Askep Keperawatan Agregat Komunitas Pada Anak Usia Sekolah Kelompok 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN AGREGAT KOMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK ANAK USIA SEKOLAH



DOSEN PEMBIMBING: Dianis Wulan Sari, S.Kep., Ns., M.HS.



KELOMPOK 3 B24 Ariestika Baktian Hapsari



132111123013



Iffah Ismiyah



132111123014



Rochimi



132111123015



Rudolf Agus Karemihumba



132111123019



Margaretha Nabutaek



132111123035



Stefania Hoar



132111123036



Aprilina Selvince Bulu



132111123037



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2021



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kelompok Anak Usia Sekolah” dengan baik. Dan kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dianis Wulan Sari, S.Kep., Ns., M.HS yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Serta teman-teman angkatan B24 yang senantiasa mendukung kami, khususnya kelas AJ I. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih memiliki banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Surabaya, 19 September 2021



Penyusun



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.........................................................................................................ii Daftar Isi.................................................................................................................iii BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang..........................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4 1.3 Tujuan.......................................................................................................4 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Anak Usia Sekolah......................................................................6 2.2 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah...................6 2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah...........................................................8 2.4 Perilaku Menyimpang.............................................................................16 2.5 Masalah Anak Usia Sekolah...................................................................29 2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat...........................................................31 2.7 Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah.....................................33 2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan...............................................................34 BAB III Studi Kasus 3.1 Kasus.......................................................................................................40 BAB IV Penutup 4.1 Kesimpulan.............................................................................................52 4.2 Saran.......................................................................................................52 Daftar Pustaka........................................................................................................53



BAB I PENDAHULUA N



1.1 Latar Belakang Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan kesehatan, serta memberikan



bantuan



melalui



intervensi



keperawatan



sebagai



dasar



keahliannya dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan kesehatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Perawat sebagai orang pertama dalam tatanan pelayanan kesehatan, melaksanakan fungsi-fungsi yang sangat relevan dengan kebutuhan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehat secara social merupakan hasil dari interaksi positif di dalam komunitas (Efendi, 2015) Situasi kesehatan anak usia sekolah dan remaja pada saat ini berdasarkan data Riskesdas dan GSHS pada anak usia SD kondisi kesehatan lebih terkait pada PHBS dan gizi, diantaranya stunting, kurus, gemuk, anemia, kecacingan, sarapan dengan mutu rendah, kurang makan sayur dan buah, tidak menggosok gigi minimal 2 kali sehari, makan makanan berpenyedap, tidak mencuci tangan pakai sabun dan BAB tidak di jamban. Sedangkan situasi kesehatan di usia remaja di tingkat SMP sampai SMA lebih terkait pada gizi, PHBS dan mental emosional. Data tersebut diantaranya kurus, stunting, gemuk, anemia, konsumsi makanan siap saji, konsumsi softdrink, terpapar rokok, masalah mental emosional remaja seperti merasa orang tua tidak mengerti serta merasa kesepian dan khawatir (Kemenkes, 2017). 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan kesehatan komunitas pada kelompok anak usia sekolah?



1.3 Tujuan 4



a) Tujuan umum:



5



Mengetahui dan memahami mengenai asuhan keperawatan komunitas pada kelompok anak usia sekolah. b) Tujuan khusus 



Untuk memahami konsep dan pengertian anak usia sekolah.







Untuk mengetahui tindakan promotive dan preventif dalam melakukan intervensi keperawatan komunitas pada kelompok anak usia sekolah.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan menurut (Yusuf, 2016) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugastugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung). Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009). Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta beresiko terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak sehat. Secara fisik dalam kesehariannya anak akan sangat aktif bergerak, berlari, melompat, dan sebagainya. Akibat dari tingginya aktivitas yang dilakukan anak, jika tidak diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang dapat menimbulkan beberapa masalah gizi yaitu di antaranya adalah malnutrisi (kurang energi dan protein), anemia defisiensi besi, kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium (Supariasa & Hardiansyah, 2016). 2.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:



1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3- 6 tahun). 2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun). 3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis kelamin maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian tahapan perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, 19 yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak- kanak akhir, anak akan memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mentalintelektual, dan sosial- emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah tidak secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini, terdapat perbedaan antara anak perempuan dan anak laki- laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan mereka. Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan anak perempuan yang memiliki otot lentur (Gunarsa, 2016). Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak menjadi matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode tenang” sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja,



meskipun merupakan



masa tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang berarti. 2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya. Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat. Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai serangkain tindakan. Anak-anak yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn sendiri ke rumah temenya tetapi tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu harus membelok pada tempat- tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan peta rute itu. Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anakanak memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan objek yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada tahapan operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma & Andryanto, 2010). Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosialpersetujuan bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan semua setuju. Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat membuat pertimbangan moral, anak sekarang memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti maksuk seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan manusia, bukan retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi. Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk



menghadapi situasi yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini



ditandai oleh model ideologis penalaran moral, yang menjawab masalah sosiol yang lebih luas ketimbang hanya situasi personal dan interpersonal. 1. Perkembangan Intelektual Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis dan menghitung). Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya sudah berkembang kearah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Pieget menamakannya sebagai masa operasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata). Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu



mengklasifikasiakn



(mengkelompokkan),



menyusun,



atau



mengasiosikan (menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka), seoerti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar- dasar keilmuan, seprti membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan



pendapat,gagasan



atau



penilaiannya



terhadap



berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi dilingkunganya.



Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaaran yang dibacanya atau yang dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil study tour atau diskusi kelompok). 2. Perkembangan Bahasa Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan bahasa, semua manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya kemampuan



mengenal



dan



menguasai



perbendaharaan



kata



(vocabulary). Pada awal masa ini, anak suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada masa ini tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan



:”dimana”,



“darimana”,



“kemana”,”mengapa”,



dan



“bagaimana”. Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut: a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkatakata.



b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasaorang lain dengan jalan mengimitasikan atau meniru ucapa/kata-kata yang didengarnya. Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja menambah pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk: a. Berkomunikasi dengan orang lain, b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya), c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya, d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat), e. Mengembangkan



kepribadiannya,



seprti



menyatakan



sikap



dan kenyakinan. 3. Perkembangan sosial Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah tembah luas. Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri- sendri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadapat kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan



masyarakat sekitarnya. Dalm proses belajar di sekolah, kematangan



perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti: merencanakan kegiatan camping, membuat rencana study tour). 4. Perkembangan Emosi Menginjak



usia



sekolah,



anak



mulai



menyadari



bahawa



pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya sangat berpengaruh. Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng, nikmat, atau bahagia). Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangt atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. 5. Perkembangan Moral Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik- buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.



Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping itu , anak sudah dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Seadangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar/baik. 6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-cirisebagai berikut: a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian. b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya. c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral. Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilainilai agama sebagai kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembetukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan denag hal tersebut, pendidikan disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilainilai) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang terlibat. 7. Perkembangan Motorik Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya.



Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang



lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan atletik. Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya, karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan (Yusuf, 2016). Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan : a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar. b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima, menendang, dan memukul). c. Gerakan-gerakan



untuk



meloncat,



berlari,



berenang,



dan



sebagainya. d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan kedisiplinan. 8. Perkembangan fisik Perkembangan fiusik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum memasuki masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang ini diperlukan oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. 9. Perkembangan Bicara Berbicara



merupakan



alat



komunikasi



terpenting



dalam



berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya kosakata yang



berasal



dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya. 10. Kegiatan Bermain Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya dan cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak. Permainan konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas anak. Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola, voleydan sebagainya. Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan perkembangan tubuh. 11. Usia 10-12 Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan semakin luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius, dan kisah-kisah pertualangan. Anak perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar rumah tangga. Teman sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di luar sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak baik yang bersifat positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan konsep diri dan pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak bisa merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau posisidirinya.



Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya



membawa anak untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan kesepian dirumah, tiada teman. Kegiatan denag



teman sebaya ini meliputi belajar bersama, melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan sebagainya.



Mereka sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang dewasa. 2.4 Perilaku Menyimpang a. Pengertian Perilaku Menyimpang Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/ populasi. Dalam bukunya yang lain, Kartini Kartono menyebutkan juvenile delinquency ialah perilaku kenakalan anak-anak; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile deliquency menekankan sebab-sebab tingkah laku yang menyimpang/ delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau sisi kejiwaannya. Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000 ;182) penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Perilaku yang dimaksud yaitu perilaku yang sebaiknya tidak dilakukan oleh anak usia sekolah. Anak yang menunjukkan tindakan yang diluar batas toleransi dapat dikenai hukuman. Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan perilaku dalam arti kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251) merupakan tindakan oleh seseorang yang belum dewasa dengan sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum maka anak tersebut bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak melakukan tindakan menyimpang secara sembunyi-sembunyi. Terdapat penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim. Penyimpangan perilaku yang sederhana semisal: mengantuk, suka menyendiri, kadang terlambat datang. Sedangkan penyimpangan ekstrim



ialah semisal sering membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya (Mustaqim dan Abdul Wahib, 1991:138). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua penyimpangan terkait dengan istilah-istilah perilaku negative seperti tindak pidana dan kebrutalan. Akan tetapi, orang yang bertindak terlalu jauh dari patokan umum lingkungan sekitar bisa juga disebut sebagai penyimpangan. Penyimpangan kini tidak hanya orangtua, orang muda, bahkan anak-anak usia sekolah menengah dan anak usia sekolah. Anggota masyarakat yang melakukan penyimpangan terhadap norma Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut dapat mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun terhadap oranglain. Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan bahkan hukum yang berlaku. b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentukbentuk perilaku menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk penyimpangannya sekunder,



meliputi



penyimpangan



penyimpangan individu,



primer,



penyimpangan



penyimpangan



kelompok,



penyimpangan situasional, serta penyimpangan sistematik. Berikut penjelasan dari berbagai bentuk penyimpangan: a) Penyimpangan Primer Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifat temporer atau sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Seorang yang menunjukkan tindakan penyimpangan temporer ini masih dapat ditolerir. Misalnya seorang siswa membolos atau mencontek pekerjaan temannya. Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain: a) Bersifat sementara



b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang c) Kesalahannya masih dapat ditolerir b) Penyimpangan Sekunder Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh seorang anak secara khas. Anak ini disebut melakukan penyimpangan sekunder karena anak ini sudah terbiasa menunjukkan tindakan menyimpang di sekolah. Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu: a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang b) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku menyimpang yang dilakukan siswa c) Penyimpangan Individu Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan secara perorangan. Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak dengan melakukan perbuatan yang menyimpang dari aturan yang sudah dibuat. Misalkan seorang siswa mencuri uang milik temannya. d) Penyimpangan Kelompok Penyimpangan kelompok merupakan tindakan menyimpang yang dilakukan secara berkelompok. Siswa yang berkelompok dan melakukan tindakan menyimpang biasanya ingin dianggap jagoan di sekolah, hanya saja sekelompok siswa ini menunjukkan dengan cara yang salah. Biasanya penyimpangan kelompok ini dilakukan oleh siswa yang membentuk sebuah gank. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya sekelompok siswa yang membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia sekolah. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas siswa selama berada di sekolah. e) Penyimpangan Situasional



Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacammacam situasi yang sedang terjadi. Situasi yang dimaksud yaitu situasi atau keadaan di luar kendali seorang siswa. Siswa terpaksa melakukan tindakan menyimpang karena situasi yang memaksa siswa tersebut melakukan tindakan menyimpang. Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria penyimpangan situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar aturan sekolah karena keadaan yang memaksa siswa tersebut bertindak melawan aturan sekolah yang sudah ditetapkan. Siswa yang melakukan tindak pemalakan terhadap temannya. Siswa melakukan pemalakah karena siswa tidak mendapat uang saku dari orang tuanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan menyimpang yang ditunjukkan seorang siswa tidak hanya dilakukan secara mandiri, akan tetapi dapat dilakukan secara berkelompok. Siswa menunjukkan bentuk tindakan menyimpak dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena situasi yang memaksa siswa untuk melakukan tindakan menyimpang. c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan perilaku menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam diri seseorang itu sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri seseorang atau yang disebut berasal dari lingkungan. Menurut Jensen (Sarlito W. Sarwono, 2011: 255) banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya. Faktor-faktor tersebut digolongkan sebagai berikut: 1) Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini,misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang menganggap remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.



Social disorganization: kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol. 2) Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya



kemiskinan,



menyebabkan



sebagian



dari



anggota



masyarakat yang memilih jalan rellibion melakukan kejahatan melakukan kejahatan atau kenakalan remaja. 3) Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut orang tua di Indonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar. 4) Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orangtua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak diberi label seperti itu, maka ia akan jadi betulbetul nakal. Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal. Willis (2012: 93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadi karena faktor dari dalam diri sendiri, dimana faktor-faktor tersebut yaitu:



a) Predisposing factor Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang bersumber dari kelainan otak. Hal ini dapat terjadi akibat luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut sang ibu. b) Lemahnya pertahanan diri Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diri terhadap pengaruh- pengaruh negatif. Anak yang kurang memiliki pertahanan diri akan mudah terpengaruh ajakan temannya yang kurang baik. c) Kurangnya kemampuan penyesuaian diri Keadaan ini amat sangat terasa dalam pergaulan anak. Anak yang mengalami hal demikian disebut dengan anak kuper atau kurang pergaulan. Inti persoalannya adalah ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial. d) Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak Masalah agama belum diupayakan secara sungguhsungguh dari orang tua dan guru. Padahal agama merupakan benteng diri remaja dari segala godaan dan cobaan. Menurut Taufiq Rohman D., dkk (2006: 102), ada beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang antara lain sebagai berikut: a) Sikap mental yang tidak sehat Perilaku menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap mental yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa bersalah atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa senang. Mental yang tidak sehat akan berdampak pada sikap yang dilakukan oleh seseorang. Sikap tersebut biasanya muncul tidak



sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi. b) Ketidakharmonisan dalam keluarga



Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang. Keadaan keluarga yang penuh dengan masalah akan menjadikan seorang anak merasa tertekan. Salah satu ketidakharmonisan dalam keluarga yaitu sering terjadinya pertengkaran orang tua. Pertengkaran orang tua dapat membuat anak tertekan dan takut. Efek yang ditimbulkan dari pertengkaran orang tua yakni dapat membuat anak melakukan tindakan-tindakan yang semestinya tidak dilakukan. c) Pelampiasan rasa kecewa Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak mengalihkannya ke hal positif, maka ia akan berusaha mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya. Seorang anak dapat dengan mudah merasakan kecewa, akan tetapi tidak mudah untuk seorang anak mengontrol rasa kecewanya. Sehingga pelampiasan rasa kekecewaan seorang anak biasanya ke dalam hal-hal yang kurang baik seperti mengamuk, memaki, dan lain sebagainya. d) Dorongan kebutuhan ekonomi Perilaku menyimpang juga terjadi karena dorongan kebutuhan ekonomi. Perilaku menyimpang terjadi di kalangan keluarga yang memiliki tingkat perekonomian tergolong rendah. Seorang anak biasanya tidak mau tahu bagaimana kondisi keluarganya. Terkadang anak ingin memiliki barang-barang yang sama dengan yang telah dimiliki temannya. Akan tetapi orang tua anak tersebut tidak dapat memenuhi seperti apa yang dimiliki temannya. Kemungkinan negatif yang dapat terjadi dari dorongan ekonomi seperti ini yaitu perbuatan mencuri atau merampok. e) Ketidaksanggupan menyerap norma Ketidaksanggupan menyerap norma ke dalam kepribadian



seseorang diakibatkan karena anak menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga tidak sanggup menjalankan peranannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Seorang siswa tidak jarang menunjukkan tingkah laku yang bertentangan dengan aturan atau norma yang berlaku. Anak yang menunjukkan tingkah laku yang menyimpang dari aturan biasanya mendapat cibiran dari temannya. f) Adanya ikatan sosial yang berlain-lainan Seorang anak cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargai, dan akan lebih senang bergaul dengan kelompok itu daripada dengan kelompok lainnya. Dengan pengelompokkan tersebut individu akan memperoleh pola- pola sikap dan perilaku kelompoknya. Jika kelompok yang digauli memiliki pola perilaku yang menyimpang, kemungkinan besar individu tersebut akan berperilaku menyimpang. g) Keluarga broken home Dilihat dari keluarga seperti ini tentunya aktivitas, pengawasan, dan perhatian orang tua sangat kurang sehingga tak heran di era globalisasi saat ini banyak tindakan-tindakan yang dilakukan anak di luar batas normal. Seorang anak yang memiliki keluarga tidak utuh merasa kurang mendapat perhatian yang sempurna. Anak akan terus mencari perhatian dari orang tuanya dengan berbagai cara. Seringkali anak menunjukkan tindakan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang anak hanya untuk mendapat perhatian dari orang tuanya. h) Orang tua bekerja di luar negeri Kurang perhatian orang tua yang bekerja di luar negeri semakin menambah beban mental anak terutama rasa sayang yang kurang dari orang tuanya. Sering kita jumpai anak-anak tinggal



dan



dititipkan bersama nenek, kakak, atau sanak saudara lain sehingga aktivitas mereka kurang terawasi secara maksimal. Orang tua yang bekerja di luar negeri terkadang hanya memikirkan untuk memenuhi kebutuhan anak secara maksimal. Padahal anak tidak hanya membutuhkan moril saja, akan tetapi juga membutuhkan pengawasan langsung dari orang tua. Anak akan lebih terarah jika di bawah pengawasan orang tuanya sendiri. i) Kegagalan dalam proses sosialisasi di sekolah Proses sosialisasi dianggap tidak berhasil jika anak tidak berhasil bergaul dengan teman sebayanya di sekolah. Guru adalah orang tua pengganti di sekolah, sehingga guru memegang peranan dalam adaptasi anak di sekolah. Menurut Kartini Kartono (2011: 21) kejahatan anak yang merupakan gejala penyimpangan dan patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam satu kelas defektif secara sosial dan mempunyai sebab-musabab yang majemuk, jadi sifatnya multi- kausal. Terdapat penggolongan gejala penyimpangan anak menurut beberapa teori sebagai berikut: 1. Teori biologis Tingkah laku sosiopatik atau delinquen pada anakanak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung: (a) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya



bisa



memunculkan



penyimpangan



tingkah laku, dan anak-anak menjadi delinkuen



secara potensial.



(b) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen. (c) Melalui



pewarisan



kelemahan



konstitusional



jasmaniah tertentu yang menimbulkan tingkah laku delinkuen



atau



sosiopatik.



Misalnya



cacat



jasmaniah bawaan brachydactylisme (berjari-jari pendek) dan diabetes insipidius (sejenis penyakit gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental. 2. Teori psikogenis Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya.



Antara



lain



faktor



intelegensi,



ciri



kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain. 3. Teori sosiogenesis Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial- psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga- lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian diri atau konsep dirinya. 4. Teori subkultur delinkuensi



Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenesis dan sosiologis) sangat populer sampai tahun-tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada aktivitas-aktivitas subkultur-



gang



yang



subkulturnya.



terorganisir



Adapun



sebabnya



dengan sebagai



berikut: a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan meningkatnya kualitas kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang memiliki subkultur delinkuen. b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat besarnya kerugian dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industri yang



sudah



maju



disebabkan



oleh



meluasnya



kejahatan- kejahatan anak remaja. Dari faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang muncul disebabkan karena berbagai faktor dimana faktor internal lebih berpengaruh terhadap perilaku menyimpang. Faktor internal yang dimaksud disini tidak hanya yang berasal dari dalam diri sendiri melainkan juga dampak dari lingkungan keluarga. Akibat dari ketidakharmonisan hubungan anak dengan orang tua menimbulkan



dorongan-dorongan



dalam



diri



anak



yang



dilampiaskan dalam hal yang negatif. Sehingga anak kurang dapat mengontrol diri di dalam hubungan sosial. Didukung dengan penilaian lingkungan sekitar yang kurang baik mengakibatkan anak semakin meluapkan rasa kesalnya dalam perilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. d. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang Berger (Taufiq Rohman D., dkk 2006: 109) menyatakan



pengendalian sosial adalah cara yang digunakan untuk menertibkan



anggota masyarakat yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek, pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak tempat individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok. Untuk menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah. Kenakalan pda anak memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam dan penyebabnya. Menurut Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam penanggulangan kenakalan, yaitu: a) Upaya Preventif Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana dan terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. b) Upaya Kuratif Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat. Apabila



seorang



anak



melakukan



tindak



kejahatan,



maka



kemungkinan tindakan negara yaitu sebagai berikut: (a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya. (b) Anak itu dijadikan anak negara. (c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengan sepertiganya. c) Upaya Pembinaan Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah: (a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja. (b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku



kenakalan atau yang telah menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya. Pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek, yaitu: (1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama. (2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar menjadi warga negara yang baik. (3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil dan sehat. (4) Pembinaan ilmu pengetahuan. (5) Pembinaan keterampilan khusus. (6) Pengembangan bakat-bakat khusus. Sejalan dengan pendapat tersebut, Taufiq RD., dkk (2006: 112) berpendapat bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif, represif, gabungan, persuatif serta koersif. Berikut uraiannya: 1) Pengendalian Preventif Pengendalian yang bersifat pencegahan. Dilakukan untuk memperingatkan hal-hal yang mungkin akan membahayakan. Langkah yang ditempuh dengan memberikan nasehat atau memperingatkan akan kemungkinan bahaya. 2) Pengendalian Represif Pengendalian yang bersifat denda atau sangsi. Seseorang yang melanggar akan dikenai hukuman dan harus menjalani hukuman tersebut sebagai bagian dari kesalahan yang telah dilakukannya. 3) Pengendalian Gabungan Penggabungan diantara pengendalian preventif dan represif. Dimaksudkan dengan memberikan nasehat atau aturan akan dapat terhindar dari kesalahan atau penyimpangan agar tidak merugikan



semua pihak.



4) Pengendalian Persuasif Dilakukan dengan pendekatan secara tidak memaksa, memberitahukan melalui ucapan atau perkataan dengan memberikan aturan atau norma yang berlaku. 5) Pengendalian Koersif Pengendalian yang dilakukan bersifat memaksa. Dilakukan jika langkah preventif, persuasif dan sebagainya tidak menimbulkan efek jera. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian perilaku menyimpang terhadap anak dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Usaha yang dilakukan tidak hanya diupayakan oleh salah satu pihak saja, melainkan dibarengi dengan upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak lain seperti sekolah dan masyarakat.



2.5 Masalah Anak Usia Sekolah Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi bahaya fisik dan psikologi antara lain: 1) Bahaya fisik a. Penyakit Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang sering ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri anak. b. Kegemukan Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak kesulitan



mengikuti



kegiatan



bermain,



sehingga



kehilangan



kesempatan untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk keberhasilan sosial. c. Kecelakaan Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang menghasilkan ketrampilan tertentu.



d. Kecanggungan



Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri. e. Kesederhanaan Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun. Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak. 2) Bahaya Psikologi a. Bahaya dalam berbicara Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa, cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja. b. Bahaya emosi Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga kurang disenangi orang lain. c. Bahaya bermain Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang penting untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal karena membuang waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan mengembangkan kebiasaan penurut yang kaku. d. Bahaya konsep diri Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan orang lain. e. Bahaya moral Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak :



1) Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan konsep-konsep media masa tentang benar dan salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa. 2) Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas dalam terhadap perilaku. 3) Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya dilakukan. 4) Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak. 5) Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan. 6) Tidak sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah. f. Bahaya yang menyangkut minat Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya dan mengembangkan. g. Bahaya dalam penggolongan peran seks Ada dua bahaya yang umum dalam penggolongan peran seks: kegagalan untuk mempelajari organ seks, dan ketidakmampuan untuk melakukan peran seks yang disetujui. h. Bahaya dalam perkembangan kepribadian Ada dua bahaya yang serius dalam perkembangan kepribadian periode ini.



Pertama,



perkembangan



konsep



diri



yang



buruk



yang



mengakibatkan penolakan diri, dan kedua, egosentrisme yang merupakan lanjutan dari awal masa kanak-kanak. Egosentrisme merupakan hal yang serius karena memberikan rasa penting diri yang i. Bahaya hubungan keluarga Pertentangan dengan anggota-anggota keluarga mengakibatkan dua hal: melemahkan ikatan keluarga dan menimbulkan kebiasaan pola penyesuaian yang buruk, serta masalah-masalah yang dibawa keluar rumah. (Suprajitno 2004)



2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat



Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009). Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya



teratur,



bersih,



dan



dapat



menyesuaikan



diri



dengan



lingkungannya. Ciri-ciri anak sehat adalah tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara teratur dan proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya; tampak aktif/gesit dan gembira; Mata bersih dan bersinar; Nafsu makan baik; Bibir dan lidah tampak segar; Pernapasan tidak berbau; Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering; dan Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut (Andriyani,2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun dijabarkan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik/jasmani : anak memiliki pertumbuhan yang lambat namun teratur, BB dan TB anak perempuan lebih besar dibandingkan anak laki-laki pada usia yang sama, terjadi pertumbuhan tulang yang cepat, pertumbuhan gizi permanen, nafsu makan mengalami peningkatan, dan timbul haid pada anak akhir masa usia sekolah ini. 2. Karakteristik emosi : pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu yang kuat, suka menambah pertemanan, dan kurang kepedulian terhadap lawan jenis. 3. Karakteristik sosial : anak mulai suka bermain dan mempererat hubungan pertemanan dengan teman sebayanya.



4. Karakteristik intelektual : anak mulai berani menyuarakan pendapatnya, memiliki minat besar terhadap belajar, mulai terlihat memiliki keterampilan, rasa ingin tahu yang kuat, dan memiliki perhatian terhadap sesuatu yang singkat.



2.7 Program Pemerintah untuk anak usia sekolah Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun masalah yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang terjadi pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun (Permata, 2010). Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu dengan



mengeluarkan



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1193/Menkes/SK/ X/2004 tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah “Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS 2010”. PHBS terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi jajanan di warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, dan membuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005). Salah satu wadah untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah layanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan prasarana, pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung sekolah, makanan sehari- hari/gizi. Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS adalah meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar, dan menciptakan lingkungan sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan



optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.



Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari keberhasilan masing-masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), program kerja UKS meliputi tiga unsur yaitu pendidikan kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam Trias UKS. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa.



2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Data Komunitas 1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak usia sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur. 2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga. 3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut oleh anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut, fasilitas ibadah yang ada, adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah. b. Data Subsystem Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut : 1) Lingkungan Fisik Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi. Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia sekolah dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui wawancara. Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.



2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi anak usia sekolah melalui wawancara. 3) Ekonomi Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan melihat data di staff tata usaha sekolah. 4) Keamanan dan transportasi. 



Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebarang jalan.







Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak usia sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa



5) Politik dan pemerintahan Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa. 6) Komunikasi 



Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan oleh anak usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan melalui buku dan sosialisasi dari pendidik.







Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan anak usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua dalam menyelesaikan dan mencegah masalah anak sekolah, keterlibatan guru dan orang tua dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak usia sekolah.



7) Pendidikan Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di sekolah.



8) Rekreasi



Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah 1) Identitas anak. 2) Riwayat kehamilan dan persalinan. 3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini. 4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari). 5) Pertumbuhan



dan



perkembangannya



saat



ini



(termasuk



kemampuan yang telah dicapai). 6) Pemeriksaan fisik. 7) Lengkapi dengan pengkajian fokus 



Bagaimana karakteristik teman bermain.







Bagaimana lingkungan bermain.







Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.







Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan adakah sarana yang dimilikinya.







Bagaimana temperamen anak saat ini.







Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.







Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.







Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.







Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.







Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.







Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau dirumah saat bermain.







Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa ini.







Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa jenisnya.







Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.







Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.



2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu : 1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai usia anak. 2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima tugas keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi perkembangan anak b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa keperawatan yaitu : 1) Masalah aktual/risiko 



Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh.







Menarik diri dari lingkungan sosial.







Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.







Mudah dan Sering marah.







Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan.







Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.







Keengganan melakukan kewajiban agama.







Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.







Gangguan komunikasi verbal.







Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat banyak waktu yang digunakan untuk bermain).



2) Potensial atau sejahtera 



Meningkatnya kemandirian anak.







Peningkatan daya tahan tubuh.







Hubungan dalam keluarga yang harmonis.







Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya.







Pemeliharaan kesehatan yang optimal



3. Rencana Asuhan Keperawatan a. Aktual Perubahan



hubungan



keluarga



yang



berhubungan



dengan



ketidakmampuan keluarga merawat anak yang sakit Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan dukungan yang adekuat. Intervensi: 1) Diskusikan tentang tugas keluarga. 2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat anggota keluarga sakit. 3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga. 4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya pertolongan yang telah dilakukan. 5) Ajarkan cara merawat anak dirumah. 6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga b. Resiko/resiko tinggi Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya. Tujuan: ketidakharmonisan keluarga menurun Intervensi: 1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga. 2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga. 3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani. 4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak. 5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah. 6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah. 7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membaut alternatif. c. Potensial atau sejahtera Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. Tujuan: dipertahankanya hubungan yang harmonis.



Intervensi: 1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada keluarga. 2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas kemampuannya 3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia sekolah) 4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa menimbulkan maslaah.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



3.1 Kasus SD Cemara Dua merupakan salah satu Sekolah Dasar di kota X tepatnya di wilayah kecamatan Makmur Raya. SD Cemara Dua memiliki siswa sebanyak 235 siswa dengan rincian 30 siswa kelas 1, 35 siswa kelas 2, 35 siswa kelas 3, 40 siswa kelas 4, 45 siswa kelas 5 dan 50 siswa kelas 6 dengan jumlah guru pengajar sebanyak 25 orang. Siswa SD Cemara Dua mayoritas beragama islam dan bersuku Jawa. SD Cemara Dua terdiri dari 2 lantai, pada tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Di SD Cemara Dua juga memiliki kebiasaan setiap hari Senin selalu dilaksanakan upacara bendera, setiap hari Jumat ada senam bersama yang kemudian dilanjutkan dengan sarapan bersama, siswa diminta untuk membawa bekal dari rumah. SD Cemara Dua terletak di tengah kota namun berbatasan dengan tempat pembuangan sampah, sehingga halaman samping sekolah terlihat kumuh dan terkadang tercium bau tidak sedap di ruang kelas. Setiap minggunya selalu ada laporan siswa yang mengalami sakit perut di UKS, diduga karena sering mengkonsumsi jajanan di depan sekolah. 3.2 Data Inti komunitas 1. Sejarah SD Cemara Dua didirikan pada tahun 2009 di daerah tengah kota. SD Cemara Dua sudah cukup lama berdiri, pembangunan SD Cemara Dua mendapat dukungan dari pemerintah setampat. Pada awal didirikan SD Cemara Dua hanya memiliki 3 ruang kelas untuk bergantian, Sekolah diberi nama Cemara Dua sebab memiliki arti baik pekertinya, diharapkan siswa lulusan dari SD Cemara Dua bisa menjadi lulusan yang baik dan berguna bagi negara.



2. Demografi Jumlah siswa di SD Cemara Dua sebanyak 235 siswa dengan rincian 30 siswa kelas 1 untuk siswa kelas 1 sebanyak 15 anak dan siswi sebanyak 15 anak, 35 siswa kelas 2 untuk jumlah siswa kelas 2 yaitu 15anak dan siswi 20 anak, 35 siswa kelas 3 untuk jumlah siswa kelas 3 sebanyak 10 anak dan siswi sebanyak 25 anak , 40 siswa kelas 4 untuk jumlah siswa sebanyak 20 anak dan siswi sebanyak 20 anak, 45 Siswa kelas 5 untuk jumlah siswa kelas 5 sebanyak 20 anak dan siswi sebanyak 25 anak. siswa kelas 6 sebanyak 40 anak diantaranya ada siswa sebenyak 20 anak dan siswi sebnayak 20 anak.. Jumlah guru pengajar di SD Cemara Dua sebanyak 25 orang. Tidak hanya itu, SD Cemara Dua juga memiliki karyawan non guru sebanyak 5 orang. 3. Kelompok etnis Mayoritas siswanya berasal dari suku jawa



4. Nilai dan keyakinan Mayoritas agama siswa dan siswi SD Cemara Dua adalah beragama islam.



3.3 Data subsistem komunitas No Elemen



Deskripsi



1.



SD Cemara Dua terdiri dari 2 lantai, lantai satu digunakan



Lingkungan



untuk siswa kelas 1-3, musholla, ruang guru, kantin dan UKS, lantai 2 digunakan untuk ruang kelas 4-6 dan perpustakaan. Pada tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang dipisahkan antara laki-laki dan perempuan 2.



Lingkungan Terbuka



Pada halaman depan sekolah terdapat penjual makanan kaki lima dan pada halaman samping sekolah merupakan tempat pembuangan sampah. Untuk kebersihan sekolah sedikit



3.



Batas



kumuh. Batas wilayah sebelah utara adalah Kantor Kecamatan Mulyorejo, sebelah timur adalah Universitas Airlangga, batas sebelah selatan Masjid Agung Kota dan batas sebelah Barat adalah Taman kota dan tempat pembuangan sampah kota



4.



Kebiasaan



Setiap hari Senin selalu dilaksanakan upacara bendera, setiap hari Jumat ada senam bersama yang kemudian dilanjutkan dengan sarapan bersama, siswa diminta untuk membawa



5.



Transportasi



bekal dari rumah, tetapi masih banyak siswa yang membeli jajan di luar sekolah. Siswa kebanyakan diantar jemput oleh orang tua dan beberapa siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah membawa sepeda ataupun berjalan kaki.



6.



Pusat Pelayanan



SD Cemara Dua berdekatan dengan Masjid Agung dan taman bermain



7.



Toko/Warung/Pasar



Terdapat beberapa toko swalayan di sekitar SD Cemara Dua yang biasanya digunakan oleh warga setempat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari



8.



Data Nutrisi



Kebanyakan dari siswa banyak yang belum mengetahui pentingnya kesehtan bagi tubuh, sehingga banyak siswa yang masih suka jajan sembarangan. Dan siswa juga belum



9.



Kelengkapan Alat Imunisasi



mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Kebutuhan alat imunisasi di SD Cemara Dua belum lengkap, dilihat dari ruang UKS hanya sedikit peralatan Kesehatan di ruang UKS. Untuk peralatan gigi dan mulut



10. Kegiatan Kesehatan



juga belum tersedia di ruang UKS Setiap 6 bulan sekali SD Cemara Dua rutin mnegdakan kegiatan perawatan gigi dan mulut yang bekerjasama dengan puskesmas setempat.



3.4 FGD (Focus Group Discussion) Tempat : Ruang rapat guru SD Hari/Tangal : Jumat, 17 September 2021 Waktu : 08.00-10.00 Peserta : Kepala sekolah, wali kelas 1-6, perwakilan orang tua siswa kelas 1-6 Pertanyaan yang diajukan beserta jawabannya: 1. Apa yang biasanya dilakukan oleh siswa pada saat jam istirahat? Ada beberapa siswa yang bermain di lapangan, sedangkan siswa yang lain biasanya ke halaman depan sekolah untuk membeli jajanan pinggir jalan. 2. Bagaimanakah pelaksanaan program UKS di SD Cemara Dua? UKS digunakan ketika ada siswa yang sakit untuk istirahat sejenak, tapi biasanya siswa yang sakit langsung diminta untuk beristirahat di rumah. Program dokter kecil UKS belum dilaksanakan karena guru masih fokus untuk mempersiapkan ujian sekolah bagi siswa kelas 6. 3. Apakah orang tua wali murid membawakan bekal makanan pada anaknya agar tidak jajan sembarangan? Ada 5 ibu yang menjawab kalau mereka tidak membawakan bekal karena tidak sempat memasak ketika pagi karena mereka juga harus bersiap berangkat kerja. Kalaupun dibawakan bekal hanya saat hari jumat ketika ada acara sarapan bersama dan biasanya makanan tersebut juga dibeli ketika berangkat ke sekolah pagi hari. 4. Apa sajakah sakit yang dikeluhkan oleh siswa ketika datang ke UKS? Guru jaga UKS mengatakan bahwasannya siswa yang datang ke UKS mengeluhkan sakit perut, terkadang badannya panas dan juga batuk



pilek. Tapi dalam satu minggu pasti ada siswa yang datang ke UKS dengan keluhan sakit perut 5. Adakah fasilitas seperti wastafel yang dilengkapi dengan sabun untuk cuci tangan di sekolah ini? Jika ada dimana? Tidak ada, jika siswa ingin cuci tangan biasanya di toilet, di toilet siswa tapi tidak ada sabun karena biasanya hanya digunakan untuk buang air kecil saja. 3.5 Analisa Data No 1.



Data Subjektif



Data Objektif



Orang tua wali siswa



Banyak siswa yang membeli



mengatakan tidak pernah



makanan/jajanan di depan



membawakan bekal makanan



sekolah dan di kantin sekolah



karena tidak sempat memasak ketika pagi 2.



Kepala sekolah mengatakan



Tidak ada fasilitas wastafel,



belum menyediakan fasilitas



dan di tiap kamar mandi tidak



wastafel karena menurutnya



ada sabun untuk mencuci



kamar mandi sudah bisa



tangan



digunakan untuk mencuci tangan 3.



Halaman samping sekolah



Wilayah Barat sekolah



terlihat kumuh dan terkadang



berbatasan dengan TPS Kota,



bau tidak sedap sampai di



setiap harinya ada sekitar 7



ruang kelas karena halaman



truk sampah yang membuang



samping sekolah berdekatan



sampah disana



dengan Tempat Pembuangan Sampah Kota



4.



Kesadaran para siswa dalam



Belum pernah dilakukan



Perilaku Hidup Bersih dan Sehat



penyuluhan tentang cuci



(PHBS) masih kurang, siswa



tangan pada siswa SD



tidak melakukan cuci tangan



Cemara Dua, kader dokter



ketika akan mengkonsumsi



kecil juga belum dibentuk.



makanan dan tidak sedikit siswa yang jajan sembarangan di depan sekolah. 3.6 Diagnosa Keperawatan 1. Defisiensi kesehatan komunitas siswa SD Cemara Dua b.d ketidakcukupan sumber daya: pengetahuan 2. Perilaku kesehatan siswa SD Cemara Dua cenderung berisiko b.d kurang pemahaman



3.7 Intervensi Keperawatan : DX



N



TUJUAN



SASARAN



NOC



NIC



METODE



WAKTU



TEMPAT



O 1.



Defisiensi



Tujuan



Primer:



Pengetahuan:



Domain 7



Demonstrasi,



Senin, 20



kesehatan



jangka



Siswa SD



Promosi



Komunitas



Ceramah



September Cemara



komunitas



panjang :



Cemara



kesehatan



 5510



siswa SD



 Mengatasi



Dua kelas







1-6



182308



Pendidikan



Pukul



Perilaku



kesehatan:



08.0009.00



Cemara Dua



penyakit



b.d



sakit perut



yang



Cuci tangan



ketidakcukup



yang sering



meningkat



sebelum



an sumber



diderita



kan



makan



daya:



oleh siswa



kesehatan



pengetahuan



SD Cemara



(1-3)



Manajemen



(00215)



Dua



180501



lingkungan:



Praktik gizi



komunitas



Tujuan



yang sehat



dengan



jangka



(1-3)



mengajarka



pendek :







2021



Aula SD Dua



PENANGGUNG



SUMBER



JAWAB



DANA



Pihak Sekolah:



Iuran



Kepala Sekolah



Mahasiswa



Pihak Mahasiswa: Rochimi



 6484



n siswa 62



 Mengatasi



untuk



permasala



membuang



han



sampah



Perilaku



pada



Hidup



tempatnya



Bersih



 6610



dan Sehat



Identifikasi



yang



resiko:



masih



lingkungan



kurang



kumuh



pad siswa



dengan



SD



mengajarka



Cemara



n kepada



Dua



siswa agar tidak mendekati lingkungan dekat TPS karena



banyak bakteri. 2.



Perilaku



Tujuan



Sekunder:



Pengetahuan:



Domain 3



FGD



Selasa, 21 Ruang



Pihak Sekolah:



Iuran



kesehatan



jangka



Guru dan



Promosi



Perilaku



(Focus



September rapat guru



Kepala Sekolah



Mahasiswa



siswa SD



panjang:



Orang tua



kesehatan



 Manajemen



Group



2021



SD



Pihak Mahasiswa:



Cemara Dua



 Perilaku



siswa



(1823)



perilaku



Discussion)



Pukul



Cemara Dua



Rochimi







182308



orang tua



08.0011.00



cenderung



kesehatan



berisiko b.d



siswa SD



Perilaku



agar tidak



kurang



Cemara



yang



membiarka



pemahaman



Dua tidak



meningkat



n anaknya



(00188)



berisiko



kan



jajan



kesehatan



sembaranga



(1-3)



n



Tujuan jangka



Domain 7



pendek:



Deteksi



Komunitas



 Meningkatk



Risiko (1908)



 5510



an







190802



Pendidikan



kesadaran



Mengidenti



kesehatan:



Siswa agar



fikasi



Pentingnya



menerapkan



kemungkin



sekolah



perilaku



an risiko



menyediak



hidup



kesehatan



an fasilitas



bersih dan



(1-3)



wastafel



190801



dan sabun



Mengenali



untuk cuci



tanda dan



tangan



sehat di sekolah







gejala yang



 6484



mengidenti



Manajemen



fikasikan



lingkungan:



risiko (1-3)



komunitas dengan mengadaka n kegiatan kerja bakti sekolah dan memberi batas berupa tembok agar



sampah dari TPS tidak masuk ke halaman sekolah



3.8 Rencana Strategis Penyelesaian Masalah NO 1.



DIAGNOSA



TANGGAL



IMPLEMENTASI



Defisiensi



Senin, 20



1. Mendemonstrasikan cara cuci



kesehatan



September



tangan yang benar kepada siswa



komunitas



2021 Pukul



SD Cemara Dua



siswa SD



08.00-09.00



2. Memberikan pemahaman kepada



Cemara Dua b.d



siswa SD Cemara Dua tentang



ketidakcukupan



pentingnya menjaga kesehatan



sumber daya:



lingkungan dan tidak jajan



pengetahuan



sembarangan



(00215) 2.



Perilaku



Selasa, 21



1. Mendiskusikan tentang



kesehatan siswa



September



pentingnya fasilitas wastafel dan



SD Cemara Dua



2021 Pukul



sabun cuci tangan di sekolah



cenderung



08.00-11.00



2. Mendiskusikan tentang manfaat



berisiko b.d



membawakan anak bekal



kurang



makanan ke sekolah bagi



pemahaman



kesehatan anak



(00188)



3. Mendiskusikan upaya pengendalian lingkungan agar tidak kumuh dengan beberapa cara seperti kerja bakti



3.9 Komponen Evaluasi NO 1.



DIAGNOSA



TANGGAL



Defisiensi



Senin, 20



kesehatan



September



komunitas



2021 Pukul



siswa SD



08.00-09.00



Cemara Dua



EVALUASI 1. Peserta yang hadir 98% siswa SD Cemara Dua 2. 100% peserta yang hadir mampu mempraktekkan cara cuci tangan yang benar



b.d ketidakcukupan 67



sumber daya:



3. 100% peserta yang hadir



pengetahuan



memahami pentingnya



(00215)



perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah



2.



Perilaku



Selasa, 21



1. Peserta yang hadir 15 orang



kesehatan siswa



September



2. 100% peserta FGD aktif dalam



SD Cemara Dua



2021 Pukul



cenderung



08.00-11.00



kegiatan diskusi 3. 100% peserta yang hadir



berisiko b.d



memahami pentingnya perilaku



kurang



hidup bersih dan sehat di sekolah



pemahaman (00188)



BAB IV PENUTU P



4.1 Kesimpulan Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun. Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan sosialemosial anak. 4.2 Saran Pada kelompok anak usia sekolah yang memiliki sifat-sifat khusus, juga diperlukan suatu intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan pada kelompok mereka.



DAFTAR PUSTAKA



Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi . Jakarta: Erlangga. Gunarsa, D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti Papas. Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta: Book EGC Medicine. Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development. Bandung: PT. Teen Rosdakarya. Kartono, Kartini, 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sunarto,Kamanto,2000, Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Jakarta. Sarwono. 2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Abdul .Wahib Dan Mustaqim, 1991. Psikologi Pendidikan,.Jakarta: Rineka Cipta. Wilis, S.S. 2012. REMAJA DAN MASALAHNYA mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung : Afabeta Fitri D, N, A. (2018). “SELF ESTEEM PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR UNTUK PENCEGAHAN KASUS BULLYING”. Malang. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan SD. Prasetyo, Y.B. dkk. 2014. Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Lombok Timur. Jurnal Kedokteran Yarsi 22 (2) : 102-113 http://scholar.unand.ac.id/41305/5/kti%20full%20isny.pdf