Askep [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Lia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT



Oleh :



NAMA NIM



: FARY MISDINOOR ARIANTO : P07220117048



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN SAMARINDA 2020



2



KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur



Oleh :



NAMA NIM



: FARY MISDINOOR ARIANTO : P07220117048



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN SAMARINDA 2020



3



SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari Karya Tulis Ilmiah orang lain untuk memperoleh gelardari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun baik sebagian maupun keseluruhan. Jika terbukti bersalah, saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.



Balikpapan…………….. Yang menyatakan FARY MISDINOOR ARIANTO P07220117048



ii



1



LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJIKAN TANGGAL 14 MEI 2020 Oleh Pembimbing



Nurhayati,S.ST, M.Pd NIDN. 4024016801 Pembimbing Pendamping



Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd NIDN. 4008047301



Mengetahui, Ketua Program Studi D-III Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim



Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep NIP. 196803291994022001



iii



2



LEMBAR PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cholelithiasis Di Rawat Di Rumah Sakit. Telah diuji Pada tanggal 14 Mei 2020



PANITIA PENGUJI



Ketua Penguji: (………………………………)



Ns. Siti Nuryanti, S.kep.,M.Pd NIDN. 4023126901



Penguji Anggota : (………………………………)



1. Nurhayati,S.ST, M.Pd NIDN. 4024016801



(………………………………)



2. Ns.Asnah. S.Kep.M.Pd NIDN. 4008047301



Mengetahui, Ketua Jurusan Keperawatan



Ketua Program Studi D-III Keperawatan



Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur



Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur



Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes.



Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep.



NIP. 19650825198503200



NIP. 196803291994022001



iv



3



DAFTAR RIWAYAT HIDUP



A. Data Diri 1. Nama



: Fary Misdinoor Arianto



2. Jenis Kelamin



: Laki-Laki



3. Tempat, Tanggal Lahir



: Tabalong, November 1998



4. Agama



: Islam



5. Pekerjaan



: Mahasiswa



6. Alamat



: Karang jati



B. Riwayat Pendidikan 1. SDN 021 Balikpapan Tengah 2. SMPN 9 Balikpapan 3. SMK KESEHATAN AIRLANGGA Balikpapan 4. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim Tahun 2017 sampai sekarang.



v



4



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata'ala sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dalam rangka memenuhi persyaratan ujian akhir program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Jurusan Keperawatan dengan judul “Literatur review Asuhan keperawatan pada Pasien Cholelithiasis di Ruang Flamboyan B dan E RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan” Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. H. Supriadi B, S. Kp., M. Kep, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim. 2. Dr. Edy Iskandar, Sp.PD.,FINASIM.,MARS, selaku Direktur Rumah Sakit Umum dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. 3. Hj. Umi Kalsum, S. Pd., M. Kes, selaku Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur. 4. Ns. Andi Lis Arming G, S. Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur. 5. Ns. Grace Carol Sipasulta, M. Kep.,Sp. Kep. Mat, selaku penanggung jawab Prodi D-III Keperawatan Samarinda jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim. vi



5



6. Nurhayati, S.ST., M.Pd sebagai Dosen Pembimbing I penyelesaian laporan Karya Tulis Ilmiah. 7. Ns.Asnah. S.Kep.M.Pd sebagai Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah. 8. Para Dosen dan seluruh staf Keperawatan Politeknik Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur yang telah membimbing dan mendidik penulis dalam masa pendidikan. 9. Rekan-rekan mahasiswa/I jurusan keperawatan Prodi D-III Keperawatan Samarinda Poltekkes kemenkes kaltim. Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran, serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan proposal ini.



Balikpapan, Mei 2020



Fary Msidinoor Arianto



vii



6



ABSTRAK Pendahuluan: Menjaga asupan makanan juga diperhatikan karna mengkonsumsi makanan yang memiliki kadar kalori dan lemak berlebih dari jumlah yang dibutuhkan juga berbahaya bagi tubuh karna akan menyebabkan berbagai penyakit salah satunya Cholelithiasis.Penelitian ini bertujuan untuk Mempelajari dan memahami secara mendalam mengenai Asuhan keperawatan pada pasien pre dan post Cholelithiasis di RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Metode: Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan pendekatan Asuhan Keperawatan dengan melaksanakan asuhan sebagai unit analisis. Unit analisis adalah klien dewasa . Instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku di Prodi Keperawatan Poltekkes Kaltim. Hasil dan pembahasan: Berdasarkan pada pengkajian, penegakkan diagnosa, intervensi, implementasi dan hasil evaluasi, didapatkan data dari masing-masing pasien mengeluh nyeri pada area perut. Pada pasien pertama ditemukan 1 diagnosa pre operatif dan 3 diagnosa post operatif sedangkan pada pasien 2 didapatkan 2 diagnosa post operatif dan 3 diagnosa post operatif Kesimpulan dan saran: Dapat disimpulkan bahwa setiap pasien dengan Cholelithiasis memiliki respon yang berbeda terhadap penyakitnya. Diharapkan perawat lebih mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pre dan post operatif Cholelithiasis.



viii



7



ABSTRACT Introduction: Maintaining food intake is also considered because consuming foods that have excessive levels of calories and fat than the amount needed is also dangerous for the body because it will cause various diseases, one of which is Cholelithiasis. This research aims to study and understand deeply about nursing care in pre and Cholelithiasis post at RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Methods: This study uses the literature review method with the Nursing Care approach by carrying out care as a unit of analysis. The unit of analysis is a mature client. The data collection instrument used the format of Nursing Care assessment in accordance with the applicable provisions in East Kalimantan Poltekkes Nursing Study Program. Results and discussion: Based on the assessment, diagnosis, intervention, implementation and evaluation results, data from each patient complained of pain in the fractured area. In the first patient found 1 preoperative diagnosis and 3 post operative diagnoses while in patient 2 there were 2 post operative diagnoses and 3 post operative diagnoses Conclusions and suggestions: It can be concluded that each patient with Cholelithiasis has a different response to the disease. It is expected that nurses are better able to carry out comprehensive nursing care and increase the ability and knowledge in conducting nursing care in patients with pre and post operative Cholelithiasis



ix



8



DAFTAR ISI Halaman



Halaman sampul ................................................................................................. i Surat pernyataan .................................................................................................. ii Lembar persetujuan ........................................................................................... iii Lembar pengesahan ........................................................................................... iv Daftar riwayat hidup ........................................................................................... v Kata pengantar .................................................................................................. vi Abstrak .............................................................................................................viii Daftar isi ............................................................................................................. x Daftar Gambar ................................................................................................ xiv Daftar Tabel .................................................................................................... xvi Daftar Lampiran ............................................................................................. xvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 x



9



1. Tujuan Umum ............................................................................ 6 2. Tujuan Khusus ........................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 1. Bagi Peneliti .............................................................................. 7 2. Bagi Tempat Peneliti ................................................................. 7 3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan .................................... 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis Cholelithiasis 1. Definisi ....................................................................................... 8 2. Etiologi ....................................................................................... 9 3. Anatomi ..................................................................................... 11 4. Fisiologi .................................................................................... 12 5. Patofisiologi .............................................................................. 14 6. Manifestasi klinis ...................................................................... 15 7. Komplikasi ................................................................................ 16 8. Pencegahan dan penanganan ..................................................... 16 9. Pemeriksaan diagnostik ............................................................. 19 10. Pathway ...................................................................................... 22 B. Konsep Masalah Keperawatan 1. Pengertian Masalah Keperawatan .............................................. 23 2. Kriteria Mayor dan Minor .......................................................... 23 3. Kondisi Klinis Terkait ................................................................ 23 C. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Konsep asuhan keperawatan ...................................................... 32 2. Pengkajian ................................................................................. 32 3. Diagnose keperawatan .............................................................. 35 4. Intervensi .................................................................................. 37 5. Implementasi .............................................................................. 47 xi



10



6. Evaluasi .................................................................................... 47 BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan atau desain penelitian ................................................. 49 B. Subjek penelitian ........................................................................... 49 C. Batasan istilah ................................................................................. 51 D. Lokasi dan waktu penelitian .......................................................... 52 E. Prosedur penelitian ......................................................................... 53 F. Metode dan instrument pengumpulan data .................................... 55 G. Keabsahan data .............................................................................. 56 H. Analisa data ................................................................................... 56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran lokasi penelitian........................................................... 58 2. Data asuhan keperawatan .............................................................. 60 a. Pengkajian ............................................................................... 60 b. Diagnosa keperawatan ............................................................. 79 c. Perencanaan keperawatan ........................................................ 81 d. Implementasi keperawatan ...................................................... 84 e. Evaluasi keperawatan .............................................................. 97 B. Pembahasan 1. Pengkajian ............................................................................. 103 2. Diagnosa keperawatan ........................................................... 111 3. Perencanaan keperawatan ...................................................... 134 4. Implementasi keperawatan .................................................... 146 5. Evaluasi keperawatan ............................................................ 151



xii



11



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ................................................................................. 154 2. Saran ........................................................................................... 156 DAFTAR PUSTAKA



xiii



1



DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Anatomi Kandung Empedu .............................................................. 13



xiv



DAFTAR BAGAN Bagan Pathway Cholelithiasis ......................................................................... 22



xv



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Intervensi Nyeri Akut pre operatif ........................................................ 37 Tabel 2.2 Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik pre operatif ................................ 38 Tabel 2.3 Intervensi Hipertermi pre operatif......................................................... 39 Tabel 2.4 Intervensi Defisit Nutrisi pre operatif ................................................... 40 Tabel 2.5 Intervensi Resiko Ketidakseimbangan Cairan pre operatif................... 41 Tabel 2.6 Intervensi Resiko Syok pre operatif ...................................................... 42 Tabel 2.7 Intervensi Nyeri Akut post operatif ...................................................... 43 Tabel 2.8 Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik post operatif ............................... 44 Tabel 2.8 Intervensi Resiko infeksi post operatif.................................................. 45 Tabel 2.9 Hasil anamnese pasien Cholelithiasis ................................................... 60 Tabel 3.0 Hasil pemeriksaan fisik pasien Cholelithiasis ....................................... 63 Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan data penunjang ........................................................ 72 Tabel 3.1 Penatalaksanaan terapi pasien ............................................................... 74 Tabel 3.3 Analisa data pada pasien 1 pre operatif ................................................ 75 Tabel 3.4 Analisa data pada pasien 2 pre operatif ................................................ 77 Tabel 3.5 Diagnosa keperawatan .......................................................................... 79 Tabel 3.6 Perencanaan .......................................................................................... 81 Tabel 3.7 Pelaksanaan ........................................................................................... 84 Tabel 3.9 Implementasi ......................................................................................... 90 Tabel 4.0 Evaluasi ................................................................................................. 97 xvi



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 ............................................................................ Lembar Konsultasi Lampiran 2 ...................................................... Literature Riview Kasus Pasien 1 Lampiran 3 ........................................................ Literature review kasus pasien 2



1



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah harta paling berharga dari kehidupan, seluruh aktivitas hanya bisa dilakukan ketika kondisi badan sehat. Menjalani pola makan sehat merupakan cara termudah untuk menjaga kebugaran badan dan mencegah tubuh terserang dari penyakit. Menjaga asupan makanan merupakan pondasi untuk memiliki tubuh yang sehat. Sayangnya, masih banyak orang yang tak tergerak meluangkan waktu untuk melakukannya (Nathaniel et al., 2018). Menjaga asupan makanan juga diperhatikan karna mengkonsumsi makanan yang memiliki kadar kalori dan lemak berlebih dari jumlah yang dibutuhkan juga berbahaya bagi tubuh karna akan menyebabkan penyakit obesitas. Obesitas merupakan suatu gangguan yang melibatkan lemak tubuh berlebihan yang meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi, penakit jantung, stroke, penyakit kandung empedu atau Cholelithiasis (Putri Sella Agustin, 2016).



Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu (Musbahi et al., 2019).



1



2



Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017). Di Amerika Serikat, sebanyak 10% sampai 15% populasi orang dewasa menderita batu empedu. Prevalensi tertinggi terjadi di Amerika Utara yaitu suku asli Indian, dengan presentase 64,1% pada wanita dan 29,5% pada pria. Sementara prevalensi yang tinggi juga terdapat pada suku Non Indian di Amerika Selatan, dengan presentase 49,9% pada wanita negara Chili suku Mapuche Indian asli dan 12,6% pada pria. Prevalensi ini menurun pada suku campuran Amerika yaitu 16,6% pada wanita dan 8,6% pada pria. Prevalensi menegah terjadi pada masyarakat Asia dan masyarakat Amerika kulit hitam yaitu 13,9% pada wanita dan 5,3% pada pria. Sedangkan prevalensi terendah ditemukan pada masyarakat Sub-Saharan Afrika yaitu < 5% (Alhawsawi et al., 2019) .



Di Asia prevalensi Cholelithiasis yaitu sebesar 3% sampai 10%. Di indonesia, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi Cholelithiasis pada dewasa adalah sebesar 15,4%, dan prevalensi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu 11,7%. Saat ini penderita Cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena perubahan gaya



3



hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak dan menjadikan pemicu terjadinya Cholelitiasis (Riskesdas, 2018). Insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok berisiko tinggi yang di singkat dengan “6F” yaitu : fat, fifties, female, fertile, food, dan family. Terbentuknya batu empedu disebabkan oleh banyak faktor risiko dimana kejadiannya akan meningkat seiring dengan banyaknya faktor risiko yang dimiliki, dimana faktor risikonya terdiri dari usia, jenis kelamin, obesitas, dan diabetes mellitus. Di dalam kantung empedu terdapat cairan yang disebut sebagai empedu dan berperan dalam pencernaan lemak. Batu empedu akan terbentuk ketika cairan empedu tersebut mengeras. Ukuran batu empedu bisa bermacammacam, mulai dari yang sekecil butiran pasir hingga sebesar bola pingpong. Cairan empedu yang mengeras dan menjadi batu tersebut memiliki jumlah yang bervariasi. Seseorang bisa memiliki banyak batu, bisa juga hanya memiliki satu batu pada kantong empedu, jika orang tersebut mengidap batu empedu (Andalas, 2017). Batu empedu bisa terjadi karena adanya kolesterol yang mengeras dan tertimbun dalam cairan empedu. Ini terjadi karena ada ketidakseimbangan antara senyawa kimia dan kolesterol dalam cairan tersebut. pada umumnya batu empedu tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, apabila batu empedu menyumbat saluran empedu, maka pengidap batu empedu akan mengalami rasa sakit pada bagian kanan perut yang datang secara tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier.



4



Cholelithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan. Cholelithiasis dapat menyebabkan terjadinya kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, jaundice, dan kanker kandung empedu (Winata et al., 2018).



Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara nonbedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL. Sehingga masalah yang terjadi pada saat sebelum tindakan bedah pasien mengalami gejala nyeri mendadak dan terus-menerus pada perut kanan atas bahkan mengalami kecemasan saat ingin menjalani tindakan pembedahan, dan setelah dilakukannya tindakan Cholecystectomy dapat menimbulkan masalah baru yaitu, terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur tindakan invasive mengakibatkan munculnya gangguan integritas kulit dan mengakibatkan kuman atau bakteri mudah masuk kedalam jaringan kulit, sehingga pasien beresiko untuk terkena infeksi (Bruno, 2019).



Maka disini perawat berperan penting dalam memberikan asuhan pre maupun post agar tidak terjadinya peningkatan keparahan penyakit pada pasien. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan, dituntut mampu melakukan pengkajian secara komprehensif, menegakkan diagnose, merencanakan intervensi, memberikan intervensi keperawatan dan intervensi yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam melaksanakan



5



pemberian asuhan keperawatan kepada pasien, serta melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Salah satu intervensi perawat dalam penanganan Pasien Cholelithiasis pada pre operasi adalah dengan mengurangi keluhan nyeri pada pasien dengan cara pencegahan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Selain itu perawat juga berperan penting dalam melakukan perawatan luka kepada pasien selesai tindakan pembedahan atau post operasi untuk mencegah terjadinya infeksi (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).



Berdasarkan observasi ruangan di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwobowo didapatkan data bahwa dalam dua tahun terakhir kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis di ruangan Flamboyan E mengalami peningkatan. Selama Tahun 2018 kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis di ruangan flamboyan E adalah sebanyak 36 kasus. Sedangkan data kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis diruangan falmboyan E selama tahun 2019 adalah sebanyak 46 kasus (Rekam Medik RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo, 2019) .



Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kejadian penyakit Cholelitiasis pada ruang Flamboyan E RSKD dr. Kanujoso Djatiwibowo.



6



B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.x di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan tahun 2020?” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan proposal karya tulis ilmiah ini dibedakan menjadi dua tujuan yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan ? 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pre dan post operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan. b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pre dan post operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan. c. Mampu menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan masalah keperawatan pada pasien dengan pre dan post operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan.



7



d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan tindakan keperawatan pada pasien pre dan post Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan. e. Mampu mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar di lapangan dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis. 2. Bagi tempat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada bidang Pelayanan Kesehatan mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis sehingga dapat menjadi perantara untuk mengatasi masalah pasien dalam proses penyembuhan. 3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang aplikasi teori Asuhan Keperwatan pada pasien Cholelithiasis secara langsung



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis Cholelithiasis 1. Definisi Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian Cholelithiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history). Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu



8



9



proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019). Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduaduanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit Cholelithiasis. Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam (Musbahi et al., 2019). 2. Etiologi Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Hati terletak di kuadran kanan atas



10



abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu (Alhawsawi et al., 2019) . Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi



11



parasit seperti Ascharis lumbricoides. Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan, Jadi dari beberapa sumber penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada kandung empedu (Cholelithiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik nonhemolitik, wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak (Widodo, 2015). 3. Anatomi Gambar 1.1 Kandung empedu



Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung



12



empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (Bruno, 2019). 4. Fisiologi Fungsi kandung empedu, yaitu: a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya



dari



usus.



Hemoglobin



yang



berasal



dari



13



penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses (Reinecke, 2018).



14



5. Patofisiologi Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Nanda, 2020). Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan



15



batu



meningkat



bersamaan



dengan



penambahan



umur,



karena



bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbs garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM. (Ferreira Junior et al., 2019). 6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Nanda, 2020) . Gejala yang mungkin timbul pada pasien Cholelithiasis adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan



16



atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam posi besar (Nanda, 2020). 7. Komplikasi Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops dan emfiema. a. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu. b. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi lagi oleh empedu. c. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa d. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu (Baloyi, Rose, & Morare, 2020). 8. Pencegahan dan Penanganan Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat yang sehat yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai upaya untuk mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada masyarakat



17



dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir faktor risiko penyebab Cholelithiasis, seperti menurunkan makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih. Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL (Bruno, 2019). Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada



sebagian



besar



kasus



Cholelithiasis.



Jenis



kolesistektomi



laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung



kandung



empedunya.



Keuntungan



dari



kolesistektomi



laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut (Paasch, Salak, Mairinger, & Theissig, 2020).



18



Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu empedu



yaitu



suatu



metode



melarutkan



batu



empedu



dengan



menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanion atau metil tertier butil eter) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-bedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et al., 2020). Endoscopi terapeutik



Retrograde



dengan



melakukan



Cholangi



Pancreatography



sfingterektomi



endoskopik



(ERCP) untuk



mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi, pertama kali dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.



Extracorporeal Shock-



Wave Lithoripsy (ESWL) merupakan prosedur non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sebuah



19



fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Bini, Chan, Rivera, & Tuda, 2020). Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi penyakit yang lain, mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan tersebuit bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol (Bini et al., 2020). 9. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis adalah (Bini et al., 2020) : a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x. b. Ultrasonografi Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG



20



dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)



21



Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu .



22



23



B. Konsep Masalah Keperawatan 1. Pengertian Masalah Keperawatan Masalah



keperawatan merupakan label diagnosis keperawatan yang



menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya (PPNI, 2017). 2. Kriteria Mayor dan Minor Kriteria mayor adalah tanda/gejala yang ditemukan sekitar 80% - 100% untuk validasi diagnosa. Sedangkan kriteria minor adalah tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa (PPNI, 2017). 3. Kondisi Klinis Terkait Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan klien mengangkat masalah kesehatan (PPNI,2017) Berikut adalah masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia



(PPNI,



2017) : Masalah keperawatan pada Pre operatif : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi) b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan



24



e. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi intestinal f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume cairan Masalah keperawatan pada Post operatif : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur operasi) b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive Berikut adalah urian masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) : Uraian diagnosa keperawatan pada Pre operatif : 1) Nyeri akut D.0077 a) Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. b) Penyebab Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)



25



c) Batasan karakteristik (1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut antara lain: Subjektif



Objektif



1. Mengeluh Nyeri



1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur



(2) Data Minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut antara lain: Subjektif



Objektif



(Tidak tersedia)



1. Tekanan darah meningkat 2. Pola nafas berubah 3. Nafsu makan berubah 4. Proses berfikir terganggu 5. Menarik diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis



d) Kondisi Klinis Terkait Infeksi 2) Gangguan mobilitas fisik D.0054 a) Definisi



26



Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara mandiri. b) Penyebab Nyeri c) Batasan karakteristik (1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan mobilitas fisik antara lain: Subjektif



Objektif



1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas



1. Kekuatan otot menurun 2. Rentang gerak menurun



(2) Data minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan mobilitas fisik antara lain: Subjektif 1. Nyeri saat bergerak 2. Enggan melakukan pergerakan 3. Merasa cemas saat bergerak



Objektif 1. Sendi kaku 2.Gerakan tidak terkoordinasi 3. Gerakan terbatas 4. Fisik Lemah



d) Kondisi klinis terkait Nyeri 3) Hipertermi D.0130 a) Definisi Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh



27



b) Penyebab Proses penyakit ( misalnya infeksi, kanker ) c) Batasan karakteristik (1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi antara lain : Subjektif



Objektif



(Tidak tersedia)



1. Suhu tubuh di atas normal



(2) Data minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose hipertermi antara lain : Subjektif



Objektif



(Tidak tersedia)



1. Kulit merah 2. Takikardi 3. Kulit terasa hangat



d) Kondisi klinis terkait Proses infeksi 4) Defisit nutrisi D.0019 a) Definisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme b) Penyebab Ketidakmampuan mencerna makanan



28



c) Batasan karakteristik (1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa defisit nutrisi antara lain: Subjektif



Objektif



(Tidak tersedia)



Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal



(2) Data minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa defisit nutrisi antara lain: Subjektif



Objektif



1. Kram atau nyeri abdomen



1. Bising usus hiperaktif



2. Nafsu makan menurun



2. Otot menelan lemah



d) Kondisi klinis terkait : Infeksi 5) Resiko ketidakseimbangan cairan D.0036 a) Definisi Berisiko mengalami penurunann peningkatan atau percepatan perpindahan



cairan



intraselular b) Faktor resiko Obstruksi intestinal



dari



intravaskuler,



interstisial,



atau



29



c) Kondisi klinis terkait Perdarahan 6) Resiko syok (Hipovolemik) D0039 a) Definisi Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa b) Faktor resiko Kekurangan volume cairan c) Kondisi klinis terkait Perdarahan Uraian diagnosa keperawatan pada Post operatif : 1) Nyeri akut D.0077 a) Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. b) Penyebab Agen pencedera fisik (Prosedur operasi) c) Batasan karakteristik (1) Data mayor



30



Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut antara lain : Subjektif



Objektif



1. Mengeluh Nyeri



1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur



(2) Data Minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut antara lain: Subjektif



Objektif



(Tidak tersedia)



1. Tekanan darah meningkat 2. Pola nafas berubah 3. Nafsu makan berubah 4. Proses berfikir terganggu 5. Menarik diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis



d) Kondisi Klinis Terkait Kondisi pembedahan 2) Gangguan mobilitas fisik D.0054 a) Definisi Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara mandiri.



31



b) Penyebab Nyeri c) Batasan karakteristik (1) Data mayor Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan mobilitas fisik antara lain: Subjektif



Objektif



1. Mengeluh sulit menggerakan extremitas



1. Kekuatan otot menurun 2. Rentang gerak menurun



(2) Data minor Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose gangguan mobilitas fisik antara lain: Subjektif



Objektif



4. Nyeri saat bergerak 5. Enggan melakukan pergerakan 6. Merasa cemas saat bergerak



1. Sendi kaku 2.Gerakan tidak terkoordinasi 3. Gerakan terbatas 4. Fisik Lemah



d) Kondisi klinis terkait Nyeri 3) Resiko infeksi D0142 b) Definisi Beresiko



mengalami



patogenik c) Faktor resiko Efek prosedur invasive



peningkatan



terserang



organisme



32



d) Kondisi klinis terkait Tindakan invasive C. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020). Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) : a. Identitas 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya. 2) Identitas penanggung jawab Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.



33



b. Riwayat Kesehatan 1)



Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.



2)



Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.



3)



Riwayat kesehatan yang lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.



4)



Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis



c. Pemeriksaan fisik 1)



Keadaan Umum : a) Penampilan Umum



34



Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien b) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien. c) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS) 2)



Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.



d. Pola aktivitas 1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan 2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest 3) Aspek Psikologis Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati 4) Aspek penunjang



35



b) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat) c) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017) Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan faktor risiko yang memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan. Diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan



36



masalah keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu (Yeni & Ukur, 2019). Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah : Masalah keperawatan pada Pre operatif : g. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi) h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri i. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit j. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan k. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi intestinal l. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume cairan



37



Masalah keperawatan pada Post operatif : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur operasi) b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif 3. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan. Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Lestari et al., 2019).



38



Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan mengalami pembedahan adalah: Intervensi keperawatan pada pasien pre operatif : a.



Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077 Tabel 2.1 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. diharapkan nyeri pada pasien berkurang atau menurun dengan kriteria hasil: a. Keluhan nyeri menurun b. Meringis menurun c. Sikap protektif menurun d. Gelisah menurun e. Kesulitan tidur menurun f. Menarik diri menurun g. Berfokus pada diri sendiri menurun h. Diaforesis menurun i. Frekuensi nadi membaik j. Pola nafas membaik k. Tekanan darah membaik l. Prilaku membaik m. Pola tidur membaik



Observasi : a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respons nyeri non verbal d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan i. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik : a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri b. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri c. fasilitasi istirahat dan tidur d. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi : a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri b. jelaskan strategi meredakan nyeri c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri d. anjurkan menggunakan analgetik secara tepat e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



39



b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054 Tabel 2.2 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. Diharapkan mobilitas fisik pasien meningkat dengan kriteria hasil: a. Pergerakan extremitas meningkat b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak meningkat d. Nyeri menurun e. Kecemasan menurun f. Gerakan tidak terkoordinasi menurun g. Gerakan terbatas menurun h. Kelemahan fisik menurun



Observasi : a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik : a. b. c.



Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi



Edukasi : a. b. c.



Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Anjurkan melakukan ambulasi dini Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan



40



c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130 Tabel 2.3 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. Diharapkan suhu tubuh pasien membaik dengan kriteria hasil: a. Mengigil menurun b. Kulit merah menurun c. Akrasianosis menurun d. Pucat menurun e. Piloereksi menurun f. Kejang meurun g. Suhu tubuh membaik h. Suhu kulit membaik i. Kadar glukosa darah membaik j. Pengisian kapiler membaik k. Ventilasi membaik l. Tekanan darah membaik



Observasi : a. Identifikasi penyebab hipertermia b. Monitor suhu tubuh c. Monitor kadar elektrolit d. Monitor haluan urine e. Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik : a. b. c. d. e. f.



Sediakan lingkunga yang dingin Basahi dan kipasi permukaan tubuh Berikan cairan oral Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika terjadi hyperhidrosis Hindari pemberian antipiretik dan aspirin Berikan oksigen



Edukasi : a.



Anjurkan tirah baring



Kolaborasi : a.



Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena



41



d. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019 Tabel 2.4 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … Diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil: a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat b. Berat badan membaik c. Indeks massa tubuh membaik d. Frekuensi makan membaik e. Nafsu makan membaik f. Nyeri abdomen menurun g. Perasaan cepat kenyang menurun h. Kekuatan otot menelan meningkat i. Membrane mukosa membaik j. Bising usus membaik



Observasi : a. Identifikasi status nutrisi b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan c. Identifikasi makanan disukai d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric f. Monitor asupan makanan g. Monitor berat badan h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik a. b. c. d. e. f. g.



Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu Fasilitas menentukan pedoman diet Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai Berikan makanan tinggi seratuntuk mencegah konstipasi Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein Berikan suplemen makanan, jika perlu Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi



Edukasi : a. b.



Anjarkan posisi duduk, jika perlu Ajarkan diet yang deprogramkan



Kolaborasi a. b.



Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu Kolaborasi dengan ahli gizi untuk untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang di butuhkan, jika perlu



42



e. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi intestinal D.0036 Tabel 2.5 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. Diharapkan keseimbangan cairan pasien meningkat dengan kriteria hasil: a. Asupan cairan meningkat b. Keluaran urin meningkat c. Kelembapan membrane Mukosa d. Asupan makanan meningkat e. Edema menurun f. Asites menurun g. Tekanan darah membaik h. Denyut nadi radial membaik i. Tekanan arteri rata-rata membaik j. Mata cekung membaik k. Turgor kulit membaik l. Berat badan membaik



Observasi : a. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,akral,pengisian kapiler,kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah) b. Monitor berat badan harian c. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium e. Monitor status hemodinamik Terapeutik : a. b. c.



Catat intake dan output lalu hitung balance cairan 24 jam Berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan Berikan cairan intravena , jika diperlukan



Kolaborasi : a.



Kolaborasi pemberian diuretic, jika diperlukan



43



f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume cairan D.0039 Tabel 2.6 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. Diharapkan pasien sudah tidak mengalami syok dengan kriteria hasil: a. Kekuatan nadi meningkat b. Output urinei meningkat c. Tingkat kesadaran meningkat d. Saturasi oksigen meningkat e. Akral dingin menurun f. Pucat menurun g. Haus menurun h. Tekanan darah sistolik membaik i. Tekanan darah diastolic membaik j. Tekanan nadi membaik k. Frekuensi nafas membaik



Observasi : a. Monitor status kardiopulmonal b. Monitor status oksigenasi c. Monitor status cairan d. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil e. Periksa riwayat alergi Terapeutik : a.



b. c. d. e.



Berikan oksigen untuk mempertahan kan saturasi oksigen Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu Pasang jalur IV, jika perlu Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi



Edukasi : a. b. c.



d.



Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok Jelaskan tanda dan gejala awal syok Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan gejala syok Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral



Kolaborasi : a. b. c.



Kolaborasi pemberian IV, jika perlu Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu



44



Intervensi keperawatan pada pasien post operatif : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077 Tabel 2.7 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi : keperawatan selama …. Diharapkan a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi, nyeri pasien berkurang atau menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dengan kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri a. Keluhan nyeri menurun c. Identifikasi respons nyeri non verbal b. Meringis menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat dan c. Sikap protektif menurun memperingan nyeri d. Gelisah menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan e. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri f. Menarik diri menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap g. Berfokus pada diri sendiri respon nyeri menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas h. Diaforesis menurun hidup i. Frekuensi nadi membaik h. Monitor keberhasilan terapi komplementer j. Pola nafas membaik yang sudah diberikan k. Tekanan darah membaik i. Monitor efek samping penggunaan l. Prilaku membaik analgetik m. Pola tidur membaik Terapeutik : i. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri j. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri k. fasilitasi istirahat dan tidur l. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi : a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri b. jelaskan strategi meredakan nyeri c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri d. anjurkan menggunakan analgetik secara tepat e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : b. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



45



b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054 Tabel 2.8 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … .Diharapkan mobilitas fisik pasien meningkat dengan kriteria hasil: a. Pergerakan extremitas meningkat b. Kekuatan otot meningkat c. Rentang gerak meningkat d. Nyeri menurun e. Kecemasan menurun f. Gerakan tidak terkoordinasi menurun g. Gerakan terbatas menurun h. Kelemahan fisik menurun



Observasi : a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik : a. b. c.



Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi



Edukasi : a. b. c.



Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Anjurkan melakukan ambulasi dini Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan



46



c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive D.0142 Tabel 2.9 intervensi keperawatan cholelithiasis Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama … diharapkan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: a. Demam menurun b. Kemerahan menurun c. Nyeri menurun d. Bengkak menurun e. Vesikel menurun f. Cairan berbau busuk menurun g. letargi h. Kebersihan tangan meningkat i. Kebersihan badan meningkat j. Kadar sel darah putih membaik k. Kultur area luka membaik l. Kadar sel darah putih membaik



Observasi : a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik Terapeutik a. b. c.



d.



Batasi jumlah pengunjung Berikan perawatan kulit pada area edema Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi



Edukasi : a. b. c. d. e. f.



Jelaskan tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar Ajarkan etika batuk Jarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka oprasi Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Anjurkan meningkatkan asupan cairan



Kolaborasi : a.



Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu



4. Implementasi keperawatan Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh



47



sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019) 5. Evaluasi Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap, 2019) Terdapa dua jenis evaluasi (Nanda, 2020): a. Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi



formatif



berfokus



pada



aktivitas



proses



keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4



48



komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan. 1)



S (subjektif)



: Data subjektif dari hasil keluhan



klien, kecuali pada klien yang afasia 2)



O (objektif)



: Data objektif dari hasi observasi



yang dilakukan oleh perawat. 3)



A (analisis)



: Masalah dan diagnosis keperawatan



klien yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif. 4)



P (perencanaan)



:



Perencanaan



kembali



tentang



pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. b. Evaluasi Sumatif (Hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu: 1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.



49



2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan. 3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali. Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan.



50



BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan atau Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif prinsipnya untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam. Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencangkup informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian (Rukajat, 2018). Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk literature review untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien dengan Pre dan Post Choelelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penegakan diagnosa,



perencanaan keperawatan,



pelaksanaan dan evaluasi. B. Subyek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan dalam literature review asuhan keperawatan adalah 2 pasien dengan kasus Cholelithiasis yang akan di review secara rinci dan mendalam. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: 1.



Subjek ialah pasien yang dirawat inap



2.



Subjek terdiri dari 2 orang pasien (Laki laki maupun perempuan)



51



3.



Subjek dengan diagonosa Cholelithiasis



C. Batasan Istilah (Definisi Operasional) Definisi operasional menjelaskan semua istilah yang digunakan dan batasan yang berhubungan dengan judul penelitian “Asuhan Keperawatan Pasien dengan Cholelithiasis pre dan post di RSUD dr. Kanujoso Djatiwobowo Balikpapan Tahun 2020”. Definisi operasional karya tulis ini adalah : 1. Variabel bebas Asuhan keperawatan adalah adalah proses atau tahapan kegiatan dalam perawatan yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan askep dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang bersifat humanistic, dan berdasarkan kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien serta dilandasi



kode etik



dan etika



keperawatan dalam



lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Dalam proses perawatan, asuhan keperawatan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang meliputi Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan (Intervensi), Pelaksanaan (Implementasi), Evaluasi (formatif/proses dan sumatif). 2. Variabel terikat Cholelithiasis adalah dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat



52



ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Untuk menentukan penyakit dapat dilihat dari rekam medis yang tercatat diruangan dengan dinyatakan pasien pre dan post oprasi Cholelithiasis D. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu di ruang Flamboyan E di RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Peneliti memilih lokasi tersebut karena ruangan tersebut adalah salah satu ruangan yang dikhususkan untuk merawat subyek dewasa dan terdapat fasilitas serta sarana yang memadai bagi subyek dan peneliti. Waktu penelitian ini dilaksanakan



pada



tanggaal



12



January



diRSUD



dr.Kanujoso



Djatiwibowo. E. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut : 1. Mahasiswa melakukan penyusunan usulan penelitian dengan metode studi kasus. 2. Mahasiswa melakukan ujian proposal, setelah proposal disetujui oleh penguji maka penelitian akan dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data.



53



3. Politeknik Kemenkes Kaltim mengirimkan surat ke RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. 4. Setelah surat dari Politeknik Kemenkes Kaltim masuk, maka mahasiswa baru dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. 5. Mahasiswa melapor kepada Kepala Ruangan dan CI. 6. Bersama Kepala ruangan, CI serta penguji, mahasiswa menentukan klien studi kasus sesuai dengan kriteria inklusi untuk dilakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. 7. Mahasiswa melakukan Bina Hubungan Saling Percaya kepada klien yang telah ditentukan. 8. Setelah Bina Hubungan Saling Percaya berhasil dilakukan, kemudian mahasiswa melakukan pengkajian kepada klien melalui pengisian format pengkajian, observasi, dan wawancara. 9. Setelah pengkajian telah dilakukan mahasiswa mengumpulkan data fokus untuk menegakkan diagnosa. 10. Mahasiswa melakukan perencanaan Asuhan Keperawatan pada Klien dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.



54



11. Mahasiswa melakukan tindakan Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. 12. Mahasiswa melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan yang telah diberikan kepada klien 13. Mahasiswa melakukan dokumentasi keperawatan. 14. Kemudian mahasiswa melakukan analisis Asuhan Keperawatan antara pasien 1 dengan pasien 2. F.



Metode dan instrument Pengumpulan Data 1.



Teknik Pengumpulan Data Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang digunakan, antara lain : a.



Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien dewasa dengan Cholelithiasis, keluhan utama, riwayat peyakit sekarangdahulu-keluarga dll). Sumber data dari klien, keluarga, perawat lainnya.



b.



Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik : inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi pada tubuh klien.



c.



Observasi Observasi yang dapat dilakukan dari hasil laboratorium.



55



d.



Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostic) Studi dokumentasi merupakan data yang didapatkan dari pemeriksaan diagnostik



2.



Instrumen Pengumpulan Data Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format Asuhan Keperawatan dewasa sesuai ketentuan yang berlaku di Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur (instrument terlampir).



G. Keabsahan Data Keabsahan data untuk membuktikan kualitas data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas. Keabsahan data pada penelitian ini di tentukan oleh integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrument utama) yaitu dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dewasa dengan Cholelithiasis , keabsahan



data



dilakukan



dengan



memperpanjang



waktu



pengamatan/tindakan, sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien dewasa dengan Cholelithiasis, perawat dan orang tua/keluarga klien dewasa yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. H. Analisis Data Analisis



data



dilakukan



sejak



peneliti



dilapangan,



sewaktu



pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data



56



dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis digsunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menggunakan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti.



Cara analisis data: 1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul. 2. Mengelompokan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosiospiritual. 3. Membandingkan data-data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang abnormal dengan konsep teori antara 2 responden. 4. Membuat kesimpulan tentang kesenjangan (masalah keperawatan) yang ditemukan



57



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti mereview hasil dan pembahasan kasus dari Rica nur safitri dan Tugas seminar kelompok tahun 2018yang selanjutnya akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai data umum tentang Asuhan keperawatan pada klien pre dan post Cholelithiasis diruangan Flamboyan B dan E di RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. A. Hasil 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan yang terletak di Jalan MT Haryono No. 656 Balikpapan. RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo atau dahulu dikenal dengan Rumah Sakit Umum Balikpapan ini dibuka sejak tanggal 12 September 1949. Fasilitas yang tersedia antara lain: intalasi rawat jalan, instalasi farmasi, ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24 jam. Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian Ruang Flamboyan B dari tanggal 8 April – 13 April 2019 dan Flamboyan E dari tanggal 11 November – 15 November 2018. Ruang Flamboyan B adalah ruangan yang dikhususkan merawat klien-klien dengan kasus bedah dan non bedah untuk laki-laki dewasa. Ruang Flamboyan B dan Flamboyan E terletak di lantai dua RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.



58



Adapun batasan-batasan Ruang Flamboyan B yaitu sebagai berikut: sebelah timur terdapat Ruang Flamboyan A, sebelah selatan terdapat Ruang Pantry dan tangga lantai dua, sebelah utara berbatasan dengan



Ruang Flamboyan A dan E serta sebelah barat berbatasan dengan



Ruang Flamboyan C. Batasan – batasan Ruang Flamboyan E yaitu sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan Flamboyan D, sebelah selatan berbatasan dengan ruang Flamboyan A dan Flamboyan B, sebelah utara terdapat tangga menuju lantai 1, serta sebelah barat terdapat Ruang Pantry dan Mushola. Bangunan Ruang Flamboyan B dan Flamboyan E terdiri dari 8 kamar tidur dengan kapasitas 32 tempat tidur. 1 ruang tindakan, 1 ruang spoel hoek, 1 ruang perawat (nurse station), 1 pantry dan 1 gudang. Kasus yang dirawat di ruang Flamboyan B meliputi kasus, Gagal Ginjal Kronik, Penyakit Paru Obstuktif Kronis, Diabetes Mellitus, Efusi Pleura, Cholelitiasis, Laparatomy, Fraktur, CHF, CKR, Abses Hepar dan Batu Ureter. Kasus yang dirawat di ruang Flamboyan E meliputi kasus, Pneumonia, Fraktur, CKR, CHF, Cholelitiasis, Dyspepsia, Vertigo dan Diabetes Melitus. Pada sub-sub ini akan dijelaskan sebagai berikut:



59



2. Data Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Tabel 2.9 Hasil Anamnesis Klien dengan Cholelithiasis Identitas Klien Nama



Tn. R



Klien 1 Nn.T



Klien 2



Jenis Kelamin



Laki-Laki



Perempuan



Umur



40 Tahun



18 tahun



Status Perkawinan



Menikah



Belum menikah



Pekerjaan



Pegawai restoran



Belum bekerja



Agama



Islam



Islam



Pendidikan Terakhir



SMA



SMA



Alamat



Jl. Jendral Ahmad Yani RT.30 Kec.Balikpapan Tengah



Jl. Jendral Sudirman RT.22 No.20 Kel.Prapatan



Diagnosa Medis



Cholelithiasis



Cholelithiasis



Nomor Register



88.70.XX



09.11.48.xx



MRS / Tgl Pengkajian



7 april 2019/ 8 april 2019



11 november 2018/ 11 november 2018



Keluhan utama



Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut



Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan



Riwayat penyakit sekarang



Pasien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut sudah seminggu lebih dan berfikir bahwa itu penyakit magh, pasien di bawa ke IRD pada pukul 14:00 wita dan dinyatakan mempunyai penyakit batu empedu, pasien langsung dibawa keruang rawat inap Flamboyan B untuk menjalani perawatan lanjutan, pasien merasakan nyeri yang hilang timbul dengan



Pasien masuk pada tanggal 11 November 2018 dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2 minggu yang lalu, nyeri datang timbul seperti tertusuk tusuk pada bagian abdomen kanan atas dengan skala 5 ditambahi dengan adanya mual tetapi tidak muntah gelisah dan susah tidur serta sulit bergerak



60



Riwayat penyakit dahulu



Riwayat penyakit keluarga



skala 4 disertai dengan gelisah Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya Klien mengatakan keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan yaitu Hipertensi.



Psikososial



Pasien dapat berkomunikasi dengan perawat maupun orang lain sangat baik dan lancar serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Ekspresi klien terhadap penyakitnya sedikit meringis. Reaksi saat berinteraksi pasien dapat kooperatif dan tidak ada gangguan konsep diri.



Spiritual



Sebelum sakit klien selalu beribadah. Selama di rumah sakit klien jarang untuk beribadah.



Pasien tidak ada riwayat penyakit terdahulu Pasien mangatakan keluarga tidak ada yang menederita penyakit seperti pasien , tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan dan menular a.



Pola komunikasi pasien terhadap lingkungan, keluarga dan petugas kesehatan baik b. Pasien mengatakan orang yang paling dekat dengan pasien adalah ibunya c. Pasien mengatakan mempunyai hobby jalan-jalan d. Dampak dari pasien dirawat dirumah sakit adalah pasien mengatakan sangat bosan dan segera ingin sembuh dan kembali beraktivitas e. Pasien berinteraksi dengan pasien lain baik Kebiasaan beribadah a. Sebelum sakit pasien sering beribadah b. Setelah sakit pasien beribadah hanya kadang kadang



Berdasarkan tabel 2.9 ditemukan data dari identitas klien. Pada klien 1 bernama Tn.R berusia 40 tahun, berjenis kelamin Laki-laki,



61



masuk rumah sakit pada tanggal 7 April 2019 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 8 April 2019 dengan diagnosa medis Cholelithiasis. Sedangkan pada klien 2 bernama Nn.T berusia 18 tahun, berjenis kelamin Perempuan, masuk rumah sakit pada tanggal 11 november 2018 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 11 november 2018 dengan diagnosa medis Cholelithiasis. Pada pengkajian riwayat kesehatan dalam keluhan utama pada klien 1 dan klien 2 ditemukan ada persamaan seperti nyeri pada daerah bagian perut. Pada riwayat kesehatan sekarang ditemukan data klien 1 pada tanggal 8 April 2019 Pasien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut sudah seminggu lebih dan berfikir bahwa itu penyakit magh, pasien di bawa ke IRD pada pukul 14:00 wita dan dinyatakan mempunyai penyakit batu empedu, pasien langsung dibawa keruang rawat inap Flamboyan B untuk menjalani perawatan lanjutan, pasien merasakan nyeri yang hilang timbul dengan skala 4 disertai dengan gelisah. Sedangkan data pasien 2, Pasien masuk pada tanggal 11 November 2018 dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2 minggu yang lalu, nyeri datang timbul seperti tertusuk tusuk pada bagian abdomen kanan atas dengan skala 5 ditambahi dengan adanya mual tetapi tidak muntah gelisah dan susah tidur serta sulit bergerak. Data dari pengkajian data psikososial pada klien 1 dan klien 2, ekspresi ke dua klien pada penyakitnya yaitu tampak tegang dan gelisah.



62



Tabel 3.0 Hasil observasi dan pemeriksaan fisik pada Klien 1 di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di Flamboyan E RS dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Pemeriksaan fisik



Klien 1



Klien 2



1.



Keadaan umum



Sedang Terpasang infus di tangan kanan Sakit sedang



Sedang



2.



Kesadaran



Compos Mentis E4M5V4



3.



Tanda-tanda vital



4.



Kenyamanan/nyeri



Tingkat kesadaran Compos Mentis Glasgow Coma Scale (GCS) E4M5V4 TD : 140/88 mmHg N : 111 x/menit S : 370C RR : 24 x/menit MAP : 222,67 mmHg P: klien mengatakan nyeri pada bagian perut Q: klien mengatakan nyeri seperti ditusuktusuk R:klien mengatakan nyeri pada perut kanan atas S: klien mengatakan skala nyeri 4 T: nyeri terasa hilang timbul



5.



Status Fungsional/ Aktivitas dan Mobilisasi



Klien mengatakan bisa miring kanan miring kiri dengan perlahan-lahan dan bisa duduk dengan bantuan. Mengendalikan rangsang defekasi (BAB) : 2 (mandiri) Mengendalikan rangsang berkemih (BAK): 2 (mandiri) Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi): 1 (butuh pertolongan orang lain) Penggunaan jamban, masuk dan keluar: 1



Klien mengatakan sulit untuk bergerak karna menahan nyeri . Mengendalikan rangsang defekasi (BAB) : 2 (mandiri) Mengendalikan rangsang berkemih (BAK): 2 (mandiri) Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi): 1 (butuh pertolongan orang lain) Penggunaan jamban, masuk dan keluar: 1 (Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi



TD :110/60 mmHg Nadi : 96 kali/menit RR : 19 kali/menit Temp : 37.6 oC P : pasien mengatakan nyeri pada bagian perut kanan atas Q : seperti tertusuk R : bagian perut kanan atas S :5 T : Hilang timbul



63



6.



(Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain) Makan: 2 (mandiri) Berubah sikap dari berbaring ke duduk: 2 (bantuan) Berpindah/berjalan: 2 (berjalan dengan bantuan 1 orang) Memakai baju: 2 (mandiri) Naik turun tangga: 1 (butuh pertolongan) Mandi: 1 (mandiri) Total Skor: 16 (Ketergantungan sedang).



dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain) Makan: 2 (mandiri) Berubah sikap dari berbaring ke duduk: 2 (bantuan) Berpindah/berjalan: 2 (berjalan dengan bantuan 1 orang) Memakai baju: 2 (mandiri) Naik turun tangga: 1 (butuh pertolongan) Mandi: 0 (bergantung pada orang lain) Total Skor: 13 (Ketergantungan sedang).



Pemeriksaan kepala a. Rambut



Finger print di tengah frontal terdehidrasi, kulit kepala bersih, bentuk kepala oval, tidak ditemukan adanya penonjolan pada tulang kepala klien, penyebaran rambut merata, warna hitam beruban putih, tidak mudah patah dan tidak bercabang, rambut terlihat kusam.



Simetris, tidak ada benjolan, kulit kepala bersih, tidak ada lesi, penyebaran rambut merata, warna rambut hitam dan penyebaran merata, tidak ada kelainan.



b.



Mata



Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, kornea mata jernih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor.



Mata lengkap, simetris kiri dan kanan, tidak ada edem pada kelopak mata, kornea mata jernih, konjungtiva tidak anemis dan sclera ikterik, reflek pupil baik, tidak ada kelainan



c.



Hidung



Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret atau sumbatan pada lubang hidung, mukosa merah muda, tidak ada masalah pada tulang hidung dan posisi septum nasi ditengah.



Tidak ditemukan pernafasan cuping hidung, tidak ada secret, selaput lendir lembab, tidak ada pembengkakan pada tulang hidung dan septum nasi



64



d.



Rongga Mulut



Tidak ada sianosis, tidak ada luka, gigi lengkap, warna lidah merah muda, mukosa bibir lembab, letak uvula simetris ditengah.



e.



Telinga



Daun telinga simetris kanan dan kiri, ukuran sedang, kanalis telinga tidak kotor dan tidak ada benda asing, ketajaman pendengaran baik klien dapat mendengar suara gesekan jari.



Keadaaan bibir kering, tidak ada lesi, tidak ada sianosis, tidak ada perdarahan pada gusi dan gigi tidak berlubang, lidah tampak bersih dan tidak ada lesi, tidak ada lesi pada palatum, tidak ada pembengkakan pada Orifaring Bentuk telinga simetris, ukuran telinga sedang, ketegangan telinga elastis, lubang telinga terdapat sedikit serumen, pendengaran pasien baik



7.



Pemeriksaan Leher



Posisi trakea simetris di tengah, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid dan kelenjar lympe, denyut nadi karotis teraba kuat.



Posisi trachea normal pada posisi nya, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada perubahan suara dan suara terdengar jelas, tidak ada pembesaran kalenjer lympe, tidak teraba vena jugularis, denyut nadi karotis teraba kencang dan teratur Inspeksi : 1. Bentuk thorak simetris kiri dan kanan



8.



Pemeriksaan thorak : Sistem Pernafasan



Bentuk thorak simetris (normal chest), pola pernafasan normal dan teratur dengan frekuensi pernafasan 21x/menit, tidak terdapat 2. Tidak terdapat otot penggunaan otot bantu bantu pernafasan pernafasan, tidak Palpasi : terdapat pernafasan cuping hidung. Pada Ekspansi paru simetris, pemeriksaan vocal pengembangan sama di premitus getaran paru paru kanan dan kiri, kanan dan kiri teraba Tidak ada kelainan sama kuat, suara perkusi sonor, batas paru hepar Perkusi : normal ICS ke-4, suara nafas vesikuler, tidak ada Sonor suara nafas tambahan Auskultasi : 1. Suara nafas vesikuler 2.



Suara ucapan jelas



65



3.



9.



Pemeriksaan jantung : Sistem Kardiovaskuler



10. Pemeriksaan Sistem Pencernaan dan Status Nutrisi



Tidak ada nyeri dada a. Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat dan tidak tampak adanya pembesaran jantung b. Palpasi Ictus Kordis teraba di ICS 5 dan akral hangat c. Perkusi - Batas atas : ICS II line sternal dekstra - Batas bawah : ICS V line midclavicula sinistra - Batas kanan : ICS III line sternal dekstra - Batas kiri : ICS III line sternal sinistra d. Auskultasi - BJ II Aorta : Dub, reguler dan intensitas kuat - BJ II Pulmonal : Dub, reguler dan intensitas kuat - BJ I Trikuspid : Lub, reguler dan intensitas kuat - BJ I Mitral : Lub, reguler dan intensitas kuat - Tidak ada bunyi jantung tambahan - Tidak ada kelainan BB: 97 kg TB: 160 cm Kategori: berat badan berlebih Tidak ada penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir dan nafsu makan baik. Saat di rumah klien memiliki kebiasaan makan dengan nasi, dan lauk sejumlah 1 porsi



Tidak terdapat suara nafas tambahan



a. Inspeksi dan palpasi Ictus cordis tidak terlihat dan tidak tampak adanya pembesaran jantung. b. Perkusi batas jantung : tidak dilakukan pemeriksaan c. Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, lup dup, tidak ada suara jantung tambahan, tidak ada bising atau murmur



BAB pasien dirumah 1-2 x/hari dan dirumah sakit 1-2x/hari berwarna putih seperti dempul dengan konsistensi lunak. BAK pasien dirumah bisa 5-6 x/hari sedangan dirumah sakit bisa 45x/hari. Tidak ada masalah pada BAB dan BAK pasien Pola makan pasien



66



sedang sekali makan dengan frekuensi 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam. Saat di rumah, klien memiliki kebiasaan minum sejumlah ± 1000 ml, minuman yang diminum oleh klien berupa air putih. Di rumah sakit, pasien makan dengan nasi, sayur, lauk dan buah sejumlah 1 porsi sedang sekali makan dengan frekuensi 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam. Saat di rumah sakit, klien minum sejumlah ± 1000 ml, minuman yang diminum oleh klien berupa air putih. Pasien tidak memiliki pantangan atau alergi, tidak memiliki kesulitan dalam mengunyah dan menelan, tidak ada mual dan muntah. Semenjak sakit, pasien dapat makan sendiri.



Abdomen



dirumah 3x/hari, edngan nas dan lauk sedangkan dirumah sakit pasien mengatakan makan 3x/hari dengan nasi, lauk dan sayur/1 porsi. Jumlah cairan atau minum pasien dirumah sampai 1000 cc/hari sedangkan dirumah sakit 1500 cc/hari. Pasien tidak memiliki alergi atau pantangan untuk makanan, tidak ada kesulitan mengunyah tidak ada kesulitan menelan, mual tapi tidak muntah, pasien dapat makan sendiri



Inspeksi Bentuk abdomen datar, tidak ada bayangan vena, tidak ada lesi dan tidak ada benjolan atau massa, tidak ada luka bekas operasi



Inspeksi Bentuk abdomen datar, tidak ada pembesaran, tidak ada lesi, tidak ada benjolan atau massa, tidak tampak bayangan pembuluh darah



Auskultasi Bising usus 7x/menit



Auskultasi Bising usus 8x/menit



Palpasi Terdapat nyeri tekan, terdapat benjolan , tidak ada pembesaran hepar dan ginjal.



Palpasi Terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada benjolan atau massa, tidak teraba pembesaran hepar, tidak ada pembesaran lien Perkusi Suara abdomen tympani, tidak ada asites



Perkusi tidak ada asites



67



11. Sistem Persyarafan



a. Tingkat kesadaran : Compos mentis b. Perhatian : Dapat mengulang c. Bahasa : komunikasi verbal menggunakan bahasa Indonesia d. Kognisi dan Orientasi : dapat mengenal orang, tempat dan waktu e. Refleks Fisiologis - Achilles : 2 - Bisep : 2 - Trisep : 2 - Brankioradialis : 2 f. Tidak ada keluhan pusing g. Istirahat/ tidur 6 jam/hari h. Pemeriksaan syaraf kranial - N1 : Pasien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alkohol - N2 : Pasien mampu melihat dalam jarak 30 cm - N3 : Pasien mampu mengangkat kelopak mata - N4 : Pasien mampu menggerakkan bola mata kebawah - N5 : Pasien mampu mengunyah - N6 : Pasien mampu menggerakkan mata kesamping - N7 : Pasien mampu tersenyum dan mengangkat alis mata - N8 : Pasien mampu mendengar dengan baik - N9 : Pasien mampu membedakan rasa manis dan asam - N10 : Pasien mampu menelan - N11 : Pasien



a. Tingkat kesadaran : Compos mentis b. Tanda rangasangan otak : E4M5V4 c. Pemeriksaan syaraf otak - N1 : Pasien dapat membedakan bau - N2 : Pasien dapat melihat dengan jelas - N3 : adanya reflek pupil dan pergerakan bola mata - N4 : mampu menggerakan bola mata dari atas ke bawah - N5 : Pasien mampu mengunyah - N6 : adanya reflek pupil - N7 : Pasien mampu tersenyum - N8 : Pasien mendengar dengan baik - N9 : Pasien mampu membedakan rasa manis dan asam - N10 : Pasien mampu menelan - N11 : Pasien mampu menggerakkan bahu - N12 : Pasien mampu menjulurkan lidah d. Fungsi motoric baik, adapat bergerak secara aktif melawan tahanan e. Fungsi sensorik baik, pasien dapat membedakan nyeri f. Reflek fisiologis biak dan reflek patofisiologis baik



68



mampu menggerakkan bahu dan melawan tekanan - N12 : Pasien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkan lidah keberbagai arah 12. Sistem Perkemihan



13. Sistem muskuloskeletal dan Integumen



a. Kebersihan : Bersih b. Kemampuan berkemih : - Spontan - Produksi urine 1000 ml/hari - Warna : Kuning cerah - Bau : Khas urine c. Tidak ada distensi kandung kemih tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih a. Pergerakan otot bebas b. Kekuatan otot 5 4 c. d. e. f. g.



5 4



Tidak ada kelainan tulang belakang Turgor kulit baik Tidak terdapat luka Tidak terdapat edem Nilai reisko decubitus, pasien dalam kategori rendah yaitu 15



Bersih, tidak ada keluhan kencing. produksi urine 1000 ml/hari, warna kuning dan bau khas. Tidak ada nyeri tekan dan pembesaran pada kandung kemih.



a. Pergerakan sendi bebas b. Kekuatan otot 5 5 4



4



c. Kulit bersih d. Akral teraba hangat e. Warna ikterik f. Turgor kulit kembali daam kurang dari 2 detik g. Tekstrur elastis h. lembab i. tidak ada lesi



14. Sistem Endokrin



Tidak ada pembesaran kalenjar tyroid, getah bening dan trias DM



Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening. Tidak terdapat



69



hipoglikemia dan hiperglikemia. Tidak terdapat riwayat luka sebelumnya dan riwayat amputasi sebelumnya. 15. Keamanan Lingkungan



Penilaian risiko klien jatuh dengan skala morse. Riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir yaitu 0 (tidak), diagnosa sekunder lebih dari 1 diagnosa yaitu 0 (tidak), menggunakan alat bantu yaitu 30 (berpengangan dengan alat-alat sekitar), menggunakan IV dan kateter yaitu 0 (tidak), kemampuan berjalan yaitu 10 (lemah), status mental yaitu 0 (orientasi sesuai kemampuan diri), total skor yaitu 40 (sedang).



Penilaian risiko klien jatuh dengan skala morse. Riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir yaitu 0 (tidak), diagnosa sekunder lebih dari 1 diagnosa yaitu 0 (tidak), menggunakan alat bantu yaitu 30 (berpengangan dengan alat-alat sekitar), menggunakan IV dan kateter yaitu 0 (tidak), kemampuan berjalan yaitu 10 (lemah), status mental yaitu 0 (orientasi sesuai kemampuan diri), total skor yaitu 40 (sedang).



16. Personal hygiene



a. Mandi 1x sehari b. keramas 1x sehari c. ganti pakaian 1x sehari d. sikat gigi 1x sehari e. tidak merokok f. tidak minum alcohol



a.



b.



c.



Pemeliharaan badan : Pasien mengatakan mandi dirumah sehari 2x sedangkan pasien dirumah sakit mengatakn seka 1x sehari Pemeliharaan gigi dan mulut : Dirumah pasien mengatakan sikat gigi 2x sehari sedangkan dirumah sakit pasien mengatakan sikat gigi 2x sehari Pemeliharan kuku : Pasien mengatakan memotong kuku bila panjang



70



Berdasarkan



tabel



3.0



ditemukan



data



dari



pemeriksaan



kenyamanan dan nyeri pada klien 1 didapatkan nyeri pada bagian perut, skala nyeri 4, nyeri yang dirasakan hilang timbul. Sedangkan pada klien 2 didapatkan nyeri pada bagian perut kanan atas, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dan nyeri yang hilang timbul. Pemeriksaan status fungsional dan aktivitas dan mobilisasi barthel indeks pada klien 1 total skor nya adalah 15 (ketergantungan sedang) sedangkan pada klien 2 total skornya adalah 13 (ketergantugan sedang). Pemeriksaan Abdomen pada klien 1 dilakukan Inspeksi dan bentuk abdomen datar, tidak ada bayangan vena, tidak ada lesi dan ada benjolan atau massa, tidak ada luka bekas operasi. Lalu, melakukan Auskultasi didengarkan bising usus 7x/menit. Selanjutnya Palpasi Terdapat nyeri tekan, terdapat benjolan, tidak ada pembesaran hepar dan ginjal. Lalu melakukan Perkusi, tidak ada asites. Sedangkan pada klien 2 dilakukan inspeksi dan bentuk abdomen datar, tidak terdapat bayangan vena, tidak ada lesi dan tidak ada benjolan atau massa, lalu melakukan Auskultasi didengarkan bising usus 8x/menit. Selanjutnya Palpasi terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada benjolan atau massa, tidak ada luka operasi. Lalu lakukan perkusi, shifting dullness tidak ditemukan dan tidak ada asites. Pemeriksaan keamanan lingkungan pada klien 1 dengan skala



71



morse didapatkan total skor yaitu 40 (sedang), sedangkan klien 2 penilaian keamanan lingkungan dengan skala morse didapatkan total skor yaitu 40 (sedang). Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 1 tidak ditemukan masalah selama di rumah sakit. Personal hygiene pada klien 1, saat dirumah sakit klien mandi sehari 1 kali, keramas 1 kali sehari, sikat gigi sekali sehari, ganti pakaian 1 kali sehari. sedangkan Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 2 didapatkan data bahwa



klien diseka 1 kali sehari, Sikat gigi 2x sehari, dan



memotong kuku bila panjang. Tabel 3.1 hasil pemeriksaan penunjang pada klien 1 di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di Flamboyan E dr.kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Pemeriksaan Penunjang Laboratorium



Klien 1



Klien 2



Pada tanggal 7 April 2019



Pada tanggal 11-11- 2018



a. HB : 11 g/dl



a.



b. Leukosit : 8.20



b. Leukosit : 8.26



c. Eritrosit : 4,00



c. Eritrosit : 4,41



d. Hematokrit : 36.00 %



d. Hematokrit : 35.7 %



e. Trombosit : 200



e. Trombosit : 224



f. Chol : 255



f. MCV : 81



g. MCV : 80



g. MCH : 27



h. MCH : 26



h. MCHC : 33.3



i. Basofil : 0.1



i. Basofil : 0.1



j. Eosinofil : 2



j. Eosinofil : 1.7



k. Neutropil : 48,2%



k. Neutropil : 69,5



l. Limposit : 41,4%



l. Limfosit : 23.6



HB : 11,9 g/dl



72



m. Monosit : 5.1 n. Masa pendarahan : 3 o. Masa pembekuan : 8 p. GDS ; 125 mg/dl q. Kolesterol mg/dl



:



180



r. Urem darah : 22 mg/ dl s. Kreatinin : 0,5



Rontgen



Tidak ada



Tidak ada



EKG



Tidak ada



Tidak ada



USG



7 April 2019 Terdapat batu diempedu, Hepar tidak ada pembesaran intensitas gema parenkim normal. Gallbladder tampak hiperechoic dengan diameter terbesar 0,91cm. Ginjal kanan dan kiri besar dan kontur normal, vesica urinaria dalam batas normal Tidak ada



03 Oktober 2018 (RSPB) Cholelithiasisdengan cholecystitis, liver, lien, pancreas, kedua ginjal, vesica urinaria, uterus tidak tampak kelainan



Lain-lain



Tidak ada



Berdasarkan tabel 3.1 ditemukan data dari pemeriksaan penunjang pada pasien 1 didapatkan nilai hemoglobin rendah yaitu 11. Dan hasil USG dengan terdapat batu diempedu, hepar tidak ada pembesaran intensitas, ginjal kanan dan kiri besar dan kontur normal, vesica urinaria dalam batas normal. Sedangkan dengan pasien 2 didapat hasil



73



laboratorium neutrophil tinggi 69,5% dan limfosit rendah 23,6. Dan hasil USG pasien dinyatakan Cholelithiasis dengan Cholecysitis Tabel 3.2 hasil penatalaksanaan terapi pada pasien 1 di Flalmboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan pasien 2 di di Flalmboyan E RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan



Klien 2



Klien 1 Pada tanggal 8 april 2019 1. NaCl 0.9% 2. Futrolit 24 Tpm 3. Antibiotik 2x1 gr 4. Histamin 2x1 ampul 5. Anti nyeri 3x30 mg



Pada Tanggal 11-11-2018 1. NaCl 0,9% 2. Ceftriaxon 2x1 gr 3. Futrolit 20 Tpm 4. Cefotaxin 2x1 gr 5. Ranitidin 2x1 gr 6. Ketorolac 3x30 gr



Berdasarkan tabel 3.2 ditemukan data penatalaksanan terapi pemberian obat pada klien 1 yaitu Futrolit, antibiotic, histamine, dan anti nyeri. Sedangkan pada klien 2 yaitu NaCl 0,9%, Ceftriaxon, Futrolit, Cefotaxim, Ranitidin, dan Ketorolac.



74



Tabel 3.3 Analisa Data Pada Pasien 1 ( Tn.R ) dengan Cholelithiasis pre dan post operasi di ruang Flamboan B RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo



ANALISA DATA PRE OPERASI Nama Pasien : Tn.R



Jenis Kelamin : Laki-laki



Umur



Ruangan



: 40 tahun



No.



1



Data (DO & DS)



Ds :



Masalah



Nyeri akut -



Pasien mengatakan nyeri perut Nyeri seperti tertusuk tusuk dengan skala nyeri 4 dan nyeri hilang timbul



-



Pasien tampak meringis Pasien tampak gelisah



-



TTV : TD : 140/90 mmhg N : 111 x/menit S : 37,0 ‘C RR : 24 x/menit



: Flamboyan B Penyebaba



Agen pencedera fisiologis (Inflamasi)



Do :



ANALISA DATA POST OPERASI Nama Pasien : Tn.R



Jenis Kelamin : Laki-laki



Umur



Ruangan



: 40 tahun



No.



1



Data (DO & DS)



Ds :



Masalah



Nyeri akut -



Pasien mengatakan nyeri perut pada bagian luka operasi Pasien mengatakan nyeri terasa seperti luka



: Flamboyan B



Penyebab



Agen pencedera fisik (prosedur operasi)



75



-



tergores Dengan skala nyeri 5



-



Pasien tampak meringis menahan sakit



-



TTV : TD : 145/90 mmhg N : 101 x/menit S : 37,0 ‘C RR : 21 x/menit



Do :



2



Ds : -



Pasien mengatakan sulit untuk bergerak karna nyeri operasi terasa sakit jika bergerak Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi



-



Pasien tampak meringis menahan sakit Pasien terlihat lemas



-



TTV : TD : 130/90 mmhg N : 100 x/menit S : 37,0 ‘C RR : 20 x/menit



-



Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi Pasien mengatakan ingin lekas sembuh



-



Pasien tampak lemas Terdapat luka operasi pada bagain perut



-



TTV : TD : 130/90 mmhg - Suhu : 37,8’C N : 100 x/menit - Respirasi : 20 x/menit



Gangguan mobilitas fisik



Tindakan invasive



Do :



3



Ds :



Do :



Resiko infeksi Efek prosedur invasive



76



Tabel 3.4 Analisa Data Pasien II (Nn.T ) dengan Cholelithiasis di Flamboyan E RSUD Dr.Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2018



ANALISA DATA PRE OPERASI Nama Pasien : Nn. T



Jenis Kelamin : Perempuan



Umur



Ruangan



: Flamboyan B



Masalah



Penyebaba



No.



1



: 18 tahun Data (DO & DS)



Ds :



Nyeri akut -



Pasien mengatakan nyeri perut kanan atas Nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk tusuk dengan skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul



-



Pasien tampak meringis Pasien tampak gelisah



-



TTV : TD : 110/60 mmhg N : 96 x/menit S : 37,9 ‘C RR : 19 x/menit



Agen pencedera fisiologis



Do :



Ds : 2



-



Pasien mengatakan takut dilakukan operasi, khawatir dengan akibat kondisi



-



Pasien tampak gelisah



-



TTV : TD : 110/60 mmhg N : 96 x/menit S : 37,9 ‘C RR : 19 x/menit



Do :



Ansietas



Kekhawatiran mengalami kegagalan



77



ANALISA DATA POST OPERASI POST OP Nama Pasien : Nn. T



Jenis Kelamin : Perempuan



Umur



Ruangan



: 18 tahun



No.



1



Data (DO & DS)



Masalah



Ds : -



Pasien mengatakan nyeri bagian luka operasi seperti nyut nyutan dengan skala nyeri 6



-



Pasien tampak meringis Pasien tampak gelisah dan sulit tidur



-



TTV : TD : 100/60 mmhg N : 110 x/menit S : 38,1 ‘C RR : 22 x/menit



: Flamboyan E



Penyebaba



Nyeri akut



Agen pencedera fisik



Hipertermi



Respon trauma



Do :



2



Ds : -



Pasien mengatakan kedinginan



menggigil



-



Pasien tampak menggigil



-



TTV : TD : 110/70 mmhg N : 110 x/menit S : 38,1 ‘C RR : 20 x/menit



-



Pasien mengatakan demam turun naik



-



Kulit pasien teraba hangat Terpasang DC



Do :



Ds : 3 Do :



dan



78



b.



-



Terpasang infus NaCL 0,9% 18 tpm Tampak luka 3 titik



-



TTV : TD : 110/70 mmhg N : 96 x/menit S : 38,1 ‘C RR : 20 x/menit



Resiko infeksi



Efek prosedur invasif



Diagnosa Keperawatan



Tabel 3.5 Diagnosa Keperawatan pada klien 1 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujosos Djatiwibowo Klien 1 No.



Hari/ tanggal ditemukan



Pre Operatif 1 8 April 2019



2



Diagnosa Keperawatan



Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis ( Inflamasi ) d.d nyeri perut seperti tertusuk tusuk, pasien tampak meringis dan gelisah



Klien 2 Hari/ tanggal ditemuk an



Diagnosa Keperawatan



12 Novemb er 2018



Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d nyeri perut kanan atas seperti tertusuk tusuk, pasien tampak meringis, gelisah dan frekuensi nadi meningkat



12 Novemb er 2018



Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d pasien mengatakan takut dilakukan operasi, khawatir dengan akibat kondisi dan klien tampak gelisah



79



Klien 1 No.



Hari/ tanggal ditemukan



Post Operatif 1 10 April 2019



2



10 April 2019



3



10 April 2019



Diagnosa Keperawatan



Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (prosedur operasi) d.d pasien mengatakan nyeri pada bagian luka operasi, nyeri seperti tergores, nyeri terasa hilang timbul dengan skala nyeri 5



Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d pasien mengatakan kesulitas bergerak karna nyeri bekas luka operasi



Resiko infeksi b.d Efek prosedur invasive d.d luka bekas operasi



Klien 2 Hari/ tanggal ditemuk an 13 Novemb er 2018



13 Novemb er 2018



13 novembe r



Diagnosa Keperawatan



Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d pasien mengatakan nyeri bagian luka operasi seperti nyut nyutan dengan skala nyeri 6, pasien tampak meringis, frekuensi nadi meningkat, gelisah dan sulit tidur



Hipertermi b.d respon trauma d.d pasien tampak mengigil dan temperature suhu badan 38,1’C



Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif



Berdasarkan tabel 4.5 setelah melakukan pengkajian dan menganalisis data pada pre op cholelithiasis pasien 1 dan pasien 2, ditemukan diagnosa keperawatan pada tanggal 8 April 2019 pre op Cholelithiasis pasien 1 terdapat 1 diagnosa sedangkan pada tanggal 12 November 2018 pada pasien 2 didapatkan 2 diagnosa keperawatan. Setelah dilanjutkan melakukan analisa data pada post op cholelithiasis pasien 1 dan pasien 2, ditemukan diagnose keperawatan pada tanggal 9 April 2019 pada pasien 1 terdapat 3 diagnosa sedangkan pada tanggal 13 November 2018 ditemukan 3 diagnosa pada pasien 2.



80



c. Perencanaan Tabel 3.6 Perencanaan pada klien 1 dengan Pre dan post Operatif Cholelithiasis Di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis Di Flamboyan E RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Hari/ Tanggal Pasien 1 Senin 8, April 2019



Dx Keperawatan Pre operasi Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis (Inflamasi)



Pasien 1 Rabu, 10 April 2019



Post operasi Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( tindakan invasive)



Tujuan dan Kriteria Hasil



Perencanaan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam rasa nyeri pada pasien menurun dengan kriteria hasil : a. Pasien tidak mengeluh nyeri b. Mampu mengenali nyeri c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang d. Mampu mengontrol nyeri



1.1 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi 1.2 ajarkan tentang teknik non farmakologis 1.3 monitor TTV 1.4 kolaborasi dalam pemberian antibiotic



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 8 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :



1.1 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi .



1. mampu mengontrol 1.2 nyeri 2. melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 1.3 skala nyeri 0 1.4 3. mampu mengenali nyeri 4. mengatakan merasa sehat Rabu, 10 April 2019



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil: 1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentang gerak (ROM)



ajarkan tentang teknik non farmakologis monitor TTV kolaborasi pemberian antibiotic



2.1 Kaji kemampuan mobilisasi klien 2.2 Latih ROM pasif 2.3 Posisikan kaki lebih tinggi dari jantung 2.4 Edukasi kepada klien untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan 2.5 Kolaborasi obat dengan



81



a.



Rabu , 9 April 2019



Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive



meningkat Kelemahan fisik menurun



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil : 1. pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. jumlah leukosit dalam batas normal 3. menunjukan prilaku hidup sehat 4. menunjukan kemampuan untuk mencegah



Hari/ Tanggal Pasien 2 Selasa, 12 Novemb er 2018



Dx Keperawatan Pre operasi Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis



Selasa, 12 Novemb er 2018



Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan



Tujuan dan Kriteria Hasil



dokter



3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 3.2 inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan 3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3.4 beritau pasien untuk batasi pengunjung 3.5 pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko 3.6 lakukan perawatan luka 3.7 berikan terapi antibiotic



Perencanaan



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : a. mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri, b. mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri ) c. melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri d. Mampu mengenali nyeri (skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri )



1.1 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi 1.2 ajarkan tentang teknik non farmakologis 1.3 monitor TTV 1.4 kolaborasi dalam pemberian antibiotic



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan perasan cemas dan tidak nyaman bisa diatasi dengan kriteria hasil : 1. Pasien mampu



2.1 identifikasi tingkat kecemasan 2.2 jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan 2.3 dorong keluarga untuk menemani pasien



82



Pasien 2 Rabu, 13 Novemb er 2018



Post operasi Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( tindakan invasive)



mengidentifikasidan mengungkapkan gejala cemas 2. Mengidentifikasi,mengu ngkapkan gejala cemas 3. Vitas sign dalam batas normal 4. Postur tubuh , bahasa tubuh dan expresi wajah menunjukan berkurang nya rasa cemas



2.4 instruksikan



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :



1.1 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi .



1. mampu mengontrol nyeri 2. melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan skala nyeri 3. mampu mengenali nyeri 4. mengatakan merasa sehat



1.2 ajarkan tentang teknik non farmakologis



menggunakan relaksasi



pasien teknik



1.3 monitor TTV 1.4 kolaborasi pemberian antibiotic



Rabu, 13 Novemb er 2018



Hipertermi b.d respon trauma



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 4 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat kembali normal dengan kriteria hasil : 1. suhu tubuh dalam rentang normal 2. nadi dan respirasi normal tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing



2.1 monitor TTV 2.2 instruksikan pada keluarga untuk kompres pasien 2.3 kolaborasi dalam pemberian antipiretik 2.4 kolaborasi pemberian cairan intravena 2.5 rencanakan monitoring TTV secara kontinyu



Rabu , 13 Novemb er 2018



Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil :



3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 3.2 inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan 3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3.4 beritau pasien untuk batasi pengunjung



1. pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. jumlah leukosit dalam batas normal 3. menunjukan prilaku



83



hidup sehat 4. menunjukan kemampuan untuk mencegah



3.5 pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko 3.6 lakukan perawatan luka 3.7 berikan terapi antibiotic



Berdasarkan tabel 3.7 setelah membuat perencanaan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan masing-masing diagnosa yang ditemukan pada klien 1 dan klien 2, selanjutnya melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2. d. Pelaksanaan Tabel 4.8 Implementasi Keperawatan Klien 1 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan



Waktu Pelaksanaan



Tindakan Keperawatan



Evaluasi



Melakukan pengkajian 1.2 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi



DS: a. Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut b. Pasien mengatakan nyeri pada perut pasien seperti tertusuk-tusuk c. Pasien mengatakan nyeri dalam skala 4 d. Pasien mengatakan nyeri saat bergerak atau berpindah posisi e. Pasien mnegtakan nyeri yang dirasakan hilang timbul dalam waktu dekat



Pasien 1 Pre Operasi Senin, 15.00 wita



1.3 monitor TTV



DO: a. Ekspresi wajah pasien sesekali meringis menahan nyeri TTV: TD: 140/79 mmHg N: 101x/menit S: 370C



84



RR: 21x/menit



Senin, 16.00 wita



1.2 ajarkan tentang teknik non farmakologis (Nafas dalam) 1.4 kolaborasi dalam pemberian antibiotic



DS: a. Klien mengatakan paham cara melakukan tehnik nafas dalam b. Pasien tampak agak tenang DO: a. Klien tampak mengerti dengan apa yang diajarkan oleh perawat b. Pasien tampak lemas



Senin, 18.00 wita



1.2 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi



Ds : a. Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah diberi obat melalui IV b. Pasien mnegtakan skala nyeri berkurang



1.3 monitor TTV Do: TTV: TD: 140/70 mmHg N: 99x/menit S: 370C RR: 20x/menit



85



Waktu Pelaksanaan



Tindakan Keperawatan



Evaluasi



Pasien 1 Post Operasi Rabu 07.30 wita



Melakukan pengkajian 1.1 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi . 1.3 Monitor TTV



DS: a.



b. c. d.



pasien mnegatakan nyeri pada bagian luka operasi pasien mengatakan nyeri seperti tergores pasien mengatakan nyeri hilang timbul pasien mengatakan nyeri pada skala 5



DO: a.



pasien terlihat meringis menahan nyeri luka operasi



TTV: TD: 142/88 mmHg N: 111x/menit S: 370C RR: 20x/menit



Rabu 09.00 wita



1.2 ajarkan tentang teknik non farmakologis (Nafas dalam) 1.2 Kaji kemampuan mobilisasi klien 3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local



Ds: a.



pasien mengatakan paham dan mengerti dengan cara teknik nafas dalam



a.



Pasien terlihat kesulitan ingin bangun dan bergerak Terdapat luka operasi pada bagian perut



Do :



b.



Rabu 10.00 wita



3.2 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah 3.6 Lakukan perawatan luka 3.4 beritau pasien untuk membatasi pengunjung 1.3 Monitor TTV



Ds : a.



Do :



Pasien mengatakan Kesulitan bergerak karena masih terasa nyeri



86



a.



Terdapat luka operasi Laparatomy Choleytectomy pada bagian perut



TTV: TD: 137/77 mmHg N: 90x/menit S: 370C RR: 21x/menit Rabu 12.00 wita



1.4 Kolaborasi pemberian antibiotic 1.3 Monitor TTV



Ds : a.



Pasien mnegatkan masih terasa nyeri pada bagian luka operasi



Do : TTV: TD: 130/70 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit



Kamis 08.00 wita



1.1 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi . 3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 1.3 Monitor TTV



Ds : a.



b.



c.



pasien mengatakan nyeri pada luka operasi sedikit berkurang pasien mengatakan nyeri jarang timbul namun jika bergerak terasa nyeri nya pasien mengatakan skala nyeri 4



Do : a.



pasien tampak meringis ketika bergerak atau berpindah posisi



TTV: TD: 140/90 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit



Kamis 10.00 wita



3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 3.6 lakukan perawatan luka 3.7 berikan terapi antibiotic 3.3 cuci tangan setiap sebelum



Ds : a.



Pasien mnegatakan nyeri masih terasa namun tidak seperti kemarin



87



dan sesudah tindakan keperawatan 1.3 Monitor TTV



Do : a.



Pasien terlihat masih kesulitan bergerak dan berpindah posisi sehingga harus perawat atau keluarga pasien



TTV: TD: 140/90 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit Kamis 12.00 wita



1.4 Kolaborasi pemberian antibiotic 1.3 Monitor TTV



Ds: a.



Pasien mengatakan keadaan mulai membaik dan nyeri sudah berkurang namun masih terasa



Do : TTV: TD: 140/90 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit



Jumat 08.45 wita



1.3 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi . 1.4 Kaji kemampuan mobilisasi klien 3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 3.2 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 1.2 Monitor TTV 3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan



Ds: a. b.



c.



pasien mengatakan nyeri berkurang pasien mengatakan nyeri masih terasa jika bergerak berlebihan pasien mengatakan bisa bergerak namun tidak berlebihan



Do : a.



b.



pasien terlihat dapat bergerak dan berpindah posisi dengan pelan pelan luka operasi terlihat bersih tidak ada tanda tanda infeksi



TTV: TD: 144/80 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit



88



Jumat 10.00 wita



3.8 lakukan perawatan luka 3.9 berikan terapi antibiotic 3.4 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 1.5 Monitor TTV



Ds: a. b.



Pasien mengatakan nyeri berkurang Pasien mengatakan skala nyeri 2



Do: a.



Luka operasi pada pasien terlihat bersih tanpa ada tanda tanda insfeksi



TTV: TD: 144/80 mmHg N: 98x/menit S: 370C RR: 21x/menit



Jumat 12.00 wita



1.4 Kolaborasi pemberian antibiotic



Ds : a. b.



Pasien mengatakan nyeri berkurang Pasien mengatakan keadaan membaik



Do : a.



keadaan pasien tampak membaik



Berdasarkan tabel 3.8 Implementasi tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien pre dan post operasi pada klien 1 dilakukan selama 4 hari perawatan yaitu dari tanggal 8 April 2019 sampai tanggal 12 April 2019. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara komperehensif.



89



Tabel 3.9 Implementasi Keperawatan Klien 2 dengan Pre dan Post Operasi Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan



Waktu Pelaksanaan



Tindakan Keperawatan



Evaluasi



Pasien 2 Pre operasi 12 november 2018



1.1 melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif



Ds : -



15.00 wita -



pasien mengatakan nyeri perut kanan atas nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk tusuk di daerah kanan ataas dengan skala nyeri 5, dan nyeri hiking timbul



Do : -



-



12 november 2018



klien tampak meringis dan gelisah TTV : TD : 110/60 mmhg N : 96x/menit S : 37,6’C RR : 19 x/menit



Ds : 1.2 mengajarkan klien untuk teknik relaksasi nafas dalam



-



15.45 wita



Do : -



Pasien mengatakan paham dan mengerti tentang teknik dan manfaat relaksasi nafas dalam



90



12 november 2018



Ds : 1.3 memonitor tanda tanda vital



16.00 wita Do : -



12 november 2018



1.4 kolaborasi dalam pemberian analgetik



Tanda tanda vital TD : 110/60 mmhg N: 96 x/menit S : 37,6 ‘C RR : 19 x/menit



Ds : -



18.00 wita



-



Pasien mengatakan masih nyeri Skala nyeri 5



Do : -



12 november 2018



1.3 memonitor tanda tanda vital



Pasien meringis



tampak



Ds : -



20.00 wita Do : -



Tanda tanda vital TD : 110/70 mmhg N: 90 x/menit S : 37,5 ‘C RR : 20 x/menit



Ds : 12 november 2018



1.5 berkolaborasi pemberian analgetik



dalam -



06.00 wita Do :



Pasien mengatakan masih nyeri Skala nyeri 5



91



-



13 november 2018



1.3 memonitor tanda tanda vital



Pasien tampak meringis dan gelisah



Ds : -



08.00 wita Do : -



13 november 2018



1.6 berkolaborasi pemberian analgetik



dalam



Tanda tanda vital TD : 110/70 mmhg N: 96 x/menit S : 37,5 ‘C RR : 21 x/menit



Ds : -



12.00 wita



-



Pasien mengatakan masih nyeri Skala nyeri 4



Do :



13 november 2018



1.1



identifikasi kecemasan



tingkat



-



Pasien memegang perut nya



tampak megang



-



Pasien mengatakan merasa takut dan cemas dengan status kesehatan nya , serta khawatir mengalami kegagalan saat operasi



-



Pasien tampak gelisah



Ds :



09.00 wita



Do :



92



13 november 2018 09.35 wita



Ds : 2.2 Menjelaskan semua prosedur apa yang akan dirasakan selama prosedur



-



pasien mengatakan mengerti tentang prosedur yang akan di lalui nya dan apa yang akan dirasakan slama prosedur



-



pasien tampak lebih tenang setelah diberi penjelasan



-



pasien mengatakan pada saat cemas muncul, dia melkukan teknik relaksasi nafas dalam dan pasien merasa lebih nyaman dan tenang



-



pasien tampak lebih rileks



Do :



13 november 2018



2.3 Mendorong keluarga untuk menemani pasien



Ds :



09.45 wita



Do :



Waktu Pelaksanaan



Tindakan Keperawatan



Evaluasi



Pasien 2 Post operasi 13 november 2018 22.00



3.1 melakukan pengukuran nyeri secara komprehensif



Ds : -



pasien mengatakan nyeri bagian luka operasi seperti nyut nyutan dengan skala nyeri 6



-



klien tampak meringis klien tampak gelisah



4.1 Observasi TTV



Do :



93



dan sulit tidur TTV - TD : 110/60 mmhg - N: 100 x/menit - S : 36,9 ‘C - RR : 20 x/menit



13 november 2018 22.20



3.2 mengajarkan tentang relaksasi teknik nafas dalam 4.3 Berkolaborasi dalam pemberian antipiretik



Ds : -



Pasien mengatakan demam



-



pasien mengatakan paham dan mengerti teknik dan mafaat relaksasi nafas dalam



-



Kulit teraba hangat



-



Pasien tampak mengigil



-



Keluarga pasien mengerti dan bersedia memberikan kompres hangat



Do :



13 november 2018 22.30



4.2 Mengintruksikan keluarga untuk melakukan kompres pasien



Ds :



3.3 Memonitor TTV



Do : -



Tanda tanda vital TD : 110/60 mmhg N: 100 x/menit S : 36,9 ‘C RR : 20 x/menit



Ds : 14 november 2018 07.00



3.2 mengintruksikan tentang tekhnik relaksasi nafas dalam 3.3 memonitor TTV



Do :



Pasien mengatakan masih nyeri terasa



94



5.4 Memberitahu pasien untuk membatasi pengunjung



14 november 2018 14.00



1.2 mengintruksikan tentang tekhnik relaksasi nafas dalam 1.3 memonitor TTV 5.5 Mempertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko 5.6 Melakukan perawatan luka



-



Tanda tanda vital TD : 110/70 mmhg N: 100 x/menit S : 37,6 ‘C RR : 19 x/menit



Ds : -



Pasien mengatakan masih nyeri tapi sudah berkurang sedikit



-



Tampak luka tiga titik tidak merembes



Do :



-



Tanda tanda vital TD : 110/70 mmhg N: 98 x/menit S : 37,9 ‘C RR : 20 x/menit



Ds : 14 november 2018



2.2 kolaborasi dalam pemberian analgetik



-



18.00



-



Pasien mengatakan masih nyeri Skala nyeri 4



Do : -



14 november 2018 22.00



Pasien tampak meringis tetapi sudah lebih tenang dari sebelumnya



Ds : 1.3 memonitor tanda tanda vital Do : -



TD : 110/60 mmhg N: 100 x/menit S : 36,9 ‘C RR : 20 x/menit



95



15 november 2018



1.4 berkolaborasi pemberian analgetik



dalam



Ds : -



Pasien mengatakan nyeri berkurang Skala nyeri 3



-



Pasien tampak rileks



06.00



Do :



15 november 2018



3.2 Mengintruksikan tentang tekhnik relaksasi nafas dalam



07:00



Ds : Do : Tanda tanda vital



3.3 Memonitor TTV



15 November 2018 10.00



3.4 Berkolaborasi dalam pemberian analgetik



-



TD : 110/60 mmhg N: 100 x/menit S : 36,9 ‘C RR : 20 x/menit



-



Pasien mengatakan nyeri sudah tidak ada lagi



-



Pasien tampak tenang



Ds :



Do :



Berdasarkan tabel 3.9 Implementasi tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 2 dilakukan selama 4 hari perawatan yaitu dari tanggal 12 November 2018 sampai tanggal 15



96



November



2018.



Pelaksanaan



tindakan



keperawatan



dilakukan



secara



komperehensif dan terus menerus selama 24 jam masa perawatan. e. Evaluasi Tabel 4.0 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 1 dengan Pre dan Post Operasi Cholelithiasis di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Hari



Diagnosa Keperawatan



Evaluasi (SOAP)



Pasien 1 Pre operasi



J



Senin 7 April 2019



Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis (Inflamasi)



S: 1) P : Pasien mengatakan nyeri masih terasa pada bagian perut Q : Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk R : klien mengatakan nyeri di bagian perut kanan S : Pasien mengatakan skala nyeri 4 T : Pasien mengatakan nyeri dirasa hilang timbul O: 1) Sesekali pasien tampak meringis dan gelisah akibat nyeri 2) TTV: TD : 140/90 mmHg N : 100 x/menit R : 21 x/menit S : 37.0 c A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1.5 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi 1.6 ajarkan tentang teknik non farmakologis 1.7 monitor TTV 1.8 kolaborasi dalam pemberian antibiotic



97



Hari



Diagnosa Keperawatan



Evaluasi (SOAP)



Pasien 1 Post operasi Jum’at 12 April 2019



Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( tindakan invasive)



S: 1) Pasien mengatakan nyeri berkurang 2) Pasien mengatakan mampu mengontrol nyeri 3) Pasien mengatakan kondisi mulai membaik O: 1) Pasien tambak membaik dan tidak lemas TTV: TD : 140/90 mmHg N : 100 x/menit R : 21 x/menit S : 37.0 c A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 2.1 lakukan pengukuran nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi , frekuensi .



Jum’at 12 April 2019



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri



1.5



monitor TTV



1.6



kolaborasi pemberian antibiotic



S: 1) Pasien mengatakan nyeri masih terasa 2) Pasien mengatakan kelemahan fisik menurun 3) Pasien mengatakan dapat bergerak dan berpindah tempat tetapi secara berhati hati O: 1) Keadaan pasien terlihat membaik 2) Pasien terlihat tidak lemas lagi TTV:



98



TD : 140/90 mmHg N : 100 x/menit R : 21 x/menit S : 37.0 c



E A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 2.1 Kaji kemampuan mobilisasi klien 2.2 Edukasi kepada klien untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan 2.3 Kolaborasi obat dengan dokter



Jum’at 12 April 2018



Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive



S: a. b.



Pasien mengatakan nyeri berkurang Pasien mengatakan merasa lebih baik



O: a. b.



Luka pasien terlihat bersih Tidak ada tanda tanda infeksi pada luka operasi TTV: TD : 135/88 mmHg N : 97 x/menit R : 21 x/menit S : 37.0 c A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 3.2 inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan 3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3.4 pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko 3.5 lakukan perawatan luka 3.6 berikan terapi antibiotic



Evaluasi



keperawatan pada psaien 1. Pada klien 1 saat melakukan



evaluasi tindakan setiap diagnosa keperawatan Pre operasi, diagnosa nyeri akut



99



sebagian teratasi pada tanggal 7 April 2019. Dan untuk diagnose keperawatan post operasi nyeri akut sebagian teratasi pada tanggal 12 April 2019, Gangguan mobilitas fisik pada tanggal 12 April 2019, Resiko infeksi teratasi sebagian pada tanggal 12 April 2019. Tabel 4.1 Evaluasi asuhan keperawatan Pasien 2 pre dan post Cholelithiasis di Ruang Flamboyan E RSUD Dr. Kanudjoso Djatiwibowo Tahun 2018 Hari



Diagnosa Keperawatan



Evaluasi (SOAP)



Pasien 2 Pre operasi 12 november 2018



Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis



S: a. b.



c.



d.



pasien mengtakan nyeri perut bagian kanan atas nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk tusuk didaerah kanan atas dengan skala nyeri 5, nyeri hilang timbul pasien mengatakan paham dan mengerti tentang tekhnik dan manfaat relaksasi nafas dalam pasien mengatakan maish nyeri dengan skala nyeri 5



O: a.



Klien tampak meringis dan gelisah



TTV: TD : 110/60 mmHg N : 96 x/menit R : 21 x/menit S : 36.6 c A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 2.3 monitor tanda tanda vital 2.4 Berkolaborasi dalam pemberian Analgetik



100



12 November 2018



Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan



S: a.



b.



c.



Pasien mengatakan merasa takut dan cemas dengan status kesehatannya, serta khawatir mengalami kegagalan saat operasi Pasien mengatakan mengerti tentang prosedur yang akan dilalui nya dan apayang akan dirasakan selama prosedur Pasien mengatakan pada saat cemas muncul, dai melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan pasien merasakan lebih nyaman dan tenang



O: a. b. c.



Pasien tampak gelisah [asien tampak sedikit lebih tenang setelah diberikan penjelasan Pasien tampak lebih nyaman dan tenang ketika di damping oleh keluarganya Pasien tampak lebih rileks



d. A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi



Hari



Diagnosa Keperawatan



Evaluasi (SOAP)



Pasien 2 Post operasi 15 november 2018



Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik



S: a. b.



Pasien mengatakan nyeri berkurang Skala nyeri 3



a.



Pasien tampak rileks



O:



TTV: TD : 120/80 mmHg N : 90 x/menit R : 21 x/menit S : 38.1 c A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 3.4 memonitor TTV 3.5 Berkolaborasi dalam pemberian analgetik



101



15 November 2018



Hipertermia b.d respon trauma



S: a.



Pasien mengatakan akan mengompre lagi



a.



Kulit pasien teraba hangat



O:



TTV: TD : 110/70 mmHg N : 98 x/menit R : 21 x/menit S : 37.6 c A: Masalah teratasi sebagian P: 4.1 Observasi TTV



15 november 2018



Resiko infeksi b.d tindakan invasif



S: a.



Pasien mengatakan nyeri berkurang



a.



Tidak terdapat tanda tanda infeksi



O:



TTV: TD : 110/70 mmHg N : 98 x/menit R : 21 x/menit S : 37.6 c A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi



Pada tabel 4.1 setelah melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien 2. Pada pasien 2 saat melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa keperawatan, pada diagnose pre operasi diagnosa nyeri akut masalah belum teratasi pada tanggal 12 november 2018, masalah ansietas dapat teratasi pada tanggal 12 november 2018. Pada diagnose post operasi nyeri akut masalah teratasi



102



sebagian pada tanggal 15 november 2018, hipertermia masalah tertasi sebagian pada tanggal 15 november 2018, resiko infeksi masalah teratasi pada tanggal 15 november 2018 B. Pembahasan Pada pembahasan ini, peneliti membahas tentang review asuhan keperawatan pada 2 pasien Pre dan Post



Cholelithiasis dengan menemukan



berbagai kesenjangan sesuai dengan konsep-konsep teori yang ada. Asuhan keperawatan di laksanakan selama 4 hari pada pasien 1 dari tanggal 8 April sampai 12 April 2019 di ruang Flamboyan B di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sedangkan pada pasien 2 asuhan keperawatan dilaksanakan selama 4 hari mulai dari tanggal 12 november 2018 sampai 15 November 2018 diruang Flamboyan E RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post operatif Cholelithiasis di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Pada pengkajian pasien 1 dan 2 dimana pengkajian ini difokuskan pada asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post Cholelithiasis. Pengkajian pada pasien 1 umur 40 tahun dilakukan pada tanggal 8 April 2019 dan pada pasien 2 umur 18 tahun dilakukan pada tanggal 12 November 2018. Hasil dari pengkajian sebagai berikut:



103



Berdasarkan dari hasil pengkajian pada pasien 1 dengan diagnosa medis Cholelithiasis dan pasien 2 dengan diagnosa medis Cholelithiasis. Pada kedua pasien memiliki keluhan yang sama dengan teori seperti nyeri pada daerah kanan perut secara tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier Berdasarkan teori yang ada menurut (Nanda, 2020). nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi merupakan gejala yang akan timbul pada pasien Cholelithiasis. Menurut peneliti bahwa nyeri yang dirasakan pada pasien 1 dan 2 merupakan tanda dan gejala dari Cholelithiasis yang terjadi karena adanya Obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh



batu empedu dan



menimbulkan infeksi sehingga menimbulkan rasa nyeri. Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan data pasien 1 pada tanggal 8 April 2019 Pasien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut sudah seminggu lebih dan berfikir bahwa itu penyakit magh, pasien di bawa ke IRD pada pukul 14:00 wita dan dinyatakan mempunyai penyakit batu empedu, pasien langsung dibawa keruang rawat inap Flamboyan B untuk menjalani perawatan lanjutan, pasien merasakan nyeri yang hilang timbul dengan skala 4 disertai dengan gelisah.



104



Sedangkan data pasien 2, Pasien masuk pada tanggal 11 November 2018 dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2 minggu yang lalu, nyeri datang timbul seperti tertusuk tusuk pada bagian abdomen kanan atas dengan skala 5 ditambahi dengan adanya mual tetapi tidak muntah gelisah dan susah tidur serta sulit bergerak. Data dari pengkajian data psikososial pada klien 1 dan klien 2, ekspresi ke dua klien pada penyakitnya yaitu tampak tegang dan gelisah. Berdasarkan teori menurut (Nanda, 2020). Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu



105



Pada pasien 1dan 2 diagnosa medisnya adalah Cholelithiasis. Jadi menurut peneliti pada pasien 1 dan 2 sama sama memiliki Cholelithiasis yang disebabkan oleh pengendapan batu kolesterol di dalam kandung empedu, faktor ini didukung nya pemeriksaan laboratorium pada jumlah kolesterol yang tinggi di miliki kedua pasien. Dalam beberapa data dalam pengkajian terdapat kesenjangan pada pengambilan data pasien 1 dalam pemeriksaan psikososial yang tidak seharusnya membahas ekspresi pasien terhadap penyakit nya. Karena, pemeriksaan psikososial mengacu pada pola komunikasi pasien terhadap orang lain. Pada pemeriksaan fisik. Keadaan umum pasien didapatkan pada pasien 1 yaitu kesadaran umum sedang, terpasang infus ditangan kanan dan sakit sedang. Sedangkan pada pasien 2 dengan kesadaran umum sedang. Menurut (Noor, 2017) keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis, sopor, koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat). Menurut peneliti terdapat kesenjangan antara pengkajian yang dilakukan oleh peneliti dengan teori yang ada, dimana pemeriksan fisik bagian keadaan umum pada kedua pasien hanya menjelaskan kesakitan yang dialami klien. Sedangkan pada teori baik atau buruknya yang dicatat dalam keadaan umum



106



adalah kesadaran klien (apatis, sopor, koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat). Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan pada pasien 1 dengan tekanan darah 140/88 mmhg, Nadi 111 x/menit, Suhu 370C, Respirasi 24 x/menit dan MAP 222,67 mmhg . dan pada pasien 2 didapatkan tanda tanda vital dengan tekanan darah 110/60 mmhg, Nadi 96 x/menit, Respirasi 19x/menit, Suhu 37.6 oC. Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada pemeriksaan tanda tanda vital pada pasien dimana tidak dilakukan nya pemeriksaan MAP pada pasien 2 sedangkan pada pasien 1 dilakukan pemeriksaan MAP pada tanda tanda vital. Menurut teori (Potter & Perry, 2005). Mean Arterial Pressure adalah tekanan arteri rata rata selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkan dari pengukuran tekanan darah systole dan tekanan darah diastole. Pada perhitungan MAP akan didapatkan gambaran penting dalam tekanan darah yaitu tekanan sistolik adalah tekanan maksimal ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri, batas normal dari tekanan sistolik adalah 100-140 mmhg, tekanan diastolic adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari tekanan diastolic adalah 60-80 mmhg. Tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dicapai jantung. Pada pemeriksaan fisik kenyamanan nyeri pada kedua pasien dilakukan pengkajian nyeri dengan PQRST dimana didapatkan pada pasien 1 mengatakan nyeri pada bagian perut seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri



107



4 dan nyeri yang dirasakan hilang timbul. Sedangkan pada pasien 2 dilakukan pengkajian kenyamanan nyeri dengan PQRST dimana didapatkan pada pasien 2 mengatakan nyeri pada bagian perut kanan atas rasa seperti tertusuk tusuk pada skala nyeri 5 dengan nyeri hilang timbul Pada pengkajian status fungsional/aktivitas dan mobilisasi Barthel indeks, Dimana pada pasien 1 bisa miring kanan dan miring kiri secara berlahan dan bisa duduk dengan bantuan dan total score barthel indeks 16 (ketergantungan sedang). Sedangkan pada pasien 2 mengatakan sulit bergerak karena menahan nyeri dan total score barthel indeks 13 (ketergantungan sedang). Pada pemeriksaan mata didapatkan perbedaan pada pasien 1 dan 2 dimana pada pasien 2 didapatkan data sclera ikterik dan tidak terjadi pada pasien 1. Berdasarkan teori yang ada menurut (Nanda, 2020). nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin merupakan gejala yang akan timbul pada pasien Cholelithiasis. Pada pengkajian bagian telinga, data yang didapatkan oleh peneliti terhadap kedua pasien kurang lengkap, dimana peneliti pada pasien 1 dan 2 hanya melakukan pengkajian pada telinga dibagian kanalis telinga . Pada pasien 1 dan pasien 2 sama-sama tidak dilakukan pemeriksaan tes weber, tes rinne, dan tes swbach. Pada pengkajan bagian pemeriksaan thorak : sistem pernafasan, data yang didapatkan oleh peneliti terhadap pasien 1 dan 2 kurang lengkap. Karena



108



penulis tidak mencantumkan pada kedua pasien keluhan sesak ataupun nyeri saat bernafas Pada pengkajian pemeriksaan system pencernaan dan status nutrisi data yang didapatkan oleh peneliti terhadap pasien 1 dan 2 kurang lengkap. Dimana peneliti pada pasien 1 dan 2 tidak menghitung IMT ( Indeks Masa Tubuh) pada pasien. Dan pada pasien 1 tidak menjelaskan pola BAB dan konsistensi BAB yang terjadi pada pasien. Pada pemeriksaaan fisik abdomen pada pasien 1 dilakukan Inspeksi dan bentuk abdomen datar, tidak ada bayangan vena, tidak ada lesi dan ada benjolan atau massa, tidak ada luka bekas operasi. Lalu, melakukan Auskultasi didengarkan bising usus 7x/menit. Selanjutnya Palpasi Terdapat nyeri tekan, terdapat benjolan, tidak ada pembesaran hepar dan ginjal. Lalu melakukan Perkusi, tidak ada asites. Sedangkan pada pasien 2 dilakukan inspeksi dan bentuk abdomen datar, tidak terdapat bayangan vena, tidak ada lesi dan tidak ada benjolan atau massa, lalu melakukan Auskultasi didengarkan bising usus 8x/menit. Selanjutnya Palpasi terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada benjolan atau massa, tidak ada luka operasi. Lalu lakukan perkusi, tidak ada asites. Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada pengkajian abdomen dimana pada saat didapatkan data nyeri tekan pada palpasi kedua pasien yang kurang lengkap karena tidak menyertakan kuadran dan regio.



109



Pada pengkajian bagian sistem persyarafan, pengkajian yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien 1 kurang 1engkap. Dimana peneliti tidak melakukan



pengkajian



reflek



fisiologis



(achiles,



bisep,



trisep



dan



brankioradialis) terhadap pasien 1. Pada pengkajian personal hygiene pasien 2 Pemeliharaan badan pasien mengatakan mandi dirumah sehari 2x sedangkan pasien dirumah sakit mengatakn seka 1x sehari, untuk pemeliharaan gigi dan mulut dirumah pasien mengatakan sikat gigi 2x sehari sedangkan dirumah sakit pasien mengatakan sikat gigi 2x sehari dan pemeliharan kuku pasien mengatakan memotong kuku bila panjang. Sedangkan data pada pasien 1 kurang lengkap karna tidak dijelaskan pola personal hyginene pasien dirumah sakit atau pun dirumah pasien. Pemeriksaan laboratorium menurut penulis kurang lengkap karna tidak disediakan nilai normal untuk hasil laboratorium karna dengan itu akan memudahkan pembaca mengetahui kondisi pasien pada pemeriksaan penunjang. Hasil pemeriksaan USG pasien 1 pada 7 april 2019 terdapat batu empedu, sedangkan hasil USG pasien 2 pada tanggal 03 Oktober 2018 dinyatakan Cholelithiasis dengan cholecysitis. Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015) .Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit



110



kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu Jadi menurut peneliti pada saat pemeriksaan fisik abdomen terdapat perbedaan dimana pasien 1 saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan serta terdapat suatu benjolan. Sedangkan pada pasien 2 saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada terdapat benjolan atau massa. Menurut peneliti untuk kelebihan pada pengambilan data sesuai pada pola dasar datang nya penyakit yang difokuskan dalam penambilan data pada hasil anamnese dan difokuskan pada pemeriksaan fisik dan kenyamanan nyeri bagian abdomen yang mengalami kelainan atau tidak, serta untuk kekurangan nya sendiri ada beberapa data hasil pengkajian yang belum terlalu lengkap guna untuk menunjang hasil diagnose yang lebih maksimal 2. Diagnosa keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,



111



2017) ada 6 diagnosa keperawatan pre operasi dan 3 diagnosa keperawatan post operasi. pada pasien Cholelithiasis yang sering ditegakkan pada pre operasi Cholelithiasis yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi), Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan, Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi intestinal, Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume. Dan diagnose post operasi Cholelithiasis yang sering ditegakkan yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur operasi), Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive. a. Diagnosa Pre Operatif Diagnosa keperawatan pada kedua pasien yang sesuai dengan teori antara lain: 1) Nyeri akut Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada kedua pasien yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi). Pada saat pengkajian data subjektif didapatkan kedua pasien mengalami nyeri pada area perut kanan atas, data objektif didapatkan kedua pasien tampak meringis menahan sakit.



112



Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses. Nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi merupakan gejala yang akan timbul pada pasien Pre Cholelithiasis. Pada pasien 1, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu :



113



(a) Data subjektif : Pasien mengeluh mengatakan nyeri pada bagian perut kanan (b)Data Objektifnya : Pasien tampak meringis, dan denyut nadi meningkat Menurut peneliti pada analisa data dimana data yang masih kurang lengkap karena tidak adanya data subjektif yang menjelaskan pengkajian nyeri secara PQRST dengan jelas dan data objektif tidak dijelaskan atau dimasukan hasil Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi bahwa pasien mengalami nyeri tekan saat pemeriksaan fisik abdomen, tidak dimasukan juga hasil USG yang akan mendukung data objektif tersebut. Pada pasien 2, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 2 yaitu : (a) Data subjektif : Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut kanan atas (b)Data Objektifnya : Pasien tampak meringis dan gelisah Menurut peneliti pada analisa data pasien 2 dimana data masih kurang lengkap karena tidak adanya data subjektif yang



114



menjelaskan nyeri dengan PQRST dengan jelas tidak adanya region dan kuadran yang jelas pada analisa data pasien 2. Sedangkan pada data objektif tidak dijhelaskan pemeriksaan fisik pasien pada daerah nyeri pasien di abdomen yang meliputi hasil Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dan tidak dimasukan nya hasil USG pasien guna mendukung data Objektif pada diagnose. Diagnosa keperawatan pada kedua pasien yang berbeda antara lain: 1) Ansietas Diagnose keperawatan yang berbeda dengan teori adalah Ansietas



berhubungan



dengan



kekhawatiran



mengalami



kegagalan. Pada saat melakukan pengkajian data subjektif didapatkan data pasien menunjukan kecemasan pada pasien ke 2, sedangkan tidak didapatkan data kecemasan yang dialami pasien 1. Ansietas atau kecemasan adalah reaksi dasar jangka pendek terhadap sebuah situasi. Namun, rasa takut dapat menjadi gangguan mental jika respons rasa takut tidak bersifat jangka pendek dan berlanjut, bahkan jika tidak ada alasan untuk perasaan itu. Ini bisa disebut gangguan kecemasan atau ketakutan. Individu yang memiliki ansietas / gangguan kecemasan dapat merasa khawatir yang tampaknya tidak penting dan menganggap situasi lebih buruk daripada yang sebenarnya.



115



Kecemasan terjadi dalam gejala mental dan fisik dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang dan mengubah situasi biasa menjadi tantangan yang menantang. Pada pasien 2, diagnose Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan., menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis



pada



SDKI



(Standar



Diagnosa



Keperawatan



Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu : (c) Data subjektif : Pasien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (d) Data Objektifnya : Pasien tampak gelisah dan tegang Menurut peneliti pada analisa data pasien 2 dimana data masih kurang lengkap karna dari gejala mayor yang dialami pasien belum mencapai 80%



dari standart SDKI (Standar



Diagnosa Keperawatan Indonesia) dikarenakan kurang nya pengkajian pada analisa data pada pasien 2. Diagnosa keperawatan pada kedua pasien pre operatif yang bisa ditegakan lagi antara lain: 1). Diagnose keperawataan pada pasien 1



116



(a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri Menurut analisa yang dikaji oleh penulis didapatkan data hasil pengkajian bahwa pasien nyeri dalam skala 4 dan dalam skala aktifitas mobilitas fisik pasien dengan skor 16 yaitu ketergantungan sedang Menurut teori (Nurarif & Kusuma, 2016). Ketika batu terdorong ke duktus sistikus akan terjadi distensi pada kandung empedu akan terjadi gesekan empedu dengan dinding abdomen lalu mnyebabkan nyeri pada kuadran kanan atas,



dan



membuat



pergerakan



tubuh



terbatas



yang



menyebabkan gangguan mobilitas fisik (b) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi Menurut analisa data yang dikaji oleh penulis didapatkan data pada riwayat kesehatan pasien yang mengira penyakit yang dia rasakan adalah penyakit magh dengan itu pasien menunjukan persepsi keliru terhadap masalah penyakit (c) Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi Menurut analisa data pada pengkajian pada pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan



117



didukung dengan analisa data objektif diketahui tekanan darah pada pasien adalah 140/88 mmhg Pada komplikasi yang di timbulkan dari peyakit hipertensi menurut (Trianto,2014). bahwa komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang diperdarahi berkurang. Resiko perkusi serebral tidak efektif adalah dimana pasien beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak. Dimana faktor resiko nya adalah penurunan kinerja ventrikel kiri, asterosklerosis aorta, diseksi arteri, fibrilasi atrium, tumor otak, stenosis karotis, miksoma atrium, aneurisma serebri, koagulopati, dilatasi kardiomiopati, embolisme, cedera kepala, hipertensi dan infark miokard akut (PPNI, 2017) (d) Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun Menurut analisa data pada pengkajian resiko jatuh pasien dihitung dengan skala morse dengan score 40 (beresiko sedang). Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi



118



usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot



menurun,



keseimbangan,



gangguan gangguan



pendengaran,



penglihatan



(mis.



gangguan glaucoma,



katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum) (PPNI, 2017) (e) Resiko distress spiritual Menurut peneliti analisa yang dikaji oleh penulis terdapat masalah pada pengkajian spiritual dimana pasien mengalami perubahan dalam ritual agama yaitu pada pasien yang beribadah jarang saat dirumah sakit Resiko distress spiritual adalah dimana pasien mengalami gangguan keyakinan atau isitem nilai pada individu atau kelompok berupa kekuatan, harapan dan makna hidup. Batasan karakterisitik meliputi perubahan hidup, perubahan lingkungan,



bencana



alam,



sakit



kronis,



sakit



fisik,



penyalahgunaan zat, kecemasan, perubahan dalam ritual



119



agama, perubahan dalam praktik spiritual, konflik spiritual, depresi, ketidakmampuan memaafkan, kehilangan, harga diri rendah, hubungan buruk, konflik rasial, berpisah dengan system pendukung, stress (PPNI, 2017). (f) Resiko perfusi perifer tidak efektif Menurut peneliti analisa data pengkajian terdapat masalah pada pasien yang mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan didapatkan data objektif tekanan darah pasien 140/88 mmhg Resiko perfusi perifer tidak efektif adalah dimana pasien mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism tubuh. Dengan karakteristik hiperglikemia, gaya hidup kurang gerak, hipertensi, merokok, prosedur endovascular, trauma, kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (PPNI, 2017). 2). Diagnosa keperawatan pada pasien 2 (a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri Menurut analisa yang dikaji oleh penulis didapatkan data hasil pengkajian bahwa pasien mengatakan kesulitan bergerak



karna



menahan



nyeri,



pasien



mengalami



ketergantungan ringan dalam skala aktifitas mobiltas fisik dengan skor 13.



120



Menurut teori (Nurarif & Kusuma, 2016). Ketika batu terdorong ke duktus sistikus akan terjadi distensi pada kandung empedu akan terjadi gesekan empedu dengan dinding abdomen lalu mnyebabkan nyeri pada kuadran kanan atas,



dan



membuat



pergerakan



tubuh



terbatas



yang



menyebabkan gangguan mobilitas fisik (b) Gangguan pola tidur Menurut analisa data yang dikaji oleh penulis didapatkan data hasil pengkajian bahwa pasien mengatakan keluhan kesulitan tidur dikarenakan nyeri yang ia rasa (c) Defisit perawatan diri Menurut data hasil pengkajian pasien mengatakan untuk kebiasaan dirumah pasien mandi 2x sehari sedangkan saat dirumah sakit pasien diseka 1x sehari. Dalam perhitungan skala



aktifitas



mobilitas



fisik



pasien



mengalami



ketergantungan ringan. (d) Resiko defisit nutrisi Menurut data pengkajian pasien mengatakan pada riwayat penyakit bahwa pasien mengalami rasa mual tapi tidak muntah. Menurut teori (Kusuma & Nurarif). Terjadi rasa mual atau muntah dikarenakan proses inflamasi yang menekan saraf



121



parasimpatis dan terjadinya penurunan peristaltik di usus yang menyebabkan makanan tertahan dilambung dan menimbulkan rasa mual dan muntah. (e) Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun Menurut analisa data pada pengkajian resiko jatuh pasien dihitung dengan skala morse dengan score 40 (beresiko sedang) Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot



menurun,



keseimbangan,



gangguan gangguan



pendengaran,



penglihatan



(mis.



gangguan glaucoma,



katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum) (PPNI, 2017) (g) Resiko distress spiritual



122



Menurut peneliti analisa yang dikaji oleh penulis terdapat masalah pada pengkajian spiritual dimana pasien mengalami perubahan dalam ritual agama yaitu pada pasien yang beribadah jarang saat dirumah sakit Resiko distress spiritual adalah dimana pasien mengalami gangguan keyakinan atau isitem nilai pada individu atau kelompok berupa kekuatan, harapan dan makna hidup. Batasan karakterisitik meliputi perubahan hidup, perubahan lingkungan,



bencana



alam,



sakit



kronis,



sakit



fisik,



penyalahgunaan zat, kecemasan, perubahan dalam ritual agama, perubahan dalam praktik spiritual, konflik spiritual, depresi, ketidakmampuan memaafkan, kehilangan, harga diri rendah, hubungan buruk, konflik rasial, berpisah dengan system pendukung, stress (PPNI, 2017). b. Post operatif Diagnosa keperawatan post operatif pada kedua pasien yang sesuai dengan teori antara lain: 1) Nyeri akut Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada kedua pasien yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Prosedur operasi). Pada saat pengkajian data subjektif didapatkan kedua pasien sama – sama



123



mengatakan nyeri pada area operasi. Data objektif didapatkan data pada kedua pasien yaitu skala nyeri, ekspresi wajah tampak meringis menahan sakit. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses. Pada pasien 1, diagnose nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu : (a) Data subjektif : Pasien mengeluh nyeri (b) Data Objektifnya : Pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat



124



Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada diagnose nyeri dikarenakan pada pengkajian nyeri analisa data subjektif tidak lengkap karena tidak ada pengkajian nyeri PQRST dan tidak adanya kuadran serta regio pada nyeri yang ditunjukan pasien. Dan analisa data objektif tidak dimasukan nya data tampak luka operasi seperti apa. Pada pasien 2, diagnose nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 2 yaitu : (a) Data subjektif : Pasien mengeluh nyeri (b) Data Objektifnya : Pasien tampak meringis, gelisah, sulit tidur Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada diagnose nyeri dikarenakan pada pengkajian nyeri analisa data subjektif tidak lengkap karena tidak ada pengkajian nyeri PQRST dan tidak adanya kuadran serta regio pada nyeri yang ditunjukan pasien. Dan analisa data objektif tidak dimasukan nya data tampak luka operasi seperti apa.



125



2) Resiko infeksi Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada kedua pasien selanjutnya adalah resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan data objektif pada kedua pasien yaitu terdapat luka hasil operasi dibagian perut. Resiko infeksi adalah berisiko nya mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Pada pasien 1, Diagnosa resiko infeksi menurut peneliti tanda faktor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia),



yaitu dari faktor resiko



adalah efek prosedur invasive, dan untuk kondisi klinis terkait adalah tindakan invasive Menurut peneliti terdapat kekurangan data yang kurang lengkap pada analisa data yang mendukung diagnose resiko infeksi. Pada data objektif tidak dijelaskan seperti apa kriteria luka operasi dan tidak dilakukan pengkajian tanda tanda infeksi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), Dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan), fungsio laesa (perubahan fungsi jaringan). Pada pasien 2, Diagnosa resiko infeksi menurut peneliti tanda faktor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar



126



Diagnosa Keperawatan Indonesia),



yaitu dari faktor resiko



adalah efek prosedur invasive, dan untuk kondisi klinis terkait adalah tindakan invasive Menurut peneliti terdapat kekurangan data yang kurang lengkap pada analisa data yang mendukung diagnose resiko infeksi. Pada data objektif tidak dijelaskan seperti apa kriteria luka operasi dan tidak dilakukan pengkajian tanda tanda infeksi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), Dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan), fungsio laesa (perubahan fungsi jaringan). Untuk mengetahui bahwa pasien terjadi infeksi atau tidak dikarenakan terdapat data tanda tanda vital suhu pasien meningkat hipertermi. Diagnosa keperawatan post operatif pada kedua pasien berbeda antara lain: 1) Gangguan mobilitas fisik Diagnose keperawatan yang berbeda antara pasien 1 dan 2 adalah Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. Pada saat melakukan pengkajian didapatkan data subjektif pada pasien 1 dengan pasien mengatakan jika kesulitan bergerak dikarenakan nyeri luka sehabis operasi terasa sakit jika bergerak. data gangguan mobilitas fisik tidak didapatkan pada pasien 2



127



Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri. Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data objektifnya meliputi kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun dan data subjektifnya mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas. Sedangkan kriteria minornya data subjektifnya meliputi nyeri saat bergerak dan data objektifnya meliputi sendi kaku, gerakan terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017). Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) menyatakan bahwa patofisiologi pada pasien cholelithiasis setelah dilakukan nya operasi pengangkatan batu empedu menyebabkan gangguan pada keterbatasan nya anggota gerak tubuh karena nyeri saat bergerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada pasien 1, diagnose Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan belum memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu : (e) Data subjektif : Pasien mengeluh sulit menggerakan extremitas



128



Menurut peneliti pengkajian analisa data masih kurang karena penulis tidak menjelaskan tentang kekuatan otot pasien yang menurun dan bentuk dari luka operasi tersebut sehingga membuat pasien sulit bergerak. 2) Hipertermi Diagnosa keperawatan yang berbeda antara pasien 1 dan 2 selanjutnya adalah hipertermi berhubungan dengan respon trauma. Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien 2 setelah dilakukan tindakan operasi didapatkan data subjektif pasien mengaatakan kedinginan dengan data objektif suhu pada pasien 38,1 celcius, dimana data ini tidak didapatkan pada pasien 1. Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya terjadi karena infeksi. Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu tubuh yang terlalu panas atau tinggi. Umumnya,



manusia



akan



mengeluarkan



keringat



untuk



menurunkan suhu tubuh Pada pasien 2, diagnose hipertermia berhubungan dengan respon trauma, menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu : (f) Data subjektif :



129



Tidak tersedia (g)Data Objektifnya : Suhu tubuh diatas normal Diagnosa keperawatan pada kedua pasien post operatif yang bisa ditegakan lagi antara lain: 1). Diagnose keperawataan pada pasien 1 (a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat nyeri pasien



yang



meningkat



karena



luka



operasi



yang



menyebabkan pasien juga mengalami moiblitas fisik yang berkurang dan menyebabkan kesulitan bergerak. Defisit perawatan diri adalah ketika pasien tidak mampu melakukan atau emnyelesaikan aktivitas perawatan diri. Dimana



penyebab



musculoskeletal,



bisa



gangguan



dikarenakan



gangguan



neuromuskuler,



kelemahan,



gangguan psikologis atau psikotik dan penurunan motivasi (PPNI, 2017) (b) Resiko jatuh Menurut



peneliti



pada



pengkajian



pasien



terdapat



mengalami gangguan mobilitas fisik yang disebabkan oleh nyeri operasi sehingga pasien akan mengalami penuruan extremitas gerak yang membahayakan pasien.



130



Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot



menurun,



keseimbangan,



gangguan gangguan



pendengaran,



penglihatan



(mis.



gangguan glaucoma,



katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum) (PPNI, 2017). 2). Diagnose keperawataan pada pasien 2 (a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat nyeri pasien



yang



meningkat



karena



luka



operasi



yang



menyebabkan pasien juga mengalami moiblitas fisik yang berkurang dan menyebabkan kesulitan bergerak. Defisit perawatan diri adalah ketika pasien tidak mampu melakukan atau emnyelesaikan aktivitas perawatan diri. Dimana



penyebab



bisa



dikarenakan



gangguan



131



musculoskeletal,



gangguan



neuromuskuler,



kelemahan,



gangguan psikologis atau psikotik dan penurunan motivasi (PPNI, 2017) (b) Resiko jatuh Menurut



peneliti



pada



pengkajian



pasien



terdapat



mengalami gangguan mobilitas fisik yang disebabkan oleh nyeri operasi sehingga pasien akan mengalami penuruan extremitas gerak yang membahayakan pasien. Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot



menurun,



keseimbangan,



gangguan gangguan



pendengaran,



penglihatan



(mis.



gangguan glaucoma,



katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum) (PPNI, 2017).



132



Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dari hasil pengkajian pada kedua pasien saat pre operasi terdapat 1 diagnosa yang sama dan 1 diagnosa yang berbeda antara pasien 1 dan 2. Dan diagnose pasien saat post operasi terdapat 2 diagnosa yang sama antara pasien 1 dan 2 dan 1 diagnosa yang berbeda antara pasien 1 dan 2. Didapatkan hasil diagnose pada pasien 1 terdapat ada 4 diagnosa yang yang sama dengan teori pre dan post sedangkan pada pasien 2 terdapat 3 diagnosa yang sama dengan teori pre dan post cholelithiasis. Diagnosa yang ditegakkan pada kedua pasien hanya empat dan 3 diagnosa yang sama dengan teori sedangkan pada teori terdapat sepuluh diagnosa, berarti terdapat kesenjangan antara teori dan actual, itu terjadi karena tidak selalu masalah yang ditegakkan sesuai dengan teori, dan masalah yang ditegakkan kembali lagi dari kondisi pasien atau adanya komplikasi penyerta pada diagnosa medis yang ada pada pasien tersebut. Menurut peneliti kelebihan dalam pengambilan diagnose karna sudah sesuai dengan standart SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) terdapat data mayor minor . serta untuk kekurangan nya sendiri dalam penentuan diagnosa ada beberapa diagnose lagi yang bisa diangkat diantara nya pada pasien 1 ada 8 diagnosa pre dan post sedangkan pada pasien 2 ada 8 diagnosa yang lagi yang bisa diangkat pada pre dan post Cholelithiasis dan kurang nya pengkajian yang lebih dalam dan lengkap untuk menentukan lebih banyak diagnose pada pasien pre dan post operatif Cholelithiasis



133



3. Perencanaan Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016). Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, perencanaan tindakan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 disusun setelah semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan. Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan ini terdiri dari: menegakkan diagnosa keperawatan, menentukan sasaran dan tujuan, menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun intervensi dan tindakan keperawatan. a. Pre Operatif 1) Nyeri akut Pada diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi) pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa nyeri pada pasien menurun dengan kriteria hasil pasien tidak mengeluh nyeri, mampu mengenali nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang, mampu mengontrol nyeri (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) Sedangkan pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa



134



nyeri pada pasien mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri ), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri, Mampu mengenali nyeri



(skala , intensitas , frekuensi dan tanda



nyeri ). Intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun oleh pada pasien 1 dan pasien 2 : a) Pasien 1 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV, kolaborasi dalam pemberian antibiotic b) Pasien 2 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV, kolaborasi dalam pemberian antibiotic Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan 2 belum sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan 2 yaitu dimana



penerapan serta



135



penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose nyeri akut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun, kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik, pola nafas membaik, dan tekanan darah membaik, pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi Manajemen nyeri (I.08238) 1.Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri, 3.Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri, 4. Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis: akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi terbimbing,kompres hangat/dingin), 5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan), 6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, 7. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri, 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.



136



2) Ansietas Pada diagnose ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan pada pasien 2 peneliti telah mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan perasan cemas dan tidak nyaman bisa diatasi dengan



kriteria



mengungkapkan



hasil gejala



pasien cemas,



mampu



mengidentifikasidan



mengidentifikasi,mengungkapkan



gejala cemas, vital sign dalam batas normal. Intervensi tindakan Ansietas yang telah disusun pada pasien 2 : a) Pasien 2 : identifikasi tingkat kecemasan, jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan, dorong keluarga untuk menemani pasien, instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan ansietas yang telah disusun pada pasien 2 belum sesuai dengan



SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu



meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan ansietas yang telah disusun pada pasien 2 yaitu dimana penerapan serta penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).



137



Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose ansietas dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas menurun, kriteria hasil : verbalisasi kebingungan menurun, verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun, prilaku gelisah menurun, prilaku tegang menurun, konsentrasi membaik, pola tidur membaik, pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi Reduksi ansietas: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 2.identifikasi kemampuan mengambil keputusan 3.monitor tanda tanda ansietas (verbal dan non verbal) 4.ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 5.temani pasien untuk mengurangi cemas 6.pahami situasi yang membuat ansietas 7.dengarkan dengan penuh perhatian 8.gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 9.diskusikan perencanaan realitis tentang peristiwa yang akan datang 10.jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 11.infomasikan secara factual mengenai diagnosisdan pengobatan 12.latih teknik relaksasi 13.kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu b. Post operatif 1) Nyeri akut



138



Pada diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa nyeri pada pasien menurun dengan kriteria hasil pasien tidak mengeluh nyeri, mampu mengenali nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang, mampu mengontrol nyeri (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) Sedangkan pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa nyeri pada pasien mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri ), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri, Mampu mengenali nyeri



(skala , intensitas , frekuensi dan tanda



nyeri ). Intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan pasien 2 : a) Pasien 1 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV, kolaborasi dalam pemberian antibiotic b) Pasien 2 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor



139



prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV, kolaborasi dalam pemberian antibiotic Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan pasien 2 belum sesuai dengan



SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu



meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada pasien 1 dan 2 belum sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia). Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose nyeri akut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun, kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik, pola nafas membaik, dan tekanan darah membaik, pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi Manajemen nyeri : 1.Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri, 3.Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri, 4. Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis: akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi terbimbing,kompres hangat/dingin), 5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri



140



(mis: suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan), 6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, 7. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri, 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. 2) Resiko infeksi Pada diagnose resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil : pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan prilaku hidup sehat, menunjukan kemampuan untuk mencegah Pada diagnose resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil : pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan prilaku hidup sehat, menunjukan kemampuan untuk mencegah Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 1 dan 2 : a) Pasien 1 : monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local, inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan, cuci tangan setiap



141



sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, beritau pasien untuk batasi pengunjung, pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko, lakukan perawatan luka, berikan terapi antibiotic b) Pasien 2 : monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local, inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan, cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, beritau pasien untuk batasi pengunjung, pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko, lakukan perawatan luka, berikan terapi antibiotic. Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan resiko infeksi yang telah disusun pada pasien 1 dan pasien 2 belum sesuai dengan



SIKI (Standar Intervensi Keperawatan



Indonesia) yaitu meliputi



observasi,



terapeutik, edukasi,



dan



kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada pasien 1 dan 2 belum sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia). Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose resiko infeksi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun, kriteria hasil : demam menurun, kemerahan menurun, nyeri menurun, bengkak menurun, kadar sel darah putih membaik, kebersihan tangan meningkat, kebersihan badan meningkat. Pasien dapat beristirahat



142



dengan nyaman melalui intervensi pencegahan infeksi : 1.monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik 2.batasi jumlah pengunjung 3.berikan perawatan kulit pada area edema 4.cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lignkungan pasien 5.pertahankan teknikaseptik pada pasien beresiko tinggi 6.jelaskan tanda dan gejala infeksi 7.ajarkan cara mencuci tanagn dengan benar 8.ajarkan etika batuk 9.ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 10.anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 11.anjurkan meningkatkan asupan cairan 12.kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu. 3) Gangguan mobilitas fisik Pada diagnose gangguan mobilitas fisik dihubungkan dengan nyeri pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan pasien dengan mobilitas fisik



meningkat dengan kriteria hasil:



Pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, kelemahan fisik menurun Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 1 : a) Pasien 1 : Kaji kemampuan mobilisasi klien, latih ROM pasif , posisikan kaki lebih tinggi dari jantung, edukasi kepada klien untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan, kolaborasi obat dengan dokter



143



Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan Gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1 belum sesuai dengan



SIKI (Standar Intervensi Keperawatan



Indonesia) yaitu meliputi



observasi,



terapeutik, edukasi,



dan



kolaborasi. Adapun kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan gangguan mobilitas fisik



yang telah disusun pada pasien 1 yaitu



dimana penerapan serta penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose Gangguan mobilitas fisik dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilitas fisik



diharapkan tingkat



meningkat, kriteria hasil : pergerakan extremitas



meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak meningkat, nyeri menurun, kecemasan menurun, gerakan terbatan menurun, kelemahan fisik menurun. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman melalui intervensi dukungan mobilisasi : 1.Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2.Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi 3.Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 4.Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi 5.Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu 6.Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik 7.Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam



144



meningkatkan ambulasi 8.Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi 9.Anjurkan melakukan ambulasi dini 10.Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan 4) Hipertermia Pada diagnose Hipertermia berhubungan dengan respon trauma pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperaawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan suhu tubuh pasien dapat kembali normal dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan respirasi normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 2 : a) Pasien 2 : monitor TTV, instruksikan pada keluarga untuk kompres pasien, kolaborasi dalam pemberian antipiretik, kolaborasi pemberian cairan intravena, rencanakan monitoring TTV secara kontinyu Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan Hipertermi yang telah disusun pada dan klien 2 belum sesuai dengan



SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu



meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan Hipertermia yang telah disusun pada pasien 2 yaitu dimana penerapan serta penulisan



145



kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang penulis gunakan untuk diagnose Hipertermi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil : Mengigil menurun, kulit merah menurun, akrasianosis menurun, pucat menurun, piloereksi menurun, kejang meurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik, kadar glukosa darah membaik, pengisian kapiler membaik, ventilasi membaik, tekanan darah membaik. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman melalui intervensi manajemen hipertermia : 1.Identifikasi penyebab hipertermia 2.Monitor suhu tubuh 3.Monitor kadar elektrolit 4.Monitor haluan urine 5.Monitor komplikasi akibat hipertermia 6.Sediakan lingkunga yang dingin 7.Basahi dan kipasi permukaan tubuh 8.Berikan cairan oral 9.Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika terjadi hyperhidrosis 10.Hindari pemberian antipiretik dan aspirin 11.Berikan oksigen 12.Anjurkan tirah baring 13.Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena 4. Pelaksanaan Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena



146



itu, jika intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut disebut implementasi keperawatan (Setiadi, 2019) Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Setiadi, 2019). Implementasi pada pasien 1 dilakukan oleh peneliti dari tanggal 8 April 2019 sampai 12 April 2019. Pada hari pertama pasien masih berada di ruang rawat inap Flamboyan B sebelum dilakukan nya operasi melakukan pengkajian ke pasien saat pukul 15.00 wita. Pada hari pertama sebelum pasien dilakukan tindakan operasi peneliti mengajarkan tehnik non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus



147



tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Maliya, 2016). Pada hari kedua 10 april 2019 pada pukul 07.30 melakukan pengukuran nyeri post operasi pasien mengatakan nyeri pada luka operasi dalam skala 5. pukul 10.00 wita melakukan pelaksanaan perawatan luka operasi, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya penyebaran pathogen. Membatasi datangnya pengunjung untuk mencegah penyebaran kuman Menurut teori (Zakhary, 2017) Perawatan luka operasi penting dilakukan untuk mencegah infeksi dan komplikasi pascaoperasi lainnya. Perawatan yang dimaksud termasuk mengganti perban, menjaga luka operasi tetap kering, serta mencegah jahitan operasi robek karena aktivitas tertentu. Selain mencegah infeksi dan komplikasi lain akibat operasi, memahami cara perawatan luka operasi yang benar juga diperlukan untuk memaksimalkan hasil operasi. Hal ini karena hasil operasi tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan tindakan operasi saja, namun juga oleh perawatan luka setelah operasi Pada hari ke tiga pada tanggal 11 April 2019 pada pukul 07.30 melakukan pengukuran nyeri pada pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda



148



tanda vital. Pada pukul 10.00 melakukan perawatan luka untuk mempercepat penyembuhan luka dan membrikan terapi antibiotic untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Pada hari ke 4 pada tanggal 12 april 2019 pada pukul 08.45 mengkaji mobilisasi pasien serta melakukan pengkajian nyeri, memonitor tanda dan gejala infeksi. Pada pukul 10.00 wita melakukan perawatan luka dan pemberian terapi antibiotic untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka operasi Implementasi pada pasien 2 dilakukan dari tanggal 12 November 2018 sampai 15 November 2018, hari pertama dilakukan pengkajian terhadap pasien dan megajarkan terapi non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam. Pasien tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam dan dilanjutkan pukul 18.00 melakukan pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri Implementasi pada tanggal 13 november 2018 pada pukul 08.00 melakukan pemeriksaan tanda tanda vital



dilanjutkan pada pukul 09.00



dengan mengidentifikasi tingkat kecemasan dengan menjelaskan semua prosedur apa yang akan dirasakan selama operasi. Kecemasan adalah reaksi dasar jangka pendek terhadap sebuah situasi. Meski demikian, kecemasan dapat menjadi gangguan mental jika reaksi kecemasan tidak bersifat jangka pendek dan berkelanjutan, bahkan merasa cemas ketika tidak ada penyebab perasaan tersebut. Ini dapat disebut



149



gangguan kecemasan ataupun ansietas. Individu yang memiliki ansietas / gangguan kecemasan dapat merasa tidak dapat berhenti mengkhawatirkan halhal yang sepertinya tidak penting dan menganggap sebuah situasi lebih buruk daripada keadaan sebenarnya. Ansietas tampak pada gejala mental dan fisik dan dapat mengganggu seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka, mengubah situasi biasa menjadi tantangan yang membebankan. Gangguan kecemasan memiliki sejumlah varian, tetapi semuanya mampu mengganggu kemampuan individu untuk melakukan hal-hal biasa dan menjalani kehidupan sehari-hari. Implementasi pada tanggal 14 November 2018 pada pukul 07.00 melakukan tindakan mengintruksikan teknik relaksasi nafas dalam .Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Maliya, 2016). Dilanjutkan pada pukul 14.00 melakukan perawatan luka



150



Implementasi tanggal 15 November 2018 melakukan tindakan pemberian analgetik untuk mempercepat proses penyembuhan, dilanjutkan pemeriksaan tanda tanda vital dan pengintruksian dalam tekhnik nafas dalam. Menurut peneliti implementasi yang sudah dilakukan pada kedua pasien, penulis hanya kebanyakan melakukan mengulang ulang tindakan yang sama saja dikarenakan perencanaan yamg kurang lengkap pada setiap diagnose yang menyebabkan tindkan kepada pasien kurang maksimal dan data yang kurang lengkap dimana tidak dicantumkan tanggal ataupun hari pasien masuk dan keluar dari tindakan operasi. dan juga belum sesuai standart SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia) yang didasarkan pada Observasi, Terapeutik, Edukasi dan kolaborasi. Terdapat juga kesenjangan dimana pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis sebelum nya tidak sepenuhnya dilakukan diantara nya pada pasien 1 pada tindakan post operasi diagnose Gangguan mobilitas fisik penulis tidak melakukan implementasi melatih ROM pasif, posisikan kaki pasien lebih tinggi dari jantung, edukasi kepada pasien untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan, kolaborasi obat dengan dokter. Dan pada pasien 2 pada tindakan post operatif pada diagnose Hipertermi penulis tidak melakukan implementasi kolaborasi pemberian cairan intravena dan merencanakan monitoring TTV secara kontinyu. Lalu pada diagnose resiko infeksi penulis tidak melakukan implementasi monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local, inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan, cuci tanagn setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.



151



5. Evaluasi keperawatan a. Pre operatif Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 1 pre operatif terdapat 1 diagnosa nyeri akut dengan hasil masalah belum teratasi dengan evaluasi pasien masih mengatakan nyeri pada bagian perut hilang timbul seperti tertusuk tusuk dalam skala nyeri 4. Hasil evaluasi ynag dilakukan peneliti pada pasien 2 pre operatif terdapat 2 diagnosa keperawatan. Diagnose pertama Nyeri akut dengan evaluasi pasien masih mengatakan nyeri pada perut kanan atas, nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk tusuk dalam skala nyeri 5, pasien terlihat tampak meringis, diagnose dinyatakan pada nyeri akut masalah belum teratasi. Diagnosa kedua ansietas dengan evaluasi pasien mengatakan pada saat cemas datang pasien melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam dam pasien merasa lebih nyaman dan tenang, pasien tampak lebih nyaman dan rileks,diagnose dinyatakan pada ansietas masalah teratasi dan hentikan intervensi. b. Post operatif Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 1 post operatif terdapat 3 diagnosa keperawatan. Pada diagnose pertama nyeri akut hasil evaluasi pasien mengatakan neyri berkurang dan pasien dapat mengontrol nyeri, kondisi pasien terlihat mulai membaik, diagnose dinyatakan pada nyeri akut masalah teratasi sebagian. Pada diagnose kedua gangguan mobilitas fisik hasil evaluasi pasien mengatakan kelemahan fisik menurun dan pasien dapat



152



berpindah tempat sendiri dengan perlahan lahan, keadaan pasien terlihat tampak tidak lemas lagi, pada diagnose gangguan mobilitas fisik dinyatakan masalah teratasi sebagian lalu lanjutkan intervensi. Pada diagnose ketiga resiko infeksi hasil evaluasi dengan luka operasi pasien tampak bersih dan tidak ada tanda tanda infeksi pada luka operasi, diagnosa resiko infeksi dinyatakan masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 2 post operatif terdapat 3 diagnosa keperawatan. Pada diagnose pertama nyeri akut hasil evaluasi pasien mengatakan nyeri pada luka operasi berkurang dengan turun menjadi skala 3, pasien tampak rileks, pada diagnose nyeri akut dinyatakan masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi. Pada diagnose kedua hipertermia dengan hasil evaluasi pasien mengatakan akan mengompres lagi karna dari data objektif kulit pasien masih teraba hangat, pada diagnose hipertermia dinyatakan



masalah



teratasi



sebagian



dan



dilanjutkakan



intervensi.



Dilanjutkan pada diagnose ketiga yaitu resiko infeksi dengan hasil evaluasi pasien mnegatakan nyeri berkurang dan tidak ada terdapat tanda tanda infeksi. Pada diagnose keperawatan resiko infeksi dinyatakan maslaah teratasi dan hentikan intervensi.



153



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 pada pasien pre dan post Cholleithiasis di Ruangan Flamboyan B dan E di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Kalimantan Timur peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengkajian Pada pengkajian pasien 1 dan 2 dimana pengkajian ini difokuskan pada asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post Cholelithiasis. Pengkajian pada pasien 1 umur 40 tahun dilakukan pada tanggal 8 April 2019 dan pada pasien 2 umur 18 tahun dilakukan pada tanggal 12 November 2018. Berdasarkan dari hasil pengkajian pada pasien 1 dengan diagnosa medis Cholelithiasis dan pasien 2 dengan diagnosa medis Cholelithiasis. Pada kedua pasien memiliki keluhan yang sama dengan teori seperti nyeri pada daerah kanan perut secara tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier. Terdapat perbedaan pada pre operatif dimana pasien 2 mengalami kecemasan dimana data tersebut tidak didapat pada pasien 1. Pada hasil pengkajian analisa data pada pasien post operatif terdapat juga masalah keperawatan yang sama pada kedua pasien dalam timbulnya maslaah keperawatan.



154



2.



Diagnosa keperawatan Menurut teori yang dikemukakan peneliti pada bab sebelumnya diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien pre operatif sebanyak 6 diagnosa dan pada post operatif sebanyak 3 diagnosa. Namun pada pasien 1 peneliti hanya menemukan 1 diagnosa pre operatif yang sama dengan teori dan 3 diagnosa post operatif yang sama dengan teori bab sebelumnya. Sedangkan pada pasien 2 peneliti hanya menemukan 1 diagnosa pre operatif yang sama dengan teori dan 2 diagnosa post operatif yang sama dengan teori.



3. Perencanaan Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua pasien dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada, Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan pasien dan memperhatikan kondisi pasien serta kesanggupan keluarga dalam kejasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti seperti melakukan perawatan luka, monitor keadaan luka, melakukan identifikasi lokasi. Karakteristik, durasi, dan kuantitas nyeriserta identifikasi skala nyeri. 4. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang sudah di buat, sesuai dengan kebutuhan kedua pasien dengan pre dan post Cholelithiasis. 5. Evaluasi Keperawatan



155



Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada pasien 1 selama 4 hari dan pada pasien 2 selama 5 hari perawatan oleh peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon pasien dalam pelaksanaan asuhan keperawatan baik, pasien cukup kooperatif dalam pelaksanaan setiap tindakan keperawatan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada pasien 1 dan 2 menunjukan bahwa masalah yang dialami pada kedua pasien banyak yang belum teratasi. B. Saran 1. Bagi peneliti Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre dan post Cholelithiasis yang diberikan dapat tepat, peneliti selanjutnya harus benar-benar menguasai konsep tentang Cholelithiasis itu sendiri, terutama pada faktor etiologi, anatomi fisiologi dan patofisiologi tentang Cholelithiasis, selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian dengan tepat dan komperhensif agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada pasien serta tidak ada masalah yang luput dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Dalam penegakan diagnose diharapkan peneliti juga harus teliti dalam mengangkat dan merumuskan diagnose keperawatan yang ada pada pasien agar masalah keperawatan yang muncul pada pasien dapat teratasi dan mendapatkan penanganan secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak



156



hanya berfokus kepada masalah biologis pasien, namun juga terhadap masalah psiko, sosio, spiritual pasien. Sehingga asuhan keperawatan yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal, dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi pasien dan juga peneliti itu sendiri. Pada bagian intervensi keperawatan diharapkan peneliti merencanakan sesuai dengan buku panduan SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia) dan SLKI (Standart Luaran Keperawatan



Indonesia) . Pada bagian



Implementasi diharapkan juga peneliti melakukan tindakan yang sesuai dengan yang direncanakan agar diagnose pada pasien dapat teratasi. Dan evaluasi keperawatan diharapkan peneliti lebih melakukan evaluasi yang lebih lengkap pada pasien sesuai dengan data yang didapatkan pada pasien. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Cholelithiasis dengan menggunakan literatur-literatur terbaru.



157



DAFTAR PUSTAKA (Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013). (2018). Riset Kesehatan Dasar. Alhawsawi, Z. M., Alshenqeti, A. M., Alqarafi, A. M., Alhussayen, L. K., & Turkistani, W. A. (2019). Cholelithiasis in patients with paediatric sickle cell anaemia in a Saudi hospital. Journal of Taibah University Medical Sciences, 14(2), 187–192. http://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.02.007 AlKhlaiwy, O., AlMuhsin, A. M., Zakarneh, E., & Taha, M. Y. (2019). Laparoscopic cholecystectomy in situs inversus totalis: Case report with review of techniques. International Journal of Surgery Case Reports, 59, 208–212. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.05.050 Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD Kudus, 6(2), 139–148. Baloyi, E. R. J., Rose, D. M., & Morare, N. M. T. (2020). Incidental gastric diverticulum in a young female with chronic gastritis: A case report. International Journal of Surgery Case Reports, 66, 63–67. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.030 Bini, J., Chan, J. C., Rivera, C., & Tuda, C. (2020). IDCases Sporadic leptospirosis case in Florida presenting as Weil ` s disease. IDCases, 19, e00686. http://doi.org/10.1016/j.idcr.2019.e00686 Bolat, H., & Teke, Z. (2020). Spilled gallstones found incidentally in a direct inguinal hernia sac: Report of a case. International Journal of Surgery Case Reports, 66, 218–220. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.12.018 Bruno, L. (2019). Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53). http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and review of published cases. International Journal of Surgery Case Reports, 54, 28–33. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006



158



Harahap, E. E. (2019). Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk Melengkapi Proses Keperawatan. Andalas, U. (2017). 1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2018, 1–5. Nanda, D. (2020). Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA, (6), 1–7. Kusuma, N. &. (2016). dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Lestari, P. H., Setiawan, A., Pusat, J., Ilmu, F., Universitas, K., & Barat, J. (2019). Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui pendekatan asuhan keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja, 11(1). Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B. (2019). Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients: A CASE SERIES. Annals of Medicine and Surgery. http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003 Nathaniel, A., Seja, G. P., Perdana, K. K., Daniel, R., Lumbantobing, P., & Heryandini, S. (2018). Perilaku Profesional Terhadap Pola Makan Sehat, 1(2), 186–200. Paasch, C., Salak, M., Mairinger, T., & Theissig, F. (2020). Leiomyosarcoma of the gallbladder—A case report and a review of literature. International Journal of Surgery Case Reports, 66, 182–186. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.062 PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI. Putri Sella Agustin, P. S. P. (2016). Pengaruh Pola Makan Tidak Seimbang dan Kurangnya Aktivitas Fisik Menyebabkan Terjadinya Obesitas. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Rahmawati, A., Sudarmanto, Y., & Hasan, M. (2019). The Risk of Work Posture Did Not Affect on Worker’s Disability Index with Low Back Pain Complaints in PT Muroco Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 5(1), 7. http://doi.org/10.19184/ams.v5i1.6793 Reinecke Ribka Halim. (2018). Anatomi Fisiologi Empedu.



159



Rekam Medic RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo. (2019). Widodo. (2015). Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 1, 1–6. http://doi.org/10.1086/513446.Iijima Winata, H., Furqonita, D., Murdana, I. N., Ndraha, S., Tendean, M., Fabiani, D., … Rscm, M. (2018). Artikel Penelitian Pengaruh Tekanan Telapak Kaki Bagian Depan terhadap Pemakaian Hak Tinggi dan Indeks Massa Tubuh Mahasiswi FKUI 2011 Profil Kolelitiasis pada Hasil Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, 20(53), 7–11. Yeni, B., & Ukur, S. (2019). Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Pembahasan. Tugas Seminar Kelompok. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Cholelithiasis Rica Nur Safitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Cholelithiasis



160



DOKUMENTASI