Askep Tiroiditis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN TIROIDITIS



DI SUSUN OLEH :



AVERIANI BENEDITA ODILIA



113063C117003



RURIANTO



113063C117027



THABITA YOVI SRI DAYANTI



113063C117029



YOPA YOPISA



113063C117032



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN SUAKA INSAN BANJARMASIN 2019



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Anatomi Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).



Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005)



1.2 Fisiologi Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi 1. Tiroiditis adalah radang yang terjadi pada kelenjar teroid.(Irianto,2015 Hal 555) 2. Tiroiditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat dikaitkan dengan supurasi yang disebabkan oleh bakteria (seperti stafilokokus,



B-stafilokokus dan pneumokokus),



atau dapat bersifat nonsupuratif dan sekunder akibat virus atau mekanisme imunologik (Manning, dkk.1996) 3. Tiroiditis merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid, yang mungkin disebabkan oleh filtrasi sel neutrofil yang disusul oleh sel-sel limfosit dan histiosit; jenis radang ini jarang ditemukan (Quervein, Frizt de.1868-1940). 4. Tiroiditis menahun adalah penyakit autoimun yang disertai kenaikan kadar antibodi tiroid di dalam darah ( Sjamsu Hidajat. 1997).



2.2 Klasifikasi 1. Tiroiditis Akut Merupakan penyakit yang dikarenakan infeksi bakteri tertentu dan sebagai akibat radang mulut, tonsil, atau lymphonodi cervicales. 2. Tiroiditis Subakut Merupakan kelainan inflamasi akut kelenjar tiroid yang kemungkinan besar disebabkan infeksi virus. 3. Tiroiditis Kronik Merupakan penyebab utama goiter pada anak-anak dan dewasa muda dan kemungkinan penyebab utama “miksedema idiopatik” yang merupakan stadium akhir tiroiditis hashimoto dengan destruksi total kelenjar.



2.3Etiologi 1. Infiltrasi (perusakan) limfosit dan sel-sel plasma. 2. Gangguan autoimunitas. 3. Gangguan produksi T3 & T4 serum. 4. Gangguan TSH 5. Infeksi virus (campak, koksakie, dan adenovirus) 6. Infeksi bakteri (stafilokokuis, pneumokokus) 7. Defisiensi yodium. (Irianto,2015 Hal 555) 2.4 Manisfestasi Klinis A. Tiroiditis Akus 1. Nyeri leher anterior dan pembengkakan,demam, disfagia, dan disfonia. 2. Faringitis atau nyeri faring. 3. Sensasi hangat, eritema, dan nyeri tekan pada kelenjar tiroid.



B. Tiroiditis Subakut 1. Mialgia, faringitis, demam derajat rendah, keletihan, yang dapat berlanjut dengan munculnya bengkak yang nyeri sisi anterior leher yang berlangsung selama 1 hingga 2 bulan lalu menghilang dengan sendirinya tanpa efek sisa. 2. Tiroid membesar simetris dan nyeri. 3. Kulit diatas kelenjar kerap memerah dan terasa hangat. 4. Menelan mungkin sulit dan tidak nyaman. 5. Iritabilitas, gugup, insomnia, dan penurunan berat bedan ( manisfestasi hipertiroidisme) biasa terjadi. 6. Demam dan mengigil bisa terjadi.



7. Tiroiditis tak-nyeri : Gejala hipertiroidisme atau hipotiroidisme mungkin terjadi. C. Thyroiditis, chronic (Hashimoto’s Thyoiditis) Tiroiditis kronik umumnya terjadi pada wanita berusia 30 hingga 50 tahun dan disebut dengan penyakit Hashimoto atau tiroiditis limfositik kronik. Diagnosis didasarkan pada tampilan histologis kelenjar yang meradang. Bentuk kronis biasanya tidak disertai dengan nyeri, gejala akibat penekanan oleh kelenjar tiroid, demam, dan aktivitas tiroid biasanya normal atau menurun. Imunitas termediasi-sel dapat memainkan peranan penting dalam patogenesis tiroiditis kronik. Predisposisi genetik agaknya juga berpengaruh besar terhadap etiologi penyakit ini. Jika tidak diatasi, penyakit ini lambat laun akan berlanjut menjadi hipotiroidisme. 2.5 Patofisiologi Tiroiditis Subakut Pada fase awal, kadar T4 serum meningkat dan penderita mungkin mempunyai gejala tirotoksikosis, tetapi ambilan yodium radioaktif jelas tersupresi.. T3 dan T4 meningkat, sementara TSH serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid sangat rendah. Laju endap darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai setinggi 100 mm/jam pada skala Westergen. Autoantibodi tiroid biasanya tidak ditemukan di serum. Bersamaan dengan perjalanan penyakit, T3 dan T4 akan menurun. TSH akan naik dan didapatkan gejala-gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan meningkat, mencerminkan adanya penyembuhan kelenjar dan serangan akut. Tiroiditis subakut biasanya sembuh spontan setelah beberapa minggu atau bulan, kadang-kadang penyakit ini dapat mulai menyembuh dan tiba-tiba memburuk. Kadangkadang menyangkut pertama-tama satu lobus kelenjar tiroid, baru kemudian lobus satunya.



Eksaserbasi sering terjadi ketika kadar T4 telah turun, TSH telah meningkat dan kelenjar mulai berfungsi kembali. Tiroiditis Kronik (Tiroiditis Hashimoto, Tiroiditis Limfositik) Limfosit disensitasi terhadap antigen dan autoantibody tiroid terbentuk, yang bereaksi dengan antigen-antigen. Tiga autoantibodi tiroid terpenting adalah antibody tiroglobulin (Ab Tg), antibodi tiroid peroksidase (Ab TPD), dahulu disebut antibodi mikrosomal, dan TSH reseptor blocking antibody (TSH-R Ab [blok]). Selama fase awal, Ab Tg meningkat sedikit, kemudian Ab Tg akan menghilang, tapi Ab TPD akan menetap untuk bertahun-tahun. Destruksi kelenjar berakibat turunnya kadar T3 dan T4 serum, dan naiknya TSH. Mula-mula TSH bisa mempertahankan sintesis hormone yang adekuat dengan terjadinya pembesaran tiroid atau goiter, tetapi dalam banyak kasus kelenjar gagal dan terjadilah hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter.



Path Way Bakteri



Virus



Penyakit Autoimun



Gangguan Produksi T3 dan T4



Penurunan TSH serum



Laju endap darah meningkat



Peradangan Tiroid



Ketidak seimbangan Nutrisi Gangguan Menelan



Nyeri



2.6 Penatalaksanaan A. Tiroiditis akut 1. Agens antimikroba dan penggantian cairan. 2. Insisi bedah dan drainase, jika ada abses.



B. Tiroid subakut 1. Pengontrolan inflamasi ; obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) untuk mengarasi nyeri leher. 2. Agens penyekat beta untuk mengontrol gejala hipertiroidisme. 3. Kortikostiroid oral untuk mengatasi nyeri dan mengurangi pembengkakan; tidak selalu memengaruhi penyebab utama nyeri dan bengkak. 4. Pemantauan lanjutan. 5. Tiroiditis tak-nyeri: pengobatan ditunjukan untuk mengatasi gejala, dan kunjungan tidak lanjut rutin setiap tahun dianjurkan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan penanganan hipertiroidisme selanjutnya.



C. Tiroiditis Kronis Tujuan penanganan adalah untuk mengurangi ukuran kelenjar tiroid dan mencegah hipotiroid 1. Terapi hormon tiroid diberikan untuk mengurangi aktivitas tiroid dan produksi tiroglobulin. 2. Hormon tiroid diberikan apabila muncul gejala hipotiroid. 3. Operasi dilakukan apabila gejala tekan tidak kunjung hilang.



BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Keperawatan Informasi yang perlu diperoleh dari klien dan keluarga yaitu : 1. Keluhan Utama 1) Apakah merasa sakit pada tenggorokan ? 2) Apakah sulit untuk menelan ? 2. Data Obyektif a. Demam b. Tiroid membesar c. Gelisah d. Insomnia e. Penurunan berat badan f. Disfagia 3. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi - melihat, apakah ada pembesaran tiroid pada leher pasien 2) Palpasi - leher pasien (kenyal atau keras)



4. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Subakut a. Pada mulanya, T3 dan T4 meningkat, bersamaan dengan perjalanan penyakit, T3 dan T4 akan menurun. b. Sementara TSH serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid sangat rendah. Bersamaan perjalanan penyakit TSH akan naik dan didapatkan gejala-gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan meningkat, mencerminkan adanya penyembuhan dan serangan akut. c. Laju endap darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai setinggi 100 mg/jam pada skala Westergren. d. Autoantibody tiroid biasanya tidak ditemukan di serum.



2) Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Kronik (Hashimoto) a. Terdapat kelainan multiple pada metabolisme iodine. Aktivitas peroksida menurun sehingga organifikasi iodine terganggu. b. Iodinasi material protein yang metabolic tidak aktif terjadi, sehingga terdapat PBI serum yang tinggi tidak sebanding dengan T4 serum. c. Ambilan radio iodin bisa tinggi, normal atau rendah. d. Kadar hormone tiroid sirkulasi biasanya normal atau rendah dan bila rendah, TSH akan meningkat. e. Penemuan laboratorium yang paling menonjol adalah titer yang tinggi dari antibodi antitiroid di serum.



f. Uji serum untuk Ab Tg atau Ab TPO positif kuat pada kebanyakan penderita tiroiditis hashimoto. g. Biopsy aspirasi jarum halus. 3.2 Diagnosa 1.



Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.



2.



Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna dengam ketidakmampouan pemasukan makanan.



3.



Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit tiroiditis.



3.3 Intervensi 1.



Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Kriteria Hasil : a. Kemampuan menelan adekuat. b. Dapat memtoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau aspirasi. Intervensi : ( Aspiration Precaution ) 1) Pantau tingkat kesadaran reflex batuk, reflex muntah dan kemampuan menelan. 2) Suapkan makanan dalam jumlah kecil 3) Penawaran makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum menelan. 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna dengam ketidakmampouan pemasukan makanan. Kriteria Hasil : a. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. b. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.



Intervensi : Nutrition Management 1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 2) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 3) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi ) Nutrition Monitoring 1) Monitor BB pasien 2) Monitor mual dan muntah Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit tiroiditis. 3. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit tiroiditis. Kriteria Hasil : a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan. ) b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi : Pain Management : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif ternmasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi. 2) Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan. 3) Ajarkan tentang teknik non farmakologi Analgesic Administration



1) Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu kali. 3.4 Implementasi 1. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Implementasi : 1) Memantau tingkat kesadaran reflex batuk, reflex muntah dan kemampuan menelan. 2) Menyuapkan makanan dalam jumlah kecil 3) Menawaran makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum menelan. 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna dengam ketidakmampouan pemasukan makanan. Implementasi : Nutrition Management 1) Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 2) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 3) Memberikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi ) Nutrition Monitoring 4) Memonitor BB pasien 5) Memonitor mual dan muntah



3. Penawaran makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum menelan. Implementasi : Pain Management : 1) Melakukan



pengkajian



nyeri



secara



komprehensif



ternmasuk



lokasi,



karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi. 2) Memobservasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan. 3) Mengajarkan tentang teknik non farmakologi Analgesic Administration 1) Memilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari satu kali. 3.5 Evaluasi 1. Gangguan menelan teratasi sebagian. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi. 3. Nyeri akut teratasi.



DAFTAR PUSTAKA



Amin dan Hardi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NICNOC. Yogjakarta: Mediaction Publising. Brunner dan Suddarth . 2014 . Keperawatan Medikal-Bedah . Jakarta : EGC Irianto, Koes. 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit.Bandung : Alfabeta Nur dan Ledy. 2016 . Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan Pendekatan Nanda NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika Priscilla, Karen, dan Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC