Askep Jiwa Anak Berkebutuhan Khusus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 1. AHMAD SYAFANDI 2. DWI HARTANTO 3. EKO WAHYUDI 4. ENI MUCLISOH 5. GUNAWAN 6. INDAH WAHYUNINGTYAS 7. MUNIA 8. NIKMATUL KHOERIYAH 9. VIOLA L LITA YOVA



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU TAHUN 2021 i



KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan rahmat, karunia dan hidayah Nya-lah kami dapat menyelesaikan Makalah keperawatan jiwa. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah makalah ini juga disusun dengan maksud agar pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang asuhan dalam keperawatan jiwa. Kami juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen yang telah membimbing kami. Kritik dan saran selalu kami harapkan demi penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua.



Metro, 18 November 2021



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................i DAFTAR ISI..................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1 1.1 Latar Belakang.............................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................3 1.3 Manfaat Penulisan........................................................................3 BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................4 2.1 ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS............................................4 2.1.1 Definisi.....................................................................................4 2.1.2Diagnosa...................................................................................5 2.1.3 Intervensi.................................................................................5 2.1.4. Implementasi..........................................................................19 2.1.5 Evaluasi...................................................................................19 BAB III PENUTUP.....................................................................................28 3.1 kesimpulan..........................................................................................28 3.2 saran ...................................................................................................28 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................29



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir. Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya. Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism, hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.



1



1.2. Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana Konsep Terapi Pada Anak Berkebutuhan Khusus 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum 1. Agar mahasiswa mengetahui konsep terapi pada anak dengan kebutuhan khusus. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana konsep terapi pada anak dengan kebutuhan khusus. 2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana menentukan diganosa keperawatan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus. 3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana menentukan intervensi keperawatan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus. 4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana mengimplementasikan tindakan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus. 5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana mengevaluasi tindakan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangann dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability , maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan disalah satu atau beberapa kemampuan baik itu berspat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, mauoun bersipat psikologis seperti autism dan ADHD. Pengertian lainnya bersinggung dengan istilah tumbuh-tumbuh kembang normal dan abdormal, pada anak berkebutuhan khusus bersifat abddormal, yaitu terdapat perundaan tubuh kembang yang biasanya tampak di usia seperti baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolo ng perkembangannya seperti belum mampu menguncapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis. Kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak reppublik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus adalah: “anak yang mengalami keterbatasan, baik fisisk mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang sesuai dengannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain lagi anak berkebutuhan khusus adalah anak khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus ( special needs children) dapat diartikan secara simple sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil disekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara disekolah memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Beberapa gangguan yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus adalah Autisme, ADHD, Anxiety, Tunalaras, Conduct Disorder, Indigo, Slow



3



Learner, Tuna Grahita, CIBI( Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa), Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa, Cerebral Palsy, Tunaganda. 2.1.1 Diagnosa keperawatan Diagnose yang dapat diambil dalam beberapa gangguan yang ada pada anak berkebutuhan khusus adalah 1. Harga diri rendah situasional (ADHD) 2. Gangguan identitas diri (Autisme) 2.1.2 Intervensi 1. Terapi anak berkebutuhan khusus a. Strategi intervensi untuk anak slow learner Metode pembelajaran yang digunakan untuk anak slow learner jelas berbeda dengan anak normal. Dijelaskan bahwa sejumlah strategi umum untuk digunakan untuk intervensi anak mengalami slow learner antara lain instruksi aktif dan konkret, advanced organizational strategy, increased instructional efficiency, dan motivational strategies (Shaw, 2010). Deskripsi dan strategi dalam pengerjaan dan pembelajaran untuk anak dengan slow learner (Shaw, 2010), adalah, sebagai berikut: 1) Concrete Instruction. Anak yang mengalami slow learner mengalami kesulitan untuk intruksi berkonsep abstrak. Mereka akan lebih efektif dan belajar lebih baik dengan intruksi berpendekatan: “ liatlah, rasakan, sentuhlah, dan lakukan:” 2) Generalization.



Siswa



dengan



kecerdasan



tebatas



(Borderline



intelligence) dapat berlajar dan berlatih strategi belajar atau peraturan seperti yang diajarkan kepadanya, akan terapi mereka sangat sulit untuk mengetahui



kapan,



dimana



dan



bagaimana



peraturan



tersebut



diaplikasikan. 3) Organizing



instruction.



Membandingkan



informasi-informasi



yangdipelajari dengan variasi situasi-situasi baru dengan meningkatkan generalisasi serta informasi baru kepada informasi sebelumnya. 4



Membutuhkan pengetahuan akan meningkatkan penolakan secara fungsional. Oleh karena itu akan mudah bagi anak yang mengalami slow learner jika menjelaskan materi yang sudah mereka kuasai sebelumnya untuk mempermudah penjelasan materi baru. 4) Increasing instructional Efficiency. Anak dengan kecerdasan tebatas (Borderline Intelligence) belajar lebih lambat dibandingkan dengan teman-teman seusianya yang berkecerdasan rata-rata. Anak Borderline Intelligence lebih mudah belajar setiap fakta-fakta yang terbatas dibandigkan temannya karena mereka memiliki kekuatan untuk reto memorization. Mereka lebih membutuhkan banyak fakta-fakta terbatas untuk memahami sebuah konsep. Dengan membuat instruksi yang lebih efisien, maka akan memperkecil jurang antara slow learner dan teman seusianya yang berkecerdasan rata-rata. Untuk memudahkannya dibuatkan instruksi yang terrorganisasi dengan baik, slow learner untuk belajar fakta-fakta terpisah dalam mempelajari generalisasi sehingga mampu mengatasi keterbatsan yang mereka alami. 5)



Academic Motivation. Dukungan motivasi akademik adalah penting untuk membangun resilensi akademis dari slow learner, menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman didunia nyata membantu mereka melihat keuntungan dari pembelajaran sehingga sangat signifikan sebagai motivasi.



6) Social and Ecomonic Neds. Anak dengan slow learner seringkali mengalami kegagalanselfconcept rendah dan memisahkan diri dari lingkungan sekolah. Hal ini penting untuk mengindentifikasi dan mendorong siswa dengan slow learner dalam kegiatan lain yang membutuhkan



keterampilan



dan



kekuatan



yang



berbeda.



Menggabungkan anak slow learner dengan rekan-rekan lainnya dalam kelompok melalui kegiatan sehingga slow lerner berhasil memberikan kontribusi yang signifikan terhadap motivasi dalam pencapaian akademik dan keberhasilan sekolah.



5



Tips pengajaran untuk anak dengan slow learner Tips sederhana yang dapat ditetapkan untuk membangtu pembelajaran anak slow learner (shaw, 2010) yaitu melalui strategi: 1) Menggunakan intruksi yang konkret. 2) Memberikan kesempatan untuk pengulangan dan pelatihan yang lebih sering. 3) Membangun dasar tata kelola waktu ( basic time management). 4) Membuat aktivitas yang disukai anak. b. Terapi bagi penderita autisme Delapan puluh persen anak autism memiliki IQ dibawah 70 (Davision, 1998) yang bisa digolongkan juga sebagai retardasi mental. Akan tetapi autism berbeda dengan retardasi mental menunjukan hasil yang memperhatikan pada semua bagian dari tes integensi berbeda dengan penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil yang buruk pada hal yang berhubungan dengan Bahasa dan logika tetapi mungkin menunjukkan hasil yang baik pada kemampuan visual-sptial, perkalian empat digit, atau memiliki long term memori yang baik. Akhir-akhir ini bermuncul berbagai cara atau pengobatan yang ditawarkan menyebuhkan autism. Para orang tua harus lebih berhati-hati dalam menerima berbagai tawaran pengobatan anak dengan autism, agar tidak kecewa setelah mengeluarkan banyak uang namun hasil yang diharapkan tidak tercapai. Gangguan spectrum autism adalah suatu gangguan perkembangan, sehingga terapi yang dibutuhkan perlu dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Disampaing itu, terapai harus dilakukan secara terapi dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda. a) Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan desain khusus untuk anak dengan autism. System yang dpakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Focus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai yang 6



diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negative



(salah/tidak teoat) atau



terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda. b) Terapi Okupasi Terapi (therapy) yang berarti penyembuhan, tidak hanya membahas masalah pengobatan jasmaniah, tetapi penyesuaian diri dan fungsi berpikir. Okupasi (occupation) artinya kesibukan atau pekerjaan. Terapi okupasi berarti usaha penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu. Menurut Kusnanto (2002) “terapi okupasi adalah usaha penyembuhan terhadap anak yang mengalami kelainan mental dan fisik dengan jalan memberikan keaktifan kerja,keaktifan itu mengurangi penderitaan yang alami”. Materi latihan dipilih dan ditentukan dengan memperhatikan karakteristik atau ciri khas anak autis. Nama dan bahan latihan bisa sama, tetapi kedalaman dan keluasan latihan antara anak autis satu dengan lainnya berbeda. Cara atau pendekatan latihan perlu memperhatikan karakteristik anak. Pendekatan ini bergantung pada tujuan latihan, mau memupuk kemampuan sosialisasi atau komunikasi anak. Latihan sebaiknya diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, tetapi sering dan segera hentikan jika anak tampak bosan. Tempat yang digunakan, materi latihan, dan alat yang dibutuhkan disesuaikan dengan keadaan anak.Terapi okupasi



tidak



hanya



sebatas



aktivitas



fisik,



tetapi



mencakup



pengembangan intelektual,sosial, emosi dan kreativitas. Tujuan Terapi Okupasi : Terapi okupasi dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian agar tidak terjadi neurosis (kegagalan individu memecahkan masalah atau tuntutan di masyarakat yang membuatnya terganggu dalam pemeliharaan maupun penyesuaian diri). Maksud memelihara mental adalah terapi okupasi digunakan untuk memelihara dan mengembangkan potensi 7



kecerdasan,intelektual, motivasi dan semangat anak. Pemulihan yang dilakukan dengan membuat persendian, otot, dan kondisi tubuh dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Memberi anak peluang persiapan menghadapi tugas pekerjaan atau profesi yang sesuai dengan kondisinya. Anak autis termasuk dalam kategori anak luar biasa, yaitu anak dengan gangguan sosial dan emosi. Secara fisik anak autis tidak berbeda dengan anak normal. Jika anak autis memiliki intelegensi normal, diharapkan anak dapat mencapai suatu pekerjaan tertentu. Hanya perlu penekanan pada latihan pemulihan fungsi tubuh, penyesuaian atau prevokasional. Sebaliknya jika anak autis memiliki intelegensi di bawah normal, kemungkinan anak kurang atau tidak dapat memiliki vokasional tingkat terampil. Ragam latihan terapi okupasi, seperti: 



Latihan mereaksi; latihan memanggil nama terapis.







Latihan kebiasaan gerak; latihan kebiasaan berjalan digaris lurus.







Latihan motorik kasar; berjalan bebas tanpa bantuan







Latihan keseimbangan; berjalan perlahan di papan titian



c) Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal ini yang paling menonjol, dan banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang kemampuan bicaranya cukup berkembang, namun anak autis tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya tersebut untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. d) Terapi Fisik Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi 8



dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. e) Terapi Sosial Salah satu akibat dari autisme adalah sedikitnya kemampuan sosial dan komunikasi. Banyak anak yang menderita autisme memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis sosial dapat membantu untuk menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi sosial. f) Terapi Bermain Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. Di bawah ini adalah beberapa contoh penerapan terapi bermain bagi anak-anak penyandang autisme, diantaranya: -



Terapi yang dilakukan oleh Bromfield dengan fokus terapinya memasuki ke dunia anak. Hal ini dilakukan agar kita dapat memahami pembicaraan dan perilaku anak yang membingungkan dan kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba menirukan perilaku obsesif anak untuk mencium/membaui semua objek yang ditemui menggunakan suatu boneka yang juga membaui benda. Apa yang dilakukan Bromfield dan yang dikatakannya ternyata dapat menarik perhatian anak tersebut. Bromfield berhasil menjalin komunikasi lanjutan dengan anak tersebut menggunakan alatalat bermain lain seperti boneka, catatan-catatan kecil, dan telepon mainan.



c. Terapi pada Asperger's Syndrome Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan suatu gejala kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah 9



makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam karakter dan gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang. Sering mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami kesulitan dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang penyandang SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi badan dalam ruang (orientasi ruang dan bentuk). Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian yang lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang dunia dengan cara yang berlainan. Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak dari mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering dipaksa temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun perkembangan bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA sering tidak pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka kadang sangat kaya dan beberapa anak sering dianggap sebagai 'profesor kecil'. Namun mereka dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.



10



d. Terapi bagi Penyandung Tuna Grahita a) Terapi Wicara Suatu terapi yang diperlukan untuk anak tuna grahita atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal mungkin menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara. b) Terapi Okupasi Terapi



ini



di



berikan



untuk



dasar



anak



dalam



hal



kemandirian,



kognitif/pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak "bermasalah" tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat. c) Terapi Remedial Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi bahan bahan dari sekolah bias dijadikan acuan program. d) Terapi Kognitif Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perceptual, missal anak yang tidak bias berkonsentrasi, anak yang mengalami gangguan pemahaman, dan lain-lain. e) Terapi Sensori Integrasi Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori, misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori pendengaran, sensori keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dan lain-lain. Anak di ajarkan berprilaku umum dengan pemberian sistem reward dan punishment. Bilan anak melakukan apa yang di perintahkan dengan benar, makan diberikan pujian. Jika sebaliknya anak dapat hukuman jika anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah sederhana dan yang mudah di mengerti anak.



11



f) Terapi Snoezelen Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk memengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada sistem sensori primer seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta sistem sensori internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi multisensories. Terapi ini di berikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan berjalan. 2. Intervensi Menurut SIKI, SLKI N



Diagnose



Tujuan dan kriteria



Intervensi (Siki)



Rasional



Harga diri



hasil (slki) Setelah dilakukan



SP 1



Manajemen prilaku



rendah



tindakan keperawatan



1. Identifikasi



situasiona



3 x 24 jam diharapkan



kemampuan



mengidentifikasi



l



pasien harga diri



melakukan



harapan untuk



pasien meningkat



kegiatan dan asfek



mengendalikan



dengan kriteria hasil



positif pasien



sesuatu



o 1.



1. Penilaian diri



(buat daftar



positif



kegiatan)



2. Perasaan



2. Bantu pasien



1. Agar pasien bisa



2. Melatih pasien melakukan aktivitas secara



memiliki



menilai kegiatan



kelebihan atau



yang dapat



kemampuan



dilakukan saat ini



aktivitas sebagai



positif



(pilih daftar



metode



kegiatan) : buat



pengalihan



3. Minat mencoba hal



daftar kegiatan



baru



yang dapat



4. Penerimaan penilaian positif



dilakukan saat ini 3. bantu pasien memilih salah satu 12



teratur 3. Memberikan



4. Agar pasien tidak berprilaku agresif 5. Agar pasien mampu melakukan



terhadap diri



kegiatan yang



pengendalian



sendiri



dapat dilakukan



prilaku



5. Percaya diri



saat ini untuk



berbicara. 6. Verbalisasi



dilatih 4. latih kegiatan



Promosi harga diri 1. Menggali



kebingungan



yang dipilih (alat



pengalaman



menurun



dan cara



pasien untuk



melakukannya)



meningkatkan



7. Perilaku gelisah



5. masukkan pada



menurun



jadwal kegiatan



leluasa



kali perhari



melakukan



SP 2



aktivitas pasien berfikir



telah dilatih. Beri



dan berprilaku



pujian



positif



bantu pasien kedua yang akan dilatih latih kegiatan kedua (alat dan cara)



4.



3. Membiasakan



pertama yang



memilih kegiatan



3.



2. Agar pasien lebih



untuk latihan dua



1. evaluasi kegiatan



2.



harga diri



masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan (2 kegiatan masingmasing 2 kali per hari)



SP 3 13



1. evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Berikan pujian 2. bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih 3. latih kegiatan ketiga (alat dan cara) 4.



masukkan pada jadwal evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan beri pujian



5. bantu pasien memilih kegiatan ke empat yang akan dilatih 6.



latih kegiatan ke empat (alat dan cara)



7.



masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan masingmasing dua kali perhari



8. kegiatan untuk 14



latihan 3 kegiatan masing masing 2 kali SP 4 1. evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian 2.



latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga



3. nilai kemampuan yang telah mandiri 4. nilai apakah harga diri pasien meningkat.a (SIKI) Manajemen prilaku 1. Identifikasi harapan untuk mengendalika n sesuatu 2. Jadwalkan kegiatan terstruktur 3. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kemampuan 4. Cegah prilaku pasif agresif 5. Berikan 15



penguatan positif terhadap keberhasilan pengendalian prilaku Promosi harga diri 1. Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri 2. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga diri 3. Latih cara berfikir dan berprilaku 2.



positif Orientasi realita



Gangguan



Setelah dilakukan



identitas



tindakan 3x24 jam



diri



diharapkan identitas



perubahan



diri pasienmembaik



kognitif dan



dengan kriteria hasil



perilaku



1. Perilaku



1. Monitor



2. Ajarkan



konsisten



perawatan diri



2. Strategi koping efektif



secara mandiri Promosi koping



16



Orientasi realita 1. Agar mampu melihat perubahan pasien 2. Agar pasien mempu melakukan kebersihan diri



3. Penampilan



1. Identifikasi



peran efektif



secara mandiri



kemampuan yang



4. Perasaan



dimiliki



Promosi koping 1. Menggali



fluktuaktif



Promosi kesadaran



terhadap diri



diri



kemampuan



1. Identifikasi



pasien mengenai



keadaan



kemampuan yang



emosional saat ini



dimiliki Promosi kesadaran diri 1. Mengetahui status emosional pasien



2.1.3 Implementasi Hari/Tanggal Dx Jam



Implementasi



Respon Hasil



Keperawatan Melaksanakan



Bagaimana



tindakan yang



respon klien



telah



setelah tindakan



direncanakan



keperawatan



sesuai dengan 17



Paraf



intervensi



dilakukan



keperawatan 2.1.4 Evaluasi Masalah



Tanggal/Jam



Catatan Perkembangan



Paraf



Keperawatan S : Subjektif Keluhan yang masih dirasakan pasien



setelah



dilakukan



tindakan keperawatan O : Objektif Data



berdasarkan



hasil



pengukuran/observasi



perawat



secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan kepetawatan A : Analisis Interpretasi data subjektif dan objektif, merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi P : Planning Intervensi keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambajkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya 18



1.Tindakan yang perlu dilanjutkan atau tindakan yang masih kompeten untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya 2.Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan 3.Rencana tindakan baru atau sebelumnya tidak ada, dapat ditentukan apabila timbul masalah baru atau rencana tindakan yang sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan masakah yang ada I : Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam perencanaan (p), disertai dengan 19



menuliskan tanggal jam pelaksanaan E : Evaluasi Respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan R : Reassesment Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.



BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain lagi anak berkebutuhan khusus adalah anak khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus ( special needs children) dapat diartikan 20



secara simple sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil disekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya 1.2 Saran Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Ratri Desiningrum, Dinie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Psikosain



21