Asuhan Keperawatan Kritis Gagal Ginjal Akut [PDF]

  • Author / Uploaded
  • sinta
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL AKUT



Pembimbing : Nuris Kushayati., S.Kep.Ners., M.Kep Disusun oleh : Andika Bagas N.



(0117036)



Nila Kurnia Setiawan



(0117056)



Nur Holilah



(0117057)



Sellamevia Pratama Romend (0117063) Intan Khumairoh Dewi



(0117069)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO 2020 /2021



1



LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: Kami mempunayai kopi dari makalah ini yang biasa kami reproduksi jika makalah yang dikumpulkan hilang atau rusak Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang teah ditulis kan dalam referensi,serta tidak ada seseorang pun yang membuatkan makalah ini untuk kami. Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik,kami bersedia mendapat hukuman sangsi sesuai peraturan yang berlaku



NAMA Andika Bagas N. Nur Holilah Nika Kurnia Setiawan Sellamevia Pratama Romend Intan Khumairoh Dewi



NM 0117038 0117057 0117056 0117063 0117069



2



TANDA TANGAN



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. makalah ini berjudul “Perubahan dan Mitos pada Lansia”



yang dibuat sebagai tugas mata kuliah



Keperawatan Gerontik prodi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Dian Husada Mojokerto. Dalam pembuatan makalah ini, kami banyak mendapatkan referensi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih kepada : 1. Kepada dosen pembimbing Nuris Kushayati., S.Kep.Ners., M.Kep 2. Seluruh pihak yang telah membantu menyusun makalah ini. Makalah ini adalah hasil karya kami. Oleh sebab itu, kami bertanggung jawab atas ini makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat.



Mojokerto, 28 September 2020



DAFTAR ISI



3



HALAMAN JUDUL ………………………….…………………….…………………........ KATA PENGANTAR ………………………………………………………………...….... DAFTAR ISI ……………………………………………………….…………………...…. BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………............................ A. Latar Belakang …………………………………….……………………………………. B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….... C. Tujuan ………………………………………………………………..………….. D. Manfaat …………………………………………………..…………..…………. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............…………………………………………………. A. Konsep Medis …………………........................................................................ 1. Definisi ……………………………………........................................................ 2. Etiologi .................................................... …....................................................... 3. Klasifikasi ………………………………………………………………………... 4. Patofisiologi ……………………………………………………………………… 5. Manifestasi Klinis……......................................................................................... 6. Pemeriksaan Penu njang………………………................................................... 7. Penatalaksanaan. ........................................................................... …………….. 8. Pencegahan …………….……............................................................................. 9. Komplikasi …………………………………………………………………...... B. Konsep Asuhan Keperawatan ………………………………………………….. BAB III PENUTUP ……………………………………………...................................... A. Kesimpulan ………………………………………………………………….… DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….…….



BAB I



4



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal akut atau Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury) adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomelurus (LFG) atau hilangnya fungsi ginjal secara mendadak yang berkembang dalam kurun waktu 7 hari (Mehta et al, 2007) .Saat ini terapi untuk AKI mencakup penghindaran zat yang bersifat racun pada ginjal (nephrotoxin) berupa NSAID (Ibuprofen atau Naproxen), pada suatu derajat tertentu AKI memerlukan terapi penggantian ginjal yang berupa hemodialisa atau transplantasi ginjal, namun masih belum dapat menunjukkan peningkatan LFG atau fungsi tubular secara progresif (Palevsky et al, 2008 ; Pannu N et al, 2008). Disisi lain, upaya tersebut memerlukan teknik yang kompleks, dan berpotensi mengalami infeksi serta rejeksi donor yang tinggi (DeVos et al, 2014; Vogelzang, 2015). Hal ini memicu pencarian upaya terapi baru, salah satunya dengan menggunakan Mesenchymal Stem Cells (MSC) (Villanueva et al, 2013). Studi terkini mengungkapkan bahwa MSC mampu berdifferensiasi menjadi berbagai sel spesifik termasuk sel renal. Secara parakrin MSC juga mampu mensekresi Growth factor (GF) diantaranya adalah PDGF dan VEGF yang berperan penting dalam mengaktivasi stem cell endogenous disamping menstimulasi pembentukan vaskular dan pertumbuhan berbagai sel (Monsel et al, 2014), Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa MSC dapat meregulasi PDGF didalam Sel (Pengfei et al, 2016), namun sampai saat ini publikasi terkait dengan Pengaruh MSC terhadap kadar PDGF pada tikus gagal ginjal akut belum banyak dipublikasikan. Kasus-kasus baru Acute Kidney Injury (AKI) adalah kasus yang tidak biasa namun juga tidak jarang ditemukan, mempengaruhi sekitar 0,1% populasi di Inggris pertahunnya (200ppm/tahun. AKI yang memerlukan dialisis (sekitar 10%) dan 2x dari kejadian baru End-stage Kidney Disease (ESKD). AKI juga sering terjadi pada pasien rawat inap dimana mempengaruhi 3-7% pasien yang dirawat di Rumah Sakit dan sekitar 25-30% menjadi



5



pasien di Intensive Care Unit (ICU) (Brenner et al, 2007). Sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan. Mesenchymal Stem cell atau yang biasa disebut stromal stem cell merupakan sel yang mirip fibroblast yang mempunyai kemampuan untuk mengoptimalkan lingkungan mikro dari sel hematopoietic. MSC adalah sekelompok sel dengan karakteristik tertentu, yaitu dapat memperbaharui diri (self-renewal) secara terus menerus dan berdiferensiasi menjadi sel spesifik termasuk sel renal. Menurut Konsensus Internasional MSC memiliki 3 karakteristik, yaitu mampu melekat pada media kultur plastik, mengekspresikan marker CD90 (+), CD73(+), CD 105(+) dan CD34(-), dan secara invitro mampu berdiferensiasi menjadi sel adipose, sel tulang, sel kondrosit dan sel neuron. MSC merupakan adult stem cell yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jaringan seperti jaringan lemak, kartilago, tulang dan endotel (Velazquez et al, 2007). MSC diduga dapat meregenerasi sel renal disebabkan karena sel nefron berasal darim mesenkim, di samping itu pemberian sinyal parakrin yang tepat mampu memicu stem cell endogenous berdifferensiasi menjadi sel nefron dan duktus kolektivus (Ezquer et al, 2015). Hal ini diperkuat dengan beberapa penelitan sebelumnya yang menunjukkan bahwa MSC dapat memperbaiki struktur ginjal rusak dengan cara menghambat pelepasan sitokin proinflamasi, menekan sintesis nitrat oksida yang dapat diinduksi, dan mendorong proliferasi sel parenkim (Nagaishi et al, 2016). Dari hasil studi dengan menggunakan sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cells /MSC) menunjukkan bahwa MSC mampu memperbaiki sel-sel renal dan cedera ginjal yang rusak pada penyakit gagal ginjal knonis (Gillani et al, 2013). Penelitian lain melaporkan bahwa MSC mensekresi PDGF dan VEGF dalam jumlah tinggi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan seluler, disamping differensiasi menjadi sel endotelial (Bieback et al, 2004). Berdasarkan uraian diatas ,maka perlu untuk dilakukan penelitian pengaruh MSC terhadap kadar PDGF pada tikus yang diinduksi gagal ginjal akut.



6



B. Rumusan Masalah 1.Apa Konsep Medis Gagagl Ginjal Akut ? 2.Apa Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut ? C. Tujuan 1.Mengetahui Konsep Medis Gagal Ginjal Akut 2.Mengetahui Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut



7



BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml/24 jam. Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa



hari



atau



beberapa



minggu



dengan



atau



tanpa



oliguria



sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. 2. Etiologi Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut: a. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal) Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah : 



Penipisan volume







Hemoragi







Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)







Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik) 8







Gangguan efisiensi jantung







Infark miokard







Gagal jantung kongestif







Disritmia







Syok kardiogenik







Vasodilatasi







Sepsis







Anafilaksis







Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi



b. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal) Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini : 



Cedera akibat terbakar dan benturan







Reaksi transfusi yang parah







Agen nefrotoksik







Antibiotik aminoglikosida







Agen kontras radiopaque







Logam berat (timah, merkuri)







Obat NSAID







Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)







Pielonefritis akut







Glumerulonefritis



c. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)



9



Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut : 



Batu traktus urinarius







Tumor







BPH







Striktur







Bekuan darah.



3. Klasifikasi Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut : a. Gagal ginjal akut prarenal GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal



(renal



hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. b. Gagal ginjal akut renal GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi : 



Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya







Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal, 10







Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada



ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal. c. Gagal ginjal akut postrenal GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. 4. Patofisiologi Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut: a. Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma



11



terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). b. Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.



c. Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali



normal dan fungsi



ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen. 5. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut: a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi b. Nokturia (buang air kecil di malam hari)



12



c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan) d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki e. Tremor tangan f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik. h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang) i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium 



Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas







Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.







Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.







Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.







Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.







Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.



13







Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.







Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:



glomerulonefritis,



piolonefritis



dengan



kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat. 



PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.







Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.







Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.







Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.







Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic







SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.







Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.







Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular



b. Darah 



Hb. : menurun pada adanya anemia.



14







Sel



Darah



Merah:



Sering



menurun



mengikuti



peningkatan



kerapuhan/penurunan hidup. 



PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.







BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1







Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.







Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).







Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.







Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.







Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.







Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial



c. CT Scan d. MRI e. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. 7. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut : a. Pengobatan Penyakit Dasar Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal.



15



Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya. b. Pengelolaan Terhadap GGA 



Pengaturan Diet Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.







Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 



Air (H2O)



16



Pada



GGA



kehilangan



air



disebabkan



oleh



diuresis,



komplikasikomplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam. 



Natrium (Na) Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.







Dialisis Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga



memerlukan



dialisis,



baik



dialisis



peritoneal



maupun



hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pe rtimbangan pertimbangan indivual penderita. 



Operasi Pengelolaan GGA postrenal adalah



tindakan pembedahan untuk



dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu. 8. Pencegahan a. Pencegahan Primer Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain : 



Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga teratur.



17







Membiasakan



meminum



air



dalam



jumlah



yang



cukup



merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi. 



Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.







Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.







Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.







Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.







Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.







Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obatobat yang diketahui nefrotoksik.







Cegah hipotensi dalam jangka panjang.







Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera diperbaiki.



b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA



18



renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal. c. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap.



Pasien akan



meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan



untuk



menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus



tetap memperhatikan kesehatannya dan



memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui dan diobati. 9. Komplikasi Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan kegawatan.



19



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a. Standar Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial diawal dan secara berkelanjutan



untuk



mengetahui



masalah



keperawatan



klien



dalam



lingkup



kegawatdaruratan. b. Keluaran Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap kliengawat darurat. c. Proses Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua : 1. Pengkajian Primer ( primary survey) Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalahaktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :  A = Airway dengan kontrol servikal Kaji : - Bersihan jalan nafas - Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas



20



- Distress pernafasan - Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring  B = Breathing dan ventilasi Kaji : - Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada - Suara pernafasan melalui hidung atau mulut - Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas C = Circulation Kaji : - Denyut nadi karotis - Tekanan darah - Warna kulit, kelembaban kulit - Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal  D = Disability Kaji : - Tingkat kesadaran - Gerakan ekstremitas - GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =pain/respon nyeri, U = unresponsive. - Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.



21



 E = Eksposure Kaji : - Tanda-tanda trauma yang ada.



2. Pengkajian Sekunder (secondary survey) Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. a. Pengkajian Riwayat Penyakit : Komponen yang perlu dikaji : - Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit - Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit - Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera - Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri) - Waktu makan terakhir - Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien. Metode pengkajian : 1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien : S (signs and symptoms)



: tanda dan gejala yang diobservasi dandirasakan klien



22



A (Allergis)



: alergi yang dipunyai klien



M (medications)



: tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi



nyeri P (pertinent past medical hystori)



: riwayat penyakit yang diderita klien



L (last oral intake solid or liquid)



:



makan/minum



terakhir;



jenis



makanan,



ada



penurunan atau peningkatan kualitas makan E (event leading toinjury or illness) : pencetus/kejadian penyebab keluhan 2) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri : P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri Q (quality)



: kualitas nyeri



R (radian)



: arah penjalaran nyeri



S (severity)



: skala nyeri ( 1 – 10 )



T (time)



: lamanya nyeri sudah dialami klien



d. Pemeriksaan Pola Fungsi 1) B1 (Breathing) Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul. 2) B2 (Blood) Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. 23



Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan. 3) B3 (Brain) Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia. 4) B4 (Bladder) Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output