Askep Sol [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN SOL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III



Disusun Oleh : 1. Apriwan



8. M. Febri R



2. Anis Ma’rifah



9. Nurhalimah



3. Chika Indah



10. Ratri Puspaningsih



4. Erviana Yulianti



11. Siti Asiyah



5. Fanny Fatmawaty



12. Tutri Wulandari



6. Fika Novianti



13. Wahyudian K



7. Mertisa Angra



14. Yopita Sari



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2020



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karna atas berkat dan rahmatnya yang telah diberikan, kelompok dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan SOL” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kelompok berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, tetapi suatu karya tidaklah lepas dari sebuah kekurangan sehingga kelompok mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan yang membacanya sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang mata kuliah ini. Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh



Jakarta, Noember 2020



Tim Penulis



i



DAFTAR ISI



COVER KATA PENGANTAR.............................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................. ii BAB I ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SYARAF............................................. 1 A. Konsep Dasar.......................................................................................... 1 B. Pemeriksaan Saraf Kranialis ................................................................. 12 BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................................. 18 A. Definisi SOL........................................................................................... 18 B. Etiologi.................................................................................................... 18 C. Patofisiologi............................................................................................ 19 D. Gejala Klinis............................................................................................ 20 E. Gejala Umum.......................................................................................... 21 F. Gejala Lokal............................................................................................ 23 G. Komplikasi.............................................................................................. 24 H. Pemeriksaan Fisik................................................................................... 24 I.



Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................... 24



BAB III ASUHAN KEPERWATAN PADA PASIEN SOL................................. 26 A. Pengkajian............................................................................................... 26 B. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 32 C. Intervensi................................................................................................. 33 BAB IV TINJAUAN KASUS.................................................................................. 36 A. Kasus....................................................................................................... 36 B. Analisa Data............................................................................................ 36 C. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 39 D. Intervensi Keperawatan........................................................................... 40 E. Implementasi........................................................................................... 41 F. Evaluasi Keperawatan............................................................................. 42 BAB V HASIL ANALISI JURNAL....................................................................... 43 A. Analisis Hasil Penelitian......................................................................... 43 ii



B. Tujuan...................................................................................................... 43 C. Judul........................................................................................................ 43 D. Lokasi Penelitian..................................................................................... 43 E. Metode Penelitian.................................................................................... 43 F. Jumlah Responden................................................................................... 43 G. Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................................ 43 H. Kesimpulan.............................................................................................. 44 I.



Saran........................................................................................................ 44



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 62



iii



BAB I ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF



A. KONSEP DASAR 1. Anatomi Fisiologi Sistim saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri dari terutama jaringan saraf. Dalam mekanisme sistim saraf, lingkungan eksternal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi atau respon terhadap stimulus, diatur oleh sistim saraf dalam tiga cara utama. Sistim saraf terdiri dari otak, medula spinalis dan saraf perifer : a.



Otak



Otak



manusia



mencapai



2%



dari



keseluruhan



mengkonsumsi 25% oksigen dnamenerima 1,5% curah jantung.



1



berat



tubuh,



1.



Otak dilapisi oleh lapisan pelindung/ lapisan meningens yang terdiri dari : a)



Lapisan pelindung otak/ meningen Piamater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak. Lapisan araknoid (tengah), terletak dibagian eksternal pia mater dan mengandung sedikit pembuluh darah. Duramater, lapisan terluar. Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tetapi terputus



b)



Cairan serebrospinal Cairan serebrospinal mengelilingi ruangan sub aracnoid di sekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Komposisi cairan serebrospinal menyuplai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai bantuan untuk jaringan lunak otak dan medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antar darah dan otak dan serta medula spinalis.



c)



Area fungsional kortek serebral meliputi : 1)



Area motorik primer pada korteks (1)



Pada motorik primer terdapat neuron yang mengendalikan kontraksi volunter otot rangka.



(2)



Area pra motorik koteks terletak tepat disisi anterior girus presentral. Neuron ekstra piramidal mengendalikan atifitas motorik yang terlatih dan berulang, seperti mengetik.



(3)



Area broka terletak disisi anterior area pre motorik pada tepi bawahnya. Area ini mungkin hanya terdapat pada suatu hemisfer saja (biasanya sebelah kiri) dan dihubungkan dengan kemampuan wicara.



2)



Area sensorik korteka (1)



Area sensorik primer, terdapat pada girus pos sentra. Disini neuron menerima informasi sensorik umum yang



2



berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, sentuhan, dan profriosepsi pada tubuh (2)



Area fisual pimer terletak pada lobus oksipital dan menerima informasi dari retina mata.



(3)



Area auditori primer, terdapat pada permukaan media lobus temporal menerima inpuls saraf yang berkaitan dengan pendengaran



(4)



Area olpaktori primer, terletak pada permukaan media lobus temporal, berkaitan dengan indera penciuman.



(5)



Area pengecap prime, terletak pada lobus parietal dekat pada bagian posterior girus post sentral. Terlibat dalam persepsi rasa.



3)



Area asosiasi telah dipetakan dalam sistem yang disebut klasifikasi brodmann. (1)



Area asosiasi frontal yang terletak pada lobus frontl, adalah sisi fungsi intelektual dan fisik yang lebih tinggi.



(2)



Area asosiasi somatik, yang terletah pada lobus parietal, berkaitan dengan interprestasi bentuk dan tekstur suatu objek dan keterkaitan bagian-bagian tubuh secara posisional.



(3)



Area asosiasi visual, yang terletak pada lobus oksipital, dan area asosiasi auditorik, yang terletak pada lobus temporal, berperan untuk menginterprestasikan pengalaman viasual dan auditori.



(4)



Area wicara wernicke yang terletak dalam bagian superior lobus temporal, berkaitan dengan pengertian bahasa dan formulasi wicara.



4)



Lateralisasi otak dan lateralisasi serebral (1)



Hemisfer dominan berkaitan dengan bahasa, wicara analisis dan kalkulasi.



(2)



Hemisfer non dominan bertanggung jawab untuk persefsi spasial dan pemikiran non verbal (ide)



5)



Traktus serebral



3



(1)



Traktus



asosiasi



panjang



dan



pendek



menghubungkan pada neuron-neuron pada hemisfer yang sama (2)



Serabut komisura menghubungkan atau hemisfer ke area koresponden dan hemisfer lain, misalnya korpus kolosum



(3)



Serabut proyeksi adalah bagian dari jalur asenden dan desenden, yang keluar masuk neuron terletak dibagian lan otak.



6)



Ganglia basal, adalah kepulauan substansi abu-abu neuron yang terletak jauh didalam substansi serebrum. Pulau-pulau ini merupakan nukleus berpasangan yang berasosiasi dengan pergerakan asosiasi tubuh kasar dan hubungan dengan neuron dengan girus pre sentral.



d)



Diensepalon Berarti diantara otak terletak diantara serebrum dan otak tengah seperti tersembunyi di balik hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal bagian ini terdiri dari seluruh struktur yang berada diantara ventrikel ketiga. 1)



Talamus terdiri dari dua masa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm. Substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih .



2)



Hipotalamus, terletak disisi anterior dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ke tiga.



3)



Epitalamus, membentuk langit-langit tipis ventrikel ke tiga. Suatu masa berukuran kecil bagian penia yang mungkin memiliki fungsi endokrin menjulur dari ujung posterior epitalamus.



e)



Otak tengah Adalah bagian otak pendek dan terkonstruksi yang menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur pengantar dan pusat refleks. Otak tengak, pons, dan medula oblongata disebut batang otak



f)



Pons, berarti jembatan hampir semuanya terdiri substansi putih 1)



Pusat respiratorik terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernafasan



4



2)



Nuklei saraf kranial V, VI, dan VII terletak pada pons dan juga menerima informasi dari saraf kranial VII.



g)



Serebelum, terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar dari otak. Fungsinya bertanggung jawab mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan otak dengan baik.



h)



Medula oblongata, panjangnya sekitar 2,5 cm, dan menjulur dari spon sampai medula spinalis dan terus memanjang dan bagaian ini berakhir pada bagian foramen magnum tengkorak.



b.



Medula spinalis Medula spinalis yaitu, korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari medula batang otak sampai ke lumbal pertama. Fungsi medula spinalis mengendalikan berbagai aktifitas reflek dalam tubuh dan bagian ini mentransmisi inpuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden. 1.



Traktus spinal, substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi fundikulus anterior, posterior dan lateral. Dalam pundikulus terdapat traktus, traktus diberi nama sesuai asal dan tujuannya: a)



Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak bagian penting traktus asenden meliputi: (2)



Fasikulus



grasilis



dan



fasikulus



kuniatus



berfungi mnyampaikan unformasi mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, posisi tubuh, dan gerakan sendi dari kulit, persendian, dan tendon otot. (3)



Traktus spinoserebral ventral (anterior) berfungi membawa informasi mengenai gerakan dan posisi keseluruhan anggita gerak.



(4)



Traktus



spino



serebral



dorsal,



berfungsi



membawa informasi mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan dan arah gerakan).



5



(5)



Traktus spino talamik ventral, berfungsi untuk (anterior) membawa informasi mengenai sentuhan, suhu dan nyeri.



b)



Traktus motorik (desenden) membawa inpuls motorik dari medula spinalis dari otak ke medula spinalis dan saraf spinal menuju tubuh, fungsi traktus motorik yang penting meliputi : (1)



Traktus



kortiko



spinal



lateral



(piramidal)



berfungsi mengatar inpuls untuk koordinasi dan ketepatan gerakan volunter. (2)



Traktus



kortiko



spinal



(piramidal)



ventral



(anterior), berfungsi sama dengan traktus kortiko spinal lateral. (3)



Traktus tersebut mengantar untuk koordinasi untuk ketepatan volunter



. c)



Traktus ekstra piramidal, serabut dalam sistim ini berasal dari pusat lain : misalnya, nuklei motorik dalam kortek serebral dan dalam kortikal di otak. (1)



Traktus retikulo spinal berasal dari informasi retikular (neuron I) dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medula spinalis. Inpuls memberikan semacam fsilitasi pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberi suatu pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.



(2)



Traktus vestilospinal lateral, berasal dari nukleus vestribular lateral dalam medula (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk berujung (neuron II) dalam tanduk medula spinalis. Inpuls mempertahankan tonus otot dalam aktivitas refleks.



(3)



Traktus festibulo spinal media, traktus ini tidak berdesenden kebawah area servik, traktus ini berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher.



(4)



Traktus rubrospinal, juga termasuk jenis traktus ekstra piramidal yang berhubungan dengan pengendalaian postur dan tonus otot.



6



c.



Saraf perifer Sistim ini terdiri dari jaringan yang terdiri dari bagian luar otak dan medula spinalis. Sistim ini juga mencakup saraf kranial yang berasal dari otak: saraf spinal, yang berasal dari medula spinalis dan ganglia serta resptor sensorik yang berhubungan. 1.



Saraf kranial Terdiri dari dua belas saraf, kalifikasi saraf ini meliputi: a. Saraf olvaktori (CN I), adalah saraf sensorik tempat persepsi indera penciuman berada. b.



Saraf



optikus



(CN II) berfungsi untuk ketajaman pengelihatan c.



Sarf okulomotorius (CN III) merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik, yang berfungsi untuk membuka kelopak mata.



d.



Saraf



troklear



(CN IV) saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik, berfungsi dalam pengaturan gerakan-gerakan mata. e.



Saraf trigeminus (CN V), ini adalah saraf otak yang terbesar pada hakekatnya trigeminus merupakan urat saraf sensorik yang melayani sebagian besar kulit kepala dan wajah atau berfungsi sebagai sensasi pada wajah.



f.



Saraf



abdusen



(CN VI), merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik, yang berfungsi untuk mempersarafi otot bola mata. g.



Saraf



fasialis



(CN VII), berfungsi sebagai gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah, rasa kecap: dua per tiga anterior lidah. h.



Saraf



vestibulo



troklear (CN VIII), hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi, berfungsi sebagai keseimbangan dan pendengaran. i. Saraf glosofaringeus (CN IX), mengandung serabut motoris dan sensorik. Serabut motor menuju salah satu otot konstruktor faring, sementara sekreto



7



motorik menuju kelenjar parotis, dan saraf sensorik menuju posterior ke tiga pada lidah dan sebagian palatum lunak, berfungsi sbagai rasa kecap. j. Saraf fagus (CN X), terdiri dari serabut motorik dan sensorik



yang



berfungsi sebagai kontraksi faring, gerakan simetris dari pita suara, gerakan simetis



pada



palatum



mole, gerakan dan sekresi fisera torakal dan abdominal. k. Saraf aksesiorus (XI), saaf ini terbelah menjadi dua bagian : yang pertama menuju faring dan laring, yang kedua adalah saraf motorik yang menuju otot sterno mastoid dan otot trafesius. l.



Saraf hipoglosus (XII) termasuk saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik, berfungsi untunk mempersarafi lidah.



m.



Saraf spinal Saraf spinal terdiri dari tiga pulu satu saraf spinal, berawal dari korda melalui radi dorsal (posterior) dan ventral (anterior). radik dorsal ganglion, dua



Pada bagian distal



radiks bergabung membentuksatu saraf



spinal, semua saraf tersebut merupakan saraf gabungan melalui korda aferen dan meninggalkan korda melalui korda eferen. n.



Sistim



saraf



otonom Sistim saraf otonom terdiri dari dua bagian, sistim simpatis dan parasimpatis, yang diantaranya menyuplai pembuluh darah organ dalam dan kelenjar endokrin terutama medula adrenal. o.



Sistim



saraf



simpatis Fungsi sistim saraf otonum bagian simpatis adalah sistim ini siap siaga membantu proses kedaruratan. Dibawah keadaan sters baik disebabkan oleh fisik maupun emosional dapat menyebabkan peningkatan yang cepat pada inpuls simpatis. Tubuh mempersiapka untuk respon “fight or flight” jika ada ancaman. p.



Sistim parasimpatis



8



saraf



Fungsi sistim saraf parasimpatis sebagai pengontrol dominan untuk kebanyakan efektor viseral dalam waktu lama. Selama kadaan diam, kondisi tanpa stres, inpuls dari serabut-serabut para simpatis (kolenergik) yang menonjol. Serabut-serabut sistim para simpatis terletak pada dua bagian : satu pada bagian otak dan yang lainnya pada segmen lumbal II. Efek fisiologis dari sistim saraf simpatis dan para simpatis : 1)



Pada dasarnya fungsi dari sistim simpatis adalah untuk mobilisasi energi dalam situasi yang membuat stres melalui peningkatan frekwensi jantung, tekanan darah, konsentrasi gula darah, aliran darah ke otot rangka.



2)



Sisitim parasimpatis bekerja berlawanan dengan sistim simpatis: sisitim ini mengubah dan menyimpan energi melalui penurunan frekwensi jantung dan tekanan darah serta stimulasi saluran pencernaan dalam proses makan.



3)



Kedua



sisitim



ini



bekerja



dibawah



sadar



untuk



mempertahankan lingkungan internal, atau homeostasis. 2. Anatomi dan fisiologi pembuluh darah otak Otak mendapat darah dari dua pembuluh darah besar: karotis atau sirkulasi snterior dan vertebra atau sirkulasi posterior, masing-masing sisitim terlepas dari arkus aorta sebagai pasangan pembuluh akrotis komunis kanan dan kiri serta vertebra kanan dan kiri. Masing-masing karotis membentuk bifukasio untuk membentuk arteri karotis internal dan eksternal. Areteri vertebra berawal dari atereri subklavia. Arteri vertebra bergabung membentuk arteri basiler dan selanjutnya membentuk arteri kedua arteri serebral posterior, yang mensuplai permukaan otak inferior dan mediana serta bagian lateral lobus oksipital. Sirkulasi wilisi adalah area dimana percabangan arteri basiler dan karotis interna bersatu, sirkulasi wilisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunis anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunis anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari hemisfer satu ke hemisfer lain dan dari arterior ke posterior otak. Ini merupakan sisitim yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan.



9



1) SARAF OLFAKTORIUS (N.1) Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik. 2) SYARAF OPTIKUS (N.II) Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabutserabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui



10



lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. 3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III) Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea (Nukleus otonom).Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris. 4) SARAF TROKLEARIS (N. IV) Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil. 5) SARAF TRIGEMINUS (N. V) Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani. 6) SARAF ABDUSENS (N. VI) Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.



11



7) SARAF FASIALIS (N. VII) Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus



sensorik



yang



muncul



bersama



nukleus



motorik



dan



saraf



vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik



menghantar



persepsi



pengecapan



bagian



anterior



lidah.



8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII) Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.



9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX) Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai



dua



ganglion,



yaitu



ganglion



intrakranialis



superior



dan



ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa



12



faring,



tonsil



dan



sepertiga



posterior



lidah.



10) SARAF VAGUS (N. X) Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan



impuls



dari



dinding



usus,



jantung



dan



paru-paru.



11) SARAF ASESORIUS (N. XI)S Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.



Saraf aksesoris



sternokleidomastoideus



adalah dan



saraf



motorik



bagian



atas



yang mempersarafi otot



trapezius,



otot otot



sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas. 12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII) Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus. B. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS. 1. Saraf Olfaktorius (N. I). Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempahrempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu. 13



2. Saraf Optikus (N. II). Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warnai. a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity) Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan. Kartu snellen Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6) Jari tangan normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan tangan normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310. b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan tes konfrontasi atau dengan perimetri /



perifer diperiksa dengan



kompimetri.



Tes



Konfrontasi



jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 10cm Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan



medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan



tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.Perimetri / kompimetriLebih teliti dari tes konfrontasi hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu. c. Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil. Respon cahaya langsung pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang



14



disinari akan mengecil. Respon cahaya konsensual jika pada pupil yang satu disinari maka



secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran



yang sama. d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua venavena ini keluar dari diskus optikus. Tes warna untuk mengetahui adanya polineuropati pada N.Optikus. 3. Saraf okulomotoris (N. III) Pemeriksaan meliputi : Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil. a. Ptosis pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula. b. Gerakan bola mata.Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti



gerakan



jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi. c. Pupil, Pemeriksaan pupil meliputi : Bentuk dan ukuran pupil. Perbandingan pupil kanan dan kiri pupil sebesar 1mmÆ Perbedaan masih dianggap normali. Refleks pupil Meliputi pemeriksaan : 1) Refleks cahaya langsung (bersama N. II). 2) Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II) 3) Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya



sendiri)



kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini



15



disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang 15±jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi. 4. Saraf Troklearis (N. IV). Pemeriksaan meliputi1.gerak mata ke lateral bawah, strabismus konvergen. Diplopia. 5. Saraf Trigeminus (N. V) Pemeriksaan meliputi ; sensibilitas, motorik dan refleks. a. Sensibilitas Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan



dilakukan



pada



ketiga



cabang



saraf



tersebut



dengan



membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya. b. Motorik Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi



masseter diatas mandibula. Kemudian



pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan



16



tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena). c. Refleks : Pemeriksaan refleks meliputi Refleks kornea. Langsung pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan



pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya



pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII. Tak langsung (konsensual) Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen). Refleks bersin (nasal refleks) Refleks masseter Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu negatif yaitu tidak ada penutupan



refleks. Respon normal akan



mulut atau positif lemah yaitu penutupan



mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat. 6. Saraf abdusens (N. VI) Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral,



strabismus



konvergen



dan



diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain. 7. Saraf fasialis (N. VII) Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan : Asimetri wajah kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik gerakan-gerakan abnormal (tic facialis,



17



grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ). Ekspresi muka (sedih, gembira,



takut, seperti topeng). Tes kekuatan otot :



a. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri. b. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri. c. Memperlihatkan gigi (asimetri) d. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir) e. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi



masing-masing.



f. Menarik sudut mulut ke bawah. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah) Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah. Hiperakusis Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suarasuara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya. 8. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII) Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler). a. Pemeriksaan pendengaran Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber. 1) Tes Rinne Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. 2) Tes WeberGarpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli



18



saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal. b. Pemeriksaan Fungsi VestibulerPemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus. 9. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X) Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria (khas bernoda hidung/bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N.IX). 10. Saraf Asesorius (N. XI). Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.k.Saraf Hipoglosus (N. XII) Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral



19



atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.



20



BAB II TINJAUAN TEORITIS A.



Definisi SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013). Tumor Otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak (Fransisca, 2008 : 84) Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.



B.



Etiologi Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:  Herediter Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota



21



sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.  Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest). Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.  Radiasi Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.  Virus Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.  Substansi-substansi Karsinogenik: Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitrosoethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan. C.



PATOFISIOLOGI Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai



22



darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan. D.



Gejala Klinis Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di atas 70 tahun. Sebagian ahli



23



menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. E.



Gejala umum Biasanya disebabkan oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat. Kenaikan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh faktor-faktor :  langsung oleh masa tumor sendiri  edema serebri  obstruksi aliran cairan serebro spinalis  obstruksi sistema vena serebri  gangguan mekanisme absorbsi cairan serebro spinalis Gejala-gejala ini dapat berupa : 1 Nyeri kepala Merupakan keluhan utama pada kira-kira 20% kasus. Dapat dirasakan selama perjalanan penyakitnya, dapat umum atau terlokalisir pada daerah yang berlainan. Sifat nyerinya digambarkan sebagai nyeri berdenyut atau dirasakan sebagai rasa penuh di kepala dan seolah-olah kepala mau "meledak". Timbulnya dimulai pagi hari, dikaitkan oleh karena kenaikan kadar CO2 selama tidur. Adanya CO2 ini menyebabkan aliran darah serebral meningkat serta kongesti dari sistema vena serebral. Ini mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Nyeri dapat diperhebat dengan gerakan manuver valsava, batuk, bersin, mengejan, mengangkat barang ataupun ketegangan. 2 Muntah



24



Muntah tidak berhubungan dengan lokalisasi tumor, sering timbul pada pagi hari. Sifat muntah adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului rasa mual. 3 Kejang Kejang dapat merupakan manifestasi pertama tumor otak pada 15% kasus. Dikatakan, bahwa apabila terjadi kejang fokal pada orang berumur di bawah 50 tahun, harus dipikirkan adanya tumor otak, selama penyebab lain belum ditemukan. Dalam hal terjadinya kejang, lokasi tumor lebih penting daripada histologinya. Tumor yang jauh dari korteks motoris akan jarang menimbulkan kejang. Meningioma pada konveksitas otak, sering menimbulkan kejang fokal sebagai gejala dini. Sedangkan kejang urnum biasanya terjadi, apabila kenaikan tekanan intrakranial melonjak secara cepat misalnya pada glioblastoma multiforme. 4 Gangguan mental Gejala gangguan mental tidak perlu dihubungkan dengan lokalisasi tumor, walaupun beberapa sarjana menyatakan bahwa gejala ini sering dijumpai pada tumor lobus frontalis dan temporalis. Juga dikatakan bahwa menigioma merupakan tumor yang sering menimbulkan gangguan mental. Gejalanya sangat tidak spesifik. Dapat berupa apatis, demensia, gangguan memori, gangguan intelegensi, gangguan tingkah laku, halusinasi sampai seperti psikosis. 5 Pembesaran kepala Keadaan ini hanya terjadi pada anak-anak, dimana suturanya belum menutup. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial, sutura akan melebar dan fontanella anterior menjadi menonjol. Pada beberapa anak sering terlihat pembendungan vena didaerah skalp dan adanya eksoftalmos. Pada perkusi terdengar suara yang khas, disebut crack pot signs (bunyi gendi yang rengat). 6 Papil edema Papil edema dapat terjadi oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat atau akibat langsung dari tekanan tumor pada N II. Derajat papil edema tidak sebanding dengan besarnya tumor dan tidak sama antara mata satu dan lainnya. Bila tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, akan terjadi pembendungan vena-vena N. Optikus dan diskus optikus menjadi pucat serta membengkak. Sering disertai perdarahanperdarahan disekitar fundus okuli. Pada papil edema yang kronis dapat menyebabkan gliosis N. Optikus dan akhirnya N. Optikus mengalami atrofi sekunder dengan akibat



25



kebutaan. Dilaporkan bahwa 60% dari tumor otak memperlihatkan gejala papil edema, dan 50% diakibatkan oleh tumor supratentorial. 7 Sensasi abnormal di kepala Banyak penderita merasakan berbagai macam rasa yang samar-samar. Sering dikeluhkan sebagai enteng kepala (light-headness), pusing (dizziness) dan lainlainnya. Keadaan ini mungkin sesuai dengan tekanan intrakranial yang meningkat. 8 Bradikardi dan tensi meningkat Keadaan ini dianggap sebagai mekanisme kompensatorik untuk menanggulangi iskemia otak. 9 Perubahan respirasi Hal ini akibat tekanan intrakranial yang meningkat. Dapat timbul respirasi tipe Cheyne Stokes, dilanjutkan dengan hiperventilasi-respirasi irreguler-apneu, akhirnya kematian. F. Gejala fokal Gejala-gejala fokal sangat tergantung dengan lokalisasi tumor. Gejalanya sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Dapat menimbulkan disfungsi, misalnya hemiparesis, afasia motorik ataupun paresis saraf kranial, sebelum tekanan intrakranial meninggi secara berarti. Dalam hal ini, gejala dan tanda di atas mempunyai arti lokalisasi/fokal. Dibawah ini akan diuraikan tentang beberapa gejala dan manifestasi fokal yang menunjukkan lokasi tumor otak.  Tumor lobus frontalis : Tumor di daerah ini pada umumnya menimbulkan gangguan kepribadian dan mental. Dapat timbul perlahan-lahan, beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Pada mulanya penderita menjadi apatis, kurang atau hilangnya perhatian/kontrol, kemudian kesukaran dalam pandangan kedepan (lack of fore sight), kesukaran dalam pekerjaan dan akhirnya regresi dalam tingkah laku sosial, kebiasaan dan penampilan, serta gangguan psikoseksual.  Tumor lobus temporalis : Lobus temporalis mempunyai ambang yang rendah untuk timbulnya serangan epilepsi. Tumor yang menekan atau timbul di Unkus mengakibatkan uncinate fit yaitu kejang parsiil, yang dapat terjadi beberapa kali dalam satu hari. Biasanya dimulai dengan halusinasi bau atau rasa. 80% dengan



26



halusinasi bau busuk dan 20% halusinasi bau bunga. Ini merupakan sensasi yang pertama  Tumor lobus parietalis :Tumor di daerah parietalis dapat merangsang korteks sensoris, sebelum manifestasi lain dijumpai. Area parietalis ini berguna untuk diskriminasi tekstur, berat, ukuran, bentuk dan identifikasi obyek yang diraba. Akibat rangsangan disini ialah serangan Jackson sensorik. Jika tumor menimbulkan kerusakan strukturil di daearah ini, maka segala macam perasaan di butuh kontralateral sisi lesi, tidak dapat dirasakan dan dikenal.  Tumor lobus oksipitalis :Tumor di daerah ini biasanya jarang. Gejala dini yang menonjol sering berupa nyeri kepala di daerah oksipital, kemudian disusul oleh adanya gangguan yojana penglihatan.  Tumor serebellum :Tumor serebellum cepat mengadakan obstruksi aliran cairan serebro spinalis, sehingga tumor ini cepat menimbulkan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala nyeri kepala, muntah dan papil edema sering sebagai gejala dini, disusul dengan gangguan gait dan gangguan koordinasi. Nyeri kepala dirasakan didaerah oksipital dan dapat menjalar ke leher bawah.



G. KOMPLIKASI Komplikasi meliputi : 1. retardasi mental 2. epilepsy 3. kelainan neurologik fokal yang lebih berat. Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna. H. Pemeriksaan fisik  Kaji tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS  Kaji status mental (inspeksi ekspresi wajah, kemampuan bicara, perasaan dan mood, orientasi waktu, tempat dan orang, rentang perhatian, daya ingat jangka pendek dan panjang, kemampuan mengambil keputusan, proses pikir, persepsi klien terhadap lingkungan)  Kaji rasa nyaman dan nyeri  Kaji fungsi sensori



27



 Kaji akurasi pekak, sensasi panas  Kaji fungsi motorik (mengenggam, kekuatan kaki, pergerakan dan postur)  Kaji apakah ada tremor dan pusing  Kaji reflek (biseps, trisep, brakioradialis, patela, achilles, plantar)  Kaji tanda peradangan (meningen) I. Pemeriksaan diagnostik  CT Scan; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler  MRI; membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan  Biopsi Stereotaktik bantuan komputer (tiga dimensi); dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis  Angiografi; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor  Elektroensefalografi (EEG); mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang



28



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL



A. Pengkajian Anamnesis 1. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, umur, (sering terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medik. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan adanya gangguan vokal, seperti nyeri kepala hebat, muntahmuntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Riwayat penyakit saat ini Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dan riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. P : tanyakan kepada klien keadaan apa yang membuat sakit kepala hebat dan apa saja factor yang membuatnya lebih baik atau lebih buruk. Q : tanyakan bagaimana gambaran sakit kepala yang dirasakan, apakah seperti tertusuk jarum (menusuk-nusuk) atau tegang seperti di remas R : tanyakan kepada klien di bagian kepala mana yang terasa sakit, apakah hanya bagian depan (forehead),tengah,atau belakang, dan apakah terlokalisasi atau menyeluruh. S : jika klien diberikan skala 1-10, sakit kepala yang dirasakan klien termasuk skala berapa



29



T : tanyakan kapan klien merasa sakit kepala hebat, apakah secara terusmenerus atau pada keadaan tertentu saja 4. Riwayat penyakit keluarga Kaji adanya tumor intrakranial pada generasi terdahulu. 5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual. Pengkajian psikologis klien tumor intrakranial meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif dan perilaku klien. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pada pengkajian pola penaggulangan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses pikir dan kesulitan berkomunikasi. Sedangkan pada pengkajian pola nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Karena klien harus mengalami rawat inap maka keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perspektif keperawatan dalam mengkaji, terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu. (Arif Muttaqin 2012).



-



Pola Aktivitas 1) Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.



30



Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan 2) Sirkulasi Gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung. 3) Integritas Ego Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian. Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi. 4) Makanan / cairan Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia ) 5) Neurosensori Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan 6) Nyeri / Kenyamanan 7) Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. 8) Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur. 9) Pernapasan 10) Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi. 11) Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus. 12) Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan



31



13) Keamanan 14) Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi 15) Seksualitas Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan) 16) Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dudkungan), fungsi peran. -



Pemeriksaan fisik 1) B1 (Breathing) Inspeksi, ada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pengkajian inspeksi pernapasan pada klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. 2) B2 (Blood) Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pengkajian pada klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal, tidak ada peningkatan heart rate. 3) B3 (Brain) Tumor intracranial sering menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intracranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah, dan pailadema. a) Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat



32



perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantuan pemberian asuhan keperawatan. Eye (respon membuka mata) : (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon Verbal (respon verbal) : (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon Motor (respon motorik) : (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : with draws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon b) Fungsi serebri -



status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien, aktivitas



33



motorik pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. -



Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.



-



Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi.



c) Pemeriksaan saraf cranial -



Saraf I pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.



-



Saraf II Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual.



-



Saraf III, IV, dan VI Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme



-



Saraf V Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.



-



Saraf VII Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.



-



Saraf VIII Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang



34



mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan. -



Saraf IX dan X Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut



-



Saraf XI Tidak ada atrofi otot sternokleidomastroid dan trapizius



-



Saraf XII Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal



d) Sistem motorik Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebelum. Gangguan yang paling sering dijumpai kurang menyolok tapi memiliki karakteristik yang sama dengan tumor serebelum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi normal terhadap regangan atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan cirri khas pada klien dengan tumor pada lobus temporalis. 4) B4 (bladder) Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas 5) B5 (bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil. 6) B6 (Bone) Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pemeriksaan diagnostic :



35



-



Radiogram tengkorak : memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan, dan kalsifikasi (posisi kelenjar pineal yang mengapur), dan posisi seta tursika.



-



Elektroensefalogram : memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron:



pergeseran



kandungan



intraserebri



dapat



dilihat



pada



ekoensefalogram. Sidik otak radioaktif memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor intracranial maupun oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif. B. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan perfusi jaringan b.d Neoplasma otak 2) Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis : neoplasma 3) Risiko tinggi cedera b.d. disfungsi otot sekunder terhadap depresi sistem saraf pusat. 4) Cemas b.d. kurangnya informasi 5) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya asupan makanan 6) Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan oksipital C. Intervensi Dx 1 : Gangguan perfusi jaringan b.d Neoplasma otak Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah gangguan perfusi jaringan serebral teratasi Kriteria hasil : -



Tekanan intrakranial normal



-



TTV normal



-



Nilai GCS meningkat



-



Kesadaran membaik (composmentis)



Intervensi : -



Pantau tanda-tanda vital pasien



-



Evaluasi nilai GCS pasien



-



Pertahankan kepala dan leher tetap dalam posisi datar (supinasi)



-



Evaluasi keadaan pupil (reaksi terhadap cahaya) 36



-



Pemberian terapi oksigen sesuai kebutuhan



-



Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi pasien



Dx 2 : Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis : neoplasma Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri dapat teratasi Kriteria hasil : -



Melaporkan nyeri terkontrol



-



Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat



-



Kemampuan mengenali nyeri meningkat



-



Dukungan orang terdekat meningkat



Intervensi : -



Manajemen nyeri: pemberian analgetik



-



Pemberian aromaterapi



-



Beri dukungan hypnosis diri



-



Beri dukungan pengungkapan kebutuhan



-



Edukasi tekhnik napas



-



Edukasi manajemen nyeri



-



Pemanatauan nyeri



Dx 3 : Risiko tinggi cedera b.d. disfungsi otot sekunder terhadap depresi sistem saraf pusat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cidera Kriteria Hasil : -



Klien dapat mengidentifikasi bahaya.



-



Klien tidak terjadi cedera



Intervensi : -



Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien.



-



Pantau tingkat kesadaran.



-



Orientasiakan klien pada tempat, waktu, orang, dan kejadian.



-



Anjurkan klien untuk tidak beraktivitas.



37



Dx 4 : Cemas b.d kurangmya informasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang / hilang dengan Kriteria Hasil : -



Klien mengerti tentang penyakit dan gejala.



-



Klien merasa nyaman.



-



Keluarga mampu melakukan perawatan mandiri



Intervensi : -



Kaji status mental.



-



Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.



-



Jawab setiap pernyataan dengan penuh perhatian.



-



Libatkan keluarga dalam perawatan.



Dx 5 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya asupan makanan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri dapat teratasi Kriteria hasil: -



Status nutrisi meningkat



-



Berat badan meningkat



-



Nafsu makan meningkat



-



Perilaku meningkatkan berat badan



Intervensi : -



Manajemen nutrisi



-



Promosi meningatkan berat badan



-



Konseling nutrisi



-



Pemantauan nutrisi



-



Edukasi diet



-



Dukungan kepatuhan program pengobatan



Dx 6 : Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan oksipital Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penglihatan pasien kembali normal



38



Kriteria Hasil : -



Pasien dapat melihat dengan jelas



Intervensi : -



Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu



-



Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan



-



Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakukan aktivitas



-



Rujuk pada ahli fisioterapi



39



BAB IV TINJAUAN KASUS



A. Kasus Ny. A berusia 40 tahun mengatakan 12 hari sebelum masuk rumah sakit pasien kejang untuk ke 4 kalinya. Keluarga mengatakan Ny. A kejang dengan mata ke kiri, menoleh ke lain diikuti dengan tangan membuka dan kaku seluruh tubuh, kejang sekitar 2 menit. Sebelum kejang pasien sadar dan saat kejang pasien tidak sadar. Ny. A mengeluh adanya nyeri kepala sudah 3 minggu lalu terasa semakin lama semakin hebat terutama adalah terutama pada saat beraktivitas seperti ditusuk-tusuk, kadangkadang timbul bila menoleh mendadak. Riwayat kesehatan dahulu, pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya, hanya pusing biasa disertai dengan pandangan yang buram. Riwayat keluarga, dari anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti klien, sedangkan penyakit lain seperti DM, hipertensi keluarga klien tidak pernah mengalaminya. Keadaan umum pasien saat ini klien tampak lemah, hanya tiduran ditempat tidur.. GCS : E4,M6,V5. BB : 54 Kg TB : 155 cm. Tanda-tanda vital pasien yaitu tekanan darah : 160/100 mmHg, Nadi : 100 x/menit , Suhu : 36,8 C, Respirasi: 24 x/menit. Pasien mengeluh nyeri kepala, pusing, gelisah dan pandangan kabur. Wajah tampak kesakitan skala nyeri 6, pada bagian kepala terdapat benjolan sebesar buah jeruk, warna sama dengan sekitar. Hasil CT Scan ; Massa lobus temporoparietalis dextra dengan lateralisasi kesinistra, Oedem cerebri, Massa sinus spehniodalis curiga infiltrasi tumor, Expothalamus OD. Perilaku pasien tampak berhati-hati, klien tampak cemas dan mengatakan takut terhadap penyakitnya, sebelum sakit klien tidur selama 9 jam sehari. Selama sakit klien tidur / istirahat selama 4 jam. B. Analisa Data NO Data 1. DS : -



Masalah keperawatan Etiologi Gangguan perfusi Neoplasma otak Pasien



mengeluh jaringan serebral



nyeri kepala, pusing,



40



gelisah



dan



pandangan kabur. DO : -



Kesadaran



compos



mentis -



GCS E4,M6,V5



-



Tanda-tanda



vital



pasien yaitu tekanan darah



:



160/100



mmHg, Nadi : 100 x/menit , Suhu : 36,8 C,



Respirasi:



24



x/menit. -



Hasil CT Scan ; Massa



lobus



temporoparietalis dextra



dengan



lateralisasi kesinistra,



Oedem



cerebri, Massa sinus spehniodalis



curiga



infiltrasi



tumor,



Expothalamus OD. 2.



DS: -



Nyeri akut Klien



neoplasma



mengeluh



nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk DO : -



Wajah



tampak



meringis kesakitan -



P



:



benjolan



dikepala. -



Agen pencedera fisiologis :



Q : seperti ditekan-



41



tekan. -



R : di kepala atas kanan.



-



S : 5-6.



-



T



:



saat



banyak



bergerak



atau



beraktivitas. 3.



DS: -



Risiko tinggi cedera Klien



12



sebelum



terhadap



hari



saraf pusat.



masuk



rumah sakit pasien kejang untuk ke 4 kalinya. -



Pasien



mengeluh



nyeri kepala, pusing, gelisah



dan



pandangan kabur. DO : -



Kesadaran



compos



mentis -



GCS E4,M6,V5



-



Tanda-tanda



vital



pasien yaitu tekanan darah



:



160/100



mmHg, Nadi : 100 x/menit , Suhu : 36,8 C,



Respirasi:



Disfungsi



24



x/menit.



42



otot depresi



sekunder sistem



4.



S:



Cemas -



Klien



mengatakan



takut



terhadap



Kurang informasi



penyakitnya. -



Klien



mengatakan



sebelum sakit klien tidur selama 9 jam sehari. Selama sakit klien tidur / istirahat selama 4 jam. O: -



Klien tampak lemas



C. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan b.d Neoplasma otak 2. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis : neoplasma 3. Risiko tinggi cedera b.d. disfungsi otot sekunder terhadap depresi sistem saraf pusat. 4. Cemas b.d. kurangnya informasi.



43



D. Intervensi Keperawatan Diagnosa



Tujuan



Gangguan



Setelah



Intervensi dilakukan



perfusi jaringan keperawatan b.d



3x24



tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital jam



masalah



pasien



Neoplasma gangguan perfusi jaringan serebral 2. Evaluasi



otak



teratasi



nilai



GCS



pasien



Kriteria hasil:



3. Pertahankan kepala dan



-



Tekanan intrakranial normal



leher tetap dalam posisi



-



Tekanan



datar (supinasi)



darah



normal



(110/80)



4. Evaluasi keadaan pupil



-



Nilai GCS meningkat



-



Kesadaran



(reaksi membaik



(composmentis) -



terhadap



cahaya) 5. Pemberian



terapi



Tanda-tanda vital dalam batas



oksigen



sesuai



normal



kebutuhan 6. Kolaborasi obat



pemberian



sesuai



indikasi



pasien Nyeri akut b.d Setelah



dilakukan



tindakan



Agen pencedera keperawatan 3x24 jam masalah nyeri fisiologis neoplasma



: dapat teratasi



1. Manajemen



pemberian analgetik 2. Pemberian



Kriteria hasil:



aromaterapi 3. Beri



-



Melaporkan nyeri terkontrol



-



Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat



-



Kemampuan mengenali nyeri



hypnosis diri 4. Beri



orang



meningkat



dukungan



kebutuhan 5. Edukasi



Dukungan



dukungan



pengungkapan



meningkat -



nyeri:



terdekat



tekhnik



napas 6. Edukasi manajemen



44



nyeri 7. Pemanatauan nyeri Risiko



cedera Setelah



dilakukan



tindakan



1. Identifikasi bahaya



berhubungan



keperawatan 3 X 24 jam tidak terjadi



potensial



dengan



cidera dengan KH :



lingkungan klien.



disfungsi



otot



-



sekunder



bahaya.



terhadap depresi sistem



Klien dapat mengidentifikasi



-



pada



2. Pantau



tingkat



kesadaran.



Klien tidak terjadi cedera



saraf



3. Orientasiakan klien pada



pusat.



tempat,



waktu, orang, dan kejadian. 4. Anjurkan



klien



untuk



tidak



beraktivitas.



Cemas



b.d. Setelah



dilakukan



tindakan



kurang



keperawatan 3 X 24 jam cemas



informasi



berkurang / hilang dengan KH : -



Klien



mengerti



tentang



penyakit dan gejala.



1. Kaji status mental. 2. Beri



penjelasan



hubungan proses



antara penyakit



dan gejala.



-



Klien merasa nyaman.



3. Jawab



setiap



-



Keluarga mampu melakukan



pernyataan dengan



perawatan mandiri



penuh perhatian. 4. Libatkan keluarga dalam perawatan.



E. Implementasi Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di buat Ketika di RS. Catat hasil dari implementasi yang dilakukan. Pastikan implementasi dilakukan secara baik dan benar sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dianjurkan. Sertakan tanggal, nama terang dan TTD (tanda tangan) ketika membuat dokumentasi evaluasi sebagai legalitas.



45



F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini di perlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Padila, 2012).



46



BAB V HASIL ANALISIS JURNAL



A. Analisa Hasil Penelitian Hasil penelitian ini didapat bahwa kedua responden berjenis kelamin laki-laki dan berusia 31 tahun. Hasil penelitian Ejaz butt, (2005) mengenai analisis morfologi pasien Space Occupying Lesion yang dilakukan oleh Rumah Sakit Lahore, Pakistan, selama 1 tahun didapatkan bahwa dalam 100 kasus space occupying lesion intrakranial, terdapat 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus pada wanita. Selain itu, pada usia 30-39 tahun terdapat 13 kasus, dan pada usia 40-49 terdapat 14 kasus. Sedangkan menurut hasil dogar (2015) menunjukkan bahwa terdapat 64 (62%) lakilaki dan 40 (38%) perempuan. Terlepas dari beberapa perbedaan dalam rasio, semua studi ini menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan B. Tujuan - Menganalisa karakteristik demografi pasien space occupying lesion dengan HIV dan toxoplasmosis cerebri - Menganalisis status neurologi pasien space occupying lesion dengan HIV dan toxoplasmosis cerebri. C. Judul Status Neuorologi pasien space occupying lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri. D. Lokasi Penelitian Studi kasus dilaksanakan di Ruang azalea RSHS Bandung pada Bulan November 2019 E. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus observasi. F. Jumlah Responden Sampel pada penelitian terdiri dari dua orang pasien space occupying lesion dengan HIV dan toxoplasmosis cerebri. G. Hasil penelitian dan pembahasan Hasil penelitian ini didapat bahwa kedua responden berjenis kelamin laki-laki dan berusia 31 tahun. Karakteristik demograpi pasien dalam studi ini adalah mengenai



47



durasi mulai sakit yang di alami kedua pasien Durasi mulai sakit yang di alami Tn. I yaitu sekitar 3 tahun yang lalu, pasien sudah sering mengeluh sakit kepala tetapi pasien tidak berobat ke rumah sakit. Sedangkan dengan Tn. Y sudah mengalami nyeri kepala selama 3 bulan, Semakin hari nyerinya semakin berat, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, dirasakan hampir setiap hari terutama pada saat bangun tidur dipagi hari. Durasi mulai sakit mempengaruhi manifestasi klinis yang ditunjukkan oleh pasien. Lama hari perawatan pada tuan I lebih lama yaitu 18 hari perawatan, sedangkan pada tuan Y lama hari perawatanya selama 8 hari. Pengaruh dari pelayanan medis dalam proses perawatan akan menentukan lama hari rawat pasien. . H. Kesimpulan Space Occupying Lesion merupakan penyakit dengan masalah umum mengenai adanya lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Lesi pada otak seperti, hematoma, kontusio serebri, infark, adanya abses otak dan tumor pada intracranial. Kedua pasien mempunyai riwayat penyakit penyerta yang sama yaitu HIV dan toxoplasmosis cerebri dan baru mendapatkan terapi Atiretroviral setelah dirawat di rumah sakit. Gangguan status neurologis yang paling dominan tampak pada pasien space occupying lesion dengan HIV dan toxoplasmosis cerebri diantaranya : Keluhan sakit kepala, gangguan kognitif dan gangguan berbicara serta kelemahan otot. I. Saran Monitoring status neurologis secara komprehensif.



48



Yusshy Kurnia Herliani4*, Hasniatisari Harun5, Epi Pitriana6 STUDI KASUS : STATUS NEUROLOGI PASIEN SPACE OCCUPYING LESION DENGAN HIV dan TOXOPLASMOSIS CEREBRI



Ade Iwan Mutiudin1, Ridal Sagala2, Tuti Pahria3 1,2,3,4,5



Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran



6



Ruang Azalea, RSUP Hasan Sadikin Bandung



* [email protected]



Abstrak Space occupying lesion merupakan desakan ruang yang diakibatkan peningkatan volume di dalam ruang intrakranial. Desakan ruang di intrakranial dapat mengakibatkan jaringan otak mengalami nekrosis sehingga dapat menyebabkan gangguan neurologik progresif. Pasien SOL dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri menunjukkan hampir 80-90% ditemukan memiliki kelainan neurologik. Tujuan : menganalisis karakteristik pasien dan menganalisis status neurologi. Metode : penelitian dekriptif dengan pendekatan studi kasus observasi. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan lembaran ceklis yang merupakan kriteria status neurologis berdasarkan Nanda, lembar observasi dan MMSE. Hasil : Durasi mulai sakit yang di alami kedua pasien lebih dari 3 bulan dengan lama hari perawatan lebih dari 7 hari. Kedua pasien mempunyai riwayat penyakit penyerta yang sama dan baru mendapatkan terapi Atiretroviral setelah dirawat di rumah sakit. Gangguan status neurologis yang paling dominan tampak pada pasien Space Occupying Lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri diantaranya : Keluhan sakit kepala, gangguan kognitif dan gangguan berbicara serta kelemahan otot. Saran : Monitoring status neurologi secara komprehensif merupakan bagian penting terutama pada pasien Space Occupying Lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri, agar pelayanan yang diberikan akan lebih optimal dan berkualitas. Sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh gangguan fungsi neurologi.



Kata Kunci : HIV, Status Neurologi, Space Occupying Lesion, Toxoplasmosis Cerebri



49



Abstract Case Study : Neurology Status of Patients Space Occupying Lesion with HIV and Cerebri Toxoplasmosis. Space occupying lesion is the insistence of space caused by an increase in volume in the intracranial space. Pressure in the intracranial space can brain tissue to experience necrosis so that it can cause progressive neurologic disorders. SOL patients with HIV and Cerebri Toxoplasmosis show nearly 80-90% are found to have neurological abnormalities. Aims : To analyze patient characteristics and analyze neurological status. Method : Descriptive research with an observational case study approach. The sampling technique used was consecutive sampling. Data collection tools use checklist sheets which are neurological status criteria based on Nanda, observation sheets and MMSE. Results : Duration of pain started in both patients was more than 3 months with a length of treatment more than 7 days. Both patients had a history of the same comorbidities and had only received Atiretroviral therapy after being hospitalized. The most dominant neurological status disorders seen in Space Occupying Lesion patients with HIV and Cerebri Toxoplasmosis include: Complaints of headaches, cognitive disorders and speech disorders and muscle weakness. Suggestion: Monitoring Neurology Status comprehensively is an important part especially in the patient's occupying lesion with HIV, so that the service provided will be more optimal and quality. Thus, it can reduce the morbidity and mortality rates caused by impaired neurological functions.



Keywords: HIV, Toxoplasmosis



Neurological



Status,



Space



Occupying



Lesion,



Cerebral



Pendahuluan Space Occupying Lesion (SOL) merupakan desakan ruang yang diakibatkan peningkatan volume di dalam ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Lesi desakan ruang (Space Occupying Lesion) bisa meningkatkan tekanan intrakranial (Wilson, L.M., & Price, S.A, 2006). Space Occupying Lesion bisa berupa neoplasma ataupun tumor, perdarahan ataupun granuloma. Jaringan otak akan mengalami nekrosis sehingga menyebabkan gangguan neurologik progresif (Sisca & Zam, 2017).



SOL dengan immunocompromise seperti pada pasien HIV merupakan suatu keadaan adanya defisiensi imun yang disebabkan oleh defisiensi yang progresif dari limfosit T (T helper), pasien dengan penurunan CD4 di bawah level kritis (CD4