnya orang tua yang akan dihadapkan dengan kewajiban memenuhi kebutuhan anak disabilitas yang jauh lebih kompleks dibandingan dengan anak tanpa disabilitas. Anak dengan disabilitas membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang di sekitarnya yang akan menyita sumber daya keluarga. Peran keluarga sangat dibutuhkan saat timbulnya gangguan kesehatan pada anggota keluarga yang lain. Ketika salah satu anggota keluarga menderita gangguan kesehatan, maka satu atau lebih anggota keluarga yang lain berperan sebagai caregiver atau pemberi asuhan.



3



Jumlah penyandang disabilitas menurut UNICEF adalah 10 hingga 25% dari jumlah penduduk dunia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011, jumlah anak dengan disabilitas di Indonesia sebanyak 9,9 juta. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penyandang disabilitas terbanyak terdapat di lima provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penyandang disabilitas terbanyak (Kementerian Kesehatan RI, 2014). B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)? 2. Apa saja klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)? 3. Bagaimana pengkajian ABK dengan Autisme? 4. Apa saja diagnosa keperawatan ABK dengan Austisme? 5. Bagaimana rencana asuhan keperawatan ABK dengan Autisme? 6. Bagaimana cara management kasus ABK dengan autisme? C. Tujuan 1. Mengetahui definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). 2. Mengetahuiapa saja klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). 3. Mengetahui bagaimana pengkajian ABK dengan Autisme. 4. Mengetahui diagnosa keperawatan ABK dengan Autisme. 5. Mengetahui rencana asuhan keperawatan ABK dengan Autisme. 6. Mengetahui cara management kasus ABK dengan Austisme.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Menurut WHO (2010) banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari anak



berkebutuhan



khusus,



seperti



disability



(keterbatasan),



impairment



(ketidaknormalan) dan handicap (menghambat pemenuhan peran). Anak



berkebutuhan



khusus



adalah



anak



yang



memiliki



gangguan



kognitif.Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong dalam Muhith, 2015). Anak



berkebutuhan



khusus



adalah



anak



yang



mengalami



kelainan,penyimpangan, atau ketunaan dalam segi fisik, emosi,mental dan sosial atau gabungan dari semua haltersebut (Sumekar dalam Komarudin, 2019). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya karena adanyagangguan fisik, mental, intelegensi dan emosi sehingga membutuhkanpelayanan dan pengajaran yang khusus (Suryani, 2014). B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Monika dalam (2012) anak yang berkebutuhan khusus antara lain : 1.



Retardasi mental



2.



Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)



3.



Autisme



C. Anak Berkebutuhan Khusus dengan Retardasi Mental Gangguan retradasi mental ini muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (misal IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih misal; komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis,



dan bekerja. Tingkat kecerdasan seorang anak ditentukan secara metodik oleh IQ (Intelegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar.Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetik) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makanan yang cukup.



1.



TINGKAT KECERDASAN



IQ



Genius



Diatas 140



Sangat super



120-140



Super



110-120



Normal



90-110



Bodoh



80-90



Perbatasan



70-80



Moron/dongo



50-70



Imbecille



25-50



Idiot



0-25



Definisi Retradasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retradasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit, dan fren = jiwa) atau tuna mental. Retradasi mental bukan suatu penyakit walaupun retradasi mental merupakan hasil dari proses patologik didalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif.Retradasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.Hasil bagi intelegensi (IQ = Intelligence Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retradsi mental.



Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. 2.



Klasifikasi Retradasi Mental a. Retradasi mental ringan Dengan IQ sekitar 50-55 sampai 70.Sekitar 85% dari orang yang terkena retradasi mental. b. Retradasi mental sedang Dengan IQ sekitar 35-40 sampai 50-55.Sekitar 10% dari orang yang terkena retradasi mental. c. Retradasi mental berat Dengan IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4% dari orang ynag terkena retradasi mental d. Retradasi mental berat sekali Dengan IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2% dari orang yang terkena retradasi mental



3.



Etiologi Retardasi Mental Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks) keduanya disebut retradasi mental primer.Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.Retradasi mental menurut penyebabnya, yaitu : a. Akibat infeksi dan atau intoksikasi, dalam kelompok ini termasuk keadaan retradasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial, obat atau zat toksik lainya. b. Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasiepsi dan usaha melakukan aborsi dapat mengakibatkan kelainan dengan retradasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retradasi mental. c. Akibat gangguan metabolism, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya



gangguan metabolism lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. d. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini, termasuk retradasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapkasa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). e. Akibat penyakit atau pengaruh prenatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiloginya, termasuk anomaly kranial primer dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya. f. Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya. g. Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badanya kurang dari 2500 gram dan dengan masa hamil kurang dari 38 minggu. h. Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi anak. i. Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh factorfaktor biomedik maupun sosial budaya. 4.



Pemeriksaan Diagnosis Untuk mendiagnosis retradasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua mengenai kehamilan, persalinan, dan perkembang anak.Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retradasi mental. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retradasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubuhan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retradasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi, dan ekspresi wajah tampak tumpul. Kriteria diagnostik retradasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :



a. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan tes IQ. b. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan menolong orang diri sendiri, berumah tangga, social, pekerjaan, kesehatan dan keamanan. c. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun 5.



Pencegahan dan Pengobatan a. Pencegahan primer Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio



ekonomi,



konseling



genetik



dan



tindakankedokteran



(misalnya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak) b. Pencegahan sekunder Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi ; pada mikrosefali yang kongetinal, operasi tidak menolong. c. Pencegahan tersier Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya di sekolah luar biasa.Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dejstruktif. d. Konseling Kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena mempunyai anak dengan retradasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolism) sel-sel otak. e. Latihan dan pendidikan -



Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial



-



Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak



-



Latihan diberikan secara kronologis



-



Latihan di rumah : pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan



-



Latihan di sekolah : yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.



-



Latihan teknis : diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin, dan kedudukan sosial



-



Latihan moral : dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti, maa tiap-tiap pelangggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap pernuatan yang baik perlu disertai hadiah



D. Anak Berkebutuhan Khusus dengan ADHD ADHD



sering



hiperkinetik.Hiperaktif



diterjemahkan adalah



dengan



perilaku



keadaan



motorik



yang



hiperaktivitas



atau



berlebihan.Gangguan



hiperakinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada usia perkembangan dini (sebelum usia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas. 1. Definisi ADHD ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas) adalah keadaan neurologik-perilaku dengan gejala-gejala yang meliputi kurangnya perhatian, perhatian mudah beralih, hiperaktivitas, kegelisahan yang berlebihan, dan tindakan-tindakan yang bersifat impulsif, bertindak sesuai dorongan hati tanpa memperhatikan situasi (Schaefer, et al., dalam Muhith, 2015).ADHD sering diterjemahkan dengan keadaan hiperaktivitas atau hiperkinetik.Hiperaktif adalah perilaku motorik yang berlebihan. Gangguan hiperakinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada usia perkembangan dini (sebelum usia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas.



2. Klasifikasi ADHD ADHD diklasifikasikan menjadi beberapa pembagian sebagai berikut. a. Tipe GPP (Gangguan Pemusatan Perhatian) b. Tipe Hiperaktivitas dan Implusivitas c. Tipe Campuran (GPP, Hiperaktivitas, dan Impulsivitas) 3. Etiologi ADHD Penyebabnya adalah gangguan diotak bagian depan yang disebut Lobus Frontalis dan sekitarnya, yang mengontrol proses berpikir dan yang mempengaruhi perilaku anak. Diduga terjadi kelainan structural dan kemungkinan juga ada masalah dengan biokimia di otak mereka.Dengan pemeriksaan tertentu (PET, SPECT, dan MRI), didapatkan hipometabolisme dan hipoperfusi pada anterior kiri lobus frontalis dan nucleus caudtus. Faktor genetika juga diduga berpengaruh kuat karena 90% dari saudara kembar anak GPPH juga menyandang kelainan yang sama. Juga didapatkan beberapa faktor pemicu seperti BBLR, gangguan pernapasan bayi waktu lahir, keracunan dalam rahim dan trauma kepala.Juga diduga akibat timah hitam yang banyak dijumpai di lautan (Schaefer, et al., dalam Muhith, 2015). Faktor genetik dan biologis juga dapat menyebabkan munculnya ADHD. Selain faktor genetik tersebut, terdapat beberapa faktor yang sering dikatakan memiliki kontribusi dalam munculnya ADHD, diantaranya: kelahiran premature, konsumsi alkohol dan tembakau (rokok) saat ibu hamil, terpapar timah dalam kadar tinggi, dan kerusakan otak sebelum lahir. Beberapa pihak lagi mengklaim bahwa zat aditif pada makanan, gula, ragi, dan pola asuh yang kering dapat memunculkan ADHD, namun pendapat ini kurang didukung fakta dan data yang akurat (Barkley dalam Muhith, 2015). 4. Gejala ADHD Gejala ADHD pada bayi adalah : terlalu banyak bergerak, sering menangis, pola tidurnya buruk, sulit makan/minum, selalu kehausan, dan cepat marah/sering mengalami temper tantrum. Pada anak balita, gejala ADHD yang sering terlihat adalah : a. Sulit berkonsentrasi/memiliki rentang konsentrasi yang sangat pendek



b. Sangat aktif dan selalu bergerak c. Implusif d. Cenderung penakut e. Memiliki daya ingat yang pendek f. Terlihat tidak percaya diri g. Memiliki daya ingat yang pendek h. Terlihat tidak percaya diri i. Memiliki masalah tidur dan sulit makan Gambaran klinis, gejala pokok/inti adalah kurang kemampuan untuk memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan implusivitas sebagai berikut: a. Kurang kemampuan untuk memusatkan perhatian (inatensivitas) -



Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci, sering membuat kesalahan karena ceroboh



-



Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain



-



Segera tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara



-



Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami perintah



-



Sering tidak dapat mengorganisir/mengatur tugas-tugas/aktivitasnya



-



Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut ketahanan mental



-



Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut ketahanan mental



-



Sering kehilangan barang



-



Perhatiannya mudah beralih



-



Pelupa



b. Hiperaktivitas -



Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat



-



Sering meninggalkan tempat duduk di kelas



-



Sering berlari dan memanjat



-



Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang



-



Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak



-



Sering berbicara berlebihan



c. Impulsivitas -



Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan



-



Sulit untuk dapat menunggu giliran



-



Sering menginterupsi/menyela orang lain



-



Melakukan tindakan berbahaya tanpa piker panjang



-



Sering berteriak di kelas



-



Tidak sabaran



-



Suka mengganggu anak lain



-



Permintaan harus segera dipenuhi



5. Penatalaksanaan ADHD Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah tersedia beberapa pilihan treatment yang telah terbukti efektif untuk menangani anak-anak dengan gejala ADHD.Stategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal. a. Metode farmasi Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati.Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus di bawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu. b. Metode perubahan perilaku Metode perubahan perilaku bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku.Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter.Tipe pendekatan perilaku meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak, terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan treatment kognitif-perlakuan (monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dan lain-lain).



c. Metode multimodal Metode multimodal efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial pada anak-anak ADHD yang diikuti gejala kecemasan atau depresi. 6. Penerapan Terapi Bagi Anak ADHD a. Terapi bermain Landereth dalam Muhith (2015) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. Dalam situasi bermain anak-anak menampilkan diri mereka dengan cara yang paling terus terang, jujur, dan jelas. Perasaan mereka, sikap, dan pikiran-pikiran yang muncul terbuka dengan jelas dan tanpa usaha untuk ditutup-tutupi. Anak-anak juga belajar memahami diri mereka dan orang lain lebih baik lewat bermain. Mereka belajar bahwa ketika bermain mereka dapat melakukan apapun, menciptakan dunia sendiri, menciptakan atau menghancurkan sesuatu.Permainan yang berikan mengandung motivasi instrinsik, memberi kesenangan dan kepuasan bagi siapa yang terlibat, dan dipilih secara sukarela. Yang dapat diamati melalui perilaku bermain anak adalah : -



Perkembangan ego



-



Corak kognitif



-



Kemampuan beradaptasi



-



Fungsi bahasa



-



Responsitas emosi dan perilaku



-



Tingkat sosial



-



Perkembangan moral



-



Kemampuan intelektual



-



Gaya koping



-



Teknik pemecahan masalah



-



Bagaimana anak memandang dan memaknai dunia disekitarnya



b. Terapi “Back In Control” (BIC) Program



terapi



“Back



in



Control”



dikembangkan



oleh



Gregory



Bodenhamer.Program terapi ini unik karena dikatakan lebih baik daripada intervensi reward/punishment bagi anak-anak dengan ADHD.Program ini berbasis kepada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh.Jadi, program ini lebih kepada sistem training bagi orang tua yang kemudian diharapkan dapat menciptakan sistem tata aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat merubah perilaku anak. Demi efektivitas program, maka nantinya orang tua akan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah, maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi. Dalam program ini, tugas orang tua adalah : -



Orang tua mendefinisikan aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas



mungkin



sehingga



pengasuh



pun



dapat



mendukung



pelaksanaannya tanpa banyak penyimpangan -



Jalankan aturan tersebut dengan ketat



-



Jangan memberi imbalan atau hukuman pada sebuah aturan



-



Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan



E. Anak Berkebutuhan Khusus dengan Austisme Autisme merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan fungsi efek, komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup interest (minta), kognisi dan atensi.Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan bicara, perilaku aneh dan tak acuh, atau cemas apakah anaknya tuli.Autisme sendiri sesungguhnya suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasive



yang ditandai dengan hubungan timbal bailik sosial, penyimpangan komunikasi, pola perilaku yang terbatas dan stereotipik.Fungsi abnormal ini sudah harus nampak pada umur 3 tahun. 1. Definisi Autisme Autisme adalah gangguan perkembangan saraf kompleks yang ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas berulang-ulang/steorotip (Mumpuni, 2016).Gangguan autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasive pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang tandai dengan ciri pokok yaitu: terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan bicara, serta munculnya perilaku yang bersifat repetitive, stereotipik, dan obsesif. Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasive yang dfitandai oleh adanya kelainan atau kendala perkembangan yang muncul sebelum 3 tahun, dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang. 2. Etiologi Autisme Penyebab yang pasti autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan oleh pola asuh yang salah.Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik, dan gangguan kekebalan.Autisme juga diduga disebabkan oleh gangguan



neurobiologis



pada



susunan



saraf



pusat



meliputi:gangguan



pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto imun. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk MMR (Mumps, Measles dan Rubella) bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme.Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder.Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli.Hal ini diberdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autism, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan autism. 3. Gejala-Gejala Autisme



Gejala pada anak autisme sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata dan tidak menunjukan responsive terhadap lingkungan. Penderita autism klasik memiliki 2 gejala yaitu : a. Hambatan dalam komunkasi verbal dan non verbal b. Kegiatan dan minat yang sangat terbatas Sifat-sifat lainya yang biasa ditemukan pada anak autisme menurut Lumbantiobing adalah sebagai berikut : a. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain b. Tertawa atau cekikian tidak pada tempatnya c. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata d. Menunjukan ketidakpekaan terhadap nyeri e. Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka f. Jarang memainkan permainan khayalan g. Memutar benda, terpaku pada benda tertentu h. Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif i. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal j. Tertarik pada hal-hal yang serupaa, tidak mau menerima dan mengalami perubahan k. Tidak takut akan bahaya l. Terpaku pada permainan yang ganjil m. Berbicara dengan kosakata yang terbatas n. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata) o. Tidak mau dipeluk p. Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli q. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhanya melalui kata-kata, lebih sering meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk 4. Kriteria Autisme Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autisme atau tidak, digunakan standar internasional tuntang autisme. ICD-10 (International Classification of



Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk autisme infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai diseluruh dunia. kriteria hasilnya yaitu : a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, minimal harus ada 2 dari gejala dibawah ini: -



Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju, apabila dipanggil tidak menengok, Perilaku autisme sering menunjukkan emosi yang tidak sesuai.



-



Tidak bisa bermain dengan teman sebaya, senang menyendiri. Yang dimaksud adalah kegagalan untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkat perkembangannya.



-



Kurangnya hubungan timbal balik sosial dan emosional. Yang dimaksud dengan istilah hubungan sosial yang timbal baik adalah kapasitas yang dinamis untuk mempertahankan interaksi yang cocok.



-



Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Yang dimaksud adalah tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi rasa, kesenangan minat atau pencapaian dengan orang lain, misalnya tidak memamerkan, membawa atau menunjukkan benda yang menarik minat.



b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, minimal harus ada satu dari gejala dibawah ini : -



Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non verbal.



-



Bila



anak



bisa



bicara,



maka



bicaranya



tidak



dipakai



untuk



berkomunikasi -



Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang



-



Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru



c. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan



-



Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan



-



Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya



-



Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang



-



Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda



d. Adanya gangguan emosi -



Tertawa, menangis dan marah-marah tanpa sebab



-



Emosi tidak terkendali



-



Rasa takut yang tidak wajar



e. Adanya gangguan persepsi sensorik -



Menjilat-jilat dan mencium-cium benda



-



Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu



-



Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar



-



Sangat tahan terhadap sakit



5. Pemeriksaan Diagnosis Autisme Autisme tidak dapat langsung diketahui pada saat anak lahir atau pada skrining prenatal (tes penyaringan yang dilakukan ketika anak masih berada dalam kandungan).Tidak ada tes medis untuk diagnosis autisme.Suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan kepada hasil pengamatan terhadap kemampuan berkomunikasi, perilaku, dan tingkat perkembangan anak.Masukan dari orang tua dan riwayat perkembangan anak merupakan komponen yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang akurat. 6. Penatalaksanaan Autisme Orang tua memainkan



peran yang sangat penting



dalam membantu



perkembangan anak.Seperti anak-anak yang lainnya, anak autisme terutama belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang-ulang dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara, tetapi sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata baru dalam permainan, sebaiknya orang tua



tetap berbicara kepada anak autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, tangan, bahasa tubuh manusia maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktivitas favorit serta teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari sistem gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya. a. Itensitas Penatalaksanaan Berkenaan dengan durasi program, ada beberapa penelitian untuk mendukung fakta bahwa hasil yang diperoleh anak-anak penderita autis cenderung berhubungan secara positif dengan jumlah jam dari terapi yang mereka terima setiap minggu.Anak-anak autisme memerlukan metode pengajaran yang intensif, yaitu diberikan secara baik ketika siswa mempunyai seorang guru yang perhatiannya tidak terbagi. b. Penatalaksanaan Menyeluruh Penatalaksanaan menyeluruh terdiri dari beberapa teori sebagai berikut: -



Terapi psikofarmaka Kerusakan sel otak disistem limbik, yaitu pusat emosi akan menimbulkan gangguan emosi dan perilaku temper tantrum (ledakan emosi), agresifitas ( perilaku yang memiliki maksud untuk menyakiti seseorang baik secara fisik atau verbal), baik terhadap diri sendiri atau pada orang disekitarnya, hiperaktifitas (kesulitan fokus,gangguan pemusatan perhatian) dan stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini, diperlukan obat yang mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak. Obat-obat yang digunakan antara lain :Haloperidol, Fenfluramin, Naltrexone, Clompramin, Lithium, Ritalin, dan Risperidon.



-



Terapi Perilaku Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan tatalaksana yang paling penting.Metode yang digunakan adalah metode Lovass.Metode Lovass adalah modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavioral Analysis (ABA).Dasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan sistem reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan



frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Enam kemampuan dasar, berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu :



-







Kemampuan memperhatikan (Attending Skill)







Kemampuan menirukan (Imitation Skill)







Bahasa reseptif







Bahasa ekspresif







Kemampuan praakademis







Kemampuan mengurus diri sendiri (Self Help Skill)



Teknik Pengajaran Untuk dapat mengerjakan keterampilan yang kompleks pada anak autis dapat digunakan teknik shaping dan prompting.Teknik ini biasanya digunakan karena respon yang mau diajarkan belum dapat dimunculkan oleh si anak atau tidak cukup sering muncul sehingga bisa digunakan reinforcer saja.



-



Teknik Jembatan (shadowing) Bila anak kesulitan di sekolah umum, biasanya akan dilakukan teknik inklusi atau integrasi dan teknik shadowing. Teknik tersebut umumnya dilakukan dimasa awal anak mengikuti kegiatan disekolah umum.



-



Terapi bicara Gangguan bicara dan berbahasa diderita oleh hampir semua anak autisme. Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak autisme



-



Terapi Okupasional Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan



-



Pendidikan Khusus Anak autisme mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang



tidak luas dan tidak ada gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. -



Terapi Alternatif Yang digolongkan terapi alternatif adalah semua terapi baru yang masih berlanjut dengan penelitian.Terapi detoksifikasi menggunakan nutrisi dan toksikologi. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan-bahan beracun yang lebih tinggi dalam tubuh anak autis dibandingkan dengan anak normal agar tidak mengancam perkembangan otak.



-



The Option Method Tujuan utama metode ini adalah meningkatkan kebahagiaan penyandang autisme dengan membantu mereka menemukan sistem kepercayaan diri masing-masing, dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa anak autis cenderung menutup diri terhadap dunia luar dan hidup dalam dunia sendiri.



-



Sensory Integration Therapy atau Kemampuan Integrasi Sensoris Adalah kemampuan untuk memproses implus yang diterima dari berbagai indera secara stimulant. Kasus



Ny. T (35 tahun) membawa anak pertamanya (An. L) usia 2 tahun ke RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan An. L tidak dapat memberikan atau menanggapi respon saat ibunya atau orang lain memanggilnya. Ny. T mengatakan sejak kecil An. L selalu dikurung, dan tidak diperbolehkan bermain dengan teman sebayanya karena Ny. T takut jika anaknya sakit. An. L kelihatan bingung dan tidak dapat menjawab pertanyaan ibunya. Jika menginginkan sesuatu An. L hanya menarik-narik tangan orang yang dikenalnya tanpa berbicara dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya, bahkan ketika kemauannya tidak terpenuhi An. L mengamuk,melemparkan barang-barang yang ada disekitarnya dan bahkan menggigit jari orang atau jarinya sendiri.An. L juga menutup diri terhadap pergaulan social, lebih senang bermain sendiri daripada bermain dengan teman sebayanya.Ny.



T sangat khawatir dengan kondisi anaknya tersebut. An. L lebih sering mengoceh dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain. Ny. T mengatakan bahwa An. L sampai umur 1.5 tahun pun masih belum bisa bicara dengan jelas.Ny. T dan keluarga hanya menganggap ini adalah masalah keterlambatan pertumbuhan saja.Ny. T juga mengatakan bahwa saat mengandung An. L pernah mengalami pendarahan ringan saat setelah trimester pertama.Saat lahir pun An. L juga mengalami keterlambatan dalam respon menangis dan berat badan